Anda di halaman 1dari 30

Laporan Kasus RETINOPATI DIABETIKUM

OLEH :

Reinhar Rusli.
11.2017.148

Pembimbing
dr. Freddy W. Arsyad,SpM, KVR

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana


JL. Arjuna Utara No.6 kebon jeruk- jakarta barat.
RSPAD Gatot Soebroto

1
Tanda Tangan
Nama : Reinhar Rusli
NIM : 11.2017.148
Dr. Pembimbing : dr. Freddy W. Arsyad,SpM, KVR ----------------
STATUS PASIEN
I. IDENTITAS PASIEN
NamaPasien : Ny, S
Umur : 38 tahun
JenisKelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat: : Jln.Jatijajar
Tanggal periksa : 23 juli 2019

II. ANAMNESA
Anamnesa : Autoanamnesa pada tanggal 23 juli 2019

Keluhan Utama : Pasien datang untuk kontrol

Keluhan Tambahan :-

RIWAYAT PERJALANAN PENYAKIT:

Pasien datang ke poliklinik mata RSPAD Gatot Soebroto dengan keluhan penglihatan
kabur pada penglihatan mata kanan dan kiri serta terdapat bintik bintik hitam pada
penglihatan mata kanan sejak 2 tahun yang lalu. Keluhan dirasakan pasien secara
perlahan- lahan. Penglihatan kabur yang dirasakan pasien tidak disertai adanya
penglihatan ganda. Penglihatan kabur yang dialami pasien dirasakan sepanjang hari dan
semakin buruk sejak pertama kali dirasakan. Tidak ada riwayat trauma, nyeri (-), mata
merah (-), sakit kepala(-). Pasien memiliki Riwayat DM sejak 2 tahun yang lalu 3 bulan
yang lalu. pasien merasa seperti melihat awan atau berkabut pada mata sebelah kanan.
Pasein mengatakan sulit untuk melihat pada saat keadaan terang dikarenakan silau dan
sudah menjalani operasi katarak serta melakukan laser 2 kali.

2
RIWAYAT PENYAKIT DAHULU

- Hipertensi : disangkal
- DM : ada sejak 2 tahun yllu.
- Jantung : disangkal
- Trauma tumpulkepala/mata : disangkal
- Riwayat operasi intraokuler : ada, katarak pada mata sebelah kanan.
- Alergi : disangkal

RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA

Tidak ada keluarganya yang mengalami hal serupa dengan pasien. Ibu pasien memiliki
riwayat diabetes mellitus

III. PEMERIKSAAN FISIK


STATUS GENERALIS

Keadaan Umum : Tampak sakit ringan


Kesadaran : Compos mentis
Tanda – tanda vital
 Tekanan darah : 130/80 Nadi : 84x / menit
 Suhu : 36oC
 Frekuensi nafas : 20x / menit
Kepala : normocephali
THT &Leher : tidak dilakukan pemeriksaan
Jantung : tidak dilakukan pemeriksaan
Paru : tidak dilakukan pemeriksaan
Abdomen :tidak dilakukan pemeriksaan
Ekstremitas : akral hangat dan tidak ada edem pada kedua ekstremitas

3
STATUS OFTALMOLOGI

Visus

KETERANGAN OD OS
Tajam penglihatan 0.3 0.3
Koreksi Tidak terkoreksi S+1 C-150 X 90o0.5
Addisi
Distansia Pupil 62 mm /60 mm

Kedudukan bola mata

KETERANGAN OD OS
Eksoftamus Tidak ada Tidak ada
Endoftalmus Tidak ada Tidak ada
Deviasi Tidak ada Tidak ada
Gerakan bola mata Baik ke segala arah Baik ke segala arah

Supra silia

KETERANGAN OD OS
Warna Hitam Hitam
Letak Simetris Simetris

Palpebra Superior dan Inferior

KETERANGAN OD OS
Edema Tidak ada Tidak ada
Nyeri tekan Tidak ada Tidak ada
Ektropion Tidak ada Tidak ada
Entropion Tidak ada Tidak ada
Blefarospasme Tidak ada Tidak ada
Trikiasis Tidak ada Tidak ada
Sikatriks Tidak ada Tidak ada

4
Fissura palpebra 9 mm 9 mm
Ptosis Tidak ada Tidak ada
Hordeolum Tidak ada Tidak ada
Kalazion Tidak ada Tidak ada
Pseudoptosis Tidak ada Tidak ada

Konjungtiva Tarsalis Superior dan Inferior

KETERANGAN OD OS
Hiperemis Tidak ada Tidak ada
Folikel Tidak ada Tidak ada
Papil Tidak ada Tidak ada
Sikatriks Tidak ada Tidak ada
Anemia Tidak ada Tidak ada
Kemosis Tidak ada Tidak ada

Konjungtiva bulbi

KETERANGAN OD OS
Injeksi konjungtiva Tidak ada Tidak ada
Injeksi Siliar Tidak ada Tidak ada
Perdarahan subkonjungtiva Tidak ada Tidak ada
Pterigium Tidak ada Tidak ada
Pinguekula Tidak ada Tidak ada
Nevus Pigmentosus Tidak ada Tidak ada
Kista dermoid Tidak ada Tidak ada
Kemosis Tidak ada Tidak ada

Sistimlakrimalis

KETERANGAN OD OS
Punctum Lacrimal Terbuka Terbuka
Tes anel Tidak diperiksa Tidak diperiksa

5
Sklera

KETERANGAN OD OS
Warna Putih Putih
Ikterik Tidak ada Tidak ada

Kornea

KETERANGAN OD OS
Kejernihan Jernih Jernih
Permukaan Licin Licin
Ukuran 12 mm 12 mm
Sensibilitas Baik Baik
Infiltrat dan Dendrit Tidak ada Tidak ada
Ulkus Tidak ada Tidak ada
Perforasi Tidak ada Tidak ada
Arkus senilis Tidak ada Tidak ada
Edema Tidak ada Tidak ada
Tes Placido Bayangan konsentris Bayangan konsentris

Bilik Mata Depan

KETERANGAN OD OS
Kedalaman Cukup Cukup
Kejernihan Jernih Jernih
Hifema Tidak ada Tidak ada
Hipopion Tidak ada Tidak ada
Efek Tyndall Tidak dilakukan Tidak dilakukan

6
Iris

KETERANGAN OD OS
Warna Coklat Coklat
Kriptae Jelas Jelas
Bentuk Bulat Bulat
Sinekia Tidak ada Tidak ada
Koloboma Tidak ada Tidak ada

