Anda di halaman 1dari 31

CASE SULIT

OS Glaukoma Sudut Tertutup Akut ec Katarak


Senilis & OD Glaukoma Sudut Tertutup

Disusun Oleh
Thobias Andrew Yudhistira
11.2016.302

Dosen Pembimbing
Dr. Eny Tjahjani, Sp.M. M.Kes

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT MATA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
Rumah Sakit Mata Dr. Yap Yogyakarta
Periode 29 Juni 2017 – 1 Juli 2017
1
KEPANITERAAN KLINIK
STATUS ILMU KESEHATAN MATA
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Bpk. BW
Umur : 60 tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Desa Karang, RT006/RW001, Kabupaten Madiun
Tanggal Pemeriksaan : 15 Juni 2017

II. PEMERIKSAAN SUBYEKTIF


Autoanamnesis tanggal : 15 Juni 2017
Keluhan Utama : Mata kiri terasa nyeri sejak 40 hari yang lalu
Keluhan Tambahan : Mata kiri merah, berair, kepala pening, silau dan terjadi penurunan
penglihatan

Riwayat Penyakit Sekarang


Mata kiri pasien terasa nyeri sejak 40 hari yang lalu. Keluhan tersebut disertai dengan mata
merah, berair, kepala terasa pening, silau jika melihat cahaya secara langsung dan terjadi penurunan
penglihatan. Setelah gejala dirasakan, pasien langsung ke klinik didaerah madiun dan diberikan obat
tetes mata glaucon 250mg, timolol 0,5%, Xitrol, Azopt. Pasien juga diberikan obat oral yaitu Glauseta
dan Aspar-K yang dikonsumsi tiga kali sehari. Tetapi pasien tidak merasakan adanya perbaikan
setelah mengkonsumsi obat tersebut. Maka pasien dirujuk ke RS Mata Dr Yap. Pasien menyangkal
adanya riwayat alergi, riwayat trauma tajam ataupun tumpul. Dan pasien menyangkal adanya riwayat
operasi.
Pada mata kanan pasien terdapat keluhan seperti terkadang pasien merasakan kemeng,mata
merah, terasa nyeri. Pasien menyangkal adanya riwayat diabetes melitus, hipertensi, penyakit jantung
dan asma.

Riwayat Penyakit Dahulu

- Hipertensi : Tidak Ada


- Kencing Manis : Tidak Ada
- Asma : Tidak Ada
- Alergi Obat : Tidak Ada
- Riwayat penggunaan kacamata : -1,25 D ODS dan +1,50 D ODS
- Riwayat operasi mata : Tidak Ada
2
- Riwayat trauma mata : Tidak Ada

Riwayat Penyakit Keluarga


Ayah, Ibu atau saudara pasien tidak mengalami penyakit serupa.

III. PEMERIKSAAN FISIK


Status Generalis
Keadaan Umum : tampak sakit ringan, compos mentis
Tanda Vital : TD 140/80 mmHg, HR 76 x/menit, RR 18 x/menit, T 36,5o C.
Kepala : Normosefali, tidak tampak kelainan
Mulut : Tidak tampak kelainan
THT : Tidak tampak kelainan
Thoraks, Jantung : Tidak tampak kelainan
Paru : Tidak tampak kelainan
Abdomen : Supel, datar, Tidak tampak kelainan
Eksktremitas : Akral hangat +/+, edema -/-

Status Ophthalmologis od glaucoma os katarak


Keterangan OD OS

1. VISUS
Axsis Visus 6/20 PHM(6/12) 1/60
Koreksi S (-)1,50 Tidak terkoreksi
Addisi S (+) 1,50 S (+) 1,50
Distansia Pupil 64 mm 64 mm
Kacamata Lama S (+) 1,50 S (-) 1,25 S (+) 1,50 S (-) 1,25

2. KEDUDUKAN BOLA MATA


Eksofthalmus Tidak ada Tidak ada
Enopthalmus Tidak ada Tidak ada
Deviasi Tidak ada Tidak ada
Gerakan Bola Mata Normal ke segala arah Normal ke segala arah

3. SUPERSILIA
Warna Hitam Hitam
Simetris Simetris Simetris

4. PALPEBRA SUPERIOR DAN INFERIOR


Edema Tidak ada Tidak ada
Nyeri Tekan Tidak ada Tidak ada

3
Ektropion Tidak ada Tidak ada
Entropion Tidak ada Tidak ada
Blepharospasme Tidak ada Tidak ada
Trichiasis Tidak ada Tidak ada
Sikatriks Tidak ada Tidak ada
Punctum Lakrimal Normal Normal
Fissura Palpebra Normal Normal
Tes Anel Tidak dilakukan Tidak dilakukan

5. KONJUNGTIVA SUPERIOR DAN INFERIOR


Hiperemis Tidak ada Ada
Folikel Tidak ada Tidak ada
Papil Tidak ada Tidak ada
Sikatriks Tidak ada Tidak ada
Hordeolum Tidak ada Tidak ada
Kalazion Tidak ada Tidak ada

6. KONJUNGTIVA BULBI
Sekret Tidak ada Tidak ada
Injeksi Konjungtiva Ada Ada
Injeksi Siliar Ada Ada
Perdarahan Subkonjungtiva Tidak ada Tidak ada
Pterigium Tidak ada Tidak ada
Pinguecula Tidak ada Tidak ada
Nevus Pigmentosus Tidak ada Tidak ada
Kista Dermoid Tidak ada Tidak ada
7. SKLERA
Warna Putih Putih
Ikterik Tidak ada Tidak ada
Nyeri Tekan Tidak ada Tidak ada

8. KORNEA
Kejernihan Jernih Keruh
Permukaan Licin Licin
Ukuran 12 mm 12 mm
Sensibilitas Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Infiltrat Tidak ada Tidak ada
Keratik Presipitat Tidak ada Tidak ada
Sikatriks Tidak ada Tidak ada
Ulkus Tidak ada Tidak ada
Perforasi Tidak ada Tidak ada
Arcus Senilis Ada Ada
Edema Tidak ada Ada
Tes Placido Tidak dilakukan Tidak dilakukan

4
9. BIILIK MATA DEPAN
Kedalaman Dangkal Dangkal
Kejernihan Jernih Keruh
Hifema Tidak ada Tidak ada
Hipopion Tidak ada Tidak ada
Efek Tyndal Tidak dilakukan Tidak dilakukan

10. IRIS
Warna Cokelat Cokelat
Kripte Tidak ada Tidak ada
Sinekia Tidak ada Tidak ada
Koloboma Tidak ada Tidak ada

11. PUPIL
Letak Di tengah Di tengah
Bentuk Bulat Bulat
Ukuran +/- 3 mm +/- 5 mm
Refleks Cahaya Langsung Positif Negatif
RC Tidak Langsung Positif Negatif

12. LENSA
Kejernihan Jernih Keruh
Letak Di tengah Di tengah
Shadow Test Negatif Positif

13. BADAN KACA


Kejernihan Sulit dinilai Sulit dinilai

14. FUNDUS OKULI


Batas Sulit dinilai Sulit dinilai
Warna Jingga Sulit dinilai
Ekskavasio Sulit dinilai Sulit dinilai
Rasio Arteri:Vena 2:3 Sulit dinilai
C/D Rasio 0,3 Sulit dinilai
Makula Lutea Sulit dinilai Sulit dinilai
Eksudat Tidak ada Sulit dinilai
Perdarahan Tidak ada Sulit dinilai
Sikatriks Sulit dinilai Sulit dinilai
Ablasio Sulit dinilai Sulit dinilai

15. PALPASI
Nyeri Tekan Tidak ada Tidak ada
Massa Tumor Tidak ada Tidak ada
Tensi Okuli N/palpasi N++/palpasi
Tonometri Schiots Tidak dilakukan Tidak dilakukan

5
16. KAMPUS VISI
Tes Konfrontasi Sesuai lapang pandang Sulit dinilai
pemeriksa

V.RESUME

Seorang bapak 60 tahun datang diantar keluarga dengan keluhan mata kiri terasa sakit sejak
40 hari yang lalu. Pasien juga mengeluh mata merah, berair, kepala pening dan terjadi penuruan
penglihatan. Pasien juga mengeluh silau jika melihat cahaya matahari secara langsung atau sinar
lampu mobil pada malam hari. Pasien sempat datang ke klinik dekat rumahnya dan dirujuk ke RS
Mata Dr Yap. Sebelumnya pasien telah mendapatkan terapi berupa glaucon 250mg 3x1/2, timolol
0,5% 2x1 ODS, Xitrol, Azopt, Aspar K. Pada mata kanannya pasien juga mengeluh terkadang terasa
kemeng dan nyeri disekitar mata.
Kemudian dokter menyarankan pasien untuk dirawat inap karena akan dilakukan operasi
trabeculotomy pada mata kirinya.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran pasien: kompos mentis, keadaan umum: tampak
sakit ringan, TD 140/80 mmHg, HR 76 x/menit, RR 18 x/menit, T 36,5o C. Pemeriksaan generalis
dalam batas normal. Pasien tidak ada riwayat penyakit dahulu. Pada pemeriksaan oftalmologis
didapatkan

