Anda di halaman 1dari 14

Laporan Kasus

Meibomian Gland Dysfunction ODS dengan Pterygium


OD Grade II dan Pinguekula OS

Oleh:
Oktaviani Angella Budiman
11.2015.418

Pembimbing :
dr. Michael I. L., Sp.M

Fakultas Kedokteran UKRIDA


Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Mata
Periode 13 Mei s/d 16 Juli 2016
RS Family Medical Center (FMC), Sentul
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
(UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA)
Jl. Terusan Arjuna No.6 Kebon Jeruk Jakarta Barat

KEPANITERAAN KLINIK
STATUS ILMU PENYAKIT MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
SMF ILMU PENYAKIT MATA
Rumah Sakit Family Medical Center-Sentul

Tanda Tangan
Nama : Oktaviani Angella Budiman
NIM : 11-2015-418
Dr. Pembimbing : dr. Michael I. L., Sp.M -------------------

STATUS PASIEN
I. IDENTITAS
Nama : Ny. S
Tempat, Tanggal Lahir : Jakarta, 28 Juni 1971
Umur : 45 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Status Perkawinan : Kawin
Pendidikan : SMA
Alamat : KP Panjang RT 02/07, Depok
Tanggal Pemeriksaan : 16 Juni 2016

II. ANAMNESIS
Autoanamnesis pada tanggal 16 Juni 2016 pukul 13:00 WIB

Keluhan Utama:
Mata kering sejak 1 bulan yang lalu.

Riwayat Penyakit Sekarang:


Seorang perempuan berusia 45 tahun datang ke poliklinik mata dengan keluhan mata
kering sejak 1 bulan yang lalu. Keluhan disertai dengan mata merah dan penglihatan yang
buram seperti melihat bayangan. Keluhan tidak disertai dengan mata yang gatal, berair atau
mengeluarkan sekret atau kotoran yang berlebih dari mata, maupun sakit kepala.
Pasien mengaku sering mengusap matanya dan hanya beristirahat atau tidur saat merasa
matanya merah dan kering. Pasien tidak menggunakan obat maupun berobat ke dokter mata
untuk memeriksakan matanya.
Satu hari smrs keluhan dirasakan makin bertambah dan penglihatannya menjadi semakin
terganggu karena buram. Pada hari berikutnya, pasien datang ke poliklinik mata untuk
memeriksakan matanya karena keluhan dirasakan masih sama seperti sebelumnya. Pasien
mengaku tidak ada riwayat pemakaian kacamata sebelumnya. Tidak adanya riwayat penyakit
hipertensi, diabetes melitus pada pasien, juga tidak ada riwayat alergi, tidak merokok dan
tidak minum alkohol. Frekuensi makan teratur tiga kali sehari, pasien juga sering
mengkonsumsi sayuran serta makanan berlemak seperti gorengan. Pasien juga mengaku
bahwa sering terpapar udara dan matahari karena sering melakukan aktivitas di luar rumah
dan sering bepergian.

Riwayat Penyakit Dahulu


a. Umum
- Asthma : tidak ada
- Hipertensi : tidak ada
- Diabetes Melitus : tidak ada
- Stroke : tidak ada
- Alergi : tidak ada
b. Mata
- Riwayat sakit mata sebelumnya : tidak ada
- Riwayat penggunaan kaca mata : tidak ada
- Riwayat operasi mata : tidak ada
- Riwayat trauma mata sebelumnya : tidak ada

Riwayat Penyakit Keluarga:


Penyakit mata serupa : tidak ada
Penyakit mata lainnya : ada, (anak 1,2 dan 4 kelainan refraksi astigmatisma myopia
simpleks)
Asthma : tidak ada
Diabetes : tidak ada
Glaukoma : tidak ada
Alergi : tidak ada

III. PEMERIKSAAN FISIK


A.STATUS GENERALIS
Keadaan Umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Compos Mentis
Tanda Vital : Tekanan Darah : 120/70mmHg
Nadi : 80 x/menit
Respirasi : 20 x/menit
Suhu : 36.7oC

B. STATUS OPTHALMOLOGIS
KETERANGAN OD OS
1. VISUS
Visus 1.0 1.0
Koreksi - -
Addisi +1.00 +1.00
Distansi pupil 60
Kacamata Lama - -

