Anda di halaman 1dari 36

BAB I

LAPORAN KASUS

Identitas
Nama : Ny. K
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 73 tahun
Alamat : Rawa Sari
Pekerjaan : Pensiunan PNS
Tgi. Pemeriksaan : 28 Oktober 2014

Anamnesa
 Keluhan Utama :
Penglihatan pada mata kiri buram secara perlahan sejak 6 bulan yang lalu
dan tidak disertai mata merah
 Keluhan Tambahan :
Mata kanan juga mengalami keluhan serupa namun tidak separah pada
mata kiri
 Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien mengeluhkan penglihatan mata kiri semakin menurun selama 2
bulan terakhir ini. Penglihatan buram/kabur timbul secara tiba – tiba dan
semakin lama semakin menurun. Pasien mengatakan bahwa jika dia
melihat suatu benda terlihat pandangan kabur dan seperti ada yang
menghalangi pada bagian tengah mata.
 Keluhan serupa juga dirasakan pada mata kanan pasien namun tidak
seberat jika dibandingkan pada mata kirinya
 Keluhan pasien tidak disertai dengan mata merah ataupun nyeri pada
matanya.
 Pasien mengaku tidak memiliki keluhan melihat seperti ada benda yang
berterbangan yang mengikuti arah gerak mata.
 Pasien juga mengatakan tidak merasa penglihatannya menjadi lebih silau
jika terkena sinar/cahaya.
 Pasien menyangkal mempunyai keluhan sering menbrak saat berjalan.

1
 Pasien mengaku tidak memiliki keluhan melihat seperti ada kabut atau
pelangi pada matanya.
 Riwayat nyeri hebat pada mata yang disertai dengan mual – muntah, sakit
kepala disangkal.
 Pasien merupakan penderita diabetes melitus sejak berusia 40 tahun.
Pasien menggunakan obat antidiabetes metformin sebagai pengobatan
diabetes melitusnya. Dan juga pasien mengatakan gula darah terakhirnya
148 mg/dl .
 Pasien juga mempunyai riwayat hipertensi sejak 10 tahun yang lalu dan
terkontrol.
 Pasien menyangkal mempunyai riwayat pemakaian obat tetes mata atau
konsumsi obat dalam waktu lama.
 Riwayat Operasi :
o Pasien mengatakan bahwa dia 3 minggu yang lalu melakukan
operasi katarak pada mata kanannya. Namun sampai saat ini
penglihatan pasien masih buram.
o ± 2 tahun yang lalu pasien pernah dioperasi katarak pada mata
kirinya. Namun sampai saat ini penglihatan masih buram.
 Riwayat Penyakit Dahulu :
Riw. Penyakit Jantung: Disangkal
Riw. Alergi : Disangkal
Riw. Asma : Disangkal
 Riwayat Penyakit Keluarga :
Pada keluarga pasien terdapat riwayat hipertensi dan tidak terdapat riwayat
diabetes melitus dan tidak ada anggota keluarga yang mengalami sakit
serupa.

Pemeriksaan Fisik :
Keadaaan Umum : Baik
Kesadaran : Compos Mentis
Tanda – Tanda Vital :
 TD : 135/90 mmHg

2
 N : 84x/m
 RR : 18 x/m
 S : Afebris
Kepala : Normocephal, tidak terdapat deformitas
Telinga: Discharge (-)
 Hidung : Deviasi septum (-), epistaksis (-), discharge (-)
 Mulut : Sianosis (-), pucat (-)
 Leher : Pembesaran KGB (-)
Thoraks
 Jantung : BJ I-II regular, murmur (-), gallop (-)
 Paru : Suara napas dasar vesikuler (+), rhonki (-), wheezing (-)
Abdomen : Datar, supel, nyeri tekan (-)

STATUS OFTALMOLOGIKUS
Keterangan OD OS
1. Visus

Tajam Penglihatan 0,6 f 0,2 f


Koreksi - -
Addisi - -
Distansia pupil 60/58
Kacamata lama - -
2. Kedudukan bola mata
Eksoftalmus Tidak ada Tidak ada
Endoftalmus Tidak ada Tidak ada
Deviasi Tidak ada Tidak ada
Gerakan bola mata Baik ke segala arah Baik ke segala arah
3. Supra Silia
Warna Hitam Hitam
Letak Simetris Simetris

Keterangan OD OS
4. Palpebra Superior dan Inferior
Edema Tidak ada Tidak ada
Nyeri tekan Tidak ada Tidak ada
Ektropion Tidak ada Tidak ada
Entropion Tidak ada Tidak ada
Blefarospasme Tidak ada Tidak ada
Trikiasis Tidak ada Tidak ada
Sikatriks Tidak ada Tidak ada
Fissura Palpebra 11 mm 11 mm

3
Hordeolum Tidak ada Tidak ada
Kalazion Tidak ada Tidak ada
Ptosis Tidak ada Tidak ada
5. Konjungtiva Tarsal Superior dan Inferior
Hiperemis Tidak ada Tidak ada
Folikel Tidak ada Tidak ada
Papil Tidak ada Tidak ada
Sikatriks Tidak ada Tidak ada
Anemia Tidak ada Tidak ada
Kemosis Tidak ada Tidak ada
6. Konjungtiva Bulbi
Injeksi konjungtiva Tidak ada Tidak ada
Injeksi siliar Tidak ada Tidak ada
Perdarahan Tidak ada Tidak ada
subkonjungtiva
Pterigium Tidak ada Tidak ada
Pinguekula Tidak ada Tidak ada
Nevus Pigmentosus Tidak ada Tidak ada
Kista Dermoid Tidak ada Tidak ada

Keterangan OD OS
7. Sistem lakrimal
Punctum Lakrimal Terbuka Terbuka
Tes anel Tidak dilakukan Tidak dilakukan
8. Sklera
Warna Putih Putih
Ikterik - -
9. Kornea
Kejernihan Jernih Jernih
Permukaan Licin Licin
Ukuran 12 mm 12 mm
Sensibilitas Baik Baik
Infiltrat Tidak ada Tidak ada
Ulkus Tidak ada Tidak ada
Perforasi Tidak ada Tidak ada
Arkus Senilis Tidak ada Tidak ada
Edema Tidak ada Tidak ada
Tes Placido Regular Regular
10. Bilik Mata Depan
Kedalaman Dalam Dalam
Kejernihan Jernih Jernih
Hifema Tidak ada Tidak ada
Hipopion Tidak ada Tidak ada
Efek Tyndall - -
11. Iris
Warna Coklat Coklat

4
Kripte Jelas Jelas
Bentuk Bulat Bulat
Sinekia Tidak ada Tidak ada
Koloboma Tidak ada Tidak ada

Keterangan OD OS
12. Pupil
Letak Di Tengah Di Tengah
Bentuk Bulat Bulat
Ukuran 3 mm 3 mm
Refleks cahaya langsung Positif Positif
Refleks cahaya tidak Positif Positif
langsung
13. Lensa
Kejernihan Jernih Jernih
Letak Di tengah Di tengah
Shadow tes Negatif Negatif
14. Badan kaca
Kejernihan Jernih Jernih
15. Fundus Okuli
Reflex Fundus + +
1. Papil
Bentuk Bulat Bulat
Batas Tegas Tegas
Warna Kuning kemerahan Kuning kemerahan
2. Makula lutea
Refleks Tidak terlihat Tidak terlihat
Edema Tidak terlihat Tidak terlihat
3. Retina
Perdarahan + +
CD Ratio 0,3 0,3
Ratio AV 1:3 1:3
Sikatriks Tidak ada Tidak ada
Eksudat + +
16. Palpasi
Nyeri tekan Tidak ada Tidak ada
Massa tumor Tidak ada Tidak ada
Tensi Okuli Normal per palpasi Normal per palpasi
Non Contact Tonometri 16,1 13,2
Tonometri Schiotz (5,5 g) 5,0 17,3 5,5 15,9
Keterangan OD OS
17. Kampus Visi
Tes Konfrontasi Sama dengan pemeriksa Sama dengan pemeriksa

