Anda di halaman 1dari 23

PRESENTASI KASUS

Ablasio Retina Regmatogenosa OD

Disusun oleh:

Anak Agung Gede Putra Saskara

112017041

Pembimbing :

dr Donny Aldian ,Sp.M, MARS

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN MATA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
RSPAD GATOT SOEBROTO
PERIODE 19 NOVEMBER – 21 DESEMBER 2018
JAKARTA
KEPANITERAAN KLINIK
STATUS ILMU KESEHATAN MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
SMF ILMU PENYAKIT MATA
RSPAD GATOT SOEBROTO

Tanda Tangan
Nama : Anak Agung Gede Putra Saskara
NIM : 11.2017.041
Dr. Pembimbing : dr. Donny Aldian,SpM ,MARS ----------------
STATUS PASIEN
I. IDENTITAS PASIEN
NamaPasien : Tn. AS
Umur : 39 tahun
JenisKelamin : laki-laki
Agama : Islam
Pekerjaan : Pegawai Swasta
Alamat: : Jl. Rambutan, Matraman Jakarta Timur
Tanggal periksa : 6 Desember 2018

II. ANAMNESA
Anamnesa : Autoanamnesa pada tanggal 6 Desember 2018

Keluhan Utama : Kedua mata buram terutama pada mata kanan 3 bulan
SMRS

Keluhan Tambahan :-

RIWAYAT PERJALANAN PENYAKIT:

Pasien datang ke RSPAD Gatot Soebroto dengan keluhan kedua mata buram
terutama pada mata sebelah kanan sejak 3 bulan SMRS. Keluhan yang saat ini pasien
rasakan adalah pada mata kanan pandangannya seperti tertutup tirai gelap arah hidung
pasien. Pasien merasa keluhan ini mengganggu pandangannya hingga pasien sulit
bekerja. Pasien mengaku matanya tidak merah. Pasien mengaku sesekali melihat

2
bintik-bintik hitam terbang pada lapang pandangnya. Keluhan mata berat, pegal dan
mata lelah dirasakan oleh pasien, terutama di mata kanan. Pasien menyangkal melihat
kilatan cahaya atau seperti blitz kamera. Pasien juga menyangkal adanya rasa silau
atau sensitif terhadap cahaya. Pasien menyangkal bahwa mata terasa nyeri saat mata
istirahat ataupun saat mata melirik. Pasien menyangkal adanya penglihatan yang tiba-
tiba gelap dan terang kembali setelah beberapa menit. Pasien menyangkal penglihatan
turun mendadak disertai lapang pandang seperti ditutup suatu benda.

RIWAYAT PENYAKIT DAHULU

- Hipertensi : disangkal
- DM : disangkal
- Jantung : disangkal
- Trauma tumpul kepala/mata : disangkal
- Riwayat operasi intraokuler : disangkal
- Alergi : disangkal
- Rabun Jauh : sudah lama namun tidak pernah di periksakan

RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA

Tidak ada anggota keluarga yang mengalami sakit serupa dengan pasien.
Keluarga tidak ada yang memiliki penyakit diabetes melitus, hipertensi, jantung,
dan alergi.

III. PEMERIKSAAN FISIK


STATUS GENERALIS

Keadaan Umum : Tampak sakit sedang


Kesadaran : Compos mentis
Tanda – tanda vital
 Tekanan darah : tidak dilakukan pemeriksaan
 Nadi : 84x / menit
 Suhu : tidak dilakukan pemeriksaan

3
 Frekuensi nafas : 20x / menit
Kepala : normocephali
Mata : lihat status optalmologis
THT &Leher : tidak dilakukan pemeriksaan
Jantung : tidak dilakukan pemeriksaan
Paru : tidak dilakukan pemeriksaan
Abdomen : tidak dilakukan pemeriksaan
Ekstremitas : akral hangat dan tidak ada edem pada kedua
ekstremitas
STATUS OFTALMOLOGI

Visus

KETERANGAN OD OS

Tajam penglihatan 1/300 2/60

Koreksi (-) S-13.50 C-1.75 X108 ->0.3

Addisi (-) (-)

