Anda di halaman 1dari 28

REFERAT

SKIZOAFEKTIF

Disusun Oleh:
Cindy Ayu Fitri
206100802058

Pembimbing :
dr. Dini Mirsanti, Sp.KJ

BAGIAN/SMF ILMU KEDOKTERAN JIWA


PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PALANGKA RAYA
PALANGKA RAYA
2022
1
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala

rahmat dan karunia-Nya yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menyusun

tugas referat yang berjudul SKIZOAFEKTIF . Saran dan kritik yang membangun dari berbagai

pihak diharapkan agar dikesempatan yang akan datang penulis dapat membuatnya lebih baik

lagi.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Dini Mirsanti,Sp.KJ .

Semoga tugas ini dapat bermanfaat untuk kita semua.

Palangka Raya, Oktober 2022

Penyusun

Cindy Ayu Fitri

2
DAFTAR ISI

Kata Pengantar …………………………………………………………………. i

Daftar Isi ………………………………………………………………… ii

BAB I

Pendahuluan ……………………………………………………………… 4

BAB II

Sejarah …………………………………………………………………… 5

Definisi ………………………………………………………………. 5

Epidemiologi …………………………………………………………………… 5

Etiologi ……………………………………………………………. 6

Manifestasi klinis …………………………………………………. 6-8

Diagnosis …………………………………………………….. 8-10

Diagnosis banding …………………………………………………………… 11

Penatalaksanaan …………………………………………………………… 11-12

Prognosis ………………………………………. 12-13

Kesimpulan............................................................................................................................14

Daftar Pustaka........................................................................................................................15

3
BAB I

PENDAHULUAN

Gangguan skizoafektif adalah kelainan mental yang rancu yang ditandai dengan adanya
gejala kombinasi antara gejala skizofrenia dan gejala gangguan afektif. Penyebab gangguan
skizoafektif tidak diketahui, tetapi empat model konseptual telah dikembangkan. Gangguan
dapat berupa tipe skizofrenia atau tipe gangguan mood. Gangguan skizoafektif mungkin
merupakan tipe psikosis ketiga yang berbeda, yang bukan merupakan gangguan skizofrenia
maupun gangguan mood. Keempat dan yang paling mungkin, bahwa gangguan skizoafektif
adalah kelompok heterogen gangguan yang menetap ketiga kemungkinan pertama.

Pada gangguan Skizoafektif gejala klinis berupa gangguan episodik gejala gangguan
mood maupun gejala skizofreniknya menonjol dalam episode penyakit yang sama, baik
secara simultan atau secara bergantian dalam beberapa hari. Bila gejala skizofrenik dan
manik menonjol pada episode penyakit yang sama, gangguan disebut gangguan skizoafektif
tipe manik. Dan pada gangguan skizoafektif tipe depresif, gejala depresif yang menonjol.
Gejala yang khas pada pasien skizofrenik berupa waham, halusinasi, perubahan dalam
berpikir, perubahan dalam persepsi disertai dengan gejala gangguan suasana perasaan baik
itu manik maupun depresif.

Kriteria diagnostik gangguan skizoafektif berdasarkan DSM-IV-TR, merupakan suatu


produk beberapa revisi yang mencoba mengklarifikasi beberapa diagnosis, dan untuk
memastikan bahwa diagnosis memenuhi nkriteria baik episode manik maupun depresif dan
menentukan lama setiap episode secara tepat. Pada setiap diagnosis banding gangguan
psikotik, pemeriksaan medis lengkap harus dilakukan untuk menyingkirkan penyebab
organik. semua kondisi yang dituliskan di dalam diagnosis banding skizofrenia dan
gangguan mood perlu dipertimbangkan. Sebagai suatu kelompok, pasien dengan gangguan
skizoafektif mempunyai prognosis di pertengahan antara prognosis pasien dengan
skizofrenia dan prognosis pasien dengan gangguan mood. Sebagai suatu kelompok, pasien
dengan gangguan skizoafektif memiliki prognosis yang lebih buruk daripada pasien dengan
gangguan depresif maupun gangguan bipolar, tetapi memiliki prognosis yang lebih baik
daripada pasien dengan skizofrenia.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1.1 SKIZOAFEKTIF

1.1.1 SEJARAH

Di tahun 1913 George H. Kirby dan pada tahun 1921 August Hoch keduanya
menggambarkan pasien dengan ciri campuran skizofrenia dan gangguan afektif (mood). Karena
pasiennya tidak mengalami perjalanan demensia prekoks yang memburuk, Kirby dan Hoch
mengklasifikasikan mereka di dalam kelompok psikosis manic-depresif Emil Kraepelin.
Di tahun 1933 Jacob Kasanin memperkenalkan istilah “gangguan skizoafektif” untuk suatu
gangguan dengan gejala skizofrenik dan gejala gangguan mood yang bermakna. Pasien
dengan gangguan ini juga ditandai oleh onset gejala yang tiba-tiba, seringkali pada masa
remajanya.
Pasien cenderung memiliki tingkat fungsi premorbid yang baik, dan seringkali suatu stressor
yang spesifik mendahului onset gejala. Riwayat keluarga pasien sering kali terdapat suatu
gangguan mood. Kasanin percaya bahwa pasien memiliki suatu jenis skizofrenia. Dari 1933
sampai kira-kira tahun 1970, pasien yang gejalanya mirip dengan gejala pasien-pasien Kasanin
secara bervariasi diklarifikasi menderita gangguan skizoafektif, skizofrenia atipikal, skizofrenia
dalam remisi, dan psikosis sikloid – istilah-istilah yang menekankan suatu hubungan dengan
skizofrenia.

