LAPORAN KASUS
3.2 Anamnesis
Keluhan utama: Benjolan di leher sejak ± 3 bulan yang lalu
Riwayat penyakit sekarang:
Pasien datang ke RSUD dr. Doris Sylvanus dengan keluhan benjolan di
leher sejak ± 3 bulan yang lalu disertai pendengaran menurun terutama pada
telinga kanan. Keluhan ini ia rasakan seiring dengan pembesaran benjolan di
lehernya. Pasien menjelaskan bahwa benjolan tersebut telah ada di lehernya sejak
3 bulan yang lalu dan secara progresif membesar dan diikuti dengan gejala-gejala
lain berupa sulit berbicara, sulit menelan, dan sakit kepala. Demam (-), epistaksis
berulang (+)
19
3.3 Pemeriksaan Fisik
3.3.1 Status Generalis
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis
Tanda vital :
Tensi : 134/79 mmHg
Nadi : 83 x/ menit, reguler, isi cukup, kuat angkat
Respirasi : 21 x/ menit
Suhu : 36,70C
Terdapat masa di leher kanan ukuran ± 4x8x2 cm, konsistensi keras padat, tidak
terdapat nyeri tekan, immobile, warna kulit sama dengan sekitarnya. Masa di leher
kiri ukuran + 4x6x2 cm, konsistensi keras padat, tidak terdapat nyeri tekan,
immobile, warna kulit sama dengan sekitarnya
Pemeriksaan Hidung
Bentuk luar kesan normal, rongga hidung kanan dan kiri kesan normal, konka
kanan dan kiri normal, mukosa merah muda dan licin, tidak tampak deviasi
septum atau secret mukoid, fenomena palatum molle (-)
20
Pemeriksaan Leher
Terdapat massa di regio servikal dekstra ± 4x8x2 cm di area II-III, konsistensi
keras padat, immobile, tidak terdapat nyeri tekan dan permukaan rata. Massa di
regio servikal sinistra + 4x6x2 cm di area II-III, konsistensi keras padat, immobile,
tidak terdapat nyeri tekan, permukaan rata, warna kulit sama dengan sekitar.
3. 4 Pemeriksaan Penunjang
3.4.1 Pemeriksaan Darah
Parameter Nilai Nilai Normal
HGB 11,4 L : 11,5-16,5 g/dL
RBC 4,17 L : 4,0 – 5,0 [10^6/µL]
WBC 10,83 4,0 – 11,0 [10^3/ µL]
Eosinofil 2,7 0-6 %
Basofil 0,2 0-1 %
21
Neutrofil 79,3 37-72 %
Limfosit 9,3 20-50 %
Monosit 8,5 0-14 %
HCT 32,4 L : 37-45 [%]
PLT 338 150-400 [10^3/ µL]
GDS 70 <200 mg/dL
Ureum 26 21-53 mg/dL
Creatinin 1,12 0,6-1,1 mg/dL
Otoendoskopi
CT Scan
22
Kesan:
Massa nasofaring bilateral terutama kanan, torus tubarius, fossa
rosenmuller dan tuba eustachii bilateral terobliterasi, meluas ke
retropharyngeal bilateral, menginvasi masticator space dextra, carotid
space bilateral pada sinus sphenoidalis dextra sehingga menyempitkan
kolum udara pada nasofaring malignancy
Multiple nodul pembesaran KGB coli bilateral, metastase pada KGB
Mastoiditis kronis dextra
Tidak tampak invasi massa ke intrakranial
Audiometri
23
D/ tuli konduktif sedang-berat (65 dB)
S/ tuli konduktif ringan (40 dB)
3.7 Prognosis
Dubia
24
Tanggal 27 Januari 2020
S O A P
Keluhan : badan KU : TSS, CM Susp. Karsinoma Advis
lemas, nyeri TTV : Nasofaring dan Inf. D5 : RL
kepala (+), TD : 120/80 limfadenopati (1:1) 20 tpm
penurunan mmHg, N : 80x/m, cervical bilateral Inj.Cefotaxime
pendengaran(+), RR : 18x/m, t : 1 gr/ 12 jam
36,8o Ranitidine
Kep: CA +/+, SI 50mg/12
-/- jam/IV
Mata : dalam batas Ketorolac 30
normal mg/ 8 jam/IV
Mulut: dalam
batas normal.