Pupil

KETERANGAN OD OS

Letak Di tengah Di tengah

Bentuk Bulat Bulat

Ukuran ± 4 mm ± 4 mm

Refleks cahaya langsung Positif Positif

Refleks cahaya tidak langsung Positif Positif

Lensa

KETERANGAN OD OS
Kejernihan jernih jernih
Letak IOL Di tengah Di tengah
Shadow Test Negative Negative

Badan kaca

KETERANGAN OD OS
Kejernihan Jernih Jenih

7
Fundus okuli

KETERANGAN OD OS
Reflex Fundus Positif Positif
Papil
- Bentuk Bulat Bulat
- Warna Jingga Jingga
- Batas Tegas tegas
- CD Ratio 0,3 0,3
Arteri Vena 2:3 2:3
Retina
- Eksudat (+)Hard (+)
- Mikroaneurisma (+) (+)

- Hemoragik (-) (-)


- Neovaskularisasi (-) (-)
Makula Lutea
- Reflex Fovea Menurun Menurun
- Edema Ada, telihat suram makula Ada, terlihat suram makula

Palpasi

KETERANGAN OD OS
Nyeri Tekan Tidak ada Tidak ada
Massa Tumor Tidak ada Tidak ada
Tensi Okuli Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Tonometri 16.9 mmHg 17.5 mmHg

8
Lapang Pandang

KETERANGAN OD OS
Tes Konfrotasi Lapang pandangan pasien sama Lapang pandangan pasien sama
dengan pemeriksa dengan pemeriksa

IV. Anjuran Pemeriksaan Penunjang


-Pemeriksaan laboratorium : pemeriksaan gula darah
- Pemeriksaan angiografi fluorescein
- Optical Cohorence Tomography (OCT)

V. RESUME
Pasien datang ke poliklinik mata RSPAD Gatot Soebroto dengan keluhan
penglihatan kabur pada mata kanan dan kiri serta terdapat bintik bintik hitam pada mata
kanan sejak 2 tahun yang lalu. Keluhan dirasakan pasien secara perlahan- lahan. tidak
disertai adanya penglihatan ganda. Penglihatan kabur yang dialami pasien dirasakan
sepanjang hari dan semakin buruk. Tidak ada riwayat trauma, nyeri (-), mata merah (-),
sakit kepala(-). Pasien memiliki Riwayat DM sejak 2 tahun yang lalu 3 bulan yang lalu.
pasien merasa seperti melihat awan atau berkabut pada mata sebelah kanan. Pasein
mengatakan sulit untuk melihat pada saat keadaan terang dikarenakan silau dan sudah
menjalani operasi katarak serta melakukan laser 2 kali. Pada pemeriksaan fisik ditemukan
: pada mata kanan(OD) visus 0.3 dan mata kiri (OS) 0.3. Terdapat kekeruhan pada lensa
dibagian inferior ODS. Dari pemeriksaan funduskopi mata kanan didapatkan reflex fundus
(+), papil bulat berwarna kuning kemerahan, mikroaneurisma (+),eksudat (+),dan terlihat
kesuraman pada macula. Pada mata kiri didapatkan reflex fundus (+), papil berwarna
kuning kemerahan, mikroaneurisma (+), eksudat (+), perdarahan(-), neovaskularisasi (-
),macula terlihat suram.

VI. DIAGNOSA KERJA


nonProliferative diabetic retinopathy ODS
Pseudofakia OD.

9
PENATALAKSANAAN
-inj anti VEGF OS
-Laser PRP OD

VII. PROGNOSIS
OD OS
Quo Ad Vitam Dubia ad bonam Dubia ad bonam
Quo Ad fungsionam Dubia ad bonam Dubia ad bonam
Quo Ad sanationam Dubia ad bonam Dubia ad bonam

10
TINJAUAN PUSTAKA

Anatomi Retina

Retina adalah lembaran jaringan saraf berlapis yang tipis dan semitransparan yang
melapisi bagian dalam 2/3 posterior dinding bola mata. Retina membentang ke anterior
hampir sejauh korpus siliare dan berakhir pada ora serrata dengan tepi yang tidak rata.1 Secara
kasar, retina dibagi menjadi dua bagian, yaitu kutub posterior dan retina perifer yang
dipisahkan dengan ekuator retina. Ekuator retina adalah garis khayal yang dianggap
membentang sejalan dengan keluar dari empat vena vertikosa.2 Ketebalan retina kira-kira 0,1
mm pada ora serata dan 0,56 mm pada kutub posterior. Di tengah-tengah retina posterior
terdapat makula lutea yang berdiameter 5,5 sampai 6 mm, yang secara klinis dinyatakan
sebagai daerah yang dibatasi oleh cabang-cabang pembuluh darah retina temporal.1

Gambar 1. Anatomi Mata

Lapisan-lapisan retina, mulai dari sisi luar ke dalam, adalah sebagai berikut:1,2

1. Membran limitans interna, merupakan lapisan terdalam dan memisahkan retina


dari vitreous, dibentuk oleh penyatuan terminal ekspansi serat Muller, dan pada
dasarnya adalah sebuah membran basal.
2. Lapisan serat saraf, terdiri dari akson dari sel-sel ganglion, yang melewati lamina
cribrosa untuk membentuk saraf optic.
3. Lapisan sel ganglion, terutama berisi badan sel-sel ganglion (urutan neuron kedua
jalur visual). Ada dua jenis sel ganglion. Sel-sel ganglion kerdil yang terdapat di
daerah makula dan dendrit dari setiap sinaps sel tersebut dengan akson sel bipolar

11
tunggal. Sel ganglion polisinaptik terletak terutama di retina perifer dan setiap sel
tersebut dapat synapse dengan upto seratus sel bipolar.
4. Lapisan pleksiformis dalam. Pada dasarnya terdiri dari hubungan antara akson sel
bipolar dendrit sel ganglion, dan prosesus sel amakrin.
5. Lapisan inti dalam, terutama terdiri dari badan sel-sel bipolar. Hal ini juga berisi
badan sel amakrin horizontal dan sel-sel Muller dan kapiler-kapiler arteri retina
sentral. Sel-sel bipolar membentuk urutan neuron pertama.
6. Lapisan pleksiformis luar, terdiri dari sambungan sferul sel batang dan pedikel sel
kerucut dengan dendrit sel bipolar dan sel horizontal.
7. Lapisan inti luar, terdiri dari inti sel batang dan kerucut;

