Anda di halaman 1dari 11

Diabetes Mellitus Non Insulin Dependent

Nama: Ni Putu Cristian R.A

NIM: 112016307

Pembimbing : dr Benjamin T. Sp PD

Definisi :

Menurut American Diabetes Association (ADA) 2010, Diabetes Melitus (DM)


merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi
karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya.

Diabetes Mellitus Tipe 2 merupakan penyakit hiperglikemi akibat insensivitas sel


terhadap insulin. Kadar insulin mungkin sedikitmenurun atau berada dalam rentang normal.
Karena insulin tetap dihasilkan oleh sel-sel beta pankreas, maka diabetes mellitus tipe II
dianggap sebagai non insulin dependent diabetes mellitus

Epidemiologi :

Prevalensi DM tipe 2 pada bangsa klit putih berkisar antara 3%-6% dari jumlah
penduduk dewasanya. Di Singapura, frekuensi diabetes meningkat cepat dalam 10 tahun terakhir.
Di Amerika Serikat, penderita diabetes meningkat dari 6.536.163 jiwa di tahun 1990 menjadi
20.676.427 jiwa di tahun 2010. Kejadian DM Tipe 2 pada wanita lebih tinggi daripada laki-laki.
Wanita lebih berisiko mengidap diabetes karena secara fisik wanita memiliki peluang
peningkatan indeks masa tubuh yang lebih besar. Hasil Riset Kesehatan Dasar pada tahun 2008,
menunjukan prevalensi DM di Indonesia membesar sampai 57%, pada tahun 2012 angka
kejadian diabetes melitus didunia adalah sebanyak 371 juta jiwa, dimana proporsi
kejadiandiabetes melitus tipe 2 adalah 95% dari populasi dunia yang menderita diabetes mellitus
dan hanya 5% dari jumlah tersebut menderita diabetes mellitus tipe 1.

1
Faktor Risiko

Peningkatan jumlah penderita DM yang sebagian besar DM tipe 2, berkaitan dengan


beberapa faktor yaitu faktor risiko yang tidak dapat diubah, faktor risiko yang dapat diubah dan
faktor lain. Menurut American DiabetesAssociation (ADA) bahwa DM berkaitan dengan faktor
risiko yang tidak dapat diubah meliputi riwayat keluarga dengan DM (first degree relative), umur
≥45 tahun, etnik, riwayatmelahirkan bayi dengan berat badan lahir bayi >4000 gram atau riwayat
pernah menderita DM gestasional dan riwayat lahir dengan beratbadan rendah ( <2,5kg). Faktor
risiko yang dapatdiubah meliputi obesitas berdasarkan IMT ≥25kg/m2 atau lingkar perut ≥80 cm
pada wanita dan ≥90 cm pada laki-laki, kurangnya aktivitas fisik, hipertensi, dislipidemi dan diet
tidak sehat.

Faktor lain yang terkait dengan risiko diabetes adalah penderita polycystic ovarysindrome
(PCOS), penderita sindrom metabolikmemiliki riwatyat toleransi glukosa terganggu (TGT) atau
glukosa darah puasa terganggu (GDPT) sebelumnya, memiliki riwayat penyakit kardiovaskuler
seperti stroke, PJK, atau peripheral rrterial Diseases (PAD), konsumsi alkohol,faktor stres,
kebiasaan merokok, jenis kelamin,konsumsi kopi dan kafein.

1. Obesitas (kegemukan)
Terdapat korelasi bermakna antara obesitas dengan kadar glukosa darah, pada
derajat kegemukan dengan IMT > 23 dapat menyebabkan peningkatan kadar glukosa
darah menjadi 200mg%.
2. Hipertensi
Peningkatan tekanan darah pada hipertensi berhubungan erat dengan tidak
tepatnya penyimpanan garam dan air, atau meningkatnya tekanan dari dalam tubuh pada
sirkulasi pembuluh darah perifer.
3. Riwayat Keluarga Diabetes Mellitus
Seorang yang menderita Diabetes Mellitus diduga mempunyai gen diabetes.
Diduga bahwa bakat diabetes merupakan gen resesif. Hanya orang yang bersifat
homozigot dengan gen resesif tersebut yang menderita Diabetes Mellitus.
4. Dislipedimia

