Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN KASUS KEPANITRAAN KLINIK

BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA

DISTIKIASIS PALPEBRA SUPERIOR ODS

Disusun oleh:
Alicya Lesmanadjaja (01073170057)

Pembimbing:
dr. Endang M. Johani, Sp.M

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN MATA


SILOAM HOSPITALS LIPPO VILLAGE – RUMAH SAKIT UMUM SILOAM
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PELITA HARAPAN
PERIODE 8 APRIL – 12 MEI 2019
TANGERANG

i
DAFTAR ISI

BAB I. LAPORAN KASUS..................................................................................................... 1

I. IDENTITAS PASIEN .................................................................................................... 1


II. ANAMNESIS ................................................................................................................ 1
III. PEMERIKSAAN FISIK ................................................................................................ 2
IV. RESUME ....................................................................................................................... 8
V. DIAGNOSA KERJA ..................................................................................................... 8
VI. DIAGNOSIS BANDING ............................................................................................... 8
VII. SARAN PEMERIKSAAN PENUNJANG .................................................................... 8
VIII. TERAPI ......................................................................................................................... 9
IX. PROGNOSIS ................................................................................................................. 9

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................................ 9

2.1 ANATOMI & FISIOLOGI ...................................................................................................... 9


2.2 DEFINISI .......................................................................................................................... 14
2.2.3 EPIDEMIOLOGI .............................................................................................................. 14
2.2.4 ETIOLOGI DAN FAKTOR RISIKO .................................................................................... 14
2.2.5 PATOFISIOLOGI ............................................................................................................. 15
2.2.6 DIAGNOSA .................................................................................................................... 16
2.2.7 DIAGNOSIS BANDING ................................................................................................... 16
2.2.8 TATALAKSANA ............................................................................................................. 17
2.2.10 KOMPLIKASI ............................................................................................................... 17

BAB III. ANALISA KASUS ................................................................................................. 19

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 20

ii
BAB I

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. ST
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tanggal Lahir : 9 Agustus 1938
Usia : 80 tahun
Alamat : Serpong, Tangerang
Status Pernikahan : Menikah
Pekerjaan : Pensiun
Agama : Katolik
No. Rekam Medis : 00-66-70-XX

II. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada Jumat, 26 April 2019, Pk.
10.00 WIB di ruang poliklinik mata lantai 2 Rumah Sakit Umum Siloam

Keluhan Utama
Kedua mata terasa seperti ditusuk-tusuk sejak 1 bulan SMRS.

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang dengan keluhan kedua mata terasa seperti ditusuk-tusuk sejak
1 bulan SMRS. Keluhan ini terasa semakin memberat sejak 1 minggu yang lalu dan
mengganggu aktivitas kesehariannya. Pasien juga merasa bahwa kedua matanya
mengeluarkan lebih banyak air mata. Pasien memakai kacamata baca namun tidak
dibawa saat kunjungan ke rumah sakit. Pasien menyangkal keluhan pusing, gatal,
mata merah, mengganjal, benda-benda melayang, penglihatan ganda atau bengkok
atau buram, kotoran mata, perih, atau kesulitan membuka mata. Pasien menyangkal

1
adanya trauma bagian mata. Pasien belum memberikan pengobatan apapun pada
kedua matanya.

Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien mempunyai keluhan serupa sebelumnya, dan rutin melakukan
pencabutan bulu mata sejak 1 tahun yang lalu. Pasien menyangkal hipertensi,
diabetes melitus, penyakit jantung, alergi, ataupun asma. Pasien memiliki riwayat
infeksi mata berulang saat masih kanak-kanak dan operasi katarak pada kedua mata
sekitar 6 bulan yang lalu. Tidak ada riwayat penggunaan kontak lensa.

Riwayat Penyakit Keluarga


Pasien menyangkal riwayat hipertensi, diabetes melitus, penyakit jantung,
stroke, asma, ataupun penyakit lainnya.

Riwayat Sosial, Ekonomi dan Kebiasaan


Pasien memiliki BPJS kelas 1 saat ini pasien sudah pesiun. Pasien
menyangkal riwayat merokok, konsumsi alkohol, NAPZA ataupun obat-obatan
rutin.