8. Membran limitans eksterna, merupakan membran fenesterasi, melalui prosesus sel


batang dan kerucut.
9. Lapisan sel kerucut dan sel batang (fotoreseptor). Batang dan kerucut merupakan
organ akhir penglihatan dan juga dikenal sebagai fotoreseptor. Lapisan sel batang
dan sel kerucut hanya memiliki satu segmen luar sel fotoreseptor yang tersusun
secara palisade. Ada sekitar 120 juta sel batang dan 6,5 juta sel kerucut. Sel batang
mengandung zat fotosensitif visual yang ungu (rhodopsin) dan bertanggung jawab
pada penglihatan perifer dan penglihatan pencahayaan rendah (penglihatan
skotopik). Sel kerucut juga mengandung zat fotosensitif dan terutama bertanggung
jawab untuk penglihatan sentral yang sangat diskriminatif (penglihatan fotopik)
dan penglihatan warna.
10. Epitelium pigmen retina, merupakan lapisan terluar dari retina. Terdiri dari satu
lapisan sel yang mengandung pigmen. Melekat kuat pada lamina basal yang
mendasari (membran Bruch) dari koroid.

12
Gambar 2. Histologis lapisan-lapisan retina.
Pasokan arteri utama orbita dan strukturnya berasal dari arteri optalmika, cabang besar pertama
dari bagian intrakranial arteri karotid interna. Cabang ini lewat di bawah nervus optikus dan
bersamanya masuk melalui kanal optik ke orbita. Cabang intraorbital pertama adalah arteri retina
sentral, yang masuk nervus optikus ±15 mm di belakang bola mata. Cabang lain dari arteri
optalmika termasuk arteri lakrimal, arteri siliaris posterior longus dan brevis; arteri palpebral medial,
dan arteri supraorbital dan supratrokhlearis.1
Drainase vena kavum orbita terutama melalui vena optalmika superior dan inferior, di mana
mengalirkan vena vortex, vena siliaris anterior, dan vena retina sentralis. Vena optalmika
berkomunikasi dengan sinus kavernosus melalui fisura orbital superior dan pleksus pterygoid vena
melalui fisura orbital inferior. Vena optalmika superior awalnya terbentuk dari vena supraorbital dan
supratrokhlearis dan dari cabang vena angularis, yang semuanya mengalirkan kulit daerah periorbital. 1
Sirkulasi retina adalah sebuah sistem end-arteri tanpa anostomosis. Arteri sentralis retina
keluar pada diskus optikus yang dibagi menjadi dua cabang besar. Arteri ini berbelok dan terbagi
menjadi arteriole di sepanjang sisi luar diskus optikus. Arteriol ini terdiri dari cabang yang banyak
pada retina perifer.1, 2
Sistem vena ditemukan banyak kesamaan dengan susunan arteriol. Vena retina sentralis
meninggalkan mata melalui nervus optikus yang mengalirkan darah vena ke sistem kavernosus.1,2
13
Retina menerima darah dari dua sumber : khoriokapilaris yang berada tepat di luar membrana Bruch,
yang mendarahi sepertiga luar retina, termasuk lapisan fleksiformis luar dan lapisan inti luar,
fotoresptor, dan lapisan epitel pigmen retina; serta cabang-cabang dari sentralis retina, yang
mendarahi 2/3 sebelah dalam. Fovea sepenuhnya diperdarahi oleh khoriokapilaris dan mudah terkena
kerusakan yang tak dapat diperbaiki bila retina mengalami ablasi.
Pembuluh darah retina mempunyai lapisan endotel yang tidak berlubang, yang membentuk
sawar darah-retina. Lapisan endotel pembuluh koroid dapat ditembus. Sawar darah retina sebelah luar
terletak setinggi lapisan epitel pigmen retina.1

Gambar 3. Anatomi dari sistem vena retina berdasarkan deskripsi dari Duke-Elder. (1) Terminal retinal
venule; (2) retinal venule; (3) minor retinal vein; (4) main retinal vein; (5) papillary vein; (6) central retinal
vein.

Fisiologi Retina
Retina adalah jaringan mata yang paling kompleks. Sel-sel batang dan kerucut di lapisan
fotoreseptor mampu mengubah rangsangan cahaya menjadi impuls saraf yang dihantarkan oleh
lapisan serat saraf retina melalui saraf optikus dan akhirnya ke korteks penglihatan. Makula
bertanggung jawab untuk ketajaman penglihatan yang terbaik dan untuk penglihatan warna, dan
sebagian besar selnya adalah sel kerucut. Di fovea sentralis, terdapat hubungan hampir 1:1 antara
fotoreseptor kerucut, sel ganglionnya, dan serat saraf yang keluar, dan hal ini menjamin penglihatan
14
yang paling panjang. Di retina perifer, banyak fotoreseptor dihubungkan ke sel ganglion yang sama,
dan diperlukan system pemancar yang lebih kompleks. Akibat dari susunan seperti itu adalah makula
digunakan terutama untuk penglihatan sentral dan warna (penglihatan fotopik) sedangkan bagian
retina lainnya, yang sebagian besar terdiri dari fotoreseptor batang, digunakan terutama untuk
penglihatan perifer dan malam (skotopik).3

Fotoreseptor kerucut dan batang terletak di lapisan terluar yang avaskuler pada retina sensorik
dan merupakan tempat berlangsungnya reaksi kimia yang mencetuskan proses penglihatan. Setiap sel
fotoreseptor kerucut mengandung rhodopsin, yang merupakan suatu pigmen penglihatan fotosensitif.
Rhodopsin merupakan suatu glikolipid membrane yang separuh terbenam di lempeng membrane lapis
ganda pada segmen paling luar fotoreseptor. Penglihatan skotopik diperantarai oleh fotoreseptor sel
batang. Pada bentuk penglihatan adaptasi gelap ini, terlihat bermacam-macam nuansa abu-abu, tetapi
warna ini tidak dapat dibedakan. Penglihatan siang hari (fotopik) terutama diperantarai oleh
fotoreseptor kerucut, senja (mesopik) oleh kombinasi sel kerucut dan batang, dan penglihatan malam
(skotopik) oleh fotoreseptor batang.3

DEFENISI

Retinopati diabetik suatu penyakit pembuluh darah mikro retina yang bersifat kronik
progresif yang mengancam penglihatan dan merupakan komplikasi dari diabetes mellitus.. Diabetes
melitus (DM) adalah penyakit degeneratif kronik yang memiliki angka morbiditas dan mortalitas
tertinggi di dunia, salah satu komplikasi dari DM adalah komplikasi mikrovaskular pada mata yaitu
retinopati yang jika terus berlanjut akan menjadi penyebab kebutaan. Retinopati akibat diabetes
melitus lama berupa aneurisme, melebarnya vena, perdarahan dan eksudat lemak. Penderita diabetes
melitus dengan tipe 1 (insulin dependen diabetes) dan tipe 2 (non insulin dependen diabetes)
mempunyia risiko untuk mendapatkan retinopati diabetik. Makin lama menderita diabetes makin
bertambah risiko untuk mendapatkan retinopati.2