1.1.2 DEFINISI
Gangguan Skizoafektif mempunyai gambaran baik skizofrenia maupun
gangguan afektif. Gangguan skizoafektif memiliki gejala khas skizofrenia yang jelas
dan pada saat bersamaan juga memiliki gejala gangguan afektif yang menonjol.
Gangguan skizoafektif terbagi dua yaitu, tipe manik dan tipe depresif.

1.1.3 EPIDEMIOLOGI

Prevalensi seumur hidup gangguan skizoafektif kurang dari 1%, mungkin


berkisar antara 0,5% – 0,8%. Tetapi gambaran tersebut masih merupakan
perkiraan. Gangguan skizoafektif tipe depresif mungkin lebih sering terjadi pada
orang tua daripada orang muda, prevalensi gangguan tersebut dilaporkan lebih
rendah pada laki-laki dibanding perempuan, terutama perempuan menikah. Usia
awitan perempuan lebih lanjut daripada laki-laki, seperti pada skizofrenia. Laki-
laki dengan gangguan skizoafektif mungkin memperlihatkan perilaku antisosial
dan mempuinyai afek tumpul yang nyata atau tidak sesuai. National comorbidity
study : 66 orang yang di diagnosa skizofrenia, 81% pernah didiagnosa gangguan afektif
5
yang terdiri dari 59% depresi dan 22% gangguan bipolar .

6
1.1.4 ETIOLOGI
Sulit untuk menentukan penyebab penyakit yang telah berubah begitu banyak
dari waktu ke waktu. Dugaan saat ini bahwa penyebab gangguan skizoafektif
mungkin mirip dengan etiologi skizofrenia. Oleh karena itu teori etiologi mengenai
gangguan skizoafektif juga mencakup kausa genetik dan lingkungan.
Penyebab gangguan skizoafektif adalah tidak diketahui, tetapi empat model
konseptual telah diajukan :
1. Gangguan skizoafektif mungkin merupakan suatu tipe skizofrenia
atau suatu tipe gangguan mood
2. Gangguan skizoafektif mungkin merupakan ekspresi bersama-sama dari
skizofrenia dan gangguan mood
3. Gangguan skizoafektif mungkin merupakan suatu tipe psikosis ketiga yang
berbeda, tipe yang tidak berhubungan dengan skizofrenia maupun suatu
gangguan mood
4. Kemungkinan terbesar adalah bahwa gangguan skizoafektif adalah
kelompok gangguan yang heterogen yang meliputi semua tiga kemungkinan
yang pertama.
Penelitian yang dilakukan untuk menggali kemungkinan-kemungkinan
tersebut telah memeriksa riwayat keluarga, petanda biologis, respon pengobatan
jangka pendek, dan hasil akhir jangka panjang.

Walaupun banyak pemeriksaan terhadap keluarga dan genetika yang


dilakukan untuk mempelajari gangguan skizoafektif didasarkan pada anggapan
bahwa skizofrenia dan gangguan mood adalah keadaan yang terpisah sama sekali,
namun beberapa data menyatakan bahwa skizofrenia dan gangguan mood mungkin
berhubungan secara genetic. Beberapa kebingungan yang timbul dalam penelitian
keluarga pada pasien dengan gangguan skizoafektif dapat mencerminkan perbedaan
yang tidak absolute antara dua gangguan primer. Dengan demikian tidak
mengejutkan bahwa penelitian terhadap sanak saudara pasien dengan gangguan
skizoafektif telah melaporkan hasil yang tidak konsisten. Peningkatan prevalensi
skizofrenia tidak ditemukan diantara sank saudara pasien yang pasien dengan
skizoafektif, tipe bipolar; tetapi, sanak saudara pasien dengan gangguan skizoafektif,
tipe depresif, mungkin berada dalam resiko yang lebih tinggi menderita skizofrenia
daripada suatu gangguan mood.
1.1.5 Patofisiologi
Hipotesis dopamin, teori patofisiologis tertua, mengemukakan bahwa psikosis
disebabkan oleh dopamin berlebihan di otak. Hipotesis ini mengikuti penemuan bahwa
klorpromazin, obat antipsikotik pertama, adalah antagonis dopamin postsinaps. Sebuah
meta-analisis terbaru dari tinjauan sistematis yang dilakukan sejak tahun 2000
menemukan penurunan materi abu- abu yang konsisten di beberapa wilayah otak,
termasuk lobus frontal, cingulate gyri, dan daerah temporal medial. Peningkatan
ukuran ventrikel yang sesuai juga diamati dan juga penurunan materi putih di korpus
callosum. Perubahan volume hipokampal mungkin terkait dengan penurunan dalam
pengujian neuropsikologis. Alih-alih penurunan jumlah neuron di daerah otak yang
terkena, penurunan dalam komunikasi aksonal dan dendritik antara sel dapat
mengakibatkan hilangnya konektivitas yang dapat menjadi hubungan penting dengan
7
adaptasi neuron dan homeostasis SSP.

Gambar 1.1.Jalur dopaminergik pada otak manusia


Dopamin adalah modulator neurotransmiter yang lama dipahami
memainkan peran penting dalam skizofrenia. Empat jalur dopamin utama telah
terlibat dalam neurobiologi skizofrenia dan efek samping obat antipsikotik: (1)
mesolimbik, (2) mesokorteks, (3) nigrostriatal, dan (4) tuberoinfundibular.
a Hiperaktif jalur dopamin mesolimbik dapat mendasari beberapa gejala
positif skizofrenia (Marcsisin, 2017). Proyek jalur dopamin mesolimbik
memproyeksikan dari sel-sel tubuh dopaminergik di daerah tegmental
ventral batang otak ke terminal akson di salah satu daerah limbik otak,
yaitu nucleus accumbens pada striatum ventral. Jalur ini diperkirakan
memiliki peran penting dalam beberapa perilaku emosional, termasuk
gejala positif psikosis, seperti delusi dan halusinasi. Jalur dopamin
mesolimbik juga penting untuk motivasi, kesenangan, dan penghargaan.

b. Jalur mesokorteks juga muncul dari batang otak namun diproyeksikan ke

8
daerah korteks. Gejala negatif dan kognitif skizofrenia mungkin terkait dengan
penurunan aktivitas di jalur mesokorteks, yang dapat menyebabkan penurunan
neurotransmisi dopamin di daerah korteks seperti korteks prefrontal.