III. PEMERIKSAAN FISIK

Status Generalis
Keadaan Umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Compos mentis (E4V5M6)

Tekanan darah : 120/80 mmHg


Nadi : 80x/menit, reguler
Pernafasan : 20x/menit
Suhu : 36.5OC

2
Status Oftalmologis
Oculi Dextra (OD) Oculi Sinistra (OS)
Inspeksi

1,0 Visus 1,0


- Koreksi -
+3 Adisi +3
- Kacamata -

Gerak bola mata

Tidak ada Nistagmus Tidak ada


Kedudukan Bola Mata
Ortoforia Kedudukan bola mata Ortoforia
Tidak ada Eksoftalmus Tidak ada
Tidak ada Enoftalmos Tidak ada
Tidak ada Eksotrofia Tidak ada
Tidak ada Esotrofia Tidak ada
Tidak ada Eksoforia Tidak ada
Palpebra Superior
Tidak ada Edema Tidak ada
Tidak ada Hiperemis Tidak ada
Tidak ada Entropion Tidak ada
Tidak ada Ektroprion Tidak ada
ada Trikiasis ada
ada Distikiasis ada

3
Tidak ada Benjolan/Massa Tidak ada
Tidak ada Madarosis Tidak ada
Tidak ada Sikatriks Tidak ada
Tidak ada Ptosis Tidak ada
Tidak ada Pseudoptosis Tidak ada
Tidak ada Lagophthalmos Tidak ada
Tidak ada Blepharospasm Tidak ada
Palpebra Inferior
Tidak ada Edema Tidak ada
Tidak ada Hiperremis Tidak ada
Tidak ada Entropion Tidak ada
Tidak ada Ektroprion Tidak ada
Tidak ada Trikiasis Tidak ada
Tidak ada Distikiasis Tidak ada
Tidak ada Benjolan/Masa Tidak ada
Tidak ada Madarosis Tidak ada
Tidak ada Sikatriks Tidak ada
Tidak ada Ptosis Tidak ada
Tidak ada Pseudoptosis Tidak ada
Tidak ada Lagophthalmos Tidak ada
Tidak ada Blepharospasm Tidak ada
Area Lakrimal dan Punctum Lakrimal
Tidak ada Epifora Tidak ada
Tidak ada Sekret Tidak ada
Tidak ada Edema Tidak ada
Tidak ada Hiperemis Tidak ada
Tidak ada Benjolan Tidak ada
Tidak ada Fistula Tidak ada
Konjungtiva Tarsalis Superior
Tidak ada Lithiasis Tidak ada

4
Tidak ada Hordeolum Tidak ada
Tidak ada Kalazion Tidak ada
Tidak ada Papil Tidak ada
Tidak ada Folikel Tidak ada
Tidak ada Cobblestone Tidak ada
Tidak ada Simblefaron Tidak ada
Tidak ada Hiperemis Tidak ada
Tidak ada Anemis Tidak ada
Tidak ada Sikatriks Tidak ada
Tidak ada Membran/Pseudomembran Tidak ada
Konjungtiva Tarsalis Inferior
Tidak ada Lithiasis Tidak ada
Tidak ada Hordeolum Tidak ada
Tidak ada Kalazion Tidak ada
Tidak ada Papil Tidak ada
Tidak ada Folikel Tidak ada
Tidak ada Cobblestone Tidak ada
Tidak ada Simblefaron Tidak ada
Tidak ada Hiperemis Tidak ada
Tidak ada Anemis Tidak ada
Tidak ada Sikatriks Tidak ada
Tidak ada Membran/Pseudomembran Tidak ada
Konjungtiva Bulbi
Tidak ada Sekret Tidak ada
Tidak ada Kemosis Tidak ada
Tidak ada Perdarahan subkonjungtiva Tidak ada
Tidak ada Injeksi Tidak ada
Tidak ada Jaringan fibrovaskular Tidak ada
Tidak ada Pinguekula Tidak ada
Tidak ada Degenerasi hialin Tidak ada

