Dakrioadenitis
Disusun oleh:
Tressy A. Padahana
11.2016.213
Dosen Pembimbing
1
KEPANITERAAN KLINIK
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. Hartati H. A
Umur : 36 tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : Swasta
Alamat : Jl. Rajawali
Tanggal Pemeriksaan : 12 November 2018
Pasien mengaku keluhan sudah mulai dirasakan sejak 1 tahun yang lalu setelah pasien
melahirkan. Keluhan hilang timbul sehingga pasien merasa tidak harus segera memeriksakan
diri ke dokter. Namun, sudah 1 tahun keluhan ini terus hilang timbul sehingga menimbulkan
rasa tidak nyaman, dan ketika keluhan muncul, pasien langsung memeriksakan diri ke dokter.
2
Riwayat trauma mata : tidak ada
Tidak ada anggota keluarga yang mengalami keluhan serupa dengan pasien.
Status Generalis
KETERANGAN OD OS
VISUS
Axis visus
Koreksi 6/6 6/6
Addisi
Kacamata lama Tidak ada Tidak ada
KEDUDUKAN BOLA MATA
Eksoftalmus Tidak ada Tidak ada
Enoftalmus Tidak ada Tidak ada
Deviasi Tidak ada Tidak ada
Gerakan Bola Mata Normal Normal
SUPERSILIA
Warna Hitam Hitam
Simetris Simetris Simetris
3
PALPEBRA SUPERIOR &
INFERIOR
Edema Ada Tidak ada
Nyeri Tekan Tidak ada Tidak ada
Ekteropion Tidak ada Tidak ada
Entropion Tidak ada Tidak ada
Blefarospasme Tidak ada Tidak ada
Trikiasis Tidak ada Tidak ada
Sikatriks Tidak ada Tidak ada
KONJUNGTIVA SUPERIOR &
INFERIOR
Hiperemis Ada Tidak ada
Folikel Tidak ada Tidak ada
Papil Tidak ada Tidak ada
Sikatriks Tidak ada Tidak ada
Hordeolum Tidak ada Tidak ada
Kalazion Tidak ada Tidak ada
KONJUNGTIVA BULBI
Sekret Tidak ada Tidak ada
Injeksi Konjungtiva Tidak ada Tidak ada
Injeksi Siliar Tidak ada Tidak ada
Perdarahan Subkonjungtiva Tidak ada Tidak ada
Pterigium Tidak ada Tidak ada
Pinguekula Tidak ada Tidak ada
Nevus Pigmentosa Tidak ada Tidak ada
Kista Dermoid Tidak ada Tidak ada
SKLERA
Warna Putih Putih
Ikterik Tidak ada Tidak ada
Nyeri Tekan Tidak ada Tidak ada
KORNEA
Kejernihan Jernih Jernih
Permukaan Licin Licin
Ukuran 10 mm 10 mm
Infiltrat Tidak ada Tidak ada
Keratik Presipitat Tidak ada Tidak ada
Sikatriks Tidak ada Tidak ada
Ulkus Tidak ada Tidak ada
Perforasi Tidak ada Tidak ada
Arcus Senilis Tidak ada Tidak ada
Edema Tidak ada Tidak ada
BILIK MATA DEPAN
Kejernihan Jernih Jernih
Hifema Tidak ada Tidak ada
Hipopion Tidak ada Tidak ada
IRIS
Warna Hitam Hitam
Koloboma Tidak ada Tidak ada
4
PUPIL
Bentuk Bulat Bulat
Ukuran 3 mm 3 mm
Refleks Cahaya Langsung Positif Positif
Refleks Cahaya Tak Langsung Positif Positif
LENSA
Kejernihan Jernih Jernih
Tes Shadow Negatif Negatif
FUNDUS OCULI
Batas Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Warna Tidak dilakukan Tidak dilakukan
PALPASI
Nyeri Tekan Tidak ada Tidak ada
Massa Tumor Tidak ada Tidak ada
Tensi Oculi N N
Tonometri Schiotz Tidak dilakukan Tidak dilakukan
KAMPUS VISI
Tes Konfrontasi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
V. RESUME
Seorang pasien perempuan usia 36 tahun datang dengan keluhan mata kanan perih
dan keluar air mata sejak 1 tahun lalu. Mata kiri terkadang ikut perih dan keluar air mata.
