Anda di halaman 1dari 8

PANDUAN

PELAYANAN PMTCT

RS. BaliMéd Karangasem


Jalan Nenas, Kecicang Karangasem

KARANGASEM 2016
BAB I
DEFINISI

A. PENGERTIAN
Human Immunodeficiency Virus yang selanjutnya disingkat HIV adalah Virus yang
menyebabkan Acquired Immuno Deficiency Syndrome(AIDS). Acquired Immuno
Deficiency Syndrome yang selanjutnya disingkat AIDS adalah suatu kumpulan gejala
berkurangnya kemampuan pertahanan diri yang disebabkan oleh masuknya virus HIV
dalam tubuh seseorang. Orang Dengan HIV dan AIDS yang selanjutnya disingkat
ODHA adalah orang yang telah terinfeksi virus HIV. Infeksi Menular Seksual yang
selanjutnya disingkat IMS adalah infeksiyang ditularkan melalui hubungan seksual
secara vaginal, anal/lewat anusdan oral/dengan mulut. Tes HIV atas Inisiatif Pemberi
Pelayanan Kesehatan dan Konseling yang selanjutnya disingkat TIPK adalah tes HIV
dan konseling yang dilakukan kepada seseorang untuk kepentingan kesehatan dan
pengobatan berdasarkan inisiatif dari pemberi pelayanan kesehatan. Pencegahan
Penularan HIV dari Ibu ke Anak (Prevention of Mother to Child Transmission)
merupakan salah satu upaya penanggulanan HIV dan AIDS yang terintegrasi dengan
pelayanan kesehatan ibu dan anak pada fasilitas pelayanan kesehatan.

B. TUJUAN
1. Umum :
Agar bayi yang dilahirkan dari ibu dengan HIV terbebas dari HIV serta ibu dan bayi
tetap hidup dan sehat
2. Khusus :
a. Mengembangkan dan melaksanakan kegiatan Pencegahan Penularan HIV dari
Ibu ke Anak
b. Mencegah penularan HIV/AIDS dari Ibu ke Anak
c. Mengurangi dampak sosial ekonomi dari penyakit HIV/AIDS pada individu,
keluarga dan masyarakat

C. LANDASAN HUKUM
1. Permenkes No 21 Tahun 2013 Tentang Penanggulangan HIV/AIDS
2. Permenkes no. 74 tahun 2014 Tentang Pedoman Pelaksanaan Konseling Dan Tes
HIV
3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit
4. Undang-undang Nomor 29 tahun 2004 tentang praktek Kedokteran
5. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2013 Tentang
Pedoman Pencegahan Penularan HIV Dari Ibu Ke Anak
BAB II
RUANG LINGKUP