5
Tidak ada Masa/Benjolan Tidak ada
Tidak ada Nevus Tidak ada
Sklera
Putih kekuningan Warna Putih kekuningan
Tidak ada Nodul Tidak ada
Tidak ada Stafiloma Tidak ada
Tidak ada Ruptur Tidak ada
Kornea
Jernih Kejernihan Jernih
Ada Arkus senilis Ada
Tidak ada Edema Tidak ada
Tidak ada Korpus alienum Tidak ada
Tidak ada Infiltrat Tidak ada
Tidak ada Nebula Tidak ada
Tidak ada Makula Tidak ada
Tidak ada Leukoma Tidak ada
Tidak ada Ulkus / perforasi Tidak ada
Tidak ada Vesikel / bula Tidak ada
COA
Dalam Kedalaman Dalam
Tidak ada Hipopion Tidak ada
Tidak ada Hifema Tidak ada
Tidak ada Flare Tidak ada
Iris
Cokelat tua Warna Cokelat tua
Ada Kripta Ada
Tidak ada Atrofi Tidak ada
Tidak ada Sinekia Anterior Tidak ada
Tidak ada Sinekia Posterior Tidak ada
Baik Gambaran radier Baik

6
Tidak ada Rubeosis Iris Tidak ada
Tidak ada Iris tremulans Tidak ada
Tidak ada Iris bombe Tidak ada
Tidak ada Iridodialisis Tidak ada
Pupil
Bulat Bentuk Bulat
3 mm Ukuran 3 mm
Sentral letak Sentral
Positif Refleks Cahaya Langsung Positif
Refleks Cahaya tidak
Positif Positif
langsung
Relative Afferent Pupillary
Negatif Negatif
Defect
Negatif Leukokoria Negatif
Lensa
Jernih Kejernihan Jernih
Negatif Shadow test Negatif
Positif Refleks Kaca Positif
Vitreous
Jernih Kejernihan Jernih
Negatif Flare Negatif
Negatif Pus/Eksudat Negatif
Negatif Darah Negatif
Negatif Fibrosis Negatif
Fundus
Positif Refleks Fundus Positif
Jernih Media Jernih
0,3 Cup Disc Ratio 0,3
2/3 Rasio Arteri:vena 2/3
Sulit dinilai Makula Lutea Sulit dinilai

7
Sulit dinilai Retina Sentral Sulit dinilai
Sulit dinilai Retina Perifer Sulit dinilai
TIO
Sama dengan
Sama dengan pemeriksa Palpasi
Pemeriksa
Tidak Dilakukan Tonometri Schiotz Tidak dilakukan
17 Tonometri non kontak 18
Konfrontasi
Sama dengan
Sama dengan pemeriksa Campus
pemeriksa
Normal Ishihara Normal

IV. RESUME
Pasien bernama Bpk. ST, usia 80 tahun datang ke Poliklinik Mata pada 26 April
2019 pukul 10.00 WIB dengan keluhan kedua mata terasa seperti ditusuk-tusuk
sejak 1 bulan SMRS. Pasien mengatakan keluhan ini semakin memburuk sejak 1
minggu yang lalu, disertai mata berair dan cukup mengganggu aktivitas
kesehariannya. Pasien rutin melakukan tindakan pencabutan bulu mata sejak 1
tahun lalu, memiliki riwayat infeksi mata berulang saat masih kanak-kanak dan
operasi katarak pada kedua mata sekitar 6 bulan yang lalu. Pada pemeriksaan fisik
ditemukan trikiasis, distikiasis, dan refleks kaca positif pada kedua mata.

V. DIAGNOSA KERJA
• Distikiasis palpebra superior Okuli Dekstra Sinistra
• Pseudofakia Okuli Dekstra Sinistra

VI. DIAGNOSIS BANDING


Trikiasis

VII. SARAN PEMERIKSAAN PENUNJANG


Tes Fluoresin + Slit Lamp

8
VIII. TERAPI
o Non Medikamentosa
Edukasi mengenai distikiasis, penatalaksanaan, komplikasi tindakan
distikiasis
Edukasi menjaga kebersihan mata

o Medikamentosa
Air mata artifisial 4-6 x 1 tetes ODS

o Tindakan
Rencana Anterior Lamellar Repair (ALR) ODS

IX. PROGNOSIS
Ad vitam : bonam
Ad functionam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi & Fisiologi


Palpebra (kelopak mata) adalah pelindung bola mata yang dibagi menjadi
bagian superior dan inferior. Palpebra terdiri dari beberapa lapisan yaitu kulit,
jaringan subkutis, otot protaktor, septum orbita, lemak, otot retraktor, tarsus dan
konjungtiva tarsal. Lapisan-lapisan ini dibagi menjadi lamella anterior (kulit,
jaringan subkutis, otot protaktor), lamella media (septum orbita), dan lamella
posterior (lemak, otot retractor, konjungtiva).