5
Resume :
 Pasien wanita , Ny. K, berusia 73 tahun datang dengan keluhan
Penglihatan pada mata kiri buram secara perlahan sejak 6 bulan terakhir
dan tidak disertai dengan mata merah. Pandangan buram mulai memburuk
sejak 2 bulan terakhir. Selain itu pasien juga mengatakan mata kanannya
buram namun tidak seberat jika dibandingkan dengan mata kiri.
Penglihatan buram digambarkan oleh pasien seperti ada yang menghalangi
pada bagian tengah. Pasien mengatakan bahwa dia 3 minggu yang lalu
melakukan operasi katarak pada mata kanannya. Namun sampai saat ini
penglihatan pasien masih buram. Dan ± 2 tahun yang lalu pasien dioperasi
katarak pada mata kirinya, namun sampai saat ini penglihatan pasien
masih buram. Penglihatan seperti ada benda yang berterbangan mengikuti
arah gerak mata atau berasap atau berkabut maupun mata terasa silau jika
terkena cahaya disangkal oleh pasien. Pasien juga menyangkal adanya
nyeri, mata merah dan sakit pada mata. Pasien mempunyai riwayat
diabetes melitus sejak berusia 40 tahun dengan DM terkontrol dan pasien
juga mempunyai riwayat hipertensi sejak 10 tahun yang lalu dengan
hipertensi terkontrol.
 Pada pemeriksaan fisik ditemukan, pada mata kanan (OD) visus 0,6 f,
mata kiri (OS) 0,2 f. Tidak terdapat kekeruhan pada lensa. Dari
pemeriksaan funduskopi didapatkan refleks fundus (+), bentuk papil bulat
dengan batas tegas dan berwarna kuning kemerahan, CD ratio 0.3, AV
ratio 1:3, Perdarahan (+), Eksudat(+). Pada pasien tidak didapatkan adanya
penurunan luas lapang pandang.

Diagnosis :
Retinopati Diabetes Non-Proliferatif ODS
Pseudofakia ODS

Diagnosis Banding :
Retinopati Diabetes Proliferatif

6
Planning :
 Pemeriksaan Penunjang :
o Pemeriksaan Foto Fundus digital
o Pemeriksaan Angiografi fluoresein
o Pemeriksaan Optical Coherence Tomography
o Pemeriksaan Ocular Ultrasonography
o Pemeriksaan Laboratorium Darah :
 Pemeriksaan Gula Darah
o Pemeriksaan EKG dan konsultasi ke departemen Jantung
 Penatalaksanaan :
o Non Farmakologi :
 Edukasi ke pasien mengenai penyakit retinopati diabetik
baik faktor risiko, pencegahan sampai prognosis
 Meminta pasien untuk mengontrol gula darah dan tekanan
darah yang bertujuan untuk mengurangi progresifitas
penyakit dengan menggunakan obat – obatan dan faktor
lifestyle dan disarankan agar pasien juga kontrol ke dokter
bagian ilmu penyakit dalam

Prognosis :
Okuli Dekstra Okuli Sinistra
Ad Vitam : Dubia ad bonam Dubia ad bonam
Ad Fungsitionam : Dubia ad malam Dubia ad malam
Ad Sanationam : Dubia ad malam Dubia ad malam

7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

ANATOMI RETINA
Retina adalah selembar tipis jaringan saraf yang semi transparan, dan
multi lapis yang melapisi bagian dalam dua per tiga posterior dinding bola mata,
mengandung reseptor yang menerima rangsangan cahaya (Ilyas, 2013) ..

8
Gambar. 1. Anatomi Retina

Menurut Guyton & Hall (2007), retina merupakan bagian mata yang peka
terhadap cahaya, mengandung sel-sel kerucut yang berfungsi untuk penglihatan
warna dan sel-sel batang yang terutama berfungsi untuk penglihatan dalam gelap.
Retina terdiri atas pars pigmentosa disebelah luar dan pars nervosa di sebelah
dalam. Permukaan luar retina sensorik bertumpuk dengan lapisan epitel
berpigmen retina sehingga juga bertumpuk dengan membrana Bruch, khoroid, dan
sclera, dan permukaan dalam berhubungan dengan corpus vitreum .
Retina mempunyai tebal 0,1 mm pada ora serrata dan 0,23 mm pada kutub
posterior (Riordan-Eva, 2009). Tiga per empat posterior retina merupakan organ
reseptor. Pinggir anteriornya membentuk cincing berombak, disebut ora serrata,
yang merupakan ujung akhir pars nervosa. Bagian anterior retina bersifat tidak
peka dan hanya terdiri atas sel-sel berpigmen dengan lapisan silindris di
bawahnya. Bagian anterior retina ini menutupi prosessus siliaris dan belakang iris.
Retina mempunyai tebal 0,1 mm pada ora serrata dan 0,23 mm pada kutub
posterior (Riordan-Eva, 2009).
Retina menerima darah dari dua sumber: khoriokapilaria yang berada tepat
di luar membrana Bruch, yang mendarahi sepertiga luar retina, termasuk lapisan
pleksiformis luar dan lapisan inti luar, foto reseptor, dan lapisan epitel pigmen
retina; serta cabang-cabang dari arteri sentralis retina, yang mendarahi dua per
tiga sebelah dalam retina.

9
Retina atau selaput jala , merupakan bagian mata yang mengandung reseptor yang
menerima rangsangan cahaya. Retina berbatas dengan koroid dan terdiri atas 10
lapisan dari luar ke dalam, yaitu : Ilyas, 2013)
1. Lapisan epitel pigmen retina
2. Lapisan fotoreseptor, merupakan lapisan terluar pada retina yang terdiri
atas sel batang yang mempunyai bentuk ramping dan sel kerucut.
3. Membran limitan eksterna yang merupakan membran ilusi.
4. Lapisan nukleus luar, merupakan susunan lapis nukleus sel kerucut dan sel
batang.Ketiga lapisan di atas merupakan lapisan yang avaskular dan
mendapat metabolisme dari kapiler koroid.
5. Lapisan pleksiform luar, merupakan lapisan aselular dan merupakan
tempat sinapsis sel fotoreseptor dengan sel bipolar dan sel horizontal.
6. Lapisan nukleus dalam, merupakan tubuh sel bipolar, sel horizontal, sel
Muller. Lapisan ini mendapat metabolisme dari arteri retina sentral.
7. Lapisan pleksiform dalam, merupakan lapisan aselular dan sebagai tempat
sinaps sel bipolar, sel amkrin dengan sel ganglion.
8. Lapisan sel ganglion merupakan lapisan badan sel daripada neuron kedua.
9. Lapisan serabut saraf, merupakan lapisan akson sel ganglion menuju ke
arah saraf optik. Di dalam lapisan – lapisan ini terletak sebagian besar
pembuluh darah retina.
10. Membran limitan interna, merupakan membran hialin antara retina dan
badan kaca.

10
Gambar.2. Lapisan Retina

FISIOLOGI
Penglihatan bergantung pada stimulasi fotoreseptor retina oleh cahaya.
Benda-benda tertentu di lingkungan, misalnya matahari, api, dan bola lampu,
memancarkan cahaya. Pigmen-pigmen di berbagai benda secara selektif menyerap
panjang gelombang tertentu cahaya yang datang dari sumber-sumber cahaya, dan
panjang gelombang yang tidak diserap dipantulkan dari permukaan benda.
Berkas-berkas cahaya yang dipantulkan inilah yang memungkinkan kita melihat
benda tersebut. Suatu benda yang tampak biru menyerap panjang gelombang
cahaya merah dan hijau yang lebih panjang dan memantulkan panjang gelombang

11
biru yang lebih pendek, yang dapat diserap oleh foto pigmen di sel-sel kerucut
biru mata, sehingga terjadi pengaktifan sel-sel tersebut (Sherwood, 2001)
Penglihatan warna diperankan oleh sel kerucut yang mempunyai pigmen
terutama cis aldehida A2. Penglihatan warna merupakan kemampuan
membedakan gelombang sinar yang berbeda. Warna ini terlihat akibat gelombang
elektromagnetnya mempunyai panjang gelombang yang terletak antara 440-700
(Ilyas, 2013). Warna primer yaitu warna dasar yang dapat memberikan jenis
warna yang terlihat dengan campuran ukuran tertentu.
Pada sel kerucut terdapat 3 macam pigmen yang dapat membedakan warna
dasar merah, hijau dan biru, yaitu :
 Sel kerucut yang menyerap long-wavelength light (red)
 Sel kerucut yang menyerap middle- wavelength light (green)
 Sel kerucut yang menyerap short-wavelength light (blue)
Ketiga macam pigmen tersebut membuat kita dapat membedakan warna
mulai dari ungu sampai merah. Untuk dapat melihat normal, ketiga pigmen sel
kerucut harus bekerja dengan baik. Jika salah satu pigmen mengalami kelainan
atau tidak ada, maka terjadi buta warna. Warna komplemen ialah warna yang bila
dicampur dengan warna primer akan berwarna putih. Putih adalah campuran
semua panjang gelombang cahaya, sedangkan hitam tidak ada cahaya. Gelombang
elektromagnet yang diterima pigmen akan diteruskan rangsangannya pada korteks
pusat penglihatan warna di otak. Bila panjang gelombang terletak di antara kedua
pigmen maka akan terjadi penggabungan warna (Ilyas, 2013).

