Anda di halaman 1dari 19

Referat

Masalah Kejiwaan pada Ketergantungan/Judi Patologis

disusun oleh:
El Nissi Leonard 112016175

Dokter Pembimbing :

dr. Evalina Asnawi, Sp.KJ

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN JIWA


PANTI SOSIAL BINA LARAS HARAPAN SENTOSA 3
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
14 Agustus 2017 16 September 2017
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmatNya,
saya dapat menyelesaikan penyusunan referat yang berjudul Masalah Kejiwaan padan
Ketergantungan/ Judi Patologis. Referat ini penulis susun untuk melengkapi tugas di
Kepaniteraan Klinik di Departemen Ilmu Kesehatan Jiwa di Panti Sosial Bina Laras Harapan
Sentosa 3 Jakarta. Penulis juga ingin berterima kasih yang sebesar-besarnya kepada dokter
pembimbing yaitu dr. Evalina Asnawi, Sp,KJ. yang telah membimbing selama kepaniteraan dan
membantu dalam menyusun referat ini.
Penulis berharap referat ini dapat memberi manfaat kepada semua pihak yang ingin
mengetahui sedikit banyak tentang Masalah Kejiwaan padan Ketergantungan/ Judi
Patologis. Akhir kata, referat ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis ingin
mengucapkan permohonan maaf apabila ada kesalahan dalam isi dan format dari referat ini.
Semoga referat ini memberikan manfaat bagi pembaca.

Jakarta, 31 Agustus 2017

Penulis

2
DAFTAR ISI

Halaman Sampul .................................................................................................... 1


Kata Pengantar 2
Daftar Isi .... 3
Bab I. Pendahuluan 4
Bab II. Pembahasan .... 5
II.1 Definisi .. 5
II.2 Epidemiologi ... 5
II.3 Etiologi ... 6
II.4 Diagnosis dan Gambaran Klinis. 7
II.5 Perjalanan Gangguan dan Prognosis 10
II.6 Skrining... 11
II.7 Pemeriksaan Penunjang.. 12
II.8 Diagnossi Banding. 13
II.9 Komorbiditas.. 13
II.10 Tatalaksana 15
Bab III. Penutup 18
Daftar Pustaka 19

3
BAB I
PENDAHULUAN

Judi merupakan satu dari aktivitas sosial yang telah diobservasi lintas berbagai budaya dan
sepanjang sejarang sejarah. Meskipun gagasan pastinya dapat tergantung setiap kali pada konteks
sosio historis yang terkait, dalam pengertian yang lebih luas judi mengacu pada aktivitas
pengambilan risiko yang dapat ditemukan di hampir semua aspek kehidupan sosial. Perjudian
tampaknya menjadi aktivitas yang universal sebagai mekanisme koping terhadap ketidakpastian
dan masalah dunia. Namun tentu saja, definisi perjudian paling konvensional dalam masyarakat
modern adalah dalam hal "transaksi keuangan - pertaruhan uang, atau barang yang memili nilai
ekonomi, pada hasil yang tidak pasti dari peristiwa masa depan.1
Berdasarkan survey, 60% populasi dunia telah melakukan judi dalam 12 bulan ini.
Kebanyakan orang yang berjudi tidak mengetahui konsekuensi kronis dan bahaya dari berjudi.
Terlebih lagi, diperkirakan 1%-2% dari populasi telah memenuhi kriteria diagnosis judi patologis.2
Namun, signifikansi yang mungkin diberikan seseorang terhadap perjudian tidak boleh dianggap
sebagai salah satu transaksi finansial lainnya, terutama saat perjudian tidak lagi menjadi kegiatan
rekreasi dan menjadi perilaku berulang yang maladaptif yang menyebabkan distress dan hendaya
yang signifikan terhadap orang dan keluarga mereka.1 Judi patologis ditandai dengan pola berulang
dan perilaku berjudi maladaptif yang menyebabkan gangguan fungsi psikososial yang
signifikan.3,4 Judi patologis juga terkait dengan kerugian finansial dan masalah hukum, bersama
dengan medis dan komorbiditas kejiwaan.5 Prevalensi judi patologis menyamai prevalensi pasien
skizofrenia dan gangguan bipolar, namun judi patologis sering tidak dikenali dan tidak terdiagnosis
oleh banyak profesional kesehatan. Masalah perjudian bisa terjadi bersamaan dengan gangguan
mental dan perilaku lainnya, seperti gangguan penyalahgunaan zat. Penyedia layanan kesehatan
jiwa perlu menyadari bahwa beberapa pasien mereka mungkin mengalami gangguan perjudian di
samping masalah yang sedang mereka cari pengobatannya.6 Skrining dan tatalaksana dari judi
patologis tidak secara umum diajarkan dalam sekolah kedokteran, residensi psikiatri, dan selama
pelatihan konselor untuk kesehatan jiwa atau penyalahgunaan obat. Hal ini menyebabkan banyak
klinisi yang tidak mengetahui tanda dan gejala dari judi patologis dan juga kurang pelatihan dan
pengalaman untuk memberikan terapi.2

