SKIZOAFEKTIF
Disusun Oleh:
Cindy Ayu Fitri
206100802058
Pembimbing :
dr. Dini Mirsanti, Sp.KJ
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
rahmat dan karunia-Nya yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menyusun
tugas referat yang berjudul SKIZOAFEKTIF . Saran dan kritik yang membangun dari berbagai
pihak diharapkan agar dikesempatan yang akan datang penulis dapat membuatnya lebih baik
lagi.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Dini Mirsanti,Sp.KJ .
Penyusun
2
DAFTAR ISI
BAB I
Pendahuluan ……………………………………………………………… 4
BAB II
Sejarah …………………………………………………………………… 5
Definisi ………………………………………………………………. 5
Epidemiologi …………………………………………………………………… 5
Etiologi ……………………………………………………………. 6
Kesimpulan............................................................................................................................14
Daftar Pustaka........................................................................................................................15
3
BAB I
PENDAHULUAN
Gangguan skizoafektif adalah kelainan mental yang rancu yang ditandai dengan adanya
gejala kombinasi antara gejala skizofrenia dan gejala gangguan afektif. Penyebab gangguan
skizoafektif tidak diketahui, tetapi empat model konseptual telah dikembangkan. Gangguan
dapat berupa tipe skizofrenia atau tipe gangguan mood. Gangguan skizoafektif mungkin
merupakan tipe psikosis ketiga yang berbeda, yang bukan merupakan gangguan skizofrenia
maupun gangguan mood. Keempat dan yang paling mungkin, bahwa gangguan skizoafektif
adalah kelompok heterogen gangguan yang menetap ketiga kemungkinan pertama.
Pada gangguan Skizoafektif gejala klinis berupa gangguan episodik gejala gangguan
mood maupun gejala skizofreniknya menonjol dalam episode penyakit yang sama, baik
secara simultan atau secara bergantian dalam beberapa hari. Bila gejala skizofrenik dan
manik menonjol pada episode penyakit yang sama, gangguan disebut gangguan skizoafektif
tipe manik. Dan pada gangguan skizoafektif tipe depresif, gejala depresif yang menonjol.
Gejala yang khas pada pasien skizofrenik berupa waham, halusinasi, perubahan dalam
berpikir, perubahan dalam persepsi disertai dengan gejala gangguan suasana perasaan baik
itu manik maupun depresif.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1.1 SKIZOAFEKTIF
1.1.1 SEJARAH
Di tahun 1913 George H. Kirby dan pada tahun 1921 August Hoch keduanya
menggambarkan pasien dengan ciri campuran skizofrenia dan gangguan afektif (mood). Karena
pasiennya tidak mengalami perjalanan demensia prekoks yang memburuk, Kirby dan Hoch
mengklasifikasikan mereka di dalam kelompok psikosis manic-depresif Emil Kraepelin.
Di tahun 1933 Jacob Kasanin memperkenalkan istilah “gangguan skizoafektif” untuk suatu
gangguan dengan gejala skizofrenik dan gejala gangguan mood yang bermakna. Pasien
dengan gangguan ini juga ditandai oleh onset gejala yang tiba-tiba, seringkali pada masa
remajanya.
Pasien cenderung memiliki tingkat fungsi premorbid yang baik, dan seringkali suatu stressor
yang spesifik mendahului onset gejala. Riwayat keluarga pasien sering kali terdapat suatu
gangguan mood. Kasanin percaya bahwa pasien memiliki suatu jenis skizofrenia. Dari 1933
sampai kira-kira tahun 1970, pasien yang gejalanya mirip dengan gejala pasien-pasien Kasanin
secara bervariasi diklarifikasi menderita gangguan skizoafektif, skizofrenia atipikal, skizofrenia
dalam remisi, dan psikosis sikloid – istilah-istilah yang menekankan suatu hubungan dengan
skizofrenia.