A. FAKTOR RISIKO PENULARAN HIV/AIDS DARI IBU KE ANAK


Ada tiga faktor risiko penularan HIV/AIDS dari ibu ke anak, yaitu sebagai berikut:
1. Faktor Ibu
a. Kadar HIV dalam darah ibu (viral load) merupakan faktor yang paling utama
terjadinya penularan HIV dari ibu ke anak, semakin tinggi kadarnya semakin
besar kemungkinan terjadinya penularan, khususnya pada saat atau menjelang
persalinan dan proses menyusui bayi.
b. Kadar CD4: ibu dengan kadar CD4 yang rendah, khusunya bila jumlah sel CD4
dibawah 350 sel/mm3, menunjukkan daya tahan tubuh yang rendah karena
banyak sel limfosit yang pecah/ rusak. Kadar CD4 tidak selalu berbanding
terbalik dengan viral load. Pada fase awal keduanya bisa tinggi, sedangkan pada
fase lanjut keduanya bisa rendah kalau penderitanya mendapat terapi anti-
retrovirus (ARV)
c. Status gizi selama kehamilan: berat badan yang rendah serta kekurangan zat
gizi terutama protein, vitamin dan mineral selama kehamilan meningkatkan risiko
ibu untuk mengalami penyakit infeksi yang dapat meningkatkan kadar HIV dalam
darah ibu, sehingga menambah risiko penularan dari ibu ke bayi.
d. Penyakit infeksi selama kehamilan: IMS speerti sifilis dan organ reproduksi serta
tuberculosis berisiko meningkatkan kadar HIV dalam darah ibu.
e. Masalah pada payudara: puting susu lecet, mastitis dan abses dapat
meningkatakan risiko penularan HIV melalui pemberian ASI.
2. Fator bayi
a. Usia kehamilan dan berat badan bayi saat lahir: bayi prematur atau bayi dengan
berat badan lahir rendah lebih rentan tertulah HIV karena sistem organ dan
kekebalan tubuh belum terbentuk dengan baik.
b. Periode pemberian ASI: risiko penularan melalui pemberian ASI bila tanpa
pengobatan berkisar antara 5-20%.
c. Adanya luka dimulut bayi : risiko penularan lebih besar ketika bayi diberi ASI.
3. Faktor tindakan obstetrik
a. Risiko terbesar penularan HIVdari ibu ke anak terjadi pada saat persalinan,
karena tekanan pada plasenta meningkat sehingga bisa menyebabkan
terjadinya hubungan antara darah ibu san darah bayi, sel;ain itu bayi terpapar
daah dan lendir ibu dijalan lahir. Faktor-faktor yang dapat meningklatkan risiko
penularan fdari ibu ke anak selama proses persalinan sebagai berikut :
1) Jenis persalinan: risiko penularan pada perslain pervagunam lebih besar
daripada persalinan dengan seksio sesaria, namun seksio sesaria
memberikan banyak risiko lainnya untuk ibu.
2) Lama perssalinan: semakin lama proses persalinan, risiko penularan HIV
dari ibu keanak juga semakin tinggi, karena kontak antara bayi dengan
darah/lendir ibu semakin lama.
3) Ketuban pecah lebih lama dri empat jam sebelum persalinan meningkatkan
risiko penularan hingga dua kali dibandingkan jika ketuban pecah kurang dari
empat jam.
4) Tindakan episiotomi, ekstraksi vakum dan forcep meningkatkan risiko
penularan HIV

B. RUANG LINGKUP KEGIATAN PENCEGAHAN DAN PENANGANAN HIV


Upaya program PPIA dilaksanakan melalui kegiatan pencegahan dan penanganan HIV
serta komprehensif berkesinambungan yang meliputi empat komponen (prong) sebagai
berikut :
1. Prong 1 : pencegahan primer agar perempuan pada usia reproduksi tidak tertular
HIV.
2. Prong 2 : pencegahan kehamilan HIV yang tidak direncanakan pada perempuan
pengidan HIV.
3. Prong 3 : pencegahan penularan HIV dari ibu hamil dengan HIV ke bayi yang
dikandungnya.
4. Prong 4 : pemberian dukungan psikologis, sosial dan perawatan kepada ibu dengan
HIV beserta anak dan keluarganya.
Program PPIA yang dilaksanakan di Rumah Sakit BaliMéd Karangasem meliputi
pelaksanaan pada program prong 3 dan 4 yaitu melalui skrining kehamilan dan
persalinan dengan menerapkan metode tes dengan Inisiatif Pemberi Pelayanan
Kesehatan (TIPK adalah tes HIV dan konseling) yang dilakukan kepada seseorang
untuk kepentingan kesehatan. Serta penanganan lanjutan pada pasien postpartum
serta bayi yang dilahirkan.
BAB III
TATA LAKSANA

