Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHDULUAN

1.1 Latar Belakang

Data statistik menyebutkan di Indonesia transmisi HIV secara vertikal


dari ibu ke bayi tercatat sebanyak 1194 kasus dengan 165 bayi yang HIV-
positif.1 Walaupun prevalensi HIV pada perempuan di Indonesia hanya 31%
pada tahun 2016, tetapi banyaknya ODHA yang berusia reproduksi aktif
menyebabkan perkiraan jumlah kehamilan dengan HIV positif akan meningkat.
Peningkatan jumlah infeksi baru HIV pada perempuan akan berdampak
peningkatan jumlah infeksi HIV pada anak.2

Pada tahun 2010 WHO merekomendasikan upaya untuk mencegah


terjadinya penularan HIV dari ibu ke anak melalui program PMTCT
(Prevention of Mother to Child Transmission).3,4 Semarang mempunyai visi
mewujudkan suatu kondisi masyarakat yang bebas HIV/AIDS. Karena semakin
tingginya angka penularan HIV/AIDS dari ibu ke bayi, maka Semarang
mengadakan program PMTCT yang bertujuan untuk menurunkan angka
penularan tersebut, baik pada saat kehamilan, persalinan ataupun menyusui.
Hal inilah yang mendorong penulis untuk mengetahui dan berpartisipasi dalam
proses pelaksanaan program PMTCT di Semarang.

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimana proses pelaksanaan program PMTCT di Praktek Bidan di


Semarang?

1
2

1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui dan berpartisipasi dalam pelaksanaan program kegiatan


PMTCT untuk menurunkan angka penularan HIV/AIDS dari ibu ke bayi.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Wawancara dengan pemegang program PMTCT untuk mengetahui


kegiatan-kegiatan yang dilakukan.
2. Wawancara dengan ibu hamil di salah satu Praktek Bidan di Semarang,
dalam rangka menggali faktor risiko penularan HIV/AIDS.
3. Memberikan konseling bagi ibu hamil yang berisiko HIV/ AIDS.

1.4 Manfaat

1. Menambah pengetahuan masyarakat tentang HIV/AIDS mengenai


penyebab, gejala, cara penularan, pencegahan, dan pengobatan
penyakit.
2. Memberikan informasi bagi masyarakat tentang pelayanan PMTCT
yang dilaksanakan di Praktek Bidan, bekerja sama dengan PKBI
Semarang.
3. Menambah pengetahuan bagi mahasiswa mengenai program pelayanan
PMTCT di Semarang.
4. Sebagai bahan masukan untuk peningkatan pelayanan PMTCT di
Semarang.
3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 HIV/AIDS

2.1.1 Definisi

Human Immunodeficiency Virus (HIV) termasuk kelompok retrovirus


yang memiliki genus lentivirus. Virus ini menginfeksi, merusak, atau
menggangu fungsi sel sistem kekebalan tubuh manusia, menyebabkan sistem
pertahanan tubuh manusia tersebut menjadi lemah.1 HIV menyebar melalui
cairan tubuh dan memiliki cara khas dalam menginfeksi sistem kekebalan
tubuh manusia terutama sel Cluster of Differentiation 4 (CD4) atau sel-T. HIV
menyerang sel - sel sistem kekebalan tubuh manusia terutama sel-T CD4+ dan
makrofag yang merupakan sistem imunitas seluler tubuh.11,12 Infeksi dari virus
ini akan menyebabkan kerusakan secara progresif dari sistem kekebalan tubuh,
mengakibatkan defisiensi imun sehingga tubuh tidak mampu melawan infeksi
dan penyakit. Seiring dengan berjalannya waktu, HIV dapat merusak banyal sel
CD4 sehingga kekebalan tubuh semakin menurun dan tidak dapat melawan
infeksi dan penyakit sama sekali, infeksi ini akan menimbulkan banyak gejala
penyakit sehingga disebut AIDS.4,5

2.1.2 Transmisi Infeksi HIV


A. Transmisi melalui kontak seksual
Kontak seksual merupakan salah satu cara utama transmisi HIV di
berbagai belahan dunia. Virus ini dapat ditemukan dalam cairan semen, cairan
vagina, cairan serviks. Transmisi infeksi HIV melalui hubungan seksual lewat
anus lebih mudah karena hanya terdapat membran mukosa rektum yang tipis
dan mudah robek, selain itu pada anus sering terjadi lesi.8,9

B. Transmisi melalui darah atau produk darah


4

Transmisi dapat pula melalui suntikan darah yang terinfeksi atau produk
darah.8 Diperkirakan bahwa 90 sampai 100% orang yang mendapat transfusi
darah yang tercemar HIV akan mengalami infeksi. Suatu penelitian di Amerika
Serikat melaporkan risiko infeksi HIV-1 melalui transfusi darah dari donor
yang terinfeksi HIV berkisar antara 1 per 750.000 hingga 1 per 835.000.9
Pemeriksaan antibodi HIV pada donor darah sangat mengurangi transmisi
melalui transfusi darah dan produk darah (contoh, konsentrasi faktor VIII yang
digunakan untuk perawatan hemofolia).10

C. Transmisi melalui penggunaan jarum suntik berulang


Transmisi melalui penggunaan jarum suntik ini sering didapatkan pada
penggunaan narkoba. Para pengguna narkoba sering menggunakan jarum
suntik bekas yang telah dipakai oleh orang lain. Hal ini sekarang sudah tidak
menjadi masalah di rumah sakit dengan penggunaan jarum suntik yang sekali
pakai.9