EPIDEMIOLOGI

Dari sekitar 16 juta orang Amerika dengan diabetes. Retinopati diabetik adalah penyebab utama
kebutaan baru pada orang yang berusia 25-74 tahun di Amerika Serikat. Sekitar 700.000 orang Amerika
15
memiliki retinopati diabetik proliferatif, Sekitar 500.000 orang memiliki edema makula yang signifikan
secara klinis. 3 Pada tahun 2015, 415 juta orang dewasa dengan diabetes, hamper 80% orang diabetes
ada di Negara berpenghasilan rendah dan menengah. Pada tahun 2015, Indonesia menempati peringkat
ke tujuh dunia untuk prevalensi penderita diabetes tertinggi di dunia. Persentase komplikasi diabetes
mellitus di RSUP Dr.Cipto Mangunkusumo Jakarta(RSCM) tahun 2013 yaitu Retinopati 35,40%
tertinggi ke dua setelah neuropati 54%. Pada penelitian (Ichsan et al.,2017) di RSUP dr. Wahidin
Sudirohusodo, didapatkan prevalensi retinopati diabetik pada penderita DM ialah 61,64%, hampir dua
kali lebih besar dibandingkan data RISKESDAS 2013 (33,40 %) dan data prevalensi RD secara global
yaitu sekitar 34,6%.4

Berdasarkan hasil penelitian (Sumual V.2014) di Balai kesehatan mata masyarakat (BKMM)
propinsi Sulawesi utara, yang dilakukan dengan sampel pasien yang mengalami retinopati diabetik
yang diambil dari laporan catatan rekam medis terdapat sebanyak 64 orang pada periode Januari –Juli
2014. Berdasarkan jenis kelamin didapatkan bahwa pasien penderita retinopati diabetik lebih banyak
pada perempuan dengan jumlah 42 orang (66%) sedangkan pada laki-laki hanya berjumlah 22 orang
(34%). Berdasarkan kelompok umur (rentang usia) didapatkan hasil jumlah pasien retinopati
terbanyak adalah pada kelompok umur 45-64 tahun dengan jumlah sebanyak 43 orang (67%).
Berdasarkan tipe retinoopati diabetik, diperoleh hasil bahwa presentase terbesar yang dialami pasien
retinopati diabetik menurut klasifika sinya adalah pasien dengan PDR (Proliferatif Diabetik
Retinopathy) dengan jumlah sebanyak 40 orang (62,50%).5

Faktor Risiko

Faktor risiko retinopati diabetikum antara lain:6,2

1. Durasi diabetes merupakan hal yang paling penting. Pada pasien yang didiagnosa dengan DM
sebelum umur 30 tahun, insiden retinopati diabetikum setelah 10 tahun sekitar 50% dan
setelah 30 tahun sebesar 90%. Pasien dengan diabetes tipe 1, retinopati dengan klinis yang
tidak signifikan bisa terlihat pada 5 tahun setelah didiagnosis diabetes. Setelah 5 tahun 25-
50% pasien menunjukan tanda-tanda retinopati. Prevalensi meningkat 75-95% setelah 15
tahun dan MendekatI 100 % setelah 30 tahun diabetes. Retinopati diabetic proliferative jarang

16
terjadi dalam dekade pertama diagnosis diabetes tipe I tetapi meningkat 14-17 % selama 15
tahun, meningkat terus setelahnya. Pada pasien dengan diabetes tipe II, insiden dari retinopati
diabetik meningkat dengan durasi penyakit. Pasien dengan diabetes tipe II, 23% mempunyai
retinopati diabeti nonproliferatif setelah 11-13 tahun, 41% mempunyai retinopati diabeti
nonproliferatif setelah 14-16 tahun, dan 60% mempunyai retinopati diabeti nonproliferatif
setelah 16 tahun.
2. Kontrol glukosa darah yang buruk berhubungan dengan perkembangan dan perburukan dari
retinopati diabetikum.
3. Kehamilan dihubungkan dengan bertambah progresifnya retinopati diabetikum. Wanita hamil
tanpa retinopati diabetik memiliki risiko 10% mengembangkan NPDR(non proliferative
diabetic retinopati ) selama kehamilan mereka, dari mereka dengan NPDR yang sudah ada
sebelumnya, 4% maju ke tipe proliferatif.
4. Hipertensi yang tidak terkontrol dihubungkan dengan bertambah beratnya retinopati
diabetikum dan perkembangan retinopati diabetik proliferatif pada DM tipe I dan II.
Hipertensi juga dapat mempersulit diabetes karena dapat menyebabkan perubahan vaskular
retina hipertensi yang menimpa retinopati diabetik yang sudah ada sebelumnya, yang lebih
jauh mempengaruhi aliran darah retina.

PATOFISIOLOGI

Patofisiologi retinopati diabetikum melibatkan 5 proses dasar yang terjadi di tingkat


kapiler, yaitu pembentukan mikroaneurisma, peningkatan permeabilitas pembuluh darah,
penyumbatan pembuluh darah, neovaskularisasi, dan pembentukan jaringan fibrosa di vitreo-
retina. Pada DM terjadi persistensi kadar glukosa darah yang tinggi menyebabkan glukosa yang
berlebih dalam aldose reductase pathway terbentuk di jaringan, yang mengubah gula menjadi
alkohol. Perisit intramural pada kapiler retina terkena pengaruh dari peningkatan kadar gula darah
oleh karena kadar aldosteron reduktse yang tinggi memicu hilangnya fungsi utama dari perisit.
Hilangnya fungsi dari perisit menyebabkan kelemahan dinding kapiler sehingga terbentuk
kantung pada dinding kapiler yang dikenal sebagai mikroaneurisma. Mikroaneurisma merupakan
tanda paling awal untuk deteksi retionpati diabetikum.7