4
BAB II
PEMBAHASAN

II.1 Definisi

Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata judi berarti permainan dengan memakai
uang atau barang berharga sebagai taruhan (seperti main dadu, kartu). Berjudi yang merupakan
kata kerja dari kata judi, memiliki 2 makna dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia. Berjudi
/berjudi/ dalam artian pertama adalah mempertaruhkan sejumlah uang atau harta dalam
permainan tebakan berdasarkan kebetulan, dengan tujuan mendapatkan sejumlah uang atau harta
yang lebih besar daripada jumlah uang atau harta semula. Artian lainnya adalah bermain judi;
bermain dadu (kartu dan sebagainya) dengan bertaruh uang.7

Definisi dari permainan yang digolongkan sebagai judi diatur dalam Pasal 303 ayat (3)
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana(KUHP):Yang disebut permainan judi adalah tiap-tiap
permainan, di mana pada umumnya kemungkinan mendapat untung bergantung pada
peruntungan belaka, juga karena pemainnya lebih terlatih atau lebih mahir. Di situ termasuk
segala pertaruhan tentang keputusan perlombaan atau permainan lain-lainnya yang tidak
dinadakan antara mereka yang turut berlomba atau bermain, demikian juga segala pertaruhan
lainnya.

Gangguan judi ditandai dengan pola berulang dan perilaku berjudi maladaptif yang
menyebabkan gangguan fungsi psikososial yang signifikan. Penderita gangguan ini mungkin
mempertaruhkan pekerjaannya, mempunyai banyak hutang, berbohong dan melakukan
pelanggaran hokum untuk memperoleh uang dan menghindari pelunasan hutang. Gangguan ini
disebut juga judi kompulsif, tetapi istilah ini kurang tepat, karena perilakunya bukan kompulsif
dalam arti teknis, maupun tidak berhubungan dengan neurosis obsesif-kompulsif.

II.2 Epidemiologi

Hingga 3 % populasi umum dapat digolongkan sebagai penjudi patologis. Di samping itu,
menurut DSM-IV-TR, prevalensi penjudi patologis dilaporkan sebanyak 2,8 - 8,0 % remaja dan

5
mahasiswa. Gangguan ini lebih lazim pada laki-laki daripada perempuan, dan angkanya sangat
tinggi di lokasi-lokasi yang melegalkan perjudian. Kira-kira seperempat penjudi patologis
memiliki orangtua dengan masalah perjudian; baik ayah dari seorang laki-laki penjudi maupun ibu
dari seorang perempuan penjudi lebih cenderung memiliki gangguan tersebut dibandingkan
populasi luas. Ketergantungan alkohol juga lazim ditemukan di antara orangtua dari penjudi
patologis dibandingkan keseluruhan populasi. Perempuan dengan gangguan ini lebih cenderung
menikah dengan laki-laki alkoholik yang jarang di rumah dibandingkan dengan perempuan yang
tidak terlalu terganggu dengan gangguan ini.3

Prevalensi dari gangguan judi pada individu dengan penyalahgunaan zat lebih tinggi,
dimana berbagai survey mendapatkan bahwa 10-18% pasien dengan penyalahgunaan zat juga
terdiagnosis judi patologis. Seriring dengan berbagai jenis judi yang semakin gampang diakses
dalam beberapa decade ini, prevalensi dari judi normal dan judi patologis meningkat signifikan,
terlebih di daerah yang melegalkan perjudian. Jenis judi yang popular adalah judi nomor/lotto
(62,2%), mesin judi atau bingo (48,9%), judi di kasino, (44,7%), dsb.3

Riwayat keluarga penjudi patologis menunjukkan peningkatan tingkat penyalahgunaan zat


(terutama alkoholisme) dan gangguan depresi. Orang tua atau kerabat berpengaruh yang dimiliki
pasien sering merupakan pasien gangguan judi atau penjudi patologis. Lingkaran keluarga adalah
cenderung berorientasi kompetitif dan materialistis, menunjukkan keinginan dan kepuasan yang
kuat akan uang dan simbol yang terkait keberhasilan.3

II.3 Etiologi

1. Faktor Psikososial3

Beberapa faktor dapat menjadi predisposisi seseorang dapat mengalami gangguan ini :
kehilangan orang tua karena meninggal, perpisahan, perceraian, atau ditinggalkan sebelum
anak berusia 15 tahun; disiplin orantua yang tidak tepat (tidak ada, tidak konsisten, atau kasar);
pajanan terhadap, dan ketersediaan, aktivitas perjudian untuk remaja; tekanan keluarga
terhadap materi dan simbol keuangan; serta tidak adanya dorongan keluarga untuk menabung,
merencanakan dan manganggarkan.