Gambar2.4.Aktivitas Hipodopaminergik di jalur Mesokorteks

c. Proyek jalur nigrostriatal dari substantia nigra ke ganglia basal (Marcsisin,


2017).Jalur dopamin nigrostriatal adalah bagian dari sistem saraf
ekstrapiramidal, dan mengendalikan gerakan motorik. Kekurangan dalam
dopamin di jalur ini menyebabkan gangguan gerakan termasuk penyakit
Parkinson, ditandai dengan kekakuan, akinesia / bradikinesia (mis.,
Kurang pergerakan atau perlambatan gerakan), dan tremor. Kekurangan
Dopamin di ganglia basalis juga bisa menghasilkan akathisia (sejenis
kegelisahan), dan distonia (gerakan memutar terutama wajah dan leher).
Jalur ini merupakan tempat utama tindakan antipsikotik klasik, yang
dianggap sebagai situs utama antipsikotik pemblokiran dopamin.
d. Jalur tuberoinfundibular, yang memproyeksikan dari hipotalamus ke
hipofisis anterior. Biasanya, neuron ini aktif dan menghambat pelepasan
prolaktin. Namun, dalam keadaan pasca persalinan, aktivitas neuron
dopamin ini menurun. Tingkat prolaktin dapat meningkat selama
menyusui sehingga laktasi akan terjadi. Jika fungsi neuron dopamin
tuberoinfundibular terganggu oleh lesi atau obat-obatan, tingkat prolaktin
juga dapat meningkat. Peningkatan tingkat prolaktin dikaitkan dengan
galaktorea (sekresi payudara), amenore (kehilangan ovulasi dan periode
menstruasi), dan kemungkinan masalah lain seperti disfungsi seksual.

1.1.6 MANISFESTASI KLINIS


9
Pada gangguan Skizoafektif gejala klinis berupa gangguan episodik
gejala gangguan mood maupun gejala skizofreniknya menonjol dalam
episode penyakit yang sama, baik secara simultan atau secara bergantian
dalam beberapa hari. Bila
gejala skizofrenik dan manik menonjol pada episode penyakit yang sama,
gangguan disebut gangguan skizoafektif tipe manik. Dan pada gangguan
skizoafektif tipe depresif, gejala depresif yang menonjol.
Gejala yang khas pada pasien skizofrenik berupa waham,
halusinasi, perubahan dalam berpikir, perubahan dalam persepsi disertai
dengan gejala gangguan suasana perasaan baik itu manik maupun
depresif.

Gejala klinis berdasarkan pedoman penggolongan dan diagnosis


gangguan jiwa (PPDGJ-III):
Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan
biasanya dua gejala atau lebih bila gejala gejala itu kurang tajam atau
kurang jelas):
a) - “thought echo” = isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau
bergema dalam kepalanya (tidak keras), dan isi pikiran ulangan,
walaupun isinya sama, namun kualitasnya berbeda ; atau

- “thought insertion or withdrawal ” = isi yang asing dan luar masuk ke


dalam pikirannya (insertion) atau isi pikirannya diambil keluar oleh
sesuatu dari luar dirinya (withdrawal); dan

- “thought broadcasting”= isi pikirannya tersiar keluar sehingga


orang lain atau umum mengetahuinya;

b) - “delusion of control” = waham tentang dirinya dikendalikan


oleh suatu kekuatan tertentu dari luar; atau

- “delusion of passivitiy” = waham tentang dirinya tidak berdaya


dan pasrah terhadap suatu kekuatan dari luar; (tentang ”dirinya” =
secara jelas merujuk kepergerakan tubuh / anggota gerak atau ke
pikiran, tindakan, atau penginderaan khusus)

- “delusional perception” = pengalaman indrawi yang tidak


wajar, yang bermakna sangat khas bagi dirinya, biasanya bersifat
mistik atau mukjizat;

c) Halusinasi Auditorik:

- Suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus


terhadap perilaku pasien, atau

- Mendiskusikan perihal pasien pasein di antara mereka sendiri


(diantara berbagai suara yang berbicara), atau
10
- Jenis suara halusinasi lain yang berasal dari salah satu bagian tubuh.

d) Waham-waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya


setempat dianggap tidak wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya
perihal keyakinan agama atau politik tertentu, atau kekuatan dan
kemampuan di atas manusia biasa (misalnya mampu mengendalikan
cuaca, atau berkomunikasi dengan mahluk asing dan dunia lain)

Atau paling sedikit dua gejala di bawah ini yang harus selalu ada
secara jelas:

e) Halusinasi yang menetap dan panca-indera apa saja, apabila disertai


baik oleh waham yang mengambang maupun yang setengah berbentuk
tanpa kandungan afektif yang jelas, ataupun disertai oleh ide-ide
berlebihan (over-valued ideas) yang menetap, atau apabila terjadi
setiap hari selama berminggu minggu atau berbulan-bulan terus
menerus;
f) Arus pikiran yang terputus ( break) atau yang mengalami
sisipan (interpolation), yang berkibat inkoherensi atau
g) pembicaraan yang tidak relevan, atau neologisme;
h) Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh-gelisah (excitement),
posisi tubuh tertentu (posturing), atau fleksibilitas cerea,
negativisme, mutisme, dan stupor;
i) Gejala-gejala negatif, seperti sikap sangat apatis, bicara yang
jarang, dan respons emosional yang menumpul atau tidak wajar,
biasanya yang mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan sosial
dan menurunnya kinerja sosial; tetapi harus jelas bahwa semua hal
tersebut ti dak disebabkan oleh depresi atau medikasi neuroleptika;

