Anda di halaman 1dari 22

Kepaniteraan Klinik

Status Ilmu Kesehatan Mata


Fakultas Kedokteran Ukrida
Rumah Sakit Mata Dr. Yap Yogayakarta
____________________________________________________________________
Nama : Robinder Dhillon
Nim : 11.2012.267
Dokter Pembimbing : Dr. Enni Cahyani P, Sp.M, M.Kes
_____________________________________________________________________
No. Rekam Medis : 385099
Tanggal Masuk RS : 26 Agustus 2014

I. IDENTITAS
Nama : Tn.B
Umur : 65 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Pekerjaan : Pedagang
Alamat : Semaki kulon, Jogjakarta

II. ANAMNESIS
Autoanamnesis dengan pasien pada tanggal 27 agustus 2014

Keluhan Utama:
Mata kiri nyeri

Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien datang dengan keluhan mata kiri nyeri senut-senut sejak 3 hari
SMRS. Awalnya 3 minggu SMRS OS merasakan pada mata kiri pasien seperti
ada kabut tipis berwarna putih-putih, kabut tersebut dirasakan makin lama
makin tebal tapi tidak begitu tebal sehingga tidak mengganggu kegiatan sehari-
hari os. 3 hari SMRS mata os mulai nyeri senut-senut, kemudian mulai merah,
serta terdapat kotoran mata yang cukup banyak berwarna putih. 1 hari SMRS
nyeri bertambah kuat. Besoknya os sampai mual muntah sampai 4 kali, lalu os
dibawa ke UGD pada selasa pagi pukul 08.00. Saat ini pada jarak 1 meter os
tidak jelas apabila melihat wajah seseorang. Lalu pada saat diperiksa visus mata
kiri os dinyatakan minus tinggi, namun os sebelumnya tidak mengetahui bahwa
matanya minus tinggi, os mengaku memakai kacamata plus sehari-hari.

Riwayat Penyakit Dahulu:
Umum
Hipertensi : Tidak ada
DM : Tidak ada
Asma : Tidak ada
Gastritis : Tidak ada
Alergi : Tidak ada
Rematik : Tidak ada


a) Mata
Riwayat pemakaian kaca mata: Tidak ada
Riwayat operasi mata: Ada (Robekan pada retina mata kiri 1 tahun yang
lalu)
Riwayat miopia tinggi: Tidak ada
Riwayat katarak: Tidak ada
Riwayat glaukoma: Tidak ada
Riwayat keluarga dengan gejala yang sama: Tidak ada





Riwayat Penyakit Keluarga:
a. Umum
Hipertensi : Tidak ada
DM : Tidak ada
Asma : Tidak ada
Gastritis : Tidak ada

b. Mata
Riwayat pemakaian kaca mata: Tidak ada
Riwayat operasi mata: Tidak ada
Riwayat miopia tinggi: Tidak ada
Riwayat katarak: Tidak ada
Riwayat glaukoma: Tidak ada
Riwayat keluarga dengan gejala yang sama: Tidak ada

III. PEMERIKSAAN FISIK

A. STATUS GENERALIS
Keadaan Umum : Baik, Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis
Tanda Vital : Tekanan Darah : 140/90 mmHg
Nadi : 92 kali/menit
Respirasi : 22 kali/menit
Suhu : 36,6C

Kepala :Normocephali, rambut hitam sedikit beruban, distribusi
merata
THT :T
1
-T
1
tenang tidak hiperemis, MAE lapang, tidak ada
deviasi septum hidung
Thoraks (Jantung) : Bunyi jantung I-II reguler, murmur (-) gallop (-)
Thoraks (Paru) : Suara nafas vesikuler, ronkhi (-/-) wheezing (-/-)
Abdomen : Supel, datar, bising usus (+) normal
Ekstremitas : Akral hangat, tidak ada sianosis atau edema
KGB : Tidak teraba pembesaran.