6
Teori psikoanalitik berfokus pada sejumlah kesulitan karakter inti. Freud memperkirakan
bahwa penjudi impulsif memiliki keinginan yang tidak disadari untuk kalah, dan mereka
berjudi untuk meredakan rasa bersalah yang tidak disadari. Perkiraan lainnya adalah bahwa
penjudi merupakan orang dengan narsisme yang memiliki khayalan kebesaran serta
kekuasaan yang dapat membuat mereka yakin bahwa mereka dapat mengendalikan peristiwa
dan bahkan meramalkan hasilnya. Ahli teori pembelajaran memandang judi yang tidak
terkendali terjadi akibat persepsi yang keliru mengenai pengendalian impuls.3

1. Faktor Biologis

Beberapa studi menegaskan bahwa perilaku mengambil-risiko pada para penjudi mungkin
memiliki penyebab neurobiologis yang mendasari. Teori ini berpusat pada sistem reseptor
serotonergik dan nradrenergik. Penjudi patologis laki-laki dapat memiliki kadar 3-methoxy-
4-hydroxyphenyl glycol (MHPG) subnormal dalam plasma, meningkatnya kadar MHPG di
dalam cairan serebrospinal, dan meningkatnya keluaran MHPG di dalam urin. Bukti juga
mengaitkan disfungsi pengaturan serotonergik pada penjudi patologis. Penjudi kronis
memiliki aktivitas monoamin oksidase (MAO) trombosit yang rendah, suatu penanda aktivitas
serotonin, juga terkait dengan kesulitan inhibisi. Studi lebih lanjut dibutuhkan untuk
meyakinkan temuan ini.3

II.4 Diagnosis dan Gambaran Klinis


Disamping gambaran yang telah dijelaskan, penjudi patologis sering tampak
terlalu percaya diri, terkadang kasar, energik, dan boros. Mereka sering menunjukkan tanda stres
diri yang jelas, cemas, dan depresi. Mereka lazim memiliki sikap bahwa uang merupakan
penyebab dari, dan solusi bagi, semua masalah mereka. Mereka tidak melakukan upaya yang serius
untuk menganggarkan atau menghemat uang. Jika sumber peminjaman mereka tertahan, mereka
cenderung terlibat di dalam perilaku antisosial guna mendapatkan uang untuk berjudi. Perilaku
kriminalnya secara khas tidak mengandung kekerasan, seperti pemalsuan, penggelapan, serta
penipuan dan mereka secara sadar berniat untuk mengembalikan atau membayar kembali uang itu.
Komplikasinya mencakup diasingkan oleh anggota keluarga dan teman,

7
hilangnya pencapaian kehidupan, upaya bunuh diri, dan hubungan dengan kelompok pinggir dan
ilegal. Penahanan terhadap kriminalitas yang tidak mengandung unsur kekerasan dapat
menyebabkan orang tersebut di penjara.3

Edisi sebelumnya dari Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM)
memasukan judi patologis dalam katagori gangguan kontrol impulsif dikarenakan preokupasi dan
kompulsi dari pasien untuk berjudi. Meskipun begitu, kriteria dari gangguan secara struktur lebih
seperti gangguan atau ketergantungan zat daripada gangguan kontrol-impuls dengan kebutuhan
untuk berjudi dengan peningkatan jumlah uang untuk mendapatkan kesenangan yang diinginkan
(toleransi), dan perasaan iritabilitas dan kegelisahan saat mencoba untuk mengurangi dan berhenti
untuk berjudi (withdrawal). Penyalahgunaan zat sering merupakan komorbid dengan judi.
Demikian, dalam DSM 5, gangguan berjudi dimasukkan dalam bagian penggunaan zat dan
gangguan adiksi dan didiagnosa sebaga gangguan yang tidak berhubungan dengan zat.3

Kriteria Diagnostik DSM-IV-TR judi Patologis :10

A. Perilaku judi yang berulang dan menetap seperti yang ditunjukkan oleh hal berikut :
1) Preokupasi terhadap perjudian (contoh. Preokupasi terhadap menghidupkan kembali
pengalaman berjudi sebelumnya, kegagalan atau merencanakan spekulasi berikutnya,
atau memikirkan cara untuk mendapatkan uang, yaitu dengan berjudi).
2) Kebutuhan untuk berjudi dengan jumlah uang yang semakin meningkat memperoleh
kegairahan yang diinginkan.
3) Terdapat upaya berulang yang tidak berhasil untuk mengendalikan, mengurangi, atau
menghentikan judi.
4) Gelisah atau mudah marah ketika mencoba mengurangi atau menghentikan judi.
5) Berjudi sebagai cara untuk melarikan diri dari masalah atau untuk melegakan
mood disforik (contoh: rasa tidak berdaya, bersalah, ansietas, depresi).
6) Setelah kehilangan uang berjudi, sering kembali esok harinya untuk membalas
(mengejar) kekalahan dirinya.
7) Berbohong terhadap anggota keluarganya, terapis, atau yang lainnya untukmenutupi
sejauh mana keterlibatannya dengan perjudian.