D. Transmisi secara vertikal


Transmisi vertikal dapat terjadi secara transplasental, antepartum,
maupun postpartum. Hal ini dimungkinkan karena adanya limfosit yang
terinfeksi masuk kedalam plasenta. Transmisi intrapartum terjadi akibat adanya
lesi pada kulit atau mukosa bayi atau tertelannya darah ibu selama proses
kelahiran.10 Penularan HIV dari ibu ke anak pada umumnya terjadi pada saat
persalinan dan pada saat menyusui. Risiko penularan HIV pada ibu yang tidak
mendapatkan penanganan PPIA saat hamil diperkirakan sekitar 15- 45%.
Risiko penularan 15-30% terjadi pada saat hamil dan bersalin, sedangkan
peningkatan risiko transmisi HIV sebesar 10-20% dapat terjadi pada masa nifas
dan menyusui.11
5

Tabel 1. Faktor yang berperan dalam penularan HIV dari ibu ke bayi12

2.2 Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Anak (PMTCT)

2.2.1 Definisi PMTCT

PMTCT (Prevention of Mother to Child HIV Transmission) adalah


suatu upaya untuk mencegah infeksi HIV pada perempuan, serta mencegah
penularan HIV dari ibu hamil ke bayinya. PMTCT terdiri dari:11

1. Prong I: Pencegahan penularan HIV pada perempuan usia reproduksi


2. Prong II: Pencegahan kehamilan yang tidak direncanakan pada perempuan
dengan HIV
3. Prong III: Pencegahan penularan HIV dari ibu hamil dengan HIV ke bayi
yang dikandungnya

4. Prong IV: Pemberian dukungan psikologis, sosial, dan perawatan kepada ibu
dengan HIV beserta anak dan keluarganya
6

2.2.2 Tujuan Program PMTCT

Program Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Bayi bertujuan untuk:

1. Mencegah penularan HIV dari ibu ke bayi


2. Mengurangi dampak epidemi HIV terhadap ibu dan bayi

2.2.3 Bentuk Bentuk Intervensi PMTCT


A. Mengurangi jumlah ibu hamil dengan HIV positif
Mengingat adanya kemungkinan transmisi vertikal dan adanya
kerentanan tubuh selama proses kehamilan, maka pada dasarnya perempuan
dengan HIV positif tidak dianjurkan untuk hamil. Namun, dengan alasan
hak asasi manusia, perempuan ODHA dapat memberikan keputusan untuk
hamil setelah melalui proses konseling, pengobatan dan pemantauan.
Pertimbangan untuk mengijinkan ODHA hamil antara lain: apabila daya
tahan tubuh cukup baik (CD4 di atas 500), kadar virus (viral load)
minimal/tidak terdeteksi (kurang dari 1.000).12,13

B. Menurunkan viral load/ kadar virus serendah-rendahnya


Obat antiretroviral (ARV) yang tersedia hingga kini baru berfungsi
untuk menghambat multiplikasi virus, namun belum dapat menghilangkan
secara menyeluruh keberadaan virus dalam tubuh ODHA. Sekalipun
demikian, ARV merupakan pilihan utama dalam upaya pengendalian
penyakit guna menurunkan kadar virus dalam tubuh.11

C. Meminimalkan paparan janin dan bayi terhadap cairan tubuh ibu


Persalinan dengan operasi caesar berencana sebelum saat persalinan
tiba merupakan pilihan utama pada ODHA. Pada saat persalinan
pervaginam, bayi terpapar darah dan lendir ibu di jalan lahir. Bayi mungkin
juga terinfeksi karena menelan darah atau melalui lendir jalan lahir tersebut
(secara tidak sengaja pada saat resusitasi). Apabila operasi caesar tidak bisa
7

dilaksanakan, maka dianjurkan untuk tidak melakukan tindakan invasif yang


memungkinkan perlukaan pada bayi (pemakaian elektrode pada kepala
janin, ekstraksi forseps, ekstraksi vakum) dan perlukaan pada ibu
(episiotomi).11

Penularan melalui ASI menyebabkan infeksi kronis yang serius pada


bayi dan anak. Oleh karena itu ibu hamil HIV positif perlu mendapat
konseling sehubungan dengan keputusannya untuk menggunakan susu
formula ataupun ASI eksklusif. Untuk mengurangi risiko penularan, Ibu
HIV positif bisa memberikan susu formula kepada bayinya. Pemberian susu
formula harus memenuhi 5 persyaratan AFASS dari WHO (Acceptable =
mudah diterima, Feasible = mudah dilakukan, Affordable = harga
terjangkau, Sustainable = berkelanjutan, Safe = aman penggunaannya).

Pada daerah tertentu dimana pemberian susu formula tidak memenuhi


persyaratan AFASS maka ibu HIV positif dianjurkan untuk memberikan
ASI eksklusif hingga maksimal 3 bulan, atau lebih pendek jika susu formula
memenuhi persyaratan AFASS sebelum 3 bulan tersebut. Setelah usai
pemberian ASI eksklusif, bayi hanya diberikan susu formula dan
menghentikan pemberian ASI. Sangat tidak dianjurkan pemberian makanan
campuran (mixed feeding), yaitu ASI bersamaan dengan susu formula/ PASI
lainnya.11,24,25

Risiko penularan HIV melalui pemberian ASI akan bertambah jika


terdapat permasalahan pada payudara (mastitis, abses, lecet/luka putting
susu). Oleh karenanya diperlukan konseling kepada ibu tentang cara
menyusui yang baik sehingga risiko penularan pada anak dapat menurun.11
8

2.2.4 Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Bayi melalui 4 Prong

Prong I

Mencegah terjadinya penularan HIV pada perempuan usia reproduksi. Untuk


menghindari penularan HIV digunakan konsep ABCD yang terdiri dari:11

a. A (Abstinence): Absen seks atau tidak melakukan hubungan seksual bagi


orang yang belum menikah.
b. B (Be faithful): Bersikap saling setia kepada satu pasangan seks (tidak
berganti-ganti).
c. C (Condom): Cegah dengan kondom. Kondom harus dipakai oleh
pasangan apabila salah satu atau keduanya diketahui terinfeksi HIV.
d. D (Drug No): Dilarang menggunakan napza, terutama napza suntik
dengan jarum bekas secara bergantian.
e.
Prong II