Colli Dekstra:
>>KBG (+),
Massa ± 4x8x2
cm (D) dan 4x6x2
cm (S)
Tho: Simetris,
retraksi (-),
P: Ves +/+, rh-/-,
whee -/-
C: S1-S2 tunggal,
reg, m(-), g(-)
Abd: datar, supel,
BU (+) n
Eks: AH, CRT
<2”, edema (-)/(-)
Follow Up Pasien
Tanggal 28 Januari 2020
25
S O A P
Keluhan : lemas, KU : TSS, CM Susp. Karsinoma Inf. D5 : RL
nyeri kepala TTV : Nasofaring dan (1:1) 20
(+),penurunan TD : 120/80 limfadenopati tpm
pendengaran(+) mmHg, N : cervical bilateral Inj.Cefotaxime
80x/m, RR : 1 gr/ 12 jam
18x/m, t : 36,8o Ranitidine
Kep: CA +/+, SI 50mg/12
-/- jam/IV
Mata : dalam Ketorolac 30
batas normal. mg/ 8 jam/IV
Mulut: dalam
batas normal.
Colli Dekstra:
>>KBG (+),
Massa ± 4x8x2
cm (D) dan
4x6x2 cm (S)
Tho: Simetris,
retraksi (-),
P: Ves +/+, rh-/-,
whee -/-
C: S1-S2 tunggal,
reg, m(-), g(-)
Abd: datar, supel,
BU (+) n
Eks: AH, CRT
<2”, edema (-)/(-)
Follow Up Pasien
26
Tanggal 29 Januari 2020
S O A P
Keluhan : lemas(↓) KU : TSS, CM Susp. Karsinoma Inf. D5 : RL
Nyeri kepala (↓), TTV : Nasofaring dan (1:1) 20
Makan (+) TD : 120/80 limfadenopati tpm
mmHg, N : cervical bilateral Inj.Cefotaxime
80x/m, RR : 1 gr/ 12 jam
18x/m, t : 36,8o Ranitidine
Kep: CA +/+, SI 50mg/12
-/- jam/IV
Mata : dalam Ketorolac 30
batas normal. mg/ 8 jam/IV
Mulut: dalam
batas normal.
Colli Dekstra:
>>KBG (+),
Massa ± 4x8x2
cm (D) dan
4x6x2 cm (S)
Tho: Simetris,
retraksi (-),
P: Ves +/+, rh-/-,
whee -/-
C: S1-S2 tunggal,
reg, m(-), g(-)
Abd: datar, supel,
BU (+) n
Eks: AH, CRT
<2”, edema (-)/(-)
Follow Up Pasien
27
Tanggal 30 Januari 2020
S O A P
Keluhan : Nyeri KU : TSS, CM Susp. Karsinoma Rencana
kepala (↓), TTV : Nasofaring dan Biopsi(31/01/20
lemas (-), Makan TD : 120/80 limfadenopati 20) di poli THT.
(+) mmHg, N : cervical bilateral Inf. D5 : RL
80x/m, RR : (1:1) 20 tpm
18x/m, t : 36,8o Inj.Cefotaxime
Kep: CA +/+, SI 1 gr/ 12 jam
-/- Ranitidine
Mata : dalam 50mg/12 jam/IV
batas normal. Ketorolac 30
Mulut: dalam mg/ 8 jam/IV
batas normal.