9
Gambar 1. Anatomi palpebra

Lapisan kulit palpebra sangat tipis (epidermis dan dermis), bersifat mudah
digerakkan, dan mengandung kelenjar sebasea, kelenjar keringat dan folikel
rambut. Otot protaktor (otot orbicularis okuli) berfungsi untuk menutup mata dan
dipersarafi oleh nervus kranialis VII. Otot orbicularis okuli dibagi menjadi 3 bagian
yaitu muskulus orbicularis pretarsal, preseptal, dan orbital. Septum orbita adlah
jaringan fibrosa tipis berasal dari arkus marginalis di rima orbita. Septum orbita
palpebra superior bersatu dengan aponeurosis levator pada bagian inferior (2-5 mm
diatas tarsus palpebra superior), sedangkan septum orbita palpebra inferior bersatu
dengan ligamentum kapsulopalpebral dan melekat pada tarsus palpebra inferior.
Lemak orbita terdapat di bagian posterior septum orbita, anterior aponeurosis
levator, dan mengisi seluruh rongga orbita yang kosong. Lemak orbita berfungsi
sebagai penanda batas surgikal. Lemak orbita superior terdiri dari 2 lobus,
sedangkan inferior terdiri dari 3 lobus. Otot retractor palpebra terdiri dari muskulus
levator palpebra, muskulus Muller pada palpebra superior ditambah dengan
ligamentum kapsulopalpebra dan muskulus tarsalis inferior pada palpebra inferior.
Muskulus levator palpebra berasal dari apeks orbita di luar annulus Zinn bersama
dengan muskulus rektus superior berjalan ke anterior dan berubah menjadi
aponeurosis levator dan muskulus Muller saat setinggi ligamentum Whitnall.
Aponeurosis levator menembus muskulus orbicularis membentuk lipatan mata.

10
Aponeurosis dipersarafi oleh nervus kranialis III, sedangkan muskulus Muller
dipersarafi saraf simpatis. Ligamentum kapsulopalpebral berasal dari kapsul tendon
rektus inferior yang melekat pada tepi bawah tarsus bersama dengan muskulus
tarsalis inferior.

Gambar 2. Annulus of Zinn (common tendinuous ring)

Gambar 3. Muskulus levator palpebra, aponeurosis levator, ligamentum Whitnall, dan


ligamentum kapsulopalpebral.

Tarsus adalah jaringan fibrosa padat yang memberi bentuk palpebra, mengandung
sekitar 30 kelenjar Meibom pada masing-masing palpebra. Tinggi tarsus superior adalah 9-
10 mm sedangkan tinggi tarsus inferior adalah 4-5 mm. Konjungtiva tarsal adalah membran
mukosa tipis, transparan, dan melapisi bagian terdalam masing-masing palpebra.

11
Vaskularisasi palpebra superior dan inferior berasal dari arteri karotis interna dan
eksterna. Perdarahan dari arteri karotis interna berlanjut menjadi arteri oftalmika, lalu arteri
supraorbitalis dan arteri lakrimalisasi. Perdarahan dari arteri karotis eksterna berlanjut
menjadi arteri angularis dan arteri temporalis yang memperdarahi bagian wajah. Aliran
vena dibagi menjadi aliran pretarsal dan posttarsal. Aliran darah jaringan pretarsal kembali
melalui vena angularis di medial, dan vena temporalis di lateral. Aliran darah jaringan
posttarsal kembai melalui vena orbitalis, vena fasialis, dan masuk ke pleksus pterygoid. 1

Setiap individu memiliki sekitar 75-80 buku mata dalam 3-4 baris pada kelopak
mata bawah, dan 90-160 bulu mata dalam 5-6 baris pada kelopak mata atas. Fungsi dari
bulu mata adalah sebagai pelindung bola mata dari debu, keringat, dan bersama dengan
struktur margo palpebra lainnya memproduksi lapisan air mata untuk proteksi permukaan
bola mata. Anatomi bulu mata terbagi atas batang, akar, serta bulb. Bagian bawah bulb
membesar dan berhubungan langsung dengan papil dermis yang berperan untuk interaksi
antara jaringan epitel dan mesenkim dalam siklus folikel. Secara lapisan, bulu mata dibagi
menjadi 3 bagian, yaitu medulla (bagian terdalam), korteks (kekuatan, stabilitas, penghasil
melanin), dan kutikula. Perbedaan bulu mata dengan rambut pada umumnya adalah letak
folikel bulu mata di dermis kelopak mata dibandingkan di hypodermis, lebih pendeknya
folikel bulu mata dibandingkan folikel rambut, bulu mata tidak memiliki otot arrector pili
sehingga tidak respon terhadap cuaca dingin / emosi.