Mencegah kehamilan yang tidak direncanakan pada ibu HIV positif. Pemberian
alat kontrasepsi yang aman dan efektif serta konseling yang berkualitas akan
membantu ODHA dalam melakukan seks yang aman, mempertimbangkan jumlah
anak yang dilahirkannya, serta menghindari lahirnya anak yang terinfeksi HIV.
Untuk mencegah kehamilan alat kontrasepsi yang dianjurkan adalah kondom,
karena bersifat proteksi ganda. Kontrasepsi oral dan kontrasepsi hormon jangka
panjang (suntik dan implan) bukan kontraindikasi pada ODHA.11 Pemakaian
AKDR tidak dianjurkan karena bisa menyebabkan infeksi asenderen. Jika ibu
HIV positif tetap ingin memiliki anak, WHO menganjurkan jarak antar kelahiran
minimal 2 tahun.11

Prong III

Mencegah terjadinya penularan HIV dari ibu HIV positif kepada bayi yang
dikandungnya. Bentuk intervensi berupa:11
9

a. Pelayanan kesehatan ibu dan anak yang komprehensif.


b. Layanan konseling dan tes HIV secara sukarela (VCT).
c. Pemberian obat antiretrovirus (ARV).
d. Konseling tentang HIV dan makanan bayi, serta pemberian makanan bayi.
e. Persalinan yang aman

Prong IV

Memberikan dukungan psikologis, sosial dan perawatan kepada ibu HIV


positif, beserta bayi dan keluarganya. Upaya PMTCT tidak terhenti setelah ibu
melahirkan. Karena ibu tersebut terus menjalani hidup dengan HIV di
tubuhnya, maka membutuhkan dukungan psikologis, sosial dan perawatan
sepanjang waktu. Jika bayi dari ibu tersebut tidak terinfeksi HIV, tetap perlu
dipikirkan tentang masa depannya, karena kemungkinan tidak lama lagi akan
menjadi yatim dan piatu. Sedangkan bila bayi terinfeksi HIV, perlu
mendapatkan pengobatan ARV seperti ODHA lainnya.11
10

BAB III
PROFIL PMTCT GRIYA ASA

3.1 Profil Griya PMTCT PKBI Kota Semarang14


Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) Kota Semarang,
merupakan cabang PKBI Jawa Tengah, berdiri 23 Desember 1970, yang
mempunyai program utama kesehatan reproduksi. Program PMTCT bertujuan
menjangkau ibu hamil terutama bumil risiko tinggi (suami potensial risiko tinggi).
Griya PMTCT merupakan kerjasama PKBI Kota Semarang dengan Global Fund
Foundation. Menjalin kerjasama dengan Dinas Kesehatan Kota Semarang dan
Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah serta Ikatan Bidan Indonesia (IBI).
Menjalin kerjasama dengan Klinik VCT di Semarang (RSUP dr. Karyadi, RSUD
Kota
Semarang, RS Panti Wilasa, RSU Tugurejo).
Program PMTCT di Kota Semarang berdiri pada 10 Juli 2006. Pada tahun
2007 program setempat berhenti karena berhentinya dana dari Global Fund
Foundation dan dimulai kembali pada Mei 2008 dan berakhir pada April 2009.
Pendanaan kegiatan PMTCT ini diperoleh dari Global Fund yang sebelum sampai
ke Griya ASA disalurkan ke Dinas Kesehatan Kota dan Yayasan Pelita Ilmu
terlebih dahulu. Jawa Tengah merupakan daerah
yang dipercaya untuk mengolah dana tersebut dari total 6 provinsi di seluruh
Indonesia. Saat ini kegiatan PMTCT masih berjalan dan berusaha mendapatkan
dukungan dana dari propinsi. Program ini menjangkau ibu hamil risiko tinggi,
suami potensial risiko tinggi, bumil dengan keluhan IMS, bekerja sama dengan
bidan praktek swasta. Kegiatan diutamakan pada pelayanan klinik, yang meliputi
pelayanan KB dengan sistem kafetaria, pelayanan gagal KB melalui menstrual
11

regulasi. Saat ini PKBI Semarang telah memiliki 2 program Griya ASA dan Griya
PMTCT. Visi dan Misi PKBI Semarang
Visi :
Dengan jiwa kerelawanan, kepoloporan, berkemampuan dan kemandirian kita,
tingkatkan derajat kesehatan reproduksi setiap insan dari lahir sampai meninggal.
Misi:
1. Mengupayakan kemandirian penderita orang dengan HIV/AIDS
2. Meningkatkan patnership dengan lembaga swadaya masyarakat, KPA,
Pemerintah Daerah, lembaga pendidikan.
3. Networking efektif dan efesiensi.
4. Mengembangkan kompentesi dan kapasitas Griya ASA PKBI Semarang
dalam Kesehatan Reproduksi.
5. Mengupayakan sharing kost kegiatan forum kesehatan reproduksi dengan
pemerintah daerah, lembaga swadaya masyarakat, dan donor agency.
Kepengurusan PKBI Kota Semarang
1. Ketua
2. Wakil ketua
3. Sekretaris
4. Bendahara
5. Anggota

Badan Kepengurusan PKBI Semarang:


12

Gambar 1. Badan kepengurusan PKBI Semarang.