17
Gambar 3. Mikroaneurisma: Tanda Awal Retinopati Diabetikum
Proses patofisiologis yang mendasari kelainan fundus pada retinopati diabetikum adalah
penyempitan pembuluh darah kapiler serta permeabilitas pembuluh darah retina yang meningkat.
Kelainan yang ditemukan bila terjadi kenaikkan permeabilitas pembuluh darah adalah edema retina,
eksudat keras (berwarna kuning, karena eksudasi plasma yang berlangsung lama), serta timbulnya
perdarahan retina akibat gangguan permeabilitias mikroaneurisma, cotton woll patches yang berwarna
putih, berbatas tidak tegas, dan berhubungan dengan iskemia retina. 7

Gambar 4. Hard Exudate

Penyempitan pembuluh darah kapiler menyebabkan berkurangnya aliran darah dalam kapiler
retina. Shunt arteri-vena bisa terbentuk sebagai akibat pengurangan aliran darah arteri karena
obstruksi darah kapiler.3 Intraretinal microvascular abnormalities (IRMA) menandakan adanya
proses pertumbuhan pembuluh darah baru dari pembuluh darah sebelumnya melalui proliferasi
endotel pada jaringan retina yang berperan sebagai pintas (shunt) melalui daerah non-perfusi.7

Daerah iskemia retina yang terjadi dapat memacu timbulnya vascular endothelial growth factor
(VEGF) yang mengakibatkan terjadinya proliferasi endotel sehingga timbulnya jaringan
fibrovaskular. Pembuluh-pembuluh darah baru yang terbentuk tampak sebagai pembuluh darah yang
berkelok-kelok. Mula-mula terdapat pada retina, menjalar ke depan retina, kemudian masuk ke dalam
18
badan kaca. Bila pecah, dapat menimbulkan perdarahan vitreus, perdarahan retina, dan memicu
timbulnya jaringan fibrous vitreoretina. Fibrosis ini selanjutnya dapat menarik lepas retina dari tempat
melekatnya yang disebut ablasio retina. Neovaskularisasi juga timbul pada permukaan iris, yang
disebut rubeosis iridis. Ini dapat menimbulkan glaukoma karena tertutupnya sudut bilik mata oleh
neovaskularisasi dan juga akibat perdarahan karena pecahnya rubeosis iridis.7

Klasifikasi Retinopati Diabetikum

Early Treatment Diabetik Retinopathy Study Research Group (ETDRS) membagi retinopati
diabetik atas nonproliferatif dan proliferatif. Retinopati diabetik digolongkan ke dalam retinopati
diabetik non proliferatif (RDNP) apabila hanya ditemukan perubahan mikrovaskular dalam retina,
pada tahap awal. Neovaskularisasi merupakan tanda khas retinopati diabetik proliferatif.8,9

Tabel: Klasifikasi Retinopati Diabetik berdasarkan ETDRS8,9

Retinopati Diabetik Non-Proliferatif

1. Retinopati nonproliferatif minimal : terdapat ≥ 1 tanda berupa dilatasi vena,


mikroaneurisma, perdarahan intraretina yang kecil atau eksudat keras.

2. Retinopati nonproliferatif ringan sampai sedang : terdapat ≥ 1 tanda berupa


dilatasi vena derajat ringan, perdarahan, eksudat keras, eksudat lunak atau
IRMA.

3. Retinopati nonproliferatif berat : terdapat ≥ 1 tanda berupa perdarahan dan


mikroaneurisma pada 4 kuadran retina, dilatasi vena pada 2 kuadran, atau
IRMA pada 1 kuadran.

4. Retinopati nonproliferatif sangat berat : ditemukan ≥ 2 tanda pada retinopati


non proliferative berat.

Retinopati Diabetik Proliferatif

1. Retinopati proliferatif ringan (tanpa risiko tinggi) : bila ditemukan minimal


adanya neovaskular pada diskus (NVD) yang mencakup <1/4 dari daerah
diskus tanpa disertai perdarahan preretina atau vitreus, atau neovaskular
dimana saja di retina (NVE) tanpa disertai perdarahan preretina atau vitreus.

19
2. Retinopati proliferatif risiko tinggi : apabila ditemukan 3 atau 4 dari faktor
resiko sebagai berikut, a) ditemukan pembuluh darah baru dimana saja di
retina, b) ditemukan pembuluh darah baru pada atau dekat diskus optikus, c)
pembuluh darah baru yang tergolong sedang atau berat yang mencakup > ¼
daerah diskus, d) perdarahan vitreus. Adanya pembuluh darah baru yang jelas
pada diskus optikus atau setiap adanya pembuluh darah baru yang disertai
perdarahn, merupakan dua gambaran yang paling sering ditemukan pada
retinopati proliferatif dengan resiko tinggi.

Hasil funduskopi pada NPDR menunjukkan mikroneurisma, pendarahan intraretina


(kepala panah terbuka), hard exudates (deposit lipid pada retina) (panah), cotton-wool spots
(infark serabut saraf dan eksudat halus) (kepala panah hitam) Gambar 5.

Gambar 5.Hasil funduskopi pada NPDR

20
Gambar 6. Hasil funduskopi pada PDR

Gejala Diabetik Retinopati

Retinopati diabetik biasanya asimtomatis untuk jangka waktu yang lama. Hanya pada
stadium akhir dengan adanya keterlibatan macular atau hemorrhages vitreus maka pasien akan
menderita kegagalan visual dan buta mendadak. Gejala klinis retinopati diabetik proliferatif
dibedakan menjadi dua yaitu gejala subjektif dan gejala obyektif. Gejala Subjektif yang dapat
dirasakan:10,2

 Kesulitan membaca
 Penglihatan kabur disebabkan karena edema makula
 Penglihatan ganda
 Penglihatan tiba-tiba menurun pada satu mata
 Melihat lingkaran-lingkaran cahaya jika telah terjadi perdarahan vitreus
 Melihat objek hitam yang menghalangi penglihatan

Sebagian besar penderita retinopati DM, pada tahap awal tidak mengalami gejala penurunan
tajam penglihatan. Apabila telah terjadi kerusakan sawar darah retina, dapat ditemukan
mikroaneurisma, eksudat lipid dan protein, edema, serta perdarahan intraretina. Selanjutnya,
terjadi oklusi kapiler retina yang mengakibatkan kegagalan perfusi di lapisan serabut saraf retina
sehingga terjadi hambatan transportasi aksonal. Hambatan transportasi tersebut menimbulkan
akumulasi debris akson yang tampak sebagai gambaran soft exudates pada pemeriksaan
oftalmoskopi. Kelainan tersebut merupakan tanda retinopati DM non-proliferatif. Hipoksia akibat
21
oklusi akan merangsang pembentukan pembuluh darah baru dan ini merupakan tanda
patognomonik retinopati DM proliferatif. Kebutaan pada DM dapat terjadi akibat edema hebat
pada makula, perdarahan masif intravitreous, atau ablasio retina traksional.10,2