8
8) Melakukan tindakan ilegal, seperti pemalsuan, penipuan, pencurian, atau penggelapan
untuk membiayai judi.
9) Merusak atau kehilangan hubungan, pekerjaan, pendidikan, atau kesempatan karir yang
bermakna karena judi.
10) Mengandalkan orang lain untuk memberikan uang guna memulihkan situasi keuangan
yang disebabkan oleh judi
B. Perilaku berjudi ini sebaiknya tidak disebabkan oleh episode manik

Untuk memahami apakah perilaku berjudi termasuk perilaku yang patologis, diperlukan
suatu pemahaman tentang kadar atau tingkatan penjudi tersebut. Hal ini penting mengingat bahwa
perilaku berjudi termasuk dalam kategori perilaku yang memiliki kesamaan dengan pola perilaku
adiksi. Menurut Papu (2002), pada dasarnya ada tiga tingkatan atau tipe penjudi, yaitu:

1. Social Gambler
Penjudi tingkat pertama adalah para penjudi yang masuk dalam kategori "normal"
atau seringkali disebut social gambler, yaitu penjudi yang sekali-sekali pernah ikut
membeli lottery (kupon undian), bertaruh dalam pacuan kuda, bertaruh dalam pertandingan
bola, permainan kartu atau yang lainnya. Penjudi tipe ini pada umumnya tidak memiliki
efek yang negatif terhadap diri maupun komunitasnya, karena mereka pada umumnya
masih dapat mengontrol dorongan-dorongan yang ada dalam dirinya. Perjudian bagi
mereka dianggap sebagai pengisi waktu atau hiburan semata dan tidak mempertaruhkan
sebagian besar pendapatan mereka ke dalam perjudian. Keterlibatan mereka dalam
perjudian pun seringkali karena ingin bersosialisasi dengan teman atau keluarga.
2. Problem Gambler
Penjudi tingkat kedua disebut penjudi "bermasalah" atau problem gambler, yaitu
perilaku berjudi yang dapat menyebabkan terganggunya kehidupan pribadi, keluarga
maupun karir, meskipun belum ada indikasi bahwa mereka mengalami suatu gangguan
kejiwaan (National Council on Problem Gambling USA, 1997). Penjudi jenis ini seringkali
melakukan perjudian sebagai cara untuk melarikan diri dari berbagai masalah kehidupan.
Penjudi ini sebenarnya sangat berpotensi untuk masuk ke dalam tingkatan penjudi yang
paling tinggi yang disebut penjudi patologis jika tidak segera disadari dan diambil tindakan
terhadap masalah-masalah yang sebenarnya sedang dihadapi. Menurut penelitian Shaffer,

9
Hall, dan Vanderbilt (1999) yang dimuat dalam website Harvard Medical School ada 3,9%
orang dewasa di Amerika Bagian Utara yang termasuk dalam kategori penjudi tingkat
kedua ini dan 5% dari jumlah tersebut akhirnya menjadi penjudi patologis.
3. Pathological Gambler
Penjudi tingkat ketiga disebut sebagai penjudi "patologi" atau pathological gambler
atau compulsive gambler. Ciri-ciri penjudi tipe ini adalah ketidakmampuannya melepaskan
diri dari dorongan-dorongan untuk berjudi. Mereka sangat terobsesi untuk berjudi dan
secara terusmenerus terjadi peningkatan frekuensi berjudi dan jumlah taruhan, tanpa dapat
mempertimbangkan akibat-akibat negatif yang ditimbulkan oleh perilaku tersebut, baik
terhadap dirinya sendiri, keluarga, karir, hubungan sosial atau lingkungan disekitarnya.
Meskipun pola perilaku berjudi ini tidak melibatkan ketergantungan terhadap suatu zat
kimia tertentu, namun perilaku berjudi yang sudah masuk dalam tingkatan ketiga dapat
digolongkan sebagai suatu perilaku yang bersifat adiksi (addictive disorder). DSM-IV)\
yang dikeluarkan oleh APA menggolongkan pathological gambling ke dalam gangguan
mental yang disebut Impulse Control Disorder.
Individu yang didiagnosa mengalami gangguan perilaku jenis ini seringkali
diidentifikasi sebagai orang yang sangat kompetitif, sangat memerlukan persetujuan atau
pendapat orang lain dan rentan terhadap bentuk perilaku adiksi yang lain. Individu yang
sudah masuk dalam kategori penjudi patologis seringkali diiringi dengan masalah-masalah
kesehatan dan emosional. Masalah-masalah tersebut misalnya kecanduan obat (Napza),
alkoholik, penyakit saluran pencernaan dan pernafasan, depresi, atau masalah yang
berhubungan dengan fungsi seksual.