1.1.2 DEFINISI
Gangguan Skizoafektif mempunyai gambaran baik skizofrenia maupun
gangguan afektif. Gangguan skizoafektif memiliki gejala khas skizofrenia yang jelas
dan pada saat bersamaan juga memiliki gejala gangguan afektif yang menonjol.
Gangguan skizoafektif terbagi dua yaitu, tipe manik dan tipe depresif.
1.1.3 EPIDEMIOLOGI
6
1.1.4 ETIOLOGI
Sulit untuk menentukan penyebab penyakit yang telah berubah begitu banyak
dari waktu ke waktu. Dugaan saat ini bahwa penyebab gangguan skizoafektif
mungkin mirip dengan etiologi skizofrenia. Oleh karena itu teori etiologi mengenai
gangguan skizoafektif juga mencakup kausa genetik dan lingkungan.
Penyebab gangguan skizoafektif adalah tidak diketahui, tetapi empat model
konseptual telah diajukan :
1. Gangguan skizoafektif mungkin merupakan suatu tipe skizofrenia
atau suatu tipe gangguan mood
2. Gangguan skizoafektif mungkin merupakan ekspresi bersama-sama dari
skizofrenia dan gangguan mood
3. Gangguan skizoafektif mungkin merupakan suatu tipe psikosis ketiga yang
berbeda, tipe yang tidak berhubungan dengan skizofrenia maupun suatu
gangguan mood
4. Kemungkinan terbesar adalah bahwa gangguan skizoafektif adalah
kelompok gangguan yang heterogen yang meliputi semua tiga kemungkinan
yang pertama.
Penelitian yang dilakukan untuk menggali kemungkinan-kemungkinan
tersebut telah memeriksa riwayat keluarga, petanda biologis, respon pengobatan
jangka pendek, dan hasil akhir jangka panjang.
8
daerah korteks. Gejala negatif dan kognitif skizofrenia mungkin terkait dengan
penurunan aktivitas di jalur mesokorteks, yang dapat menyebabkan penurunan
neurotransmisi dopamin di daerah korteks seperti korteks prefrontal.
c) Halusinasi Auditorik:
Atau paling sedikit dua gejala di bawah ini yang harus selalu ada
secara jelas:
11
1.1.7 DIAGNOSIS
Karena konsep gangguan skizoafektif melibatkan konsep diagnostik baik skizofrenia maupun
gangguan mood, beberapa evolusi dalam kriteria diagnostik untuk gangguan skizoafektif
mencerminkan perubahan yang telah terjadi di dalam kriteria diagnostik untuk kedua kondisi
lain.
Kriteria diagnostik utama untuk gangguan skizoafektif (Tabel 1) adalah bahwa pasien
telah memenuhi kriteria diagnostik untuk episode depresif berat atau episode manik yang
12
bersama-sama dengan ditemukannya kriteria diagnostik untuk fase aktif dari skizofrenia. Di
samping itu, pasien harus memiliki waham atau halusinasi selama sekurangnya dua minggu
tanpa adanya gejala gangguan mood yang menonjol. Gejala gangguan mood juga harus
diteukan untuk sebagian besar periode psikotik aktif dan residual. Pada intinya, kriteria
dituliskan untuk membantu klinisi menghindari mendiagnosis suatu gangguan mood dengan ciri
psikotik sebagai suatu gangguan skizoafektif.
DSM-IV juga membantu klinisi untuk menentukan apakah pasien menderita gangguan
skizoafektif, tipe bipolar, atau gangguan skizoafektif, tipe depresif. Seorang pasien
diklasifikasikan menderita tipe bipolar jika episode yang ada adalah dari tipe manik atau suatu
episode campuran dan episode depresif berat. Selain itu, pasien diklasifikasikan menderita tipe
depresif.