Retinopati merupakan gejala DM utama pada mata, dimana ditemukan pada retina:10,2
1. Mikroaneurisma, merupakan penonjolan dinding kapiler, terutama daerah vena dengan bentuk
berupa bintik merah kecil yang terletak dekat pembuluh darah terutama polus posterior. Kadang-
kadang pembuluh darah ini demikian kecilnya sehingga tidak terlihat, sedangkan dengan bantuan
angiografi fluoresein lebih muda dipertunjukkan adanya mikroaneurismata ini. Mikroaneurismata
merupakan kelainan DM dini pada mata.
2. Perdarahan dapat dalam bentuk titik, garis, dan bercak yang biasanya terletak dekat
mikroaneurismata di polus posterior. Bentuk perdarahan ini merupakan prognosis penyakit
dimana perdarahan yang luas memberikan prognosis yang lebih buruk dibanding kecil.
Perdarahan terjadi akibat gangguan permeabilitas pada mikroaneurismata, atau karena pecahnya
kapiler.
3. Dilatasi pembuluh darah baik dengan lumennya iregular dan berkelok-kelok, bentuk ini seakan-
akan dapat memberikan perdarahan tapi hal ini tidaklah demikian. Hal ini terjadi akibat kelainan
sirkulasi dan kadang-kadang disertai kelainan endotel dan eksudasi plasma.
4. Hard exudate merupakan infiltrasi lipid ke dalam retina. Gambarannya khusus yaitu iregular,
kekuning-kuningan. Pada permulaan eksudat pungtata membesar dan bergabung. Eksudat ini
dapat muncul dan hilang dalam beberapa minggu. Pada mulanya tampak gambaran angiografi
fluoresein sebagai kebocoran fluoresein di luar pembuluh darah. Kelainan ini terutama terdiri atas
bahan-bahan lipid dan terutama banyak ditemukan pada keadaan hiperlipoproteinemia.
5. Soft exudate yang sering disebut cotton wool patches meruakan iskemia retina. Pada pemeriksaan
oftalmoskopi akan terlihat bercak-bercak warna kuning bersifat difus dan berwarna putih.
Biasanya terletak di bagian tepi daerah non-irigasi dan dihubungkan dengan iskema retina.
6. Pembuluh darah baru pada retina biasanya terletak di permukaan jaringan. Neovaskularisasi
terjadi akibat proliferasi sel endotel pembuluh darah. Tampak sebagai pembuluh darah yang
berkelok-kelok, dalam kelompok-kelompok, dan bentuknya iregular. Hal ini merupakan awal
penyakit yang berat pada retinopati DM. Mula-mula terletak di dalam jaringan retina, kemudian

22
berkembang ke daerah preretinal, ke badan kaca. Pecahnya neovaskularisasi pada daerah-daerah
ini dapat menimbulkan perdarahan retina, perdarahan subhialoid (pre-retinal), maupun
perdarahan badan kaca. Proliferasi preretinal dari suatu neovaskularisasi biasanya diikuti
proliferasi jaringan ganglia dan perdarahan.
7. Edema retina dengan tanda hilangnya gambaran retina terutama daerah makula sehingga sangat
menganggu tajam penglihatan pasien.
8. Hiperlipidemia suatu keadaan yang sangat jarang, tanda ini akan segera hilang bila diberikan
pengobatan.

PEMERIKSAAN PENUNJANG 11

1. Pemeriksaan laboratorium : pemeriksaan GDS


2. Angiografi fluoresensi fundus (Fundus Fluorescein Angiography (FFA)) Pemeriksaan sirkulasi
darah retina serta penyakit-penyakit yang mengenai retina dan khoroid. Pemeriksaan
menunjukkan aliran darah yang khas dalam pembuluh darah saat cairan fluoresein disuntikkan.
3. Optical Cohorence Tomography (OCT)
Menggunakan cahaya untuk menghasilkan gambaran cross-sectional pada retina. Uji ini digunakan
untuk menentukan ketebalan retina dan ada atau tidaknya pembengkakan di dalam retina akibat
tarikan vitreomakular. Tes ini juga digunakan untuk diagnosis dan penatalaksanaan edema makular
diabetik atau edema makular yang signifikan secara klinis.

TATALAKSANA12

Prinsip utama penatalaksanaan retinopati diabetik adalah pencegahan, dengan memerhatikan hal-hal
yang dapat memengaruhi perkembangan retinopati diabetik nonproliferatif menjadi proliferatif.
a. Kontrol Glukosa Darah dan Hipertensi
Untuk mengetahui kontrol glukosa darah terhadap retinopati diabetik, Diabetic Control and
Complication Trial (DCCT) melakukan penelitian terhadap 1441 pasien dengan DM Tipe I yang
belum disertai dengan retinopati dan yang sudah menderita RDNP. Hasilnya adalah pasien yang
tanpa retinopati dan mendapat terapi intensif selama 36 bulan mengalami penurunan risiko terjadi
23
retinopati sebesar 76% sedangkan pasien dengan RDNP dapat mencegah risiko perburukan
retinopati sebesar 54%. Pada penelitian yang dilakukan United Kingdom Prospective Diabetes
Study (UKPDS) pada penderita DM Tipe II dengan terapi intensif menunjukkan bahwa setiap
penurunan HbA1c sebesar 1% akan diikuti dengan penurunan risiko komplikasi mikrovaskular
sebesar 35%. Hasil penelitian DCCT dan UKPDS tersebut memperihatkan bahwa meskipun
kontrol glukosa darah secara intensif tidak dapat mencegah terjadinya retinopati diabetik secara
sempurna, namun dapat mengurangi risiko timbulnya retinopati diabetik dan memburuknya
retinopati diabetic yang sudah ada. Secara klinis, kontrol glukosa darah yang baik dapat
melindungi visus dan mengurangi risiko kemungkinan menjalani terapi fotokoagulasi dengan sinar
laser. UKPDS menunjukkan bahwa kontrol hipertensi juga menguntungkan mengurangi progresi
dari retinopati dan kehilangan penglihatan.

