Anda di halaman 1dari 27

REFERAT

AMENOREA PRIMER

Disusun Oleh :
Cuay Yusnianingsih 01073170110

Pembimbing :
dr. Dyana Safitri Velies, Sp.OG (K), M.Kes

KEPANITRAAN KLINIK ILMU KEBIDANAN DAN KANDUNGAN


SILOAM HOSPITAL LIPPO VILAGE – RUMAH SAKIT UMUM SILOAM
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PELITA HARAPAN
PERIODE 19 MARET – 26 MEI 2018
TANGERANG
BAB I
PENDAHULUAN

Pubertas merupakan periode dimana terjadi perubahan hormonal, fisik, dan


fisiologis yang mengubah masa kanak-kanak menjadi masa remaja. Pada periode ini,
menarche atau siklus menstruasi pertama adalah kejadian yang penting dalam
kehidupan perempuan. Menarche umumnya terjadi saat usia 12-13 tahun, dengan
98% terjadi saat usia 15 tahun. Jangka waktu siklus menstruasi yang normal berkisar
21 sampai 45 hari, selama 2-7 hari(1). Amenorea adalah tidak terjadinya siklus
menstuasi atau berhentinya siklus menstruasi pada wanita usia produktif. Amenorea
diklasifikasi menjadi amenorea primer dan amenorea sekunder. Amenorea primer
adalah kondisi dimana tidak terjadi menstruasi hingga usia 16 tahun, tetapi
perkembangan karakteristik sekunder berlangsung normal. Amenorea primer bisa
diartikan pula sebagai tidak terjadi menstruasi hingga 14 tahun dan perkembangan
karakteristik sekunder juga tidak terjadi(2).
Insidensi amenorea primer adalah <1%, terhitung dari pasien dengan
trauma psikologis. Penelitian pada tahun 1971 oleh James H Evans melaporkan 50
kasus amenorea primer, penelitian ini dilakukan dengan pengambilan apusan mukosa
mulut, total gonadotropin urin dan estrogen. Hasilnya adalah abnormalitas kromosom
merupakan penyebab paling sering amenorea primer (24%). Pada tahun 1991, Kuntal
Rao et al melaporkan dari 40 pasien pada tahun 1987 dan 1988 penyebab amenorea
yang plaing sering adalah disgenesis uterovagina (50%). Pada tahun 2010,
Vijayalakhmi et al melaporkan analisa sitogenik pada pasien menorea primer
memiliki kariotipe dengan 71.2% kromosom normal, 27.8% dengan abrasi numeric,
dan 26% dengan abnormalitas structural. Insiden kelainan kromosom sekitar 49%(3).

Perkembangan endometrial normal dimana endometrium dapat merespons


ransangan estrogen dan progesterone setiap siklus menstruasi. Fungsi ovarium normal
diperluhkan untuk sekresi dan sistesis hormon estrogen dan progesteron sehingga
proliferasi, sekresi danpembentukan korpus luteum dapat terjadi. Fungsi kelenjar
hipofisis normal dimana sekresi hormon FSH dan LH dari anterior hipofisis akan
menstimulus produksi hormon dan folikel dari ovarium. Fungsi hipotalamus normal
merupakan faktor yang penting karena produksi hormon GnRH merupakan kunci dari
produksi hormon lainnya. Penegakan diagnosis amenorea primer adalah melalui
anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Tatalaksana amenorea
primer disesuaikan dengan penyebab amenorea primer antara lain dengan hormon
terapi ataupun tindakan invasif. Komplikasi dapat berupa osteoporosis, penyakit
kardiovaskular, hyperplasia endometrial, infertilitas dan stress psikologis.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2. 1 Pengertian
Pubertas merupakan periode dimana terjadi perubahan hormonal, fisik, dan
fisiologis yang mengubah masa kanak-kanak menjadi masa remaja. Pada periode ini,
menarche atau siklus menstruasi pertama adalah kejadian yang penting dalam
kehidupan perempuan. Menarche umumnya terjadi saat usia 12-13 tahun, dengan
98% terjadi saat usia 15 tahun. Jangka waktu siklus menstruasi yang normal berkisar
21 sampai 45 hari, selama 2-7 hari. Pada dua tahun pertama menarche, panjangnya
waktu menstruasi tidak regular karena imaturitas hypothalamus-pituitary - ovarian
axis, tapi dapat juga siklus berlangsung reguler(1).
Amenorea adalah tidak terjadinya siklus menstuasi atau berhentinya siklus
menstruasi pada wanita usia produktif. Amenorea bersifat fisiologis hanya pada saat
hamil, laktasi, dan menopause. Amenorea diklasifikasi menjadi amenorea primer dan
amenorea sekunder. Amenorea primer adalah kondisi dimana tidak terjadi menstruasi
hingga usia 16 tahun, tetapi perkembangan karakteristik sekunder berlangsung
normal. Amenorea primer bisa diartikan pula sebagai tidak terjadi menstruasi hingga
14 tahun dan perkembangan karakteristik sekunder juga tidak terjadi. Amenorea
sekunder adalah tidak terjadinya menstruasi selama 3 bulan pada wanita yang siklus
menstruasi sebelumnya regular atau selama 9 bulan pada wanita dengan
oligomenorea sebelumnya(2).

