Anda di halaman 1dari 17

BAB III

LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasien


Nama pasien : Ny. R
Umur : 42 tahun
Tanggal Lahir : 13/06/1977
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Jl. Mahir mahar
Tanggal Pemeriksaan : 17 Januari 2020

3.2 Anamnesis
 Keluhan utama: Benjolan di leher sejak ± 3 bulan yang lalu
 Riwayat penyakit sekarang:
Pasien datang ke RSUD dr. Doris Sylvanus dengan keluhan benjolan di
leher sejak ± 3 bulan yang lalu disertai pendengaran menurun terutama pada
telinga kanan. Keluhan ini ia rasakan seiring dengan pembesaran benjolan di
lehernya. Pasien menjelaskan bahwa benjolan tersebut telah ada di lehernya sejak
3 bulan yang lalu dan secara progresif membesar dan diikuti dengan gejala-gejala
lain berupa sulit berbicara, sulit menelan, dan sakit kepala. Demam (-), epistaksis
berulang (+)

 Riwayat penyakit dahulu:


Riwayat radang tenggorok sebelumnya tidak ada. Riwayat DM, hipertensi,
serta asma disangkal oleh pasien.
 Riwayat penyakit keluarga/sosial: Keluarga pasien tidak ada yang
mengalami keluhan yang sama sebelumnya
 Riwayat alergi:
Pasien mengaku tidak memiliki riwayat alergi makanan maupun obat-
obatan.

19
3.3 Pemeriksaan Fisik
3.3.1 Status Generalis
 Keadaan umum : Baik
 Kesadaran : Compos mentis
 Tanda vital :
 Tensi : 134/79 mmHg
 Nadi : 83 x/ menit, reguler, isi cukup, kuat angkat
 Respirasi : 21 x/ menit
 Suhu : 36,70C
Terdapat masa di leher kanan ukuran ± 4x8x2 cm, konsistensi keras padat, tidak
terdapat nyeri tekan, immobile, warna kulit sama dengan sekitarnya. Masa di leher
kiri ukuran + 4x6x2 cm, konsistensi keras padat, tidak terdapat nyeri tekan,
immobile, warna kulit sama dengan sekitarnya

3.3.2 Status Lokalis


Pemeriksaan Telinga
Kedua daun telinga kesan normal, liang telinga tidak tampak sumbatan serumen,
membrane timpani intak, pantulan cahaya kesan memendek pada telinga kanan
dan telinga kiri.

Pemeriksaan Hidung
Bentuk luar kesan normal, rongga hidung kanan dan kiri kesan normal, konka
kanan dan kiri normal, mukosa merah muda dan licin, tidak tampak deviasi
septum atau secret mukoid, fenomena palatum molle (-)

Pemeriksaan Mulut dan Tenggorokan


Tonsil T1-T1, tenang. Uvula tampak tenang, tidak terdeviasi dan tidak edema.
Reflex muntah (+)

20
Pemeriksaan Leher
Terdapat massa di regio servikal dekstra ± 4x8x2 cm di area II-III, konsistensi
keras padat, immobile, tidak terdapat nyeri tekan dan permukaan rata. Massa di
regio servikal sinistra + 4x6x2 cm di area II-III, konsistensi keras padat, immobile,
tidak terdapat nyeri tekan, permukaan rata, warna kulit sama dengan sekitar.

Kelenjar getah bening tampak pembesaran pada submandibular dekstra (area I)


dan coli sinistra (area V), mobile, ada nyeri pada perabaan, warna kulit sama
dengan sekitar.