b. Fotokoagulasi
Perkembangan neovaskuler memegang peranan penting dalam progresi retinopati diabetik.
Komplikasi dari retinopati diabetik proliferatif dapat menyebabkan kehilangan penglihatan yang
berat jika tidak diterapi. Suatu uji klinis yang dilakukan oleh National Institute of Health di
Amerika Serikat jelas menunjukkan bahwa pengobatan fotokoagulasi dengan sinar laser apabila
dilakukan tepat pada waktunya, sangat efektif untuk pasien dengan retinopati diabetik proliferatif
dan edema makula untuk mencegah hilangnya fungsi penglihatan akibat perdarahan vitreus dan
ablasio retina. Indikasi terapi fotokoagulasi adalah retinopati diabetik proliferatif, edema makula,
dan neovaskularisasi yang terletak pada sudut bilik anterior. Ada 3 metode terapi fotokoagulasi
yaitu:
a) scatter (panretinal) photocoagulation = PRP, dilakukan pada kasus dengan kemunduran
visus yang cepat atau retinopati diabetik resiko tinggi dan untuk menghilangkan neovaskular
dan mencegah neovaskularisasi progresif nantinya pada saraf optikus dan pada permukaan
retina atau pada sudut bilik anterior dengan cara menyinari 1.000-2.000 sinar laser ke daerah
retina yang jauh dari makula untuk menyusutkan neovaskular.

24
b) focal photocoagulation, ditujukan pada mikroaneurisma atau lesi mikrovaskular di tengah
cincin hard exudates yang terletak 500-3000 µm dari tengah fovea. Teknik ini mengalami
bertujuan untuk mengurangi atau menghilangkan edema macula.
c) grid photocoagulation, suatu teknik penggunaan sinar laser dimana pembakaran dengan
bentuk kisi-kisi diarahkan pada daerah edema yang difus. Terapi edema macula sering
dilakukan dengan menggunakan kombinasi focal dan grid photocoagulation.

c. Injeksi Anti VEGF


Bevacizumab (Avastin) adalah rekombinan anti-VEGF manusia. Pengobatan dengan
bevacizumab tampaknya memiliki pengaruh yang cepat dan kuat pada neovaskularisasi patologis.
Avastin merupakan anti angiogenik yang tidak hanya menahan dan mencegah pertumbuhan
prolirerasi sel endotel vaskular tapi juga menyebabkan regresi vaskular oleh karena peningkatan
kematian sel endotel. Untuk pengunaan di mata, avastin diberikan via intravitreal injeksi ke dalam
vitreus melewati pars plana dengan dosis 0,1 mL.

d. Vitrektomi
Vitrektomi dini perlu dilakukan pada pasien yang mengalami kekeruhan (opacity) vitreus dan yang
mengalami neovaskularisasi aktif. Vitrektomi dapat juga membantu bagi pasien dengan
neovaskularisasi yang ekstensif atau yang mengalami proliferasi fibrovaskuler. Selain itu,
vitrektomi juga diindikasikan bagi pasien yang mengalami ablasio retina, perdarahan vitreus pasca
fotokoagulasi, RDP berat, dan perdarahan vitreus yang tidak mengalami perbaikan.

Komplikasi14
1.Rubeosis Iridis Progresif
Penyakit ini merupakan komplikasi segmen anterior paling sering. Neovaskularisasi pada iris
(rubeosis iridis) merupakan suatu respon terhadap adanya hipoksia dan iskemia retina akibat berbagai
penyakit, baik pada mata maupun di luar mata yang paling sering adalah retinopati diabetikum.
Neovaskularisasi iris pada awalnya terjadi pada tepi pupil sebagai percabangan kecil, selanjutnya
tumbuh dan membentuk membran fibrovaskular pada permukaan iris secara radial sampai ke sudut,
25
meluas dari akar iris melewati korpus siliaris mencapai jaring trabekula, pembuangan cairan akuos
terganggu, dan sudut masih terbuka. Suatu saat membran fibrovaskular ini konstraksi menarik iris
perifer sehingga terjadi sinekia anterior perifer (PAS) sehingga sudut bilik mata depan tertutup dan
tekanan intraokuler meningkat sangat tinggi sehingga timbul reaksi radang intra okuler.
2. Glaukoma Neovaskular
Glaukoma neovaskuler adalah glaukoma sudut tertutup sekunder yang terjadi akibat pertumbuhan
jaringan fibrovaskuler pada permukaan iris dan jaringan anyaman trabekula yang menimbulkan
gangguan aliran akuous dan dapat meningkatkan tekanan intraokuler. Nama lain dari glaukoma
neovaskular ini adalah glaukoma hemoragik, glaukoma kongestif, glaukoma trombotik, dan
glaukoma rubeotik. Etiologi biasanya berhubugan dengan neovaskular pada iris (rubeosis iridis).
3. Perdarahan Vitreus Rekuren
Perdarahan vitreus sering terjadi pada retinopati diabetik proliferatif. Perdarahan vitreus terjadi
karena terbentuknya neovaskularisasi pada retina hingga ke rongga vitreus. Pembuluh darah baru
yang tidak mempunyai struktur yang kuat dan mudah rapuh sehingga mudah mengakibatkan
perdarahan. Perdarahan vitreus memberi gambaran perdarahan pre-retina (sub-hyaloid) atau
intragel. Perdarahan intragel termasuk didalamnya adalah anterior, middle, posterior, atau
keseluruhan badan vitreous.
4. Ablasio Retina
Merupakan keadaan dimana terlepasnya lapisan neurosensoris retina dari lapisan pigmen epithelium.
Ablasio retina tidak menimbulkan nyeri, tetapi bisa menyebabkan gambaran bentuk-bentuk ireguler
yang melayang-layang atau kilatan cahaya, serta menyebabkan penglihatan menjadi kabur.

PROGNOSIS14

Kontrol optimum glukosa darah (HbA1c < 7%) dapat mempertahankan atau menunda retinopati.
Hipertensi arterial tambahan juga harus diobati (dengan tekanan darah disesuaikan <140/85 mmHg).
Tanpa pengobatan, Detachment retinal tractional dan edema makula dapat menyebabkan kegagalan
visual yang berat atau kebutaan. Bagaimanapun juga, retinopati diabetik dapat terjadi walaupun
diberi terapi optimum