Pada PPDGJ-III, gangguan skizoafektif diberikan kategori yang terpisah karena cukup
sering dijumpai sehingga tidak dapat diabaikan begitu saja. Kondisi-kondisi lain dengan gejala-
gejala afektif saling bertumpang tindih dengan atau membentuk sebagian penyakit skizofrenik
yang sudah ada, atau di mana gejala-gejala itu berada bersama-sama atau secara bergantian
dengan gangguan-gangguan waham menetap jenis lain, diklasifikasikan dalam kategori yang
sesuai dalam F20-F29. Waham atau halusinasi yang tak serasi dengan suasana perasaan (mood)
pada gangguan afektif tidak dengan sendirinya menyokong diagnosis gangguan skizoafektif.
13
Tabel 2. Pedoman Diagnostik Gangguan Skizoafektif berdasarkan PPDGJ-III
Diagnosis gangguan skizoafektif hanya dibuat apabila gejala-gejala definitif adanya
skizofrenia dan gangguan skizofrenia dan gangguan afektif sama-sama menonjol pada
saat yang bersamaan (simultaneously), atau dalam beberapa hari yang satu sesudah yang
lain, dalam satu episode penyakit yang sama, dan bilamana, sebagai konsekuensi dari ini,
episode penyakit tidak memenuhi kriteria baik skizofrenia maupun episode manik atau
depresif.
Tidak dapat digunakan untuk pasien yang menampilkan gejala skizofrenia dan
gangguan afektif tetapi dalam episode penyaki yang berbeda.
Bila seorang pasien skizofrenik menunjukkan gejala depresif setelah mengalami suatu
episode psikotik, diberi kode diagnosis F20.4 (Depresi Pasca-skizofrenia)
Beberapa pasien dapat mengalami episode skizoafektif berulang, baik berjenis manik
(F25.0) maupun depresif (F25.1) atau campuran dari keduanya (F25.2). Pasien lain
mengalami satu atau dua episode manik atau depresif (F30-F33)
Menurut PPDGJ-III :
Pedoman Diagnostik
Kategori ini digunakan baik untuk episode skizoafektif tipe manic yang tunggal maupun
untuk gangguan berulang dengan sebagian besar episode skizoafektif tipe manic.
Afek harus meningkat secara menonjol atau ada peningkatan afek yang tak
begitu menonjol dikombinasi dengan iritabilitas atau kegelisahan yang
memuncak.
Dalam episode yang sama harus jelas ada sedikitnya satu, atau lebih baik lagi dua,
gejala skizofrenia yang khas (sebagaimana ditetapkan untuk skizofrenia, F20.-pedoman
diagnostic (a) sampai (d).
F 25.1 Skizoafektif tipe depresif
Pedoman diagnostik
⚫ Kategori ini harus dipakai baik untuk episode skizoafektif tipe depresif yang tunggal, dan
untuk gangguan berulang dimana sebagian besar di dominasi oleh skizoafektif tipe
depresif.
⚫ Afek depresif harus menonjol, disertai oleh sedikitnya 2 gejala khas, baik depresif
maupun kelainan prilaku terkait seperti tercantum dalam uraian untuk episode depresif
(F 32)
14
⚫ Dalam episode yang sama harus jelas ada sedikitnya satu, atau lebih baik lagi
dua, gejala skizofrenia yang khas (sebagaimana ditetapkan untuk skizofrenia,
F20.-pedoman diagnostic (a) sampai (d).
DIAGNOSIS BANDING
1.1.9 PROGNOSIS
15
pekerjaan, dan juga perjalanan gangguan itu sendiri.
Data menunjukkan bahwa pasien dengan gangguan skizoafektif, tipe bipolar,
mempunyai prognosis yang mirip dengan pasien dengan gangguan bipolar I dan bahwa
pasien dengan gangguan pramorbid yang buruk; onset yang perlahan-perlahan; tidak
ada factor pencetus; menonjolnya gejala psikotik, khususnya gejala deficit atau gejala
negative; onset yang awal; perjalanan yang tidak mengalami remisi; dan riwayat
keluarga adanya skizofrenia. Lawan dari masing-masing karakteristik tersebut
mengarah pada hasil akhir yang baik. Adanya atau tidak adanya gejala urutan pertama
dari Scheneider tampaknya tidak meramalkan perjalanan penyakit.