2. 2 Epidemiologi(3)
Insidensi amenorea primer adalah <1%, terhitung dari pasien dengan trauma
psikologis. Penelitian pada tahun 1971 oleh James H Evans melaporkan 50 kasus
amenorea primer, penelitian ini dilakukan dengan pengambilan apusan mukosa
mulut, total gonadotropin urin dan estrogen. Hasilnya adalah abnormalitas kromosom
merupakan penyebab paling sering amenorea primer (24%).
Pada tahun 1991, Kuntal Rao et al melaporkan dari 40 pasien pada tahun 1987
dan 1988 penyebab amenorea yang paling sering adalah disgenesis uterovagina
(50%). Penelitian ini menekankan penggunaaan laparoskopi memberikan informasi
yang lebih jelas mengenai anatomi gonad dan isi pelvis dibandingkan dengan
penemuan klinis atau biokimia. Keuntungan lainnya adalah lebih murah, gampang,
dan diagnosis yang tepat. Pada tahun 2010, Vijayalakhmi et al melaporkan analisa
sitogenik pada pasien menorea primer memiliki kariotipe dengan 71.2% kromosom
normal, 27.8% dengan abrasi numeric, dan 26% dengan abnormalitas structural.
Insiden kelainan kromosom sekitar 49%.

2.3 Etiologi
2.2. Etiologi(4)

2.3. Klasifikasi (5)

a. Kompartemen I ( Kegagalan Target Organ)

 Mayer rokitansky kuster hauser

 Hipoplasia mulerian

 Vaginal septum transversalis

 Himen imperforata

 Agenesis serviko-vaginal

 Endometritis tuberkular

 Sindroma insensitivitas androgen


 Absent endometrium

b. Kompartemen II ( Gangguan Proses Ovulasi)

 46, XX (Disgenesis gonadal)

 45, X0 (Sindroma Turner’s)

 46, XY (Sindroma Swyer)

c. Kompartemen III ( Gangguan pada Hipofisis)

 Hiperprolaktinemia

d. Kompartmen IV ( Gangguan pada Hipotalamus dan SSP)

 Hipogonadotropik hipergonadism

 PCOS

2.4. Fisiologi(6)

Kelenjar hipotalamus dan hipofisis adalah struktur kunci dalam mengatur


homeostasis, termasuk tidur, rasa lapar, rasa haus, termoregulasi, dan maturasi
seksual. Maturasi seksual terjadi saat periode pubertas, yang dikarakteritisasi
dengan (re)aktivasi aksis hipotalamus-pituitari-gonadal. Neuron gonadotropin
releasing hormone (GnRH) di hipotalamus akan meransang sekresi GnRH, GnRH
kemudian akan menstumulasi produksi LH dan FSH pada kelenjar pituitary.
Peningkatan LH dan FSH saat pubertas meransang pematangan gonad,
menyebabkan sekresi estradiol dan testosteron(7).

Neuron GnRH dapat dideteksi pada hipotalmus fetal saat minggu 9 – 10


kehamilan. Neuron GnRH berasal dari area olfaktori kemudian bermigrasi ke
nukleus arkuata di hipotalamus, kemudia neuron GnRH akan projeksi ke
pituitaro. hal ini menjelaskan gejala anosmia pada sindoma Kallman.
Siklus mensruasi dibagi menjadi fase proliferasi (folikular), fase ovulasi, dan
fase sekretori (luteal). Jarak antar siklus adalah anatar 25 – 30 hari dengan rata 28
hari. Variasi panjangnya siklus menstruasi adalah berdasarkan variase fase
folikular, sedangkan fase luteal bersifat konstan yaitu 14 hari. Polimenorea adalah
interval siklus menstruasi <21 hari, oligomenorea adalah interval siklus
menstruasi >35 hari. Perdaraha yang kelauar berkisar 30 ml, perdarahan >80 ml
disebut menorea dan merupakan keadaan yang abnormal.

Fase proliferasi mulai saat menstruasi hingga ovulasi terjadi. folikulogenesis


terjadi pada fase ini. Folikel dominan adalah folikel yang terpilih untuk
mengalami ovulasi. Hormone yang berperan adalah hormone FSH, FSH
meningkat beberapa hari sebelum onset menstruasi. FSH berfungsi untuk memilih
folikel dominan, FSH menransang pertumbuhan sel granulosa dan mengatifkan
aktivitas aromaerase, yang mengubah androgen menjadi estrogen. FSH akan turun
karena respons terhadap estrogen dan inhibin B yang diproduksi oleh sell folikel
granulosa yang sedang berkembang(8).