26
ANALISA KASUS

1. Anamnesis

Hasil anamnesis pada pasien didapatkan keluhan yaitu

 Mata kanan melihat ada bayangan seperti bintik hitam.  Berdasarkan teori Salah satu gejala
retinopati diabet ialah melihat objek hitam yang bertebrangan yang disebut sebagai floaters. floaters
terjadi karena faktor usia. Pada mata normal, cahaya masuk melewati lensa dan kornea mata dan
dilanjutkan menuju retina yang terletak di bagian belakang mata. Di antara bagian depan dan belakang
mata ini terdapat cairan lendir kenyal yang berfungsi untuk mempertahankan bentuk bola mata, yang
disebut vitreus. Seiring bertambahnya usia, kekentalan vitreus akan berkurang, dan akan mulai muncul
sisa-sisa kotoran yang menggenang di dalamnya. Sisa kotoran yang melayang inilah yang tampak
sebagai floaters. Terlepas dari umur, ada beberapa faktor yang dapat mengakibatkan terjadinya
floaters seperti kecelakaan yang melukai mata, rabun dekat, peradangan mata, infeksi, komplikasi
diabetes, sobekan retina. Penderita Diabetik Retinopati biasanya tidak menyadari kelainan yang terjadi
pada retinanya sampai muncul keluhan seperti melihat bayangan benda hitam melayang mengikuti
pergerakan mata atau lebih dikenal dengan istilah floaters
.
 Pasien mengatakan 3 bulan yang lalu kedua mata pasien buram
 Diabetes mellitus sejak 2 tahun yang lalu  Berdasarkan teori diabetes mellitus
merupakan faktor resiko retinopati diabetik.

2. Pemeriksaan Fisik

 Tajam penglihatan OD : 0.3  tidak apat koreksi

OS :0.3  S+1 C-150 X 90o0.5

 Menunjukan bahwa penurunan visus bukan karena kelainan refraksi akan tetapi mungkin

ada kelainan pada organ penglihatan..

 Pada pemeriksaan funduskopi didapatkan :


27
1. ODS : Refleks fundus (+), papil bulat berwarna kuning kemerahan, mikroaneurisma

(+),eksudat (+), maklua terlihat suram.

Berdasarkan teori : Pada funduskopi NPDR terdapat mikroneurisma, hard exudate, tetapi
tidak terdapat neovaskularisasi,

Pada mata kanan dan kiri pasien ini hanya terdapat mikroaneurisma dan hard exudate
tetapi tidak ada neovaskularisasi sehingga menunjukan mata kanan pasien ini menderita
NPDR. .

3. Pemeriksaan anjuran

 Fluorescent angiografi, untuk meliht adanya kebocoran pada pembuluh darah retina,
mikroangiopati, dan neovaskulaisasi yang mungkin tidak terlihat dengan jelas dengan
funduskopi.
 Optical Cohorence Tomography (OCT)
Menggunakan cahaya untuk menghasilkan gambaran cross-sectional pada retina. Uji ini
digunakan untuk menentukan ketebalan retina dan ada atau tidaknya pembengkakan di dalam
retina akibat tarikan vitreomakular. Tes ini juga digunakan untuk diagnosis dan
penatalaksanaan edema makular diabetik atau edema makular yang signifikan secara klinis.
4.Tatalaksana

 Pada mata kanan pasien ini pernah di laser PRP

 Berdasarkan teori Indikasi terapi fotokoagulasi adalah retinopati diabetik proliferatif,


edema makula, dan neovaskularisasi yang terletak pada sudut bilik anterior. PRP juga dilakukan
pada kasus dengan kemunduran visus yang cepat atau retinopati diabetik resiko tinggi dan untuk
menghilangkan neovaskular dan mencegah neovaskularisasi progresif nantinya pada saraf
optikus

Pada pasien ini mata kanan dilaser PRP karena adanya gambaran edema macula (kesuraman
macula) dan juga mencegah neovaskularisasi.

 Pada mata kanan pasien ini pernah di injeksi anti VEGF


28
Berdasarkan teori : Bevacizumab (Avastin) adalah rekombinan anti-VEGF manusia.
Pengobatan dengan bevacizumab tampaknya memiliki pengaruh yang cepat dan kuat pada
neovaskularisasi patologis. Avastin merupakan anti angiogenik yang tidak hanya menahan dan
mencegah pertumbuhan prolirerasi sel endotel vaskular tapi juga menyebabkan regresi vaskular
oleh karena peningkatan kematian sel endotel. Obat-obat ini, yang disebut inhibitor faktor
pertumbuhan endotel vaskular (VEGF), dapat membantu menghentikan pertumbuhan pembuluh
darah baru dengan menghalangi efek sinyal pertumbuhan yang dikirim oleh tubuh untuk
menghasilkan pembuluh darah baru.

Pada pasien ini mata kanan di inj anti VEGF karena untuk mencegah pertumbuhan
neovaskularisasi. Anti-VEGF ini berpengaruh terhadap neovaskularisasi.

29
DAFTAR PUSTAKA

1. Anonymous. Vitreus and Retina. Available on: http://dro.hs.columbia.edu/fshem.htm.


2. Ilyas S, Yulianti R. Ilmu penyakit mata. Edisi ke V. Jakarta : FKUI.2010
3. Bhavsar A. Diabetic Retinopathy. Diunduh dari : ttps://emedicine.medscape.com/article/1225122-
overview#a4
4. Ichsan M. Prevalensi retinopati diabetic yang mengancam penglihatan dan tidak terdiagnosis di
RSUP DR.Wahidin Sudirohusodo. Vol (7). JST Kesehatan. 2015
5. Sumua V, dkk. Prevalensi retinopati diabetic pada penderita diabetes mellitus di balai kesehatan mata
masyarakat propinsi Sulawesi utara periode Januari-Juli 2014.Vol (1). 2014
6. Mayoclinic. Diabetic retinopathy. Diunduh dari : https://www.mayoclinic.org/diseases-
conditions/diabetic-retinopathy/symptoms-causes/syc-20371611
7. Lang, Gerhard K. Ophtalmlogy : a short textbook. New york : Thieme Stuttgart. 2000
8. Word Journal od Diabetes. Classification of diabetic retinopathy and diabetic macular edema. Diunduh
dari : https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3874488/
9. Eyesteve. Diabetic retinopathy grading and classification. Diunduh dari :
http://eyesteve.com/diabetic-retinopathy-grading/
10. Bhavsar A. Diabetic retinopathy clinical presentation. Diunduh dari :
https://emedicine.medscape.com/article/1225122-clinical#b1
11. Susetianingtias TD., dkk. Pengolahan citra fundus diabetik retinopati. Edisi 1. Jakarta :Gunadarma.
2017
12. Morosidi SA, Paliyama MF. Ilmu penyakit mata. Jakarta: FK Ukrida: 2011.
13. Ratna S. Retinopati Diabetik. Vol (61).Indonesia Med Association. 2011.
14. Bhavsar AR., Drouilhet JH. Background Retinopathy Diabetic. Downloaded from: www.e-
medicine.com. 2009

30

Anda mungkin juga menyukai