1.1.10PENATALAKSANAAN
A. Pengobatan Psikososial
Pasien dapat terbantu dengan kombinasi terapi keluarga, latihan
keterampilan sosial, dan rehabilitasi kognitif. Oleh karena bidang psikiatri
sulit memutuskan diagnosis dan prognosis gangguan skizoafektif yang
sebenarnya, ketidakpastian tersebut harus dijelaskan kepada pasien.
Kisaran gejala mungkin sangat luas, karena pasien mengalamaikeadaan
psikosis dan variasi kondisi mood yang terus berlangsung. Anggota
keluarga dapat mengalami kesulitan untuk menghadapi perubahan sifat
dan kebutuhan pasien tersebut. 1
B. Pengobatan Farmakoterapi
2.1.1.1 Antipsikotik
Obat antipsikotik mampu mengurangi gejala psikotik dalam berbagai
kondisi, termasuk skizofrenia. Obat ini juga mampu memperbaiki mood dan
mengurangi kecemasan dan gangguan tidur, tapi bukan pengobatan pilihan saat
gejala ini merupakan gangguan utama pada pasien nonpsikotik. Neuroleptik
adalah subtipe obat antipsikotik yang menghasilkan insidensi ekstrapiramidal efek
samping (EPS) yang tinggi pada dosis efektif secara klinis, atau katalepsi pada
hewan laboratorium (Katzung & Trevor et al, 2013). Dibandingkan dengan FGA,
16
SGA dikaitkan dengan risiko efek samping motorik yang lebih rendah (tremor,
kekakuan, kegelisahan, dan dyskinesia) (Kelly et al, 2016). Obat antipsikotik
"atipikal" sekarang adalah jenis obat antipsikotik yang paling banyak digunakan
(Katzung & Trevor et al, 2013).
Tabel II.2.Obat-obat Antipsikotik berdasar golongan/kelas dan dosisnya
Range Dosis
Dosis Awal
Nama Generik Merk Dagang umum
(mg/hari) (mg/hari)
Antipsikotik Generasi Pertama
Klorpromazin Thorazine 50-150 300–1000
Flufenazin Prolixin 5 5–20
Haloperidol Haldol 2–5 2–20
Loxapine Loxitane 20 50–150
Loxapine Inhaled Adasure 10 10
Perfenazin Trilafon 4–24 16–64
Tioridazin Mellaril 50–150 100–800
Thiotiksen Navane 4–10 4–50
Trifluoperazin Srelazine 2–5 5–40
Antipsikotik Generasi Kedua
Aripiprazol Abilify 5–15 15–30
Asenapin Saphris 5 10–20
Klozapin Klozaril 25 100–800
Iloperidon Fanapt 1–2 6–24
Lurasidon Latuda 20–40 40–120
Olanzapin Zyprexa 5–10 10–20
Paliperidon Invega 3–6 3–12
Quetiapin Seroquel 50 300–800
Risperidon Risperdal 1–2 2–8
Ziprasidon Geodon 40 80–160
2.2.4.2.1 Haloperidol
Haloperidol merupakan antipsikotik untuk pengobatan jangka lama pada
gangguan psikotik seperti skzofrenia, psikosis karena kerusakan otak organic atau
defisiensi mental, fase manic dari manic depresif. Pengobatan jangka pendek
untuk alkoholismus akut untuk meringankan delusi, halusinasi, dan kebingungan,
dan untuk mengendalikan perilaku agresif yang menyertai (BPOM, 2017).
17
2.2.4.2.2 Perfenazin
Perphenazine adalah fenotiazet potensial sedang. Obat ini memiliki waktu
paruh sekitar 9-12 jam. metabolisme perphenazine dimoderasi melalui CYP2D6
(Marcsisin, 2017). Obat ini digunakan untuk skzofrenia dan psikosis lain, mania,
penggunaan jangka pendek sebagai tambahan untuk ansietas berat, agitasi
psikomotor, eksitasi, dan perilaku kekerasan atau impulsif berbahaya (BPOM,
2017).