Saat bangun pagi, terdapat kotoran mata di mata kanan pasien.
Pasien mengaku keluhan sudah mulai dirasakan sejak 1 tahun yang lalu setelah
pasien melahirkan. Keluhan hilang timbul sehingga pasien merasa tidak harus segera
memeriksakan diri ke dokter. Namun, sudah 1 tahun keluhan ini terus hilang timbul
sehingga menimbulkan rasa tidak nyaman, dan ketika keluhan muncul, pasien langsung
memeriksakan diri ke dokter.
OD KETERANGAN OS
Edema (+) Palpebra Superior dan Edema (-)
Inferior
Hiperemis (+) Konjungtiva Superior dan Hiperemis (-)
Inferior
5
VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tes Schirmer
Tes Anel
IX. PENATALAKSANAAN
Antibiotik tetes mata
Antiradang tetes mata
X. PROGNOSIS
OD OS
Ad Vitam Bonam Bonam
Ad Functionam Bonam Bonam
Ad Sanationam Bonam Bonam
6
TINJAUAN PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
Mata adalah organ pengelihatan yang mendeteksi cahaya dan merupakan sensor pada
tubuh manusia yang bermanfaat untuk membedakan siang dan malam, hujan dan t idak
hujan dan sebagainya. Seringkali seiring dengan perkembangan jaman, fungsi sensor ini
khususnya pada manusia telah banyak berubah. Dewasa ini banyak orang yang telah
memanfaatkan mata sebagai alat untuk membaca atau melihat. Dengan mata orang dapat
menyerap informasi yang ada dihadapannya, diatasnya, dibelakangnya, dan
ditempat lain. Mata yang lebih kompleks dipergunakan untuk memberikan
pengert ian visual.1,2
Sistem lakrimal terdiri dari dua bagian, yaitu sistem sekresi yang berupa kelenjar
lakrimal dan sistem ekskresi yang terdiri dari punctum lakrimal, kanalikuli lakrimal, sakus
lakrimal, duktus nasolakrimal, dan meatus inferior. Sistem eksresi lakrimal cenderung mudah
terjadi infeksi dan inflamasi karena berbagai sebab. Membran mukosa pada saluran ini terdiri
dari dua permukaan yang saling bersinggungan, yaitu mukosa konjungtiva dan mukosa nasal,
di mana pada keadaan normal pun sudah terdapat koloni bakteri. Tujuan fungsional dari sistem
ekskresi lakrimal adalah mengalirkan air mata dari kelenjar air mata menuju ke cavum nasal.
Kelainan yang dapat terjadi pada sistem lakrimal dapat berupa dakriosistitis dan
dakrioadenitis.3,4 Berikut akan dibahas lebih lanjut mengenai dakrioadenitis.
7
BAB II
PEMBAHASAN
A. Anatomi dan Fisiologi Sistem Lakrimalis
8
Kelainan sistem lakrimal sering terjadi dan dapat menimbulkan gejala kronis
dengan morbiditas bermakna. Kelenjar lakrimal normalnya menghasilkan sekitar μl air
mata per menit. Sebagian hilang melalui evaporasi. Sisanya dialirkan melalui sistem
nasolakrimal. Bila produksi air mata melebihi kapasitas sistem drainase, air mata yang
berlebih akan mengalir ke pipi. Ini dapat disebabkan oleh:
Iritasi permukaan mata, misalnya karena benda asing pada kornea, infeksi, atau
blefaritis.