Lima kegiatan pokok yang dilakukan PKBI Kota Semarang s/d 2016:
1. Pelayanan kesehatan : Klinik umum, KB-KIA, Periksa hamil, pertolongan
persalinan, IMS HIV/AIDS, konseling : VCT, Pranikah, Remaja,
Menopause.
2. Litbang : Pengetahuan Sikap dan Perilaku, Pemberdayaan masyarakat, alih
profesi khusus WPS, Kespro, child survival, publikasi
3. Pengembangan jejaring, pengembangan donor agensi, pengembangan
kemandirian PKBI Kota Semarang.
4. Humas / Advokasi.
5. Informasi teknologi
Griya Asa PKBI Kota Semarang
Kegiatan PMTCT rutin diadakan tiap bulan dengan frekuensi 1-3 kali
per bulan. Kegiatan PMTCT dilaksanakan dengan metode statis VCT dan
mobile VCT. Statis VCT adalah pusat konseling dan testing HIV/AIDS
sukarela terintegrasi dalam sarana kesehatan dan sarana kesehatan lainnya,
artinya bertempat dan menjadi bagian dari layanan kesehatan yang telah ada.
Sedangkan mobile VCT adalah layangan konseling dan testing HIV/AIDS
sukarela model penjangkauan dan keliling yang dilaksanakan oleh LSM atau
layanan kesehatan yang langsung mengunjungi sasaran kelompok masyarakat
yang memiliki perilaku berisiko atau berisiko tertular HIV/AIDS di wilayah
tertentu. Sejak tahun 2006 telah dibentuk beberapa kegiatan yang termasuk
dalam program PMTCT. Kegiatan tersebut antara lain penyuluhan HIV/AIDS
bagi wanita usia reproduktif, pertemuan kader PMTCT, tes CD4, serta
pertemuan berkala ibu hamil dengan HIV positif. Dari hasil kegiatan, apabila
terdapat ibu hamil dengan HIV positif, akan diberikan ARV selama kehamilan
dan persalinan, serta bantuan nutrisi sampai umur kehamilan cukup bulan
kemudian dirujuk ke spesialis Obstetri dan Ginekologi untuk dilakukan
13

persalinan secara sectio caesaria. Program dikatakan berhasil bila ibu hamil
dengan HIV positif melahirkan bayi dengan HIV negatif. Setelah itu akan
diberikan bantuan susu formula sampai usia 11 bulan. Pemeriksaan untuk bayi
berupa pemeriksaan PCR, yang dilakukan sesegera mungkin untuk
mengetahui status infeksi HIV.
Griya Asa PKBI Kota Semarang merupakan suatu program dari
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) PKBI Kota Semarang, yang bergerak
di bidang Keluarga Berencana (KB), pencegahan Infeksi Menular Seksual
(IMS) dan HIV/AIDS di Kota Semarang. PKBI Semarang telah mendampingi
wanita yang dikategorikan kelompok risiko tinggi (Risti) di wilayah kota
Semarang. Adapun tujuan dari program PMTCT adalah membantu pemerintah
dalam program KB, pencegahan penularan IMS dan HIV/AIDS yang setiap
tahun jumlahnya semakin meningkat. Data Penyusun Respon bulan Desember
2006 terdapat 1574 wanita yang dikategorikan kelompok risiko tinggi baik di
dalam resosialisasi maupun non resosialisasi. Sehubungan dengan hal tersebut
mulai tahun 2007 Griya ASA PKBI Kota Semarang memperluas cakupan
untuk menjangkau seluruh wanita kelompok risiko tinggi dan Kliennya di
Kota Semarang yang terdiri dari wanita penjaja seksual di Resosialisasi
(Sunan Kuning dan Gang Bilangu-Semarang) panggilan, pramusada Panti
Pijat, Bar Karaoke dan 53.000 Klien WPS di tingkat hot spot.
Program Program Griya ASA
1. Klinik Griya ASA PKBI SMG mempunyai 2 klinik :

Klinik Induk yang beralamatkan di JL. Nangka III no.3, Sompok,

Semarang.

Klinik Satelit yang beralamatkan di Jl. Kedung Mundu Raya 200 KB.

2. Outreach
3. VCT
4. Kabar Griya
14

Merupakan majalah yang terbit perdana pada 31 September 2004 sampai


Sekarang. Isi majalah ini antara lain Kesehatan reproduksi, gender, Info
terkini IMS,HIV/AIDS dan kegiatan-kegiatan Program di lingkungan
PKBI SMG.
5. PMTCT

3.2 PMTCT di Griya ASA14


Program ini menjangkau ibu hamil resiko tinggi (suami potensial risiko tinggi)
bumil dengan keluhan IMS, bekerjasama dengan Bidan Praktek Swasta (BPS).
Dengan penjangkauan pada bumil, akan diketahui besaran transmisi HIV / AIDS
apakah sudah mencapai kekelompok inti yaitu keluarga.
3.2.1 Tujuan PMTCT
1. Tujuan Umum
Tujuan PMTCT adalah untuk mencegah penularan HIV dari Bumil pos ke
bayinya yaitu melalui kegiatan pelatihan pada Bidan Praktek Swasta se Kota
Semarang, penjangkauan kepada bumil risti, pemanfaatan klinik VCT oleh Bumil
risti.
2. Tujuan Khusus
Setiap wanita usia reproduktif yang berisiko tinggi HIV positif.
Setiap ibu hamil yang HIV positif mengikuti program PMTCT.
Setiap bayi yang lahir dari ibu hamil dengan HIV positif.
Menyediakan atau menyebarluaskan informasi pencegahan infeksi HIV
pada bayi, anak, dan remaja.
Menyediakan perawatan, akses terhadap pengobatan dandukungan pada
anak dengan HIV/AIDS.
3.2.2 Harapan pada PMTCT
Harapan pada PMTCT adalah terlaksananya kerjasama dengan Bidan Praktek
Swasta dalam penjangkauan bumil risti, terlaksananya kegiatan penjangkauan
15

bumil risti sebanyak 100 orang dalam sebulan, dan terlaksananya VCT bumil risti
30 orang dalam sebulan.