Adanya gejala-gejala khas tersebut diatas telah berlangsung


selama kurun waktu satu bulan atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase
nonpsikotik (prodromal). Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan
bermakna dalam mutu keseluruhan (overall quality) dan beberapa aspek
perilaku pribadi ( personal behavior), bermanifestasi sebagai hilangnya
minat, hidup tak bertujuan, tidak berbuat sesuatu sikap larut dalam diri
sendiri ( self-absorbed attitude) dan penarikan diri secara sosial.

11
1.1.7 DIAGNOSIS

Karena konsep gangguan skizoafektif melibatkan konsep diagnostik baik skizofrenia maupun
gangguan mood, beberapa evolusi dalam kriteria diagnostik untuk gangguan skizoafektif
mencerminkan perubahan yang telah terjadi di dalam kriteria diagnostik untuk kedua kondisi
lain.
Kriteria diagnostik utama untuk gangguan skizoafektif (Tabel 1) adalah bahwa pasien
telah memenuhi kriteria diagnostik untuk episode depresif berat atau episode manik yang

12
bersama-sama dengan ditemukannya kriteria diagnostik untuk fase aktif dari skizofrenia. Di
samping itu, pasien harus memiliki waham atau halusinasi selama sekurangnya dua minggu
tanpa adanya gejala gangguan mood yang menonjol. Gejala gangguan mood juga harus
diteukan untuk sebagian besar periode psikotik aktif dan residual. Pada intinya, kriteria
dituliskan untuk membantu klinisi menghindari mendiagnosis suatu gangguan mood dengan ciri
psikotik sebagai suatu gangguan skizoafektif.

Tabel 1. Kriteria Diagnostik untuk Gangguan Skizoafektif (DSM-V)

Kriteria Diagnostik Untuk Gangguan Skizoafektif


A. Suatu periode penyakit yang tidak terputus selama mana, pada suatu waktu. Terdapat
baik episode depresif berat, episode manik, atau suatu episode campuran dengan gejala
yang memenuhi kriteria A untuk skizofrenia.
Catatan: Episode depresif berat harus termasuk kriteria A1: mood terdepresi.
B. Selama periode penyakit yang sama, terdapat waham atau halusinasi selama sekurangnya
2 minggu tanpa adanya gejala mood yang menonjol.
C. Gejala yang memenuhi kriteria untuk episode mood ditemukan untuk sebagian bermakna
dari lama total periode aktif dan residual dari penyakit.
D. Gangguan bukan karena efek fisiologis langsung dari suatu zat (misalnya, obat yang
disalahgunakan, suatu medikasi) atau suatu kondisi medis umum.
Sebutkan tipe:
Tipe bipolar: jika gangguan termasuk suatu episode manik atau campuran (atau suatu manik
suatu episode campuran dan episode depresif berat)
Tipe depresif: jika gangguan hanya termasuk episode depresif berat.
Tabel dari DSM-V, Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders. Ed. 4. Hak cipta
American Psychiatric Association. Washington. 1994.

DSM-IV juga membantu klinisi untuk menentukan apakah pasien menderita gangguan
skizoafektif, tipe bipolar, atau gangguan skizoafektif, tipe depresif. Seorang pasien
diklasifikasikan menderita tipe bipolar jika episode yang ada adalah dari tipe manik atau suatu
episode campuran dan episode depresif berat. Selain itu, pasien diklasifikasikan menderita tipe
depresif.
Pada PPDGJ-III, gangguan skizoafektif diberikan kategori yang terpisah karena cukup
sering dijumpai sehingga tidak dapat diabaikan begitu saja. Kondisi-kondisi lain dengan gejala-
gejala afektif saling bertumpang tindih dengan atau membentuk sebagian penyakit skizofrenik
yang sudah ada, atau di mana gejala-gejala itu berada bersama-sama atau secara bergantian
dengan gangguan-gangguan waham menetap jenis lain, diklasifikasikan dalam kategori yang
sesuai dalam F20-F29. Waham atau halusinasi yang tak serasi dengan suasana perasaan (mood)
pada gangguan afektif tidak dengan sendirinya menyokong diagnosis gangguan skizoafektif.

13
Tabel 2. Pedoman Diagnostik Gangguan Skizoafektif berdasarkan PPDGJ-III
 Diagnosis gangguan skizoafektif hanya dibuat apabila gejala-gejala definitif adanya
skizofrenia dan gangguan skizofrenia dan gangguan afektif sama-sama menonjol pada
saat yang bersamaan (simultaneously), atau dalam beberapa hari yang satu sesudah yang
lain, dalam satu episode penyakit yang sama, dan bilamana, sebagai konsekuensi dari ini,
episode penyakit tidak memenuhi kriteria baik skizofrenia maupun episode manik atau
depresif.
 Tidak dapat digunakan untuk pasien yang menampilkan gejala skizofrenia dan
gangguan afektif tetapi dalam episode penyaki yang berbeda.
 Bila seorang pasien skizofrenik menunjukkan gejala depresif setelah mengalami suatu
episode psikotik, diberi kode diagnosis F20.4 (Depresi Pasca-skizofrenia)
Beberapa pasien dapat mengalami episode skizoafektif berulang, baik berjenis manik
(F25.0) maupun depresif (F25.1) atau campuran dari keduanya (F25.2). Pasien lain
mengalami satu atau dua episode manik atau depresif (F30-F33)