B. STATUS OFTALMOLOGIKUS

KETERANGAN OKULO DEXTRA (OD)OKULO SINISTRA (OS)
1. VISUS
Tajam Penglihatan 6/6 1/300
Axis Visus Tidak ada Tidak ada
Koreksi Tidak ada Tidak ada
Addisi Tidak ada Tidak ada
Kacamata Lama Tidak ada Tidak ada

2. KEDUDUKAN BOLA MATA
Eksoftalmos Tidak ada Tidak ada
Enoftalmos Tidak ada Tidak ada
Deviasi Tidak ada Tidak ada
Gerakan Bola Mata Baik ke semua arah Baik ke semua arah

3. SUPERSILIA
Warna Hitam Hitam
Simetris Simetris Simetris




4. PALPEBRA SUPERIOR DAN INFERIOR
Edema Tidak ada Tidak ada
Nyeri tekan Tidak ada Tidak ada
Ektropion Tidak ada Tidak ada
Entropion Tidak ada Tidak ada
Blefarospasme Tidak ada Tidak ada
Trikiasis Tidak ada Tidak ada
Sikatriks Tidak ada Tidak ada
Fissura palpebral Tidak ada Tidak ada
Ptosis Tidak ada Tidak ada
Hordeolum Tidak ada Tidak ada
Kalazion Tidak ada Tidak ada

5. KONJUNGTIVA TARSALIS SUPERIOR DAN INFERIOR
Hiperemis Tidak ada Tidak ada
Kista Tidak ada Tidak ada
Folikel/Papil Tidak ada Tidak ada
Sikatriks Tidak ada Tidak ada
Anemis Tidak ada Tidak ada
Kemosis Tidak ada Tidak ada

6. KONJUNGTIVA BULBI
Sekret Tidak ada Ada
Injeksi Konjungtiva Tidak ada Ada
Injeksi Siliar Tidak ada Tidak ada
Injeksi
Subkonjungtiva
Tidak ada Tidak ada
Pterigium Tidak ada Tidak ada
Pinguekula Tidak ada Tidak ada
Nevus Pigmentosus Tidak ada Tidak ada
Kista Dermoid Tidak ada Tidak ada

7. SISTEM LAKRIMALIS
Punctum Lakrimalis Normal Normal
Tes Anel Tidak dilakukan Tidak dilakukan


8. SKLERA
Warna Putih Putih
Ikterik Tidak ada Tidak ada
Nyeri Tekan Tidak ada Tidak ada


9. KORNEA
Kejernihan Jernih Jernih
Permukaan Licin Licin
Ukuran 12 mm 12 mm
Sensibilitas Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Infiltrat Tidak ada Tidak ada
Keratik
Presipitat
Tidak ada Tidak ada
Sikatriks Tidak ada Tidak ada
Ulkus Tidak ada Tidak ada
Perforasi Tidak ada Tidak ada
Arkus
Senilis
Tidak ada Tidak ada
Edema Tidak ada Tidak ada
Tes
Placido
Tidak dilakukan Tidak dilakukan

10. BILIK MATA DEPAN
Kedalaman Normal Normal
Kejernihan Jernih Jernih
Hifema Tidak ada Tidak ada
Hipopion Tidak ada Tidak ada
Efek Tyndall Tidak dilakukan Tidak dilakukan

11. IRIS
Warna Coklat kehitaman Coklat kehitaman
Kripte Baik Baik
Sinekia Tidak ada Tidak ada
Koloboma Tidak ada Tidak ada

12. PUPIL
Letak Di tengah Di tengah
Bentuk Bulat, reguler Bulat, reguler
Ukuran 3mm 3mm
Refleks Cahaya
Langsung
Positif Positif
Refleks Cahaya Tak
Langsung
Positif Positif

13. LENSA
Kejernihan Jernih Keruh
Letak Di tengah Di tengah
Shadow Test Negatif Negatif

14. BADAN KACA
Kejernihan Tidak dilakukan Tidak dilakukan

15. FUNDUS OKULI
Batas Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Warna Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Ekskavasio Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Rasio Arteri :
Vena
Tidak dilakukan Tidak dilakukan
C/D Ratio Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Makula Lutea Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Retina Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Eksudat Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Perdarahan Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Sikatriks Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Ablasio Tidak dilakukan Tidak dilakukan

16. PALPASI
Nyeri
Tekan
Tidak ada Tidak ada
Massa
Tumor
Tidak ada Tidak ada
Tensi
Okuli
Normal per palpasi Normal per palpasi
Tonometri
Schiotz
Tidak dilakukan Tidak dilakukan