Distansia Pupil 62 mm /60 mm

Kedudukan bola mata

KETERANGAN OD OS

Eksoftamus Tidak ada Tidak ada

Endoftalmus Tidak ada Tidak ada

Deviasi Tidak ada Tidak ada

Gerakan bola mata Baik ke segala arah Baik ke segala arah

Supra silia

KETERANGAN OD OS

4
Warna Hitam Hitam

Letak Simetris Simetris

Palpebra Superior dan Inferior

KETERANGAN OD OS

Edema Tidak ada Tidak ada

Nyeri tekan Tidak ada Tidak ada

Ektropion Tidak ada Tidak ada

Entropion Tidak ada Tidak ada

Blefarospasme Tidak ada Tidak ada

Trikiasis Tidak ada Tidak ada

Sikatriks Tidak ada Tidak ada

Fissura palpebra 10 mm 10 mm

Ptosis Tidak ada Tidak ada

Hordeolum Tidak ada Tidak ada

Kalazion Tidak ada Tidak ada

Pseudoptosis Tidak ada Tidak ada

Konjungtiva Tarsalis Superior dan Inferior

KETERANGAN OD OS

Hiperemis Tidak ada Tidak ada

Folikel Tidak ada Tidak ada

Papil Tidak ada Tidak ada

Sikatriks Tidak ada Tidak ada

Anemia Tidak ada Tidak ada

Kemosis Tidak ada Tidak ada

5
Konjungtiva bulbi

KETERANGAN OD OS

Injeksi konjungtiva Tidak ada Tidak ada

Injeksi Siliar Tidak ada Tidak ada

Perdarahan
Tidak ada Tidak ada
subkonjungtiva

Pterigium Tidak ada Tidak ada

Pinguekula Tidak ada Tidak ada

Nevus Pigmentosus Tidak ada Tidak ada

Kista dermoid Tidak ada Tidak ada

Kemosis Tidak ada Tidak ada

Sistim lakrimalis

KETERANGAN OD OS

Punctum Lacrimal Terbuka Terbuka

Tes anel Tidak diperiksa Tidak diperiksa

Sklera

KETERANGAN OD OS

Warna Putih Putih

Ikterik Tidak ada Tidak ada

Kornea

KETERANGAN OD OS

Kejernihan Jernih Jernih

Permukaan Licin Licin

6
Ukuran 12 mm 12 mm

Sensibilitas Baik Baik

Infiltrat dan Dendrit Tidak ada Tidak ada

Ulkus Tidak ada Tidak ada

Perforasi Tidak ada Tidak ada

Arkus senilis Tidak ada Tidak ada

Edema Tidak ada Tidak ada

Tes Placido Tidak diperiksa Tidak diperiksa

Bilik Mata Depan

KETERANGAN OD OS

Kedalaman Dalam Dalam

Kejernihan Jernih Jernih

Hifema Tidak ada Tidak ada

Hipopion Tidak ada Tidak ada

Efek Tyndall Tidak diperiksa Tidak diperiksa

Iris

KETERANGAN OD OS

Warna Coklat Coklat

Kriptae Jelas Jelas

Bentuk Bulat Bulat

Sinekia Tidak ada Tidak ada

Koloboma Tidak ada Tidak ada

7
Pupil

KETERANGAN OD OS

Letak Di tengah Di tengah

Bentuk Bulat Bulat

Ukuran ± 5 mm ± 5 mm

Refleks cahaya langsung Negatif Positif

Refleks cahaya tidak langsung Positif Positif

Lensa

KETERANGAN OD OS

Kejernihan Jernih Jernih

Letak Di tengah Di tengah

Shadow Test Negative Negative

Badan kaca

KETERANGAN OD OS

Kejernihan Jernih Jernih

Fundus okuli

KETERANGAN OD OS

Reflex Fundus Positif Positif

Papil

- Bentuk Bulat Bulat

- Warna Jingga Jingga

- Batas Batas tidak tegas Batas tegas

8
- CD Ratio Sulit dinilai 0,3

Arteri Vena 2:3 2:3

Retina

- Edema Tidak ada Tidak ada

- Perdarahan Tidak ada Tidak ada

- Exudat Tidak ada Tidak ada

- Sikatrik Ada Tidak ada

Makula Lutea

- Reflex Fovea Negatif Positif

- Edema Sulit dinilai Sulit dinilai

Palpasi

KETERANGAN OD OS

Nyeri Tekan Tidak ada Tidak ada

Massa Tumor Tidak ada Tidak ada

Tensi Okuli Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Tonometri 6.1 mmHg 15.4 mmHg