RETINOPATI DIABETIK
Pendahuluan :
Diabetes mellitus (DM) adalah penyakit kronik degeneratif tersering
dengan angka morbiditas dan mortalitas yang tinggi di dunia. World Health
Organization (WHO) melaporkan bahwa Indonesia berada di urutan keempat
negara yang jumlah penyandang DM terbanyak. Jumlah ini akan mencapai 21,3
juta pada tahun 2030. Retinopati adalah salah satu komplikasi mikrovaskular DM
yang merupakan penyebab utama kebutaan pada orang dewasa. Penelitian
epidemiologis di Amerika, Australia, Eropa, dan Asia melaporkan bahwa jumlah

12
penderita retinopati DM akan meningkat dari 100,8 juta pada tahun 2010 menjadi
154,9 juta pada tahun 2030 dengan 30% di antaranya terancam mengalami
kebutaan.The DiabCare Asia 2008 Study melibatkan 1785 penderita DM pada 18
pusat kesehatan primer dan sekunder di Indonesia dan melaporkan bahwa 42%
penderita DM mengalami komplikasi retinopati, dan 6,4% di antaranya
merupakan retinopati DM proliferatif. (Ratna Sitompul, 2011)
Lama waktu terjadinya retinopati pada diabetes mellitus tipe 1 sangat
bervariasi. Menurut Wisconsin Epidemiologic Study of Diabetic Retinopathy
(WESDR) angka kejadian retinopati pada 3 tahun pertama adalah 8 % dan akan
terus meningkat dengan bertambahnya waktu, dimana kira-kira 25 % dalam 5
tahun, 60 % dalam 10 tahun dan 80 % dalam 15 tahun. Untuk angka prevalensi
PDR 0 % dalam 3 tahun dan akan meningkat menjadi 25 % dalam 15 tahun.
Retinopati diabetika dapat mengakibatkan kebutaan. Menurut WESDR 3,6%
penderita diabetes mellitus usia muda ( tipe 1) mengalami kebutaan, sedangkan
untuk penderita usia yang lebih tua (tipe 2) 1,6% mengalami kebutaan. Meskipun
angka kebutaan akibat diabetes mellitus tipe 1 relatif lebih banyak, namun karena
angka kejadian diabetes mellitus tipe 2 jauh lebih besar maka jumlah kebutaan
akibat diabetes mellitus tipe 2 jauh lebih banyak. (Martiningsih, 2008)

Definisi :
Penyakit mata diabetes mungkin termasuk: (National Eye institute, 2012)
 Diabetes retinopati merupakan terjadinya kerusakan pada pembuluh darah
di retina.
 Katarak merupakan suatu kekeruhan pada lensa mata. Katarak
berkembang pada usia lebih dini pada penderita diabetes.
 Glaukoma adalah peningkatan tekanan cairan di dalam mata yang
menyebabkan kerusakan saraf optik dan kehilangan penglihatan.
Seseorang dengan diabetes hampir dua kali lebih mungkin untuk
mengalami glaukoma dibandingkan orang dewasa lainnya

Retinopati diabetik adalah penyakit mata diabetes yang paling umum dan
penyebab utama kebutaan pada orang dewasa di Amerika. Hal ini disebabkan oleh

13
perubahan dalam pembuluh darah retina. Pada beberapa orang dengan retinopati
diabetik, pembuluh darah dapat membengkak dan terjadi kebocoran cairan. Pada
orang lain, pembuluh darah baru yang abnormal tumbuh pada permukaan retina.
Retina adalah jaringan peka cahaya di belakang mata. Sebuah retina yang sehat
diperlukan untuk penglihatan yang baik. Jika memiliki retinopati diabetik, pada
awalnya tidak mungkin melihat perubahan pada penglihatan. Tapi seiring waktu,
retinopati diabetes dapat menjadi lebih buruk dan menyebabkan kehilangan
penglihatan. Retinopati diabetik biasanya mempengaruhi kedua mata. (National
Eye Institute, 2012)
Retinopati Diabetes merupakan salah satu komplikasi penyakit diabetes.
Komplikasi tersebut berupa kerusakan pada bagian retina mata yang akan
berdampak langsung pada terganggunya penglihatan penderita dan apabila
terlambat ditangani akan menyebabkan penderita mengalami kebutaan permanen.
Gejala yang ditunjukkan oleh penderita retinopati diabetik antara lain
mikroneurisma, hemorrhages, hard exudates, soft exudates dan neovascularisasi.
Gejala-gejala tersebut pada suatu intensitas tertentu dapat menjadi indikator fase
(tingkat keparahan) retinopati diabetes. Secara umum fase tersebut dibagi dalam
tiga fase, yaitu non-proliferative diabetic retinopathy (NPDR) proliferative
diabetic retinopathy (PDR) serta macular edema (ME) (Dillak, 2011).
Epidemiologi :
 40% - 80 % pada pasien DM
 Timbul setelah 5 – 15 tahun mempunyai riwayat DM
 Lebih sering terjadi pada wanita dibandingkan laki – laki
 Ditemukan pada 24 – 40% pasien DM <5 tahun dan meningkat hingga 53
– 84% setelah menderita DM selama 15 – 20 tahun. (Nana,1993)
Prevalensi diabetes mellitus di masyarakat Indonesia yang dikutip dari
berbagai hasil penelitian yang telah dilakukan adalah sebesar 1,5 – 2,3 % pada
penduduk usia lebih dari 15 tahun. Angka kejadian ini diperkirakan akan terus
meningkat dari tahun ke tahun. Hal ini dapat dilihat dari angka kejadian diabetes
mellitus di Jakarta pada tahun 1982 sebesar 1,7 % menjadi 5,7 % pada tahun
1993. Dari angka kejadian tersebut diabetes mellitus tipe 2 lebih sering terjadi
dibandingkan diabetes mellitus tipe 1.

14
Faktor Risiko :
Faktor risiko retinopati diabetes meliputi : (American Optometri Association,
2014)
 Diabetes. Orang dengan diabetes tipe 1 atau tipe 2 berisiko untuk
terjadinya retinopati diabetik. Semakin lama seseorang memiliki diabetes,
semakin besar kemungkinan mereka untuk mengembangkan retinopati
diabetik, terutama jika diabetes yang tidak terkontrol.
 Ras. Hispanik dan Afrika Amerika berada pada risiko lebih besar untuk
mengembangkan retinopati diabetik.
 Kondisi Medis. Orang dengan kondisi medis lainnya seperti tekanan darah
tinggi dan kolesterol tinggi memiliki risiko lebih besar.
 Wanita hamil. Hamil mempunyai risiko lebih tinggi untuk
mengembangkan diabetes dan retinopati diabetik. Jika diabetes gestasional
berkembang, pasien berada pada banyak risiko lebih tinggi terkena
diabetes dengan bertambahnya usia mereka.
Keadaan yang dapat memperberat retinopati diabetes :
1. Arteriosklerosis dan hipertensi arteri memperburuk prognosis, terutama
pada penderita tua. Juga proses menua dari pembuluh darah.
2. Hipoglikemia atau trauma dapat menyebabkan timbulnya perdarahan yang
mendadak
3. Hiperlipoproteinemia dapat mempengaruhi arteriosklerosis sehingga
mempercepat progresifitas penyakitnya.
4. Kehamilan pada penderita diabetes yuvenilis yang tergantung pada insulin
dapat menimbulkan perdarahan dan proliferasi. (Nana, 1993)
Patofisiologi :
Hiperglikemia kronik mengawali perubahan patologis pada retinopati DM
dan terjadi melalui beberapa jalur. Pertama, hiperglikemia memicu terbentuknya
reactive oxygen intermediates (ROIs) dan advanced glycation endproducts
(AGEs). ROIs dan AGEs merusak perisit dan endotel pembuluh darah serta
merangsang pelepasan faktor vasoaktif seperti nitric oxide (NO), prostasiklin,
insulin-like growth factor-1 (IGF-1), dan endotelin yang akan memperparah
kerusakan. Kedua, hiperglikemia kronik mengaktivasi jalur poliol yang