A. PELAYAN HIV/AIDS
Program Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Anak (Prevention of Mother to Child
Transmission) merupakan salah satu upaya penanggulanan HIV dan AIDS yang terintegrasi
dengan pelayanan kesehatan ibu dan anak pada fasilitas pelayanan kesehatan, sehingga
dalam pelaksanaan skrining HIV/ AIDS di RS BaliMéd Karangasem terintegrasi dalam
pelayanan antenatal, intranatal dan postnatal care serta perawatan bayi baru lahir.
Proses skrining HIV dalam kehamilan dan persalinan dilakukan dengan metode Tes
Dengan Inisiatif Pemberi Pelayanan Kesehatan (TIPK), dilaksanakan bersama dengan
pemeriksaan rutin lainnya, pemberi pelayanan kesehatan yang dimaksud adalah Dokter
Penanggung Jawab Pasien (DPJP). Pasien mempunyai hak untuk menolak manjalani tes
laboratorium. Apabila pasien setuju atau menolak dilakukan tes HIV, maka pasien diminta
untuk menyatakan penolakan atau persetujuan tes HIV secara tertulis pada formulir
informed consent yang telah disediakan.
Langkah-langkah TIPK meliputi:
1. Pemberian informasi sebelum tes;
Informasi yang disampaikan meliputi :
a. Risiko penularan penyakit-penyakit tertentu seperti TBC, Malaria, hepatitis, HIV
dan sifilis dari ibu kepada bayinya selama kehamilan, saat persalinan dan masa
menyusui.
b. Keuntungan diagnosis dini penyakit-penyakit tersebut atau penyakit lainnya pada
kehamilan dan bayi yang akan dilahirkan.
c. Layanan yang tersedia dan pengobatan bagi pasien yang hasil tesnya positif
d. Informasi hasil tes akan dilakukan secara konfidensial, dan tidak akan
diungkapkan tanpa seijin pasien kepada orang lain selain petugas kesehatan
yang terkait langsung dengan perawatan pasien.
e. Penolakan untuk menjalani pemeriksaan laboratorium, tidak akan mempengaruhi
layanan selanjutnya bagi klien
f. Kesempatan diberikan kepada klien untuk mengajukan pertanyaan kepada
petugas kesehatan.
2. Pengambilan darah;
Diagnosis HIV yang asimtomatik menggunakan strategi tiga serial untuk darah
dengan prevalesnsi HIV dibawah 10%. Tiga reagen yang berbeda sensitivitas,
spesifisitas dan preparasi antigennya digunakan secara serial. Pengambilan darah
untuk tes HIV dilakukan sekaligus utnuk tes lainnya, dilakukan oleh tenaga medis
dan/ teknisi laboratorium yang terlatih. Bila tidak ada tenaga medis dan/atau teknisi
laboratorium maka tenaga kesehatan lain (bidan atau perawat telatih) dapat
melakukannya. Cara pengambilan darah mengikuti prosedur yang berlaku.
3. Penyampaian hasil tes;
Petugas kesehatan perlu mengetahui hasil tes terlebih dahulu sebelum disampaikan
kepada ibu hamil. Kesesuaian nama pasien perlu diperiksa, kemudian semua hasil
pemeriksaan disampaikan oleh petugas layanan kesehatan yang menganjurkan
pasien untuk dilakukan tes, serta tatalaksana yang akan dilakukan sesuai dengan
hasil tes tersebut. Semua hasil pemeriksaan pasien di dokumentasikan dalam rekam
medis pasien. Pasien berhak mengajukan pertanyaan atas hasil pemeriksaan pasein
dan tatalaksanana yang akan dilakukan kepada pasien.
4. Konseling.
Konseling wajib diberikan pada setiap pasien atau ibu hamil yang telah diperiksa
spesimen daahnya untuk tes HIV. Konseling dilakukan secara tatap muka individual.
Isi konseling pada pasien, berdasarkan hasil tes sebagai berikut :
a. Hasil tes HIV “nonreaktif” atau negatif :
1) Penjelasan tentang masa jendela/window period;
2) Pencegahan untuk tidak terinfeksi dikemudian hari;
3) Risiko penularan HIV dari ibu ke anak;
4) Konseling dan edukasi pasangan dan anjuran agar pasangan melakukan tes
HIV.
b. Hasil tes HIB “reaktif” atau positif :
1) Penjelasan mengenai aspek kerahasiaan
2) Penjelasan tentang rencana pemberian profilaksis kotrimoksasol atau terapi
ARV, kepatuhan minum obat serta dimana obat ARV bisa didaptkan
3) Pemberian informasi sehubungan dengan kehamilan, seperti nustrisi
kehamilan serta kebutuhan zat besi dan asam folat
4) Rencana pilihan persalinan
5) Rencana pilihan tentang makanan bayi dan dukungan untuk melakasanakan
pilihannya
6) Konseling hubungan seksual selama kehamilan
7) Tes HIV bagi bayi
8) Tes HIV bagi pasangan
9) Rujukan
10) Kesepakatan tentang jadwal kunjungan ulang
c. Penjelasan mengenai hasil indeterminate (meragukan) :
Tes perlu diulang dengan spesimen baru setelah 2 minggu, tiga bulan, enam
bulan dan setahun. Bila dalam satu tahun hasil tetap indeterminate dan faktor
resiko rendah, hasil dapat dinyatakan sebagai “nonreaktif”.