II.5 Perjalanan Gangguan


Judi patologis biasanya dimulai saat remaja untuk laki-laki dan usia lanjut untuk perempuan.3,10
Meskipun beberapa individu ketagihan saat pertama kali taruhan/berjudi, untuk sebagian besar
penderita perjalanan gangguan ini terjadis ecara perlahan-lahan. Dapat ditemukan beberapa tahun
sebagai social gamblers yang diikutis dengan onset tiba-tiba yang dapat ditimbulkan oleh pajanan
besar terhadap judi atau akibat stressor. Pola judi dapat regular maupun episodik, dan perjalanan
dari gangguan ini cenderung kronik. Secara umum terdapat peningkatan dari frekuensi berjudi,
jumlah uang yang ditaruh, dan preokupasi dengan judi dan memperoleh uang dengan judi dan

10
untuk judi. Dorongan untuk berjudi umumnya meningkat saat stress dan depresi.10 Terdapat 4 fase
ditemukan pada judi patologis:3

1. Fase kemenangan (winning phase), berakhir dengan kemenangan besar, sama dengan kira-
kira gaji satu tahun, yang memancing pasien. Perempuan biasanya tidak menang dalam
jumlah besar tetapi menggunakan judi sebagai pelarian dari masalah mereka.
2. Fase kekalahan progresif (progressive-loss phase), yaitu pasien menata kehidupan mereka
di seputar judi dan kemudian berganti dari penjudi hebat menjadi penjudi bodoh yang
mengambil risiko besar, uang cadangan, meminjam uang, bolos kerja, dan kehilangan
pekerjaan.
3. Fase nekat (desperate phase), yaitu pasien berjudi besar-besaran dengan jumlah besar
uang, tidak membayar hutang, terlibat dengan lintah darat, dan mungkin menggelapkan
uang.
4. Fase putus asa (hopeless stage), yaitu menerima bahwa kekalahan tidak akan pernah
terbalaskan, tetapi judi terus berlanjut karena kegairahan dan rangsangan yang terkait.
Gangguan ini dapat menghabiskan waktu 15 tahun untuk mencapai fase akhir, tetapi dalam
1 atau 2 tahun, pasien telah secara total mengalami perburukan

II.6 Skrining
Kebanyakan dokter dapat mengenal tanda dan gejala dari adiksi judi, namun uji penapis/
skrining tidak rutin dilakukan. Terdapat beberapa uji penapis yang sederhana dan sudah tervalidasi
yang dapat digunakan untuk penegakan diagnosis judi aptologis yang terdapat dalam beberapa.
Seperti 2 pertanyaan cepat (Lie-Bet) untuk judi patologis yang telah direkomendasikan. Pasien
dengan terapi penggunaan zat telah diketahui bahwa sering beralih adiksi selama proses
pemulihan.2
Kebanyakan pasien judi patologis tidak datang dengan keluhan adiksi dengan judi.
Penelitian menunjukkan bahwa hanya 10 % dari pasien judi patologis yang datang untuk berobat.
Keluhan yang dikatakan pasien dapat bersifay samar dan seringkali ditemukan masalah seperti
insomnia, stress, depresi, ansietas, atau masalah hubungan interpersonal. Dikarenakan judi
patologis adalah adiksi tersembunyi yang tidak dapat dideteksi dengan pemeriksaan fisik, uji
penapis menjadi hal yang esensial.2

11
Tabel 1. Uji penapis untuk menilai judi patologis2
Nama Deskripsi
South Oaks Gambling SOGS adalah pengukuran seumur hidup dari gangguan judi yang
Screen (SOGS) telah terbukti bisa diandalkan dan valid. Uji penyaringan ini memiliki
16 pertanyaan dan membagi individu dalam 1 dari 3 kategori: tidak
masalah dengan perjudian, beberapa masalah perjudian,
kemungkinan penjudi patologis. SOGS dikerjakan oleh pasien dan
membutuhkan waktu 10 menit untuk menyelesaikannya.
Lie-Bet questionnaire Kuesioner ini terdiri dari 2 pertanyaan yang mengindikasi bahwa
penilaian lebih lanjut dibutuhkan jika individu menjawa ya untuk 1
atau kedua pertanyaan.
National Opinion Kuesioner NODS berdasarkan kriteria DSM IV utnuk judi patologis
Research Center DSM dan menilai masalah judi sepanjang hidup pasien dan setahun
Screen (NODS) sebelum uji penapis dilakukan. Kuesioner ini berisi 34 pertanyaan
yang didisain sebagai perangkat wawancara dan dapat juga diisi
sendiri oleh pasien.
NODS-CLiP Kuesioner ini adalah versi singkat dari NODS dan terdiri dari 3
pertanyaan mengenai hilangnya kendali, berbohong, dan preokupasi.
Gamblers Anonymous Terdiri dari 20 pertanyaan yang diisi sendiri oleh pasien. Jika pasien
(GA-20) Questions mengisi 7 ya mengindikasikan tingginya kemungkinan perilaku
gangguan judi