Fase ovulasi adalah fase yang terjadi saat pucak pertumbuhan folikel sebagai
respons kepada LH. Sebelum ovulasi ukuran folikel adalah 20 mm. LH dilepas
sebagai mekanisme umpan balim positif dari anterior hipofisis karengan eksposur
memanjang terhadap estradiol (>200pg/ml selama 50 jam). 12 jam setelah puncak
LH. Enzim proteolitik dan prostaglandin akan mencerna dinding kolagen dari
folikel sehingga oosit akan dilepas. Fase sekretori mulai setelah ovulasi, pada fase
ini bagian sel granulosa yang tidak keluar bersama oosit akan membesar dan
menjadi lutein, disebut juga sebagai korpus luteum. Puncak progesteron terjadi 1
minggu setelah ovulasi terjadi. progesterone berfungsi untuk mengubah dinding
endometrium dari proliferative menjadi sekretori endometrium untuk
mempersiapkan implantasi embrio. Jika terjadi kehamilan maka hCG akan
menjaga korpus luteum tetapi jika tidak luteosis akan terjadi sehingga korpus
luteum menjadi korpus albikan, hal ini menyebabkan hormone progesteron hilang
sehingga terjadi peluruhan endometrium sehingga terjadi perdarahan menstruasi.

2.5.Patofisiologi(9)(4)

Estradiol berfungsi untuk meransang perkembangan endometrium uterin.


Progesteron yang diproduksi oleh oleh korpus luteum setelah terjadi ovulasi akan
mengubah proliferasi endometrium menjadi sekretori endomentrium. Jika kehamilan
tidak berlangsung maka endrometrium sekretori akan luruh sehingga menyebabkan
pendarahan menstruasi. Adanya gangguan pada interaksi hypothalamus-pituitary-
ovary axis dan saluran keluar (uterus, serviks, dan vagina) menyebabkan terjadinya
amenorea. Supaya mentruasi dapat terjadi secara normal maka diperluhkan :

 Saluran keluar yang intak yaitu tidak adanya kerusakan atau abnormalitas
pada saluran yang menghubungkan internal genitalia yaitu cavitas uterin
dengan genitalia eksterna yaitu endoserviks, kanalis vaginalis dan orifisim
vaginalis.

 Perkembangan endometrial normal dimana endometrium dapat merespons


ransangan estrogen dan progesterone setiap siklus menstruasi.

 Fungsi ovarium normal diperluhkan untuk sekresi dan sistesis hormon


estrogen dan progesterone sehingga proliferasi, sekresi danpembentukan
korpus luteum dapat terjadi.

 Fungsi kelenjar hipofisis normal dimana sekresi hormon FSH dan LH dari
anterior hipofisis akan menstimulus produksi hormon dan folikel dari
ovarium.

 Fungsi hipotalamus normal merupakan faktor yang penting karena produksi


hormon GnRH merupakan kunci dari produksi hormon lainnya
Amenorea primer dapat disebabkan oleh adaanya kelainan anatomis. Pada keadaan
dimana uterus dan vagina tidak terbentuk tetapi karakteristik seksual sekunder tetap
ada maka diagnosis umumnya adalah agenesis mullerian, kondisi ini berhubungan
dengan malformasi urogenital. Agenesis mullerian harus dibedakan sindroma
insensitivitas androgen kompikata, karena pada kedua kondisi tersebut vagina dapat
absen atau pendek. Insensivitas androgen adalah kondisi yang langka, insidensinya
adalah 1:60.000, dan 5% amenorea primer disebabkan oleh kondisi ini. Cara
membedakan agenesis mullerian dengan sindroma insensivitas androgen adalah
dengan mengukur kadar serum testosterone, dimana yaitu pada agenesis mullerian
kadar serum testosterone normal sedangkan pada sindroma insensitivitas androgen
kadar tetstosteron meningkat. Selain itu sindroma insensitivitas androgen dapat
dipastikan dengan menanyakan riwayat keluarga, tidak adanya rambut pubis, dan
adanya massa inguinal. Diagnosis dapat dipastikan dengan analisa kariptipe yaitu
pada agenesis mullerian memiliki kariotipe 46 XX sedangkan pada sindroma
insensitivitas androgen, kariotipenya adalah 46 XY. Insidensi keganasan gonadal
adalah skeitar 22% dan jaranf muncul sebelum usia <20 tahun. Kelainan anatomis
lainnya adalah himen imperforate (1 : 1000). Transversal septum vagina (1:80.000),
dan isolated absent vagina atau serviks. Kondisi – kondisi ini memiliki gejala berupa
nyeri siklik dan akumulasi darah dibelakang obstruksi yang menyebabkan
endometriosis dan perlengketan pada area pelvis.