Lapang Pandang

KETERANGAN OD OS

Tes Konfrotasi Lapang pandangan pasien tidak Lapang pandangan pasien sama
sama dengan pemeriksa dengan pemeriksa

IV. Anjuran Pemeriksaan Penunjang


- Pemeriksaan menggunakan slit lamp
- Pemeriksaan menggunakan oftalmoskop indirect
- Pemeriksaan USG mata

9
V. RESUME
Pasien datang ke RSPAD Gatot Soebroto dengan keluhan kedua mata
buram terutama pada mata sebelah kanan sejak 3 bulan SMRS. Keluhan yang
saat ini pasien rasakan adalah pada mata kanan pandangannya seperti tertutup
tirai gelap arah hidung pasien. Pada pemeriksaan mata kanan didapatkan visus
mata kanan 1/300. Pada pemeriksaan mata kiri didapatkan visus 2/60, dikoreksi
dengan S-13.50 C-1.75 X 108, visusnya menjadi 0.3. Pada kedua mata
didapatkan tidak adanya arkus senilis, lensa pada kedua mata yang jernih,
shadow test negative. Pada pemeriksaan mata kanan didapatkan batas papil
tidak tegas, CD ratio sulit dinilai, terdapat sikatrik pada retina, reflek macula
negative, lapang pandang tidak sama dengan pemeriksa.

VI. DIAGNOSA KERJA


Ablasio Retina Rhegmatogen OD
VII. DIAGNOSA BANDING
Ablasio Retina Traksi
VIII. PENATALAKSANAAN
1. Disarankan untuk menggunakan kacamata
2. Pro Virektomi OD
3. Kontrol rutin pasca operasi ke dokter spesialis mata sub vitreoretina
IX. PROGNOSIS
OD OS
Quo Ad Vitam Dubia Dubia ad bonam

Quo Ad fungsionam Dubia ad malam Dubia ad bonam

Quo Ad sanationam Dubia ad malam Dubia ad bonam

10
TINJAUAN PUSTAKA

ABLASIO RETINA

Anatomi Retina

Retina merupakan selaput yang terletak paling belakang. Retina berfungsi


sebagai tempat jatuhnya bayangan sehingga dapat melihat. Pada lapisan ini terdapat
bagian yang paling peka terhadap cahaya yaitu bintik kuning ( Fovea ). Selain itu
terdapat bintik buta, yaitu tempat keluarnya saraf mata. Pada retina tersusun kurang
lebih 125 juta sel-sel batang ( sel basilus) yang mampu menerima rangsang cahaya
tidak berwarna dan untuk melihat pada keadaan cahaya redup. Selain sel batang, pada
retina juga terdapat juga terdapat kurang lebih 7 juta sel kerucut ( sel konus ) yang
berfungsi menerima rangsang cahaya kuat dan berwarna. Sel kerucut lebih banyak
terdapat pada bagian bintik kuning ( fovea centralis). Di retina juga dijumpai daerah
yang sama sekali tidak mengandung sel batang maupun sel kerucut. Bagian ini
disebut bintik buta. Bila cahaya jatuh di daerah ini, kita tidak bisa melihat apa-apa.1

Gambar 1. Anatomi Retina

Sumber: www.google.com

Retina berbatas dengan koroid dengan sel pigmen epitel retina , dan terdiri
atas lapisan :

1. Epitelium pigmen retina, merupakan lapisan terluar dari retina. Epitel pigmen
retina terdiri dari satu lapisan sel mengandung pigmen dan terdiri atas sel-sel
silindris dengan inti di basal. Daerah basal sel melekat erat membran Bruch

