Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN KASUS

KERATITIS OS

Pembimbing:

dr. Moch. Soewandi, Sp.M

Disusun Oleh:

Novita Sari

112016314

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT MATA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA

PERIODE 05 NOVEMBER 2018 – 8 DESEMBER

RUMAH SAKIT ANGKATAN UDARA DR. ESNAWAN ANTARIKSA

2018
(UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA)
Jl. Terusan Arjuna No.6 Kebon Jeruk – Jakarta Barat

KEPANITERAAN KLINIK
STATUS ILMU PENYAKIT MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
Hari/Tanggal Ujian/Presentasi Kasus: 19 November 2018
SMF ILMU PENYAKIT MATA
RUMAH SAKIT ANGKATAN UDARA dr. ESNAWAN ANTARIKSA

Nama : Novita Sari Tanda Tangan


NIM : 11.2016.314
Periode : 5 November 2018 s/d 8 Desember 2018
Tanda Tangan
Dokter Pembimbing/Penguji : dr. Moch. Soewandi, Sp.M

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Nn. FA
Umur : 17 Tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : Pelajar
Alamat : Kembangan Utara, Jakarta Barat
Tanggal Pemeriksaan : 12 November 2018

II. ANAMNESIS
Allo-anamnesis tanggal : 12 November 2018

Keluhan Utama
Kontrol dengan diagnosis Keratitis

Keluhan Tambahan
-
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien Nn. FA usia tahun datang ke poliklinik Mata RSAU dr. Esnawan Antariksa
kontrol dengan diagnosis Keratitis OS. Saat ini tidak ada keluhan mata merah, berair, dan
perih.
Satu Minggu yang lalu, pasien datang dengan keluhan mata kiri merah, perih, berair,
rasa mengganjal di mata, dan sensitive terhadap cahaya yang dialami sejak 2 minggu yang
lalu setelah mata kemasukan debu.
Keluhan tidak disertai gangguan penglihatan. Tidak terdapat kotoran mata, penglihatan
penglihatan ganda disangkal, demam (-),batuk (-), pemakaian lensa kontak (-)

Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien mengatakan tidak memiliki riwayat hipertensi, asma, alergi, diabetes mellitus
ataupun riwayat trauma pada daerah mata.

Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak ada yang mengalami gejala serupa dalam keluarga pasien.

III. PEMERIKSAAN FISIK


A. Status Generalis
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Compos Mentis
Tanda Vital : Tekanan Darah : 120/80 mmHg
Nadi : 80 kali/menit
Respirasi : 20 kali/menit
Suhu : 36,4ºC

B. Status Opthalmologis

·͐
·
·
·

.


KETERANGAN OD OS
1. VISUS

Visus 4/60 4/60

Koreksi S-3.00 6/6 S-2.50 C-0.50 X70


6/6
Addisi Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Distansia Pupil Tidak dilakukan

Kacamata Lama - -

2. KEDUDUKAN BOLA MATA Simetris

Eksoftalmus -

Enoftalmus -

Deviasi -

Gerakan Bola Mata Bebas ke segala arah, nyeri gerak (-)

3. SUPERSILIA Tidak ada kelainan

Warna Hitam

Simetris +

4. PALPEBRA SUPERIOR DAN INFERIOR

Edema - -

Nyeri Tekan - -

Ektropion - -

Entropion - -

Blefarospasme - -

Trikiasis - -
Sikatriks - -

Punctum lakrimal - -

Fissura palpebra - -

Tes Anel - -

5. KONJUNGTIVA SUPERIOR DAN INFERIOR

Hiperemis - -

Folikel - -

Papil - -

Sikatriks - -

Hordeolum - -

Kalazion - -

6. KONJUNGTIVA BULBI

Sekret - -

Injeksi Konjungtiva - -

Injeksi Siliar - -

Perdarahan Subkonjungtiva - -

Pterigium - -

Pinguekula - -

Nevus Pigmentosa - -

Kista Dermoid - -

7. SKLERA

Warna Putih Putih

Ikterik - -
Nyeri Tekan - -

8. KORNEA`

Kejernihan Jernih Jernih

Infiltrat - +

Edema - -

Ulkus - -

Limbus Lesi flikten (-) Lesi flikten (-)

Tes Placido Tidak dilakukan Tidak dilakukan

9. BILIK MATA DEPAN

Kedalaman Dalam Dalam

Kejernihan Jernih Jernih

Hyfema - -

Hipopion - -

10. IRIS

Hipopion - -

Kripte - -

Sinekia - -

Koloboma - -

11. PUPIL

Letak Di tengah Di tengah

Bentuk Bulat Bulat

Ukuran ± 3 mm ± 3 mm

Reflek Cahaya Langsung + +


Reflek Cahaya Tidak Langsung + +

12. LENSA

Kejernihan Jernih Jernih

Letak Di tengah Di tengah

Tes Shadow - -

13. BADAN KACA

Kejernihan Reflek Fundus (+) Reflek Fundus (+)

14. FUNDUS OCCULI

Batas Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Warna Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Rasio Arteri:Vena Tidak dilakukan Tidak dilakukan

C/D Rasio Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Makula Lutea Reflex Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Eksudat Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Sikatriks Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Ablasio Tidak dilakukan Tidak dilakukan

15. PALPASI

Nyeri Tekan Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Tensi Okuli Tidak dilakukan Tidak dilakukan

16. KAMPUS VISI

Tes Konfrontasi Baik ke semua arah Baik ke semua


arah

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Tidak diperlukan. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik.
V. RESUME
Pasien Nn. FA usia tahun datang ke poliklinik Mata RSAU dr. Esnawan Antariksa
kontrol dengan diagnosis Keratitis OS. Saat ini tidak ada keluhan mata merah, berair, dan
perih. Satu Minggu yang lalu, pasien datang dengan keluhan mata kiri merah, perih, berair,
rasa mengganjal di mata, dan sensitive terhadap cahaya yang dialami sejak 2 minggu yang
lalu. Keluhan tidak disertai gangguan penglihatan.Visus OD: 4/60 OS: 4/60. Koreksi OD:
S3.00 6/6 OS: S-2.50 C-0.50 X70 6/6. Pada pemeriksaan, ditemukan adanya infiltrate pada
kornea kiri.