2.2.4.2.3 Aripiprazole
Aripiprazole, turunan kuinolon, memiliki farmakologi unik yang
mencakup aktivitas agonis parsial pada reseptor D2 dan 5HT1a selain aktivitas
antagonis pada reseptor 5HT2a. Agonisme parsial D2 menghasilkan tingkat EPS
yang lebih rendah dan dapat membantu meredakan hiperprolaktinemia yang
disebabkan oleh agen lain dengan antagonisme D2 yang lebih manjur, seperti
risperidone atau haloperidol (Marcsisin, 2017). Aripiprazole digunakan untuk
terapi akut untuk skizofrenia pada dewasa dan remaja (MIMS, 2017). Terapi
tambahan pada gangguan depresi mayor, iritabilitas akibat gangguan autism,
agitasi akibat skizofrenia atau gangguan bipolar (BPOM, 2017).
2.2.4.2.4 Asenapin
Struktur kimia asenapine sangat mirip dengan mirtazapine antidepresan
tetrasiklin. Kedua agen tersebut memiliki antagonisme alpha2, 5HT2A, 5HT2C
dan H1. Namun, asenapine memiliki antagonisme D2 tambahan serta aktivitas
pada subtipe reseptor serotonin lainnya, termasuk agonis parsial 5HT1A dan
antagonisme 5HT7. Asenapine dimetabolisme dengan glukuronidasi melalui
UGT1A4 dan CYP1A2. Penghambat CYP1A2 yang kuat, seperti fluvoxamine
dan ciprofloxacin, dapat meningkatkan kadar serum asenapine, meningkatkan
risiko efek samping konsentrasi-dependen (Marcsisin, 2017). Asenapin juga
digunakan untuk pengobatan episode manik pada kelainan bipolar (BPOM, 2017).
2.2.4.2.5 Klozapin
Klozapin, trisiklik dibenzodiazepin, adalah agen prototipikal yang
mengalihkan fokus pengembangan antipsikotik ke agen dengan afinitas 5HT2A
lebih tinggi dibandingkan D2. Obat ini memiliki farmakologi unik dan kompleks
yang terdiri dari aktivitas afinitas dan antagonis yang tinggi pada aktivitas
5HT2A, 5HT2C, 5HT3, 5HT7, H1, α1A, 2A, m1,3, D1- 5, dan agonis pada
18
m4.Antipsikotik ini digunakan pada skizofrenia yang tidak respon atau intoleran
dengan obat antipsikotik konvensional (BPOM, 2017).
2.2.4.2.6 Olanzapin
Digunakan untuk skizofrenia, terapi akut dan terapi pemeliharaan serta
psikosis lain yang menunjukkan gejala positif dan gejala negative (MIMS, 2017).
kombinasi terapi mania, mencegah kambuhnya kelainan bipolar (BPOM, 2017).
Olanzapine adalah thienobenzodiazepin yang secara struktural mirip dengan
clozapine, meskipun dengan antagonisme D2 dan 5HT2a yang lebih manjur. Ini
juga memiliki afinitas tinggi untuk reseptor 5HT2c, H1, dan α1 dan afinitas
sedang untuk reseptor m1-5 dan 5HT3 (Marcsisin, 2017).
2.2.4.2.7 Risperidon
Risperidone, turunan benzisoksazol, adalah SGA oral lini pertama awal
yang tersedia secara umum. Ini memiliki afinitas pengikatan yang tinggi terhadap
reseptor serotonin 2A (5-HT2A) dan D2 dan berikatan dengan reseptor α1 dan α2,
dengan blokade reseptor kolinergik yang sangat kecil (Kelly et al, 2016).