3.2.3 Langkah-langkah PMTCT adalah:


a. Persiapan dengan sosialisasi pada bidan praktek swasta sebanyak 10 bidan.
b. Penjangkauan bumil risti oleh petugas lapangan
c. Kunjungan bumil risti ke klinik VCT
d. Laporan hasil

3.2.4 Sasaran Kegiatan PMTCT adalah:


1. Bidan praktek swasta ( BPS ) di kota Semarang sebanyak 460 orang
2. Bumil risti yang periksa hamil ke BPS
3. Bumil risti melakukan VCT

3.2.5 Target
1. Semua ibu hamil yang tidak, sedang atau pernah menderita IMS harus
menjalani VCT.
2. Semua ibu hamil dengan suami yang menderita IMS harus menjalani VCT.

3.2.6 Kendala
Sulitnya menjangkau bumil pada kelompok yang dianggap risiko rendah dengan
kondisi ekonomi menengah ke atas. Selain itu, ibu hamil dengan HIV positif
terkadang masih menyangkal keadaannya.

3.2.7 Indikator Keberhasilan


Tabel 3. Indikator dan Target PMTCT di Indonesia tahun 2011.

Indikator Target
16

2011 2015

Menurunkan prevalensi HIV pada ibu hamil 10% 25%

Menurunkan persentase bayi lahir terinfeksi dari 20% 10%


ibu yang terinfeksi HIV

Jumlah pengambil kebijakan yang menghadiri 560 1.040


pertemuan/workshop PMTCT

Jumlah fasilitas kesehatan yang menyediakan 38 110


layanan kesehatan berdasarkan Pedoman
Nasional

Jumlah penyedia layanan kesehatan yang 6.400 11.600


menerima informasi dasar tentang PMTCT

Jumlah petugas kesehatan masyarakat yang 486 1.053


dilatih PMTCT

Jumlah petugas kesehatan swasta yang dilatih 324 702


PMTCT

Jumlah kelompok risti yang mendapatkan 49.929 437.861


penjangkauan di BCC-PMTCT

Persentase MARP (Most At Risk Population) 35% 75%


yang menerima informasi PMTCT

Jumlah yang menerima test HIV dan 30.060 293.464


mengetahui hasilnya

Persentase VCT-PMTCT Puskesmas yang 85% 100%


melaporkan adanya penyediaan reagen tes yang
17

konsisten

Jumlah petugas kesehatan masyarakat yang 324 702


dilatih PMTCT

Jumlah PHC yang menyediakan paket minimal 54 117


layanan PMTCT

Jumlah layanan kesehatan terpilih yang 85% 100%


menyediakan layanan PMTCT dan mendapatkan
supervisi berkala

Persentase ibu hamil positif HIV yang 50% 85%


mendapatkan ARV lengkap

Jumlah lembaga /layanan yang menyediakan 8 12


dukungan CST bagi anak terdampak

Jumlah tenaga kesehatan /tenaga sosial yang 48 72


dilatih CST

Jumlah anak yang terekspos HIV dan anak yang 50% 85%
lahir dari ibu positif yang menerima profilaksis
CTX

3.2.8 Strategi
1. Pelaksanaan kegiatan sesuai dengan prosedur PMTCT.
2. Kerjasama dengan PKBI Kota Semarang, Global Fund, Dinas Kesehatan
Kota Semarang, Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Tengah, Ikatan Bidan
Indonesia (IBI). Menjalin kerjasama dengan Klinik VCT di Semarang
(RSUP dr. Karyadi, RSUD Kota Semarang, RS Panti Wilasa, RSU
Tugurejo).
18

3. Pelayanan VCT menjadi one day service.


4. Merujuk penderita ke MK, KDS, layanan kesehatan.

3.2.9 Kegiatan
1. Penyuluhan perempuan usia reproduktif.
2. Pertemuan kader PMTCT.
3. Mobile VCT PMTCT.
4. Pendampingan terhadap bumil dan ibu dengan HIV positif.
5. Pertemuan perempuan HIV positif.
6. Layanan Tes PCR bagi bayi dari ibu HIV positif.

3.2.10 Alur Mobile PMTCT

Gambar 2. Alur Mobile PMTC


19

3.3 Profil Klinik Bidan Yohana


Klinik bidan Yohana bertempat di Jalan Kebonharjo RT 05 RW 03 (depan
Apotek DD). Bidan Yohana membuka klinik ini sejak tahun 1990, dan sudah aktif
berpartisipasi dalam program PMTCT sejak tahun 2006.

`
20

BAB IV
HASIL KEGIATAN

4.1 Aktivitas
Pertemuan : 30 November 2017 di klinik bidan Yohana
Jalan Kebonharjo RT 05 RW 03, Semarang
Pelaksana : Mahasiswa kepaniteraan klinik IKM FK UNDIP Semarang
Tabel 2. Identitas Responden.
No Nama Nama Alamat Status Resiko Rekomendasi
Bumil Suami HIV

1 Ny. S Bp. S Kebonharjo Kasus


beresiko
terinfeksi HIV

2. Ny. L Bp. D Kebonharjo Kasus


beresiko
terinfeksi HIV

4.2 Intervensi dan Kebijakan


PMTCT (Prevention of Mother to Child Transmission) merupakan
program pencegahan untuk menurunkan laju penularan HIV/AIDS dari ibu ke
anak baik pada saat hamil, melahirkan, maupun menyusui. Hal pertama yang
dilakukan adalah menggali informasi mengenai identitas, riwayat penyakit,
riwayat seksual, riwayat obstetri dan ginekologi serta perilaku dan kebiasaan
hidup yang beresiko tinggi. Dari hasil wawancara kedua ibu hamil tersebut
didapatkan keduanya memiliki resiko tinggi penularan infeksi menular seksual
ataupun HIV/AIDS karena suami memiliki memiliki resiko tinggi. Walaupun dari
21

wawancara hasilnya baik, petugas tetap menyarankan untuk melakukan VCT


(Voluntery Conseling and Testing) secara rutin setiap 3 bulan sekali.