15
meningkatkan glikosilasi dan ekspresi aldose reduktase sehingga terjadi
akumulasi sorbitol. Glikosilasi dan akumulasi sorbitol kemudian mengakibatkan
kerusakan endotel pembuluh darah dan disfungsi enzim endotel. Ketiga,
hiperglikemia mengaktivasi transduksi sinyal intraseluler protein kinase C (PKC).
Vascular endothelial growth factor (VEGF) dan faktor pertumbuhan lain
diaktivasi oleh PKC. VEGF menstimulasi ekspresi intracellular adhesion
molecule-1 (ICAM-1) yang memicu terbentuknya ikatan antara leukosit dan
endotel pembuluh darah. Ikatan tersebut menyebabkan kerusakan sawar darah
retina, serta trombosis dan oklusi kapiler retina. Keseluruhan jalur tersebut
menimbulkan gangguan sirkulasi, hipoksia, dan inflamasi pada retina. Hipoksia
menyebabkan ekspresi faktor angiogenik yang berlebihan sehingga merangsang
pembentukan pembuluh darah baru yang memiliki kelemahan pada membran
basalisnya, defisiensi taut kedap antarsel endotelnya, dan kekurangan jumlah
perisit. Akibatnya, terjadi kebocoran protein plasma dan perdarahan di dalam
retina dan vitreous. (Ratna Sitompul, 2011).
Selain itu hipoksia juga menyebabkan mempercepat timbulnya kebocoran,
neovaskularisasi dan mikroaneurisma yang baru. Akibat hipoksi timbul eksudat
lunak yang disebut cotton wool patch, yang merupakan bercak nekrose. (Nana,
1993)
Manifestasi Klinis :
Pada tahap awal retinopati diabetik, pasien umumnya asimtomatik; namun
pada tahap yang lebih maju dari penyakit, pasien mungkin mengalami gejala yang
meliputi floaters, penglihatan kabur, distorsi, dan hilangnya ketajaman visual
progresif. (Bhavsar, 2014)
Tanda - tanda retinopati diabetes meliputi berikut ini:
 Microaneurisma:
Tanda klinis awal retinopati diabetes. Mikroaneurisma, merupakan
penonjolan dinding kapiler karena hilangnya perisit terutama pembuluh
darah vena dengan bentuk berupa bintik merah kecil yang terletak dekat
pembuluh darah terutama polus anterior dan pada lapisan retina
superfisial. Karena terkadang pembuluh darah ini terlihat sangat kecil
maka untuk melihat ada atau tidaknya dapat dilakukan dengan bantuan

16
angiografi fluoresein. Perdarahan dapat dalam bentuk titik garis dan
bercak yang biasanya terletak dekat mikroaneurisma di polus posterior.
Bentuk perdarahan ini memberikan gambaran bagi prognosis penyakit,
dimana perdarahan yang luas akan memberikan prognosis lebih buruk
dibandingkan perdarahan kecil.
 Dot dan blot pendarahan:
Muncul mirip dengan mikroaneurisma jika bentuk kecil. Dot dan blot
perdarahan ini terjadi sebagai mikroaneurisma pecah di lapisan retina yang
lebih dalam, seperti dalam lapisan plexiform dalam dan luar. Api
berbentuk perdarahan: perdarahan Splinter yang terjadi pada lapisan serat
saraf yang lebih dangkal.
 Edema retina dan Hard Eksudat: Disebabkan oleh kerusakan sawar darah-
retina, memungkinkan kebocoran protein serum, lipid, dan protein dari
pembuluh darah. Hard eksudat, merupakan infiltrasi lipid ke dalam retina.
Gambarannya yaitu bentuk iregular dan kekuning – kuningan. Eksudat ini
dapat muncul dan hilang dalam beberapa mimggu. Pada mulanya tampak
pada gambaran angiografi flurosein sebagai kebocoran fluoresein diluar
pembuluh darah. Kelainan ini terutama terdiri atas bahan – bahan lipid dan
terutama banyak ditemukan pada keadaan hiperlipoproteinemia.

Gambar.3. Hard Eksudat dan Hemorrhaging

17
 Cotton-wool spots: lapisan serat saraf infark dari oklusi arteriol prekapiler;
mereka sering dibatasi oleh mikroaneurisma dan hiperpermeabilitas
vaskular Soft eksudat, sering disebut cotton wool patches. Pada
pemeriksaan oftalmoskop akan terlihat bercak berwarna kuning bersifat
difus dan berwarna putih.
 Venous Loop dan Venous Beading: sering terjadi berdekatan dengan daerah
nonperfusion. Keadaan ini mencerminkan peningkatan iskemia retina, dan
terjadinya kedaan tersebut adalah prediktor yang paling signifikan dari
pengembangan menjadi proliferatif retinopati diabetik (PDR).
 Pembuluh darah baru (Neovaskular). Neovaskularisasi ini terjadi akibat
proliferasi sel endotel pembuluh darah. Tampak sebagai pembuluh yang
berkelok – kelok dalam kelompok – kelompok dan bentuknya iregular.
 Edema makula: Penyebab Terkemuka tunanetra pada pasien dengan
diabetes

Gambar.4. Cotton-wool spots dan Neovascularisasi

Retinopati diabetik nonproliferative :


 Mild: Ditandai dengan kehadiran minimal 1 microaneurysm.
 Moderat: Termasuk adanya perdarahan, mikroaneurisma, dan hard
eksudat.

18
 Berat (4-2-1): Ditandai dengan perdarahan dan mikroaneurisma di 4
kuadran, dengan manik-manik vena dalam setidaknya 2 kuadran dan
kelainan mikrovaskuler intraretinal dalam setidaknya 1 kuadran.
Retinopati diabetik proliferatif :
 Neovaskularisasi: Hallmark of PDR
 Perdarahan Preretinal: Tampil sebagai kantong darah dalam ruang
potensial antara retina dan wajah posterior hyaloid; sebagai kolam darah
dalam ruang ini, perdarahan mungkin muncul berbentuk perahu
 Perdarahan ke dalam vitreous: Dapat muncul sebagai kabut difus atau
sebagai gumpalan bekuan darah di dalam gel
 Fibrovascular proliferasi jaringan: Biasanya terlihat terkait dengan
kompleks neovascular.
 Traksi ablasio retina: Biasanya muncul tented up, bergerak, dan cekung
 edema makula
Klasifikasi
Retinopati diabetik merupakan komplikasi umum dari diabetes yang
mempengaruhi pembuluh darah kecil di lapisan belakang mata, Lapisan ini
disebut retina. Retina membantu untuk mengubah apa yang mata lihat ke dalam
pesan yang berjalan di sepanjang pemandangan saraf ke otak. Sebuah retina yang
sehat diperlukan untuk penglihatan yang baik. Retinopati diabetik dapat
menyebabkan pembuluh darah di retina bocor atau tersumbat dan merusak
penglihatan. Pada tahap awal, diabetic retinopathy tidak akan mempengaruhi
penglihatan, tetapi jika perubahan bertambah buruk, akhirnya penglihatan itu
akan terpengaruh.
Retinopati diabetik dapat di bagi menjadi : (Riordan-Eva, 2009)
 Retinopati Non Proliferatif
Retinopati diabetik non proliferatif merupakan bentuk paling
umum dari retinopati, terdapat adanya penebalan membran endotel kapiler
di retina dan berbentuk kantong. Retinopati nonproliferative dapat
berkembang melalui tiga tahap (ringan, sedang, dan berat), yang karena