17. KAMPUS VISI
Tes Konfrontasi Baik ke semua arah Baik ke semua arah










IV. RESUME
Subjektif
Pasien datang dengan keluhan penglihatan mata kiri nyeri senut-senut
sejak 3 hari SMRS. 3 minggu SMRS OS merasakan pada mata kiri pasien
seperti ada kabut tipis berwarna putih-putih, kabut tersebut dirasakan makin
lama makin tebal tapi tidak begitu tebal sehingga tidak mengganggu kegiatan
sehari-hari os. 3 hari SMRS mata os mulai nyeri, kemudian mulai merah,
terdapat kotoran mata yang cukup banyak berwarna putih. 1 hari SMRS nyeri
bertambah kuat. Besoknya os sampai mual muntah sampai 4 kali, lalu os dibawa
ke UGD pada selasa pagi pukul 08.00. Saat ini pada jarak 1 meter os tidak jelas
apabila melihat wajah seseorang. Lalu pada saat diperiksa visus mata kiri os
dinyatakan minus tinggi, namun os sebelumnya tidak mengetahui bahwa
matanya minus tinggi, os mengaku memakai kacamata plus sehari-hari. Os
memiliki riwayat operasi mata kiri tahun lalu yang dikarenakan robekan pada
retina nya.

Objektif
Pada pemeriksaan fisik umum didapatkan semua dalam batas normal.
OS
- Visus:1/300
- Tidak ada perbaikan dengan koreksi
- Konjungtiva : hiperemis
- Sekret : cair
- Lensa: keruh (+), shadow test (-)
OD
- Visus: 6/6
- Segment anterior : dalam batas normal

V. DIAGNOSIS KERJA
OS : Glaukoma sekunder sudut tertutup

VI. DIAGNOSIS BANDING
OS : Katarak hipermatur
Keratitis
Konjungtivitis

VII. PEMERIKSAAN ANJURAN
1. Pemeriksaan tekanan bola mata
2. Pemeriksaan lapang pandang
3. Pemeriksaan ophtalmoskopi
4. Pemeriksaan gonioskop
5. USG biometri

VIII. PENATALAKSANAAN
1. Medika Mentosa
- Beta blocker: timolol
- Analogue prostaglandin: latanoprost, travoprost, bimatoprost
- Ciprofloxacin 2 x 500 mg
- Injeksi subconjungtiva fluconazole
2. Non Medika Mentosa :
- Pro Keratoplasti OD jika visus terus memburuk dan
menggangu aktivitas serta mengganggu dari segi kosmetik.
- Jaga hygiene mata kanan maupun kiri.
- Pakai pelindung mata selama proses penyembuhan.
3. Bedah: Iridectomy


IX. PROGNOSIS
OKULO DEXTRA (OD) OKULO SINISTRA (OS)
Ad Vitam : Bonam Bonam
Ad Fungsionam : Bonam Dubia
Ad Sanationam : Bonam Bonam

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Glaukoma berasal dari kata Yunani glaukos yang berarti hijau kebiruan, yang
memberikan kesan warna tersebut pada pupil penderita glaukoma. Glaukoma adalah
penyakit mata yang ditandai oleh meningkatnya tekanan intraokuler yang disertai oleh
pencekungan diskus optikus dan pengecilan lapang pandang. Tekanan bola mata yang
normal dinyatakan dengan tekanan air raksa yaitu antara 15-20 mmHg. Tekanan bola
mata yang tinggi juga akan mengakibatkan kerusakan saraf penglihat yang terletak di
dalam bola mata. Pada keadaan tekanan bola mata tidak normal atau tinggi maka akan
terjadi gangguan lapang pandangan.
Kerusakan saraf penglihatan akan mengakibatkan kebutaan.
Makin tinggi tekanan bola mata makin cepat terjadi kerusakan pada serabut retina
saraf optik. Pada orang tertentu dengan tekanan bola mata normal telah memberikan
kerusakan pada serabut saraf optik (Normal tension glaucoma glaukoma tekanan
rendah).
Tekanan bola mata pada glaukoma tidak berhubungan dengan tekanan darah.
Tekanan bola mata yang tinggi akan mengakibatkan gangguan pembuluh darah retina
sehingga mengganggu metabolisme retina, yang kemudian disusul dengan kematian
saraf mata. Pada kerusakan serat saraf retina akan mengakibatkan gangguan pada
fungsi retina. Bila proses berjalan terus, maka lama-kelamaan penderita akan buta
total.
Klasifikasi glaucoma terdapat beberapa macam antara lain yaitu, glaucoma
primer, glaucoma sekunder dan glaucoma congenital.
Glaukoma sekunder adalah peningkatan tekanan intraokular yang terjadi
sebagai suatu manifestasi dari penyakit mata lain.Glaucoma sekunder merupakan
glaukoma yang diketahui penyebab yang menimbulkannya. Hal tersebut disebabkan
oleh proses patologis intraokular yang menghambat aliran cairan mata (cedera,
radang, tumor)
Penyebab utama glaukoma sekunder antara lain iridosiklitis (radang
intraokular), cedera tembus, lesi corpus siliar, sinekia anterior, luksasi lensa, penyakit
pembuluh darah (oklusi vena sentral, rubeosis iridis diabetes dengan neovaskularisasi
di dalam sudut bilik mata, perdarahan intraokular) yang bisa mengakibatkan
terjadinya apa yang dinamakan glaukoma neovaskular, tumor intraocular (melanoma
uvea, retinoblastoma), fibroplasias dll. Kelainan mata tersebut dapat menimbulkan
meningkatnya tekanan bola mata.