VI. DIAGNOSIS KERJA


Keratitis Pungtata OS

VII. DIAGNOSIS BANDING


Keratitis Marginal OS

VIII. PENATALAKSANAAN
Medikamentosa
 Antibiotik dan steroid: Tobroson 6 x gtt 1 OS dan Cendo Floxa 6 x gtt 1 OS
Non-Medikamentosa
 Menjaga higienitas, sering mencuci tangan
 Jangan mengucek mata
 Obat antibiotik diberi sebelum tidur
 Memakai kacamata saat keluar rumah untuk menghindari terkena debu
IX. PROGNOSIS
Ad Vitam : Ad bonam
Ad Functionam : Ad bonam
Ad Sanationam : Ad bonam
BAB I
PENDAHULUAN

Keratitis merupakan suatu proses peradangan kornea yang dapat bersifat akut
maupun kronis yang disebabkan oleh berbagai faktor antara lain bakteri, jamur, virus atau
karena alergi-imunologi. Keratitis dapat dibagi menjadi beberapa golongan berdasarkan
kedalaman lesi pada kornea (tempatnya), penyebab dan bentuk klinisnya.1,2
Berdasarkan tempatnya keratitis secara garis besar dapat dibagi menjadi keratitis
pungtata superfisialis, keratitis marginal dan keratitis interstitial. Berdasarkan penyebabnya
keratitis digolongkan menjadi keratitis bakterialis, keratitis fungal, keratitis viral, keratitis
akibat alergi. Kemudian berdasarkan bentuk klinisnya dapat dibagi menjadi keratitis sika,
keratitis flikten, keratitis nurmularis dan keratitis neuroparalitik.3
Variasi geografi yang luas dari epidemiologi keratitis bakteri dipengaruhi oleh
faktor ekonomi dan iklim. Keratitis jamur terhitung sebanyak 50% dari seluruh kasus dari
kultur keratitis di beberapa negara berkembang.
Gejala umum keratitis adalah visus turun perlahan, mata merah, rasa silau, dan
merasa ada benda asing di matanya. Gejala khususnya tergantung dari jenis-jenis keratitis
yang diderita oleh pasien. Gambaran klinik masing-masing keratitis pun berbeda-beda
tergantung dari jenis penyebab dan tingkat kedalaman yang terjadi di kornea, jika keratitis
tidak ditangani dengan benar maka penyakit ini akan berkembang menjadi suatu ulkus yang
dapat merusak kornea secara permanen sehingga akan menyebabkan gangguan penglihatan
bahkan dapat sampai menyebabkan kebutaan sehingga pengobatan keratitis haruslah cepat
dan tepat agar tidak menimbulkan komplikasi yang merugikan di masa yang akan datang
terutama pada pasien yang masih muda.1,2,3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Keratitis adalah peradangan kornea yang dapat disebabkan oleh infeksi bakteri, jamur,
virus atau suatu proses alergi-imunologi1. Keratitis adalah radang pada kornea atau infiltrasi
sel radang pada kornea yang akan mengakibatkan kornea menjadi keruh sehingga tajam
penglihatan menurun. Infeksi pada kornea biasanya diklasifikasikan menurut lapisan kornea
yang terkena, yaitu keratitis superfisialis apabila mengenai lapisan epitel atau membran
bowman dan keratitis profunda atau interstisialis (disebut juga keratitis parenkimatosa) apabila
sudah mengenai lapisan stroma.2

2.2 Etiologi
Keratitis dapat disebabkan oleh berbagai hal seperti kurangnya air mata, keracunan
obat, reaksi alergi terhadap yang diberi topikal, dan reaksi terhadap konjungtivitis menahun.3
Infeksi korena pada umumnya didahului trauma, penggunaan lensa kontak, pemakaian
kortikosteroid topikal yang tidak terkontrol. Kelainan ini merupakan penyebab kebutaan ketiga
terbanyak di Indonesia.1
Keratitits dapat disebabkan oleh banyak faktor, diantaranya:2,4,5
1. Virus
2. Bakteri
3. Jamur
4. Paparan sinar ultraviolet seperti sinar matahari atau sun lamps, dan hubungan ke sumber
cahaya yang kuat lainnya seperti pengelasan busur.
5. Iritasi dari penggunaan berlebihan lensa kontak
6. Mata kering disebabkan oleh kelopak mata robek atau tidak cukupnya pembentukan air
mata
7. Adanya benda asing di mata
8. Reaksi terhadap obat tetes mata, kosmetik, polusi, atau partikel udara seperti debu,
serbuk sari, jamur atau ragi
9. Efek samping obat tertentu
2.3 Epidemiologi
Variasi geografi yang luas dari epidemiologi keratitis bakteri dipengaruhi oleh faktor
ekonomi dan iklim. Keratitis jamur terhitung sebanyak 50% dari seluruh kasus dari kultur
keratitis di beberapa negara berkembang. Penelitian yang dilakukan oleh Marlon M. Ibrahim
dkk menunjukkan bahwa angka kejadian keratitis bakteri di Banglades 82%, India 68,4%, dan
yang terendah yaitu di Taiwan 40%. Fusarium sp merupakan penyebab keratitis jamur paling
umum di Florida, Nigeria, Tanzania, dan Singapura. Spesies Aspergillus lebih banyak
ditemukan di India bagian utara, Nepal, dan Banglades. Di India dan Nepal, Steptococcus
pneumoniae merupakan bakteri patogen yang lebih dominan. Sedangkan Pseudomonas sp
merupakan spesies bakteri yang lebih banyak ditemukan dalam penelitian di Banglades,
Hongkong dan Paraguai.6
Perbedaan tersebut dipegaruhi oleh faktor ikim dan lingkungan. Keratitis jamur dan
keratitis bakteri lebih sering terjadi pada musim semi. Hal ini berhubungan dengan peningkatan
aktivitas agrikultur dan/ atau peningkatan proliferasi dari agen patogen pada periode tersebut.
Faktor predisposisi keratitis bakteri yang sering di Brazil adalah taruma, khususnya taruma
pada kornea. Penelitian Marlon M. Ibrahim dkk menunjukkan bahwa iklim, lingkungan tempat
tinggal mempengaruhi karakteristik dari keratitis bakteri.6
Menurut Murillo Lopez, sekitar 25.00 orang Amerika terkena keratitits bakteri per
tahun. Kejadian keratitis bakteri bervariasi, dengan lebih sedikit pada negara negara industri
yang secara signifikan lebih sedikit memiliki jumlah pengguna lensa kontak. Insiden keratitis
jamur bervariasi sesuai dengan lokasi geografis dan berkisar 2% dari kasus keratitis di New
York dan 35% di Florida. Spesies Fusarium merupakan penyebab paling umum dari infeksi
jamur kornea di Amerika Serikat bagian selatan (45-76% dari keratitis jamur). Sedangkan
spesies Candida dan Aspergillus lebih umum di negara negara utara. Secara signifikan lebih
sedikit yang berkaitan dengan infeksi lensa kontak.7,8