OD KETERANGAN OS
6/20 PHM(6/12) Visus 1/60
Tidak ada Nyeri Tekan Palpebra Tidak ada
Tidak ada Konjunctiva Hiperemis Ada
Keruh Kornea Keruh
Tidak ada Edema Kornea Ada
Dangkal Kedalaman Bilik Mata Depan Dangkal
Bulat Bentuk Pupil Bulat
+/- 3 mm Ukuran Pupil +/- 5 mm
Positif Refleks Cahaya Langsung Negatif
Positif Refleks Cahaya Tak Langsung Negatif
Jernih Kejernihan Lensa Keruh
Negatif Shadow Test Positif
Sulit dinilai Funduskopi Sulit dinilai
Tidak ada Nyeri Tekan Palpasi Tidak ada
6
N/palpasi Tensi Okuli N++/palpasi
Normal Tes Konfrontasi Sulit dinilai

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


 Pemeriksaan tekanan bola mata non kontak
o OD 24
o OS 37
 Slitlamp
 Pemeriksaan Gonioskopi
 Perimeter Goldmann
 Ocular Coherence Tomography
 Retinometri
 Keratometri

VI. DIAGNOSIS KERJA


 OS Glaukoma sudut tertutup akut et causa katarak sinilis
 OD Glaukoma sudut tertutup

VII. DIAGNOSIS BANDING


 OS Glaukoma sudut terbuka
 OD Glaukoma sudut terbuka

VIII. PENATALAKSANAAN
Non-Medikamentosa
 Edukasi dan Rujuk ke spesialis mata
 Pro CCT OD
 Trabekulotomi

Medikamentosa
 IVFD Manitol 200cc
 Timol 0.5% 2 x 1 gtt ODS
 Pilokarpin 2% 4 x 1 gtt ODS
 Asetazolamide tablet 3 x 250mg PO
 KSR tablet 2x1 PO
IX. PROGNOSIS
OD OS
Ad Vitam Dubia ad bonam Dubia ad malam
Ad Functionam Dubia ad bonam Dubia ad malam
Ad Sanationam Dubia ad bonam Dubia ad malam

7
Bab II
Tinjauan Pustaka

Glaukoma
Pendahuluan
Glaukoma adalah suatu neuropati optik (kerusakan saraf mata) disebabkan oleh TIO tinggi
(relatif) ditandai oleh kelainan lapang pandang dan berkurangnya serabut saraf optik. Glaukoma
ditandai oleh meningkatnya tekanan intraokular yang disertai oleh pencekungan dikus optikus dan
pengecilan lapang pandang. Pada sebagian besar kasus biasanya tidak terdapat penyakit mata lain.
Glaukoma sudut terbuka primer, merupakan jenis yang paling sering ditemukan. Biasanya glaukoma
ditandai dengan pengecilan lapang pandang bilateral progesif asimtomatik yang timbul perlahan dan
sering tidak terdetaksi sampai terjadi pengecilan lapang pandang yang ekstensif. 1
Mekanisme peningkatan tekanan intraokular pada glaukoma adalah gangguan aliran keluar
humor akueus akibat kelainan sistem drainase sudut kamera anterior yang terjadi pada glaukoma
sudut terbuka atau gangguan akses humor akuos ke sistem drainase pada glaukoma sudut tertutup.
Pengobatan ditujukan untuk menurunkan tekanan intraokular dan apabila mungkin memperbaiki
patogenesis yang mendasarinya.1
Pada semua pasien glaukoma, perlu tidaknya terapi segera diberikan dan efektifitasnya dinilai
dengan melakukan pengukuran tekanan intrakular (tonometri), inspeksi diskus optikus dan
pengukuran lapang pandang secara teratur. Penatalaksanaan glaukoma sebaiknya dilakukan oleh ahli
oftalmologi, tetapi besar masalah dan pentingnya deteksi kasus-kasus asimtomatik mengharuskan
adanya kerjasama dengan dan bantuan dari semua petugas kesehatan. Oftalmoskopi (untuk
mengetahui kelainan saraf optikus) dan tonometri harus merupakan bagian dari pemeriksaan rutin
pada semua pasien yang cukup koperatif dan tentu saja semua pasien yang berusia lebih dari 30 tahun.
Hal ini terutama penting pada pasein yang memiliki riwayat glaukoma pada keluarganya. 1

Fisiologi humor akuos


Tekanan intraokular ditentukkan oleh kecepatan pembentukan humor akueus dan tahanan
terhadap aliran keluarnya dari mata. Humor akuos di produksi oleh korpus siliare. Ultrafiltrat plasma
yang dihasilkan di stroma prosesus siliaris dimodifikasi oleh fungsi sawar dan prosesus skretorius
epitelsiliaris. Setelah masuk ke kamera posterior, humor akueus mengalir melalui pupil ke kamera
anterior lalu ke jalinan trabekular disudut kamera anterior. Selama periode ini, terjadi pertukaran
diferensial komponen-komponen dengan darah di iris. Peradangan atau trauma intraokular
menyebabkan peningkatan konsentrasi protein. Hal ini disebut humor akueus plasmoid dan sangat
mirip dengan serum darah. 1,2

8
Jalinan atau jala trabekular terdiri dari berkas berkas jaringan kolagen dan elastik yang
dibungkus oleh sel-sel trabekular yang membentuk suatu saringan dengan ukuran pori-pori semakin
mengecil sewaktu mendekati kanalis schlemm. Kanal Schlemm merupakan vena berdinding tipis
yang mengelilingi kornea. Dindingnya terdiri dari selapis sel, diameter 0,5 mm. Pada dindingnya
sebelah dalam terdapat lubang sebesar 2 U sehingga terdapat hubungan langsung antara trabekula dan
kanal Schlemm. Dari kanal Schlemm keluar saluran kolektor 20-30 buah yang menuju ke pleksus
1,2
vena di dalam jaringan sklera, episklera, dan vena siliaris anterior di badan siliar.
Kontraksi otot siliari dapat memperbesar pori-pori di jalinan jala tersebu sehingga kecepatan
drainase juga meningkat. Saluran ini menyalurkan humor akueus ke sistem vena episklera. Namun
ada sejumlah kecil cairan keluar dari mata antara berkas-berkas otot siliaris dan lewat sela-sela sklera
(aliran uveoskleral). 1
Resistensi utama terhadap aliran keluar humor akueus dari kamera anterior adalah lapisan
endotel saluran schlemm dan bagian-bagian jalinan trabekular didekatnya. Tetapi tekanan dijaringan
vena episklera menentukan besar minimum tekanan intraokular yang dicapai oleh terapi medis.

Gambar 1. Aliran humor akueus

Epidemiologi
Diperkirakan hampir 5 juta orang menderita glaukoma sudut terbuka dan 15,7 juta orang
menderita glaukoma sudut tertutup diseluruh dunia pada tahun 2010. Pada tahun 2020 jumlah ini
diperkirakan akan meningkat menjadi 58,5 juta orang. Hampir separuhnya yaitu 47% dari seluruh
populasi tersebut adalah ras asia, sedangkan 20,4% merupakan ras eropa. Di Indonesia glaukoma
merupakan penyebab kebutaan terbanyak setelah katarak, di Amerika diperkirakan 80.000 orang buta
akibat glaukoma, dan sebanyak 2 juta penduduknya diperkirakan mengidap glaukoma. 1,2

Klasifikasi Glaukoma 1
1. Glaukoma kongenital

9
a. Glaukoma kongenital primer
b. Glaukoma yang berkaitan dengan kelainan perkembangan mata lain :
 Sindrom pembelahan bilik mata depan (Sindrom Axenfeld, Sindrom Rieger, Sindrom
Peter)
 Aniridia
c. Glaukoma yang berkaitan dengan kelainan perkembangan ekstraokuler :
 Sindrom Sturge-Weber
 Sindrom Marfan
 Neurofibromatosis
 Sindrom Lowe
 Rubela kongenital
2. Glaukoma primer
a. Glaukoma sudut terbuka :
 Glaukoma sudut terbuka kronik, glukoma sederhana kronik
 Glaukoma tekanan normal, glaukoma tekanan rendah
b. Glaukoma sudut tertutup :
 Glaucoma dengan hambatan pupil : akut, subakut, kronik
 Glaucoma tanpa hambatan pupil : plateau iris, anterior pulling mechanism, posterior
pulling mechanism
3. Glaukoma sekunder
a. Glaukoma pigmentasi
b. Sindrom eksfoliasi
c. Akibat kelainan lensa (fakogenik) :
 Dislokasi
 Intumesensi
 Fakolitik
d. Akibat kelainan traktus uvea :
 Uveitis
 Sinekia posterior (seklusio papilae)
 Tumor
e. Sindrom iridokorneo endotel (ICE)
f. Trauma :
 Hifema
 Kontusio atau resesi sudut
 Sinekia anterior perifer
g. Pasca operasi
 Glaukoma sumbatan siliaris (glaukoma maligna)
 Sinekia anterior perifer
 Pertumbuhan epitel ke bawah
 Pasca bedah tandur kornea
 Pasca bedah pelepasan retina
h. Glaukoma neovaskular :
 Diabetes mellitus
 Sumbatan vena retina sentralis
 Tumor intraokular
i. Peningkatan tekanan vena episklera
 Fistula karotis – kavernosa
 Sindrom Sturge Weber
j. Penggunaan steroid
4. Glaukoma absolut

10
Hasil akhir dari semua glaukoma yang tidak terkontrol (sudut terbuka/tertutup). Gejala berupa
mata yang keras, tidak dapat melihat (visus 0) dan sering nyeri.