Oklusi pada bagian manapun di sistem drainase
Keluhan yang sering ditemukan pada penderita dengan kelainan sistem lakrimal
ialah mata kering, lakrimasi dan epifora. Glandula lakrimalis terdiri dari struktur
berikut: 1) Bagian orbita berbentuk kenari yang terletak di dalam fossa lakrimalis di
segmen temporal atas anterior dari orbita, dipisahkan dari bagian palpebra oleh kornu
lateralis dari muskulus levator palpebra. 2) Bagian palpebra yang lebih kecil terletak
tepat di atas segmen temporal dari forniks konjungtiva superior. Duktus sekretorius
lakrimalis yang bermuara melalui kira-kira 10 lubang kecil, menghubungkan bagian
orbital dan palpebral glandula lakrimalis dengan forniks konjungtiva superior.
Pembuangan bagian palpebra dari kelenjar memutuskan semua saluran penghubung
dan dengan demikian mencegah kelenjar itu bersekresi.
9
cabang dari divisi pertama trigeminus (nervus oftalmikus), nervus petrosus superfisialis
magna (sekretorius) yang merupakan cabang dari nucleus salivarius superior, dan
nervus simpatis yang menyertai arteri lakrimalis dan nervus lakrimalis.
10
sebagian air mata akan masuk ke punctum lakrimal lalu ke kanalikuli, kemudian masuk
ke sakus lakrimal menuju duktus nasolakrimalis dan masuk ke konka nasalis inferior.
B. Dakrioadenitis
1. Definisi
Dakrioadenitis ialah suatu proses inflamasi pada kelenjar air mata pars
sekretorik. Dibagi menjadi dua yaitu dakrioadenitis akut dan kronik, keduanya
dapat disebabkan oleh suatu proses infeksi ataupun dari penyakit sistemik
lainnya.5-7
2. Epidemiologi
Peradangan kelenjar lakrimal atau dakrioadenitis merupakan penyakit yang
jarang di temukan dan dapat dalam bentuk unilateral ataupun bilateral. 5-7
3. Klasifikasi
Dakrioadenitis dapat berjalan akut ataupun kronis: 5-7
a. Dakrioadenitis Akut
Pada dakrioadenitis akut sering ditemukan pembesaran kelenjar
air mata di dalam palpebra superior, hal ini dapat ditemukan
apabila kelopak mata atas dieversi, maka akan kelihatan tonjolan
dari kelenjar air mata yang mengalami proses inflamasi. Pada
perabaan karena ini merupakan suatu proses yang akut maka
biasanya akan sangat nyeri dan dapat diikuti oleh gejala klinis
lainnya yaitu kemosis (pembengkakkan konjungtiva),
konjungtival injeksi, mukopurulen sekret, erythema dari kelopak
mata, lymphadenopati (submandibular), pembengkakkan dari
1/3 lateral atas kelopak mata (S-shape), proptosis, pergerakan
bola mata yang terbatas. 5-7
Diagnosis bandingnya:
- Hordeolum internum biasanya lebih kecil dan
melingkar.
- Abses kelopak mata terdapat fluktuasi.
- Selulitis orbita biasanya berkaitan dengan penurunan
pergerakan mata.
11
b. Dakrioadenitis Kronik
Pada kronis darkrioadenitis gejala klinisnya lebih baik daripada
yang akut. Umumnya tidak ditemukan nyeri, ada pembesaran
kelenjar namun mobile, tanda-tanda ocular minimal, ptosis bisa
ditemukan, dapat ditemukan sindroma mata kering. 5-7
Diagnosis bandingnya:
- Periostitis dari kelopak mata atas sangat jarang terjadi.
- Lipodermoid tidak ada tanda-tanda inflamasi.