2.4 Patofisiologi
Epitel adalah sawar yang efisien terhadap masuknya mikroorganisme kedalam kornea.
Namun sekali kornea mengalami cedera, stroma yang avaskuler dan membrane Bowman
mudah terinfeksi oleh berbagai macam mikroorganisme seperti amoeba, bakteri dan jamur.
Streptococcus pneumonia (pneumokokus) adalah bakteri pathogen kornea sejati, pathogen lain
memerlukan inokulum yang berat atau hospes yang lemah (misalnya pada pasien yang
mengalami defisiensi imun) agar dapat menimbulkan infeksi.9
Kornea adalah struktur yang avaskuler oleh sebab itu pertahanan pada waktu
peradangan, tidak dapat segera ditangani seperti pada jaringan lainnya yang banyak
mengandung vaskularisasi. Sel-sel di stroma kornea pertama-tama akan bekerja sebagai
makrofag, baru kemudian disusul dengan dilatasi pembuluh darah yang ada di limbus dan
tampak sebagai injeksi pada kornea. Sesudah itu terjadilah infiltrasi dari sel-sel lekosit, sel-sel
polimorfonuklear, sel plasma yang mengakibatkan timbulnya infiltrat, yang tampak sebagai
bercak kelabu, keruh dan permukaan kornea menjadi tidak licin. 5,9
Epitel kornea dapat rusak sampai timbul ulkus. Adanya ulkus ini dapat dibuktikan
dengan pemeriksaan fluoresin sebagai daerah yang berwarna kehijauan pada kornea. Bila
tukak pada kornea tidak dalam dengan pengobatan yang baik dapat sembuh tanpa
meninggakan jaringan parut, namun apabila tukak dalam apalagi sampai terjadi perforasi
penyembuhan akan disertai dengan terbentuknya jaringan parut. Mediator inflamasi yang
dilepaskan pada peradangan kornea juga dapat sampai ke iris dan badan siliar menimbulkan
peradangan pada iris. Peradangan pada iris dapat dilihat berupa kekeruhan di bilik mata depan.
Kadang-kadang dapat terbentuk hipopion.9
Pada keratitis bakteri adanya gangguan dari epitel kornea yang intak dan atau masuknya
mikroorganisme abnormal ke stroma kornea, dimana akan terjadi proliferasi dan menyebabkan
ulkus. Faktor virulensi dapat menyebabkan invasi mikroba atau molekul efektor sekunder yang
membantu proses infeksi. Beberapa bakteri memperlihatkan sifat adhesi pada struktur fimbriasi
dan struktur non fimbriasi yang membantu penempelan ke sel kornea. Selama stadium inisiasi,
epitel dan stroma pada area yang terluka dan infeksi dapat terjadi nekrosis. Sel inflamasi akut
(terutama neutrofil) mengelilingi ulkus awal dan menyebabkan nekrosis lamella stroma. Difusi
produk-produk inflamasi (meliputi cytokines) di bilik posterior, menyalurkan sel-sel inflamasi
ke bilik anterior dan menyebabkan adanya hipopion. Toksin bakteri yang lain dan enzim
(meliputi elastase dan alkalin protease) dapat diproduksi selama infeksi kornea yang nantinya
dapat menyebabkan destruksi substansi kornea.9,10
Keratitis herpes simplek dibagi dalam 2 bentuk yaitu epitelial dan stromal Kerusakan
terjadi pada pembiakan virus intraepitelial, mengakibatkan kerusakan sel epitelial dan
membentuk tukak kornea superfisial. Pada yang stromal terjadi reaksi imunologik tubuh
terhadap virus yang menyerang yaitu reaksi antigen antibodi yang menarik sel radang kedalam
stroma. Sel radang ini mengeluarkan bahan proteolitik untuk merusak virus tetapi juga akan
merusak jaringan stroma disekitarnya. Hal ini penting diketahui karena manajemen pengobatan
pada yang epitelial ditujukan terhadap virusnya sedang pada yang stromal ditujukan untuk
menyerang virus dan reaksi radangnya. Perjalanan klinik keratitis dapat berlangsung lama
kaena stroma kornea kurang vaskuler, sehingga menghambat migrasi limfosit dan makrofag
ketempat lesi. Infeksi okuler HSV pada hospes imunokompeten biasanya sembuh sendiri,
namun pada hospes yang secara imunologik tidak kompeten, perjalanannya mungkin menahun
dan dapat merusak.9,10

2.5 Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan hasil anamnesis, gejala klinik dan hasil pemeriksaan
mata. Dari hasil anamnesis sering diungkapkan riwayat trauma, adanya riwayat penyakit
kornea, misalnya pada keratitis herpetik akibat infeksi herpes simpleks yang kambuh.
Anamnesis mengenai pemakaian obat lokal oleh pasien, karena kortikosteroid merupakan
predisposisi bagi penyakit bakteri, fungi, atau virus terutama keratitis herpes simpleks.5,9
Pasien dengan keratitis biasanya datang dengan keluhan iritasi ringan, adanya sensasi
benda asing, mata merah, mata berair, penglihatan yang sedikit kabur, dan silau (fotofobia)
serta sulit membuka mata (blepharospasme). Penderita akan mengeluh sakit pada mata karena
kornea memiliki banyak serabut nyeri, sehingga amat sensitif. Kebanyakan lesi kornea
superfisialis maupun yang sudah dalam menimbulkan rasa sakit dan fotofobia. Rasa sakit
diperberat oleh kuman kornea bergesekan dengan palpebra. Karena kornea berfungsi sebagai
media untuk refraksi sinar dan merupakan media pembiasan terhadap sinar yang masuk ke
mata maka lesi pada kornea umumnya akan mengaburkan penglihatan terutama apabila lesi
terletak sentral pada kornea.5,10
Fotofobia yang terjadi biasanya terutama disebabkan oleh kontraksi iris yang
meradang. Dilatasi pembuluh darah iris adalah fenomena refleks yang disebabkan iritasi pada
ujung serabut saraf pada kornea. Pasien biasanya juga mengeluhkan mata berair namun tidak
disertai dengan pembentukan kotoran mata yang banyak kecuali pada ulkus kornea yang
purulen. Dalam mengevaluasi peradangan kornea penting untuk membedakan apakah tanda
yang kita temukan merupakan proses yang masih aktif atau merupakan kerusakan dari struktur
kornea hasil dari proses di waktu yang lampau. Sejumlah tanda dan pemeriksaan sangat
membantu dalam mendiagnosis dan menentukan penyebab dari suatu peradangan kornea
seperti: pemeriksaan sensasi kornea, lokasi dan morfologi kelainan, pewarnaan dengan
fluoresin, neovaskularisasi, derajat defek pada epithel, lokasi dari infiltrat pada kornea, edema
kornea, keratik presipitat, dan keadaan di bilik mata depan. Tanda-tanda yang ditemukan ini
juga berguna dalam mengawasi perkembangan penyakit dan respon terhadap pengobatan.,5,10
Pemeriksaan diagnostik yang biasa dilakukan adalah :
1. Pemeriksaan tajam penglihatan
Pemeriksaan tajam penglihatan dilakukan untuk mengetahui fungsi penglihatan setiap
mata secara terpisah. Pemeriksaan dapat dilakukan dengan menggunakan kartu Snellen
maupun secara manual yaitu menggunakan jari tangan.
2. Uji dry eye
Pemeriksaan mata kering (dry eye) termasuk penilaian terhadap lapis film air mata (tear
film), danau air mata ( teak lake ), dilakukan uji break up time tujuannya yaitu untuk
melihat fungsi fisiologik film air mata yang melindungi kornea. Penilaiannya dalam
keadaan normal film air mata mempunyai waktu pembasahan kornea lebih dari 25
detik. Pembasahan kornea kurang dari 15 detik menunjukkan film air mata tidak stabil.
3. Ofthalmoskop
Tujuan pemeriksaan untuk melihat kelainan serabut retina, serat yang pucat atropi,
tanda lain juga dapat dilihat seperti perdarahan peripapilar.
4. Keratometri (pegukuran kornea)
Keratometri tujuannya untuk mengetahui kelengkungan kornea, tear lake juga dapat
dilihat dengan cara fokus kita alihkan kearah lateral bawah, secara subjektif dapat
dilihat tear lake yang kering atau yang terisi air mata.
5. Tonometri digital palpasi
Cara ini sangat baik pada kelainan mata bila tonometer tidak dapat dipakai atau sulit
dinilai seperti pada sikatrik kornea, kornea ireguler dan infeksi kornea. Pada cara ini
diperlukan pengalaman pemeriksa karena terdapat factor subjektif, tekanan dapat
dibandingkan dengan tahahan lentur telapak tangan dengan tahanan bola mata bagian
superior.