3. 4 Pemeriksaan Penunjang
3.4.1 Pemeriksaan Darah
Parameter Nilai Nilai Normal
HGB 11,4 L : 11,5-16,5 g/dL
RBC 4,17 L : 4,0 – 5,0 [10^6/µL]
WBC 10,83 4,0 – 11,0 [10^3/ µL]
Eosinofil 2,7 0-6 %
Basofil 0,2 0-1 %

21
Neutrofil 79,3 37-72 %
Limfosit 9,3 20-50 %
Monosit 8,5 0-14 %
HCT 32,4 L : 37-45 [%]
PLT 338 150-400 [10^3/ µL]
GDS 70 <200 mg/dL
Ureum 26 21-53 mg/dL
Creatinin 1,12 0,6-1,1 mg/dL

Otoendoskopi

Kanan: membrane timpani intak warna kekuningan, pantulan cahaya memendek


Kiri: membrane timpani intak warna keabuan, pantulan cahaya memendek

Tampak massa berbenjol-benjol di nasofaring, hiperemis, menutupi tuba eustachii


dan fossa rosenmuller

CT Scan

22
Kesan:
 Massa nasofaring bilateral terutama kanan, torus tubarius, fossa
rosenmuller dan tuba eustachii bilateral terobliterasi, meluas ke
retropharyngeal bilateral, menginvasi masticator space dextra, carotid
space bilateral pada sinus sphenoidalis dextra sehingga menyempitkan
kolum udara pada nasofaring  malignancy
 Multiple nodul pembesaran KGB coli bilateral, metastase pada KGB
 Mastoiditis kronis dextra
 Tidak tampak invasi massa ke intrakranial
Audiometri

Kesan: Tuli konduktif bilateral

23
D/ tuli konduktif sedang-berat (65 dB)
S/ tuli konduktif ringan (40 dB)

3.5 Diagnosis Kerja


Susp. Karsinoma Nasofaring + limfadenopati cervical bilateral

3.6 Rencana Terapi


 IVFD D5:RL1:1 20 tpm
 Inj. Cefotaxim 1gr/12 jam/IV
 Inj. Ketorolac 30 mg/8 jam/IV
 Rencana biopsi nasofaring

3.7 Prognosis
Dubia

3.8 Follow Up Pasien

24
Tanggal 27 Januari 2020
S O A P
Keluhan : badan KU : TSS, CM Susp. Karsinoma Advis
lemas, nyeri TTV : Nasofaring dan  Inf. D5 : RL
kepala (+), TD : 120/80 limfadenopati (1:1)  20 tpm
penurunan mmHg, N : 80x/m, cervical bilateral  Inj.Cefotaxime
pendengaran(+), RR : 18x/m, t : 1 gr/ 12 jam
36,8o  Ranitidine
Kep: CA +/+, SI 50mg/12
-/- jam/IV
Mata : dalam batas  Ketorolac 30
normal mg/ 8 jam/IV
Mulut: dalam
batas normal.
Colli Dekstra:
>>KBG (+),
Massa ± 4x8x2
cm (D) dan 4x6x2
cm (S)
Tho: Simetris,
retraksi (-),
P: Ves +/+, rh-/-,
whee -/-
C: S1-S2 tunggal,
reg, m(-), g(-)
Abd: datar, supel,
BU (+) n
Eks: AH, CRT
<2”, edema (-)/(-)

Follow Up Pasien
Tanggal 28 Januari 2020

25
S O A P
Keluhan : lemas, KU : TSS, CM Susp. Karsinoma  Inf. D5 : RL
nyeri kepala TTV : Nasofaring dan (1:1)  20
(+),penurunan TD : 120/80 limfadenopati tpm
pendengaran(+) mmHg, N : cervical bilateral  Inj.Cefotaxime
80x/m, RR : 1 gr/ 12 jam
18x/m, t : 36,8o  Ranitidine
Kep: CA +/+, SI 50mg/12
-/- jam/IV
Mata : dalam  Ketorolac 30
batas normal. mg/ 8 jam/IV
Mulut: dalam
batas normal.
Colli Dekstra:
>>KBG (+),
Massa ± 4x8x2
cm (D) dan
4x6x2 cm (S)
Tho: Simetris,
retraksi (-),
P: Ves +/+, rh-/-,
whee -/-
C: S1-S2 tunggal,
reg, m(-), g(-)
Abd: datar, supel,
BU (+) n
Eks: AH, CRT
<2”, edema (-)/(-)