2. KEDUDUKAN BOLA MATA


Eksoftalmos Tidak ada Tidak ada
Enoftalmos Tidak ada Tidak ada
Deviasi Tidak ada Tidak ada
Gerakan Bola Mata Bebas ke segala arah Bebas ke segala arah
Strabismus Tidak ada Tidak ada
Nistagmus Tidak ada Tidak ada

3. PALPEBRA SUPERIOR DAN INFERIOR


Edema Tidak Ada Tidak ada
Hiperemis Tidak Ada Tidak ada
Nyeri tekan Tidak Ada Tidak ada
Ektropion Tidak ada Tidak ada
Entropion Tidak ada Tidak ada
Blefarospasme Tidak ada Tidak ada
Trikiasis Tidak ada Tidak ada
Sikatriks Tidak ada Tidak ada
Ptosis Tidak ada Tidak ada

4. KONJUNGTIVA BULBI
Sekret Tidak Ada Tidak ada
Injeksi Konjungtiva Tidak Ada Tidak ada
Injeksi Siliar Tidak ada Tidak ada
Pendarahan Subkonjungtiva Tidak ada Tidak ada
Pterigium Ada Tidak ada
Pinguekula Tidak ada Ada
Nevus Pigmentosus Tidak ada Tidak ada
Kista Dermoid Tidak ada Tidak ada
5. SKLERA
Warna Putih Putih
Ikterik Tidak Ada Tidak ada

6. KORNEA
Kejernihan Jernih Jernih
Permukaan Rata Rata
Sensibilitas Baik Baik
Infiltrat Tidak ada Tidak ada
Keratik Presipitat Tidak ada Tidak ada
Sikatriks Tidak ada Tidak ada
Ulkus Tidak ada Tidak ada
Perforasi Tidak ada Tidak ada
Arkus Senilis Tidak ada Tidak ada
Edema Tidak ada Tidak ada

7. BILIK MATA DEPAN


Kedalaman Dalam Dalam
Kejernihan Jernih Jernih
Hifema Tidak ada Tidak ada
Hipopion Tidak ada Tidak ada
Intraocular lense Tidak ada Tidak ada

8. IRIS
Warna Coklat Coklat
Kripte Ada ada

9. PUPIL
Letak Ditengah Ditengah
Bentuk Bulat Bulat
Refleks Cahaya Langsung + +
Refleks Cahaya Tak Langsung + +

10. LENSA
Kejernihan Keruh Keruh
Letak Di tengah Di tengah
Shadow test Positif Positif

11. FUNDUS
Kejernihan Jernih Jernih
12. PAPIL
Rasio Arteri:Vena 1/3 1/3
C/D Rasio 0,3 0,3
Batas Tegas Tegas
Warna Jingga Jingga
Bentuk Bulat Bulat

13. MACULA
Reflek Cemerlang Cemerlang
Letak Temporoinferior Temporoinferior

14. RETINA
Eksudat Tidak ada Tidak ada
Pendarahan Tidak ada Tidak ada
Flame shape Tidak ada Tidak ada

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Tidak dilakukan pemeriksaan penunjang

V. RESUME
Seorang perempuan berusia 45 tahun datang ke poliklinik mata dengan keluhan mata
kering sejak 1 bulan yang lalu. Keluhan disertai dengan mata merah dan penglihatan yang
buram seperti melihat bayangan. Pasien mengaku sering mengusap matanya dan hanya
beristirahat atau tidur saat merasa matanya merah dan kering. Pasien tidak menggunakan obat
maupun berobat ke dokter mata untuk memeriksakan matanya. Pasien mengaku tidak ada
riwayat pemakaian kacamata sebelumnya. Tidak adanya riwayat penyakit hipertensi, diabetes
melitus pada pasien, juga tidak ada riwayat alergi, tidak merokok dan tidak minum alkohol.
Frekuensi makan teratur tiga kali sehari, pasien juga sering mengkonsumsi sayuran serta
makanan berlemak seperti gorengan. Pasien juga mengaku bahwa sering terpapar udara dan
matahari karena sering melakukan aktivitas di luar rumah dan sering bepergian.