2.6 Klasifikasi
Berdasarkan tempatnya keratitis secara garis besar dapat dibagi menjadi keratitis
pungtata superfisialis, keratitis marginal dan keratitis interstitial. Berdasarkan penyebabnya
keratitis digolongkan menjadi keratitis bakterialis, keratitis fungal, keratitis viral, keratitis
akibat alergi. Kemudian berdasarkan bentuk klinisnya dapat dibagi menjadi keratitis sika,
keratitis flikten, keratitis nurmularis dan keratitis neuroparalitik.5
2.6.1 Keratitis Berdasarkan Tempatnya
Keratitis Pungtata
Keratitis yang terkumpul di daerah membran Bowman dengan infiltrat berbentuk
bercak bercak halus. Penyebab: Moluscum kontagiosum, acne rosasea, Herpes simpleks,
Herpes zoster, Blefaritis neuroparalitik, Infeksi virus, vaksinia, Trakoma dan trauma radiasi,
dryeyes, trauma, lagoftalmus, keracunan obat seperti: neomisin, tobramisin.
Keratitis Pungtata biasanya terdapat bilateral, berjalan kronis tanpa terlihat gejala
konjungtiva atau tanda akut yang biasanya terjadi pada dewasa muda. Keratitis Pungtata
Superfisial memberikan gambaran seperti infiltrat halus bertitik-titik pada permukaan kornea.
Merupakan cacat halus kornea superfisial dan hijau bila diwarnai fluoresein. Dapat disebabkan
sindrom dry eye, blefaritis, keratopati logaftalmos, keracunan obat topical (neomisin,
tobramisin ataupun obat lainnya), sinar ultraviolet, trauma kimia ringan dan pemakaian lensa
kontak. Pasien akan mengeluh sakit, silau, mata merah dan rasa kelilipan. Pasien diberi air
mata buatan, tobramisin tetes mata dan siklopegik.
Keratitis Pungtata Subepitel: keratitis yang terkumpul di membran Bowman. Pada
keratitis ini biasanya terdapat bilateral dan berjalan kronis tanpa terlihatnya gejala kelainan
konjungtiva ataupun tanda akut yang biasanya terjadi pada dewasa muda.

Gambar 2.1. Keratitis Pungtata


Keratitis Marginal
Merupakan infiltrat yang tertimbun pada tepi kornea sejajar dengan limbus. Penyakit
infeksi lokal konjungtiva dapat menyebabkan keratitis kataral / marginal. Keratitis marginal
kataral biasanya terdapat pada pasien setengah umur dengan adanya blefarokonjungtivitis. Bila
tidak diobati dengan baik maka akan mengakibatkan tukak kornea. Penderita mengeluh sakit
seperti kelilipan, lakrimasi, fotofobia berat. Pada mata akan terlihat blefarospasme satu mata,
Injeksi konjungtiva, Infiltrat atau ulkus memanjang, dangkal unilateral dapat tunggal atau
multiple, sering disertai neovaskularisasi dari arah limbus.
Pengobatan : Antibiotika sesuai infeksi lokalnya dan Steroid dosis ringan. Diberikan juga
vit B dan C dosis tinggi. Pada kelainan yang indolen dilakukan kauterisasi dengan listrik
ataupun AgNO3 di pembuluh darah / dilakukan flep konjungtiva yang kecil.

Gambar 2.2. Keratitis Marginal


Keratitis Interstisial
Keratitis yang ditemukan pada jaringan kornea yang lebih dalam. Seluruh kornea keruh
sehingga iris susah dilihat. Keratitis Interstisial akibat lues kogenital didapatkan
neovaskularisasi dalam. Keratitis interstisial merupakan keratitis nonsuppuratif profunda
disertai neovaskularisasi disebut juga Keratitis Parenkimatosa.
Pasien mengeluh fotofobia, lakrimasi dan menurunnya visus. Keluhan akan bertahan
seumur hidup. Seluruh kornea keruh sehingga iris sukar dilihat. Permukaan kornea seperti
permukaan kaca. Terdapat injeksi Siliar disertai serbukan pembuluh ke dalam sehingga
memberi gambaran merah kusam yang disebut “Salmon Patch” dari Hutchinson. Seluruh
kornea dapat berwarna merah cerah.
Keratitis disebabkan sifilis kogenital atau bisa juga oleh tuberkulosis, trauma.
Pengobatan tergantung penyebabnya. Diberikan juga Sulfas Atropin tetes mata untuk
mencegah sinekia akibat uveitis dan kortikosteroid tetes mata.

Gambar 2.3. Keratitis Interstisial dengan sifilis congenital


2.6.2 Keratitis Berdasarkan Penyebabya
Keratitis Bakterial
Penyebab: Staphylococcus, Streptococcus, Pseudomonas dan Enterobakteriacea.
Faktor Predisposisi : Pemakaian kontak lens, trauma, kontaminasi obat tetes.
Pengobatan: Batang Gram (-): Tobramisin, Ceftazidime, Fluoroquinolone. Batang Gram (+):
Cefazoline, Vancomycin, Moxifloxacin/Gatofloxacin. Kokus Gram (-): Ceftriaxone,
Ceftazidime, Moxifloxacin/Gatofloxacin.