Follow Up Pasien

26
Tanggal 29 Januari 2020
S O A P
Keluhan : lemas(↓) KU : TSS, CM Susp. Karsinoma  Inf. D5 : RL
Nyeri kepala (↓), TTV : Nasofaring dan (1:1)  20
Makan (+) TD : 120/80 limfadenopati tpm
mmHg, N : cervical bilateral  Inj.Cefotaxime
80x/m, RR : 1 gr/ 12 jam
18x/m, t : 36,8o  Ranitidine
Kep: CA +/+, SI 50mg/12
-/- jam/IV
Mata : dalam  Ketorolac 30
batas normal. mg/ 8 jam/IV
Mulut: dalam
batas normal.
Colli Dekstra:
>>KBG (+),
Massa ± 4x8x2
cm (D) dan
4x6x2 cm (S)
Tho: Simetris,
retraksi (-),
P: Ves +/+, rh-/-,
whee -/-
C: S1-S2 tunggal,
reg, m(-), g(-)
Abd: datar, supel,
BU (+) n
Eks: AH, CRT
<2”, edema (-)/(-)

Follow Up Pasien

27
Tanggal 30 Januari 2020
S O A P
Keluhan : Nyeri KU : TSS, CM Susp. Karsinoma  Rencana
kepala (↓), TTV : Nasofaring dan Biopsi(31/01/20
lemas (-), Makan TD : 120/80 limfadenopati 20) di poli THT.
(+) mmHg, N : cervical bilateral  Inf. D5 : RL
80x/m, RR : (1:1)  20 tpm
18x/m, t : 36,8o  Inj.Cefotaxime
Kep: CA +/+, SI 1 gr/ 12 jam
-/-  Ranitidine
Mata : dalam 50mg/12 jam/IV
batas normal.  Ketorolac 30
Mulut: dalam mg/ 8 jam/IV
batas normal.
Colli Dekstra:
>>KBG (+),
Massa ± 4x8x2
cm (D) dan
4x6x2 cm (S)
Tho: Simetris,
retraksi (-),
P: Ves +/+, rh-/-,
whee -/-
C: S1-S2 tunggal,
reg, m(-), g(-)
Abd: datar, supel,
BU (+) n
Eks: AH, CRT
<2”, edema (-)/(-)

Follow Up Pasien

28
Tanggal 31 Januari 2020
S O A P
Keluhan : Nyeri KU : TSS, CM Post biopsi Advis
kepala (-), lemas (-) TTV : Tumor  Pasien
TD : 120/80 Nasofaring (susp. dilakukan
mmHg, N : KNF) dan tindakan biopsi
80x/m, RR : limfadenopati yang dilakukan
18x/m, t : 36,8o cervical dekstra di poli THT.
Kep: CA +/+, SI  Sampel yang
-/- didapatkan
Mata : dalam dikirimkan ke
batas normal bagian PA.
Mulut: dalam  Inj.Cefotaxime
batas normal. 1 gr/ 12 jam
Colli Dekstra:  As.traneksamat
>>KBG (+), 500/ 8 jam/ IV
Massa ± 4x8x2  Ranitidine
cm (D) dan 50mg/12
4x6x2 cm (S) jam/IV
Tho: Simetris,  Ketorolac 30
retraksi (-), mg/ 8 jam/IV
P: Ves +/+, rh-/-,
 Pasien
whee -/-
dilakukan
C: S1-S2 tunggal,
pemasangan
reg, m(-), g(-)
tampon
Abd: datar, supel,
anterior cavum
BU (+) n
nasi dekstra
Eks: AH, CRT
<2”, edema (-)/(-)