Peningkatan kadar FSH disebakan oleh gangguan pada fungsi organ gonad.
Kegagalan organ gonad dapat muncul pada usia berapa saja, bahkan saat masih
didalam kandungan, yang menyebabkan agenesis gonadal atau disgensis gonadal.
Pada genetik XX, kegagalan ovarium terjadi saat sebelum maturasi seksual,
menyebabkan amenorea primer dan perkembangan payudara yang tidak komplit.
Kegagalan gonadal pada genetik XY, individu akan memiliki genitalia perempuan
yang disebabkan adanya faktor inhibisi mullerian dam testosterone tidak dapat
diproduksi. Tumor gonadal terjadi pada 25% perempuan dengan kromosom Y. Tidak
seperti sindroma insensitivitas androgen, organ gonad tidak memproduksi seks
hormon, sehingga dapat segera diangkat. Disgenesi gonadal dapat terjadi pada
kariotipe XX ,XY, dan juga pada kariotipe abnormal seperti 45 X (sindroma
Turner’s), dimana tidak terjadi penambahan oosit saat usia kehamilan 18 minggu.
Penyebab peningkatan FSH yang lain adalah mutasi reseptor FSH atau LH,
galaktosemia, 17 α hydrosilase, dan defisiensi hormon aromaterase.

Peningkatan hormon prolaktin berhubungan dengan penurunan konsentrasi estradiol.


Pada prolaktinemia persisten maka bisa dilakukan pemeriksaan fungsi tiroid untuk
menyingkarkan kemungkinan hipotiroidism. Jika diagnosis hipotiroidisme bisa
disingkarkan pemeriksaan MRI pada kelenjar hipofisis merupakan indikasi
selanjutnya. Hasil penemuan MRI dapat berupa stenosis kongenital pada aqueduktus,
non-functioning adenomas, dls. Pada wanita dengan hiperprolaktinemia maka
prevalensi tumor hiposfisis adalah sekitar 50% - 60%.

Pada keadaan dimana kadar FSH normal atau rendah, diagnosisnya dapat berupa
amenorea hipotalamus dan PCOS. Amenorea hipotalamus ditandai oleh inkonsisten
hormon GnRH sedangkan pada PCOS hormone GnRh meningkat secara persisten
menyebabkan sistesis LH berlebihan, hiperandrogenisme, dan gangguan maturasi
folikel. Amenorea hipotalamus disebabkan oleh stress, perubahan berat badan,
malnutrisi, dan olahraga berlebih, tetapi patofisiologinya masih belum jelas. Wanita
yang aktif dalam olaraga kompetitif 3x lebih beresiko mengalami amenorea primer
atau sekunder. Pada sebagian kasus, disfungsi hipotalamus terjadi sebelum menarche
menyebabkan 3% dari amenorea primer pada remaja, umumnya karateristik seksual
sekunder akan berkembang dan siklus menstruasi akan kembali tanpa terapi.
Penyebab lain amenorea hipotalamus adalah sindroma Kallmann karena adalanya
kelainan pada pembentukan olfactory bulb. Gejala yang muncul berupa anosmia,
amenorea, dan kadar gonadotropin yang rendah karena defisiensi GnRH. Penyebab
lain adalah kelainan hipofisis seperti sindroma Sheehan dan empty sella syndrome.
2.6.Diagnosis Banding(9)(11)(12)
a. Kompartemen I
 Agenesis Mullerian (46, XX)
Diagnosis ini ditetapkan pada wanita yang tidak memiliki atau
mengalami hipoplasia pada bagian vagina internal dan tidak memiliki
tuba falopi serta uterus. Penyebab sindroma ini masih belum diketahui
dan mungkin berhubungan dengan mutasi pada gen hormon anti-
mullerian atau gen anti-mullerian reseptor. Kelainan lain yang muncul
bersamaan dengan sindroma ini seperti ginjal ektopik, agenesis ginjal,
dan horse shoe kidney. 10% dari kasus amenorea primer disebabkan
oleh agenesis mullerian. Pada agenesis mullerian terjadi malformasi
kongenital pada saluran genital bagian atas menyebabkan tidak
terbentuknya atau abnormalitas pada uterus, tetapi karakteristik
seksusal sekunder tetap terjaga karena organ ovarium yan bukan
merupakan bagian dari duktus mullerian tetap terbentuk. Agenesis
mullerian atau disebut juga Mayer-Rokitansky-Kuster-Hauser
syndrome terjadi 1:4000-5000 kelahiran.