19
semakin banyak pembuluh darah menjadi tersumbat. (American Diabetes
Association, 2013).
Retinopati diabetik adalah suatu mikroangiopati progressif yang
ditandai oleh kerusakan dan sumbatan – sumbatan pembuluh – pembuluh
kecil. Kelainan patologik yang paling dini berupa penebalan membran
basal endotel kapiler dan berkurangnya jumlah perisit. Kapiler membentuk
kantung – kantung kecil menonjol seperti titik – titik yang disebut
mikroaneurisma. Perdarahan akan berbentuk nyala api karena lokasinya
berada di dalam lapisan sel saraf yang berorientasi horizontal. Retinopati
nonproliferatif ringan ditandai dengan sedikitnya satu mikroaneurisma.
Pada retinopati nonproliferatif sedang terdapat mikroaneurisma luas,
perdarahan intraretina, gambaran manik – manik pada vena (venous
beading), dan/atau terdapat bercak – bercak cotton wool. Retinopati
nonproliperatif berat ditandai oleh bercak – bercak cotton wool, gambaran
manik – manik pada vena dan kelainan mikrovaskular intraretina (IRMA).
Stadium ini terdiagnosis dengan ditemukannya perdarahan intraretina di
empat kuadran, gambarn manik – manik vena di dua kuadran, atau
kelainan mirovaskular intraretina berat di satu kuadran. (Riordan-Eva,
2009)
 Makulopati :
Edema makula diabetes terjadi di mana pembuluh darah retina
bocor dan dapat mempengaruhi bagian dari retina yang disebut makula.
Jika terjadi kebocoran cairan dan mempengaruhi pusat makula, maka akan
mempengaruhi penglihatan seseorang. Keadaan ini menyebabkan
perubahan mata lebih umum. Makulopati diabetik bermanifestasi sebagai
penebalan atau edema retina setempat atau difus, yang terutama
disebabkan karena kerusakan sawar darah retina pada tingkat endotel
kapiler retina yang menyebabkan terjadinya kebocoran cairan dan
konstituen plasma ke retina sekitarnya. Makulopati lebih sering ditemui
pada pasien diabetes tipe II dan memerlukan penanganan segera setelah
kelainannya bermakna secara klinis, yang ditandai dengan penebalan
retina sembarang pada jarak 500 mikron dari fovea yang berkaitan dengan

20
penebalan retina , atau penebalan retina yang ukurannya melebihi satu
diameter diskus dan terletak pada jarak satu diameter diskus dari fovea.
Selain itu, makulopati juga dapat disebabkan karena iskemia yang ditandai
dengan edema makula,perdarahan dalam, dan sedikit eksudasi.
 Retinopati Proliferatif
Pada beberapa orang, retinopati diabetik berkembang setelah
beberapa tahun ke bentuk yang lebih serius yang disebut retinopati
proliferatif. Dalam bentuk ini, pembuluh darah sangat rusak dan terjadi
iskemia retina. Sebagai kompensasi, pembuluh darah baru mulai tumbuh
di retina. Pembuluh darah baru tersebut lemah dan dapat terjadi kebocoran
cairan, sehingga menghalangi penglihatan, yang dapat menyebabkan
terjadinya suatu kondisi yang disebut perdarahan vitreous. Pembuluh
darah baru juga dapat menyebabkan jaringan parut untuk tumbuh. Setelah
jaringan parut menyusut, dapat mendistorsi retina atau menariknya keluar
dari tempatnya, sehingga akan terjadi suatu kondisi yang disebut ablasi
retina. (American Diabetes Association, 2013)
Retinopati diabetik proliferatif merupakan komplikasi mata yang
paling berat pada diabetes melitus. Iskemia retina yang progresif akan
merangsang pembentukan pembuluh – pembuluh halus baru yang
menyebabkan kebocoran protein – protein serum dalam jumlah besar.
Retinopati diabetik proliferatif gejala awal ditandai oleh adanya pembuluh
– pembuluh baru pada diskus optikus (NVD) atau dibagian retina manapun
(NVE). Ciri yang berisiko tinggi ditandai oleh pembuluh darah baru pada
diskus optikus yang meluas lebih dari sepertiga diameter diskus,
sembarang pembuluh darah baru pada diskus optikus yang disertai
perdarahan vitreus, atau pembuluh darah baru di bagian retina manapun
yang besarnya lebih dari setengah diameters diskus dan disertai perdarahan
vitreus. Pembuluh – pembuluh darah yang baru tersebut berproliferasi ke
permukaan posterior vitreus dan akan menimbul saat vitreus mulai
berkontraksi menjauhi retina. Jika pembuluh tersebut berdarah maka
perdarahan vitreus yang masif dapat menyebabkan penurunan penglihatan
mendadak.

21
Retinopati proliferatif berkembang 50% pada pasien diabetes tipe I
dalam 15 tahun sejak onset penyakit sistemiknya. Retinopati proliferatif
jarang ditemukan pada pasien diabetes tipe II, namun karena jumlah
pasien diabetes tipe II lebih banyak, pasien retinopati proliferatif lebih
banyak yang menderita diabetes tipe II dibandingkan tipe I.

Gambar. 5.Gambaran retina normal dan retinopati

Gambar. 6.Retinopati Diabetik

22
Diagnosis :
Deteksi dini retinopati DM di pelayanan kesehatan primer dilakukan
melalui pemeriksaan funduskopi direk dan indirek. Dengan fundus photography
dapat dilakukan dokumentasi kelainan retina.(Ratna Sitompul, 2011).
Metode diagnostik terkini yang disetujui oleh American Academy of
Ophthalmology (AAO) adalah fundus photography. Keunggulan pemeriksaan
tersebut adalah mudah dilaksanakan, interpretasi dapat dilakukan oleh dokter
umum terlatih sehingga mampu laksana di pelayanan kesehatan primer.
Selanjutnya, retinopati DM dikelompokkan sesuai dengan standar Early
Treatment Diabetic Retinopathy Study (ETDRS) yang tampak pada Tabel 1.14 Di
pelayanan primer pemeriksaan fundus photography berperanan sebagai
pemeriksaan penapis. Apabila pada pemeriksaan ditemukan edema makula,
retinopati DM nonproliferatif derajat berat dan retinopati DM proliferatif maka
harus dilanjutkan dengan pemeriksaan mata lengkap oleh dokter spesialis mata.
(American Diabetic Association, 2010).
Pemeriksaan mata lengkap oleh dokter spesialis mata terdiri dari
pemeriksaan visus, tekanan bola mata, slit-lamp biomicroscopy, gonioskop,
funduskopi dan stereoscopic fundus photography dengan pemberian midriatikum
sebelum pemeriksaan. Pemeriksaan dapat dilanjutkan dengan optical coherence
tomography (OCT) dan ocular ultrasonography bila perlu. OCT memberikan
gambaran penampang aksial untuk menemukan kelainan yang sulit terdeteksi oleh
pemeriksaan lain dan menilai edema makula serta responsnya terhadap terapi.
Ocular ultrasonography bermanfaat untuk evaluasi retina bila visualisasinya
terhalang oleh perdarahan vitreous atau kekeruhan media refraksi. (Ratna
Sitompul, 2011)

23
Tabel 1. Sistem Klasifikasi Retinopati DM Berdasarkan ETDRS (Ratna Sitompul,
2011))
Klasifikasi Retinopati Diabetik Tanda Pada Pemeriksaan Mata
Derajat 1 Tidak terdapat retinopati
Derajat 2 Hanya terdapat mikroaneurisma
Derajat 3 Retinopati DM non-proliferatif derajat
ringan - sedang yang ditandai oleh
mikroaneurisma dan satu atau lebih
tanda: • Venous loops
• Perdarahan
• Hard exudate
 Soft exudates
 Intraretinal microvascular
abnormalities (IRMA)
 Venous beading
Derajat 4 Retinopati DM non-proliferatif derajat
sedang-berat yang ditandai oleh:
• Perdarahan derajat sedang-berat
• Mikroaneurisma
• IRMA
Derajat 5 Retinopati DM proliferatif yang
ditandai oleh neovaskularisasi dan
perdarahan vitreous.

Klasifikasi retinopati diabetes menurut Bagian Mata Fakultas Kedokteran


Universitas Indonesia/Rumah Sakit Dr.Cipto Mangunkusumo, yaitu :
 Derajat I. Terdapat mikroaneurisma dengan atau tanpa eksudat lemak pada
fundus okuli.
 Derajat II. Terdapat mikroaneurisma, perdarahan bintik dan bercak dengan
atau tanpa eksudat lemak pada fundus okuli.
 Derajat III. Terdapat mikroaneurisma, perdarahan bintik dan bercak,
terdapat neovaskularisasi dan proliferasi pada fundus okuli.

