Anda di halaman 1dari 59

PREVENTION

MOTHER TO
CHILD
TRANSMITION
(PMTCT) OF HIV
Program Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Anak (PPIA) telah terbukti sebagai
intervensi yang sangat efektif untuk mencegah penularan HIV dari ibu ke anak. Di
negara maju risiko anak tertular HIV dari ibu dapat ditekan hingga kurang dari 2%
karena tersedianya intervensi PPIA dengan layanan optimal. Namun di negara
berkembang atau negara miskin, dengan minimnya akses intervensi, risiko penularan
masih berkisar antara 20% dan 50%.
Upaya pencegahan penularan HIV dari ibu ke anak telah dilaksanakan di Indonesia
sejak tahun 2004, khususnya di daerah dengan tingkat epidemi HIV tinggi. Namun,
hingga akhir tahun 2011 baru terdapat 94 layanan PPIA (Kemkes, 2011), yang baru
menjangkau sekitar 7% dari perkiraan jumlah ibu yang memerlukan layanan PPIA.
Program PPIA juga telah dilaksanakan oleh beberapa lembaga masyarakat khususnya
untuk penjangkauan dan perluasan akses layanan bagi masyarakat. Agar penularan
HIV dari ibu ke anak dapat dikendalikan, diperlukan peningkatan akses program dan
pelayanan PPIA yang diintegrasikan ke dalam kegiatan pelayanan kesehatan ibu dan
anak (KIA), keluarga berencana (KB), serta kesehatan remaja (PKPR) di setiap jenjang
fasilitas layanan kesehatan dasar dan rujukan. Layanan PPIA terintegrasi merupakan
juga bagian dari Layanan Komprehensif Berkesinambungan (LKB) HIV-AIDS.
Human Immunodeficiency Virus
(HIV)
– Merupakan virus yang menyebabkan penyakit AIDS yang
termasuk kelompok retrovirus.
– Kebanyakan orang dengan HIV/AIDS tetap asimtomatik
(tanpa tanda dan gejala dari suatu penyakit) untuk jangka
waktu lama.
Acquired Immune Deficiency
Syndrome (AIDS)
– AIDS adalah bentuk lanjut dari infeksi HIV, yang
merupakan kumpulan gejala menurunnya sistem
kekebalan tubuh.
– Infeksi HIV berjalan sangat progresif merusak sistem
kekebalan tubuh  tidak dapat menahan serangan
infeksi jamur, bakteri atau virus.
Prevention of Mother to Child
Transmission HIV
– Suatu program pencegahan penularan vertikal virus HIV
dari ibu ke anaknya, mencakup perawatan antenatal,
persalinan, dan perawatan pascanatal.
– 10% kasus HIV pada anak berasal dari Mother to Child
Transmission
Epidemiologi HIV
– Pertama kali ditemukan di Indonesia  Bali (1987)
– Kasus HIV/AIDS tersebar di 381 (76%) dari 498 kabupaten/kota di seluruh
propinsi Indonesia (hingga Juni 2014)
– Epidemi HIV di Propinsi Papua dan Papua Barat sejak tahun 2006 dan pada
tahun 2013 mencapai prevalensi 2.3%.
– Data Kemenkes (2011)  21.103 ibu hamil yang menjalani tes HIV  534
(2,5%) positif terinfeksi HIV.
– Hasil Pemodelan Matematika Epidemi HIV Kemenkes tahun 2012 meningkat
dari 591.823 (2012)  785.821 (2016), dengan jumlah infeksi baru HIV yang
meningkat dari 71.879 (2012)  90.915 (2016).
– Jumlah kematian terkait AIDS (15-49 tahun ) meningkat hampir 2x lipat
(2016)
– Pada tahun 2011, jumlah ibu hamil dengan HIV sebanyak 534 orang yang
kemudian meningkat menjadi 1.182 orang pada bulan Januari-Juni 2014.
– Jumlah bayi dengan HIV juga meningkat  sebanyak 71 bayi pada tahun
2011 menjadi 86 bayi pada bulan Januari-Juni 2014.
– Data estimasi tahun 2009  33,4 juta orang dengan HIV-AIDS di seluruh
dunia (50% perempuan dan 2,1 juta adalah anak berusia < 15 tahun)
– Di Asia Tenggara ± 3,5 juta orang dengan HIV-AIDS.
– Menurut data UNGASS tahun 2009 estimasi jumlah perempuan yang
terinfeksi HIV-AIDS sekitar 1 juta orang (30%).
Perjalanan Infeksi HIV