Dari status oftalmologis didapatkan :


OD OS
1.0 Visus 1.0
Geraka bola mata normal Bulbus oculi Geraka bola mata normal
dan tidak ada kelainan da tidak ada kelainan yang
yang lain. lain.
Tenang Palpebra superior dan Tenang
inferior
Tidak ada kelainan Konjungtiva Tidak ada kelainan
Normal, warna putih Sclera Normal, warna putih
Jernih Kornea Jernih
Dalam COA Dalam
Bulat, reflex cahaya Pupil Bulat, refleks cahaya
(direk/konsensual) positif (direk/konsensual) positif
Normal, cokelat Iris Normal, cokelat
Keruh, shadow test (+) Lensa Keruh, shadow test (+)
Reflex fundus (+) Funduskopi Reflex fundus (+)
Papil bulat, warna jingga, Papil bulat, warna jingga,
batas tegas batas tegas.
A/V ratio 1/3 A/V ratio 1/3
C/D ratio 0,3 C/D ratio 0,3

VI. DIAGNOSIS KERJA


- Meibomian Gland Dysfunction (MGD) ODS
Dasar diagnosis: Pada anamnesis didapati bahwa pasien sering mengkonsumsi
makanan berlemak. Ditemukan benjolan kecil di palpebra superior ods pada pemeriksaan
fisik.
- Pterigium Grade 2 OD
Dasar diagnosis: Pada anamnesis didapati bahwa pasien sering melakukan aktivitas
di luar rumah dan sering terpapar angin dan sinar matahari. Pada pemeriksaan fisik
ditemukan pertumbuhan fibrovaskular konjungtiva pada OD yang tumbuh pada bagian
nasal.
- Pinguekula OS
Dasar diagnosis: Pada pemeriksaan fisik ditemukan benjolan berwarna kuning pada
konjungtiva OS yang tumbuh pada bagian nasal.

VII. PEMERIKSAAN ANJURAN


Profil Lipid
Uji kolesterol atau disebut juga panel lipid atau profil lipid, mengukur kadar lemak
(lipid) dalam darah. Pemeriksaan ini memerlukan persiapan puasa mulai 12 jam
sebelumnya (tidak makan atau minum, kecuali air putih). Setelah serangan jantung,
pembedahan, infeksi, cedera atau kecelakaan, sebaiknya menunggu sedikitnya 2 bulan
agar hasilnya lebih akurat.1
Kolesterol Total. Ini adalah jumlah total kandungan kolesterol darah anda. Kolesterol
diproduksi oleh tubuh sendiri dan juga datang dari asupan makanan yang kita konsumsi
(produk hewani). Kolesterol dibutuhkan tubuh untuk mempertahankan kesehatan sel-sel
tetapi level yang terlalu tinggi akan meningkatkan risiko sakit jantung. Idealnya total
kolesterol harus <200 mg/dL atau <5.2 mmol/L. Kedua ukuran tersebut setara, hanya
dinyatakan dalam satuan yang berbeda. Di Indonesia umumnya menggunakan satuan
mg/dL. Faktor genetik juga berperan sebagai penentu kadar kolesterol, selain dari
makanan yang dimakan. 1
Low-density lipoprotein (LDL) alias si kolesterol jahat. Terlalu banyak LDL dalam
darah menyebabkan akumulasi endapan lemak (plak) dalam arteri (proses aterosklerosis),
sehingga aliran darah menyempit. Plak ini kadang-kadang bisa pecah dan menimbulkan
masalah besar untuk jantung dan pembuluh darah. LDL ini adalah target utama dari
berbagai obat penurun kolesterol. Target yang ingin kita capai : 1
1. <70 mg/dL untuk individu yang sudah memiliki penyakit kardiovaskular atau pasien
yang berisiko sangat tinggi untuk terkena (misalnya : sindrom metabolik)
2. 100 mg/dL untuk pasien risiko tinggi (misalnya : pasien dengan beberapa faktor risiko
sekaligus)
3. <130 mg/dL untuk individu yang berisiko rendah terkena PJK

High-density lipoprotein (HDL) seringkali disebut kolesterol baik karena


membantu membawa pergi LDL dari aliran darah untuk disimpan sebagai cadangan di
dalam sel, menjaga pembuluh darah tetap terbuka dan lancar. Idealnya level HDL harus
diatas 40 mg/dL. Umumnya wanita memiliki level yang lebih tinggi daripada pria.
Olahraga dapat membantu meningkatkan kadar HDL. 1