II.7 Pemeriksaan Penunjang


Pasien dengan judi patologis sering menunjukkan tingkat impulsivitas yang tinggi pada uji
neuropsikologis. Studi di Jerman menunjukkan meningkatnya kadar kortisol di dalam ludah
penjudi saat mereka berjudi, yang disebabkan oleh euforia yang terjadi saat pengalaman tersebut
serta potensi kecanduannya.3

12
II.8 Diagnosis Banding
Judi sosial dibedakan dengan judi patologis dalam hal bahwa judi sosial dilakukan dengan
teman-teman, pada waktu khusus, dan dengan kehilangan yang dapat diterima serta ditoleransi
yang telah ditentukan sebelumnya. Judi yang simptomatik pada episode manik biasanya dapat
dibedakan dengan judi patologis melalui riwayat adanya perubahan mood yang nyata dan
hilangnya penilaian sebelum berjudi. Perubahan mood mirip-manik lazim ditemukan pada judi
patologis, tetapi selalu menyertai kemenangan dan biasanya digantikan dengan episode depresif
karena kekalahan selanjutnya. Orang dengan gangguan kepribadian antisosial dapat memiliki
masalah dengan judi. Jika kedua gangguan ada, keduanya harus didiagnosis3

II.9 Komorbiditas

Komorbiditas adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan adanya gangguan


konkuren pada individu. Ini juga mengacu pada cara-cara di mana gangguan ini saling berinteraksi
atau saling mempengaruhi.8 Komorbiditas psikiatri adalah aturannya, tidak terkecuali, untuk orang
dengan judi patologis. Dokter yang menilai dan mengobati orang-orang ini mendapatkan
keuntungan dari pemahaman ruang lingkup dan arah asosiasi ini. Selain mengevaluasi perilaku
judi dan dampak yang cukup besar bagi orang tersebut, dokter harus teliti menilai arus dan
komorbiditas kejiwaan.9

Seperti semua perilaku adiktif, orang dengan gangguan perjudian cenderung memiliki
psikologis lain masalah seperti depresi, kegelisahan dan penyalahgunaan zat. Menurut Replikasi
Survei Komorbiditas Nasional, 96,3 persen dari penjudi patologis seumur hidup juga memenuhi
kriteria seumur hidup untuk satu atau lebih gangguan kejiwaan lainnya yang dinilai dalam survei.8

1. Gangguan penyalahgunaan zat


Penyalahgunaan zat memiliki hubungan yang jelas dengan judi patologis.
Penelitian dari Pusat Penelitian Opini Nasional menemukan bahwa tingkat
penyalahgunaan alkohol atau obat terlarang hampir 7 kali lebih tinggi pada orang dengan
judi patologis daripada bukan penjudi atau di penjudi rekreasional.
Sejumlah perbedaan muncul dari orang yang mencari pengobatan dengan riwayat
penyalahgunaan zat dan pada penjudi patologis yang tidak memiliki riwayat
penyalahgunaan zat. Orang dengan riwayat gangguan psikiatri yang besar, lebih sering