mempengaruhi
Virus
Virus HIV sistem
bereplikasi diri
masuk tubuh kekebalan
terutama sel
dan tubuh dengan
limfosit T CD4
menginfeksi menghasilkan
dan makrofag
antibodi HIV.
Perjalanan Infeksi HIV

– Masa jendela (window period) : 2-12 minggu.


– Selama window period, pasien mudah menularkan kepada
orang lain (infeksius) meski hasil pemeriksaan laboratoriumnya
negatif.
– Gejala dan tanda yang biasanya timbul : demam, pembesaran
KGB, keringat malam, ruam kulit, sakit kepala dan batuk.
– Orang yang terinfeksi HIV dapat asimtomatik untuk jangka
waktu cukup panjang bahkan sampai 10 tahun atau lebih.
Namun dapat menularkan infeksinya kepada orang lain.
Cara Penularan

– Hubungan seksual,
– Penggunaan jarum yang tidak steril atau terkontaminasi
HIV, dan
– Penularan HIV dari ibu yang terinfeksi HIV ke janin dalam
kandungannya, yang dikenal sebagai Penularan HIV dari
Ibu ke Anak (PPIA).
Faktor yang berperan dalam
Penularan HIV
Waktu Penularan HIV dari Ibu ke
Anak.
Risiko Penularan HIV dari Ibu ke
Anak
Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Anak

Prong (1) : Mencegah terjadinya penularan HIV pada


perempuan usia reproduksi (15-49 tahun)

Prong (2) : Mencegah kehamilan yang tidak


direncanakan pada ibu dengan HIV

Prong (3) : Mencegah terjadinya penularan HIV dari


ibu hamil HIV ke bayi yang dikandungnya

1 2 3 Prong (4) : Memberikan dukungan psikologis, sosial


dan perawatan kepada ibu HIV beserta bayi dan
4 keluarganya.
Prong 1. Mencegah terjadinya penularan HIV pada perempuan usia
reproduksi (15 – 49 Tahun)

A (Abstinence): artinya Absen seks atau tidak melakukan


hubungan seks bagi yang belum menikah.

B (Be faithful): artinya Bersikap saling setia kepada satu


pasangan seks (tidak berganti-ganti pasangan).

Strategi “ABCDE” C (Condom): artinya Cegah penularan HIV melalui


hubungan seksual dengan menggunakan kondom.

D (Drug No): artinya Dilarang menggunakan narkoba.

1 E (Education) : artinya pemberian Edukasi dan informasi


yang benar mengenai HIV, cara penularan, pencegahan
dan pengobatannya
Lanjutan Prong 1,
 
Kegiatan yang dapat dilakukan pada
pencegahan primer

KIE tentang HIV-AIDS dan Kesehatan Reproduksi, baik


secara individu maupun kelompok

Mobilisasi Masyarakat

Layanan Tes HIV

Dukungan untuk perempuan yang HIV negatif


Prong 2. Mencegah kehamilan yang tidak direncanakan pada perempuan dengan HIV

– Perempuan dengan HIV yang tidak ingin hamil  Kondom +


Kontrasepsi yang sesuai dengan kondisinya
– Perempuan dengan HIV yang memutuskan untuk tidak
mempunyai anak lagi  Kondom + Kontrasepsi mantap