2
Adalah keadaan yang ditandai dengan kenaikan kadar lemak darah (Trigliserida >
250 mg/dl). Terdapat hubungan antara kenaikan plasma insulin dengan rendahnya HDL
(< 35 mg/dl) sering didapat pada pasien Diabetes.
5. Umur
Berdasarkan penelitian, usia yang terbanyak terkena Diabetes Mellitus adalah >
45 tahun. Riwayat persalinan Riwayat abortus berulang, melahirkan bayi cacat atau berat
badan bayi > 4000gram.

6. Genetik
DM tipe 2 berasal dari interaksi genetis dan berbagai faktor mental Penyakit ini
sudah lama dianggap berhubungan dengan agregasi familial. Risiko emperis dalam hal
terjadinya DM tipe 2 akan meningkat dua sampai enam kali lipat jika orang tua atau
saudara kandung mengalami penyakit ini.
7. Alkohol dan Rokok
Perubahan-perubahan dalam gaya hidup berhubungan dengan peningkatan
frekuensi DM tipe 2. Walaupun kebanyakan peningkatan ini dihubungkan dengan
peningkatan obesitas dan pengurangan ketidak aktifan fisik, faktor-faktor lain yang
berhubungan dengan perubahan dari lingkungan tradisional kelingkungan kebarat-
baratan yang meliputi perubahan-perubahan dalam konsumsi alkohol dan rokok, juga
berperan dalam peningkatan DM tipe 2. Alkohol akan menganggu metabolisme gula
darah terutama pada penderita DM, sehingga akan mempersulit regulasi gula darah dan
meningkatkan tekanan darah. Seseorang akan meningkat tekanan darah apabila
mengkonsumsi etil alkohol lebih dari 60ml/hari yang setara dengan 100 ml proof wiski,
240 ml wine atau 720 ml.

Faktor resiko penyakit tidak menular, termasuk DM Tipe 2, dibedakan menjadi


dua. Yang pertama adalah faktor risiko yang tidak dapat berubah misalnya umur, faktor
genetik, pola makan yang tidak seimbang jenis kelamin, status perkawinan, tingkat
pendidikan, pekerjaan, aktivitas fisik, kebiasaan merokok, konsumsi alkohol, Indeks
Masa Tubuh.

3
Gejala :

Gejala diabetes melitus dibedakan menjadi akut dan kronik

Gejala akut diabetes melitus yaitu

 Poliphagia (banyak makan)


 Polidipsia (banyak minum)
 Poliuria (banyak kencing/sering kencing di malam hari)
 Nafsu makan bertambah namu berat badan turun dengan cepat (5-10 kg dalam waktu 2-4
minggu)
 Mudah lelah.

Gejala kronik diabetes melitus yaitu

Kesemutan, kulit terasa panas atau seperti tertusuk tusuk jarum, rasa kebas di kulit, kram,
kelelahan, mudah mengantuk, pandangan mulai kabur, gigi mudah goyah dan mudah lepas,
kemampuan seksual menurun bahkan pada pria bisa terjadi impotensi, pada ibu hamil sering
terjadi keguguran atau kematian janin dalam kandungan atau dengan bayi berat lahir lebih dari
4kg.

Diagnosa

Diagnosis klinis DM ditegakkan bila ada gejala khas DM berupa poliuria, polidipsia, polifagia
dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya. Jika terdapat gejala khas
dan pemeriksaan Glukosa Darah Sewaktu (GDS) ≥ 200 mg/dl diagnosis DM sudah dapat
ditegakkan. Hasil pemeriksaan Glukosa Darah Puasa (GDP) ≥ 126 mg/dl juga dapat digunakan
untuk pedoman diagnosis DM.