Gambar 2.4. Keratitis Bakterial

Keratitis Jamur
Penyebab : trauma kornea oleh ranting pohon, daun dan bagian tumbuh-tumbuhan.
Dapat juga akibat efek samping penggunaan antibiotik dan kortikosteroid yang tidak cepat.
Keluhan timbul setelah 3 minggu kemudian. Keluhan sakit mata hebat, berair dan silau. Pada
mata terlihat infiltrat berhifa dan satelit bila terletak didalam stroma, disertai cincin endotel
dengan plaque bercabang-cabang dengan endotelium plaque, gambaran satelit pada kornea dan
lipatan Descemet.
Pengobatan : Natamisin 5% setiap 1-2 jam saat bangun untuk keratitis jamur filamentosa
seperti miconazole, amphoterisin, nistatin dan lain-lain dan sikloplegik disertai obat oral anti
glaukoma jika disertai peningkatan tekanan intraokular. Keratolasti jika tidak ada perbaikan.
Gambar 2.5. Keratitis Jamur

Keratitis Virus
Keratitis Pungtata Superfisial dengan gambaran Infiltrat halus bertitik-titik pada dataran
depan kornea yang dapat terjadi pada herpes simpleks, herpes zoster, infeksi virus, vaksinia
dan trakoma. Keratitis terkumpul di daerah membran Bowman, bilateral dan kronis tanpa
terlihat kelainan konjungtiva.
Jenis Keratitis Virus: Keratitis herpetik, Keratitis dendritik, Keratitis Disformis, Infeksi
Herpes Zoster, Keratokonjuntivitis Epidemi.
a) Keratitis Herpetik
Disebabkan herpes simpleks dan herpes zoster. Keratitis karena herpes Simpleks dibagi
2 bentuk :
Epitelial adalah Keratitis dendritik. Pada epitelial terjadi pembelahan virus di dalam sel
epitel yang mengakibatkan kerusakan sel dan membentuk tukak kornea superfisial.Pengobatan
: pada pembelahan virus.
Stromal adalah Keratitis diskiformis. Pada Stromal diakibat reaksi imunologik tubuh terhadap
virus yang menyerang. Antigen (virus) dan antibodi (tubuh pasien) bereaksi di dalam stroma
kornea dan menarik sel leukosit dan sel radang lainnya. Sel ini mengeluarkan bahan proteolitik
untuk merusak antigen (virus) yang juga merusak jaringan stromal di sekitarnya. Pengobatan
: pada virus dan reaksi radangnya. Biasanya infeksi Herpes Simpleks berupa campuran antara
Epitelial dan Stromal.
Pengobatan: IDU (Iodo 2 dioxyuridine). Murah, kerja tidak stabil, bekerja menghambat
sintesis DNA virus dan manusia sehingga toksik untuk epitel normal dan tidak boleh digunakan
lebih dari 2 minggu. Bentuk : larutan 1% diberikan setiap jam. Salep 0,5% diberikan setiap 4
jam. Vibrabin sama dengan IDU, hanya ada dalam bentuk salep. Trifluorotimidin (TFT) sama
dengan IDU, diberikan 1% setiap 4 jam. Acyclovir bersifat selektif terhadap sintesis DNA
virus. Bentuk salep 3% diberikan setiap 4 jam. Efektif dengan Efek samping kurang.

Gambar 2.6. Keratitis herpetik


b) Keratitis Dendritik
Merupakan Keratitis Superfisial yang membentuk garis infiltrate pada permukaan kornea
kemudian membentuk cabang.
Disebabkan oleh virus Herpes Simpleks.
Gejala : Fotofobia, kelilipan, tajam penglihatan menurun, konjungtiva hiperemia disertai
sensibilitas kornea yang hipestesia. Karena gejala ringan, pasien terlambat berkonsultasi.
Dapat menjadi tukak kornea
Pengobatan : Dapat sembuh spontan. Dapat juga diberikan antivirus (IDU 0,1% salep tiap 1
jam atau Asiklovir) dan sikloplegik dan antibiotik dengan bebat tekan.

Gambar 2.7. Keratitis Dendritik


c) Keratitis Disiformis
Merupakan keratitis yang membentuk kekeruhan infiltrat yang bulat atau lonjong di
dalam jaringan kornea.
Penyebab: Infeksi virus Herpes Simpleks. Merupakan reaksi alergi atau imunologik terhadap
virus Herpes Simpleks pada permukaan kornea.
Gambar 2.8. Keratitis Disiformis

d) Infeksi Herpes Zoster


Merupakan keratitis vesikular karena infeksi Herpes Zoster di mata. Biasanya pada usia
lanjut. Gejalanya rasa sakit di daerah yang terkena, badan terasa hangat, merah dan penglihatan
berkurang. Pada kelopak terlihat vesikel dan infiltrat pada kornea. Vesikel juga tersebar pada
dermatom yang dipersarafi saraf Trigeminus, progresif dan tidak melewati garis meridian.
Pengobatan tidak spesifik, hanya simptomatik Bisa dengan Asiklovir dan pada usia
lanjut diberikan Steroid. Penyulit berupa Uveitis, Parese otot penggerak mata, Glaukoma dan
Neuritis Optik.

Gambar 2.9. Infeksi Herpes Zoster


Keratokonjungtivitis epidemi
Merupakan keratitis akibat reaksi peradangan kornea dan konjungtiva yang disebabkan
adenovirus tipe 8. Biasanya unilateral, suatu epidemi.
Gejalanya demam, gangguan nafas, penglihatan menurun, merasa ada benda asing,bberair,
kadang nyeri.
Pada mata berupa edema kelopak dan folikel konjungtiva, pseudomembran pada konjungtiva
tarsal yang membentuk jaringan parut, pada kornea terdapat Keratitis Pungtata pada minggu
pertama. Kelenjar preaurikel membesar. Kekeruhan subepitel kornea menghilang sesudah 2
bulan sampai 3 tahun / lebih.
Pengobatan : Pada yang akut : kompres dingin, cairan air mata dan supportif lainnya.
Jika terjadi penurunan visus berat dapat diberikan Steroid tetes mata 3 kali per hari.

Gambar 2.10. Keratokonjungtivitis epidemi


Keratitis Dimmer atau Keratitis Numularis
Merupakan keratitis numularis dengan infiltrate bundar berkelompok dan tepi berbatas
tegassehingga ada gambaran halo. Keratitis berjalan lambat dan sering unilateral.