1 2
Lanjutan Prong 2

Kegiatan untuk mencegah kehamilan yang tidak direncanakan pada ibu dengan HIV
antara lain:
– Mengadakan KIE tentang HIV-AIDS dan perilaku seks aman;
– Menjalankan konseling dan tes HIV untuk pasangan;
– Melakukan upaya pencegahan dan pengobatan IMS;
– Melakukan promosi penggunaan kondom;
– Memberikan konseling pada perempuan dengan HIV untuk ikut KB dengan
menggunakan metode kontrasepsi dan cara yang tepat;
– Memberikan konseling dan memfasilitasi perempuan dengan HIV yang ingin
merencanakan kehamilan.
Prong 3. Mencegah terjadinya penularan HIV dari ibu hamil HIV positif ke bayi yang
dikandungnya

Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak yang komprehensif mencakup kegiatan sebagai
berikut:
1. Layanan ANC terpadu termasuk penawaran dan tes HIV;
2. Diagnosis HIV;
3. Pemberian terapi antiretroviral;
4. Persalinan yang aman;
5. Tatalaksana pemberian makanan bagi bayi dan anak;

1 2 3 6. Menunda dan mengatur kehamilan;


7. Pemberian profilaksis ARV dan kotrimoksazol pada anak;
8. Pemeriksaan diagnostik HIV pada anak.
1. Layanan ANC terpadu termasuk
penawaran dan tes HIV
– Pelayanan tes HIV merupakan upaya membuka akses
bagi ibu hamil untuk mengetahui status HIV, sehingga
dapat melakukan upaya untuk mencegah penularan HIV
ke bayinya, memperoleh pengobatan ARV sedini
mungkin, dukungan psikologis, informasi dan
pengetahuan tentang HIV-AIDS.
2. Diagnosis HIV
– Bila ada anak berumur < 18 bulan dan curiga terinfeksi HIV 
tes virologis (HIV DNA atau HIV RNA), tetapi PCR HIV tidak
tersedia menegakkan diagnosis dengan cara DIAGNOSIS
PRESUMTIF.
– Diagnosis pada anak > 18 bulan  tes serologis (antibodi
HIV).
– Anak yang masih mendapat ASI pada saat tes dilakukan
sebaiknya tes diulang setelah ASI dihentikan selama 6
minggu.
- Hasil pemeriksaan
dinyatakan reaktif jika hasil
tes dengan reagen 1 (A1),
reagen 2 (A2), dan reagen 3
(A3) ketiganya positif.
- Ibu hamil dengan faktor
risiko (hasil tesnya
indeterminate)  tes
diagnostik HIV dapat
diulang dengan bahan baru
yang diambil minimal 14
hari setelah yang pertama
dan setidaknya tes ulang
menjelang persalinan (32-
36 minggu).
3. Pemberian Terapi Anti Retroviral
Penentuan saat yang tepat untuk memulai ARV) pada Ibu
hamil, pasien TB dan Penderita Hepatitis B kronik aktif yang
terinfeksi HIV

dimulai pada stadium


klinis apapun atau
tanpa menunggu hasil
pemeriksaan CD4

Pemeriksaan CD4 tetap


diperlukan untuk
pemantauan
pengobatan.
Tujuan Terapi ARV
– Mengurangi laju penularan HIV di masyarakat,
– Menurunkan angka kesakitan dan kematian yang
berhubungan dengan HIV,
– Memperbaiki kualitas hidup ODHA,
– Memulihkan dan memelihara fungsi kekebalan tubuh,
dan
– Menekan replikasi virus secara maksimal.
Alur Pemberian Terapi Antiretroviral
Pada Ibu Hamil
Saat yang Tepat untuk memulai
Pengobatan ARV pada Ibu Hamil
Pemberian ARV disesuaikan dengan kondisi klinis ibu dan mengikuti ketentuan sebagai berikut:
– Ibu hamil  indikasi pemberian ARV.
– Perempuan yang status HIV-nya diketahui sebelum kehamilan, dan sudah mendapatkan ART ,
maka saat hamil ART tetap diteruskan dengan regimen yang sama seperti saat sebelum hamil.
– Untuk ibu hamil yang status HIV-nya diketahui sebelum umur kehamilannya 14 minggu, jika
ada indikasi dapat diberikan ART. Namun jika tidak ada indikasi, pemberian ART ditunggu
hingga umur kehamilannya 14 minggu. Regimen ART yang diberikan sesuai dengan kondisi
klinis ibu.
– Untuk ibu hamil yang status HIV-nya diketahui pada umur kehamilan ≥ 14 minggu, segera
diberikan ART berapapun nilai CD4 dan stadium klinisnya. Regimen ART yang diberikan sesuai
dengan kondisi klinis ibu.
– Untuk ibu hamil yang status HIV-nya diketahui sesaat menjelang persalinan, segera diberikan
ART sesuai kondisi klinis ibu. Pilihan kombinasi regimen ART sama dengan ibu hamil yang lain.
4. Persalinan yang Aman
5. Tatalaksana pemberian makanan
bagi bayi/anak
Perbandingan Risiko Penularan HIV dari Ibu ke Anak
pada Pemberian ASI eksklusif, Susu Formula, dan
Mixed Feeding
Persyaratan AFASS harus dipenuhi apabila ibu ingin memilih
memberikan Susu Formula Eksklusif
– Terjamin ketersediaan air bersih dan
sanitasi yang baik
A cceptable Dapat diterima – Menyediakan susu formula dalam jumlah