Menurut PPDGJ-III :

F25.0 Gangguan skizoafektif tipe manic

Pedoman Diagnostik

 Kategori ini digunakan baik untuk episode skizoafektif tipe manic yang tunggal maupun
untuk gangguan berulang dengan sebagian besar episode skizoafektif tipe manic.
 Afek harus meningkat secara menonjol atau ada peningkatan afek yang tak
begitu menonjol dikombinasi dengan iritabilitas atau kegelisahan yang
memuncak.
 Dalam episode yang sama harus jelas ada sedikitnya satu, atau lebih baik lagi dua,
gejala skizofrenia yang khas (sebagaimana ditetapkan untuk skizofrenia, F20.-pedoman
diagnostic (a) sampai (d).
F 25.1 Skizoafektif tipe depresif

Pedoman diagnostik

⚫ Kategori ini harus dipakai baik untuk episode skizoafektif tipe depresif yang tunggal, dan
untuk gangguan berulang dimana sebagian besar di dominasi oleh skizoafektif tipe
depresif.

⚫ Afek depresif harus menonjol, disertai oleh sedikitnya 2 gejala khas, baik depresif
maupun kelainan prilaku terkait seperti tercantum dalam uraian untuk episode depresif
(F 32)

14
⚫ Dalam episode yang sama harus jelas ada sedikitnya satu, atau lebih baik lagi
dua, gejala skizofrenia yang khas (sebagaimana ditetapkan untuk skizofrenia,
F20.-pedoman diagnostic (a) sampai (d).

F25.2 Gangguan Skizoafektif Tipe Campuran

Gangguan dengan gejala-gejala skizofrenia (F20.-) berada secara bersama-


sama dengan gejala-gejala afektif bipolar campuran (F31.6)
F25.8 Gangguan Skizoafektif Lainnya F25.9

Gangguan Skizoafektif YTT 1.1.8

DIAGNOSIS BANDING

Pada setiap diagnosis banding gangguan psikotik, pemeriksaan medis


lengkap harus dilakukan untuk menyingkirkan penyebab organik. semua
kondisi yang dituliskan di dalam diagnosis banding skizofrenia dan gangguan
mood perlu dipertimbangkan. Pasien yang diobati dengan steroid,
penyalahgunaan amfetamin dan phencyclidine (PCP), dan beberapa pasien
dengan epilepsi lobus temporalis secara khusus kemungkinan datang dengan
gejala skizofrenik dan gangguan mood yang bersama-sama. Setiap
kecurigaan terhadap kelainan neurologis perlu didukung dengan pemeriksaan
pemindaian (CT Scan) otak untuk menyingkirkan kelainan anatomis dan
elektroensefalogram untuk memastikan setiap gangguan yang mungkin.
Diagnosis banding psikiatrik juga termasuk semua kemungkinan yang
dipertimbangkan untuk skizofrenia dan gangguan mood. Di dalam praktik
klinis, psikosis padasaat datang mungkin mengganggu deteksi gejala
gangguan mood pada masa tersebut atau masalalu. Dengan demikian, klinisi
boleh menunda diagnosis psikiatrik akhir sampai gejala psikosis yang paling
akut telah terkendali.

1.1.9 PROGNOSIS

Sebagai suatu kelompok, pasien dengan gangguan skizoafektif mempunyai


prognosis di pertengahan antara prognosis pasien dengan skizofrenia dan pasien
dengan gangguan mood.
Sebagai suatu kelompok, pasien dengan gangguan skizoafektif mempunyai
prognosis yang jauh lebih buruk dibandingkan pasien dengan gangguan depresif,
memiliki prognosis yang lebih buruk dari pasien dengan gangguan bipolar, dan
memiliki prognosis yang lebih baik daripada pasien dengan skizofrenia. Generalitas
tersebut telah didukung oleh beberapa penelitian yang mngikuti pasien selama dua
sampai lima tahun setelah episode yang ditunjuk dan yang menilai fungsi sosial dan

15
pekerjaan, dan juga perjalanan gangguan itu sendiri.
Data menunjukkan bahwa pasien dengan gangguan skizoafektif, tipe bipolar,
mempunyai prognosis yang mirip dengan pasien dengan gangguan bipolar I dan bahwa
pasien dengan gangguan pramorbid yang buruk; onset yang perlahan-perlahan; tidak
ada factor pencetus; menonjolnya gejala psikotik, khususnya gejala deficit atau gejala
negative; onset yang awal; perjalanan yang tidak mengalami remisi; dan riwayat
keluarga adanya skizofrenia. Lawan dari masing-masing karakteristik tersebut
mengarah pada hasil akhir yang baik. Adanya atau tidak adanya gejala urutan pertama
dari Scheneider tampaknya tidak meramalkan perjalanan penyakit.

1.1.10PENATALAKSANAAN

Modalitas terapi yang utama untuk gangguan skizoafektif adalah


perawatan di rumah sakit, medikasi, dan intervensi psikososial.

• Terapi kognitif (Cognitive Behavioral Therapy) dengan


megembangkan cara berpikir alternatid, fleksibel, dan positif serta
melatih kembalirespon kognitif dan pikiran yang baru.
• Psikoedukasi terhadap pasien jika kondisi sudah membaik:
- Pengenalan terhadap penyakit, manfaat pengobatan, cara
pengobotan, efek samping pengobatan.
- Memotivasi pasien agar minum obat secara teratur dan rajin
kontrol setelah pulang dari perawatan.
- Menggali kemampuan pasien yang bisa dikembangkan.