Colli Dekstra:
>>KBG (+),
Massa ± 4x8x2
cm (D) dan
4x6x2 cm (S)
Tho: Simetris,
retraksi (-),
P: Ves +/+, rh-/-,
whee -/-
C: S1-S2 tunggal,
reg, m(-), g(-)
Abd: datar, supel,
BU (+) n
Eks: AH, CRT
<2”, edema (-)/(-)
Follow Up Pasien
28
Tanggal 31 Januari 2020
S O A P
Keluhan : Nyeri KU : TSS, CM Post biopsi Advis
kepala (-), lemas (-) TTV : Tumor Pasien
TD : 120/80 Nasofaring (susp. dilakukan
mmHg, N : KNF) dan tindakan biopsi
80x/m, RR : limfadenopati yang dilakukan
18x/m, t : 36,8o cervical dekstra di poli THT.
Kep: CA +/+, SI Sampel yang
-/- didapatkan
Mata : dalam dikirimkan ke
batas normal bagian PA.
Mulut: dalam Inj.Cefotaxime
batas normal. 1 gr/ 12 jam
Colli Dekstra: As.traneksamat
>>KBG (+), 500/ 8 jam/ IV
Massa ± 4x8x2 Ranitidine
cm (D) dan 50mg/12
4x6x2 cm (S) jam/IV
Tho: Simetris, Ketorolac 30
retraksi (-), mg/ 8 jam/IV
P: Ves +/+, rh-/-,
Pasien
whee -/-
dilakukan
C: S1-S2 tunggal,
pemasangan
reg, m(-), g(-)
tampon
Abd: datar, supel,
anterior cavum
BU (+) n
nasi dekstra
Eks: AH, CRT
<2”, edema (-)/(-)
Follow Up Pasien
29
Tanggal 1 Februari 2020
S O A P
Post tindakan biopsi KU : TSS, CM Post biopsi Advis
H1 dan pasien TTV : Tumor Tampon anterior
persiapan pulang TD : 110/70 Nasofaring hidung dilepas
Keluhan : mmHg, N : (susp. KNF) dan Obat-obatan
Nyeri kepala sedikit 89x/m, RR : limfadenopati pulang :
berkurang (+) 20x/m, t : 36,8o cervical dekstra Methylprednisolone
Keluar darah dari Kep: CA +/+, SI 4 mg 2x1 tab
hidung dan mulut -/- Asam traneksamat
(-), hidung Mata : dalam 500mg 3x1 tab
tersumbat (-) batas normal Asam mefenamat
Mulut: dalam 500mg 3x1 tab
batas normal. Ciprofloxacin
Colli Dekstra: 500mg 2x1 tab
>>KBG (+), Menunggu hasil
Massa ± 4x8x2 PA
cm (D) dan
4x6x2 cm (S)
Tho: Simetris,
retraksi (-),
P: Ves +/+, rh-/-,
whee -/-
C: S1-S2
tunggal, reg,
m(-), g(-)
Abd: datar, supel,
BU (+) n
Eks: AH, CRT
<2”, edema
(-)/(-)
BAB IV
PEMBAHASAN
30
Dilaporkan kasus pasien Ny. R, 42 tahun, perempuan dengan keluhan
muncul benjolan dileher sejak ± 3 bulan SMRS. Keluhan diserta penurunan
pendengaran terutama di telinga sebelah kanan. Keluhan ini ia rasakan seiring
dengan pembesaran benjolan di lehernya. Pasien menjelaskan bahwa benjolan
tersebut telah ada di lehernya sejak 3 bulan yang lalu dan secara progresif
membesar. Perkembangan benjolan tersebut sangat cepat dan diikuti dengan
gejala-gejala lain berupa sulit berbicara, sulit menelan, pilek dengan lendir yang
sering bercampur darah dalam jumlah sedikit dan sakit kepala. Disfagia tersebut
membuat pasien mengurangi asupan makannya. Gejala sakit kepala pasien
rasakan sangat menganggu, sehingga pasien sering terbangun dari tidurnya.