F easible Mudah dilakukan yang cukup untuk mendukung tumbuh


kembang yang optimal
A ffordable Harga terjangkau – Menyediakan susu formula secara bersih

S ustainable Berkesinambungan
dan cukup sering sehingga aman dan
risikonya rendah untuk terjadi diare dan

S afe Aman malnutrisi


– Mampu memberikan susu formula secara
eksklusif sampai 6 bulan
– Keluarga mendukung
Apabila ibu memilih untuk memberikan ASI, dianjurkan untuk ASI
Eksklusif selama 6 bulan
Sangat tidak dianjurkan untuk menyusui campur (mix feeding)

Setelah 6 bulan, bayi diberi PASI, dan ASI dihentikan


Ibu perlu diberi informasi mengenai manajemen laktasi (cara menyusui
yang baik dan benar)
Apabila persyaratan AFASS terpenuhi sebelum 6 bulan, bagi ibu yang
memberikan ASI dapat memilih
Meneruskan ASI Eksklusif sampai 6 bulan
Beralih ke Susu Formula Eksklusif

Tidak memberikan ASI lagi (mix feeding)

Apapun pilihan ibu tentang pemberian makanan bayi, perlu diberikan


dukungan
6. Mengatur kehamilan dan Keluarga
Berencana
Kontrasepsi pada ibu/perempuan HIV positif:
– Ibu yang ingin menunda atau mengatur kehamilan, dapat
menggunakan kondom + kontrasepsi jangka panjang.
– Ibu yang memutuskan tidak punya anak lagi, dapat
memilih kontrasepsi mantap + menggunakan kondom.
7. Pemberian profilaksis ARV dan
kotrimoksazol pada anak
– Pemberian profilaksis ARV : - Menurut WHO : 6 – 8 mg/kgBB
dimulai hari pertama setelah lahir Trimetoprim sekali dalam sehari.
selama 6 minggu  zidovudine Bagi anak umur < 6 bulan, beri 1
tablet pediatrik (atau ¼ tablet
(AZT atau ZDV) 4 mg/kgBB
dewasa, 20 mg trimetoprim/100mg
diberikan 2 kali sehari.
sulfametoksazol); bagi anak umur 6
– Anak dapat diberikan bulan -5 tahun beri 2 tablet
kotrimoksazol profilaksis mulai pediatrik (atau ½ tablet dewasa);
usia 6 minggu dengan dosis 4-6 dan bagi anak umur 6 – 14 tahun, 1
mg/kgbb, satu kali sehari, setiap tablet dewasa dan bila > 14 tahun
hari sampai usia 1 tahun atau digunakan 1 tablet dewasa forte.
- Jika anak alergi terhadap
sampai diagnosis HIV ditegakkan.
kotrimoksazol, alternatif terbaik
yaitu memberi dapson.
Profilaksis kotrimoksasol dapat dihentikan bila:
1. Untuk bayi dan anak yang terpajan HIV saja dan tidak terinfeksi
(dibuktikan dengan pemeriksaan laboratorium, baik PCR 2 kali atau
antibodi pada usia sesuai), profilaksis dapat dihentikan sesudah
status ditetapkan (sesingkatnya umur 6 bulan atau sampai umur 1
tahun)
2. 2. Untuk anak yang terinfeksi HIV:
a. Umur < 1 tahun profilaksis diberikan hingga umur 5 tahun atau
diteruskan seumur hidup tanpa penghentian
b. Umur 1 sampai 5 tahun profilaksis diberikan seumur hidup.
c. Umur > 5 tahun bila dimulai pada stadium berapa saja dan CD4< 350
sel, maka dapat diteruskan seumur hidup atau dihentikan bila CD4>350
sel/ml setelah minurm ARV 6 bulan. Bila dimulai pada stadium 3 dan 4