Keratitis Filamentosa
Merupakan keratitis yang disertai filamen mukoid dan deskuamasi sel epitel pada
permukaan kornea. Penyebab tidak diketahui. Disertai penyakit lain seperti
keratokonjungtivitis sika, sarkoidosis, trakoma, pempigoid okular, pemakaian lensa kontak,
edema kornea, keratokonjuntivitis limbik superior DM, trauma dasar otak dan pemakaian
antihistamin. Ditemukan pada dry eyes, DM, Post op Katarak, keracunan kornea oleh zat
tertentu.
Gambaran : filamen mempunyai dasar bentuk segitiga yang menarik epitel, epitel pada filamen
terlihat tidak melekat pada epitel kornea. Di dekat filamen terdapat defek filamen dan
kekeruhan epitel berwarna abu abu.
Gejala : rasa kelilipan, sakit, silau, blefarospasme dan epiforia. Mata merah dan terdapat defek
kornea.
Pengobatan : larutan hipertonik NaCl 5%, air mata hipertonik. Mengangkat filamen dan
memasang lensa kontak lembek.
Gambar 2.11. Keratitis Filamentosa

Keratitis Alergi
a) Keratokonjungtivitis Flikten
Merupakan radang kornea dan konjungtiva sebagai suatu reaksi imun yang mungkin
sel mediated pada jaringan yang sudah sensitif terhadap antigen.
Gejala :Terdapat flikten pada kornea berupa benjolan berbatas tegas berwarna putih keabuan
dengan atau tanpa neovaskularisasi menuju ke arah benjolan tersebut. Bilateral, pada limbus
tampak benjolan putih kemerahan dikelilingi konjungtiva hiperemis. Terdapat papul dan
pustula pada kornea dan konjungtiva. Lakrimasi dan fotofobia disertai rasa sakit. Hiperemis
konjungtiva, menebalnya epitel kornea, perasaan panas disertai gatal dan tajam penlihatan
berkurang.
Pengobatan : Pemberian steroid.
1) Tukak atau ulkus fliktenular
Tukak Flikten berbentuk benjolan abu abu terlihat sebagai :
Ulkus Fasikular (ulkus menjalar melintas kornea dengan pembuluh darah di belakangnya),
Flikten multiple di sekitar limbus, Ulkus Cincin merupakan gabungan ulkus.
Pengobatan : Steroid.
Flikten menghilang tanpa bekas, tetapi jika terjadi ulkus akibat infeksi sekunder maka akan
menjadi parut kornea.
2) Keratitis Fasikularis
Keratitis dengan pembentukan pita pembuluh darah yang menjalar dari limbus ke arah
kornea. Berupa tukak kornea akibat flikten yang berjalan membawa jalur pembuluh darah baru
sepanjang permukaan kornea.
3)Keratokonjungtivitis vernal
Merupakan Peradangan tarsus dan konjungtiva yang rekuren.
Muncul pada musim panas, anak laki laki lebih sering terkena dibanding perempuan.
Gejala : Gatal, disertai riwayat alergi, blefarospasme, fotofobia, penglihatan buram, dan
kotoran mata serat-serat.
Hipertrofi papil kadang berbentuk cobble stone pada kelopak atas dan konjungtiva daerah
limbus. Pengobatan : obat topikal antihistamin dan kompres dingin.

Keratitis Lagoftalmus
Keratitis yang terjadi akibat lagoftalmus dimana kelopak mata tidak bisa menutup dengan
sempurna sehingga menyebabkan kekeringan pada kornea dan konjungtiva sehingga rentan
terkena infeksi.
Lagoftalmus dapat disebabkan tarikan jaringan parut pada tepi kelopak, eksoftalmus,
paralise saraf fasial, atoni orbikularris okuli dan proptosis karena tiroid.
Pengobatan : mengatasi penyebab, air mata buatan. Untuk cegah infeksi sekunder diberikan
salep mata.

Keratitis Neuroparalitik
Merupakan keratitis akibat kelainan saraf trigeminus sehingga terdapat kekeruhan kornea
yang tidak sensitif disertai kekeringan kornea.
Gangguan persarafan dapat terjadi akibat herpes zoster, tumor fossa posterior kranium,
peradangan sehingga kornea menjadi anestetis. Kemudian kornea menjadi kehilangan
pertahanannya terhadap iritasi luar. Kornea menjadi mudah infeksi dan terbentuk tukak kornea.
Gejalanya : tajam penglihatan menurun, silau, tidak nyeri. Refleks berkedip hilang, injeksi
siliar, permukaan kornea keruh, infiltrat dan vesikel pada kornea.
Pengobatan : air mata buatan dan salep untuk menjaga kornea tetap basah.
Untuk cegah infeksi sekunder : pengobatan keratitis, tarsorafi, dan menutup pungtum lakrimal.

Gambar 2.12. Keratitis Neuroparalitik


Keratokonjungtivitis Sika
Merupakan keringnya permukaan kornea dan konjungtiva. Gejala : mata berpasir, gatal,
silau, penglihatan kabur, sekresi mukus mata yang berlebihan, sukar menggerakkan kelopak
mata, mata kering karena ada erosi kornea, Edema kojungtiva bulbi, filamen (benang) di
kornea. Pemeriksaan yang dilakukan :
Tes Schimer : resapan air mata pada kertas Schimer normal 10-25 mm dalam waktu 5 menit.
Abnormal < 10 mm.
Tes zat warna Rose Bengal konjungtiva zat warna ini akan mewarnai sel epitel kornea.
Terdapat titik merah di konjungtiva bila mata kering.
Tear film break up time.
Pengobatan tergantung penyebabnya. Pemberian air mata tiruan bila kurang adalah komponen
air. Pemberian lensa kontak apabila komponen mukus yang berkurang. Penutupan pungtum
lakrimal bila terjadi penguapan yang berlebihan.

Gambar 2.13. Keratokonjungtivitis Sika

3 Keratitis Sklerotikan
Merupakan kekeruhan berbentuk segitiga pada kornea yang menyertai skleritis.
Penyebabnya diduga perubahan susunan serat kolagen yang menetap.
Gejala : kekeruhan kornea terlokalisasi dan berbatas jelas, unilateral, kadang mengenai seluruh
limbus, kornea putih menyerupai sklera.
Pengobatan : steroid dan fenil butazon.
2.7 Penatalaksanaan3,4

Tujuan penatalaksanaan keratitis adalah mengeradikasi penyebab keratitis, menekan


reaksi peradangan sehingga tidak memperberat destruksi pada kornea, mempercepat
penyembuhan defek epitel, mengatasi komplikasi, serta memperbaiki ketajaman penglihatan.
Ada beberapa hal yang perlu dinilai dalam mengevaluasi keadaan klinis keratitis meliputi: rasa
sakit, fotofobia, lakrimasi, rasa mengganjal, ukuran ulkus dan luasnya infiltrat.
Sebagian besar para pakar menganjurkan melakukan debridement sebelumnya.
Debridement epitel kornea selain berperan untuk pengambilan spesimen diagnostik, juga untuk
menghilangkan sawar epitelial sehingga obat lebih mudah menembus. Dalam hal ini juga untuk
mengurangi subepithelial "ghost" opacity yang sering mengikuti keratitis dendritik.
Diharapkan debridement juga mampu mengurangi kandungan virus epithelial jika
penyebabnya virus, konsekuensinya reaksi radang akan cepat berkurang.