Pasien didiagnosis dengan susp. karsinoma nasofaring karena sesuai dengan teori
dimana terdapat gejala dini / setempat (gejala-gejala yang dapat timbul di waktu
tumor masih tumbuh dalam batas-batas nasofaring) dan gejala lanjutan
pertumbuhan tumor. Ingus yang bercampur dengan darah merupakan gejala dini
di hidung dan penurunan pendengaran adalah gejala dini pada telinga. Sedangkan
sakit kepala yang sering dialami pasien adalah gejala kranial (terjadi bila tumor
sudah meluas ke otak dan mencapai saraf-saraf kranialis) yang termasuk gejala
lanjut pada tumor nasofaring.
Pada pemeriksaan fisik, didapatkan massa terletak pada leher kiri dan
kanan area II-III dengan ukuran benjolan kanan ± 4x8x2 cm dan kiri + 4x6x2 cm
konsistensi padat, immobile, tidak terdapat nyeri tekan, permukaan rata dan warna
kulit sesuai dengan warna kulit disekitarnya. Pada pemeriksaan endoskopi
ditemukan massa berbenjol-benjol di nasofaring, hiperemis, menutupi tuba
eustachii dan fossa rosenmuller. Dari pemeriksaan telinga kanan didapatkan
membrane timpani intak warna kekuningan, pantulan cahaya memendek dan
telinga kiri membran timpani intak warna keabuan, pantulan cahaya memendek.
Hal ini sesuai dengan teori dimana pada tumor nasofaring ditemukan benjolan
pada leher (lateral) dengan berbagai ukuran, biasanya berada di level II-III dengan
permukaan rata, terfiksir dan tidak nyeri tekan. Kemudian pada nasofaring tampak
massa di dinding nasofaring berwarna kemerahan, mulai masuk ke koana dengan
31
permukaan tidak rata yang tampak dengan pemeriksaan rinoskopi posterior dan
nasoendoskopi.
Berkurangnya pendengaran pada penderita dapat disebabkan karena massa
di nasofaring menekan tuba eustachii yang menyebabkan terjadinya tekanan
negatif di telinga tengah sehingga menyebabkan gangguan konduksi dimana hal
ini sesuai dengan hasil pemeriksaan audiometri pada pasien yakni tuli konduktif.
Kesulitan menelan dan bicara pada pasien bisa disebabkan masa tumor yang
menghalangi bolus untuk masuk ke faring atau terjadi penyebaran tumor hingga
mengenai N. IX dan X sehingga muncul gejala tersebut.
BAB V
KESIMPULAN
32
Dilaporkan kasus pasien Ny. R, 42 tahun, perempuan dengan keluhan
muncul benjolan dileher sejak ± 3 bulan SMRS. Keluhan diserta penurunan
pendengaran terutama di telinga sebelah kanan. Keluhan ini ia rasakan seiring
dengan pembesaran benjolan di lehernya. Perkembangan benjolan tersebut sangat
cepat dan diikuti dengan gejala-gejala lain berupa sulit berbicara, sulit menelan,
pilek dengan lendir yang sering bercampur darah dalam jumlah sedikit dan sakit
kepala. Pada pemeriksaan fisik didapatkan masa di daerah coli dekstra et sinistra
yang membesar dengan ukuran + 4x8x2 cm dan 4x6x2 cm, immobile, keras dan
tanpa nyeri tekan. Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang yang
sesuai dengan teori, pasien ini di diagnosis dengan susp. karsinoma nasofaring.
Sebagai diagnosis pasti diperlukan biopsi jaringan sehingga penatalaksanaan
pada pasien juga tergantung pada hasil biopsi yang dilakukan.
DAFTAR PUSTAKA
33
1. Herdini C, Maulida R, Indrasari SR, Hariwiyanto B. Pola serologi IgA
(EBNA-1+ VCA-p18) pada penderita karsinoma nasofarings yang mendapat
terapi fotodinamik (PDT). Dalam: Kumpulan naskah ilmiah KONAS XVI
PERHATI-KL. Medan. 2013; hal. 339-40.
2. Kadir A, Soewito MY, Savitri E, Bahar B. Respon antibodi IgA (VCA-p18
+ EBNA 1) terhadap Epstein-Barr Virus (EBV) pada keluarga penderita
kanker nasofaring di Makassar. Dalam: Kumpulan naskah ilmiah KONAS
XVI PERHATI-KL. Medan. 2013; hal. 380-1.