11
dari koroid. Epitel pigmen ini bertanggung jawab untuk fagositosis segmen
luar fotoreseptor, transportasi vitamin, mengurangi hamburan sinar, serta
membentuk sawar selektif antara koroid dan retina.
2. Lapis fotoreseptor, merupakan lapis retina yang terdiri atas sel batang yang
mempunyai bentuk ramping dan sel kerucut.
3. Membran limitan eksterna yang merupakan membran maya.
4. Lapis nukleus luar, merupakan susunan lapis nukleus sel kerucut dan batang.
5. Lapis pleksiform luar, merupakan lapis aselular dan merupakan tempat
sinapsis sel fotoreseptor dengan sel bipolar dan sel horizontal.
6. Lapis nukleus dalam, merupakan tubuh sel bipolar, sel horizontal dan sel
muller lapis ini mendapat metabolisme dari arteri retina sentral.
7. Lapis pleksiform dalam, adalah lapis aselular dan merupakan tempat sinaps sel
bipolar, sel amakrin dengan sel ganglion.
8. Lapis sel ganglion yang merupakan lapis badan sel daripada neuron kedua.
9. Lapis serabut saraf, merupakan lapis akson sel ganglion menuju ke arah saraf
optik. Di dalam lapisan-lapisan ini terletak sebagian besar pembuluh darah
retina.
10. Membran limitan interna, merupakan membran hialin antara retina dan badan
kaca.2

12
Gambar 2. Lapisan Pada Retina
Sumber : www.google.com
Lapis fotoreseptor, membran limitan eksterna dan lapis nukleus luar
merupakan lapis avascular dan mendapat metabolisme dari kapiler koroid. 2

Permukaan luar retina sensorik bertumpuk dengan lapisan epitel berpigmen


retina sehingga juga bertumbuk dengan membrane Bruch, koroid dan sklera. Di
sebagian besar tempat, retina dan epitelium pigmen retina mudah terpisah hingga
membentuk suatu ruang subretina, seperti yang terjadi pada ablasio retina.2

Gambar 3. Lapisan Pada Retina

Sumber : www.google.com

Warna retina biasanya jingga. Pembuluh darah di dalam retina merupakan


cabang arteri oftalmika, arteri retina sentral ,asul retina melalui papil saraf optik yang
akan memberikan nutrisi pada retina dalam. Lapisan luar retina atau sel kerucut dan
sel batang mendapat nutrisi dari koroid.2

Fisiologi Retina

Retina adalah jaringan paling kompleks di mata. Untuk melihat, mata harus
berfungsi sebagai suatu alat optis, sebagai suatu reseptor kompleks, dan sebagai suatu
transducer yang efektif. Sel-sel batang dan kerucut di lapisan fotoreseptor mampu
mengubah rangsangan cahaya menjadi suatu impuls saraf yang dihantarkan oleh
lapisan serat saraf retina melalui saraf optikus dan akhirnya ke korteks penglihatan.
Makula bertanggung jawab untuk ketajaman penglihatan yang terbaik dan untuk
penglihatan warna, dan sebagian besar selnya adalah sel kerucut. Di fovea sentralis,
terdapat hubungan hampir 1:1 antara fotoreseptor kerucut, sel ganglionnya, dan serat
saraf keluar, dan hal ini menjamin penglihatan yang paling tajam. Macula terutama

13
digunakan untuk penglihatan sentral dan warna (penglihatan fotopik) sedangkan
bagian retina lainnya, yang sebagian besar terdiri dari fotoreseptor batang, digunakan
terutama untuk penglihatan perifer dan malam (skotopik).

Fotoreseptor kerucut dan batang terletak di lapisan terluar yang avaskuler pada
retina sensorik dan merupakan tempat berlangsungnya reaksi kimia yang
mencetuskan proses penglihatan. Setiap sel fotoreseptor kerucut mengandung
rodopsin, yang merupakan suatu pigmen penglihatan fotosensitif yang terbentuk
sewaktu molekul protein opsin bergabung dengan 11 -sis-retinal. Sewaktu
foton cahaya diserap oleh rodopsin, 11-sis-retinal segera mengalami isomerisasi
menjadi bentuk all-trans. Rodopsin adalah suatu glikolipid membran yang separuhnya
terbenam di lempeng membran lapis ganda pada segmen paling luar fotoreseptor.

Penglihatan skotopik seluruhnya diperantarai oleh fotoreseptor sel batang.


Pada bentuk penglihatan adaptasi gelap ini, terlihat bermacam-macam nuansa abu-
abu, tetapi warna tidak dapat dibedakan. Penglihatan siang hari terutama diperantarai
oleh fotoreseptor kerucut, jika senja hari diperantarai oleh kombinasi sel kerucut dan
batang, dan penglihatan malam oleh fotoreseptor batang.