24
Jika fundus pada mata kiri tidak sama beratnya dengan mata kanan maka
digolongkan pada derajat yang lebih berat.
Pemeriksaan :
Pemeriksaan Funduskopi Direk :
Pemeriksaan funduskopi direk bermanfaat untuk menilai saraf optik,
retina, makula dan pembuluh darah di kutub posterior mata. Sebelum pemeriksaan
dilakukan, pasien diminta untuk melepaskan kaca mata atau lensa kontak,
kemudian mata yang akan diperiksa ditetesi midriatikum. Pemeriksa harus
menyampaikan kepada pasien bahwa ia akan merasa silau dan kurang nyaman
setelah ditetesi obat tersebut. Risiko glaukoma akut sudut tertutup merupakan
kontraindikasi pemberian midriatikum. Pemeriksaan funduskopi direk dilakukan
di ruangan yang cukup gelap. Pasien duduk berhadapan sama tinggi dengan
pemeriksa dan diminta untuk memakukan (fiksasi) pandangannya pada satu titik
jauh. Pemeriksa kemudian mengatur oftalmoskop pada 0 dioptri dan ukuran
apertur yang sesuai. Mata kanan pasien diperiksa dengan mata kanan pemeriksa
dan oftalmoskop dipegang di tangan kanan. Mula-mula pemeriksaan dilakukan
pada jarak 50 cm untuk menilai refleks retina yang berwarna merah jingga dan
koroid. Selanjutnya, pemeriksaan dilakukan pada jarak 2-3 cm dengan mengikuti
pembuluh darah ke arah medial untuk menilai tampilan tepi dan warna diskus
optik, dan melihat cup-disc ratio. Diskus optik yang normal berbatas tegas, disc
berwarna merah muda dengan cup berwarna kuning, sedangkan cup-disc ratio
<0,3. Pasien lalu diminta melihat ke delapan arah mata angin untuk menilai retina.
Mikroaneurisma, eksudat, perdarahan, dan neovaskularisasi merupakan tanda
utama retinopati DM. Terakhir, pasien diminta melihat langsung ke cahaya
oftalmoskop agar pemeriksa dapat menilai makula. Edema makula dan eksudat
adalah tanda khas makulopati diabetikum. (Ratna Sitompul, 2011)
Pencitraan :
 Optical coherence tomography merupakan modalitas pencitraan sayat-
lintang lanjut yang digunakan untuk mengamati dan menilai struktur
intraokular. OCT adalah teknik pencitraan diagnostik medis yang
memanfaatkan fotonik (photonics) dan serat optik untuk mendapatkan
gambar dan karakterisasi jaringan mata. Alat ini tidak kontak langsung

25
dengan bola mata sehingga dapat mengurangi efek samping yang
merugikan mata. (Riordan-Eva, 2009)
 Angiografi Fluoresein.
Kemampuan fotografi bayanngan fundus dapat sangat ditingkatkan
dengan fuoresein, merupakan suatu pewarna yang molekul – molekulnya
memancarkan cahaya hijau bila dirangsang dengan cahaya biru. Bila
difoto, pewarna ini akan menonjolkan secara detil gambaran vaskularisasi
dan anatomi fundus. Angiografi fluoresein sudah menjadi keharusan
untukdiagnosis dan evaluasi pada banyak keadaan retina. Karena dapat
menggambarkan daerah abnormal denga baik maka teknik pencitraan ini
merupakan pemandu penting untuk perencanaan pengobatan penyakit
vaskular retina.
Angiografi fluoresin bermanfaat untuk menentukan kelainan
mikrovaskular pada retinopati diabetik. Defek pengisian yang besar pada
jalinan kapiler –non perfusi kapiler- akan menunjukkan luas iskemia retina
dan biasanya lebih jelas pada daerah mid perifer. Kebocoran fluoresein
yang disertai dengan edema retina akan memberikan gambaran petaloid
edema makula kistoid atau mungkin gambaran difus. Pemeriksaan ini
dapat membantu menentukan prognosis serta luas dan penempatan terapi
laser. Mata dengan edema makula dan iskemia yang bermakna mempunyai
prognosis penglihatan yang lebih buruk baik dengan atau tanpa terapi laser
dibandingkan mata edema dengan perfusi yang relatif. (Riordan-Eva,
2009)
Skrinning :
Deteksi dan terapi retinopati diabetik sejak dini penting dilakukan.
Kelainan – kelainan yang mudah terdeteksi timbul sebelum penglihatan
terganggu. Skrinning retinopati diabetik harus dilakukan dalam 3 tahun sejak
diagnosis diabetes tipe I, pada saat diagnosis diabetes tipe II, dan selanjtnya
setahun sekali pada keduanya. Metode skrinning yang efektif dan sensitif
digunakan ialah dengan fotografi fundus digital. Midriasis diperlukan untuk
mendapatkan foto yang berkualitas baik, terutama bila terdapat katarak.

26
Retinopati diabetk dapat berkembang cepat selama masa kehamilan. Setiap
wanita diabetes yang hamil harus diperiksa oleh seorang oftalmolog atau
dilakukan pemeriksaan fotografi fundus digital pada trimester pertama dan
sedikitnya setiap 3 bulan sampai waktu persalinan.
Komplikasi :
Retinopati diabetik melibatkan pertumbuhan abnormal pembuluh darah di retina.
Komplikasi dapat menyebabkan masalah penglihatan yang serius:
 Perdarahan vitreous. Pembuluh darah baru dapat berdarah ke dalam badan
kaca, jelly-seperti substansi yang mengisi bagian tengah mata. Jika jumlah
perdarahan kecil, mungkin hanya melihat beberapa bintik-bintik gelap atau
floaters. Dalam kasus yang lebih parah, darah dapat mengisi rongga
vitreous dan benar-benar memblokir penglihatan. Perdarahan vitreous
dengan sendirinya biasanya tidak menyebabkan kehilangan penglihatan
permanen. Darah sering membersihkan dari mata dalam beberapa minggu
atau bulan.
 Ablasio retina. Pembuluh darah yang abnormal terkait dengan retinopati
diabetik merangsang pertumbuhan jaringan parut, yang dapat menarik
retina menjauh dari belakang mata. Hal ini dapat menyebabkan bintik-
bintik mengambang dalam penglihatan, kilatan cahaya atau kehilangan
penglihatan berat.
 Glaukoma. Pembuluh darah baru dapat tumbuh di bagian depan mata dan
mengganggu aliran normal cairan dari mata, menyebabkan tekanan dalam
mata meningkat (glaukoma). Tekanan ini dapat merusak saraf yang
membawa gambar dari mata ke otak (saraf optik)
 Kebutaan. Akhirnya, retinopati diabetes, glaukoma atau keduanya dapat
menyebabkan kehilangan penglihatan.
Penatalaksanaan :
Tata laksana retinopati DM dilakukan berdasarkan tingkat keparahan
penyakit. Progresivitas retinopati terutama dicegah dengan melakukan
pengendalian yang baik terhadap hiperglikemia, hipertensi sistemik dan
hiperkolesterolemia. Sejauh ini belum ada pengobatan yang spesifik dan efektif
untuk mencegah perkembangan retinopati diabetik.

27
Pada kasus ringan, pengobatan untuk retinopati diabetik tidak diperlukan.
Pemeriksaan mata secara teratur sangat penting untuk memantau perkembangan
penyakit. Kontrol ketat gula darah dan tingkat tekanan darah dapat sangat
mengurangi atau mencegah retinopati diabetik. Dalam kasus yang lebih berat,
pengobatan dianjurkan untuk menghentikan kerusakan retinopati diabetik,
mencegah kehilangan penglihatan, dan berpotensi mengembalikan penglihatan.
Pencegahan :
Insidensi retinopati diabetik tergantung pada durasi menderita diabetes
melitus dan pengendaliannya. Harus dilakukan pengontrolan terhadap gula darah ,
selain itu juga dilakukan pemantauan terhadap tekanan darah, masalah jantung,
obesitas dan lainnya harus dikendalikan dan diperhatikan.
Pilihan pengobatan termasuk: (Gardner, 2014)
 Terapi anti-VEGF (Avastin, Lucentis, Eylea)
Terapi anti-VEGF melibatkan injeksi obat ke bagian belakang mata. Obat
ini merupakan antibodi yang dirancang untuk mengikat dan
menghilangkan kelebihan VEGF (faktor pertumbuhan endotel vaskular)
hadir dalam mata yang menyebabkan keadaan penyakit. FDA telah
menyetujui Lucentis untuk edema makula dan pilihan pengobatan
tambahan termasuk Avastin dan Eylea.
 Injeksi steroid intraokular
Injeksi steroid intraokular adalah pengobatan untuk edema makula
diabetes. Terapi ini membantu mengurangi jumlah kebocoran cairan ke
retina, sehingga terjadi perbaikan visual. Karena sifat kronis penyakit mata
diabetes, perawatan ini mungkin perlu diulang atau dikombinasikan
dengan terapi laser untuk mendapatkan efek maksimum.
 Terapi laser
Terapi laser sering membantu dalam mengobati retinopati diabetes. Untuk
mengurangi edema makula, laser difokuskan pada retina yang rusak untuk
menutup kebocoran pembuluh retina. Pada terapi laser fotokoagulasi,
dengan cara membuat luka bakar kecil di retina dengan laser khusus. Luka
bakar ini menutup pembuluh darah dan menghentikan mereka dari tumbuh
dan bocor. Menghasilkan bekas luka laser yang kecil yang akan