Gambar 2. Macam-macam glaukoma

Patofisiologi
Gangguan dinamika cairan akuos akan mengakibatkan perubahan TIO. Pada glaukoma
ketidakseimbangan antara produksi berlebih dan pembuangan terhambat, maka TIO akan meningkat.
Sesuai dengan hukum Pascal, tekanan yang tinggi dalam ruang tertutup akan diteruskan ke segala arah
dengan besar tekanan yang sama, termasuk ke belakang. Saraf optik yang ada di belakang merupakan
struktur yang paling lemah akan terdesak dan lambat laun akan atrofi. Dapat juga terjadi hambatan
pada aliran cairan akuos pada pupil misalnya blokade (hambatan) pupil karena sekusio pupil,
sehingga terjadi hambatan aliran dari KOP ke KOA atau iris perifer terdesak ke arah sudut
iridokorneal sehinga anyaman trabekular tertutup yang mengakibatkan aliran keluar cairan akuos
terhenti. Midriasis juga dapat menyebabkan sudut iridokorneal tertutup karena iris terkumpul di sudut
iridokorneal dan menutup anyaman trabekular. Keadaan tersebut dapat terjadi setelah pemberian
sulfas atropin yang menyebabkan midriasis. Pada orang tua yang menderita katarak imatur/insipien
dimana lensa akan intumesensi, KOA dipersempit ke depan sehingga iris terdorong ke depan dan
menutup anyaman trabekulum sehingga terjadi glaukoma sudut tertutup. Pembuangan cairan akuos
terdiri dari 2 aliran yaitu aliran trabekular yang mengalirkan 80-89% dari seluruh cairan akuos dan
aliran uveosklera yang mengalirkan 5-15% cairan akuos. Hambatan cairan akuos dapat terjadi pada

11
tiga tempat yaitu sebelum masuk anyaman trabekulum (kanalis schlemm, saluran kolektor dan vena
episklera).3
Papil saraf optik yang normal mempunyai gambaran nisbah cup disc (C/D) sebesar 0,2-0,5.
Nisbah C/D adalah perbandingan antara diameter cupping/lekukan dan diameter diskus papil saraf
optik. Mekanisme utama penurunan penglihatan pada glaukoma karena atrofi sel ganglion difus yang
di menyebabkan penipisan lapisan serat saraf dan inti bagian dalam retina dan berkurangnya akson di
saraf optikus. Diskus optikus menjadi atrofi, disertai pembesaran cekungan optikus. Iris dan korpus
siliare juga menjadi atrofik dan prosesur siliaris memperlihatkan degenarasi hialin. Pada glaukoma
sudut tertutup, tekanan intraokular mencapai 60-80 mmHg, sehingga terjadi kerusakan iskemik pada
iris yang disertai dengan edema kornea. 1Pada kerusakan papil saraf optik akibat glaukoma dengan
rasio CD  0,6 berarti sudah terjadi pengurangan serabut saraf optik membentuk bingkai saraf optik
(optic rim). Kerusakan serabut saraf tersebut akan mengakibatkan gangguan lapangan pandang sesuai
dengan daerah inervasi saraf tersebut pada retina. Pada fase awal, terjadi kerusakan lapang pandangan
pada daerah Bjerrum, yang biasanya tidak disadari oleh penderita karena tidak mempengaruhi
pandangan sentral. Pada fase akhir akan terjadi lapang pandangan yang sangat sempit (pinhole vision)
yang akhirnya akan menghilang dan terjadi kebutaan total (absolut stage).

Faktor risiko
 Glaukoma primer sudut terbuka :
o Peningkatan TIO (>21mmHg)
o Riwayat keluarga dengan glaukoma primer sudut terbuka (orang tua, kakak atau adik)
o Usia lanjut
o Ras (Afrika, Latin, Afro-Karibia)
o Ketebalan kornea sentral yang lebih tipis
o Tekanan perfusi okular yang rendah (selisih antara sistol dengan TIO <125mmHg atau diastol
dengan TIO <50mmHg)
o DMT 2
o Miopia
 Glaukoma primer sudut tertutup :
o Riwayat keluarga dengan glaukoma primer sudut tertutup
o Usia lanjut
o Lebih banyak pada jenis kelamin perempuan
o Keturunan asia
o Hipermetropia
o Bilik mata depan dangkal (perifer atau sentral)

12
o Kurvatura kornea yang landai
o Lensa mata yang tebal
o Diameter aksial bola mata yang pendek

Pemeriksaan Penunjang
1. Tonometri
Tonometri adalah istilah generik untuk pengukran tekanan intraokuler. Instrumen yang paling
luas digunakan adalah tonometer aplanasi goldmann, yang dilekatkan ke slitlamp dan mengukur
gaya yang diperlukan untuk meratakan luas tertentu kornea. Terdapat tonometer aplanasi lain
yaitu perkin dan tonopen yang portabel; pneumatotometer berguna apa bila permukaan kornea
ireguler dan dapat digunakan walau pasien memakai lensa kontak. 1
Tonometer schiotz adalah tonometer portabel dan mengukur indentasi kornea yang ditimbulkan
oleh beban tertentu.
Rentang tekanan intra okular yang normal adalah 10-24mmHg. Hasil sekali pembacaan tidak
menyingkirkan kemungkinan glaukoma. Pada glaukoma primer sudut terbuka, banyak pasien
akan memperlihatkan tekanan intraokular yang normal saat pertama kali diperiksa. Sebaliknya,
peningkatan tekanan intraokular semata-mata tidak selalu berarti pasiennya mengidap glaukoma
primer sudut terbuka, karena untuk menegakan diagnosis diperlukan bukti-bukti lain berupa
adanya diskus optikus glaukomatosa atau kelainan lapang pandang. Apabila tekanan intraokular
terus menerus meninggi sementara diskus dan lapang pandang normal (hipertensi okular), pasien
dapat diobservasi secara berkala sebagai tersangka glaukoma. 1
Tonometri digital adalah Pemeriksaan untuk menentukan tekanan bola mata dengan cepat yaitu
dengan memakai ujung jari pemeriksa tanpa memakai alat khusus (tonometer). Dengan menekan
bola mata dengan jari pemeriksa diperkirakan besarnya tekanan di dalam bola mata. Pemeriksaan
dilakukan dengan cara sebagai berikut :
 Penderita disuruh melihat ke bawah
 Kedua telunjuk pemeriksa diletakkan pada kulit kelopak tarsus atas penderita
 Jari-jari lain bersandar pada dahi penderita
 Satu telunjuk mengimbangi tekanan sedang telunjuk lain menekan bola mata.
Penilaian dilakukan dengan pengalaman sebelumnya yang dapat menyatakan tekanan mata N+1,
N+2, N+3 atau N-1, N-2, N-3 yang menyatakan tekanan lebih tinggi atau lebih rendah daripada
normal. Cara ini sangat baik pada kelainan mata bila tonometer tidak dapat dipakai atau dinilai
seperti pada sikatrik kornea, kornea irregular dan infeksi kornea. Cara pemeriksaan ini
memerlukan pengalaman pemeriksaan karena terdapat faktor subyektif. 2
2. Gonioskopi
Sudut kamera anterior dibentuk oleh tautan antara kornea perifer dan iris, yang diantaranya
terdapat jalinan trabekular. Konfigurasi sudut ini yaitu terbuka, sempit atau tertutup
menimbulkan dampak pada aliran humor akuos. Lebar sudut kamera okuli anterior dapat

13
diperkirakan dengan pecahayaan oblik kamera anterior dengan sebuah senter tangan atau dengan
pengamatan kedalaman kamera anterior perifer dengan slitlamp, tetapi sebaiknya ditentukan
dengan gonioskopi yang memungkinkan visuliasai langsung struktur-struktur sudut sehingga
dapat membedakan sudut terbuka dan tertutup serta adanya perlekatan iris bagian perifer.1,3
Apa bila keseluruhan jalinan trabekular, taji sklera dan prosesus iris dapat terlihat, sudut
dinyatakan terbuka. Apa bila garis schwalbe atau sebagian kecil dari jalinan trabekular yang
dapat terlihat, sudut dikatakan sempit. Apa bila garis schwalbe tidak terlihat sudut dinyatakan
tertutup. 1
Faktor-faktor yang menentukan konfigurasi sudut kamera anterior adalah bentuk kornea-mata
miopi besar biasanya memiliki sudut yang lebar dan mata hipermetropik kecil memiliki sudut
yang sempit. Pembesaran lensa seiring dengan usia mempersempit sudut ini. Hal ini mungkin
yang menyebabkan meningkatnya insiden glaukoma sudut tertutup. 1
Mata miopik memiliki sudut kamera anterior yang lebar dan mata hipermetropik memiliki sudut
yang relatif sempit. Pembesaran lensa seiring dengan usia cenderung mempersempit sudut. Ras
juga merupakan salah satu faktor, sudut kamera anterior orang-orang asia tenggara jauh lebih
sempit dibandingkan sudut pada orang kaukaus. 1,3