3. Kentjono WA. The recent developments of nasopharyngeal carcinoma
management. Dalam: Kumpulan naskah ilmiah KONAS XVI PERHATI-
KL. Medan. 2013; hal. 41-2.
4. Indrasari SR, Amalia N, Herdini C, Tan IB. Pengukuran kualitas hidup
penderita karsinoma nasofarings yang mendapat terapi fotodinamik (PDT).
Dalam: Kumpulan naskah ilmiah KONAS XVI PERHATI-KL. Medan.
2013; hal. 270.
5. Hariwiyanto B, Yusuf N, Herdini C, Indrasari SR. Angka harapan hidup 5
tahun penderita karsinoma nasofarings yang mendapat terapi fotodinamik
(PDT) di RS DR.Sardjito. Dalam: Kumpulan naskah ilmiah KONAS XVI
PERHATI-KL. Medan. 2013; hal. 96.
6. Soepardi EA. Telinga hidung tenggorok kepala dan leher. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI; 2007.
7. Asroel HA. Penatalaksanaan radioterapi pada karsinoma nasofaring.
Available: 10 Januari 2013.
8. Chong VFH. Neoplasm of the nasopharynx. In: Hermans R. Head and neck
cancer imaging. Springer. 2006; p.143-62.
9. Lalwani AK. Chapter 22 benign and malignant lesions of the oral cavity,
oropharynx and nasopharynx. In: Current diagnosis and treatment
otolaryngology.The McGraw-Hill Companies. 2007; p.22.1-16.
10. Bailey BJ, Johnson JT, Newlands SD. Chapter 117 nasopharyngeal cancer
in head & neck surgery - otolaryngology, 4th edition. William Lipincot.
2006; p.1657-71.
34
11. Probst R, Grevers G, Iro H. Anatomy, physiology and immunology of the
pharynx and esophagus. In: Basic otorhinolaryngology. Thieme. 2006; p.
98-103.
12. Yokochi, Rohen, Decrof. Color atlas of anatomy 4th edition. Thieme. 2005;
p. 140.
13. Bull TR. The pharynx and larynx In Color atlas of ENT diagnosis. Thieme.
2003; p. 166-235.
14. Dhilon RS, East CA. Neoplasia of the nasopharynx In Ear and nose and
throat and head and neck surgery, an illustrated colour text. Churcil
Livingstone. 1999; p.108-9.
15. Roezin A, Syafril A. Karsinoma nasofaring. Dalam: Efiaty A. Soepardi
(Ed.). Buku ajar ilmu penyakit telinga hidung tenggorok. Edisi kelima.
Jakarta: FKUI; 2001. Hal.146-50.
16. Tan L, Loh T. Chapter 99 Benign and malignant tumors of the nasopharynx
In. Flint PW, Haughey BH, Lund VJ. Cummings otolaryngology head and
neck surgery 5th ed. Mosby Elsevier. 2010; p.1348-61.
17. Pasha R, Yoo GH, Jacobs JR. Chapter 5 head and neck cancer. In:
Otolarnygology head and neck surgery a clinical reference guide. Thomson
Learning. 2000; p. 259-60.
18. Prasetyo A, Hariwiyanto B, Sastrowijoto S. The risk factors profile of
nasopharyngeal cancer the differences of gender and age status. Dalam:
Kumpulan naskah ilmiah KONAS XVI PERHATI-KL. Medan. 2013; Hal.
345-56.
19. Sari TWD. Karsinoma nasofaring. Pontianak: Bagian Telinga Hidung dan
Tenggorok Fakultas Kedokteran Universitas Tanjungpura; 2014.
20. Soehartono, , Kentjono WA. Hubungan ekspresi latent membrane protein-1
dan peningkatan ekspresi epidermal growth factor receptor karsinoma
nasofaring jenis undifferentiated. Vol.XXXVII. No.3. 2007; Hal. 1-4.
35