 Sindroma Insensitivitas Androgen (46, XY)


Sindroma insensitivitas androgen adalah kondisi yang langkah dan
insedensinya hanya terjadi 1:20.000 dan 1: 100.000. Level serum
tetstosteron normal tetapi tidak mampu untuk berikatan dengan
reseptor androgenSindroma insensitivitas androgen menyebabkan
tidak terbentuknya uterus dan kelainan pada kanalis vaginalis. Nama
lainnya adalah sindroma feminimisasi testicular, dimana pasien
dengan sindroma ini adalah pseudohermafrodit yaitu seseorang yang
genetik adalah laki-laki (XY) dan memiliki testis, tetapi organ
genitalnya adalah perempuan. Konversi testosteron menjadi estrogen
menyebabkan perkembangan payudara yang normal, rambut ketiak
dan pubis minimal dengan vagina yang pendek. Riwayat pertumbuhan
pada pasien ini normal tetapi cenderung eunuchoidism (lengan
panjang, telapak tangan besar, dan telapak kaki yang besar). Payudara
akan membesar karena testosteron diubah menjadi estrogen sehingga
menstimulus pertumbuhan payudara. Tetapi terdapat kelainan pada
payudara dimana jaringan grandular sedikit sehingga ukuran areola
kecil dan pucat. Testis terbentuk dan berada di canalis ingunalis atau
intraabdomen tetapi tidak matang dan tidak mengalami
spermatogenesis yang menyebabkan regresi duktus mullerian testis
akan ada di intraabdominal atau dalam bentuk herniasi. Karena resiko
tinggi terjadinya kanker pada kelenjar gonad, biasanya dilakukan
pengangkatan pada usia 16-18 tahun saat perkembangan karakteristik
seksual sekunder telah sempurna setelah pubertas.

 Defisiensi 5-alpha Reduktase (5-ARD)


Merupakan penyakit resesif autosomal dengan 46 XY kariotipe.
Pasien biasanya memiliki genital yang ambigu, klitoris seperti penis,
skrotum bifid, dan pseudovaginal perineoskrotal hipospadia. Testis
intak terdapat pada kanalis inguinalis atau pada skrotum.

 Himen Imperforata
Himen imperforata adalah kongenital obstruksi pada saluran genitalia
wanita. Insidensinya dilaporkan terjadi 1 diantara 1000 kelahiran.
Gejala yang muncul pada masa kanak-kanak adalah amenorea primer
disertai nyeri abdomen siklikal, distensi pada vagina dan uterus karena
akumulasi darah, sehingga perut membesar dan menyebabkan retensi
urin. Pada pemeriksaan fisik akan terpapalsi massa pada abdomen
bawah. Pada pemeriksaan genitalia akan terlihat himen bengkak dan
kebiruan. Saat terjadi menstruasi, darah akan terkumpul di belakang
himen sehingga menimbulkan hematokolpos, hematometra, dan
hemosalfing. Pengobatan definitif pada kondisi ini adalah himenotomi
atau himenektomi dan biasanya dilakukan dengan insisi melingkar.

 Tranverse Vaginal Septum


TVS adalah kondisi yang tidak umum yang disebabkan oleh
abnormalitas saat fusi vertikal antara bagian vagina dari duktus
mullerian dnegan sinus urogenitalis. Ketebalan dan lokasi septum
umumnya bervariasi, tetapi pada umumnya terdapat di bagian atas atau
tengah vagina. Insidensi yang dilaporkan adalah 1 diantara 50.000 –
70.000 wanita. Gejala yang timbul berupa nyeri siklik abdomen dan
massa yang terpalpasi pada bagian abdomen bawah. Darah menstruasi
akan terakumulasi dan memenuhi struktur diatas septum yang
menyebabkan hematokolpos dan hematometra. 30-40% wanita yang
mengalami TVS akan mengalami anus imperforata, uterus bikornuat,
coarctation aorta, atrial septal defect, dan malformasi dari spina
lumbar. Pengobatan yang dipilih adalah esksisi septum vagianlis.

 Agenesis Servikal
Menurut klasifikasi American fertility society, agenesis servikal dibagi
menjadi tipe IB ( anomaly mullerian) yaitu disebabkan oleh fusi
abnormal antaral duktus mullerian dengan sinus urogenital, atau atrofi
dari segmen yang biasanya membentuk sistem mullerian. Insidensinya
berkisar 0.01% dari populasi an 3% dari insiden anomaly uterus. 4.8%
dari wanita dengan agenesis servikal memiliki uterus yang masih
dapat berfungsi dan terdapat hematometra. Pengobatan yang dapat
dilakukan anatra lain dengan Penggunaan foley’s catheter dan
histerektomi.

b. Kompartemen II
 Sindroma Turner’s
Sindroma Turner’s disebabkan oleh hilangnya atau adanya kelainan
pada salah satu kromosom X, dan merupakan penyebab paling sering
keterlambatan pubertas dan amemorea primer. Insidensitas kondisi ini
timbul 1 diantara 2500 sampai 1 diantara 3000 perempuan. Kariotipe
atau gambaran kromosom pada pasien sindroma Turner’s klasik
adalah 45X. Karakteristik klasik dari sindroma Turner’s adalah
perawakan pendek, selaput pada leher, kubitus valgus, garis rambut
rendah, dada yang bidang, dan jarak putting yang jauh.