4.3 Laporan Kasus Berisiko


Responden 1
Identitas Pasien
Nama : Ny. S
Umur : 33 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Status pernikahan : Menikah
Agama : Islam
Suku bangsa : Jawa
Pendidikan terakhir : SLTP
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Jl. Kebonharjo RT 04 RW 09 ,Semarang

Identitas Pasangan Pasien


Nama : Tn. S
Umur : 36 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Status pernikahan : Menikah
Agama : Islam
Suku bangsa : Jawa
Pendidikan terakhir : SLTP
Pekerjaan : Swasta
Alamat : Jl. Kebonharjo RT 04 RW 09 ,Semarang
Penghasilan : Rp 3.500.000 setiap bulan
Keterangan yang didapatkan :
Ibu S sudah hamil 12 minggu dan ini merupakan kehamilan yang keempat
(G4P3A0). Ibu baru 1 kali memeriksakan kandungannya ke Klinik Bidan Yohana.
22

HPHT 10 Agustus 2017, taksiran persalinan 17 Mei 2018. Pasien mengeluh


berdebar-debar (-), kembung (-), batuk (-), pilek (-), Kaki bengkak (-/-), pusing
(+), mual (-), muntah (-), sesak (-), BB meningkat (+), Keputihan (-), terasa panas
(-), gatal (-), BAB dan BAK tidak ada keluhan, keluar darah dari jalan lahir (+) 1
hari lalu berupa flek namun tidak nyeri, demam (-). Riwayat batuk lama (-),
riwayat hipertensi (-), riwayat diabetes mellitus (-), riwayat asma (-), riwayat
penyakit jantung (-), riwayat alergi obat dan makanan (-). Riwayat pernah
keputihan sejak sebelum menikah hingga sebelum hamil (+), keputihan lebih
sering saat menjelang atau sesudah menstruasi, warna putih, konsistensi encer,
bau amis (-), riwayat herpes genital (-). Pasien pertama kali menstruasi di usia 15
tahun. Pasien sudah menikah selama 2 tahun, dan ini merupakan pernikahan
kedua. Sebelumnya pasien sudah pernah menikah pada tahun 2003, dan telah
dikaruniai 3 orang anak dari suami pertama. Anak pertama berusia 13 tahun,
perempuan, lahir spontan, BBL 3,5 kg, sehat sampai sekarang. Anak kedua
berusia 9 tahun, perempuan, lahir spontan, BBL 3,5 kg, sehat sampai sekarang.
Anak ketiga berusia 6 tahun, laki-laki, lahir perabdominal karena partus macet,
BBL 3,5 kg, sehat sampai sekarang. Pasien pernah menggunakan pil KB sebelum
kehamilan ini. Pasien memiliki riwayat transfusi darah, yaitu saat operasi caesar.
Pasien tidak memiliki kebiasaan merokok, minum alkohol, menggunakan
narkoba, melakukan seks bebas, maupun menggunakan tato.
Suami pasien merupakan seorang pekerja swasta. Suami bekerja di
Semarang, setiap hari pulang ke rumah namun terkadang memiliki jam kerja shift
malam, sehingga terkadang baru pulang kerja pagi hari. Suami merokok, minum
alkohol, memiliki tato, namun tidak menggunakan narkoba maupun memiliki
tindik. Menurut pengakuan pasien terkadang terdapat lendir di celana dalam
suami, namun suami tidak ada keluhan dan tidak pernah diperiksakan. Suami
pernah melakukan VCT kurang lebih 1,5 bulan yang lalu dan hasilnya negatif.
Sebelumnya, suami pasien sudah pernah menikah 1x.
Ibu belum pernah melakukan tes VCT. Secara umum ibu sudah
mengetahui informasi mengenai penyakit HIV/AIDS seperti penyebabnya,
23

gejalanya, cara penularannya, namun ibu belum mengetahui apa dampak yang
bisa ditimbulkan dari infeksi tersebut yaitu penularannya ke bayi saat melahirkan
dan menyusui. Ibu juga belum mengetahui jenis-jenis infeksi menular seksual
selain HIV/AIDS seperti GO, Lues, Ulkus mole, Kondiloma, dll. Keluarga selalu
memeriksakan diri ke pelayanan kesehatan apabila sakit. Ibu berencana
memeriksakan diri ke Sp.OG untuk dilakukan USG. Selain itu, ibu berencana
melakukan tes VCT, Hb, HbsAg, VDRL dan Urin di Puskesmas. Ibu belum
menentukan tempat persalinan dan belum menentukan jenis KB yang akan
digunakan setelah persalinan.