Paliperidone, atau 9 - hydroxyrisperidone, adalah metabolit aktif risperidone, yang
dibentuk oleh metabolisme oksidatif melalui CYP2D6. Antagonisme D2
tambahan pada risperidone dosis tinggi menghasilkan profil farmakologis yang
lebih mirip dengan FGA dan kecenderungan EPS yang lebih tinggi. Risperidone
dan paliperidone memiliki risiko tertinggi hiperprolaktinemia SGA, karena
blokade D2 yang luas pada jalur dopamin tuberoinfundibular (Marcsisin, 2017).
Obat ini digunakan untuk skizofrenia akut dan kronik serta psikosis dengan gejala
halusinasi, menarik diri (MIMS, 2017).
2.2.4.2.8 Quetiapin
Quetiapin adalah turunan dibenzothiazepine yang berhubungan secara
struktural dengan klozapin. Quetiapine memiliki blokade D2 terendah dari SGA,
yang memberikan risiko EPS dan hiperprolaktinemia rendah. Resiko EPS yang
rendah membuat quetiapine sangat berguna pada subset pasien dengan penyakit
Parkinson atau demensia Lewy yang membutuhkan pengobatan dengan
antipsikotik (Kelly et al, 2016). Quetiapine mungkin bermanfaat untuk kecemasan
dan depresi (Marcsisin, 2017). Hasil blokade H1 dan α1 yang tinggi menyebabkan
tingginya angka sedasi, pusing, dan ortostasis yang diamati dengan quetiapine.
Metabolit aktif quetiapine, norquetiapine, memiliki beberapa aktivitas
19
farmakologis yang berbeda dari pada senyawa induknya termasuk penghambatan
pada transporter norepinephrine (NET), reseptor 5HT2c, 5HT7, dan α2A, selain
agonis 4HT1a parsial .
2.1.1.1 Penstabil Mood (mood stabilizer)
Semua obat penstabil mood yang disetujui saat ini telah menunjukkan
kemanjuran. Lithium adalah agen pertama yang terbukti berguna dalam
pengobatan fase manik dari gangguan bipolar yang juga bukan obat antipsikotik.
Lithium terus digunakan untuk penyakit fase akut dan juga untuk pencegahan
episode manik dan depresif berulang. Sekelompok obat penstabil mood yang juga
agen antikonvulsan telah menjadi lebih banyak digunakan daripada lithium. Ini
termasuk asam valproatdan karbamazepin untuk pengobatan mania akut dan
untuk mencegah kekambuhannya. Lamotrigin disetujui untuk mencegah
kekambuhan.
Tabel II.5. Dosis dan pemakaian klinik mood stabilizer
Dosis pada gangguan
Nama Generik Dosis Pemakaian Klinik
hati atau ginjal
Garam Lithium
Lithium Monoterapi atau
Karbonat 900-2400 mg/hari sekali diturunkan dosis awal
kombinasi terapi
sehari atau 2-4 kali dalam setidaknya dari 50%
akut mania dan
Lithium Sitrat dosis terbagi untuk gangguan
terapi maintenance
ginjal
Antikonvulsan
Monoterapi atau
dosis awal 100-200 mg,
kombinasi terapi
ditingkatkan 200 mg Diturunkan dosis
akut mania atau
Karbamazepin setiap 3-4 hari hingga awal minimal
episode campuran
200-1800 mg /hari setengahnya untuk
untuk bipolar 1
dalam 2-4 dosis terbagi gangguan hati
disorder
20
KESIMPULAN
21
DAFTAR PUSTAKA
22
RSUD Ambarawa 2015. Jurnal Kesehatan Surya Medika Yogyakarta
14. Rahmayanti, Nur. Y. (2010). Pengaruh Guided Imagery Terhadap Tingkat
Kecemasan Pada Pasien Skizoafektif Di RSJD Surakarta. Skripsi. Surakarta:
Universitas Muhammadiyah Surakarta.
15. Suprijanto. (2018). Hubungan Antara Tingkat Pendidikan Formal dan Faktor
Psikologis dengan Kinerja Penyuluh Pertanian Lapangan (Studi Kasus di
Kabupaten Banjar). Jurnal. Purwokerto: Universitas Jenderal Soedirman.
23
24
25
26
27
28