 Disgenesis Gonadal Murni


Disebut juga sebagai sindroma Swyer dimana fenotipe nya berupa
46XX atau 46XY. Individu dengan fenotipe XY harus melakukan
pengangkatan gonad. Sindroma swyer berhubungan dengan mutasi
gen SYR sehingga terjadi disgenesis testis dan produksi testosteron
dan faktor anti-mullerian tidak terjadi. Duktus mullerian tetap ada dan
pasien memiliki uterus dan vagina yang belum sempurna. Karena
adanya kromososm Y maka resiko keganasan meningkat sehingga
harus dilakukan gonadektomi.

 Disgenesis Gonadal Campuran


Pasien hanya memiliki satu testis normal, organ genitalia yang
ambigu. Salah satu penyebabnya dalah mutasi gen SRY.
 Sindroma Resistensi Ovarium
ROS adalah gangguan endokrin yang jarang memiliki dengan
karakteristik berup hipergonadotropik hipogandism yaitu kondisi
dimana hipogonadism disebabkan oleh gangguan respons organ gonad
terhadap hormon gonadotropin (FSH & LH), sehingga menyebbakan
kurangnya sekresi steroid seks. Pasien memiliki kariotipe dan fenotipe
perempuan dan terdapat peningkatan hormon FSH tetapi ovarium yang
mengandung folikel perimodial resisten terhadap hormone
gonadotropin. Pengobatan pada ROS adalah menggunakan donor oosit
via fertilisasi invitro.

 Defisiensi Enzim
Defisiensi 17 α hydroxylase atau defisiensi enzim aromaterase
berhubungan dengan tidak diproduksinya steroid seks menyebabkan
keterlambatan pubertas. Individu dengan defisiensi 17 α hydroxylase
memiliki kariotipe 46XX atau 46XY. Uterus tidak ada pada kariotipe
46XY. anak-anak dengan defisiensi 17 α hydroxylase mengalami
hypernatremia, hypokalemia, dan hipertensi karena peningkatan
produksi mineralokortikoid. Pada defisiensi aromaterase maka terjadi
peningkatan hormon androgen. Sehingga anak perempuan akan
memiliki organ genital yang ambigu dan amenorea primer.

c. Kompartemen III
 Hipopituitarism
Kongenitan pan hypopituitarism akan timbul diawal masa kanak-
kanak. Amenorea terjadi karena kekurangan gonadotropin.
 Isolated FSH Deficiency
Kondisi ini disebabkan oleh mutasi pada β FSH sehingga konsentrasi
serum FSH sangat rendah. Isolated FSH deficiency timbul sebagai
idiopatik hipergonadotropik hipogonadism dan jarang menimbulkan
amenorea. Individu ini memiliki LH yang tinggi dan FSH yang rendah
sehingga bisa diobati dengan FSH eksogen.
 Hiperprolaktinemia
Hiperprolaktinemia adalah penyebab paling sering amenorea karena
gangguan hipofisis. Penyebabnya adalah adanya tumor yaitu mikro
(<10mm) atau makro (>10mm) adenoma, menyebabkan overproduksi
prolaktin atau massa tumor mengganggu inhibisi oleh dopamin
hipotalamus. Sekitar 30% kondisi ini berhubungan dengan galaktorea
dan hanya 5% berhubungan dengan gangguan pengelihatan. Serum
prolaktin dan penegecekan hipofisi menggunakan MRI sensitive dan
spesifik untuk mendiagnosis kondisi ini.
 Empty Sella Syndrome
Merupakan kondisi jinak karena kelainan kongenital dimana
diafragma sella tidak ada. Hal ini dapat terjadi setelah operasi,
radioterapi, atau karena adanya tumor. Menifestasinya berupa
hiperprolaktinemia.

d. Kompartemen IV
 Congenital Kallmann Syndrome
Kondisi langka dengan insidensi 1 diantara 50.000 kelahiran dan
merupakan penyakit keturunan, disebabkan oleh defisiensi sekresi
GnRH. Menifestasi nya adalah anosmia atau hypos,ia. Karitipenya
berupa 46XX. Organ gonad masih dapat meresponi gonadotropin
sehingga ovulasi dapat terjadi jika diberikan gonadotropin eksogen.
 PCOS adalah penyebab paling sering amenorea sekunder dan
penyebab yang tidak biasa untuk amenorea sekunder. PCOS
didiagnosis saat setidaknya 2 faktor terpenuhi yaitu absen atau
infrekuensi menstruasi, morfologi atau biokimia hiperandrogenism,
ovarium dengan penampakan polikistik pada USG. Patologi terjadinya
PCOS adalah resistensi insulin periferal, yang memperparah obesitas.
Hiperinsulinemia mengganggu proses folikulogenesis di ovarium,
meningkatkan kadar androhen ovarium, dan mengurangi produksi sex
hormone binding globulin di hepar. Hal ini menyebabkan infrekuensi
atau absen dari siklus menstruasi dan meningkatnya kadar androgen
bebas dalam peredaran darah yang menyebbakan gejala seperti jerawat
dan hirtuism. Tatalaksana pada kondisi ini adalah penurunan berat
badan 5-10%, dan penggunaan pill kontrasepsi kombinasi. Pada PCOS
karena adanya unopposed estrogen setelah beberapa waktu dapat
menyebabkan hyperplasia atau keganasan pada endometrium.