Untuk pasien tanpa gejala khas DM, hasil pemeriksaan glukosa darah abnormal satu kali saja
belum cukup kuat untuk menegakkan diagnosis DM. Diperlukan investigasi lebih lanjut yaitu
GDP ≥ 126 mg/dl, GDS ≥ 200 mg/dl pada hari yang lain atau hasil Tes Toleransi Glukosa Oral
(TTGO) ≥ 200 mg/dl.

4
Gambar 1. Langkah diagnostik Diabetes Mellitus (DM) dan gangguan toleransi glukosa (GTG)

Penatalaksanaan diabetes melitus

Karena banyaknya komplikasi kronik yang dapat terjadi pada DM tipe-2, dan sebagian besar
mengenai organ vital yang dapat fatal, maka tatalaksana DM tipe-2 memerlukan terapi agresif
untuk mencapai kendali glikemik dan kendali faktor risiko kardiovaskular.

1. Diet

Prinsip pengaturan makan pada penyandang diabetes hampir sama dengan anjuran
makan untuk masyarakat umum yaitu makanan yang seimbang dan sesuai dengan
kebutuhan kalori dan zat gizi masingmasing individu. Pada penyandang diabetes perlu
ditekankan pentingnya keteraturan makan dalam hal jadwal makan, jenis dan jumlah
makanan, terutama pada mereka yang menggunakan obat penurun glukosa darah atau

5
insulin. Standar yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang seimbang
dalam hal karbohidrat 60-70%, lemak 20-25% danprotein 10-15%.

2. Olah raga
Dianjurkan latihan secara teratur (3-4 kali seminggu) selama kurang lebih 30
menit, yang sifatnya sesuai dengan Continous, Rhythmical, Interval, Progresive,
Endurance (CRIPE). Training sesuai dengan kemampuan pasien. Sebagai contoh adalah
olah raga ringan jalan kaki biasa selama 30 menit. Hindarkan kebiasaan hidup yang
kurang gerak atau bermalasmalasan.
3. Pendidikan kesehatan
Pendidikan kesehatan sangat penting dalam pengelolaan. Pendidikan kesehatan
pencegahan primer harus diberikan kepada kelompok masyarakat resiko tinggi.
Pendidikan kesehatan sekunder diberikan kepada kelompok pasien DM. Sedangkan
pendidikan kesehatan untuk pencegahan tersier diberikan kepada pasien yang sudah
mengidap DM dengan penyulit menahun.
4. Obat Hiperglikemik Oral (OHO)
Pemicu sekresi insulin:
a. Sulfonilurea
• Efek utama meningkatkan sekresi insulin oleh sel beta pankreas
• Pilihan utama untuk pasien berat badan normal atau kurang
• Sulfonilurea kerja panjang tidak dianjurkan pada orang tua, gangguan faal hati dan
ginjal serta malnutrisi
b. Glinid
• Terdiri dari repaglinid dan nateglinid
• Cara kerja sama dengan sulfonilurea, namun lebih ditekankan pada sekresi insulin fase
pertama.
• Obat ini baik untuk mengatasi hiperglikemia postprandial
Peningkat sensitivitas insulin:
a. Biguanid

• Golongan biguanid yang paling banyak digunakan adalah Metformin.

6
• Metformin menurunkan glukosa darah melalui pengaruhnya terhadap kerja insulin pada
tingkat seluler, distal reseptor insulin, dan menurunkan produksi glukosa hati.

• Metformin merupakan pilihan utama untuk penderita diabetes gemuk, disertai


dislipidemia, dan disertai resistensi insulin.

b. Tiazolidindion

• Menurunkan resistensi insulin dengan meningkatkan jumlah protein pengangkut


glukosa sehingga meningkatkan ambilan glukosa perifer.

• Tiazolidindion dikontraindikasikan pada gagal jantung karena meningkatkan retensi


cairan.

Penghambat glukoneogenesis:

a. Biguanid (Metformin).

• Selain menurunkan resistensi insulin, Metformin juga mengurangi produksi glukosa


hati.

• Metformin dikontraindikasikan pada gangguan fungsi ginjal dengan kreatinin serum >
1,5 mg/ dL, gangguan fungsi hati, serta pasien dengan kecenderungan hipoksemia seperti
pada sepsis

• Metformin tidak mempunyai efek samping hipoglikemia seperti golongan sulfonylurea.