Ada 2 cara gonioskopi yaitu


a. Gonioskopi direk menggunakan lensa yang membelokan sinar
b. Gonioskopi indirek menggunakan cermin untul memantulkan sinar sehingga dapat terlihat
sudut iridokornea pada sisi yang berlawanan dengan posisi cermin tersebut.
3. OCT (Ocular Coherence Tomography)
OCT merupakan teknik diagnostik yang non invasive dan dapat memberikan informasi tentang
struktur secara detail dari segmen posterior, yaitu retina dan papil saraf optik. OCT dapat
memperlihatkan gambaran histologi potongan lintang retina yang masih hidup dengan resolusi
tinggi dan memiliki reprodusibilitas tinggi OCT telah banyak digunakan untuk menilai berbagai
kelainan makula tetapi penelitian selanjutnya mendapatkan bahwa OCT sangat bermanfaat untuk
mengevaluasi mata glaukoma.
4. Penilaian diskus optikus
Diskus optikus normal memiliki cekungan di bagian tengahnya (depresi sentral) cawan atau
cekungan fisiologik yang ukurannya bervariasi bergantung pada jumlah relatif serat yang
menyusun saraf optikus terhadap ukuran lubang sklera yang harus dilewati oleh serat-serat
tersebut. Pada mata hipermetropik, lubang sklera kecil sehingga cekungan optik juga kecil; pada
mata miopik hal yang sebaliknya terjadi. Atrofi optikus akibat glaukoma menimbulkan kelainan-
kelainan diskus khas yang terutama ditandai oleh berkurangnya substansi diskus yang terdeteksi
sebagai pembesaran cekungan diskus optikus yang disertai dengan pemucatan diskus di daerah
cekungan. Bentuk-bentuk lain atrofi optikus menyebabkan pemucatan luas tanpa peningkatan
cekungan diskus optikus. 1 Pada glaukoma mula-mula terjadi pembesaran konsentrik cekungan

14
optik yang diikuti oleh pencekungan superior dan inferior dan disertai pentakikan fokal tepi
diskus optikus. Kedalaman cekungan optik juga meningkat sewaktu lamina kribosa tergeser
kebelakang. Seiring dengan pembentukan cekungan, pembuluh retina didiskus tergeser kearah
hidung. Hasil akhir proses pencekungan pada glaukoma adalah apa yang di sebut sebagai
1
cekungan bean-pot, tempat tidak terlihat jaringan saraf dibagian tepi. Rasio cekungan dikus
adalah cara yang berguna untuk mencatat ukuran diskus optikus pada pasien glaukoma. Besaran
tersebut adalah perbandingan antara ukuran cekungan terhadap garis tengah diskus, misalnya
cekungan kecil adalah 0,1 dan cekungan besar 0,9 apabila terdapat peningkatan tekanan
intraokular yang signifikan, rasio cekungan-diskus yang lebih besar dari 0,5 atau adanya asimetri
1
bermakna anatara kedua mata sangat mengisyaratkan adanya atrofi glaukomatosa. Penilainan
klinis diskus optikus dapat dilakukan dengan oftalmoskopi langsung atau dengan pemeriksaan
menggunakan lensa 70 dioptri, lensa ruby atau lensa kontak kornea khusus yang memberi
gambaran tiga dimensi. Bukti klinis lain adanya kerusakan neuron pada glaukoma adalah atrofi
lapisan serat saraf. Hal ini dapat terdeteksi (tanda Hoyt) dengan oftalmoskopi terutama apabila
digunakan cahaya bebas merah dan mendahului terbentuknya perubahan-perubahan pada diskus
optikus.5
5. Pemeriksaan lapang pandang
Pemeriksaan langan pandang secara teratur penting untuk diagnosis dan tidak lanjut glaukoma.
Penurunan lapangan pandang akibat glaukoma itu sendiri tidak spesifik, karena gangguan ini
terjadi akibat defek berkas seraf saraf yang dapat dijumpai pada semua penyakit saraf optikus;
tetapi pola kelainan lapangan pandang, sifat progesifitasnya dan hubungannya dengan kelainan-
1
kelainan diskus optikus adaah khas untuk penyakit ini. Gangguan lapangan pandang akibat
glaukoma terutama mengenai 30 derajat lapangan pandangan bagian tengah. perubahan paling
dini adalah semakin nyatanya bintik buta. Perluasan kontinyu ke daerah bjerrum lapangan
pandang di 15 derajat dari fiksasi menimbulkan skotoma bjerrum kemudian skotoma arkuata.
Daerah-daerah pengecilan yang lebih parah di dalam daerah bjerrum dikenal sebagai skotoma
seidel. Skotomoa arkuata ganda diatas dan dibawah meridian horizontal- sering disertai dengan
nasal-step (Roenne) karena perbedaan ukuran kedua defek arkuata tersebut. Pengecilan lapang
pandang perifer cenderung berawal dari perifer nasal. Lapang pandang perifer temporal dan 5-10
derajat setral terpengaruh pada stadium lanjut penyakit. Ketajaman penglihatan sentral bukan
merupakan indeks perkembangan penyakit yang dapat diandalkan.pada penyakit stadium akhir,
ketajaman sentrall mungkin normal tetapi hanya 5 derajat lapangan pandang di masing-masing
mata. Pada glaukoma lanjut, pasien mungkin memiliki ketajaman penglihatan 20/20 tetapi secara
legal buta. Berbagai cara untuk memeriksa lapangan pandang pada glaukoma adalah layar
singgung, perimeter goldmann, friedmann field analyzer dan perimeter otomatis. 1

15
Gambar 3. Perubahan pada papil N.II pada funduskopi danlapang pandang pada pemeriksaan perimetri

Diagnosis
 Pada anamnesa, seperti mata sebelah terasa berat, nyeri kepala sebelah, gangguan
penglihatan, riwayat trauma, peradangan pada mata, penggunaan steroid topikal serta riwayat
keluarga glaukoma.3 Kita harus waspada terhadap orang yang memiliki faktor risiko glaukoma
sudut terbuka dan tertutup.
 Tajam penglihatan
Pada glaukoma absolut tajam penglihatan pasien adalah 0 (tidak dapat melihat).
 Pemeriksaan Tonometri
Secara umum, TIO normal adalah 10-20 mmHg. TIO dapat meningkat akibat gangguan sistem
drainase glaukoma sudut terbuka) atau gangguan akses sistem drainase (glaukoma sudut
tertutup). Pada glaukoma akut peningkatan TIO mendadak hingga 60-80 mmHg yang dapat
mengakibatkan kerusakan iskemia akut dari nervus optikus. Pada glaukoma sudut terbuka
primer, kerusakan sel ganglion retina muncul akibat jejas kronis menahun.
 Pemeriksaan slitlamp
Kornea terlihat keruh, bilik mata dangkal, papil atrofi dengan ekskavasi glaukomatosa. Pada
perabaan mata keras seperti batu.
 Pemeriksaan lapang pandangan
Pada glaukoma yang masih dini, lapang pandangan perifer belum menunjukkan kelainan, tetapi
lapang pandangan sentral sudah menunjukkan adanya bermacam-macam skotoma. Jika
glaukomanya sudah lanjut, lapang pandangan perifer juga memberikan kelainan berupa
penyempitan yang dimulai dari bagian nasal dan akhirnya dapat menyebabkan kehilangan lapang
pandang seluruhnya.
 Pemeriksaan oftalmoskopi
Pemeriksaan digunakan untuk menilai diskus optik, dimana CD ratio normal adalah 0,3-0,4
sedangkan pada pasien glaukoma yang telah menunjukkan kelainan lapang pandang biasanya CD
ratio  0,5.
 Pemeriksaan gonioskopi

16
Pemeriksaan ditujukan untuk membedakan glaukoma sudut terbuka atau tertutup. Pada glaukoma
sudut terbuka sudutnya normal. Pada stadium yang lanjut, bila telah timbul goniosinechiae
( perlengketan pinggir iris pada kornea atau trabekula ) maka sudut dapat tertutup.

Pengobatan
Medika Mentosa
1. Supresi pembentukan humor akuos
Penghambat adenergik beta adalah obat yang sekarang paling luas di gunakan untuk terapi
glaukoma. Obat – obat ini dapat digunakan tersendiri atau di kombinasi dengan obat lain.
Timolol maleat 0,25% dan 0,5%, betaksolol 0,25% dan 0,5%, levobunolol 0,25% dan 0,5% dan
metipranolol 0,3% merupakan preparat-preparat yang tersedia. Kontraindikasi utama pemakaian
obat-obat ini adalah penyakit obstruksi jalan napas menahun terutama asma dan defek hantaran
jantung. Untuk betaksolol, selektivitas relatif reseptor beta 1 dan afinitas keselurahan terhadap
semua reseptor beta yang rendah menurunkan walaupun tidak menghilangkan risiko efek
samping sistemik ini. Depresi, pikiran kacau, dan rasa lelah dapat timbul pada pemakaian obat
penghambat beta topikal.6
Apraklonidin adalah suatu agonis adrenergik alfa 2 baru yang menurunkan pembentukan humor
akueus tanpa efek pada aliran keluar. Epinefrin dan dipivefrin memiliki efek pada pembentukan
humor akueus. 1
Inhibitor karbonat anhidrase sistemik atau biasa dikenal dengan asetazolamid adalah yang paling
banyak digunakan untuk glaukoma kronik apabila terapi topikal tidak memberi hasil memuaskan
dan pada glaukoma akut dimana tekanan intraokular yang sangat tinggi perlu segera dikontrol.
Obat-obat ini mampu menekan pembentukan humor akueus sebesar 40-60%. Asetazolamid dapat
diberikan peroral dalam dosis 125-250 mg sampai 3 kali sehari atau dapat diberikan secara
intravena 500mg. Inhibitor karbonat anhidrase menimbulkan efek samping sistemik mayor yang
membatasi penggunaan obat-obat ini untuk terapi jangka panjang. Sekarang sedang diciptakan
inhibitor karbonat anhidrase topikal yang memperlihatkan efek menguntungkan dengan
penurunan efek samping sistemik. 1
Obat-obat hiperosmotik mempengaruhi pembetukan humor akueus serta menyebabkan dehidrasi
korpus vitreum. 1
2. Fasilitasi aliran keluar humor akueus
Obat parasimpatomimetik meningkatkan aliran keluar humor akueus dengan bekerja pada jalinan
trabekular melalui kontraksi otot siliaris. Obat yang biasa digunakan adalah pilokarpin, larutan
0,5-6% yang diteteskan beberapa kali sehari atau gel 4% yang diberikan sebelum tidur. Karbakol
0,75-3% adalah obat kolinergik alternatif. Obat antikolinesterase ireversibel merupakan obat
parasimpatomimetik yangbekerja paling lama. Obbat-obat ini adalah demekarium bromida
0,125% dan 0,25% dan ekotiopat iodida 0,03%-0,25% yang umumnya dibatasi untuk asien
afakik atau psuedofakik karena mempunyai potensi katarakogenik. Pada obat-obat
antikolinesterase ireversibel akan memperkuat efek suksinilkolin yang diberikan selama anestesia