 Anoreksia Nervosa
Adalah penyebab langka amenorea primer. Individual dengan kondisi
ini memiliki fenotipe yang normal dan karakteristik seksual sekunder
yang sub normal.

 Olahraga Ekstrim dan Stress


Merupakan gangguan fungsional pada hypothalamus pituitary axis,
dimana ada penurunan aktivitas GnRH di hipotalamus menyebabkan
berkurangnya gonadotropin.

 Constitutional Delay
Merupakan diagnosis retrospektif. Pada kondisi ini terdapat
keterlambatan maturasi HPO axis yaitu sekitar 1 tahun dari umur
kronologis seharusnya.

2.7.Diagnosis(1)(10)(9)
b. Anamnesis
Langkah pertama dalam mengevaluasi amenorea adalah berdasarkan
anamnesis dari pasien dan keluarga. Anamnesis meliputi riwayat olahraga,
peneurunan berat badan yang esktrem, penyakit kronis yang diderita dahulu
atau sekrang, penggunaan obat-obatan terlarang, hal-hal ini berkaitan dengan
amenorea karena gangguan pada hipoalamus. Riwayat depresi, stress, dan
anorexia atau bulimia nervosa juga dapat menyebabkan amenorea.
Riwayat radiasi atau kemoterapi pada sistem saraf pusat juga dapat
menyebabkan amenorea. Riwayat radiasi abdomen atau pelvis dapat
menyebabkan gagal organ pada ovarium, yang menimbulkan gejala seperti
hot flushes, kekeringan pada vagina, dls. Riwayat galaktorea, sakit kepa, dan
gangguan pengelihatan berhubungan dengan adanya tumor hipofisis.
Tanyakan juga apakah ada gejala-gejala yang berhubungan dengan penyakit
tiroid misalkan penurunan atau peningkatan berat badan, sering kedinginan
atau kepanasan dls. Tanyakan pula pola makan pasien dan gejala anorexia
nervosa seperti menolak makan karena merasa akan mengalami kegemukan.
Pada riwayat penyakit keluarga tanyakan mengenai pola penyebaran
rambut pubis yang bisa menjadi tanda adanya sindroma insentifitas androgen
dimana tidak adanya rambut pubis dan axilla meskipun ada perkembangan
payudara. Riwayat menstruasi, menarche, dan menopause kepada ibu dan
saudara perempuan. Riwayat tmbuh kembang pasien dan anggotakeluarga
juga perlu ditanyakan untuk mengetahui adanya keterlambatan pertubuhan.
c. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik meliputi pemeriksaan antropometri untuk
mengetahui adanya keterlambatan pertumbuhan dan pubertas. Pemeriksaan
lain berupa status nutrisi dan indeks massa tubuh. Peningkatan massa indeks
tubuh dan tanda kelebihan hormon androgen seperti hirtuism atau jerawatan
berkaitan dengan penyakit kistik ovarian. Tanda virilisasi seperti suara berat,
klitoromegali, ditambah dengan hirtuism dan jerawatan berkaitan dengan
adanay tumor yang mensekresi androgen. Pemeriksaan klitoris yaitu
pemeriksaan diameter kelenjar klitoris anteroposterior dan tranversal, apabila
>35 mm2 merupakan bukti adanya kelebihan hormon androgen. Indeks
klitoris >100 mm2 merupakan tanda virilisasi.
Perhatikan pula tanda-tanda dismorfik seperti punggung bungkuk,
perawakan pendek, dan jarak putting yang jauh merupakan tanda sindroma
Turner. Perhatikan apakah ada tanda sindroma Cushing seperti striae, buffalo
humb, obesitas sentral, mudah memar, hipertensi dan kelemahan otot
proksimal. Pemeriksaan payudara merupakan pemeriksaan yang penting
untuk mengetahui galaktorea, jika ada galaktorea maka perlu dilakukan
evaluasi apakah galaktorea terjadi spontan atau hanya ada jika dilakukan
penggencetan pada putting. Inspeksi apakah galaktorea terjadi unilateral atau
bilateral, persisten atau intermiten.
Pemeriksaan funduskopi dan lapang pandang dilakukan jika ada
kecurigaan terhadap tumor hipofisis. Inspeksi pada pelvis menggunakan
speculum dilakukan untuk melihat abnormalitan pada saluran keluar seperti
septum vaginalis yang tranversal, himen imperforate, dls. Isnpeksi genitalia
eksterna disesuai dengan skala Tanner.
d. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium meliputi pemeriksaan basal plasma gonadotropin,
estradiol, progesteron, testosteron bebas dan total, fungsi tiroid, prolaktin,
gula darah, hormon adrenokortikotropik, dan kortisol.