28
mengurangi pertumbuhan pembuluh darah abnormal dan membantu
obligasi retina ke bagian belakang mata sehingga mencegah ablasi retina.
Operasi laser dapat sangat mengurangi kemungkinan gangguan
penglihatan berat. Pada terapi fotokoagulasi panretinal dilakukan dengan
cara membuat ratusan luka bakar dalam pola polkadot pada dua atau tiga
kali. Panretinal fotokoagulasi ini bertujuan untuk mengurangi risiko
kebutaan dari perdarahan vitreous atau retina detachment, tetapi hanya
bekerja sebelum perdarahan atau detachment telah berkembang sangat
jauh. Pengobatan ini juga digunakan untuk beberapa jenis glaukoma.
(American Diabetes Association, 2013)
 Vitrectomy
Ketika retina sudah terlepas atau banyak darah telah bocor ke mata,
maka terapi laser fotokoagulasi tidak lagi berguna. Pilihan berikutnya
adalah vitrectomy. Vitrectomy adalah operasi untuk mengeluarkan jaringan
parut dan cairan berawan dari dalam mata. Semakin dini operasi terjadi,
semakin besar kemungkinan itu adalah untuk menjadi berhasil. Tujuan dari
operasi ini adalah untuk menghilangkan darah dari mata, biasanya bekerja.
Melekatkan kembali retina ke mata jauh lebih sulit dan bekerja hanya
sekitar setengah kasus. (American diabetes Association, 2013)
Vitrektomi dapat membersihkan vitreus dan mengatasi traksi
vitreoretina. Vitrektomi dini diindikasikan untuk diabetes tipe I dengan
perdarahan vitreus luas dan proliferasi aktif yang berat dan kapanpun
penglihatan mata sebelahnya menjadi buruk. Jika tidak terdapat indikasi
seperti diatas maka vitrektomi dapat ditunda sampai setahun karena
perdarahan vitreus akan bersih secara spontan pada 20% mata. Vitrektomi
pada retinopati diabetik proliferatif dengan perdarahan vitreus minimal
hanya bermanfaat untuk mata yang sebelumnya sudah dilakukan
fotokoagulasi laser pan-retinadan memiliki pembuluh – pembuluh darah
baru yang telah mengalami fibrosis. (Riordan-Eva,2009)
Vitrectomy dapat direkomendasikan untuk retinopati diabetik
proliferatif . Selama prosedur bedah mikro ini yang dilakukan di ruang
operasi, vitreous darah-diisi dihapus dan diganti dengan solusi yang jelas.

29
Dokter mata mungkin menunggu beberapa bulan sampai satu tahun untuk
melihat apakah darah akan jelas/hilang dengan sendirinya sebelum
dilakukan operasi. Selain vitrectomy , perbaikan retina mungkin
diperlukan jika jaringan parut telah terpisah retina dari bagian belakang
mata. Kehilangan penglihatan berat atau bahkan kebutaan dapat terjadi
jika operasi tidak dilakukan untuk menempelkan kembali retina (Gardner,
2014)

Terapi pada mata tergantung dari lokasi dan keparahan retinopatinya.


Pengobatan untuk pasien retinopati diabetik non proliferatif tanpa edema makula
yaitu dengan pengobatan terhadap hiperglikemia dan penyakit sistemik lainnya.
Pada pasien, mata dengan edema makula diabetik yang belum bermakna klinis
dilakukan pemantauan secara ketat tanpa dilakukan terapi laser. Sedangkan
dilakukan terapi laser argon focal terhadap titik – titik kebocoran retina pada
pasien yang secara klinis menunjukkan edema bermakna yang dapat memperkecil
risiko penurunan penglihatan dan mmeningkatkan fungsi penglihatan. (Riordan-
Eva, 2009) .
Penatalaksanaan retinopati diabetik dibuat berdasarkan pada tingkat
kelainan penyakitnya. Salah satu cara adalah dengan menggunakan terapi
fotokoagulasi laser. Fotokoagulasi laser telah memberikan hasil yang baik pada
retinopati diabetik yang disertai clinically significant macular edema (CSME),
neovaskularisasi pada retina dan pada penderita dengan resiko tinggi proliferative
disease. Dengan fotokoagulasi laser, progesifitas retinopati diabetic dapat
diturunkan secara efektif yaitu sekitar 90%, sehingga kehilangan tajam
penglihatan yang berat dapat dihindari. Terdapat tiga metode fotokoagulasi laser
pada retinopati diabetik. Pertama adalah Scatter (panretinal) yang dapat
memperlambat perkembangan serta meregresi neovaskularisasi pada diskus
optikus dan permukaan retina. Kedua ,fotokoagulasi fokal yang ditujukan
langsung pada kebocoran di fundus posterior retina untuk mengurangi edema
makula. Ketiga adalah fotokoagulasi grid, yang ditujukan pada daerah edema
yang terjadi akibat kebocoran kapiler yang difus. (Tappang, 2014)

30
Retinopati DM nonproliferatif derajat ringan hanya perlu dievaluasi setahun
sekali. Penderita retinopati DM nonproliferatif derajat ringan-sedang tanpa edema
makula yang nyata 4 – 6 bulan. Penderita retinopati DM nonproliferatif derajat
berat dianjurkan untuk menjalani pemeriksaan rutin setiap 6-12 bulan. Retinopati
DM nonproliferatif derajat ringan-sedang dengan edema makula signifikan
merupakan indikasi laser photocoagulation untuk mencegah perburukan. Setelah
dilakukan laser photocoagulation, penderita perlu dievaluasi setiap 2-4 bulan tuk
menjalani panretinal laser photocoagulation, terutama apabila kelainan berisiko
tinggi untuk berkembang menjadi retinopati DM proliferatif. Penderita harus
dievaluasi setiap 3-4 bulan pasca tindakan. Panretinal laser photocoagulation
harus segera dilakukan pada penderita retinopati DM proliferatif. (Ratna
Sitompul, 2011)
Untuk retinopati diabetik proliferatif biasanya diindikasikan pengobatan
dengan fotokoagulasi pan-retina (PRP). Dengan merangsang regresi pembuluh –
pembuluh baru, fotokoagulasi pan-retina (PRP) dapat menurunkan insidensi
gangguan penglihatan berat akibat retinopati diabetik proliferatif hingga 50%.
Kemungkinan fotokoagulasi pan-retina laser argon bekerja dengan mengurangi
stimulus angiogenik dari retinayang mengalami iskemik. Tekniknya berupa
pembentukan luka –luka bakar laser dalam jumlah sampai ribuan yang tersebar
berjarak teratur di seluruh retina, tidak mengenai bagian sentral yang dibatasi oleh
diskus dan pembuluh vaskular temporal utama.(Riordan-Eva, 2009) Apabila
terjadi retinopati DM proliferatif disertai edema makula signifikan, maka
kombinasi focal dan panretinal laser photocoagulation menjadi terapi pilihan.
(Ratna Sitompul, 2011)
Prognosis
Pada mata yang mengalami edema makular dan iskemik yang bermakna akan
memiliki prognosa yang buruk dengan atau tanpa terapi laser, dibandingkan mata
denga edema dan perfusi yang relatif baik. (Riordan-Eva, 2009)