17
dan ahli anestesi harus diberitahu sebelum tindakan bedah. Obat-obat ini juga menimbulkan
miosis kuat yang dapat menyebabkan penutupan sudutt pada pasien dengan sudut sempit. Semua
obat para simpatomimetik menimbulkan miosis disertai meredupnya penglihatan, terutama pada
pasien dengan katarak dan spasme akomodatif yang mungkin mengganggu bagi pasien muda.
Ablasio retina adalah kejadian yang jarang tetapi serius. 1
Epinefrin 0,25-2% diteteskan sekali atau 2 kali sehari, meningkatkan aliran keluar humor akuos
dan sedikit banyak disertai penurunan pembentukan humor akuos. Terdapat sejumlah efek
samping okular eksternal, termasuk vasodilatasi konjungtiva refleks, endapan adrenokrom,
konjungtivistis folikularis, dan reaksi alergi. Efek samping okular yang dapat terjadi adalah
edema makula sistoid pada afakik dan vasokonstriksi ujung saraf optikus. Dipivefrin adalah suatu
prodrug epinefrin yang dimetabolisme secara intraokular menjadi bentuk aktifnya. Epinefrin dan
dipivefrin jangan digunakan untuk mata dengan sudut kamera anterior sempit. 1
3. Penurunan volume korpus vitreum
Obat-obat hiperosmotik menyebabkan darah menjadi hipertonik sehingga air tertarik keluar dari
korpus vitreum dan terjadi penciutan korpus vitreum. Selain ini juga terjadi penurunan produksi
humor akuos. Penurunan volume korpus vitreum bermanfaat dalam pengobatann glaukoma sudut
tertutup akut dan glaukoma maligna yang menyebabkan pergeseran lensa kristalina ke depan
( disebabkan oleh perubahan volume korpus vitreum atau koloid) dan menyebabkan penutupan
sudut (glaukoma sudut tertutup sekunder). 1
Gliserin (gliserol) oral, 1 mL/kg berat dalam larutan 50% dingin dicampur dengan sari lemon
adalah obat yang paling sering digunakan, tetapi pemakaiannya pada pengidap diabetes harus
hati-hati. Pilihan lain adalah isosorbin oral dan urea atau manitol iv 1,5-2g/kgbb dalam larutan
20%.1,2,4
4. Miotik, midriatik dan siklopegik
Konstriksi pupil sangat pentik dalam penatalaksanaan glaukoma sudut tertutup akut primer dan
pendesakan sudut pada iris.dilatasi pupil penting dalam pengobatan penutupan sudut akibat iris
bombekarea sinekia posterior.1
Apabila penutupan sudut disebabkan oleh pergeseran lensa ke anterior, siklopegik dapat
digunaka untuk melemaskan otot siliaris sehingga mengencangkan aparats zonularis dalam usaha
untuk menarik lensa kebekang. 1
5. Analog Prostaglandin
Analog dari prostaglandin ialah kelas obat yang belakangan ini ditambahkan pada
armamentarium obat-obatan glaukoma. Latanoprost, bimatopros, travoprost dan tafluprost telah
disetujui penggunaannya pada glaukoma atau hipertensi okuler. Prostaglandin merupakan
turunan dari asam arakidonat dan menunjukkan range fungsi biologikal yang luas. Studi yang
dilakukan pada hewan menunjukkan bahwa prostaglandin mengurangi IOP dengan
meningkatkan outflow uveoskleral, oleh karena tidak efek yang ditemukan dengan pengukuran
florofotometrik aliran akuos atau pada outflow tonografikal. Studi lebih jauh menunjukkan
bahwa peningkatan outflow uveoskleral disebabkan oleh relaksasi dari otot boadan silier dan

18
ruangan terdilatasi di antara kumparanotot silier. Oleh karena outflow uveoskleral tidak berakhir
pada sirkulasi vena episkleral, masih dimungkinkan untuk mendapatkan IOP yang mendekati
tekanan vena episkleral (9-11 mmHg), yang sangat disukai, khususnya pada kasus glaukoma
tekanan normal. Nampaknya efek pada badan silier dimediasi melalui modulasi
metalloproteinase matriks jaringan. Bimatoprost ialah obat-obatan yang aktif, bukan merupakan
pro-drug yang membutuhkan aktivasi oleh enzim korneal, seperti pada latanoprost dan
travoprost. Secara mekanistik, Brubaker et al menunjukkan bahwa bimatoprost bekerja dengan
meningkatkan outflow, menghasilkan peningkatan outflow trabekuler sebanyak 35% dan outflow
uveoskleral yang terhitung sebanyak 50%.1,5
Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Netland et al, mebandingkan efektivitas tavoprost
0,0015% atau 0,004% yang diberikan satu kali per hari dengan timolol 0.5% yang diberikan dua
kali per hari dalam menurunkan TIO pada pasien glaukoma sudut terbuka. Berdasarkan hasil
penelitian tersebut dilaporkan bahwa tavoprost 0,0015% atau 0,004% lebih efektif dalam
menurunkan TIO dibandingkan dengan timolol 0,5%. Pada saat dilakukan follow-up; pasien
yang terkontrol dengan travoprost 0,0015% mempunyai TIO 17,9 -19.1 mmHg, dengan
travaprost 0.004% mempunyai TIO 17,7-19,1 mmHg, dengan timolol 0.5% mempunyai TIO
19,4-20,3 mmHg.5
Latanoprost menyebabkan pigmentasi iris pada 11-23% pasien. Pada sebagian besar kasus, mata
yang warna irisnya berubah memiliki karakteristik heterokromia konsentrik sebelum tatalaksana,
dengan pigmentasi lebih banyak pada pupil dibandingkan pada daerah perifernya. Peningkatan
pigmentasi ini terjadi secara lambat namun dapat dilihat dalam kurun waktu 3 bulan. Efek
samping dari travoprost dan latanoprost sama, namun terjadinya hiperemia lebih besar.
Hiperemia yang terjadi cenderung berupa injeksi konjungtiva yang tidak terkait dengan respons
folikuler alergi konjungtival atau peradangan jaringan. Secara keseluruhan, hiperemia terjadi
pada 45% pasien dengan bimatoprost 0,003%, keparahannya dapat ringan, sedang hingga berat.
Secara klinis, beberapa pasien dengan hiperemia sedikit lebih berat dan dapat diikuti dengan rasa
terbakar yang ringan. Efek sistemik dari analog prostaglandin hingga saat ini cukup rendah,
dengan waktu paruh plasma hanya 17 menit sehingga konsentrasi yang dihasilkan rendah. Tidak
ada efek terhadap frekuensi jantung saat istirahat, tekanan darag, atau hasil tes urine dan darah. 1
Tabel 2. Macam-
macam obat
glaukoma