Responden 2
Identitas Pasien
Nama : Ny. L
Umur : 26 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Status pernikahan : Menikah
Agama : Islam
Suku bangsa : Jawa
Pendidikan terakhir : Sarjana
Pekerjaan : Pegawai swasta
Alamat : Jl. Kebonharjo RT 01 RW 08 ,Semarang

Identitas Pasangan Pasien


Nama : Tn. D
Umur : 28 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Status pernikahan : Menikah
Agama : Islam
Suku bangsa : Jawa
Pendidikan terakhir : Sarjana
24

Pekerjaan : Pegawai Swasta


Alamat : Jl. Jl. Kebonharjo RT 01 RW 08 ,Semarang
Penghasilan : Rp 3.000.000 setiap bulan
Keterangan yang didapatkan :
Ibu L sudah hamil 8 minggu dan ini merupakan kehamilan yang pertama
(G1P0A0). Ibu sudah 2 kali memeriksakan kandungannya ke Klinik Bidan
Yohana. HPHT 10 Oktober 2017, taksiran persalinan 17 Juli 2018. Pasien
mengeluh berdebar-debar (-), kembung (-), batuk (-), pilek (-), Kaki bengkak (-/-),
pusing (+) kadang - kadang, mual (-), muntah (+) 1 kali selama hamil, sesak (-),
BB meningkat (+), Keputihan (-), terasa panas (-), gatal (-), BAB dan BAK tidak
ada keluhan, keluar darah dari jalan lahir (-), demam (-). Riwayat batuk lama (-),
riwayat hipertensi (-), riwayat diabetes mellitus (-), riwayat asma (-), riwayat
penyakit jantung (-), riwayat alergi obat dan makanan (-). Riwayat pernah
keputihan sejak sebelum menikah hingga sebelum hamil (+), keputihan lebih
sering saat menjelang atau sesudah menstruasi, warna putih, konsistensi encer,
bau amis (-), riwayat herpes genital (-). Pasien pertama kali menstruasi di usia 14
tahun. Riwayat menstuasi lancar dengan siklus 35 hari. Pasien sudah menikah
selama 1 tahun, dan ini merupakan pernikahan pertama. Sebelum menikah ibu
sudah melakukan vaksin TT. Pasien belum pernah menggunakan KB. Pasien tidak
memiliki riwayat transfusi darah. Pasien tidak memiliki kebiasaan merokok,
minum alkohol, menggunakan narkoba, melakukan seks bebas, maupun
menggunakan tato.
Suami pasien merupakan seorang pekerja swasta. Suami bekerja sebagai
buruh pabrik di pelabuhan Semarang setiap hari pulang ke rumah bekerja mulai
dari pukul 08.00 16.00 WIB. Suami merokok, tidak minum alkohol, tidak
memiliki tato, tidak menggunakan narkoba maupun memiliki tindik. Menurut
pengakuan pasien tidak pernah terdapat lendir di celana dalam suami.
Ibu dan suami belum pernah melakukan tes VCT. Secara umum ibu sudah
mengetahui informasi mengenai penyakit HIV/AIDS seperti penyebabnya,
gejalanya, dapat menular dari ibu ke bayi namun ibu hanya mengetahui bahwa
25

cara penularan HIV/AIDS ini hanya melalui hubungan sex. Ibu juga belum
mengetahui jenis-jenis infeksi menular seksual selain HIV/AIDS seperti GO,
Lues, Ulkus mole, Kondiloma, dll. Keluarga selalu memeriksakan diri ke
pelayanan kesehatan apabila sakit. Ibu berencana akan melakukan pemeriksaan
VCT, Hb, HbsAg, VDRL dan Urin di puskesmas.
26

BAB V

PEMBAHASAN

Berdasarkan data yang didapat dari hasil wawancara pada 30 November


2017, diketahui bahwa seorang ibu hamil memiliki risiko menularkan/tertular HIV
ataupun tertular infeksi menular seksual karena suami yang memiliki risiko tinggi.
Terdapat 2 ibu hamil yang datang ke Klinik Bidan Praktek Bidan Yohanaa yaitu
Ny. S dan Ny. L. Suami Ny. S memiliki risiko tinggi karena memakai tato dan
pernah ada riwayat terdapat lendir di celana dalam suami, sedangkan suami Ny. L
memiliki risiko tinggi karena pekerjaannya sebagai pegawai swasta di pelabuhan.
Kedua ibu hamil tersebut diberikan edukasi mengenai bahaya HIV/AIDS dan
program PMTCT dengan konseling untuk melakukan skrining HIV dan jenis
penyakit infeksi menular seksual. Kedua ibu tersebut juga diedukasi bahwa
sekarang skrining HIV pada ibu hamil bersifat wajib. Kedua ibu hamil tersebut
cukup mengetahui mengenai HIV/AIDS tetapi belum paham tentang pentingnya
skrining HIV pada ibu hamil dan program PMTCT. Setelah dilakukan edukasi,
Ny. S dan NY. L bersedia melakukan skrining HIV tetapi pengambilan sampel
darah tidak bisa dilakukan langsung di tempat praktik bidan karena tidak
tersedianya fasilitas untuk pemeriksaan. Dari hal tersebut, diketahui bahwa masih
terdapat ibu hamil trisemester I dan II di Kebonharjo yang belum melakukan
deteksi dini HIV. Bu bidan Yohanaa telah menganjurkan kepada semua ibu hamil
yang datang ke tempat prakteknya untuk melakukan tes skrining HIV. Namun,
belum semua ibu hamil melakukan skrining HIV karena kurangnya pengetahuan
akan pentingnya skrining tersebut sehingga para ibu hamil lebih memilih bekerja.
Kelompok risiko tinggi juga belum rutin melakukan skrining HIV tiap 3 bulan.
Dari hal tesebut, dapat diketahui bahwa cakupan pelayanan PMTCT di wilayah
kerja Kebonharjo masih belum optimal untuk bisa mencakup semua ibu hamil
yang ada. Ibu bidan sudah mengerti dan paham tentang pelayanan PMTCT dan
27