Trigliserida (TG). Trigliserida adalah tipe lemak lain dalam darah.Level TG yang
tinggi umumnya menunjukkan bahwa anda makan lebih banyak kalori daripada kalori
yang dibakar untuk aktivitas, karena itu level TG biasanya tinggi pada pasien yang
gemuk atau pasien diabetes. Makanan tinggi karbohidrat (gula sederhana) atau alkohol
dapat menaikkan TG secara bermakna. Idealnya level trigliserida haruslah <150 mg/dL
(1.7 mmol/L). American Heart Association (AHA) merekomendasikan bahwa level TG
untuk kesehatan jantung optimal adalah 100 mg/dL (1.1 mmol/L). 1
Schimers Test
Tes ini dilakukan dengan mengeringkan film air mata dan memasukkan strip Schirmer
(kertas saring Whatman No.41) ke dalam fornix posterior dari palpebra inferior. Bagian
basah yang terpapar diukur lima menit setelah dimasukkan. Panjang bagian basah kurang
dari 10 mm tanpa anastesi dianggap abnormal. Bila dilakukan tanpa anastesi, tes ini
mengukur fungsi kelenjar lakrimal utama, yang aktivitas sekresinya dirangsang oleh
iritasi kertas saring itu. Tes Schirmer yang dilakukan setelah anastesi topical (tetracaine
0,5 %) mengukur fungsi kelenjar lakrimal tambahan. Kurang dari 5 mm dalam 5 menit
adalah abnormal. Tes Schirmer adalah tes saringan bagi penilaian produksi air mata.
Dijumpai hasil false-positive dan false-negatife. Hasil rendah kadang-kadang
dijumpai pada orang normal, dan tes normal dijumpai pada mata kering, terutama yang
sekunder terhadap defisiensi musin.2
TFBUT (Tear Film Break-Up Time) Test
Pengukuran tear film break-up time kadang-kadang berguna untuk memperkirakan
kandungan musin dalam cairan mata. Kekurangan musin mungkin tidak mempengaruhi
tes Schirmer namun dapat berakibat tidak stabilnya film airmata. Ini yang menyebabkan
lapisan itu cepat pecah. Bintik-bintik kering terbentuk dalam film airmata, sehingga
memaparkan epitel kornea atau konjungtiva. Proses ini pada akhirnya merusak sel-sel
epitel, yang dapat dipulas bengal rose. Sel-sel epitel yang rusak dilepaskan dari kornea,
meninggalkan daerah-daerah kecil yang dapat dipulas, bila permukaan kornea dibasahi
flurescein. Tear film break-up time dapat diukur dengan meletakkan secarik kertas
berflurescein pada konjungtiva bulbi dan meminta pasien berkedip. Film airmata
kemudian diperiksa dengan bantuan saringan cobalt pada slitlamp, sementara pasien
diminta agar tidak berkedip. Waktu sampai munculnya titik-titik kering yang pertama
dalam lapis flurescein kornea adalah tera film break-up time. Normalnya tidak lebih
dari 10 detik, namun akan berkurang nyata oleh anastetika lokal, memanipulasi mata,
atau dengan menahan palpebra agar tetap terbuka. Waktu ini lebih pendek pada mata
dengan defisiensi aqueous pada airmata dan selalu lebih pendek dari normalnya pada
mata dengan defisiensi musin. 2
Topografi kornea
Topografi kornea adalah peta yang menyediakan informasi terinci mengenai
kelengkungan kornea. Menggunakan komputer yang sangat canggih dan perangkat
lunak, ribuan pengukuran diambil dan dianalisis dalam hitungan detik. Komputer
menghasilkan peta warna dari data. Informasi ini berguna untuk mengevaluasi dan
mengoreksi astigmatisme, memantau penyakit kornea, dan mendeteksi penyimpangan
dalam bentuk kornea. Peta tersebut ditafsirkan seperti peta topografi lainnya. Nuansa biru
dan hijau yang sejuk mewakili daerah datar kornea, sedangkan nuansa oranye dan merah
yang hangat mewakili daerah curam. Peta kornea ini memungkinkan dokter untuk
merumuskan perspektif tiga dimensi bentuk kornea, yang bermanfaat untuk perencanaan
bedah refraktif, mengepaskan lensa kontak, dan menghitung kekuatan lensa intraokular. 2

VIII. PENATALAKSANAAN
Medikamentosa:
Tabel 1. Algoritma penalaksanaan DKM berdasarkan pendekatan gejala klinis.3
Derajat Gejala klinis Tatalaksana
1 Tidak ada keluhan mata tidak nyaman, Informasi kepada pasien tentang DKM, akibat
gatal atau silau potensial dari diet, dan efek lingkungan rumah
Tanda Klinis DKM berdasarkan atau tempat kerja terhadap air mata.
ekspresi kelenjar meibom Pertimbangan higienitas palpebra termasuk
- Perubahan Sekresi minimal : Gradasi penghangatan dan penekanan
2-4
- Ekspresibilitas : 1