• Metformin mempunyai efek samping pada saluran cerna (mual) namun bisa diatasi
dengan pemberian sesudah makan,

Penghambat glukosidase alfa :

a. Acarbose

• Bekerja dengan mengurangi absorbsi glukosa di usus halus.

• Acarbose juga tidak mempunyai efek samping hipoglikemia seperti golongan


sulfonilurea.

• Acarbose mempunyai efek samping pada saluran cerna yaitu kembung dan flatulens.

7
• Penghambat dipeptidyl peptidase-4 (DPP-4) Glucagon-like peptide-1 (GLP-1)
merupakan suatu hormone peptide yang dihasilkan oleh sel L di mukosa usus. Peptida ini
disekresi bila ada makanan yang masuk. GLP-1 merupakan perangsang kuat bagi insulin
dan penghambat glukagon. Namun GLP-1 secara cepat diubah menjadi metabolit yang
tidak aktif oleh enzim DPP-4. Penghambat DPP-4 dapat meningkatkan penglepasan
insulin dan menghambat penglepasan glukagon.

5. Obat Suntik

Insulin

a. Insulin kerja cepat

b. Insulin kerja pendek

c. Insulin kerja menengah

d. Insulin kerja panjang

e. Insulin campuran tetap

Agonis GLP-1/incretin mimetik

• Bekerja sebagai perangsang penglepasan insulin tanpa menimbulkan hipoglikemia, dan


menghambat penglepasan glukagon

• Tidak meningkatkan berat badan seperti insulin dan sulfonilurea

• Efek samping antara lain gangguan saluran cerna seperti mual muntah

Dengan memahami 4 pilar tata laksana DM tipe 2 ini, maka dapat dipahami
bahwa yang menjadi dasar utama adalah gaya hidup sehat (GHS). Semua pengobatan
DM tipe 2 diawali dengan GHS yang terdiri dari edukasi yang terus menerus, mengikuti
petunjuk pengaturan makan secara konsisten, dan melakukan latihan jasmani secara
teratur. Sebagian penderita DM tipe 2 dapat terkendali kadar glukosa darahnya dengan
menjalankan GHS ini. Bila dengan GHS glukosa darah belum terkendali, maka diberikan
monoterapi OHO.

8
Pemberian OHO dimulai dengan dosis kecil dan ditingkatkan secara bertahap
sesuai dengan respons kadar glukosa darah. Pemberian OHO berbeda-beda tergantung
jenisnya. Sulfonilurea diberikan 15-30 menit sebelum makan. Glinid diberikan sesaat
sebelum makan. Metformin bisa diberikan sebelum/sesaat/sesudah makan. Acarbose
diberikan bersama makan suapan pertama. Tiazolidindion tidak bergantung pada jadwal
makan, DPP-4 inhibitor dapat diberikan saat makan atau sebelum makan.

Bila dengan GHS dan monoterapi OHO glukosa darah belum terkendali maka
diberikan kombinasi 2 OHO. Untuk terapi kombinasi harus dipilih 2 OHO yang cara
kerja berbeda, misalnya golongan sulfonilurea dan metformin. Bila dengan GHS dan
kombinasi terapi 2 OHO glukosa darah belum terkendali maka ada 2 pilihan yaitu yang
pertama GHS dan kombinasi terapi 3 OHO atau GHS dan kombinasi terapi 2 OHO
bersama insulin basal. Yang dimaksud dengan insulin basal adalah insulin kerja
menengah atau kerja panjang, yang diberikan malam hari menjelang tidur.

Bila dengan cara diatas glukosa darah terap tidak terkendali maka pemberian
OHO dihentikan, dan terapi beralih kepada insulin intensif. Pada terapi insulin ini
diberikan kombinasi insulin basal untuk mengendalikan glukosa darah puasa, dan insulin
kerja cepat atau kerja pendek untuk mengendalikan glukosa darah prandial. Kombinasi
insulin basal dan prandial ini berbentuk basal bolus yang terdiri dari 1 x basal dan 3 x
prandial. Tes hemoglobin terglikosilasi (disingkat A1c), merupakan cara yang digunakan
untuk menilai efek perubahan terapi 8-12 minggu sebelumnya. Pemeriksaan ini di
anjurkan setiap 3 bulan, atau minimal 2 kali setahun.