maka profilaksis dihentikan jika CD4 > 200 sel/ml.
8. Pemeriksaan diagnostik HIV pada
bayi yang lahir dari ibu dengan HIV
Uji Virologis
1. Uji virologis untuk mendiagnosis anak berumur < 18 bulan
2. Uji virologis yang dianjurkan: HIV DNA kualitatif menggunakan
darah plasma EDTA atau Dried Blood Spot (DBS), bila tidak
tersedia HIV DNA dapat digunakan HIV RNA kuantitatif (viral load,
VL) mengunakan plasma EDTA.
3. Bayi yang diketahui terpajan HIV sejak lahir dianjurkan untuk
diperiksa dengan uji virologis pada umur 4 – 6 minggu
4. Pada kasus bayi dengan pemeriksaan virologis pertama hasilnya
positif maka terapi ARV harus segera dimulai; pada saat yang
sama dilakukan pengambilan sampel darah kedua untuk
pemeriksaan uji virologis kedua.
Uji Serologis
Uji serologi :
– Umur <18 bulan – digunakan sebagai uji untuk menentukan ada tidaknya
pajanan HIV
– Umur >18 bulan – digunakan sebagai uji diagnostik konfirmasi
Anak umur < 18 bulan terpajan HIV yang tampak sehat dan belum dilakukan uji
virologis,  uji serologis pada umur 9 bulan. Bila hasil uji tersebut positif harus
segera diikuti dengan pemeriksaan uji virologis untuk mengidentifikasi kasus yang
memerlukan terapi ARV.
– Jika uji serologis positif dan uji virologis belum tersedia, perlu dilakukan
pemantauan klinis ketat dan uji serologis ulang pada usia 18 bulan.
3. Anak umur < 18 bulan dengan gejala dan tanda diduga disebabkan
oleh infeksi HIV harus menjalani uji serologis dan jika positif diikuti
dengan uji virologis.
4. Pada anak umur< 18 bulan yang sakit dan diduga disebabkan oleh
infeksi HIV tetapi uji virologis tidak dapat dilakukan, diagnosis
ditegakkan menggunakan diagnosis presumtif.
5. Pada anak umur < 18 bulan yang masih mendapat ASI, prosedur
diagnostik dilakukan tanpa perlu menghentikan pemberian ASI.
6. Anak yang berumur > 18 bulan menjalani tes HIV sebagaimana
yang dilakukan pada orang dewasa.
Prong 4. Memberikan dukungan psikologis, sosial dan
perawatan kepada ibu HIV beserta bayi dan keluarganya

Dukungan bagi ibu dengan HIV:


– Pengobatan ARV jangka panjang
– Pengobatan gejala penyakitnya
– Pemeriksaan kondisi kesehatan dan pemantauan terapi ARV (termasuk CD4 dan viral load)
– Konseling dan dukungan kontrasepsi dan pengaturan kehamilan
– Informasi dan edukasi pemberian makanan bayi
– Pencegahan dan pengobatan infeksi oportunistik untuk diri sendiri dan bayinya.
– Penyuluhan kepada anggota keluarga tentang cara penularan HIV dan pencegahannya
– Layanan klinik dan rumah sakit yang bersahabat
– Kunjungan ke rumah (home visit)
– Dukungan teman-teman sesama HIV positif, terlebih sesama ibu dengan HIV
– Adanya pendamping saat sedang dirawat
– Dukungan dari pasangan
– Dukungan kegiatan peningkatan ekonomi keluarga
– Dukungan perawatan dan pendidikan bagi anak
Vaksin Asimtomatik HIV Simtomatik HIV Catatan