Tanpa pewarnaan permukaan mata


2 Keluhan minimal sampai ringan dari Saran pada meningkatkan kelembaban,
keluhan tidak nyaman mata, gatal, optimalisai tempat kerja dan peningkatan
atau silau konsumsi asam lemak omega-3
Tanda klinis DKM minimal sampai Higienitas palpebra dengan penghangatan
ringan ( minimal 4 menit, 1 2 kali sehari) diikuti
- Fitur tepi palpebra yang tersebar dengan pemijatan dan pengeluaran sekresi
- Perubahan sekresi ringan : gradasi kelenjar
4 - <8 Semua yang disebutkan diatas dikombinasi :
- Ekspresibilitas : 1 - Air mata buatan
- Azitromicin topikal
Pewarnaan permukaan mata terbatas - Spray liposomal
- Pertimbangkan derivat tetrasiklin oral

3 Keluhan sedang pada rasa tidak Terapi seperti yang disebutkan pada stage 2
nyaman, gatal, dan silau plus:
Tanda klinis DKM sedang - Derivat tetrasiklin oral
- Fitur tepi palpebra : penyumbatan, - Salep lubrikasi saat tidur
vaskularitas - Terapi anti peradangan untuk mata kering
- Perubahan sekresi sedang : gradasi sesuai indikasi
8 - <13
- Ekspresibilitas : 2

Perwarnaan konjuntiva dan kornea


perifer, lebih sering di inferior ringan
sampai sedang
4 Keluhan yang jelas pada rasa tidak Terapi seperti yang disebutkan pada stage 3 ,
nyaman pad amata , gatal dan silau plus
yang mengganggu aktivitas sehari- - Terapi anti peradangan untuk mata kering
hari
Tanda klinis DKM berat
- Fitur tepi palpebra : droupout,
displacement
- Perubahan sekresi sedang : gradasi
13
- Ekspresibilitas : 3

Peningkatan perwarnaan konjungtiva


dan kornea termasuk pewarnaan
sentral
Peningktan tanda peradangan :
hiperemi konjungtiva

Anti-inflamasi: Dexamethasone ed 0,01%/5 ml S 4 dd gtt 1


Eye lubricant: Na Hyaluronate ed 1 mg S 6 dd gtt 1
Artificial Tears: Lyteers ed S 4 dd gtt 1
Antibiotic: Azitromycin ed 5mg S 2 dd gtt 1
Non-medikamentosa :
Eyelid hygiene
Pembedahan untuk mengangkat pterigium jika mengalami penurunan tajam
penglihatan
Edukasi:
Memberitahu pasien mengenai penyakit pasien
Memakai obat sesuai dengan anjuran yang diberikan dokter
Menggunakan kaca mata
Segera datang ke dokter jika penglihatan mata kanan menurun akibat pterigium

IX. PROGNOSIS
OCCULI DEXTRA (OD) OCCULI SINISTRA (OS)
Ad Vitam : ad Bonam ad Bonam
Ad Fungsionam : ad Bonam ad Bonam
Ad Sanationam : ad Bonam ad Bonam