Keratitis Bakteri9
a) Terapi antibiotika
Tetes mata antibiotik mampu mencapai tingkat jaringan yang tinggi dan merupakan
metode yang banyak dipakai dalam pengobatan banyak kasus. Salep pada mata berguna
sewaktu tidur pada kasus yang kurang berat dan juga berguna sebagai terapi tambahan.
Antibiotik subkonjungtiva dapat membantu pada keadaan ada penyebaran segera ke sclera atau
perforasi atau dalam kasus di mana kepatuhan terhadap rejimen pengobatan diragukan.
Antibiotik topikal spektrum luas empiris digunakan pada pengobatan awal dari keratitis
bakteri. Untuk keratitis yang parah (melibatan stroma atau dengan defek yang lebih besar dari
2 mm dengan nanah yang luas), diberikan dosis loading setiap 5 sampai 15 menit untuk jam
pertama, diikuti oleh aplikasi setiap 15 menit sampai 1 jam pada jam berikutnya. Pada keratitis
yang kurang parah, rejimen terapi dengan dosis yang kurang frekuen terbukti efektif. Agen
Cycloplegic dapat digunakan untuk mengurangi pembentukan sinekhia dan untuk mengurangi
nyeri pada kasus yang lebih parah pada keratitis bakteri dan ketika adanya peradangan bilik
anterior mata.
Terapi single-drug dengan menggunakan fluoroquinolone (misalnya ciprofloksasin,
ofloksasin) menunjukkan efektiftivitas yang sama seperti terapi kombinasi. Tetapi beberapa
patogen (misalnya Streptococcus, anaerob) dilaporkan mempunyai kerentanan bervariasi
terhadap golongan fluoroquinolone dan prevalensi resistensi terhadap golongan
fluoroquinolones tampaknya semakin meningkat. Gatifloksasin dan moksifloksasin (generasi
keempat fluoroquinolone) telah dilaporkan memiliki cakupan yang lebih baik terhadap bakteri
gram-positif dari fluoroquinolone generasi sebelumnya pada uji in-vitro. Namun,
fluoroquinolone generasi keempat belum disetujui FDA untuk pengobatan keratitis bakteri.
Terapi kombinasi antibiotika digunakan dalam kasus infeksi berat dan mata yang tidak
responsif terhadap pengobatan. Pengobatan dengan lebih dari satu agen mungkin diperlukan
untuk kasus-kasus penyebab mikobakteri non-tuberkulos. Antibiotik sistemik jarang
dibutuhkan, tetapi dapat diipertimbangkan pada kasus-kasus yang parah di mana proses infeksi
telah meluas ke jaringan sekitarnya (misalnya, sclera) atau ketika adanya ancaman perforasi
dari kornea. Terapi sistemik juga diperlukan dalam kasus-kasus keratitis gonokokal.
b) Terapi kortikosteroid
Terapi topikal kortikosteroid memiliki peran bermanfaat dalam mengobati beberapa
kasus menular keratitis. Keuntungan potensial adalah penekanan peradangan dan pengurangan
pembentukan jaringan parut pada kornea, yang dapat menyebabkan kehilangan penglihatan.
Antara kerugiannya pula termasuk timbulnya aktivitas infeksi baru, imunosupresi lokal,
penghambatan sintesis kolagen dan peningkatan tekanan intraokular. Meskipun berisiko,
banyak ahli percaya bahwa penggunaan kortikosteroid topikal dalam pengobatan keratitis
bakteri dapat mengurangi morbiditas. Terapi kortikosteroid pada pasien yang sedang diobati
dengan kortikosteroid topikal pada saat adanya curiganya keratitis bakteri hendaklah
diberhentikan dahulu sampai infeksi telah dikendalikan.
Prinsip pada terapi kortikosteroid topikal adalah menggunakan dosis minimal
kortikosteroid yang bisa memberikan efek kontrol peradangan. Keberhasilan pengobatan
membutuhkan perkiraan yang optimal, regulasi dosis secara teratur, penggunaan obat
antibiotika yang memadai secara bersamaan, dan follow-up. Kepatuhan dari pasien sangat
penting, dan tekanan intraokular harus sering dipantau. Pasien harus diperiksa dalam 1 sampai
2 hari setelah terapi kortikosteroid topikal dimulai.

Keratitis Virus9

1) Debridement
Cara efektif mengobati keratitis dendritik adalah debridement epitelial, karena virus
berlokasi di dalam epitel. Debridement juga mengurangi beban antigenik virus pada stroma
kornea. Epitel sehat melekat erat pada kornea, namun epitel terinfeksi mudah dilepaskan.
Debridement dilakukan dengan aplikator berujung kapas khusus. Yodium atau eter topikal
tidak banyak manfaat dan dapat menimbulkan keratitis kimiawi. Obat siklopegik seperti atropi
1 % atau homatropin5% diteteskan kedalam sakus konjugtiva, dan ditutup dengan sedikit
tekanan. Pasien harus diperiksa setiap hari dan diganti penutupnya sampai defek korneanya
sembuh umumny adalah 72 jam. Pengobatan tambahan dengan anti virus topikal mempercepat
pemulihan epitel. Terapi obat topikal tanpa debridement epitel pada keratitis epitel memberi
keuntungan karena tidak perlu ditutup, namun ada kemungkinan pasien menghadapi berbagai
keracunan obat.
2) Terapi obat
Agen anti virus topikal yang di pakai pada keratitis herpes adalah idoxuridine,
trifluridine, vidarabine, dan acyclovir. Trifluridine dan acyclovir jauh lebih efektif untuk
penyakit stroma dari pada yang lain. Idoxuridine dan trifluridine sering kali menimbulkan
reaksi toxik. Acyclovir oral ada mamfaatnya untuk pengobatan penyakit herpes mata berat,
khususnya pada orang atopik yang rentan terhadap penyakit herpes mata dan kulit agresif
(eczema herpeticum). Study multicenter terhadap efektivitas acyclovir untuk pengobatan
kerato uveitis herpes simpleks dan pencegahan penyakit rekurens kini sedang dilaksanakan (
herpes eye disease study).
Replikasi virus dalam pasien imunokompeten, khususnya bila terbatas pada epitel
kornea, umumnya sembuh sendiri dan pembentukan parut minimal. Dalam hal ini penggunaan
kortikosteroid topikal tidak perlu, bahkan berpotensi sangat merusak. Kortikosteroid topikal
dapat juga mempermudah perlunakan kornea, yang meningkatkan risiko perforasi kornea. Jika
memang perlu memakai kortikosteroid topikal karena hebatnya respon peradangan, penting
sekali ditambahkan obat anti virus secukupnya untuk mengendalikan replikasi virus.