19
Non Medika Mentosa
Terapi non medikamentosa ini dilakukan bila TIO tidak dapat dipertahankan dibawah 22 mmHg dan
Lapang pandangan terus menyempit.
1. Iridektomi dan iridotomi perifer
Sumbatan pupil paling baik diatasi dengan membentuk komunikasi langsung antara kamera
anterior dan posterior sehingga beda tekanan diantara keduanya menghilang. Hal ini dapat
dicapai dengan laser neonidinum; YAG atau argon (iridotomi perifer) atau dengan tindakan
bedah iridektomi perifer. Walaupun lebih mudah dilakukan terapi laser memerlukan kornea yang
relatif jernih dan dapat menyebabkan peningkatan tekanan intraokular yang cukup besar,
terutama apabila terdapat penuutupan sudu akibat sinekia luas. Iridotomi perifer secara bedah
mungkin menghasilkan keberhasila jangka panjang yang lebih baik, tetapi juga berpotensi
menimbulkan penyulit intraoperasi dan pasca operasi. Iridotomi laser YAG adalah terapi
pencegahan yang digunakan pada sudut sempit sebelum terjadi serangan penutupan sudut 1
2. Trabekuloplasti laser
Penggunaan laser untuk menimbulkan luka bakar melalui suatu goniolensa ke jalinan trabekular
dapat mempermudah aliran keluar humor akueus karena efek luka bakar tersebut pada jalinan
trabekular dan kanalis schlemm serta terjadinya proses-proses selular yang meningkatkan fungsi
jalinantrablekular. Teknik ini dapat diterapkan bagi macam-macam bentuk glaukoma sudut
terbuka dan hasilnya bervariasi bergantung pada penyebab yang mendasari. Penurunan tekanan
biasanya memungkinkan pengurangan terapi medis dan penundaan tindakan bedah glaukoma. 1,2
3. Bedah drainase glaukoma
Tindakan bedah untuk membuat jalan pintas dari mekanisme drainase normal, sehingga terbentuk
akses langsung humor akueus dari kamera anterior ke jaringan subkonjungtiva atau orbita, dapatt
dibuat dengan trabekulotomi atau insersi selang drainase. Trabekulotomi telah menggantikan
tindakan-tindakan drainase full thickness. Penyulit utama trabekulotomi adalah kegagalan bleb
akibat fibrosis jaringan episklera. Hal ini lebih mudah terjadi pada pasien berusia muda, pasien
berkulit hitam dan paseinyang pernag menjalani bedah drainase glaukoma atau tindakan
bedahlain yang melibatkan jaringan episklera. Terapi adjuvan dengan antimetabolit misalnya
fluorourasil dan mitomisin berguna untuk memperkecil risiko kegagalan bleb. Penanaman suatu
selang silikon untuk membentuk saluran keluar permanen bagi humor akueus adalah tindakan
alternatif untuk mata yang tidak membaik dengan trabekulektomi atau kecil kemungkinannya
berespon terhadap trabekulektomi. 1,2
4. Siklodestruksi
Tindakan ini adalah mengurangkan produksi cairan mata oleh badan siliar yang masuk ke dalam
bola mata. Diketahui bahwa cairan mata ini dikeluarkan terutama oleh pembuluh darah di badan
siliar dalam bola mata. Pada siklodestruksi dilakukan pengrusakan sebagian badan siliar sehingga
pembentukan cairan mata berkurang. Tindakan ini jarang dilakukan karena biasanya tindakan
bedah utama adalah bedah filtrasi. Tindakan ini tidak boleh dikerjakan pada mata yang memiiki
visus yang baik karena akan menyebabkan turun atau hilangnya ketajaman penglihatan.

20
Komplikasi yang dapat terjadi setelah tindakan ini adalah hipotoni yang berkepanjangan, sakit,
inflamasi, perdarahan dan yang paling buruk adalah mata mengempis atau ptisis bulbi. 2
Yang termasuk dalam siklodekstruktif adalah krioterapi, diatermi, ultrasonografi frekuesi tingi
dan terdapat juga terapi laser neodinum YAG thermal mode. Yang terbaru adalah CPC atau cyclo
photo coagulation yang menggunakan laser, paling banyak digunakan adalah laser dioda.

Prognosis
Tanpa pengobatan, glaukoma sudut terbuka atau tertutup dapat berkembang secara perlahan
menjadi glaukoma absolut sehingga akhirnya menimbulkan kebutaan total. Prognosis glaukoma
primer sudut tertutup akut tidak baik apalagi jika pasien sudah mulai kehilangan penglihatan. Apa bila
proses penyakit terdeteksi secara dini sebagian besar pasien glaukoma dapat ditangani dengan baik
secara medis. 1

Katarak Senilis
Pendahuluan
Katarak senilis adalah kekeruhan lensa yang terdapat pada usia lanjut, yaitu usia di atas
50 tahun. Katarak merupakan penyebab kebutaan di dunia saat ini yaitu setengah dari 45 juta
kebutaan yang ada. Sekitar 90% dari penderita katarak berada di negara berkembang
seperti Indonesia, India dan lainnya. Katarak juga merupakan penyebab utama kebutaan di
indonesia, yaitu 50% dari seluruh kasus yang berhubungan dengan penglihatan.6

Etiologi
Penyebab katarak senilis sampai saat ini masih belum diketahui secara pasti, diduga
multifaktorial, antara lain:
 Faktor biologi, yaitu karena faktor usia dan pengaruh genetik.
 Faktor fungsional, yaitu akibat akomodasi yang sangat kuat mempunyai efek buruk terhadap
serabut-serabut lensa.
 Faktor immunologik
 Gangguan yang bersifat lokal pada lensa, seperti gangguan nutrisi, gangguan
permeabilitas kapsul lensa dan efek radiasi cahaya matahari.
 Gangguan metabolisme umum seperti pada penderita diabetes mellitus.

Klasifikasi
Katarak senilis secara klinis dikenal dalam empat stadium yaitu, insipien, imatur,
matur dan hipermatur. Katarak insipien adalah kekeruhan awal pada lensa dengan visus pasien
mencapai 6/6. Katarak imatur adalah lensa mengalami kekeruhan parsial. Katarak matur adalah

21
lensa mengalami kekeruhan total. Katarak hipermatur adalah katarak menyusut dan kapsul
anterior berkerut karena kebocoran air dari lensa. Katak morgagni adalah liquefaksi korteks lensa
katarak hipermatur berakibatkan nukleus jatuh ke inferior. Perbedaan stadium katarak tersebut
dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 3. Perbedaan Stadium Katarak Senilis

Patofisiologi
Patofisiologi katarak masih belum dapat sepenuhnya dimengerti, akan tetapi penuaan
merupakan fakta yang paling berperan. Berbagai temuan menunjukkan bahwa lensa yang mengalami
katarak mengalami agregasi protein yang berujung pada penurunan transparansi, perubahan warna
menjadi kuning atau kecoklatan, ditemukan vesikel antara lensa dan pembesaran sel epitel. Perubahan
lain yang juga muncul adalah perubahan fisiologi kanal ion, absorpsi cahaya dan penurunan aktivitas
anti oksidan dalam lensa juga dapat mengakibatkan katarak. Katarak komplikata merupakan katarak
yang timbul akibat penyakit mata lain atau penyakit sistemik. Berbagai kondisi yang dapat
mengakibatkan terjadinya katarak sekunder adalah uveitis anterior kronis, glaukoma akut, miopia
patologis dan diabetes melitus merupakan penyebab paling umum. Penggunaan obat-obatan (steroid)
dan trauma, baik trauma tembus, trauma tumpul, kejutan listrik, radiasi sinar inframerah dan radiasi
pengion untuk tumor mata juga dapat mengakibatkan kekeruhan lensa (katarak).

Mekanisme kekeruhan lensa pada glaukoma


Mekanisme kekeruhan lensa pada glaukoma adalah karena adanya peningkatan tekanan
intraokuler yang merusak central lentikuler epithelial cell serta degenerasi epitel korteks di anterior.
Pada glaukoma akut, kapsul berubah bentuk menjadi bergelombang tetapi tetap utuh yang disebut

22
fibrous metaplasia dan hyperplasia. Secara histologis sel epitel menjadi lebih gepeng, multilayered,
rapuh, mudah rusak dan keruh. Bersamaan dengan terjadinya perubahan-perubahan di bagian anterior,
korteks pun mengalami degenerasi sitoplasma dan menjadi encer. Degenerasi sitoplasma ini berupa
vacuolated dan edema. Kekeruhan yang terjadi pada awalnya tidak merata, terutama di area aksial
tampak sebagai warna keputihan seperti milky, kadang-kadang star shape. Tanda-tanda diatas
adalah patognomonik dengan peningkatan tekanan intraokuler yang akut dan berat. Pembentukan
katarak pada glaukoma terjadi secara bertahap. Secara klinis, setelah serangan akut glaukoma akibat
tekanan intraokuler yang sangat tinggi terlihat bercak-bercak ireguler di kapsul anterior, berwarna
keputihan di area pupil. Kekeruhan di area aksial korteks menyebabkan penderita kesulitan membaca
pada cahaya terang. Keluhan penderita berupa penglihatan terganggu dan sangat silau.

Manifestasi Klinis
Gejala pada katarak senilis berupa :

Penglihatan yang semakin kabur (perlahan)

Penurunan sensitivitas kontras : pasien mengeluhkan sulitnya melihat benda di luar ruangan pada
cahaya terang

Pergeseran ke arah miopia. Pada stadium insipien, penderita mengeluh penglihatan jauh yang
kabur dan penglihatan dekat sedikit membaik sehingga pasien dapat membaca lebih baik tanpa
kacamata (second sight). Terjadinya miopia ini disebabkan oleh peningkatan indeks refraksi lensa
pada stadium insipien.

Diplopia monokular. Hal ini dikarenakan adanya perbedaan indeks refraksi antara satu bagian
lensa yang mengalami kekeruhan dengan bagian lensa lainnya.

Sensasi silau (glare). Opasitas lensa mengakibatkan rasa silau karena cahaya dibiaskan akibat
perubahan indeks refraksi lensa.
Sebagian besar katarak tidak dapat dilihat oleh pemeriksa awam sampai menjadi cukup padat
(matur/hipermatur) dan menimbulkan kebutaan. Katarak pada stadium dini, dapat diketahui melalui
pupil yang didilatasi maksimum dengan oftalmoskop, kaca pembesar atau slit lamp, funduskopi. 7
Fundus okuli semakin sulit untuk dilihat seiring dengan semakin padatnya kekeruhan lensa, hingga
reaksi fundus hilang. Derajat pembentukan katarak dinilai terutama dengan uji ketajaman
7
penglihatan Snellen.