13
berjudi, dan lebih banyak waktu dan tahun yang dihabiskan sebagai gangguan berjudi,
mereka memilki kemungkinan lebih besar untuk mendapatkan pelayanan kesehatan jiwa.
2. Gangguan mood
Berdasarkan survey populasi umum, telah diketahui hubungan dari gangguan
berjudi dengan komorbiditas psikiatri seperti gangguan depresi mayor, gangguan bipolar,
gangguan distimik, dan kemungkinan bunuh diri. Bland dkk menemukan meningkatnya
gangguan mood pada orang dengan judi patologis (33%) dibandingkan dengan bukan
penjudi (14,2%).
3. Gangguan cemas
Jika ditelaah kembali pada survey populasi umum, dapat ditemukan asosiasi yang
kuat antara judi patologis dengan gangguan cemas. Kessler dkk menemukan bahwa 60,3%
dari sampel memiliki gangguan cemas, yaitu 52,2% memiliki fobia, dan 21,9% dengan
gangguan panik, 16,6% dengan gangguan cemas menyeluruh. Beberapa investigator
mempercayai bahwa judi patologis masuk kedalam spektrum gangguan obsesif kompulsif
dan dibuktikan dengan pikiran menetap dan perilaku repetitive. Meskpun begitu, terdapat
perbedaan besar antara keduanya, dimana gangguan obsesif kompulsif tidak diinginkan
olrh penderita, sedangkan judi umumnya dianggap menyenangkan dan diingini oleh
penderita.
4. Attention Deficit Hiperacitivity Disorder (ADHD)
Judi patologis memiliki sejumlah ciri yang sama dengan ADHD, dan data klinis
menunjukkan tumpeng tindih antara keduanya. Goldstein dan rekannya menyimpulkan
bahwa hasil EEG dengan pola altivasi dari otak kanan dan kiri pada 8 orang dengan
gangguan judi patologis menyerupai anak dengan gangguan ADHD yang tidak diobati.
Kessler dan rekan menemukan pada survey populasi umum bahwa 13,4% orang dengan
judi patologis juga merupakan penderita ADHD.
5. Gangguan kepribadian
Dalam survey populasi umum, ditemukan hubungan kuat antara judi patologis
dengan semua gangguan kepribadian. Kmeungkinan untuk memiliki salah satu gangguan
kepribadian pada orang dengan gangguan judi patologis 8,3 kali lebih besar dibanding
dengan populasi umum.

14
II.10 Terapi

Pasien dengan gangguan berjudi jarang datang langsung secara sukarela untuk diterapi.
Masalah hukum, tekanan keluarga, atau keluhan psikiatrik lainnya membawa penjudi pada terapi.3
Diketahui bahwa pendekatan monoterapi tidak menguntungkan untuk judi aptologis. Kebanyakan
program terapi judi merekomendasikan terapi perspektid biopsikososial terintegrasi yang
melibatkan partisipan yang sejajar sebanyak mungkin. Penelitian menunjukkan bahwa pendekatan
psikoterapi lebih kuat dibandingkan terapi farmakologis. Psikoterapi untuk judi patologis termasuk
terapi kognitif-perilaku, intervensi singkat, peningkatan motivasi, dan 12 langkah grup pendukung.
Dibandingkan dengan psikoterapi lainnya, terpai kognitif perilaku memiliki bukti terbanyak untuk
penatalaksanaan judi patologis.2

Dukungan sosial melalui Gamblers Anonymous (GA) kadang direkomendasikan untuk


judi patologis. GA didirikan di Los Angeles pada tahun 1957 dan meniru alcoholics Anonymous
(AA); GA merupakan terapi yang efektif, terjangkau, setidaknya di kota besar, untuk jadi pada
sejumlah pasien. GA adalah suatu metode terapi kelompok inspirasional yang meliputi pengakuan
di hadapan publik, tekanan kelompok sependeritaan, dan adanya penjudi yang telah pulih (seperti
pada AA) yang siap membantu anggota untuk menolak impuls berjudi. Meskipun demikian, angka
drop-out dari GA tinggi. Pada beberapa kasus, perawatan di rumah sakit dapat membantu dengan
memindahkan pasien dari lingkungannya. Tilikan sebaiknya tidak dicari sampai pasien benar-
benar jauh dari perjudian selama 3 bulan. Pada saat ini , pasien yang merupakan penjudi patologis
dapat menjadi kandidat yang sangat baik untuk psikoterapi berorientasi tilikan. Terapi kognitif
perilaku (contoh teknik relaksasi digabungkan dengan visualisasi penghindaran judi) memiliki
beberapa keberhasilan.3

Tabel 2. 12 Langkah dari Gamblers Anonymous (GA)3

No. Deskripsi
1. Kami mengakui bahwa kami tidak berdaya terhadap judi dan bahwa hidup kami telah
menjadi tidak terurus akibatnya.
2. Percaya bahwa terdapat Kekuatan lebih besar dari diri kita sendiri bisa mengembalikan
kita ke cara berfikir dan hidup yang normal.

15
3. Membuat keputusan untuk mengubah kehendak dan kehidupan kita sampai ke perawatan
dari Kekuatan ini dan pemahaman kita sendiri.
4. Membuat perncaharian dan moral tidak peanut dan inventaris finasian dari diri kita sendiri.
5. Mengakui ke diri sendiri dan orang lain kesalahan kita sebenarnya.
6. Seutuhnya siap untuk menghapus karakter yang tidak baik ini
7. Dengan rendah hati meminta Tuhan (sesuai dengan kepercayaan) untuk menghapuskan
kelemahan kita
8. Membuat daftar semua orang yang telah kita rugikan dan bersedia untuk menebus
kesalahan kepada mereka semua.
9. Buatlah perubahan langsung kepada orang-orang semacam itu sedapat mungkin, kecuali
bila melakukannya akan melukai mereka atau orang lain
10. Terus melakukan inventarisasi pribadi dan kapan kita salah, segera mengakuinya.
11. Berdoa dan meditasi untuk meningkatkan hubungan dengan Tuhan seiringan engan kita
mengerti Dia, berdoa untuk mengetahui kehendaknya untuk kita dan kekuatan untk
melaksanakannya
12. Setelah melakukan upaya untuk mempraktikkan prinsip-prinsip ini di dalam semua hal
Urusan kita, kita mencoba membawa pesan ini ke penjudi kompulsif lainnya.