Ablasio Retina

Defenisi

Ablasio retina (retinal detachment) adalah pemisahan retina sensorik, yakni


lapisan fotoreseptor (sel kerucut dan batang) dan epitel pigmen retina. Pada keadaan
ini sel epitel pigmen masih melekat erat dengan membran Bruch. Atau pengertian lain
mengatakan Ablasio retina adalah suatu keadaan terpisahnya sel kerucut dan sel
batang retina dari sel pigmen retina. Pada keadaan ini sel epitel masih melekat erat
dengan membrane brunch. 2,3,4

Sesungguhnya antara sel kerucut dan sel batang retina tidak terdapat suatu
perlekatan struktural dengan koroid atau pigmen epitel, sehingga merupakan titik
lemah yang potensial untuk lepas secara embriologis. 2,3,4

14
Gambar 4. Mata Yang Mengalami Ablasio Retina

Sumber : www.google.com

Klasifikasi Ablasio Retina

Ablasio retina diklasifikasikan menjadi tiga bentuk yaitu :

1. Ablasio retina regmatogenosa, dimana ablasio terjadi akibat adanya robekan


pada retina sehingga cairan masuk ke belakang antara sel pigmen epitel
dengan retina. Terjadi pendorongan retina oleh badan kaca cair yang masuk
melalui robekan atau lubang pada retina ke rongga subretina sehingga
mengapungkan retina dan terlepas dari lapis epitel pigmen koroid. Faktor
predisposisi terjadinya ablasio retina regmatogenosa antara lain: 2
 Usia. Kondisi ini paling sering terjadi pada umur 40 – 60 tahun.
Namun usia tidak menjamin secara pasti karena masih banyak faktor
yang mempengaruhi.
 Jenis kelamin. Keadaan ini paling sering terjadi pada laki – laki dengan
perbandingan laki : perempuan adalah 3 : 2
 Miopi. Sekitar 40 persen kasus ablasio retina regmatogenosa terjadi
karena seseorang mengalami miopi.
 Afakia. Keadaan ini lebih sering terjadi pada orang yang afakia
daripada seseorang yang fakia. Pasien bedah katarak diduga akibat
vitreus ke anterior selama atau setelah pembedahan. Lebih sering
terjadi setelah ruptur kapsul, kehilangan vitreus dan vitrektomi
anterior. Ruptur kapsul saat bedah katarak dapat mengakibatkan
pergeseran materi lensa atau sesekali, seluruh lensa ke dalam vitreus.

15
 Trauma. Mungkin juga bertindak sebagai faktor predisposisi
 Fenile Posterior Vitreous Detachment (PVD). Hal ini terkait dengan
ablasio retina dalam kasus banyak.
 Pasca sindrom nekrosis akut retina dan sitomegalovirus (CMV)
retinitis pada pasien AIDS berupa nekrosis retina dengan formasi
istirahat retina terjadi, kemudian, cairan dari rongga vitreous dapat
mengalir melalui istirahat dan melepas retina tanpa ada hadir traksi
vitreoretinal terbuka. This commonly occurs in acute retinal necrosis
syndrome and in cytomegalovirus (CMV) retinitis in AIDS patients.
 Retina yang memperlihatkan degenerasi di bagian perifer seperti
Lattice degeneration, Snail track degeneration, White-with-pressure
and white-without or occult pressure, acquired retinoschisis
Ablasio retina akan memberikan gejala prodromal terdapatnya
gangguan penglihatan yang kadang – kadang terlihat sebagai tabir yang
menutupi (floaters) akibat dari vitreous cepat degenerasi dan terdapat
riwayat adanya pijaran api (fotopsia) pada lapangan penglihatan akibat
sensasi berkedip cahaya karena iritasi retina oleh gerakan vitreous.2,3

2. Ablasio retina eksudatif, ablasio yang terjadi akibat tertimbunnya eksudat di


bawah retina dan mengangkat retina. Penimbunan cairan subretina sebagai
akibat keluarnya cairan dari pembuluh darah retina dan koroid ( ekstravasasi).2