23
Gambar 4. Kekeruhan lensa pada penderita katarak

Pemeriksaan Penunjang
1. Retinometri
Pemeriksaan yang dilakukan untuk mengetahui apakah penglihatan turun disebabkan oleh
katarak/tidak.
2. Keratometri
Keratometri adalah alat yang digunakan untuk mengukur kelengkungan kornea. Untuk menilai
luas dan sumbu astigmatisme.
3. Slit lamp
Pemeriksaan ini untuk mengetahui morfologi kekeruhan (lokasi, ukuran, bentuk, pola warna dan
kepadatan dari nukleus)

Diagnosis8
Diagnosis ditegakkan melalui anamnesa serta pemeriksaan oftalmologi
1. Anamnesis riwayat perjalanan penyakit pasien
2. Tajam penglihatan dengan dan tanpa koreksi
3. Pemeriksaan segmen anterior dengan senter atau slitlamp didapatkan kekeruhan lensa.
Pemeriksaan shadow test dengan membuat sudut 450 arah sumber cahaya (senter) dengan dataran
iris. Bayangan iris yang jatuh pada lensa menunjukkan shadow test (+) yang berarti katarak masih
imatur. Sementara shadow test (-) menunjukkan katarak sudah matur.
4. Pemeriksaan refleks pupil langsung dan tidak langsung (+). Bila terdapat RAPD (relative afferent
pupillary defect) perlu dipikirkan adanya kelainan patologis lain yang mengganggu tajam
penglihatan pasien.

Penatalaksanaan8
Penanganan katarak yang dilakukan adalah dengan pembedahan atau operasi. Tindakan bedah ini
dilakukan bila telah ada indikasi bedah walaupun pada katarak belum matur karena apabila telah
menjadi hipermatur akan menimbulkan penyulit (uveitis atau glaukoma) dan katarak telah
menimbulkan penyulit seperti katarak intumesen yang menyebabkan glaukoma. Tidak ada manfaat
dari suplementasi nutrisi atau terapi farmakologi dalam mencegah atau memperlambat progesivitas
dari katarak.
Indikasi bedah :
1. Penurunan fungsi penglihatan yang tidak dapat ditoleransi pasien karena mengganggu aktivitas
sehari-hari.
2. Adanya anisometropia yang bermakna secara klinis
24
3. Kekeruhan lensa menyulitkan pemeriksaan segmen posterior
4. Terjadi komplikasi terkait lensa seperti peradangan atau glaukoma sekunder (fakoanafilaksis,
fakolisis dan fakomorfik glaukoma)
Kontraindikasi bedah :
1. Penurunan fungsi penglihatan masih dapat ditoleransi pasien
2. Tindakan bedah diperkirakan tidak akan memperbaiki tajam penglihatan dan tidak ada indikasi
bedah lainnnya
3. Pasien tidak dapat menjalani bedah dengan aman karena keadaan medis atau kelainan okular
lainnya ada pada pasien
4. Perawatan pasca bedah yang sesuai tidak bisa didapatkan oleh pasien
Ada beberapa jenis operasi yang dapat dilakukan yaitu :
1. Fakoemulsifikasi
Teknik operasi yang memungkinkan lensa dihancurkan dan diemulsifikasi kemudian dikeluarkan
dengan bantuan probe dan ekstraksi dikerjakan ekstrakapsular. Fakoemulsifikasi merupakan
bentuk ECCE yang terbaru dimana menggunakan getaran ultrasonik untuk menghancurkan
nukleus sehingga material nukleus dan korteks dapat diaspirasi melalui insisi 5 mm.

Gambar 5. Fakoemulsifikasi dan Implantasi Lensa Intraokuler (IOL)

2. Teknik ekstraksi katarak manual


a. ICCE (Intra Capsular Cataract Extraction) adalah ekstraksi lensa utuh serta seluruh kapsul
lensa.
b. ECCE (Extra Capsular Cataract Extraction) adalah ekstraksi lensa utuh dengan
meninggalkan bagian posterior dari kapsul lensa.
c. SICS (Small Incision Cataract Surgery) adalah ekstraksi lensa dengan insisi yang kecil
Terapi pasca operasi yang diberikan biasanya kombinasi antibiotik dan steroid tetes mata 6 kali sehari
hingga 4 minggu pasca operasi.

Komplikasi1

25
Komplikasi dari pembedahan katarak antara lain :
Intra operatif
 Ruptur kapsul posterior atau zonula
 Trauma pada corpus siliaris atau iris
 Masuknya materi nukleus lensa ke vitreus
 Dislokasi lensa intraokular posterior
 Perdarahan suprakoroid
Pasca operasi
 Kekeruhan kapsul posterior
 Cystoid macular edema
 Edema kornea
 Ruptur atau kebocoran luka
 Ablatio retina
 Endoftalmitis dapat terjadi dini atau terlambat (4 minggu bahkan 9 bulan)
 Iritis persisten
Follow up pasca operasi dikerjakan dalam 24 jam setelah operasi dikerjakan dalam 24 jam setelah
operasi pada pasien tanpa risiko atau tanda kemungkinan komplikasi setelah operasi katarak (untuk
menemukan dan mengatasi komplikasi dini seperti kebocoran luka, hipotonus, peningkatan TIO,
edema kornea dan tanda peradangan). Kunjungan kedua dilakukan 4-7 hari pasca operasi untuk
menemukan dan mengatasi komplikasi endoftalmitis yang sering muncul pada minggu pertama pasca
operasi. Kunjungan selanjutnya bergantung pada kondisi refraksi, fungsi visual dan medis. Pada
pasien dengan komplikasi intraoperatif, pasien dengan satu mata yang fungsional atau berisiko tinggi
mengalami komplikasi pasca operasi, follow up pertama dikerjakan dalam 24 jam pascaoperasi.
Follow up selanjutnya dilakukan lebih sering. Obat-obatan tambahan diberikan sesuai dengan
komplikasi yang terjadi.

Diagnosa Banding
Neuritis Optik
Neuritis optik merupakan radang saraf optik dengan gejala penglihatan mendadak turun pada saraf
yang sakit. Neuritis disebabkan idiopatik, multipel sklerosis sedangkan pada anak oleh morbili,
parotitis dan cacar air. Neuritis sering terjadi pada perempuan berusia 20-40 tahun dan bersifat
unilateral. Pada golongan ini penyembuhan disertai perbaikan tajam penglihatan berjalan sangat
sempurna walaupun terdapat edem papil saraf optik yang berat. Penglihatan warna akan terganggu.

26
Ada 2 macam neuritis optik yaitu papilitis yang merupakan peradangan papila nervi optisi dan apabila
retina di sekitarnya juga terkena disebut neuroretinitis. Bentuk yang kedua adalah neuritis retrobulbar,
yang merupakan peradangan nervus optikus yang berada di belakang bola mata. Oftalmoskop pada
pasien papilitis didapatkan adanya hiperemi dan edema ringan pada papil sedangkan pada neuritis
retrobulbar papil dalam batas normal sehingga sering dikatakan “the doctor sees nothing and the
patient sees nothing”. Pada neuritis optik juga ditemukan eksudat pada makula serta keterlibatan
retina sekitar papil. Keadaan demikian disebut neuroretinitis. Kedua kelainan tadi memperlihatkan
gejala berupa gangguan visus, gangguan persepsi warna, gangguan kecerahan serta cacat lapangan
pandang berupa defek altitudinal untuk papilitis, sedangkan skotoma central atau sekosentral terdapat
pada neuritis retrobulber.
Pada pasien ditemukan gejala yang sesuai dengan neuritis optik retrobulbar yaitu nyeri pada bola
mata. Pasien neuritis optik ditemukan adanya gejala ganguan persepsi warna namun pada pasien
ditemukan gejala tajam penglihatan pasien 0. Selain itu pada neuritis optik seharusnya ditemukan
gejala mata tenang dan visus turun mendadak, sedangkan pada pasien ini ada riwayat mata merah,
berair dan visus turun perlahan. Pada pemeriksaan fisik pun tidak ditemukan papil hiperemis, edema
ringan sedangkan pasien datang dengan keadaan kornea keruh, edema, KOA dangkal, lensa keruh.