B. Etiologi
Penyakit yang ditandai dengan peningkatan tekanan intra okular ini, disebabkan:
1. Bertambahnya produksi cairan mata oleh badan siliar.
2. Hambatan aliran cairan mata di daerah sudut bilik mata atau di celah pupil
(glaukoma hambatan pupil).
3. Sangat mungkin merupakan penyakit yang diturunkan dalam keluarga.
4. Glaukoma dapat timbul akibat penyakit atau kelainan dalam mata.
5. Glaukoma dapat diakibatkan penyakit lain di tubuh.
6. Glaukoma dapat disebabkan efek samping obat misalnya steroid.

Glaukoma merupakan penyakit yang tidak dapat dicegah, akan tetapi bila
diketahui dini dan diobati maka glaukoma dapat diatasi untuk mencegah kerusakan
lanjutnya. Glaucoma sekunder Merupakan glaukoma yang diketahui penyebabnya,
biasanya dari penyakit mata yang lain.
Yang termasuk glaukoma sekuder adalah glaukoma yang disebabkan oleh :
Uveitis
Tumor intra okuler
Trauma mata
Perdarahan dalam bola mata
Perubahan-perubahan lensa
Kelainan-kelainan congenital
Kortikosteroid
Post operasi
Rubeosis iridis
Penyakit sistemik,dll.

Glaukoma sekunder, kelainannya terdapat pada :
a) Sudut bilik mata, akibat geniosinekia, hifema, stafiloma kornea dan kontusio
sudut bilik mata.
b) Pupil, akibat seklusi pupil dan oklusi relative pupil oleh sferotakia.
c) Badan silier, seperti rangsangan akibat luksasi lensa.

Glaukoma dibangkitkan lensa merupakan salah satu bentuk glaucoma sekunder.
Glaukoma terjadi bersama-sama dengan kelainan lensa seperti :
a) Luksasi lensa anterior, dimana terjadi gangguan pengaliran cairan mata ke
sudut bilik mata.
b) Katarak imatur, dimana akibat mencembungnya lensa akan menyebabkan
penutupan sudut bilik mata.
c) Katarak hipermatur, dimana bahan lensa keluar dari lensa sehingga menutupi
jalan keluar cairan mata.

Glaukoma yang terjadi akibat penutupan sudut bilik mata oleh bagian lensa yang
lisis ini disebut glaukoma fakolitik, pasien dengan galukoma fakolitik akan mengeluh
sakit kepala berat, mata sakit, tajam pengelihatan hanya tinggal proyeksi sinar. Pada
pemeriksaan objektif terlihat edema kornea dengan injeksi silier, fler berat dengan
tanda-tanda uveitis lainnya, bilik mata yang dalam disertai dengan katarak hiperatur.
Tekanan bola mata sangat tinggi.

C. Epidemologi
Di Amerika Serikat, kira-kira 2.2 juta orang pada usia 40 tahun dan yang lebih tua
mengidap glaukoma, sebanyak 120,000 adalah buta disebabkan penyakit ini.
Banyaknya Orang Amerika yang terserang glaucoma diperkirakan akan meningkatkan
sekitar 3.3 juta pada tahun 2020. Tiap tahun, ada lebih dari 300,000 kasus glaukoma
yang baru dan kira-kira 5400 orang menderita kebutaan. Glaukoma akut (sudut
tertutup) merupakan 10- 15% kasus pada orang Kaukasia. Persentase ini lebih tinggi
pada orang Asia, terutama pada orang Burma dan Vietnam di Asia Tenggara..
Glaukoma pada orang kulit hitam, lima belas kali lebih menyebabkan kebutaan
dibandingkan orang kulit putih.