B. PENATALAKSANAAN PASIEN
1. KEHAMILAN
Pasien hamil dengan hasil tes HIV reaktif akan dilakukan rujukan ke Rumah Sakit
dengan pelayanan VCT dan ARV.
2. PERSALINAN
Tujuan persalinan aman bagi ibu dengan HIV adalah menurunkan risiko penularan
HIV dari ibu ke bayi, serta risiko terhadap ibu, tim penolong (medis/non-medis) dan
pasien lainnya. Persalinan dengan seksio sesaria berisiko lebih kecil untuk
menularkan HIV terhadap bayi yang dilahirkan namun menambah risiko lainnya
untuk ibu.
Hal-hal yang diperhatikan dalam menberikan pertolongan perslinan yang optimal
pada ibu dengan HIV:
a. Pelaksanaan persalinan, baik melalui seksio sesaria maupun pervaginam perlu
memperhatikan kondisi fisik ibu dan indikasi obstetrik.
b. Ibu hamil dengan HIV harus mendapat informasi sehubungan dengan
keputusannya untuk menjalani persalinan pervaginam ataupun melalui seksio
sesaria.
c. Tindakan menolong persalinan ibu dengan HIV, baik pervaginam maupun seksio
sesaria harus memperhatikan kewaspadaan umum yang berlaku untuk semua
persalinan.
3. NIFAS
Perawatan nifas bagi ibu dengan dengan HIV pada dasarnya sama dengan
perawatan nifas pada ibu nifas normal. Beberapa hal yang perlu diperhatikan :
a. Bagi ibu yang memilih tidak menyusui dapat dilakukan penghentian produksi ASI
b. Pengobatan, perawatan dan dukungan secara berkelanjutan diberikan,
dismaping tatalaksana infeksi opotunistik terhadap pengidao HIV/AIDS dan
dukungan nutrisi
c. Pelayanan kontrasepsi pasca persalinan.

C. RUJUKAN
1. Pengertian
Sistem rujukan adalah suatu sistem penyelenggaraan pelayanan yang
melaksanakan pelimpahan tanggungjawab timbal balik terhadap suatu kasus
penyakit atau masalah kesehatan secara vertikal dalam arti dari unit berkemampuan
kurang kepada unit yang lebih mampu, atau secara horizontal dalam arti antar unit-
unit yang setingkat kemampuannya.
2. Ruang Lingkup Pelayanan Rujukan HIV/AIDS
Ruang lingkup pelayanan rujukan HIV/AIDS yaitu berupa:
a. Ibu hamil dengan hasil tes HIV reaktif atau positif
b. Pelayanan VCT
c. Pelayanan ART
d. Pelayan terhadap pasien dengan infeksi oportunistik
e. Pelayanan terhadap ODHA dengan faktor resiko IDU
BAB IV

DOKUMENTASI

A. PENCATATAN
Dalam pelaksanaan pencatatan dan pelaporan, pasien yang akan melakukan tes HIV
akan mengisi formulir informed consent HIV dan formulir TIPK yang telah disediakan
oleh RS BaliMéd Karangasem.

B. PELAPORAN
Pelaporan pelayanan HIV/AIDS dilaporkan kepada unit rekam medis yaitu petugas
bagian pencatatan dan pelaporan HIV/AIDS, untuk selanjutnya dilakukan pelaporan dan
rekapitulasi data untuk dilaporkan kepada Direktur RS BaliMéd Karangasem dan
diteruskan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten Karangasem.

Anda mungkin juga menyukai