X. TINJAUAN PUSTAKA

Meibomian Gland Dysfunction


Disfungsi kelenjar meibom (DKM) adalah penyakit umum yang sering diabaikan di
klinik, penyakit ini mungkin melibatkan peradangan, hipersekresi, dan ekskresi yang
abnormal dari kelenjar meibom.4 Hal ini terdokumentasi bahwa DKM merupakan penyebab
utama dari mata kering, tipe evaporatif dan sering ditemukan pada mata kering defisiensi
aquos humor.5
Tujuan dari semua penatalaksanaan DKM adalah untuk memperbaiki aliran dari
sekresi kelenjar meibom, sehingga menghasilkan stabilitas lapisan air mata yang normal.
Penatalaksanaan tradisional tradisional DKM terdiri dari kompres hangat dan meningkatkan
kebersihan kelopak mata untuk mencegah obstruksi daripada kelenjar meibom, serta
antibiotik dan anti inflamasi yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas dari kelenjar
meibom tersebut. Akan tetapi, penatalaksanaan tersebut dapat membuat pasien dan dokter
mata frustasi. Kompres hangat dan menjaga kebersihan kelopak mata akan efektif pada
penggunaan jangka panjang. Akan tetapi, tidak dapat menyembuhkan penyakit tersebut secara
keseluruhan, terutama pada keadaan yang lebih lanjut. Pemijatan kelopak mata hanya
membantu secara parsial dan sementara untuk obstruksi kelenjar meibom dan bisa terasa
menyakitkan.
Pendekatan konvensional untuk kompres hangat menerapkan panas ke permukaan
luar kelopak mata, oleh karena itu efektivitasnya sangat terbatas. Penggunaan antibiotik
topikal dan kortikosteroid untuk menekan kolonisasi bakteri dan peradangan margo kelopak
mata terkait dengan DKM telah terbukti efektif dalam menghilangkan gejala dan tanda-tanda
DKM.6 Namun, keberhasilan pengobatan ini mungkin tidak ada hubungannya dengan
perubahan kelenjar meibom.
Antibiotik oral, terutama tetrasiklin (termasuk doksisiklin, tetrasiklin, dan
minocycline) digunakan untuk menekan kolonisasi bakteri dan mengurangi peradangan pada
kelopak, serta menekan beberapa lipase yang jatuh dari kelenjar meibom menyebabkan
penurunan asam lemak bebas dan digliserida. Namun, intoleransi obat dan terapi
berkepanjangan telah membatasi aplikasi klinis dari antibiotik oral.3

Pterygium
Pterygium merupakan suatu pertumbuhan fibrovaskular konjungtiva yang bersifat
degeneratif dan invasif. Pertumbuhan ini biasanya terletak pada celah kelopak bagian nasal
maupun temporal konjungtiva yang meluas ke kornea berbentuk segitiga dengan puncak di
bagian sentral atau di daerah kornea. Pterygium diduga disebabkan iritasi kronis akibat debu,
cahaya sinar matahari, dan udara yang panas. Etiologinya tidak diketahui dengan jelas dan
diduga merupakan suatu neoplasma, radang dan degenerasi. Pterygium dapat tidak
memberikan keluhan atau akan memberikan keluhan mata iritatif, merah dan mungkin
menimbulkan astigmat yang akan memberikan keluhan gangguan penglihatan. Pterygium
dapat disertai dengan keratitis pungtata dan dellen (penipisan kornea akibat kering), dan garis
besi (iron line dari Stocker) yang terletak di ujung pterygium. 7

Pinguekula
Pinguekula merupakan benjolan pada konjungtiva bulbi yang ditemukan pada orang tua, terutama
yang matanya sering mendapatkan rangsangan sinar matahari, debu, angin dan panas. Letak bercak ini
pada celah kelopak mata terutama dibagian nasal. Pinguekula merupakan degenerasi hialin jaringan
submukosa konjungtiva. Pembuluh darah tidak masuk kedalam pinguekula akan tetapi bila meradang
atau terjadi iritasi maka sekitar bercak degenerasi ini akan terlihat pembuluh darah yang melebar. Pada
pinguekula tidak perlu diberikan pengobatan akan tetapi bila terlihat adanya tanda peradangan
(pinguekulitis) dan diberikan obat anti radang.7

DAFTAR PUSTAKA
1. Loscalzo J. Harrisons Cardiovascular medicine. United States: The McGraw-Hill
Companies Inc; 2010.p.328-9.
2. Lang GK. Ophtalmology: a short textbook. New York: Thieme; 2000.p.52,121.
3. Nichols KK, Foulks GN, Bron AJ, et al. The international workshop on meibomian gland
dysfunction: executive summary. Invest Ophthalmol Vis Sci. 2011;52(4):19221929.
4. Bron AJ, Tiffany JM. The contribution of meibomian disease to dry eye. Ocul Surf.
2004;2(2):149165.
5. Nelson JD, Shimazaki J, Benitez-del-Castillo JM, et al. The international workshop on
meibomian gland dysfunction: report of the definition and classification subcommittee.
Invest Ophthalmol Vis Sci. 2011;52(4):19301937.
6. Olson MC, Korb DR, Greiner JV. Increase in tear film lipid layer thickness following
treatment with warm compresses in patients with meibomian gland dysfunction. Eye
Contact Lens. 2003;29(2):9699.
7. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. Edisi ke-5. Jakarta: Balai Penerbit FK-UI; 2009.

Anda mungkin juga menyukai