Gambar 4. Anatomi bulu mata

12
Gambar 5. Letak pertumbuhan bulu mata normal

Folikel bulu mata berhubungan dengan kelenjar sekretoris Zeiss dan Moll.
Kelenjar Zeiss (holokrin) pada pangkal rambut memproduksi sebum yang berfungsi sebgai
senyawa antimikroba, lubrikasi, dan transpor antioksidan. Kelenjar Moll (apokrin)
memproduksi sekret kaya gula yang berperan melawan mikroorganisme. Garis abu (Gray
line) terdiri atas muskulus Riolan sebagai bagian dari muskulus orbicularis, dan berfungsi
sebagai landmark surgikal untuk memisahkan lamella anterior dan posterior.

Siklus hidup bulu mata terdiri dari 3 fase, yaitu anagen (pertumbuhan), katagen
(degradasi), dan telogen (istirahat). Rata-rata siklus hidup bulu mata selesai dalam 4-11
bulan. Laju pertumbuhan bulu mata sekitar 0,12-0,14 mm dengan panjang maksimal <12
mm. Morfologi bulu mata berupa lengkungan menjauhi bola mata yang diinisiasi di bulb
dan berlanjut hingga ujung batang bulu mata. Pada fase telogen, bulu mata akan lepas dan
kembali ke fase anagen untuk memulai siklus hidup baru. 2

Gambar 6. Siklus hidup bulu mata

13
2.2 Definisi
Distikiasis adalah pertumbuhan bulu mata pada tempat yang salah yaitu
muara kelenjar meibom dan mengarah ke bola mata. 1 Pertumbuhan bulu mata
pada individu dengan distikiasis biasanya terletak di belakang bulu mata
normal (lamella posterior) baik membentuk barisan ataupun ireguler.3,4

2.2.3 Epidemiologi
Hingga saat ini, belum ada data yang menunjukkan epidemiologi /
prevalensi distikiasis pada manusia. Namun angka kejadian distikiasis
meningkat pada individu yang mengalami infeksi trakoma pada mata atau
konjungtivitis klamidia sebanyak 13,8% pada sebuah penelitian di Oman
pada tahun 2004. Begitu juga pada individu dengan mutasi genetic FOXC2
penyebab lymphoedema-distichiasis syndrome yang memiliki prevalensi
distikiasis 94,2% hasil penelitian pada tahun 2002 di Amerika.5,6

2.2.4 Etiologi dan Faktor Risiko


Etiologi dan faktor risiko distikiasis adalah:1,4

• Idiopatik
• Kongenital : autosomal dominan, autosomal lymphedema-distichiasis
syndrome7, distonia mandibulofasial, Setleis syndrome (displasia dermal
fasial fokal dengan beberapa barisan / absen bulu mata palpebra superior)
8

• Proses sekunder penyakit kronik palpebra


▪ Konjungtivitis kronik
▪ Trakoma6
▪ Blefaritis kronik
▪ Ocular cicatrical pemphigoid

14
▪ Disfungsi kelenjar meibomian
• Stevens-Johnson Syndrome
• Trauma kimia

2.2.5 Patofisiologi
Keturunan genetik / inflamasi berat / trauma menyebabkan
diferensiasi primary germ cells yang seharusnya berkembang menjad
kelenjar meibomian atau tarsal yang terletak di piringan tarsal palpebra
menjadu unit pilosebassus primitif menyebabkan distikiasis. Akibat
perkembangan abnormal ini, pertumbuhan bulu mata muncul dari muara
kelenjar Meibomian dan melengkung kearah bola mata, menyebabkan iritasi
berkelanjutan pada konjungtiva bahkan kornea.