A. Pengobatan Psikososial
Pasien dapat terbantu dengan kombinasi terapi keluarga, latihan
keterampilan sosial, dan rehabilitasi kognitif. Oleh karena bidang psikiatri
sulit memutuskan diagnosis dan prognosis gangguan skizoafektif yang
sebenarnya, ketidakpastian tersebut harus dijelaskan kepada pasien.
Kisaran gejala mungkin sangat luas, karena pasien mengalamaikeadaan
psikosis dan variasi kondisi mood yang terus berlangsung. Anggota
keluarga dapat mengalami kesulitan untuk menghadapi perubahan sifat
dan kebutuhan pasien tersebut. 1

B. Pengobatan Farmakoterapi

2.1.1.1 Antipsikotik
Obat antipsikotik mampu mengurangi gejala psikotik dalam berbagai
kondisi, termasuk skizofrenia. Obat ini juga mampu memperbaiki mood dan
mengurangi kecemasan dan gangguan tidur, tapi bukan pengobatan pilihan saat
gejala ini merupakan gangguan utama pada pasien nonpsikotik. Neuroleptik
adalah subtipe obat antipsikotik yang menghasilkan insidensi ekstrapiramidal efek
samping (EPS) yang tinggi pada dosis efektif secara klinis, atau katalepsi pada
hewan laboratorium (Katzung & Trevor et al, 2013). Dibandingkan dengan FGA,
16
SGA dikaitkan dengan risiko efek samping motorik yang lebih rendah (tremor,
kekakuan, kegelisahan, dan dyskinesia) (Kelly et al, 2016). Obat antipsikotik
"atipikal" sekarang adalah jenis obat antipsikotik yang paling banyak digunakan
(Katzung & Trevor et al, 2013).
Tabel II.2.Obat-obat Antipsikotik berdasar golongan/kelas dan dosisnya
Range Dosis
Dosis Awal
Nama Generik Merk Dagang umum
(mg/hari) (mg/hari)
Antipsikotik Generasi Pertama
Klorpromazin Thorazine 50-150 300–1000
Flufenazin Prolixin 5 5–20
Haloperidol Haldol 2–5 2–20
Loxapine Loxitane 20 50–150
Loxapine Inhaled Adasure 10 10
Perfenazin Trilafon 4–24 16–64
Tioridazin Mellaril 50–150 100–800
Thiotiksen Navane 4–10 4–50
Trifluoperazin Srelazine 2–5 5–40
Antipsikotik Generasi Kedua
Aripiprazol Abilify 5–15 15–30
Asenapin Saphris 5 10–20
Klozapin Klozaril 25 100–800
Iloperidon Fanapt 1–2 6–24
Lurasidon Latuda 20–40 40–120
Olanzapin Zyprexa 5–10 10–20
Paliperidon Invega 3–6 3–12
Quetiapin Seroquel 50 300–800
Risperidon Risperdal 1–2 2–8
Ziprasidon Geodon 40 80–160

2.2.4.2.1 Haloperidol
Haloperidol merupakan antipsikotik untuk pengobatan jangka lama pada
gangguan psikotik seperti skzofrenia, psikosis karena kerusakan otak organic atau
defisiensi mental, fase manic dari manic depresif. Pengobatan jangka pendek
untuk alkoholismus akut untuk meringankan delusi, halusinasi, dan kebingungan,
dan untuk mengendalikan perilaku agresif yang menyertai (BPOM, 2017).

17
2.2.4.2.2 Perfenazin
Perphenazine adalah fenotiazet potensial sedang. Obat ini memiliki waktu
paruh sekitar 9-12 jam. metabolisme perphenazine dimoderasi melalui CYP2D6
(Marcsisin, 2017). Obat ini digunakan untuk skzofrenia dan psikosis lain, mania,
penggunaan jangka pendek sebagai tambahan untuk ansietas berat, agitasi
psikomotor, eksitasi, dan perilaku kekerasan atau impulsif berbahaya (BPOM,
2017).
2.2.4.2.3 Aripiprazole
Aripiprazole, turunan kuinolon, memiliki farmakologi unik yang
mencakup aktivitas agonis parsial pada reseptor D2 dan 5HT1a selain aktivitas
antagonis pada reseptor 5HT2a. Agonisme parsial D2 menghasilkan tingkat EPS
yang lebih rendah dan dapat membantu meredakan hiperprolaktinemia yang
disebabkan oleh agen lain dengan antagonisme D2 yang lebih manjur, seperti
risperidone atau haloperidol (Marcsisin, 2017). Aripiprazole digunakan untuk
terapi akut untuk skizofrenia pada dewasa dan remaja (MIMS, 2017). Terapi
tambahan pada gangguan depresi mayor, iritabilitas akibat gangguan autism,
agitasi akibat skizofrenia atau gangguan bipolar (BPOM, 2017).
2.2.4.2.4 Asenapin
Struktur kimia asenapine sangat mirip dengan mirtazapine antidepresan
tetrasiklin. Kedua agen tersebut memiliki antagonisme alpha2, 5HT2A, 5HT2C
dan H1. Namun, asenapine memiliki antagonisme D2 tambahan serta aktivitas
pada subtipe reseptor serotonin lainnya, termasuk agonis parsial 5HT1A dan
antagonisme 5HT7. Asenapine dimetabolisme dengan glukuronidasi melalui
UGT1A4 dan CYP1A2. Penghambat CYP1A2 yang kuat, seperti fluvoxamine
dan ciprofloxacin, dapat meningkatkan kadar serum asenapine, meningkatkan
risiko efek samping konsentrasi-dependen (Marcsisin, 2017). Asenapin juga
digunakan untuk pengobatan episode manik pada kelainan bipolar (BPOM, 2017).
2.2.4.2.5 Klozapin
Klozapin, trisiklik dibenzodiazepin, adalah agen prototipikal yang
mengalihkan fokus pengembangan antipsikotik ke agen dengan afinitas 5HT2A
lebih tinggi dibandingkan D2. Obat ini memiliki farmakologi unik dan kompleks
yang terdiri dari aktivitas afinitas dan antagonis yang tinggi pada aktivitas
5HT2A, 5HT2C, 5HT3, 5HT7, H1, α1A, 2A, m1,3, D1- 5, dan agonis pada