3. Ablasio retina tarikan atau traksi, pada ablasio ini lepasnya jaringan retina
terjadi akibat tarikan jaringan parut pada badan kaca yang akan
mengakibatkan ablasi retina dan penglihatan turun tanpa rasa sakit. Tipe ini
juga dapat terjadi sebagai komplikasi dari ablasio retina regmatogensa.
Ablasio retina tipe regmatogenosa yang berlangsung lama akan membuat
retina semakin halis dan tipis sehingga dapat menyebabkan terbentuknya
proliferatif vitreotinopathy (PVR) yang sering ditenukan pada tipe
Regmetogenosa yang lama. PVR juga dapat terjadi kegagalan dalam
penatalaksanaan ablasio retina regmatogenosa. Pada PVR, epitel pigmen
retina, sel glia, dan sel lainya yang berada di dalam maupun di luar retina pada
badan vitreus akan membentuk membrane. Kontraksi dari membrane tersebut
akan menyebabkan retina tertarik ataupun menyusut, sehingga dapat

16
mengakibatkan terdapatnya robekan baru atau brkembang menjadi ablasio
retina traksi.2,3,5

Epidemiologi Ablasio Retina

Menurut penelitian, di Amerika Serikat insiden ablasio retina 1 dalam 15.000


populasi dengan prevalensi 0,3%. Sedangkan insiden per tahun kira-kira 1 diantara
10.000 orang dan lebih sering terjadi pada usia lanjut kira-kira umur 40-70 tahun.
Pasien dengan miopia yang tinggi (>6D) memiliki 5% kemungkinan resiko terjadinya
ablasio retina, afakia sekitar 2%, komplikasi ekstraksi katarak dengan hilangnya
vitreus dapat meningkatkan angka kejadian ablasio hingga 10%.6

Etiologi

1. Terjadi robekan pada retina, sehingga vitreus yang mengalami likuifikasi


dapat memasuki ruangan subretina.
2. Retina tertarik oleh serabut jaringan kontraktil pada permukaan retina
3. Akumulasi cairan dalam ruangan subretina akibat proses eksudasi.

Patogenesis

Ruangan potensial antara neuroretina dan epitel pigmennya sesuai dengan


rongga vesikel optik embriogenik. Kedua jaringan ini melekat longgar, pada mata
yang matur dapat berpisah :

1.   Jika terjadi robekan pada retina, sehingga vitreus yang mengalami likuifikasi
dapat memasuki ruangan subretina dan menyebabkan ablasio progresif (ablasio
regmatogenosa).
2.   Jika retina tertarik oleh serabut jaringan kontraktil pada permukaan retina,
misalnya seperti pada retinopati proliferatif pada diabetes mellitus (ablasio retina
traksional).
3.   Walaupun jarang terjadi, bila cairan berakumulasi dalam ruangan subretina akibat
proses eksudasi, yang dapat terjadi selama toksemia pada kehamilan (ablasio
retina eksudatif)
 
Ablasio retina idiopatik (regmatogen) terjadinya selalu karena adanya robekan
retina atau lubang retina. Sering terjadi pada miopia, pada usia lanjut, dan pada mata

17
afakia. Perubahan yang merupakan faktor prediposisi adalah degenerasi retina perifer
(degenerasi kisi-kisi/lattice degeration), pencairan sebagian badan kaca yang tetap
melekat pada daerah retina tertentu, cedera, dan sebagainya. Perubahan degeneratif
retina pada miopia dan usia lanjut juga terjadi di koroid. Sklerosis dan sumbatan
pembuluh darah koroid senil akan menyebabkan berkurangnya perdarahan ke retina.
Hal semacam ini juga bisa terjadi pada miopia karena teregangnya dan menipisnya
pembuluh darah retina.
Perubahan ini terutama terjadi di daerah ekuator, yaitu tempat terjadinya 90%
robekan retina. Terjadinya degenerasi retina pada mata miopia 10 sampai 15 tahun
lebih awal daripada mata emetropia. Ablasi retina delapan kali lebih sering terjadi
pada mata miopia daripada mata emetropia atau hiperopia. Ablasi retina terjadi
sampai 4% dari semua mata afakia, yang berarti 100 kali lebih sering daripada mata
fakia. Terjadinya sineresis dan pencairan badan kaca pada mata miopia satu
dasawarsa lebih awal daripada mata normal.
Depolimerisasi menyebabkan penurunan daya ikat air dari asam hialuron
sehingga kerangka badan kaca mengalami disintegrasi. Akan terjadi pencairan
sebagian dan ablasi badan kaca posterior. Oleh karenanya badan kaca kehilangan
konsistensi dan struktur yang mirip agar-agar, sehingga badan kaca tidak menekan
retina pada epitel pigmen lagi. Dengan gerakan mata yang cepat, badan kaca menarik
perlekatan vireoretina. Perlekatan badan kaca yang kuat biasanya terdapat di daerah
sekeliling radang atau daerah sklerosis degeneratif. Sesudah ekstraksi katarak
intrakapsular, gerakan badan kaca pada gerakan mata bahkan akan lebih kuat lagi.
Sekali terjadi robekan retina, cairan akan menyusup di bawah retina sehingga
neuroepitel akan terlepas dari epitel pigmen dan koroid. 7

