PELAYANAN ANC
B. HIV
Pada tahun 2001, United Nations General Assembly Special Session untuk HIV/AIDS
berkomitmen untuk menurunkan 50% proporsi infeksi HIV pada bayi dan anak pada tahun
2010. Program tersebut termasuk intervensi yang berfokus pada pencegahan primer infeksi
HIV pada wanita dan pasangannya, pencegahan kehamilan yang tidak direncanakan pada
wanita infeksi HIV, pencegahan transmisi dari ibu ke anak, pengobatan, perawatan serta
bantuan bagi wanita yang hidup dengan HIV/AIDS, anak dan keluarga mereka. Oleh karena
itu, untuk memberantas transmisi vertical HIV yang terus meningkat diperlukan
penatalaksanaan yang tepat pada ibu dan bayi selama masa antepartum, intrapartum dan
postpartum.
HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah sebuah retrovirus yang menginfeksi sel
sistem kekebalan manusia terutama CD4+T cell dan macrophage, komponen vital dari
sistem-sistem kekebalan tubuh dan menghancurkan atau merusak fungsi mereka. Infeksi
dari HIV menyebabkan pengurangan cepat dari sistem kekebalan tubuh yang menyebabkan
kekurangan imun. AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) adalah Sindrom penyakit
kerusakan sistem kekebalan tubuh, bukan penyakit bawaan tetapi didapat dari hasil
penularan yang disebabkan oleh HIV (Widoyono, 2011).
Secara epidemiologi, salah satu kelompok masyarakat yang beresiko terkena penyakit
HIV/AIDS adalah ibu hamil dan bayi (Kementrian Kesehatan RI, 2016). 4 Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia tahun 2016 menyatakan dari 43.624 ibu hamil yang menjalani
tes HIV, sebanyak 1.329 (3,01%) ibu hamil dinyatakan positif HIV.
Gejala-gejala klinis HIV dan AIDS (Widoyono, 2011):
1. Masa inkubasi 6 bulan-5 tahun
2. Window period selama 6-8 minggu, adalah waktu saat tubuh sudah terinfeksi HIV
tetapi belum terdeteksi oleh pemeriksaan laboratorium.
3. Seseorang dengan HIV dapat bertahan sampai dengan 5 tahun. Jika tidak diobati,
maka penyakit ini akan bermanifestasi sebagai AIDS.
1. Diare kronis
2. Kandidiasis mulut yang luas
3. Pneumocystis carinii
4. Pneumonia interstisialis limfositik
5. Ensafalopati kronik.
Cara Penularan virus HIV dan AIDS Penyakit ini menular melalui berbagai cara,
antara lain melalui cairan tubuh seperti darah, cairan enitalia, dan ASI. Virus juga terdapat
dalam saliva, air mata, dan urin (sangat rendah). HIV tidak dilaorkan terdapat dalam air mata
dan keringat. Pria yang sudah disunat memiliki resiko HIV yang lebih kecil dibandingkan
dengan pria yang tidak disunat (Widoyono. 2011). Selain melalui cairan tubuh, HIV juga
dapat ditularkan melalui (Widoyono, 2011):
a. Ibu hamil
b. Secara intrauterine, intrapartum, dan postpartum (ASI) .Angka transmisi mencapai
20-50%.
c. Angka transmisi melalui ASI dilaporkan lebih dari sepertiga. Laporan lain
menyatakan resiko penularan melalui ASI adalah 11-29%
d. Sebuah studi meta-analisis prospektif yang melibatkan penelitian pada dua
kelompok ibu, yaitu kelompok ibu yang menyusui sejak awal kelahiran bayi dan
kelompok ibu yang menyusui setelah beberapa waktu usia bayinya, melaporkan
bahwa angka penularan HIV pada bayi yang belum disusui adalah 14% (yang
diperoleh dari penularan melalui mekanisme kehamilan dan persalinan), dan angka
penularan HIV meningkat menjadi 29% setelah bayinya disusui. Bayi normal dengan
ibu HIV bisa memperoleh antibodi HIV dari ibunya selama 6-15 tahun.
e. Jarum suntik
Pengobatan dan pencegahan HIV dan AIDS yang harus dilakukan sebagai berikut
(Widoyono, 2011):
Tata Laksana Neonatus Semua bayi harus diterapi dengan ARV 50 kopi/mL, HAART
tetap menjadi pilihan utama.Pemberian antibiotik profilaksis, cotrimoxazole terhadap PCP
wajib dilakukan. Tes IgA dan IgM, kultur darah langsung dan deteksi antigen PCR merupakan
serangkaian tes yang harus dijalankan oleh bayi pada umur 1 hari, 6 minggu dan 12 minggu.
Jika semua tes ini negatif dan bayi tidak mendapat ASI, orang tua dapat menyatakan bahwa
bayi mereka tidak terinfeksi HIV. Konfirmasi HIV bisa dilakukan lagi saat bayi berumur 18
sampai 24 bulan.