Follow Up Pasien

29
Tanggal 1 Februari 2020
S O A P
Post tindakan biopsi KU : TSS, CM Post biopsi Advis
H1 dan pasien TTV : Tumor  Tampon anterior
persiapan pulang TD : 110/70 Nasofaring hidung dilepas
Keluhan : mmHg, N : (susp. KNF) dan  Obat-obatan
Nyeri kepala sedikit 89x/m, RR : limfadenopati pulang :
berkurang (+) 20x/m, t : 36,8o cervical dekstra Methylprednisolone
Keluar darah dari Kep: CA +/+, SI 4 mg 2x1 tab
hidung dan mulut -/- Asam traneksamat
(-), hidung Mata : dalam 500mg 3x1 tab
tersumbat (-) batas normal Asam mefenamat
Mulut: dalam 500mg 3x1 tab
batas normal. Ciprofloxacin
Colli Dekstra: 500mg 2x1 tab
>>KBG (+),  Menunggu hasil
Massa ± 4x8x2 PA
cm (D) dan
4x6x2 cm (S)
Tho: Simetris,
retraksi (-),
P: Ves +/+, rh-/-,
whee -/-
C: S1-S2
tunggal, reg,
m(-), g(-)
Abd: datar, supel,
BU (+) n
Eks: AH, CRT
<2”, edema
(-)/(-)

BAB IV
PEMBAHASAN

30
Dilaporkan kasus pasien Ny. R, 42 tahun, perempuan dengan keluhan
muncul benjolan dileher sejak ± 3 bulan SMRS. Keluhan diserta penurunan
pendengaran terutama di telinga sebelah kanan. Keluhan ini ia rasakan seiring
dengan pembesaran benjolan di lehernya. Pasien menjelaskan bahwa benjolan
tersebut telah ada di lehernya sejak 3 bulan yang lalu dan secara progresif
membesar. Perkembangan benjolan tersebut sangat cepat dan diikuti dengan
gejala-gejala lain berupa sulit berbicara, sulit menelan, pilek dengan lendir yang
sering bercampur darah dalam jumlah sedikit dan sakit kepala. Disfagia tersebut
membuat pasien mengurangi asupan makannya. Gejala sakit kepala pasien
rasakan sangat menganggu, sehingga pasien sering terbangun dari tidurnya.
Pasien didiagnosis dengan susp. karsinoma nasofaring karena sesuai dengan teori
dimana terdapat gejala dini / setempat (gejala-gejala yang dapat timbul di waktu
tumor masih tumbuh dalam batas-batas nasofaring) dan gejala lanjutan
pertumbuhan tumor. Ingus yang bercampur dengan darah merupakan gejala dini
di hidung dan penurunan pendengaran adalah gejala dini pada telinga. Sedangkan
sakit kepala yang sering dialami pasien adalah gejala kranial (terjadi bila tumor
sudah meluas ke otak dan mencapai saraf-saraf kranialis) yang termasuk gejala
lanjut pada tumor nasofaring.

Pada pemeriksaan fisik, didapatkan massa terletak pada leher kiri dan
kanan area II-III dengan ukuran benjolan kanan ± 4x8x2 cm dan kiri + 4x6x2 cm
konsistensi padat, immobile, tidak terdapat nyeri tekan, permukaan rata dan warna
kulit sesuai dengan warna kulit disekitarnya. Pada pemeriksaan endoskopi
ditemukan massa berbenjol-benjol di nasofaring, hiperemis, menutupi tuba
eustachii dan fossa rosenmuller. Dari pemeriksaan telinga kanan didapatkan
membrane timpani intak warna kekuningan, pantulan cahaya memendek dan
telinga kiri membran timpani intak warna keabuan, pantulan cahaya memendek.
Hal ini sesuai dengan teori dimana pada tumor nasofaring ditemukan benjolan
pada leher (lateral) dengan berbagai ukuran, biasanya berada di level II-III dengan
permukaan rata, terfiksir dan tidak nyeri tekan. Kemudian pada nasofaring tampak
massa di dinding nasofaring berwarna kemerahan, mulai masuk ke koana dengan