18
m4.Antipsikotik ini digunakan pada skizofrenia yang tidak respon atau intoleran
dengan obat antipsikotik konvensional (BPOM, 2017).
2.2.4.2.6 Olanzapin
Digunakan untuk skizofrenia, terapi akut dan terapi pemeliharaan serta
psikosis lain yang menunjukkan gejala positif dan gejala negative (MIMS, 2017).
kombinasi terapi mania, mencegah kambuhnya kelainan bipolar (BPOM, 2017).
Olanzapine adalah thienobenzodiazepin yang secara struktural mirip dengan
clozapine, meskipun dengan antagonisme D2 dan 5HT2a yang lebih manjur. Ini
juga memiliki afinitas tinggi untuk reseptor 5HT2c, H1, dan α1 dan afinitas
sedang untuk reseptor m1-5 dan 5HT3 (Marcsisin, 2017).
2.2.4.2.7 Risperidon
Risperidone, turunan benzisoksazol, adalah SGA oral lini pertama awal
yang tersedia secara umum. Ini memiliki afinitas pengikatan yang tinggi terhadap
reseptor serotonin 2A (5-HT2A) dan D2 dan berikatan dengan reseptor α1 dan α2,
dengan blokade reseptor kolinergik yang sangat kecil (Kelly et al, 2016).
Paliperidone, atau 9 - hydroxyrisperidone, adalah metabolit aktif risperidone, yang
dibentuk oleh metabolisme oksidatif melalui CYP2D6. Antagonisme D2
tambahan pada risperidone dosis tinggi menghasilkan profil farmakologis yang
lebih mirip dengan FGA dan kecenderungan EPS yang lebih tinggi. Risperidone
dan paliperidone memiliki risiko tertinggi hiperprolaktinemia SGA, karena
blokade D2 yang luas pada jalur dopamin tuberoinfundibular (Marcsisin, 2017).
Obat ini digunakan untuk skizofrenia akut dan kronik serta psikosis dengan gejala
halusinasi, menarik diri (MIMS, 2017).
2.2.4.2.8 Quetiapin
Quetiapin adalah turunan dibenzothiazepine yang berhubungan secara
struktural dengan klozapin. Quetiapine memiliki blokade D2 terendah dari SGA,
yang memberikan risiko EPS dan hiperprolaktinemia rendah. Resiko EPS yang
rendah membuat quetiapine sangat berguna pada subset pasien dengan penyakit
Parkinson atau demensia Lewy yang membutuhkan pengobatan dengan
antipsikotik (Kelly et al, 2016). Quetiapine mungkin bermanfaat untuk kecemasan
dan depresi (Marcsisin, 2017). Hasil blokade H1 dan α1 yang tinggi menyebabkan
tingginya angka sedasi, pusing, dan ortostasis yang diamati dengan quetiapine.
Metabolit aktif quetiapine, norquetiapine, memiliki beberapa aktivitas

19
farmakologis yang berbeda dari pada senyawa induknya termasuk penghambatan
pada transporter norepinephrine (NET), reseptor 5HT2c, 5HT7, dan α2A, selain
agonis 4HT1a parsial .
2.1.1.1 Penstabil Mood (mood stabilizer)
Semua obat penstabil mood yang disetujui saat ini telah menunjukkan
kemanjuran. Lithium adalah agen pertama yang terbukti berguna dalam
pengobatan fase manik dari gangguan bipolar yang juga bukan obat antipsikotik.
Lithium terus digunakan untuk penyakit fase akut dan juga untuk pencegahan
episode manik dan depresif berulang. Sekelompok obat penstabil mood yang juga
agen antikonvulsan telah menjadi lebih banyak digunakan daripada lithium. Ini
termasuk asam valproatdan karbamazepin untuk pengobatan mania akut dan
untuk mencegah kekambuhannya. Lamotrigin disetujui untuk mencegah
kekambuhan.
Tabel II.5. Dosis dan pemakaian klinik mood stabilizer
Dosis pada gangguan
Nama Generik Dosis Pemakaian Klinik
hati atau ginjal
Garam Lithium
Lithium Monoterapi atau
Karbonat 900-2400 mg/hari sekali diturunkan dosis awal
kombinasi terapi
sehari atau 2-4 kali dalam setidaknya dari 50%
akut mania dan
Lithium Sitrat dosis terbagi untuk gangguan
terapi maintenance
ginjal
Antikonvulsan
Monoterapi atau
dosis awal 100-200 mg,
kombinasi terapi
ditingkatkan 200 mg Diturunkan dosis
akut mania atau
Karbamazepin setiap 3-4 hari hingga awal minimal
episode campuran
200-1800 mg /hari setengahnya untuk
untuk bipolar 1
dalam 2-4 dosis terbagi gangguan hati
disorder

Natrium 750-3000 mg/hari dalam


Divalproex 2 hingga 3 dosis terbagi Monoterapi atau Diturunkan dosis
untuk sediaan lepas kombinasi terapi awal menjadi
lambat. Sediaan ER akut mania setengahnya untuk
divalproex dapat gangguan hati
Asam Valproat diberikan 1x sehari.