Sistem dopaminergik yang mempengaruhi reward, motivasi, dorongan nafsu makan telah
terlibat dalam gangguan adiksi termasuk judi patologis. Dalam uji klinis acak, antagonis opiate
seperti naltroksen dan namlefene, telah diketahui mengurangi dorongan untuk berjudi, pikiran
untuk berjudi, dan perilaku dari judi patologis primer kecuali judi patologis dengan komorbiditas
ketergantungan alkohol. Antidepresan seperti selective serotonin reuptake inhibitors (SSRI), telah
diuji karena pasien dengan gangguan judi patologis memperlihatkan adanya disfungsi serotogenik
di laboratotium, yang berkontribusi dengan kemungkinan penjelasan dari gangguan disinhibisi dan
impulsivitas.2 Pengobatan psikofarmakologis, yang sebagian besar tidak berhasil, sekarang
memainkan peran penting dalam pengelolaan penjudi patologis. Agen yang efektif termasuk
antidepresan terutama SSRI dan bupoprion; stabilitator mood, termasuk sustained release lithium
dan antiepilepsi seperti topiramate; atipikal antipsikotik; dan agen opiod seperti naltrekson. Pada
banyak pasien adalah hal yang sulit untuk menentukan apakah antidepresan atau mood stabilizer

16
yang meringankan ketagihan untuk berjudi secara langsung atau via penatalaksanaan dari kondisi
komorbid, terutama depresi dan gangguan bipolar.3

17
BAB III
KESIMPULAN

Judi patologis ditandai dengan judi maladaptif yang berulang dan menetap yang mencakup
preokupasi, kebutuhan untuk berjudi; upaya berulang yang tidak berhasil untuk
mengendalikan, mengurangi atau menghentikan judi; berjudi sebagai cara untuk melarikan
diri dari masalah; berjudi untuk membalas kekalahan; berbohong; melakukan tindakan ilegal;
membahayakan atau kehilangan hubungan baik pribadi maupun pekerjaan; dan
mengandalkan orang lain untuk membayar hutang. Penatalaksanaan dari gangguan judi
membutuhkan perhatian penuuh dari seluruh aspek prespektif biopsikososial. Pada dasarnya
judi patologis dapat diterapi dengan psikofarmaka dan non psikofarmaka seperti terapi
kelompok Seperti gangguan adiktif lainnya, retensi dan komitmen dari pasien terhadap
pengobatannta akan menignkatkan hasil pengobatan.

18
DAFTAR PUSTAKA

1. Gottheil E, Winters K, Neighbors C, Grant J, el-Guebaly N. Pathologic Gambling: A


Nonsubstance, Substance-Related Disorder?. Journal of Addiction Medicine.2007;1(2):53-
61.
2. Fong TW. Addictive disorders pathological gambling: update on assessment and treatment.
Psychiatric times: 2009;1:20-5
3. Sadock, Benjamin James; Sadock, Virginia Alcott. Kaplan & Sadocks synopsis of
psychiatry : behavioral sciences / clinical psychiatry. 10th Edition. Lippincott Williams &
Wilkins. 2007. p. 779
4. Odlaug B, Schreiber L, Grant J. Personality Disorders and Dimensions in Pathological
Gambling. Journal of Personality Disorders. 2012;:1-13.
5. Alegra A, Bernardi S, Blanco C. Pathological Gambling: obsessive-compulsive disorder
or behavioral addiction?. Revista Colombiana de Psiquiatra. 2010;39:133S-142S.
6. Holtgraves T. Gambling, gambling activities, and problem gambling. Psychology of
Addictive Behaviors. 2009;23(2):295-302.
7. Kamus besar bahasa Indonesia. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional; 2008.
8. Kessler RC, Hwang I, LaBrie R, et al. DSM-IV pathological gambling in the National
Comorbidity Survey Replication. Psychol Med. 2008;38(9):135160.
9. Black DW, Shaw M. Psychiatric comorbidity associated with pathological gambling.
Psychiatric times: 2008;1:14-18
10. American Psychiatric Association. Diagnosis and statistic manuals of mental disorders 4th
ed. Washington: 1994;615-9

19

Anda mungkin juga menyukai