5. Patofisiologi
Patofisiologinya masih belum jelas, namun beberapa ahli
mengemukakan bahwa proses infeksinya dapat terjadi melalui penyebaran
kuman yang berawal di konjungtiva yang menuju ke ductus lakrimalis dan
menuju ke kelenjar lakrimalis. 5-7
12
6. Gejala Klinis
Pasien dakrioadenitis akut umumnya mengeluh sakit di daerah glandula
lakrimal yaitu di bagian temporal atas rongga orbita disertai dengan kelopak
mata yang bengkak, konjungtiva kemotik dengan kotoran mata. Pada infeksi
akan terlihat bila mata bergerak akan memberikan sakit dengan pembesaran
kelenjar preaurikel. Dakrioadenitis akut perlu dibedakan dengan selulitis orbita,
dengan melakukan biopsi kelenjar lakrimal. Bila kelopak mata di balik tampak
pembengkakan berwarna merah di bawah kelopak mata atas temporal. Pada
keadaan menahun terdapat gambaran yang hampir sama dengan keadaan akut
tetapi tidak disertai nyeri. Apabila pembengkakan cukup besar, bola mata
terdorong ke bawah nasal tetapi jarang terjadi proptosis. 5-7
7. Diagnosis
Untuk menegakkan diagnosis dakrioadenitis dibutuhkan anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Anamnesis dapat dilakukan
dengan cara autoanamnesis dan alloanamnesis. Setelah itu, dilakukan
pemeriksaan fisik. Jika dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik masih belum
bisa dipastikan penyakitnya, maka boleh dilakukan pemeriksaan penunjang. 5-7
Beberapa pemeriksaan fisik yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui
ada tidaknya obstruksi serta letak dan penyebab obstruksi. Pemeriksaan fisik
yang digunakan untuk memeriksa ada tidaknya obstruksi pada duktus
nasolakrimalis adalah dye dissapearence test, fluorescein clearance test dan
John's dye test. Ketiga pemeriksaan ini menggunakan zat warna fluorescein 2%
sebagai indikator. Sedangkan untuk memeriksa letak obstruksinya dapat
digunakan probing test dan anel test.5-7
Dye dissapearance test (DDT) dilakukan dengan meneteskan zat warna
fluorescein 2% pada kedua mata, masing-masing 1 tetes. Kemudian permukaan
kedua mata dilihat dengan slit lamp. Jika ada obstruksi pada salah satu mata
akan memperlihatkan gambaran seperti di bawah ini.5-7
13
Gambar 3. Terdapat obstruksi pada duktus nasolakrimalis kiri (Sumber:
www.google.com)
Gambar 4. Irigasi mata setelah ditetesi Flouresin pada jones dye test II (Sumber:
www.google.com)
14
Jones dye test juga dilakukan untuk melihat kelainan fungsi saluran
ekskresi lakrimal. Uji ini terbagi menjadi dua yaitu Jones Test I dan Jones Test
II. Pada Jones Test I, mata pasien yang dicurigai mengalami obstruksi pada
ductus nasolakrimalisnya ditetesi zat warna fluorescein 2% sebanyak 1 – 2 tetes.
Kemudian kapas yang sudah ditetesi pantokain dimasukkan ke meatus nasal
inferior dan ditunggu selama 3 menit. Jika kapas yang dikeluarkan berwarna
hijau berarti tidak ada obstruksi pada duktus nasolakrimalisnya. Pada Jones Test
II, caranya hampir sama dengan Jones test I, akan tetapi jika pada menit ke-5
tidak didapatkan kapas dengan bercak berwarna hijau maka dilakukan irigasi
pada sakus lakrimalisnya. Bila setelah 2 menit didapatkan zat warna hijau pada
kapas, maka dapat dipastikan fungsi sistem lakrimalnya dalam keadaan baik.
Bila lebih dari 2 menit atau bahkan tidak ada zat warna hijau pada kapas sama
sekali setelah dilakukan irigasi, maka dapat dikatakan bahwa fungsi sistem
lakrimalnya sedang terganggu.5-7
Anel test merupakan suatu pemeriksaan untuk menilai fungsi ekskresi
air mata ke dalam rongga hidung. Tes ini dikatakan positif bila ada reaksi
menelan. Hal ini menunjukkan bahwa fungsi sistem ekskresi lakrimal normal.