D. Faktor Resiko
Beberapa faktor resiko yang dapat mengarah pada glaukoma adalah:
1. Peredaran dan regulasi darah yang kurang akan menambah kerusakan
2. Tekanan darah rendah atau tinggi
3. Fenomena autoimun
4. Degenerasi primer sel ganglion
5. Usia di atas 45 tahun
6. Riwayat glaukoma pada keluarga
7. Miopia berbakat untuk menjadi glaukoma sudut terbuka
8. Hipermetropia berbakat untuk menjadi glaukoma sudut tertutup
9. Paska bedah dengan hifema atau infeksi.

Hal yang memperberat resiko glaukoma adalah:
1. Tekanan bola mata, makin tinggi, makin berat
2. Makin tua, makin berat
3. Resiko kulit hitam 7 kali dinbanding kulit putih
4. Hipertensi memiliki resiko 6 kali lebih sering
5. Kerja las, 4 kali lebih sering
6. Penderita mempunyai keluarga yang menderita glaukoma, resiko 4 kali lebih
sering
7. Penggunaan tembakau 4 kali lebih sering
8. Myopia, resiko 2 kali lebih sering
9. Diabetes mellitus, 2 kali lebih sering

Tanda dini glaukoma tidak boleh diabaikan, karena pemeriksaan yang dini akan
memiliki prognosis yang lebih baik. Oleh karena itu, diperlukan pemeriksaan terhadap
glaukoma secara teratur setiap tahun untuk pencegahan.

E. Klasifikasi
Jenis glaucoma sekunder berdasarkan sudutnya dibedakan menjadi dua yaitu :
1. Glaucoma sekunder sudut terbuka
Uveitis
Katarak hipermature
Hifema
Kerusakan akibat iridokorneal akibat trauma tumpul
Pemakaian steroid jangka panjang
2. Glaucoma sekunder sudut terbuka
Tumor yanh berasal dari uvea/ retina yang mendesak iris kedepan
Neovascularisasi , missal pada retinopaty diabeticum
F. Patofisiologi
Glaukoma sekunder ini bisa terdapat dengan sudut terbuka ataupun sudut tertutup.
1) Glaukoma Sekunder akibat Uveitis
Terjadi udem jaringan trabekula dan endotel sehingga menimbulkan sumbatan
pada muara trabekula. Peninggian protein pada aqueous dan sel radang akan
memblokir trabekula. Juga terdapat hiperekskresi karena adanya iritasi.

2) Glaukoma Sekunder akibat Tumor Intra Okuler
Glaukoma terjadi karena volume yang ditempati tumor makin lama makin besar,
iritasi akibat zat toksik yang dihasilkan tumor, dan sudut KOA tertutup akibat desakan
tumor ke depan. Contohnya, pada melanoma dan retinoblastoma.

3) Glaukoma Sekunder akibat Trauma Mata
Trauma tumpul atau tembus dapat menimbulkan robekan iris atau corpus siliar
dan terjadilah perdarahan pada KOA, TIO meninggi dengan cepat, dan hasil-hasil
pemecahan darah atau bekuan menempati saluran-saluran aliran cairan. Komplikasi
yang timbul kalau TIO tidak diturunkan adalah imbibisi kornea.

4) Glaukoma Sekunder akibat Perubahan Lensa
a. Dislokasi lensa (sublukasi/luksasi)
Subluksasi anterior, menekan iris posterior ke depan, sehingga menahan aliran
akuos karena sudut KOA menjadi sempit. Sublukasi juga bisa ke posterior. Luksasi
lensa juga bisa ke KOA.

b. Pembengkakan lensa
Ini terjadi pada lensa yang akan mengalami katarak. Lensa akan menutup pupil
sehingga terjadi blok pupil.

c. Glaukoma fakolitik
Kapsul lensa katarak hipermatur memiliki permeabilitas yang tinggi. Melalui
tempat-tempat yang bocor keluar massa korteks, yang kemudian dimakan
makrofag di KOA. Makrofag ini berkumpul di sekeliling jala trabekula dan
bersama-sama material lensa akan menyumbat muara trabekula sehingga terjadilah
glaukoma sekunder sudut terbuka.
Mekanisme utama penurunan penglihatan pada glaukoma adalah atropi sel ganglion
difus, yang menyebabkan penipisan lapisan serat saraf dan inti bagian dalam retina
dan berkurangnya akson disaraf optikus. Diskus optikus menjadi atropik, disertai
pembesaran cekungan optikus. Iris dan korpus siliaris juga menjadi atropik dan
prosesus siliaris memperlihatkan degenerasi hialin. Pada kasus ini mekanisme
terjadinya glaucoma sekunder yaitu sesuai dengan mekanisme Glaukoma Fakolitik:
Sebagian katarak stadium lanjut dapat mengalami kebocoran kapsul lensa anterior,
sehingga protein-protein lensa yang mencair masuk ke bilik mata depan. Jalinan
tabekular menjadi edematousa dan tersumbat oleh protein-protein lensa dan
menimbulkan peningkatan mendadak tekanan intraocular.