Pemeriksaan USG abdominal dapat dilakukan untuk memastikan keberadaan


uterus, dan dapat mengidentifikasi abnormalitas structural pada organ
reproduksi. Jika terdapa kemungkinan adanya tumor hipofisis, maka dapat
dilakukan pemeriksaan MRI. MRI untuk melihat massa di hipofisis.

e. Algoritma (9)
2.8.Tatalaksana(1)

2.9.Komplikasi(9)
a. Osteoporosis
Amenorea berhubungan dengan defisiensi estrogen sehingga memiliki resiko
tinggi untuk menjadi osteoporosis. Resiko ini tetap ada meskipun amenorea
telah diobati dan siklus menstruasi telah normal. Defisiensi estrogen adalah
masalah pada wanita usia mudah dimana pertumbuhan masih terjadi.
penggunaan hormon terapi, kalsium, dan vitamin D terbukti berguna pada
kondisi ini.
b. Penyakit Kardiovaskular
Wanita muda dengan amenorea yang berhubungan dengan defisiensi estrogen
jyga beresiko tinggi mengalami hipertensi dan diabetes mellitus tipe 2
dikemudian hari.
c. Hyperplasia Endometrial
Amenorea dengan sekresi estrogen tanpa sekresi progesteron meningkat
resiko terjadinya hyperplasia endometrium dan karsinoma endometrium.
d. Infertilitas
Apabila tidak terjadi siklus menstruasi yang sebabkan karena faktor non-
fisiologis maka tidak terjadi ovulasi sehingga fungsi peranakan tidak ada.
e. Tekanan Psikologis
Amenorea sering kali menyebabkan gangguan cemas karena pemikiran akan
terjadi infertilitas, atau kehilangan sisi kewanitaan. Diagnosis sindroma
turner, feminisasi testicular, dan agenesis mullerian dapat mentraumatisasi
baik pasien maupun keluarga pasien. Pada kondisi ini pasien tidak boleh
dibiarkan tetapi harus diberikan konsultasi dan edukasi kepada pasien dan
keluarga pasien.
BAB III
DAFTAR PUSTAKA

1. Chiavaroli V, DAdamo E, Diesse L, de T, Chiarelli F, Moh A. Primary and


Secondary Amenorrhea. Updat Mech Horm Action - Focus Metab Growth
Reprod [Internet]. 2011; Available from:
http://www.intechopen.com/books/update-on-mechanisms-of-hormone-action-
focus-on-metabolism-growth-and-reproduction/primary-and-secondary-
amenorrhea
2. Journal GI. Primary Amenorrhea - A One Year Review. 2017;6(1):2–5.
3. Submitted UBRD, Under O, Shivmurthy G. a Clinical Study of Primary.
2011;158–66.
4. The Practice Committee of the American Society for Reproductive Medicine.
Current evaluation of amenorrhea. 2008 Compend Pract Comm Reports
[Internet]. 2008;90(5, Supplement):S219–25. Available from:
http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0015028208035279
5. Black WP. Primary amenorrhoea. Br Med J. 1977;2(6081):262.
6. Advancing A, Invasive M, Worldwide G. AAGL Practice Report : Practice
Guidelines for the Diagnosis and Management of Endometrial Polyps. J Minim
Invasive Gynecol [Internet]. 2010;19(1):3–10. Available from:
http://dx.doi.org/10.1016/j.jmig.2011.09.003
7. Peper JS, Brouwer RM, van Leeuwen M, Schnack HG, Boomsma DI, Kahn
RS, et al. HPG-axis hormones during puberty: A study on the association with
hypothalamic and pituitary volumes. Psychoneuroendocrinology.
2010;35(1):133–40.
8. M G, S K. The neuroendocrinology of human puberty: an ontogenetic
perspective. Control of the onset of puberty. 1990;
9. Saxena R. Bedside Obstetrics and Ginecology. 1st ed. New Delhi: Jayppe
Brothers Medical Publishers (P) LTD; 2010. 536-547 p.
10. Klein DA, Poth MA. Amenorrhea: An approach to diagnosis and management.
Am Fam Physician. 2013;87(11):781–8.
11. Allahbadia G, Human F. An Update on the Causes of Primary and Secondary
Amenorrhea along with Aetiopathogenesis and Therapeutic Management
Monograph Series. Avid Sci Monogr Ser. 2016;(September).
12. Child T. Investigation and treatment of primary amenorrhoea. Obstet Gynaecol
Reprod Med [Internet]. 2011;21(2):31–5. Available from:
http://dx.doi.org/10.1016/j.ogrm.2010.11.006

Anda mungkin juga menyukai