2.2.6 Manifestasi Klinis

Akibat iritasi berulang bulu mata terhadap permukaan anterior bola


mata, maka gejala yang dirasakan oleh individu dengan distikiasis adalah
mata merah, sensasi benda asing, lakrimalisasi (sekresi air mata berlebihan),
nyeri seperti tertusuk-tusuk, gatal, dan gangguan visual apabila telah terjadi
gangguan pada kornea. Penemuan klinis distikiasis berupa pertumbuhan
bulu mata pada tempat yang salah (muara kelenjar Meibomian / lamella
posterior) dapat berupa barisan tambahan ataupun tidak teratur. Bulu mata
khas distikiasis biasanya lebih pendek, tipis, berwarna keabuan atau putih
karena pigmen melanin minimal, dan melengkung kearah bola mata.
Pemeriksaan mata secara berurutan menunjukkan:1,9,10

• Visus : normal / menurun


• Palpebra : edema, pertumbuhan bulu mata abnormal secara
letak dan morfologi
• Kornea : sikatriks, ulkus, pannus
• Konjungtiva : injeksi konjungtiva, kemosis

15
Untuk mengecek kerusakan epitel kornea, tes fluoresin dapat
dilakukan. Hasil positif kerusakan epitel kornea menunjukkan fluorosensi
kehijauan pada bagian epitel yang rusak dan semakin jelas menggunakan
iluminasi wood’s lamp / cobalt blue.

Gambar 7. Tes Fluoresin pada kerusakan epitel kornea

2.2.6 Diagnosa
Diagnosa distikiasis berdasarkan usia, gejala, dan penemuan klinis
berupa pertumbuhan bulu mata dibelakang barisan bulu mata normal (pada
muara kelenjar Meibomian / lamella posterior). Distikiasis yang ditemukan
pada neonatus atau bayi dan dapat ditoleransi hingga usia sekitar 5 tahun
termasuk dalam distikiasis kongenital, sedangkan distikiasis pada usia yang
lebih tua dan menimbulkan gejala termasuk dalam distikiasis dapatan yang
biasanya disebabkan oleh proses inflamasi berat atau trauma.1,4

2.2.7 Diagnosis Banding


Diagnosis banding distikiasis adalah:1,3,9,10

• Trikiasis : pertumbuhan bulu mata pada tempat yang benar,


namun melengkung kearah bola mata.
• Entropion : berputarnya margo palpebra kearah bola mata
sehingga menyebabkan trikiasis.
• Epiblefaron : pendorongan bulu mata palpebra inferior kearah
bola mata akibat lipatn kulit berlebih. (faktor risiko: anak-anak ras
Asia)
• Blefarokonjungtivitis kronik
• Konjungtivitis sikatrikal

16
2.2.8 Tatalaksana
Tatalaksana distikiasis terbagi atas non-medikamentosa, medika
mentosa, dan surgikal. Tatalaksana non-medikamentosa berupa edukasi
mengenai distikiasis, pengobatan, kemungkinan tindakan surgikal, dan
komplikasi distikiasis ataupun dari tindakan surgikal yang diambil. Pada
pasien distikiasis bergejala, maka tatalaksana medikamentosa yang dapat
diberikan adalah air mata buatan (tetes mata / salep) untuk lubrikasi dan
perlindungan epitel kornea. Apabila ditemukan kerusakan epitel kornea,
maka dapat diberikan antibiotik topikal. Beberapa modalitas tatalaksana
surgikal distikiasis yaitu epilasi dengan atau tanpa elektrolisis, cryosurgery,
termoablasi laser, ablasi radiofrekuensi, dan prosedur pemisahan kelopak
mata berdasarkan banyaknya distikiasis. Pada distikiasis sederhana yang
hanya melibatkan beberapa bulu mata, maka dapat dilakukan epilasi dengan
forceps, namun bulu mata akan kembali tumbuh dalam waktu 6-8 minggu,
dan harus kembali diulang. Apabila distikiasis melihatkan banyak bulu mata
hingga terdapat beberapa barisan, maka dapat dilakukan modalitas surgikal
yang lebih rumit. Cryosurgery bekerja dengan membekukan dan
menghancurkan folikel bulu mata, dan tidak dianjurkan pada ocular
cicatrical pemphigoid. Laser termoablasi menghancurkan folikel dengan
daya panas. Ablasi radiofrekuensi menghancurkan folikel dengan
menggunakan kabel terkecil, dan prosedur pemisahan palpebra (anterior
lamellar repositioning) lewat garis abu (Gray line) untuk memisahkan
lamella anterior dari posterior, menghancurkan folikel bulu mata distikiasis
dengan elektrolisis / eksisi / cryotherapy, lalu ditutup kembali dengan
jahitan.9,10