d. Glaukoma fakoanafilaktik
Protein lensa dapat menyebabkan reaksi fakoanafilaktik, dalam hal ini terjadi
uveitis. Protein dan debris seluler menempati sistem ekskresi dan menutup aliran
akuos.

5) Glaukoma Sekunder akibat Kortikosteroid
Patogenesanya belum jelas. Sering dengan sudut terbuka disertai riwayat
glaukoma yang turun temurun. Beberapa teori menyatakan bahwa terdapat timbunan
glikosaminoglikan dalam bentuk polimer dalam trabekulum meshwork yang
mengakibatkan biologic edema sehingga resistensi humor akuos bertambah, steroid
juga diketahui dapat menekan proses fagositosis sel endotel trabekulum sehingga
debris pada cairan humor akuos tertimbun di trabekulum.

6) Hemorrhagic Glaucoma
Bentuk ini diakibatkan pembentukan pembuluh darah baru pada permukaan
iris (rubeosis iridis) dan pada sudut KOA. Jaringan fibrovaskuler menghasilkan
sinekia anterior yang akan menutup sudut KOA, akibatnya TIO meninggi, dan mata
yang demikian sering
mendapat komplikasi dari recurrent hyfema.




G. Pemeriksaan
Sebelum melakukan penanganan lanjut hendaknya dilakukan pemeriksaan
terlebih dahulu sesuai dengan gejala yang ada pada penderita:
Gejala yang ditimbulkan tergantung penyakit dasarnya. Ditambah dengan
gejala dari jenis glaukomanya, apakah sudut tertutup atau sudut terbuka.
1. Anamnesis
Dari anamnesis akan didapatkan gejala-gejala klinik berupa nyeri pada bola
mata, injeksi pada konjungtiva, melihat gambaran haloes, dan penglihatan seperti
terowongan (tunnel vision). Penyakit sistemik yang mungkin mempengaruhi
penglihatan atau mempengaruhi pengobatan nantinya juga perlu dianamnesis, seperti
penyakit diabetes mellitus, penyakit paru-paru dan kardiovaskuler, hipertensi dan
berbagai penyakit neurologis lainnya perlu dianamnesis. Pada anamnesis juga harus
dicantumkan riwayat ophtalmologi, baik yang sekarang ataupun yang lampau, derajat
social, riwayat penggunaan tembakau dan alcohol, dan riwayat penyakit dalam
keluarga.

Gejala sekunder sudut terbuka
a) Mata tidak terasa sakit
b) Mata tenang
c) Sedikit atau tidak menimbulkan keluhan
d) Uveitis : apabila tidak ditangani akan menyebabkan glaucoma sekunder
e) Katarak hipermature korteks lensa mencair katarak morgagni (lensa
tenggelam kearah bawah) bilik mata menjadi dalam pada uji gambaran iris
akan memebreikan gambaran pseudopositif
f) Trauma tumpul hifema adanya darah di bilik mata depan peningkatan
TIO

Glaucoma sekunder sudut tertutup
a) Katarak hipermature korteks lensa mencair katarak morgagni (lensa
tenggelam kearah bawah) bilik mata menjadi dalam pada uji gambaran iris
akan memebreikan gambaran pseudopositif
b) Trauma tumpul hifema adanya darah di bilik mata depan peningkatan
TIO