31
BAB III
ANALISA KASUS

Subyektif (S)
Pasien wanita, Ny.K, berusia 73 tahun datang ke Poli Mata RSPAD Gatot
Soebroto Jakarta, dengan keluhan penglihatan mata kiri buram secara perlahan
sejak 6 bulan terakhir dan tidak disertai dengan mata merah.. Dari keluhan utama
pasien ini dapat diketahui bahwa kelainan pada pasien termasuk dalam kelompok
penyakit mata tenang dengan penurunan visus perlahan. Karena pada pasien tidak
didapatkan keluhan mata merah dan penurunan visus secara mendadak. Dari
keluhan utama pada pasien dapat diambil hipotesis awal berupa penyakit karena
kelainan refraksi, katarak, glaukoma dan kelainan pada retina dan makula.
Pasien juga mengatakan mata kanan mengalami keluhan serupa namun
tidak seberat mata kiri. Keluhan pasien bertambah buram sejak 2 bulan terakhir
terutama pada mata kirinya. Penglihatan buram pada pasien digambarkan seperti
ada yang menghalangi pada bagian tengah mata. Keluhan penglihatan seperti ada
benda yang berterbangan mengikuti arah gerak mata atau berasap atau berkabut
maupun mata terasa silau jika terkena cahaya disangkal oleh pasien. Keluhan
seperti pasien sering menabrak ketika berjalan juga disangkal.Pasien juga
menyangkal adanya nyeri, mata merah dan sakit pada mata. Dari riwayat penyakit
sekarang pada pasien dapat diketahui bahwa hipotesis awal berupa kelainan
refraksi, katarak dan glaukoma tidak ditemukan.
Pada riwayat penyakit pasien, diketahui bahwa pasien mempunyai riwayat
diabetes melitus sejak berusia 40 tahun dan pasien juga mempunyai riwayat
hipertensi sejak 10 tahun yang lalu dengan hipertensi terkontrol. Hal tersebut
mengarahkan ke hipotesis gangguan pada retina akibat diabetes melitus yaitu
retinopati diabetikum.
Pasien mengatakan bahwa dia 3 minggu yang lalu melakukan operasi
katarak pada mata kanannya. Namun sampai saat ini penglihatan pasien masih
buram. Dan ± 2 tahun yang lalu pasien dioperasi katarak pada mata kirinya,
namun penglihatan sampai saat ini masih buram.

32
Objektif (O)
Pada pemeriksaan fisik ditemukan, pada mata kanan (OD) visus 0,6 f,
mata kiri (OS) 0,2 f. Pada retinopati diabetikum terdapat kerusakan sumbatan –
sumbatan pembuluh – pembuluh darah kecil. Pada stadium awal (retinopati
nonprliferatif) dapat ditemukan pembuluh darah baru yang berlubang – lubang
dan pembuluh darah baru tersebut lebih rapuh sehingga jika terjadi perdarahan
pada retina maka akan mengakibatkan ganggguan pada penglihatan. Pembuluh
darah yang rusak dari retinopati diabetik dapat menyebabkan kehilangan
penglihatan dalam dua cara yaitu Fragile, pembuluh darah abnormal dapat
mengembangkan dan terjadi kebocoran pembuluh darah ke pusat mata yang
nantinya dapat menyebabkan gangguan pada penglihatan berupa penglihatan
buram. Kebocoran cairan ini dapat ke tengah makula, dimana makula merupakan
bagian dari mata yang sangat berpengaruh terhadap tajam penglihatan. Cairan
tersebut dapat membuat makula membengkak dan mengaburkan penglihatan.
Kondisi ini disebut edema makula.
Dari pemeriksaan funduskopi didapatkan refleks fundus (+), bentuk papil
bulat dengan batas tegas dan berwarna kuning kemerahan, C/D ratio 0.3, A/V
ratio 1:3, Perdarahan (+), Eksudat(+). Pada pasien ini didapatkan adanya
mikroaneurisma dan eksudat yang merupakan tanda pada retinopati diabetikum
non proliferatif. Pada retinopati dibetikum didapatkan adanya mikroaneurisma,
eksudat, cotton wool spot, ditemukan intraretinal microvascular abnormal
(IRMA). Hal tersebut menunjukkan adanya pembuluh darah retina yang abnormal
berupa, bentuknya yg tipis, dilatasi dari pembuluh darah balik retina yang
iregullar dan berkelok – kelok menunjukkan prognosis penyakit menjadi lebih
buruk

Assesment (A)
Retinopati Diabetikum Non Proliferatif (NPDR) ODS
Pseudofakia ODS

33
Planning(P)
 Pemeriksaan Penunjang :
o Pemeriksaan Foto Fundus digital
o Pemeriksaan Angiografi fluoresein
o Pemeriksaan Optical Coherence Tomography
o Pemeriksaan Ocular Ultrasonography
o Pemeriksaan Laboratorium Darah :
 Pemeriksaan Gula Darah
o Pemeriksaan EKG dan konsultasi ke departemen Jantung
 Penatalaksanaan :
o Non Farmakologi :
 Edukasi ke pasien mengenai penyakit retinopati diabetik
baik faktor risiko, pencegahan sampai prognosis
 Meminta pasien untuk mengontrol gula darah dan tekanan
darah yang bertujuan untuk mengurangi progresifitas
penyakit dengan menggunakan obat – obatan dan faktor
lifestyle dan disarankan agar pasien juga kontrol ke dokter
bagian ilmu penyakit dalam

Prognosis :
Okuli Dekstra Okuli Sinistra
Ad Vitam : Dubia ad bonam Dubia ad bonam
Ad Fungsitionam : Dubia ad malam Dubia ad malam
Ad Sanationam : Dubia ad malam Dubia ad malam

34
DAFTAR PUSTAKA

American Diabetes Association. 2010. Standards of medical care in diabetes -


2010. Diabetes Care.
American Diabetes Association. 2013. Eye Complications. http://
http://www.diabetes.org/living-with-diabetes/complications/eye-
complications/. [diakses pada tanggal 10 November 2014]
American Optometri Association. 2014. Diabetic Retinophaty
http://www.aoa.org/patients-and-public/eye-and-vision-problems/glossary-
of-eye-and-vision-conditions/diabetic-retinopathy?sso=y . [diakses pada
tanggal 9 November 2014]
Arthur C. Guyton. John E.Hall. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Ed.11.
Jakarta : EGC
Bhavsar, A.R. 2014. Diabetic Retinophaty.
http://emedicine.medscape.com/article/1225122-overview. [diakses pada
tanggal 9 November 2014]
Dillak, R.Y., Harjoko, A. 2011. Klasifikasi Fase Retinopati Diabetes
Menggunakan Backpropagation Neural Network. IJEIS, Vol.1, No.2, October
2011, pp. 89~100 ISSN: 2088-3714. http://journal.ugm.ac.id
/IJEIS/article/view/1966/1971. [Diakses pada tanggal 9 November 2014]
Gardner, T W. 2014. Diabetic Retinophaty. http://www.kellogg.umich.edu/patientcare/
conditions/diabetic.retinopathy.html. [diakses pada tanggal 9 November 2014]
Ilyas, Sidarta. 2013. Ilmu Penyakit Mata, Edisi ke Empat. Jakarta : FKUI
Lauralee, Sherwood. 2001. Fisiologi Manusia : dari sel ke sistem,Ed 2. Jakarta :
EGC
Martiningsih, W.R., et al. 2008. Penurunan contrast sensitivity pada retinopati
diabetika Nonproliferatif diabetes mellitus tipe 2 dibanding non Diabetes
mellitus. jurnal.unimus.ac.id/index.php/psn12012010/.../96. [ diakses pada
tanggal 9 November 2014]

35
Mayo Clinic Staff. 2012. Diseases And Condition Diabetic Retinophaty.
http://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/diabetic-retinopathy/basics/
complications/con-20023311. [diakses pada tanggal 9 November 2014]
National Eye Institute. 2012. Diabetic Retinophaty.
http://www.nei.nih.gov/health/diabetic/retinopathy.asp. [diakses pada
tanggal 9 November 2014]
Riordan-Eva. P., Whitcher. J.P. 2009. Vaughan & Asbury’s General Opthalmology,
Edisi 17. Jakarta: EGC
Sitompul, Ratna. 2011. Retinopati Diabetik. J Indon Med Assoc, Volum: 61,
Nomor: 8, Agustus 2011. indonesia.digitaljournals.org/index.php/.../1041
[diakses pada tanggal 2 november 2014]
Tappang, R., et al. 2014. Indikasi fotokoagulasi laser pada pasien retinopati
diabetik di balai kesehatan mata propinsi sulawesi utara periode januari –
desember 2012. ejournal.unsrat.ac.id/index.php/eclinic/article/.../312.
[diakses pada tanggal 9 November 2014]

36

Anda mungkin juga menyukai