Pemeriksaan lainnya adalah probing test. Probing test bertujuan untuk
menentukan letak obstruksi pada saluran ekskresi air mata dengan cara
memasukkan sonde ke dalam saluran air mata. Pada tes ini, punctum lakrimal
dilebarkan dengan dilator, kemudian probe dimasukkan ke dalam sackus
lakrimal. Jika probe yang bias masuk panjangnya lebi dari 8 mm berarti kanalis
dalam keadaan normal, tapi jika yang masuk kurang 8 mm berarti ada
obstruksi.5-7
15
Gambar 5. Anel Test (Sumber: www.google.com)
16
8. Terapi
Pengobatan pada dakrioadenitis biasanya dimulai dengan kompres
dengan air hangat, antibiotik sistemik dan bila terlihat abses maka dilakukan
insisi. Bila disebabkan oleh radang menahun maka diberikan pengobatan yang
sesuai. Jika penyebab dacryoadenitis adalah virus, seperti gondok, harus cukup
beristirahat dan meletakkan kompres hangat dan kering pada bagian mata yang
edem. Untuk penyebab lain terapi spesifik sesuai dengan patogen. Gondok
dapat dicegah dengan vaksinasi. Bakteri gonokokus dapat dicegah dengan
menggunakan kondom.
Penyebab lain tidak dapat dicegah, misalnya dacryoadenitis akut. Hal ini
terjadi tiba-tiba dengan tanda-tanda peradangan (kemerahan, pembengkakan,
nyeri, panas), yang terlokalisasi di sudut lateralis atas pintu masuk ke orbita.
Pembengkakan menyebabkan penurunan kelopak mata dalam setengah
temporal. Ada akibat meningkatnya periauricular kelenjar getah bening, jika
pembengkakan yang signifikan dan mobilitas bola mata menurun.
9. Komplikasi
Dakrioadenitis yang tidak diobati dapat menyebabkan fistula pada
kelenjar lakrimalis. 5-7
10. Prognosis
Jika di lakukan pengobatan yang baik dan tepat pada dakrioadenitis
seperti kompres dengan air hangat, diberikan antibiotik sistemik, dan dilakukan
insisi (bila ada atau terlihat abses) umumnya prognosisnya baik. 5-7
17
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dakrioadenitis ialah suatu proses inflamasi pada kelenjar air mata pars sekretorik.
Dibagi menjadi dua yaitu dakrioadenitis akut dan kronik, keduanya dapat disebabkan oleh
suatu proses infeksi ataupun dari penyakit sistemik lainnya. Peradangan kelenjar lakrimal atau
dakrioadenitis merupakan penyakit yang jarang di temukan dan dapat dalam bentuk unilateral
ataupun bilateral.
Dakrioadenitis dapat berjalan akut ataupun kronis. Dakrioadenitis akut dan kronis dapat
terjadi akibat infeksi virus, bakteri, jamur, maupun idiopatik. Dakrioadenitis menahun
sekunder dapat terjadi akibat penyakit Hodgkin, tuberkolosis, mononukleosis infeksiosa,
leukimia limfatik dan limfosarkoma.
Pengobatan pada dakrioadenitis biasnya dimulai dengan kompres dengan air hangat,
antibiotik sistemik dan bila terlihat abses maka dilakukan insisi. Bila disebabkan oleh radang
menahun maka diberikan pengobatan yang sesuai.
18
Daftar Pustaka
1. Ilyas, Sidharta. 2012. Dasar-Teknik Pemeriksaan Dalam Ilmu Penyakit Mata Edisi
Keempat. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
2. Ilyas, Sidharta. 2011. Ilmu Penyakit Mata Edisi Keempat. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.
3. Eva. Roirdan Paul & Whitcher J.P. Oftalmologi Umum Vaughan & Asbury, Ed. 17.
EGC. Jakarta. 2007
4. Massaro BM, Tabbara KF. Infections of lacrimal apparatus. Infections of the Eye.
Boston: Little Brown; 1996. 551-8.
5. Kassir, Kari. 2007. Dacryoadenitis. [serial online].
http://www.doctorofusc.com/condition/document/237309.htm.
6. Mamoun, Tarek. 2009. Acute Dacryoadenitis. [serial online].
http://eyescure.com/Default.aspx?ID=85.
7. Mamoun, Tarek. 2009. Chronic Dacryoadenitis. [serial online]. http://
eyescure.com/Default.aspx?ID=84.
19