2. Pemeriksaan pada mata
a. Ketajaman penglihatan
Pemeriksaan ketajaman penglihan bukan merupakan pemeriksaan yang khusus
untuk glaucoma karena tajam penglihatan 6/6 belum tentu tidak ada glaucoma

b. Pemeriksaan tekanan bola mata
Tekanan bola mata tidak tetap dari hari ke hari. Ada beberapa orang
dengan tekanan bola mata yang tinggi tetapi tidak memperlihatkan gejala
glaucoma lainnya, sebaliknya, ada beberapa orang yang mempunai tekanan bola
mata yang rendah tetapi memiliki tanda-tanda galukoma. Oleh sebab itu,
pemeriksaan dengan tonometri bukan merupakan pemeriksaan satu-satunya
untuk mendiagnosa glaucoma. Tekanan bola mata tidak sama pada setiap orang.
Tekanan mata pada kebanyakan orang adalah di bawah 20 mmHg tanpa
kerusakan saraf optic dan gejala glaucoma.
Sebagian besar penderita glaucoma memiliki tekanan lebih dari 20 mmHg.
hal yang perlu dilakukan dalam mendiagnosa glaucoma adalah:
Bila tekanan 21 mmHg, rasio kontrol C/D, periksa lapangan pandangan
sentral, temukan titik buta yang meluas dan skotoma sekitar titik fiksasi.
Bila tensi 24-30 mmHg, kontrol lebih ketat dan lakukan pemeriksaan di atas
bila masih dalam batas-batas normal mungkin suatu hipertensi okuli.

c. Pemeriksaan lapangan pandang
Gangguan penglihatan terjadi akibat gangguan peredaran darah terutama
pada papil saraf optik. Pembuluh darah retina yang mempunyai tekanan sistolik
80 mmHg dan diastolik 40 mmHg akan kolaps bila tekanan bola mata 40
mmHg. Akibatnya akan terjadi gangguan peredaran serabut saraf retina, yang
akan mengganggu fungsinya. Pembuluh darah kecil papil akan menciut
sehingga peredaran darah papil terganggu yang akan mengakibatkan ekskavasi
glaukomatosa pada papil saraf optik. Akibat keadaan ini perlahan-lahan terjadi
gangguan lapang pandangan dengan gambaran skotoma khas untuk glaukoma.
Alat yang digunakan untuk pemeriksaan lapangan pandang adalah perimeter
Goldmann yang merupakan pemeriksaan khusus pada glaucoma. Alat ini
digunakan untuk diagnosis dan penilaian kemajuan terapi. Apabila alat ini tidak
tersedia, dapat dilakukan secara konfrontasi.

d. Ophtalmoskopi.
untuk menilai kerusakan saraf optic Adanya depresi n.opticus di belakang
mata akibat penekanan tekanaan intraokular. Terjadi pelebaran n.opticus yang
disebut dengan cuppin. Hal ini berarti kondisi sudah dalam tahap lanjut.
e. Gonioskop
untuk menentukan jenis glaucoma Pemeriksaan gonioskopi dilakukan untuk
mengetahui jenis glaucoma terbuka atau tertuup. Pada uji gonioskopi, lensa
cermin ditaruh di depan kornea sehingga dapat dilihat sudut bilik mata secara
lagsung. Sudut sempit atau sudut tertutup dapat dilihat.
Pemeriksaan ini harus dilakukan rutin pada penderita glaucoma. Gonioskopi
dapat menentukan apakah seseorang akan mendapat serangan glaukma sudut
tertutup, sehinga ia akan mencari pengobatan segera apbila mulai terjadi
serangan.

H. Diagnosa Banding
Iridosiklitis dengan glaukoma sekunder kadang-kadang sukar dibedakan.
Goniuskopi untuk menentukan jenis sudut sangatlah membantu. Jika pengamatan
terganggu dengan adanya kekeruhan kornea atau kekeruhan didalam bilik mata depan,
maka untuk memastikan diagnosis bisa dilakukan genioskopi pada mata lainnya, dan
ini sangat membantu.

I. Komplikasi
1. Sinekia anterior perifer
Iris perifer melekat pada jalinan trabekel dan menghambat aliran mata keluar.
2. Katarak
Lensa kadang-kadang melekat membengkak, dan bisa terjadi katarak. Lensa
yang membengkak mendorong iris lebih jauh kedepan yang akan menambah
hambatan pupil dan pada gilirannya akan menambah derajat hambatan sudut.
3. Atrofi retina dan saraf optik
Daya tahan unsure-unsur saraf mata terhadap tekanan intraokular yang tinggi
adalah buruk. Terjadi gaung glaukoma pada pupil optik dan atrofi retina, terutama
pada lapisan sel-sel ganglion.