Gejala Klinis
Ablasio retina dapat didahului oleh gejala ablasio vitreous posterior, termasuk
floater dan cahaya berkilat. Dengan onset ablasio retina itu sendiri pasien menyadari
perkembangan progesif defek lapang pandang, yang sering dideskripsikan sebagai
bayangan atau tirai. Progresif dapat cepat bila terdapat ablasio superior. Jika makula
terlepas maka akan terjadi penurunan tajam penglihatan yang bermakna. 6

18
Tanda
Retina yang mengalami ablasio dapat dilihat pada oftalmoskop sebagai
membran abu-abu merah muda yang sebagian menutupi gambaran vascular koroid.
Jika terdapat akumulasi cairan bermakna pada ruang subretina (ablasio retina bulosa),
didapatkan pergerakan undulasi retina ketika mata bergerak. Satu robekan pada retina
terlihat agak merah muda karena pembuluh darah koroid di bawahnya. Mungkin
didapatkan debris terkait pada vitreous yang terdiri dari darah
( pendarahan vitreous) dan pigmen, atau kelopak lubang retina ( operculum) dapat
ditemukan mengambang bebas.6

Penatalaksanaan
Tujuan utama bedah ablasi adalah untuk menemukan dan memeperbaiki
semua robekan retina, digunakan krioterapi atau laser untuk menimbulkan adhesi
antara epitel pigmen dan retina sensorik sehingga mencegah influks cairan lebih lanjut
kedalam ruang subretina, mengalirkan cairan subretina ke dalam ke luar, dan
meredakan traksi vitreoretina
Penatalaksanaan pada ablasio retina adalah pembedahan. Prinsip bedah pada
ablasio retina yaitu :
 Menemukan semua bagian yang terlepas
 Membuat iritasi korioretinal pada sepanjang masing-masing daerah retina
yang terlepas.
 Menguhubungkan koroid dan retina dalam waktu yang cukup untuk
menghasilkan adhesi dinding korioretinal yang permanen pada daerah
subretinal.

Pada pembedahan ablasio retina dapat dilakukan dengan cara :


1. Scleral buckling
Prosedur meliputi lokalisasi posisi robekan retina, menangani robekan
dengan cryoprobe, dan selanjutnya dengan scleral buckle (sabuk). Sabuk ini
biasanya terbuat dari spons silikon atau silikon padat. Ukuran dan bentuk
sabuk yang digunakan tergantung posisi lokasi dan jumlah robekan retina.
Pertama – tama dilakukan cryoprobe atau laser untuk memperkuat
perlengketan antara retina sekitar dan epitel pigmen retina. Sabuk dijahit

19
mengelilingi sklera sehingga terjadi tekanan pada robekan retina sehingga
terjadi penutupan pada robekan tersebut. Penutupan retina ini akan
menyebabkan cairan subretinal menghilang secara spontan dalam waktu 1-2
hari. 3,5,8

Gambar 5. Spons silicon


Sumber : www.google.com

Gambar 6. Spons silicon


Sumber : www.google.com

2. Retinopeksi pneumatik
Teknik pelaksanaan prosedur ini adalah dengan menyuntikkan
gelembung gas ke dalam rongga vitreus. Gelembung gas ini akan menutupi
robekan retina dan mencegah pasase cairan lebih lanjut melalui robekan. Jika
robekan dapat ditutupi oleh gelembung gas, cairan subretinal biasanya akan
hilang dalam 1-2 hari. Robekan retina dapat juga dilekatkan dengan kriopeksi
atau laser sebelum gelembung disuntikkan. Pasien harus mempertahankan
posisi kepala tertentu selama beberapa hari untuk meyakinkan gelembung
terus menutupi robekan retina.5,8