50-400 mg/hari dalam


Monoterapi atau
dosis terbagi. Jika
kombinasi dengan
Lamotrigin ditambahkan divalproex
obat lain dalam
maka dosis diturunkan
terapi maintenance
menjadi setengahnya

20
KESIMPULAN

G a n ggu a n sk i z o a f ek t i f m er up a k an s uat u ga n ggu a n j i w a ya n g m em i l i


ki gej a l a s kiz o f r en i a da n gejala afektif yang terjadi bersamaan dan sama- sama
menonjol. Prevalensi gangguan telah dilaporkan lebih rendah pada laki-laki dibandingkan
para wanita, khususnya wanita yang menikah. Usia onset untuk wanita adalah lebih
lanjut daripada usia untuk laki-laki seperti juga pada skizofrenia. Teori etiologi mengenai
gangguan skizoafektif mencakup kausa genetik dan lingkungan.
Tanda dan gejala klinis gangguan skizoafektif adalah termasuk semua tanda dan
gejala skizofrenia,episode manik, dan gangguan depresif. Diagnosis gangguan skizoafektif
hanya dibuat apabila gejala-gejala definitif adanya skizofrenia dan gangguan afektif
bersama-sama menonjol pada saat yang bersamaan, atau dalam beberapa hari sesudah
yang lain , dalam episode yang sama. Sebagian diantara pasien gangguan skizoafektif
mengalami episode skizoafektif berulang, baik yang tipe m a ni k , d e pr e s i f a t au c a
mp ur a n k edu a n ya . T e r a pi d i l aku k an d e n ga n m e l i b a t k an k e l u a r ga , p e n
gem b an ga n sk i l l s osi a l d an b e r fo k us p ad a r e h a bili t asi k o gnit i f .
P a da f ar m ak ot e ra pi , di gu n ak a n kom bi na s i an t i ps i k oti k d en ga n an t
i d e p r es an b i l a m eme n uh i k r i t e r i a di a gn os t i k gangguan skizoafektif tipe
depresif. Sedangkan apabila gangguan skizoafektif tipe manik terapi kombinasi yang
diberikan adalah antara anti psokotik dengan mood stabilizer. Prognosis bisa
diperkirakan dengan melihat seberapa jauh menonjolnya gejala skizofrenianya , atau gejala
gangguan afektifnya. Semakin menonjol dan persisten gejala skizofrenianya maka pronosis
nya buruk. Dan sebaliknya semakin persisten gejala gangguan afektifnya, prognosis
diperkirakan akan lebih baik.

21
DAFTAR PUSTAKA

1. Maslim, R. 2001. Diagnosis Gangguan Jiwa : Rujukan Ringkas dari PPDGJ-III.


Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya : Jakarta
2. Sadock BJ, Kaplan HI, Grebb JA. Kaplan & Sadock’s Synopsis of Psychiatri.
9th ed. Philadelpia: Lippincott William & Wilkins. 2003
3. Kusumawati, F., & Hartono, Y. (2010). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Salemba
Medika: Jakarta.
4. Rahmayanti, Nur. Y. (2010). Pengaruh Guided Imagery Terhadap Tingkat
Kecemasan Pada Pasien Skizoafektif Di RSJD Surakarta. Skripsi. Surakarta:
Universitas Muhammadiyah Surakarta.
5. Syarkoni. (2011). Skizofrenia Paranoid. Diakses tanggal 10 Desember 2011.
http://ruangpsikologi.com/gangguan-kepribadian-paranoid
6. Nasir, Abdul. (2011). Dasar-Dasar Keperawatan Jiwa Pengantar dan Teori.
Salemba Medika: Jakarta.
7. Pramudya. (2011). Self Hypnotheraphy. Diakses tanggal 30 November 2011.
http://virtualwebsite.org/artikel-dan-tutorial/kesehatan/ Rahmayanti, Nur. Y.
(2010). Pengaruh Guided Imagery Terhadap T
8. Erlina. (2008). Faktor-faktor yang berperan terhadap timbulnya skizofrenia pada
pasien rawat jalan di RS Jiwa Prof. HB Saanin Padang Sumatera Barat. Skripsi.
Medan: USU.
9. Filino,D., Mohd Sofian,O.F., Maria,C.A., Charoon,M., Chairat,C. (2009).
Relationship between Mental Skill and Anxiety Interpretation in Secondary
School Hockey Athletes. European Journal of Social Sciences
10. Funda,O., Turkan,P. (2009). The Effect of Training and Progressive Relaxation
Exercise On Anxiety Level After Hysterectomy. Ataturk University School of
Nursing,Erzurum. The New Journal of Medicine 2009;26:102- 107
11. Kusumawati, F., & Hartono, Y. (2010). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Salemba
Medika: Jakarta.
12. Kustanti, E., & Widodo, A. (2008). Pengaruh Teknik Relaksasi Terhadap
Perubahan Status Mental Klien Skizofrenia Di Rumah Sakit Jiwa Daerah
Surakarta. Berita Ilmu Keperawatan ISSN 1979-2697, Vol. 1 No.3, September
2008 : 131-136
13. Marwiati. (2015). Hubungan Tingkat Kecemasan Dengan Strategi Koping Pada
Keluarga Dengan Anggota Keluarga Yang Dirawat Dengan Penyakit Jantung Di

22
RSUD Ambarawa 2015. Jurnal Kesehatan Surya Medika Yogyakarta
14. Rahmayanti, Nur. Y. (2010). Pengaruh Guided Imagery Terhadap Tingkat
Kecemasan Pada Pasien Skizoafektif Di RSJD Surakarta. Skripsi. Surakarta:
Universitas Muhammadiyah Surakarta.
15. Suprijanto. (2018). Hubungan Antara Tingkat Pendidikan Formal dan Faktor
Psikologis dengan Kinerja Penyuluh Pertanian Lapangan (Studi Kasus di
Kabupaten Banjar). Jurnal. Purwokerto: Universitas Jenderal Soedirman.

23
24
25
26
27
28

Anda mungkin juga menyukai