J. TATALAKSANA
Obati dulu penyakit dasarnya. Untuk glaukoma, penatalaksanaannya sama
dengan penjelasan sebelumnya, tergantung tipe glaukoma yang ditimbulkan.
Apabila terjadi karena uveitis, maka kita obati dulu penyebab awalnya yaitu dengan
pemberian midriatkum, steroid, obat-obbatan sitotoksik, dan pemberian siklosporin.
Pada glaukoma sekunder yang disebabkan oleh katarak yang pertama turunkan
dahulu tekanan intraokulernya, setelah turun baru dilanjutkan dengan operasi
katarak. Sedangkan pada glaukom sekunder yang terjadi karena penggunaan steroid
jangka panjang yaitu hentikan dulu penggunaan steroidnya baru kemudian dilakukan
penurunan tekanan intraokuler. Pada glaukoma yang disebabkan oleh tumor yang
berasal dari uvea atau retina seabaiknya diberikan obat penurun tekanan intraokuler
sampai dengan dilkuakan tindakan enukleasi bulbi. Sedang glaukom yang
disebabkan oleh neovaskularisasi pada retinopati diabetikum dapat diberikan obat
penurun tekanan intraokuler yang bersifat menurunkan produksi humor akuos yang
dikombinasikan dengan tetes mata sikloplegik dan tetes mata steroid.
Tujuan utama terapi glaukoma adalah dengan menurunkan tekanan intraokular
serta meningkatkan aliran humor aquos (drainase) dengan efek samping yang
minimal.
Penangananya meliputi :
1. Medikamentosa
blockers (misalnya timolol, levabunolol, carteolol, betaxolol, dan
metipranolol). Mekanismenya yaitu menurunkan tekanan intraokular dengan
menurunkan sekresi dari humor aquos . Sedian berupa obat tetes mata yang
dapat diberikan dua kali sehari atau sekali sehari (long acting), atau dapat
dikombinasi dengan obat lain.
Prostaglandin analogues (misalnya, latanoprost, travoprost, dan bimatoprost).
Mekanismenya yaitu menurunkan tekanan intraokular dengan melancarkan
drainase dari humor aquos melalui jalur uveascleral. Dapat menurunkan
tekanan intraocular hingga 30-35%.
Sympathomimetic agents. Adrenaline topikal, kini jarang digunakan oleh
karena efektivitas yang lebih rendah dibandingkan blockers dan efek
samping obat tersebut.
Parasympathomimetic agents (misalnya, pilocarpine). Mekanismenya yaitu
menurunkan tekanan intraokular dengan jalan memperkecil diameter pupil
sehingga meningkatkan drainase/aliran humor aquos ke trabecular
meshwork.
Carbonic anyidrase inhibitors (misalnya, dorzolamide, brinzolamide,
azetozolamide). Mekanismenya yaitu menurunkan tekanan intraokular
dengan jalan menurunkan produksi humor aquos.
2. Bedah
Terapi bedah digunakan hanya apabila terapi medikamentosa tidak mampu
mengobati dan menghambat progresivitas galukoma. Terapi bedah tersebut antara lain
;
Iridectomy.
Perifer iridektomi merupakan tindakan bedah yang dilakukan pada galukoma
sudut tertutup, baik pada mata yang sakit ataupun pada mata yang sehat
sebagai tindakan pencegahanm.

K. PROGNOSIS
Tanpa pengobatan, glaukoma dapat mengakibatkan kebutaan total. Apabila
proses penyakit terdeteksi dini sebagian besar penyakit glaukoma dapat ditangani
dengan baik.











Daftar Pustaka
Hamurwono et. Al., 1996. Ilmu Penyakit Mata, Airlangga University Press,
Surabaya
Ilyas, Sidarta., 2004. Ilmu Penyakit Mata, Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, Jakarta.
Miranti, A., Arjo SM., 2002. Deteksi dini glaukoma, Medisinal, Vol. III,
Jakarta.
Perhimpunan dokter spesialis mata Indonesia, 2002, Ilmu Penyakit Mata untuk
dokter umum dan mahasiswa kedokteran: edisi ke-2, Sagung Seto, Jakarta.
Suhardjo et. Al. 2007. Ilmu Kesehatan Mata, Bagian Ilmu Penyakit Fakultas
Kedokteran Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Wijana, N., 1993 Ilmu Penyakit Mata, cetakan 6, Abadi Tegal, Jakarta.
Diunduh dari http://nyitzh.blogspot.com/2012/03/glaukoma-sekunder.html
Diunduh dari http://aneuksnanggrau.blogspot.com/2012/01/glaukoma-
sekunder.html
Diunduh dari http://dm-ambisius.blogspot.com/2011/04/glaukoma-
sekunder_24.html

Anda mungkin juga menyukai