Glaukoma Sudut Terbuka


Glaukoma sudut terbuka merupakan neuropati optik yang bersifat kronik, progresif yang ditandai
dengan kerusakan saraf optik dan kelainan lapang pandang yang khas. Faktor risiko yang paling
penting adalah TIO, faktor lain yang ikut berperan dalam penyakit ini adalah ras, tebal kornea sentral,
umur dan adanya riwayat keluarga yang menderita glaukoma. Terdapat penyakit lain yang
berhubungan dengan glaukoma ini yaitu miopi, diabetes melitus, penyakit kardiovaskular dan oklusi
vena retina. Glaukoma ini biasanya bersifat genetik yang diturunkan secara poligenik atau
multifaktorial. Hambatan aliran cairan akuos terjadi pada trabekulum itu sendiri yaitu pad celah-celah
trabekulum yang sempit sehingga cairan akuos tidak dapat keluar dari bola mata dengan lancar.
Sempitnya celah-celah trabekulum itu disebabkan oleh timbunan matriks interseluler. Glaukoma ini
biasanya bersifat bilateral, perjalanannya progesif lamban, sifatnya tenang dan sering tidak
menimbulkan keluhan sehingga sulit menegakkan diagnosis pada stadium dini. Kalau penderita sudah
mulai mengeluh datang ke dokter biasanya penyakitnya sudah dalam keadaan lanjut dengan lapangan
pandangan sangat sempit. Gejalanya tidak ada atau sangat ringan, biasanya keluhannya rasa tidak
nyaman atau pegal di mata. Penglihatan tetap jelas pada fase awal karena penglihatan sentral belum
terlibat. Selanjutnya lapang pandang mulai menyempit. Gejala lain adalah kesulitan berjalan,
misalnya sering tersandung kalau naik turun tangga atau tidak tahu benda di sampingnya karena
kehilangan lapangan pandang perifer. Pada pemeriksaan mata tampak normal, konjungtiva tidak
merah, kornea jernih, bilik mata depan dalam dan pupil normal. Funduskopi menunjukkan atrofi papil
saraf optik (C/D 0,6). Semakin besar C/D rasio menandakan atrofi semakin parah. Pada pemeriksaan

27
perimeter menunjukkan adanya kelainan lapang pandang dan atau skotoma khas yaitu skotoma di
daerah Bjerrum, defek arkuata, nasal step dan pinhole vision pada fase akhir.
Pada pasien ini ditemukan gejala yang sesuai dengan glaukoma sudut terbuka yaitu perjalanan
penyakit berlangsung progresif lamban. Namun pada glaukoma sudut terbuka pasien datang dengan
keluhan penyempitan lapangan pandang sedangkan pada pasien ini ditemukan tajam penglihatan yang
menurun, Pada pemeriksaan fisik glaukoma sudut terbuka didapatkan mata normal, kongjungtiva
tidak merah, kornea jernih, KOA dalam dan pupil normal sedangkan pada pasien ini didapatkan mata
normal, konjungtiva tidak merah, kornea jernih, pupil normal, KOA dangkal dan lensa keruh
sebagian. Hal ini tidak sesuai dengan gejala glaukoma sudut terbuka.

28
Pembahasan kasus
Mata kiri pasien terasa nyeri sejak 40 hari yang lalu. Keluhan tersebut disertai dengan mata
merah, berair, kepala terasa pening, silau jika melihat cahaya secara langsung dan terjadi penurunan
penglihatan. Setelah gejala dirasakan, pasien langsung ke klinik didaerah madiun dan diberikan obat
tetes mata glaucon 250mg, timolol 0,5%, Xitrol, Azopt. Pasien juga diberikan obat oral yaitu Glauseta
dan Aspar-K yang dikonsumsi tiga kali sehari. Tetapi pasien tidak merasakan adanya perbaikan
setelah mengkonsumsi obat tersebut. Maka pasien dirujuk ke RS Mata Dr Yap. Pasien menyangkal
adanya riwayat alergi, riwayat trauma tajam ataupun tumpul. Dan pasien menyangkal adanya riwayat
operasi. Pada mata kanan pasien tidak terdapat keluhan seperti mata merah, berair, rasa nyeri. Pasien
menyangkal adanya riwayat Diabetes Melitus, penyakit jantung dan asma. Pasien mengaku
mempunyai riwayat hipertensi

Jika dianalisis dari hasil anamnesis, gejala yang dialami pasien sesuai dengan gejala klinis
pada glaukoma primer sudut tertutup akut. Dimana pasien mengeluh terjadi penurunan penglihatan,
mata nyeri, kepala terasa pening, disertai keluhan mata merah. Gejala awal visus turun diakibatkan
oleh edema kornea, mata merah karena kongesti, pupil midriasis dengan refleks negatif karena
kelumpuhan m. spinchter pupillae. Dapat dijelaskan bahwa proses kekeruhan lensa yang terjadi pada
pasien dipengaruhi oleh glaukoma. Perkembangan kekeruhan lensa ini bermula dari peningkatan
tekanan intraokuler yang merusak central lentikuler epithelial cell serta degenerasi epitel korteks di
anterior. Pada glaukoma akut, kapsul berubah bentuk menjadi bergelombang tetapi tetap utuh yang
disebut fibrous metaplasia dan hyperplasia. Secara histologis sel epitel menjadi lebih gepeng,
multilayered, rapuh, mudah rusak dan keruh. Bersamaan dengan terjadinya perubahan-perubahan di
bagian anterior, korteks pun mengalami degenerasi sitoplasma dan menjadi encer. Degenerasi
sitoplasma ini berupa vacuolated dan edema. Kekeruhan yang terjadi pada awalnya tidak merata,
terutama di area aksial tampak sebagai warna keputihan seperti milky, kadang-kadang star shape.
Pada glaukoma primer sudut tertutup timbul gejala nyeri, penurunan penglihatan diakibatkan karena
terdorongnya iris ke arah anterior maka menutup jalannya humor aquos ke kamera okuli anterior,
maka TIO akan meningkat. Sesuai dengan hukum Pascal, tekanan yang tinggi dalam ruang tertutup
akan diteruskan ke segala arah dengan besar tekanan yang sama, termasuk ke belakang. Saraf optik
yang ada di belakang merupakan struktur yang paling lemah akan terdesak dan lambat laun akan
atrofi. Pada pasien timbul rasa sakit kepala dan nyeri mata yang disebabkan naiknya TIO. Jika hal
tersebut dibiarkan. Lama kelamaan pasien dapat kehilangan penglihatan yang progresif.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan tanda-tanda vital dalam batas normal. Kesadaran pasien:
kompos mentis, keadaan umum: tampak sakit ringan, tekanan darah: 140/80 mmHg, frekuensi nadi:
76 x/menit, frekuensi napas: 18 x/menit, suhu: 36,5o C. Pemeriksaan generalis dalam batas normal.

29
OD KETERANGAN OS
6/20 PHM (6/12) Visus 1/60
Tidak ada Nyeri Tekan Palpebra Tidak ada
Tidak ada Konjunctiva Hiperemis Ada
Jernih Kornea Keruh
Tidak ada Edema Kornea Tidak ada
Dangkal Kedalaman Bilik Mata Depan Dangkal
Bulat Bentuk Pupil Bulat
+/- 5 mm Ukuran Pupil +/- 5 mm
Negatif Refleks Cahaya Langsung Negatif
Negatif Refleks Cahaya Tak Langsung Negatif
Keruh Kejernihan Lensa Keruh
Negatif Shadow Test Negatif
Sulit dinilai Funduskopi Sulit dinilai
Tidak ada Nyeri Tekan Palpasi Tidak ada
N/palpasi Tensi Okuli N++/palpasi
Normal Tes Konfrontasi Sulit dinilai
Pada pemeriksaan mata kiri visus 1/60 , TIO tinggi, terjadi udem kornea dan KOA dangkal.
Hal ini sesuai dengan pemeriksaan pada pasien glaukoma primer sudut tertutup akut. Patofisiologi
dari glaukoma primer sudut tertutup terjadi ketidakseimbangan antara produksi berlebih dan
pembuangan terhambat, maka TIO akan meningkat yang dapat menyebabkan terdorongnya serabut
saraf optik yang menyebabkan atrofi.
Penatalaksanaan yang diberikan pada pasien ini adalah medikamentosa berupa tetes mata
untuk mengontrol TIO pada mata kedua mata dan rujuk ke spesialis mata untuk penanganan OD
glaukoma akut (pro CCT) dan OS glaukoma. Pengobatan awal yang diberikan sudah sesuai dengan
penatalaksanaan glaukoma yaitu mengontrol TIO sampai batas aman. Rujukan ke spesialis mata
sesuai dengan SKDI dimana glaukoma dan katarak merupakan kompetensi 3A. Untuk intervensi
glaukomanya dapat dilakukan beberapa bentuk prosedur seperti trabakulotomi dimana bisa sangat
berguna untuk terapi dari glaukoma primer sudut tertutup akut.

30
Daftar Pustaka

1. Vaughan, Daniel G, MD, Asbury, Taylor, MD, dan Riordan-Eva, Paul, FRCS, FRCOphth. Editor;
Diana Susanto. Oftalmologi Umum. EGC. Jakarta. 2009. hal; 12 dan 212-229.
2. Suharjo SU, Sundari S, Sasongko MB. Kelainan Palpebra, Konjungtiva, Kornea, Sklera dan
Sistem Lakrimal. Dalam Suhardjo SU, Hartono. Ilmu Kesehatan Mata. Fakultas Kedokteran
Universitas Gadjah Mada. 2012. h.111-43.
3. Ilyas, sidarta. 2009. Dasar-dasar pemeriksaan dalam ilmu penyakit mata. Edisi 3. Jakarta:Balai
Pustaka.
4. James B, Chew C, Bron A. Glaukoma. Dalam : Oftalmologi. Jakarta : Penerbit Erlangga; 2010.
5. Barbara C, Marsh, Louis B, Cantor. The speath Gonioscopic Grading System. Last updated june
2005. Available from : http://glaucomatoday.com/pdfs/0505_06.pdf
6. Ilyas HS. Ilmu Penyakit Mata. Edisi kelima. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2014. h.175-177
7. Santosa WB, Dari Beta Blocker ke Analog Prostaglandin: Lini Pertama dalam Terapi Glaukoma.
J Indon Med Assoc, Volum: 62, Nomor: 2, Februari 2012 diunduh dari :
http://indonesia.digitaljournals.org/index.php/idnmed/article/viewFile/1209/1169
8. Suhardjo, Sasongko M.B, Anugrahsari S. Lensa mata dan katarak. Dalam Ilmu
Kesehatan Mata. Bagian Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Gadjah Mada. Edisi
Kedua. 2012. Hal 65-79.

31

Anda mungkin juga menyukai