20
Gambar 7.Teknik retinopeksi pneumatic
Sumber : www.google.com

3. Vitrektomi
Merupakan cara yang paling banyak digunakan pada ablasio akibat
diabetes, dan juga pada ablasio regmatogenosa yang disertai traksi vitreus atau
perdarahan vitreus. Cara pelaksanaannya yaitu dengan membuat insisi kecil
pada dinding bola mata kemudian memasukkan instruyen ingá cavum vitreous
melalui pars plana. Setelah itu dilakukan vitrektomi dengan vitreus cutre untuk
menghilangkan berkas badan kaca (viteuos stands), membran, dan perleketan
– perleketan. Teknik dan instruyen yang digunakan tergantung tipe dan
penyebab ablasio. Lebih dari 90% lepasnya retina dapat direkatkan kembali
dengan teknik-teknik bedah mata modern, meskipun kadang- kadang
diperlukan lebih dari satu kali operasi.5,8

Prognosis
Prognosis dari penyakit ini berdasarkan pada keadaan makula sebelum dan
sesudah operasi serta ketajaman visualnya. Jika, keadaannya sudah melibatkan
makula maka akan sulit menghasilkan hasil operasi yang baik, tetapi dari data yang
ada sekitar 87 % dari operasi yang melibatkan makula dapat mengembalikan fungsi
visual sekitar 20/50 lebih kasus diman makula yang terlibat hanya sepertiga atau
setengah dari makula tersebut.6
Pasien dengan ablasio retina yang melibatkan makula dan perlangsungannya
kurang dari 1 minggu, memiliki kemungkinan sembuh post operasi sekitar 75 %
sedangkan yang perlangsungannya 1-8 minggu memiliki kemungkinan 50 %.3
Dalam 10-15 % kasus yang dilakukan pembedahan dengan ablasio retina yang
melibatkan makula, kemampuan visualnya tidak akan kembali sampai level

21
sebelumnya dilakukannya operasi. Hal ini disebabkan adanya beberpa faktor seperti
irreguler astigmat akibat pergeseran pada saat operasi, katarak progresif, dan edema
makula. Komplikasi dari pembedahan misalnya adanya perdarahan dapat
menyebabkan kemampuan visual lebih menurun.6

Kesimpulan

Ablasio retina (retinal detachment) adalah pemisahan retina sensorik, yakni lapisan
fotoreseptor (sel kerucut dan batang) dan epitel pigmen retina. Pada keadaan ini sel epitel
pigmen masih melekat erat dengan membran Bruch. Ablasio retina dibagi menjadi beberapa
klasifikasi dan yang paling sering adalah ablasio retina regmatogenosa. Ablasio retina
regmatogenosa, dimana ablasio terjadi akibat adanya robekan pada retina sehingga cairan
masuk ke belakang antara sel pigmen epitel dengan retina. Terjadi pendorongan retina oleh
badan kaca cair yang masuk melalui robekan atau lubang pada retina ke rongga subretina
sehingga mengapungkan retina dan terlepas dari lapis epitel pigmen koroid. Vitrektomi
merupakan cara yang paling banyak digunakan pada ablasio akibat diabetes, dan juga
pada ablasio regmatogenosa yang disertai traksi vitreus atau perdarahan vitreus.

22
DAFTAR PUSTAKA

1. Timurawan AR. Anatomi tubuh manusia. Jakarta : Wilis; 2017.H 123-25


2. Ilyas S, Yulianti SR. Ilmu penyakit mata. Edisi kelima. Jakarta : Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; 2017. 10-11
3. Khurana. Diseases of retina in comprehensive ophthalmology 4th edition. New
Age International Limited Publisher: India. p. 249- 279.
4. Lang, GK. Ophtalmology, A Pocket Textbook Atlas. 2nd
Edition.2006.Thieme. Germany. p. 305-344.
5. Vaughan, Daniel G. Asbury, Taylor. 2000. Oftalmologi umum (General
ophthalmology) edisi 17. EGC: Jakarta. p. 12-199
6. Bruce James, Chris Chew,Anthony Bron, Lecture Notes On Oftalmology ,
edisi kesembilan ,Blackwell Science Ltd :Penerbit Erlangga. H 118-19

23

Anda mungkin juga menyukai