BCG Tidak diberikan Tidak diberikan Infeksi HIV sukar ditegakkan pada usia bayi

k
DTP Diberikan Diberikan  

V na
Diberikan

HI da A
OPV IPV  
Diberikan Diberikan
Campak Diberikan usia 9 bulan, tidak diberikan bila
e k i pa

supresi imun berat


inf as
si
ter unis

Diberikan Diberikan
Hepatitis B  
Diberikan Diberikan
y a a n Im

Toksoid Tetanus 5 dosis


ng

Diberikan Diberikan
e ri

MMR Tidak pada imunsupresi berat sel T CD4+ < 15%


mb
Pe

Diberikan Diberikan
Hib  
Diberikan Diberikan
Pneumokokus  

Diberikan Diberikan
Varisela Tidak pada imunsupresi berat sel T CD4+ < 15%

Diberikan Diberikan
Influenza Usia > 6 bulan

Rabies Atas indikasi Atas indikasi  


KESIMPULAN
– Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang menyebabkan
penyakit AIDS yang termasuk kelompok retrovirus.
– AIDS adalah bentuk lanjut dari infeksi HIV, yang merupakan kumpulan
gejala menurunnya sistem kekebalan tubuh.
– Human immunodeficiency virus (HIV) dapat masuk ke tubuh : (1)
hubungan seksual, (2) penggunaan jarum yang tidak steril atau
terkontaminasi HIV, dan (3) penularan HIV dari ibu yang terinfeksi HIV
ke janin dalam kandungannya.
– Ada tiga faktor utama yang berpengaruh pada penularan HIV dari ibu ke
anak, yaitu faktor ibu, bayi/anak, dan tindakan obstetrik.
– Risiko penularan HIV ibu tidak menyusui bayinya sebesar 20-30% dan
akan berkurang jika ibu mendapatkan pengobatan ARV. Pemberian ARV
jangka pendek dan ASI eksklusif memiliki risiko penularan HIV sebesar 15-
25% dan risiko penularan sebesar 5-15% apabila ibu tidak menyusui
(PASI).
– Prevention of Mother-to-Child Transmission HIV merupakan suatu
program pencegahan penularan vertikal virus HIV dari ibu ke anaknya.
Proses PMTCT mencakup 3 pokok penting, yaitu perawatan antenatal,
persalinan, dan perawatan pascanatal. 
– Pencegahan penularan HIV dari ibu ke anak dilaksanakan melalui kegiatan komprehensif yang
meliputi empat pilar (4 prong), yaitu:
• Pencegahan penularan HIV pada perempuan usia reproduksi (15-49 tahun) dengan menggunakan
strategi “ABCD”, yaitu: A (Abstinence), B (Be Faithful), C (Condom), D (Drug No).
• Pencegahan kehamilan yang tidak direncanakan pada perempuan HIV positif dengan
menggunakan kondom dan kontrasepsi yang sesuai.
• Pencegahan penularan HIV dari ibu hamil ke bayi yang dikandungnya dengan kegiatan seperti
Layanan ANC terpadu termasuk penawaran dan tes HIV, Diagnosis HIV, Pemberian terapi
antiretroviral, Persalinan yang aman, Tatalaksana pemberian makanan bagi bayi dan anak,
Menunda dan mengatur kehamilan, Pemberian profilaksis ARV dan kotrimoksazol pada anak,
Pemeriksaan diagnostik HIV pada anak.
• Dukungan psikologis, sosial, dan perawatan kesehatan selanjutnya kepada ibu yang terinfeksi HIV
dan bayi serta keluarganya
– WHO menganjurkan pemberian imunisasi rutin untuk anak terinfeksi HIV yang belum menunjukkan
gejala (HIV asimptomatik), kecuali imunisasi BCG.

Anda mungkin juga menyukai