3) Bedah
Keratolasti penetrans mungkin diindentifikasi untuk rehabilitasi penglihatan pasien
yang mempunyai parut kornea berat, namun hendaknya dilakukan beberapa bulan setelah
penyakit herpes non aktif. Pasca bedah, infeksi herpes rekurens dapat timbul karena trauma
bedah dan kortikosteroid topikal yang diperlukan untuk mencegah penolakan transplantasi
kornea. Juga sulit dibedakan penolakan transplantasi kornea dari penyakit stroma rekurens.
Perforasi kornea akibat penyakit herpes stroma atau superinfeksi bakteri atau fungi
mungkin memerlukan keratoplasti penetrans darurat. Pelekat jaringan sianokrilat dapat dipakai
secara efektif untuk menutup perfosi kecil dan graft “petak” lamelar berhasil baik pada kasus
tertentu. Keratoplasi lamelar memiliki keuntungan dibanding keratoplasti penetrans karena
lebih kecil kemungkinan terjadi penolakan transparant. Lensa kontak lunak untuk terapi atau
tarsorafi mungkin diperlukan untuk pemulihan defek epitel yang terdapat padakeratitis herpes
simplek .
4) Pengendalian mekanisme pemicu yang mengaktifkan kembali infeksi HSV
Infeksi HSV rekurens pada mata banyak dijumpai kira – kira sepertiga kasus dalam 2
tahun serangan pertama. Sering dapat ditemukan mekanisme pemicunya. Setelah denga teliti
mewawancarai pasien. Begitu ditemukan, pemicu itu dapat dihindari. Aspirin dapat dipakai
untuk mencegah demam, pajanan berlebihan terhadap sinar matahari atau sinar UV dapat
dihindari. Keadaan – keadaan yang dapat menimbulkan strea psikis dapat dikurangi. Dan
aspirin dapat diminum sebelum menstruasi.

Keratitis jamur9
Terapi medikamentosa di Indonesia terhambat oleh terbatasnya preparat komersial yang
tersedia, tampaknya diperlukan kreativitas dalam improvisasi pengadaan obat, yang utama
dalam terapi keratomikosis adalah mengenai jenis keratomikosis yang dihadapi bisa dibagi:
1. Belum diidentifikasi jenis jamur penyebabnya.
2. Jamur berfilamen.
3. Ragi (yeast).
4. Golongan Actinomyces yang sebenarnya bukan jamur sejati.
Untuk golongan I : Topikal Amphotericin B 1,02,5 mg/ml, Thiomerosal (10 mg/ml),
Natamycin > 10 mg/ml, golongan Imidazole.
Untuk golongan II : Topikal Amphotericin B 0,15%, Miconazole 1%, Natamycin 5% (obat
terpilih), econazole 1% (obat terpilih).
Untuk golongan III : Econazole 1%, Amphoterisin B 0,15 %, Natamycin 5%, Clotrimazole
1%, fluoconazol 2 % (Jack, 2009).
Untuk golongan IV : Golongan Sulfa, berbagai jenis Antibiotik.
Steroid topikal adalah kontra indikasi, terutama pada saat terapi awal. Diberikan juga obat
sikloplegik (atropin) guna mencegah sinekia posterior untuk mengurangi uveitis anterior.
Tidak ada pedoman pasti untuk penentuan lamanya terapi; kriteria penyembuhan antara
lain adalah adanya penumpulan (blunting atau rounding-up) dari lesi-lesi ireguler pada tepi
ulkus, menghilangnya lesi satelit dan berkurangnya infiltrasi di stroma di sentral dan juga
daerah sekitar tepi ulkus. Perbaikan klinik biasanya tidak secepat ulkus bakteri atau virus.
Adanya defek epitel yang sulit menutup belum tentu menyatakan bahwa terapi tidak berhasil,
bahkan kadang-kadang terjadi akibat pengobatan yang berlebihan. Jadi pada terapi
keratomikosis diperlukan kesabaran, ketekunan dan ketelitian dari kita semua.
Selain terapi medikamentosa sebaiknya diberikan pula edukasi pada pasien keratitis. Pasien
diberikan pengertian bahwa penyakit ini dapat berlangsung kronik dan juga dapat terjadi
kekambuhan. Pasien juga sebaiknya dianjurkan agar tidak terlaru sering terpapar sinar matahari
ataupun debu karena keratitis ini dapat juga terjadi pada konjungtivitis vernal yang biasanya
tercetus karena paparan sinar matahari, udara panas, dan debu, terutama jika pasien tersebut
memang telah memiliki riwayat atopi sebelumnya. Pasien pun harus dilarang mengucek
matanya karena dapat memperberat lesi yang telah ada.
Pada keratitis dengan etiologi bakteri, virus, maupun jamur sebaiknya kita
menyarankan pasien untuk mencegah transmisi penyakitnya dengan menjaga kebersihan diri
dengan mencuci tangan, membersihkan lap atau handuk, sapu tangan, dan tissue.

2.8 Komplikasi1,2,3
Komplikasi yang paling ditakuti dari keratitis adalah penipisan kornea dan akhirnya
perforasi kornea yang dapat mengakibatkan endophtalmitis sampai hilangnya penglihatan
(kebutaan). Beberapa komplikasi yang lain diantaranya:
 Gangguan refraksi
 Jaringan parut permanent
 Ulkus kornea
 Perforasi kornea
 Glaukoma sekunder
DAFTAR PUSTAKA

1. Perhimpunan Dokter Spesialis Mata Indonesia (PERDAMI). Panduan manajemen


klinis Perdami. Jakarta: PP Perdami. 2006. h 30-33.
2. Roderick B. Kornea. In: Vaughan & Asbury. Oftalmologi umum. Edisi 17. Jakarta:
EGC. 2009. h 125-49.
3. Ilyas Sidarta. Ilmu penyakit mata. Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2009. h
147-158.
4. American Academy of Ophthalmology. External eye disease and cornea. San
Fransisco. 2012
5. Ilyas Sidarta. Ilmu penyakit mata. Edisi Kedua. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2002. h
113-116.
6. Ibrahim MM, Vanini R, et al. Epidemiology and medical protection of microbial
keratitis on southeast Brazil. Brazil: Arq Bras Oftalmol. 2011; 74 (1): 7-12.
7. Thygeson P. Superfisial punctate keratitis. Journal of the American Medical
Association. 1997. 144: 1544-1549.
8. Reed KK. Thygeson’s SPK photos. Nova Southeastem University College of
Optometry 3200 South University Drive Ft. Lauderdale. Florida. 2007.
9. Vaughan, Daniel. Oftalmologi Umum. Edisi 14 Cetakan Pertama. Widya Medika
Jakarta, 2009
10. Dahl, A. Keratitis. Diunduh dari : http: //www. medicinenet. com/ keratitis/ article.
htm

Anda mungkin juga menyukai