31
permukaan tidak rata yang tampak dengan pemeriksaan rinoskopi posterior dan
nasoendoskopi.
Berkurangnya pendengaran pada penderita dapat disebabkan karena massa
di nasofaring menekan tuba eustachii yang menyebabkan terjadinya tekanan
negatif di telinga tengah sehingga menyebabkan gangguan konduksi dimana hal
ini sesuai dengan hasil pemeriksaan audiometri pada pasien yakni tuli konduktif.
Kesulitan menelan dan bicara pada pasien bisa disebabkan masa tumor yang
menghalangi bolus untuk masuk ke faring atau terjadi penyebaran tumor hingga
mengenai N. IX dan X sehingga muncul gejala tersebut.

Pemeriksaan CT Scan sangat membantu untuk menentukan lokasi dan


perluasan tumor. Pada pemeriksaan CT Scan tampak massa nasofaring bilateral
terutama kanan yang menginvasi masticator space dextra, carotid space bilateral
pada sinus sphenoidalis dextra sehingga menyempitkan kolum udara pada
nasofaring.

Dalam menentukan stadium pada penyakit pasien, diperlukan pemeriksaan


tambahan untuk mengetahui besarnya tumor, serta metastase. Namun dengan
mengetahui adanya gejala yang melibatkan saraf kranial (VIII,IX,X) dapat
disimpulkan tumor primer pasien tergolong T4. Data pemeriksaan laboratorium
yang belum didapat membuat penilaian metastasis jauh, misalnya ke hati atau
paru belum bisa dipastikan serta hasil biopsy yang belum didapatkan juga belum
bisa menegakan diagnosis pasti. Berdasarkan teori diagnosis KNF (karsinoma
nasofaring) dapat ditegakkan berdasarkan hasil biopsi. Biopsi nasofaring dapat
dilakukan dengan 2 cara, yaitu dari hidung atau dari mulut. Biopsi melalui hidung
dapat dilakukan tanpa melihat jelas tumornya (blind biopsy). Sambil menunggu
hasil biopsi, pasien disarankan untuk melakukan kontrol rutin di poli THT.

BAB V
KESIMPULAN

32
Dilaporkan kasus pasien Ny. R, 42 tahun, perempuan dengan keluhan
muncul benjolan dileher sejak ± 3 bulan SMRS. Keluhan diserta penurunan
pendengaran terutama di telinga sebelah kanan. Keluhan ini ia rasakan seiring
dengan pembesaran benjolan di lehernya. Perkembangan benjolan tersebut sangat
cepat dan diikuti dengan gejala-gejala lain berupa sulit berbicara, sulit menelan,
pilek dengan lendir yang sering bercampur darah dalam jumlah sedikit dan sakit
kepala. Pada pemeriksaan fisik didapatkan masa di daerah coli dekstra et sinistra
yang membesar dengan ukuran + 4x8x2 cm dan 4x6x2 cm, immobile, keras dan
tanpa nyeri tekan. Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang yang
sesuai dengan teori, pasien ini di diagnosis dengan susp. karsinoma nasofaring.
Sebagai diagnosis pasti diperlukan biopsi jaringan sehingga penatalaksanaan
pada pasien juga tergantung pada hasil biopsi yang dilakukan.