sudah diterapkan di tempat praktiknya. Bila ada ibu hamil yang datang
memeriksakan diri, ibu bidan akan memberikan edukasi tentang HIV/AIDS dan
menyarankan untuk tes VCT, namun karena tidak bidan dilakukan di tempat
prktik bidan maka biasannya ibu hamil dianjurkan atau dirujuk untuk pemeriksaan
di puskesmas. Jika ada ibu hamil yang HIV (+), ibu bidan akan memberikan
konseling tentang apa yang harus dilakukan selama kehamilan, persalinan, dan
menyusui, serta memberikan dukungan psikologis dan sosial. Penerapan PMTCT
di wilayah Kebonharjo belum optimal karena sulitnya mencakup semua ibu hamil,
wanita yang HIV(+), dan wanita usia subur di wilayah tersebut. Prong PMTCT
yang dilakukan saat ini hanya yang mencakup ibu hamil untuk skrining HIV.
Prong PMTCT yang lain belum dilakukan karena keterbatasan tenaga dan waktu
untuk mengedukasi wanita usia subur melakukan Abstinence Be faithful Condom
no Drugs, dan wanita HIV(+) untuk merencanakan kehamilannya dengan KB
ataupun penggunaan kondom. Tantangan yang lain adalah sulitnya mengubah
perilaku masyarakat yang berisiko menularkan HIV/AIDS. Kemungkinan ini
disebabkan oleh kurangnya edukasi kepada pasien mengenai HIV/AIDS dan
pentingnya skrining HIV pada ibu hamil. Hal ini tampak dari hasil perbincangan
dengan kedua ibu hamil yang menunjukkan masih kurangnya pemahaman tentang
bahaya HIV/AIDS sehingga dibutuhkan skrining dini HIV/AIDS dan cara
penularan lewat apa saja. Cara untuk mengatasi hal ini adalah dengan
menerjunkan petugas outreach ke lapangan yang bertugas mencakup ibu hamil di
wilayah Kebonharjo. Tujuannya adalah memberi edukasi dan konseling tentang
infeksi menular seksual, terutama HIV/AIDS, menghindari perilaku berisiko, serta
menyarankan ibu hamil untuk melakukan tes VCT.
28

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

1. Dari 2 ibu hamil yang diwawancarai, keduanya belum pernah melakukan


skrining HIV

2. Dilakukan edukasi mengenai HIV/AIDS dan pentingnya skrining HIV pada ibu
hamil yang belum pernah melakukan skrining HIV, dan edukasi mengenai
pentingny melakukan skrining HIV secara rutin setiap 3 bulan pada ibu hamil
yang sudah pernah melakukan skrining HIV.

3. Deteksi dini HIV pada ibu hamil belum semuanya dilakukan pada trisemester I
kehamilan.

4. Belum semua ibu hamil yang rutin melakukan skrining HIV setiap 3 bulan
terutama pada kelompok risiko tinggi.

5. Pelayanan PMTCT di wilayah Kebonharjo belum optimal karena sulitnya


mencakup semua ibu hamil di wilayah tersebut akibat kurangnya edukasi kepada
pasien mengenai HIV/AIDS dan pentingnya skrining HIV pada ibu hamil

6.2 Saran

1. Diperlukan edukasi yang lebih masif dari Puskesmas, bidan, dan stake holder
ke masyarakat wilayah Kebonharjo di dalam hal program pelayanan PMTCT
sebagai salah satu program untuk menanggulangi transimisi HIV dari ibu hamil ke
bayinya.

2. Diperlukan kerja sama pihak Puskesmas, bidan, stake holder, dan kader
kesehatan untuk mengingatkan ibu hamil untuk melakukan deteksi dini HIV pada
29

ibu hamil di Trisemester I kehamilan dan rutin melakukan tes HIV setiap 3 bulan
terutama pada ibu hamil risiko tinggi.
30

DAFTAR PUSTAKA

1. Statistik Kasus HIV/AIDS di Indonesia Sumber : Ditjen PP & PL


Kemenkes RI.

2. Pedoman nasional pencegahan penularan hiv dari ibu ke bayi


EDISI 2. Jakarta: Departemen Kesehatan RI; 2012.

3. Hoffmann C, Rockstroh J.K. The Structure of HIV-1 Infection.In.


HIV 2012/2013. Hamburg: Medizin Fokus Verlag, 2012.

4. Centers for Disease Control and Prevention. Basic information


about HIV/AIDS.

5. Asj, B. Human Immunodeficiency Virus (HIV). A Practical


Guide to Clinical Virology Second Edition. England: John Wiley
& Sons Ltd. 2001. 213-218.

6. Nasronudin. HIV & AIDS Pendekatan Biologi Molekuler, Klinis


dan Sosial. Surabaya: Airlangga University Press. 2007.

7. Lange & Appleton. Concise Pathology, Third Edition. USA: The


McGraw-Hill Companies. 2001.

8. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jenderal


Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. Pedoman
Nasional Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Anak (PPIA)
Edisi 2. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
2012.
9. WHO. WHO case definitions of HIV for surveilance and revised
clinical stagging and immunological classification of HIV related
disease in adult and children. Geneva (Switzerland). 2007.
31

10. Nasronudin. HIV/AIDS dalam Penyakit infeksi di Indonesia


solusi kini dan mendatang. Editor: Hadi U, Vitanata, Erwin AT,
Suharto, Bramantono, Soewandojo E. Surabaya: Airlangga
University Press. 2007.halaman 15 7.
11. Strategi dan rencana aksi nasional penanggulangan HIV dan
AIDS tahun 2010-2014. Jakarta: Komisi Penanggulangan AIDS
Nasional, 2010
12. UNAIDS. Global Report : State of epidemic. The global epidemic
atglance. Geneva, 2013.

13. Landers DV, Duarte G. The mode of delivery and the risk of
vertical transmission of Human Immunodeficiency Virus type 1.
The New England Journal of Medicine 1999.

14. Dharmawan B. Profil Griya ASA. Semarang: PKBI Jawa Tengah;


2006.

Anda mungkin juga menyukai