2.2.10 Komplikasi
Komplikasi distikiasis sendiri adalah keratopati / kerusakkan
jaringan kornea berulang yang dapat menimbulkan sikatriks dan ulkus
kornea menyebabkan penurunan visus. Komplikasi tindakan surgikal

17
distikiasis adalah madarosis (kehilangan bulu mata seluruhnya) akibat
kerusakkan bulu mata anterior normal, sikatriks, serta perdarahan atau
infeksi seperti komplikasi operasi pada umumnya.9,10

18
BAB III

ANALISA KASUS

Pasien bernama Bpk. ST, usia 80 tahun datang ke Poliklinik Mata pada 26 April
2019 pukul 10.00 WIB dengan keluhan kedua mata terasa seperti ditusuk-tusuk
sejak 1 bulan SMRS. Pasien mengatakan keluhan ini semakin memburuk sejak 1
minggu yang lalu, disertai mata berair dan cukup mengganggu aktivitas
kesehariannya. Pasien rutin melakukan tindakan pencabutan bulu mata sejak 1
tahun lalu, memiliki riwayat infeksi mata berulang saat masih kanak-kanak dan
operasi katarak pada kedua mata sekitar 6 bulan yang lalu. Pada pemeriksaan fisik
ditemukan trikiasis, distikiasis, dan refleks kaca positif pada kedua mata.
Berdasarkan penegakkan diagnosis distikiasis yang telah dijelaskan, maka gejala
dan penemuan klinis berupa pertumbuhan bulu mata abnormal pada bagian lamella
posterior palpebra superior dengan morfologi lebih pendek, tipis, dan berwarna
keabuan pada kedua mata dapat menegakkan diagnosis distikiasis palpebra superior
okuli dekstra sinistra. Menurut riwayat penyakit dahulu pasien berupa infeksi mata
berulang sewaktu kanak-kanak, kasus ini masuk kedalam distikiasis sekunder
akibat proses kronik inflamasi. Dalam rangka memeriksa kemungkinan komplikasi
yang terjadi, seharusnya dilakukan tes fluoresin dan pemeriksaan jaringan kornea
dengan slit lamp untuk mengecek kerusakkan epitel / ulkus kornea, dan
pertimbangan pemberian antibiotik topikal. Setelah melalui edukasi
penanggulangan distikiasis dan keinginan pasien untuk berhenti melakukan epilasi
yang selama 1 tahun dilakukan, maka pasien memilih menjalani prosedur anterior
lamellar repositioning.

19
DAFTAR PUSTAKA

1. Sitorus R, SItompul R, Wdyawati S, Bani A. Buku Ajar Oftalmologi.


Jakarta: Badan Penerbit FKUI; 2017. 104–106 p.
2. Aumond S, Bitton E. The eyelash follicle features and anomalies : A review.
J Optom. 2018;11(4):211–22.
3. Patel B, Joos Z. Diseases of the eyelashes. StatPearls Publishing; 2019. p. 1–
9.
4. Kanski, Bowling B. Disorders of Eyelashes. In: Clinical Opthalmology.
2016. p. 25–7.
5. Brice G, Mansour S, Bell R. Analysis of the phenotypic abnormalities in
lymphoedena- distichiasis syndrome in 74 patients with FOXC2 mutartion
or linkage to 16q24. J Med Genet. 2002;39(7):1–4.
6. Khandekar R, Kidiyur S, Al-Raisi A. Distichiasis and Dysplastic Eyelashes
in Trachomatous Trichiasis Cases in Oman: A case series. East
Mediterranian Heal J. 2004;10:1–6.
7. Stevenson DA, Calhoun A. Lymphedema-Distichiasis Syndrome. Bethesda;
2018.
8. Manaa H, Galindo-ferreiro A, Maktabi A, Galvez-ruiz A, Schellini S.
Congenital distichiasis : Histopathological report of 3 cases. Saudi J
Ophthalmol. 2017;31(3):165–8.
9. Yanoff M, Sassani JW. Ocular Pathology. Elsevier Saunders; 2014. 152 p.
10. Alastair D, Mullar PI. Oxford handbook of Opthalmology. 3rd ed. Oxford
University Press; 2014. 138 p.

20

Anda mungkin juga menyukai