Kriteria pengendalian DM

Untuk mencegah komplikasi kronik, diper - lukan pengendalian DM yang baik


yang merupakan sasaran terapi. Diabetes dinya - takan terkendali baik bila kadar glukosa
da - rah, A1c dan lipid mencapai target sasaran.

Metformin dan DM tipe 2

Sebagai salah satu obat hipoglikemik oral, metformin mempunyai beberapa efek
terapi antara lain menurunkan kadar glukosa darah melalui penghambatan produksi
glukosa hati dan menurunkan resistensi insulin khususnya di hati dan otot. Metformin

9
tidak meningkatkan kadar insulin plasma. Metformin menurunkan absorbsi glukosa di
usus dan meningkatkan sensitivitas in - sulin melalui efek penngkatan ambilan glukosa di
perifer. Studi-studi invivo dan invitro membuktikan efek metformin terhadap fluidity
membran palsma, plasticity dari reseptor dan transporter, supresi dari mitochondrial
respiratory chain, peningkatan insulin-stimulated receptor phosphorylation dan aktivitas
tirosine kinase, stimulasi translokasi GLUT4 transporters, dan efek enzimatik metabolic
pathways.

Tatalaksana DM tipe-2 bukan hanya bertujuan untuk kendali glikemik, tetapi juga
kendali faktor risiko kardiovaskuler, karena ancaman mortalitas dan morbiditas justru
datang dari berbagai komplikasi kronik tersebut. Dalam mencapai tujuan ini, Metformin
salah satu jenis OHO ternyata bukan hanya berfungsi untuk kendali glikemik, tetapi juga
dapat memperbaiki disfungsi endotel, hemostasis, stress oksidatif, resistensi insulin,
profil lipid dan redistribusi lemak. Metformin terbukti dapat menurunkan berat badan,
memperbaiki sensitivitas insulin, dan mengurangi lemak visceral. Pada penderita
perlemakan hati (fatty liver), didapatkan perbaikan dengan penggunaan Metformin.
Metformin juga terbukti mempunyai efek protektif terhadap komplikasi makrovaskular.
Selain berperan dalam proteksi risiko kardiovaskuler,

Studi-studi terbaru juga mendapatkan peranan neuroprotektif Metformin dalam


memperbaiki fungsi saraf, khususnya spatial memory function dan peranan proteksi
Metformin dalam karsinogenesis. Diabetes tipe-2 mempunyai risiko lebih tinggi untuk
terkena berbagai macam kanker terutama kanker hati, pankreas, endometrium, kolorektal,
payudara, dan kantong kemih. Banyak studi menunjukkan penurunan insidens keganasan
pada pasien yang menggunakan Metformin.

Kesimpulan

Diabetes militus tipe 2 merupakan penyakit metabolik dimana kadar insulin mungkin sedikit
menurun atau berada dalam rentang normal. Karena insulin tetap dihasilkan oleh sel-sel beta
pankreas, maka diabetes mellitus tipe II dianggap sebagai non insulin dependent diabetes
mellitus. Gejalanya Poliphagia (banyak makan), Polidipsia (banyak minum), Poliuria (banyak
kencing/sering kencing di malam hari). Tatalaksana diabetes mellitus tipe-2 bukan hanya

10
ditujukan pada kendali glikemik, tetapi juga terhadap proteksi komplikasi kardiovaskuler.
Metformin merupakan obat hipoglikemik lini pertama untuk diabetes mellitus tipe-2, karena
disamping terbukti efektif dalam kendali glikemik, Metformin juga terbukti mempunyai efek
protektif terhadap komplikasi kardiovaskuler, disamping masih mempunyai banyak efek positif
lainnya yang sebagian masih dalam tahap penelitian.

11

Anda mungkin juga menyukai