DAFTAR PUSTAKA

33
1. Herdini C, Maulida R, Indrasari SR, Hariwiyanto B. Pola serologi IgA
(EBNA-1+ VCA-p18) pada penderita karsinoma nasofarings yang mendapat
terapi fotodinamik (PDT). Dalam: Kumpulan naskah ilmiah KONAS XVI
PERHATI-KL. Medan. 2013; hal. 339-40.
2. Kadir A, Soewito MY, Savitri E, Bahar B. Respon antibodi IgA (VCA-p18
+ EBNA 1) terhadap Epstein-Barr Virus (EBV) pada keluarga penderita
kanker nasofaring di Makassar. Dalam: Kumpulan naskah ilmiah KONAS
XVI PERHATI-KL. Medan. 2013; hal. 380-1.
3. Kentjono WA. The recent developments of nasopharyngeal carcinoma
management. Dalam: Kumpulan naskah ilmiah KONAS XVI PERHATI-
KL. Medan. 2013; hal. 41-2.
4. Indrasari SR, Amalia N, Herdini C, Tan IB. Pengukuran kualitas hidup
penderita karsinoma nasofarings yang mendapat terapi fotodinamik (PDT).
Dalam: Kumpulan naskah ilmiah KONAS XVI PERHATI-KL. Medan.
2013; hal. 270.
5. Hariwiyanto B, Yusuf N, Herdini C, Indrasari SR. Angka harapan hidup 5
tahun penderita karsinoma nasofarings yang mendapat terapi fotodinamik
(PDT) di RS DR.Sardjito. Dalam: Kumpulan naskah ilmiah KONAS XVI
PERHATI-KL. Medan. 2013; hal. 96.
6. Soepardi EA. Telinga hidung tenggorok kepala dan leher. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI; 2007.
7. Asroel HA. Penatalaksanaan radioterapi pada karsinoma nasofaring.
Available: 10 Januari 2013.
8. Chong VFH. Neoplasm of the nasopharynx. In: Hermans R. Head and neck
cancer imaging. Springer. 2006; p.143-62.
9. Lalwani AK. Chapter 22 benign and malignant lesions of the oral cavity,
oropharynx and nasopharynx. In: Current diagnosis and treatment
otolaryngology.The McGraw-Hill Companies. 2007; p.22.1-16.
10. Bailey BJ, Johnson JT, Newlands SD. Chapter 117 nasopharyngeal cancer
in head & neck surgery - otolaryngology, 4th edition. William Lipincot.
2006; p.1657-71.

34
11. Probst R, Grevers G, Iro H. Anatomy, physiology and immunology of the
pharynx and esophagus. In: Basic otorhinolaryngology. Thieme. 2006; p.
98-103.
12. Yokochi, Rohen, Decrof. Color atlas of anatomy 4th edition. Thieme. 2005;
p. 140.
13. Bull TR. The pharynx and larynx In Color atlas of ENT diagnosis. Thieme.
2003; p. 166-235.
14. Dhilon RS, East CA. Neoplasia of the nasopharynx In Ear and nose and
throat and head and neck surgery, an illustrated colour text. Churcil
Livingstone. 1999; p.108-9.
15. Roezin A, Syafril A. Karsinoma nasofaring. Dalam: Efiaty A. Soepardi
(Ed.). Buku ajar ilmu penyakit telinga hidung tenggorok. Edisi kelima.
Jakarta: FKUI; 2001. Hal.146-50.
16. Tan L, Loh T. Chapter 99 Benign and malignant tumors of the nasopharynx
In. Flint PW, Haughey BH, Lund VJ. Cummings otolaryngology head and
neck surgery 5th ed. Mosby Elsevier. 2010; p.1348-61.
17. Pasha R, Yoo GH, Jacobs JR. Chapter 5 head and neck cancer. In:
Otolarnygology head and neck surgery a clinical reference guide. Thomson
Learning. 2000; p. 259-60.
18. Prasetyo A, Hariwiyanto B, Sastrowijoto S. The risk factors profile of
nasopharyngeal cancer the differences of gender and age status. Dalam:
Kumpulan naskah ilmiah KONAS XVI PERHATI-KL. Medan. 2013; Hal.
345-56.
19. Sari TWD. Karsinoma nasofaring. Pontianak: Bagian Telinga Hidung dan
Tenggorok Fakultas Kedokteran Universitas Tanjungpura; 2014.
20. Soehartono, , Kentjono WA. Hubungan ekspresi latent membrane protein-1
dan peningkatan ekspresi epidermal growth factor receptor karsinoma
nasofaring jenis undifferentiated. Vol.XXXVII. No.3. 2007; Hal. 1-4.

35

Anda mungkin juga menyukai