Dokter Penguji :
Dr. Rinanto Prabowo, Sp M, M.Sc
Disusun oleh:
Jovi Ignasius 11-2015-064
1
I. IDENTITAS
Nama : Tn. S
Umur : 65 Tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : Petani
II. ANAMNESIS
Autoanamnesis dilakukan pada tanggal 2 November 2015
Keluhan utama : Mata kanan cekot-cekot sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit
Os datang ke Rumah Sakit Mata DR Yap dengan keluhan nyeri pada mata
kanan sejak 4 hari SMRS. Sebelumnya Os mengaku penglihatannya mulai menjadi
buram, mata merah (+), gatal (-), nyeri pada mata (+), silau (+), bayangan cincin
putih/ halo (+), penglihatan ganda (-), pusing (+), mual (-), muntah (-). Sejak 5 bulan
belakangan Os juga mengeluh penglihatan mata kirinya buram. Riwayat trauma pada
mata sebelumnya tidak ada. Riwayat perawatan pada mata tidak ada. Riwayat sakit
mata sebelumnya tidak ada. Riwayat penggunaan kacamata sebelumnya tidak ada.
2
Status Generalis
Suhu: 38,3oc
Status Oftalmologicus
1. VISUS
Axis 4/60 0
3
Deviasi Tidak ada Tidak ada
3. SUPERSILIA
Warna Hitam Hitam
4
Kalazion Tidak ada Tidak ada
6. KONJUNGTIVA BULBI
Sekret Tidak ada Tidak ada
7. SKLERA
Warna Putih Putih
8. KORNEA
Kejernihan Berkabut Jernih
Ukuran 12 mm 12 mm
5
Arkus Senilis Ada Ada
10. IRIS
Warna Cokelat tua Cokelat tua
11. PUPIL
Letak Ditengah Ditengah
Ukuran 4 mm 4 mm
6
12. LENSA
Kejernihan Jernih Jernih
15. PALPASI
Nyeri tekan Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Tonometri non 56 54
contact
7
16. KAMPUS VISI
Tes konfrontasi Normal Normal
V. RESUME
Seorang laki-laki berusia 65 tahun, datang ke Rumah Sakit Mata DR Yap
dengan keluhan penglihatan mata kanan nyeri sejak 4 hari SMRS. Os mengaku
penglihatannya mulai menjadi buram, mata merah (+), nyeri pada mata (+), silau (+),
bayangan cincin putih/ halo (+), pusing. Os mengeluh penglihatan buram pada mata
kiri sejak 5 bulan belakangan. Riwayat trauma pada mata (-). Riwayat perawatan
pada mata (-), DM (-), Hipertensi (-), alergi (-).
OD OS
4/60 Visus 0
OS Glaukoma absolut
8
VIII. PENATALAKSANAAN
Medikamentosa
Non medikamentosa
IX. PROGNOSIS
OKULO DEXTRA (OD) OKULO SINISTRA (OS)
Tinjauan Pustaka
I. Anatomi
Anatomi sudut filtrasi terdapat di dalam limbus kornea. Limbus adalah bagian yang
dibatas oleh garis yang menghubungkan akhir dari membran descemet dan membran
Bowman, lalu ke posterior 0.75 mm, kemudia ke dalam mengelilingi kanalis Schlemm dan
trabekula sampai ke bilik mata depan. Akhir dari membran descemet disebut garis
Schwalbe.
Di dalam stroma terdapat serat-serat saraf dan cabang akhir dari arteri siliaris
anterior. Bagian terpenting dari sudut filtrasi adalah trabekula, yang terdiri dari:
Trabekula korneoskleral, serabutnya berasal dari dalam stroma kornea dan menuju
ke belakang, mengelilingi kanalis Schlemm untuk berinsersi pada sklera.
Trabekula uveal, serabut berasal dari lapisan dalam stroma kornea, menuju ke
skleralspur (insersi dari m. Siliaris) dan sebagian ke m. Silirasi meridional.
Serabut berasal dari akhir membran descemet (garis Schwalbe, menuju jaringan
pengikat m. siliaris radialis dan sirkularis.
9
Ligamentum pektinatum rudimenter, berasal dari dataran depan iris menuju depan
trabekula.
Trabekula terdiri dari jaringan kolagen, jaringan homogen, elastis, dan seluruhnya
diliputi endotel. Keseluruhannya merupakan spons yang tembus pandang, sehingga ada
darah di dalam kanal Schlemm, dapat terlihat dari luar.
Aqueous humor diproduksi oleh corpus ciliare. Ultrafiltrat plasma yang dihasilkan
di stroma prosesus ciliares dimodifikasi oleh fungsi sawar dan prosesus sekretorius epitel
siliaris. Setelah masuk ke bilik mata depan, aqueous humor mengalir melalui pupil ke bilik
mata depan. Selama itu, terjadi pertukaran komponen-komponen aqueous humor dengan
darah di iris.
10
Gambar 1. Anatomi dan Aliran Keluar Aqueous Humor.
Humor aqueous akan mengalir keluar dari sudut COA melalui dua jalur, yakni:
aliran keluar melalui jalur trabekular yang menerima sekitar 85 % dari aliran,
kemudian akan mengalir melalui kanalis Schlemm. Dari sini akan dikumpulkan
melalui 20-30 saluran radial ke pleksus vena episkleral (sistem konvensional);
ii. Epidemiologi
Terdapat 70 orang yang menderita glaukoma di seluruh dunia, dan 7 juta
menjadi buta karena penyakit tersebut. Glaukoma merupakan penyakit kedua
tersering yang menyebabkan kebutaan pada negara berkembang setelah
diabetes mellitus. Dimana 15-20 % kebutaan mengalami kehilangan pandangan
sebagai hasil dari glaukoma. Di negara Jerman, sebagai contohnya kurang lebih
11
10 % dari populasi di atas usia 40 tahun mengalami peningkatan tekanan
intraokular. Pada populasi di negara Jerman, 8 juta penduduk mengalami risiko
untuk mengalami glaukoma. Di Indonesia, glaukoma menjadi penyebab lebih
dari 500.000 kasus kebutaan di Indonesia, dan bersifat permanen.
iii. Etiologi
Glaukoma terjadi karena peningkatan TIO yang dapat disebakan oleh
bertambahnya produksi humor aqueous oleh badan silier ataupun berkurangnya
pengeluaran humor aqueous di daerah sudut bilik mata atau di celah pupil.
12
hipertensi, risiko 6 kali lebih sering;
keluarga penderita glaukoma, risiko 4 kali lebih sering;
tembakau, risiko 4 kali lebih sering;
miopia, risiko 2 kali lebih sering;
diabetes melitus, risiko 2 kali lebih sering.
IV. Patofisiologi Glaukoma
Mekanisme utama penurunan penglihatan pada glaukoma adalah apoptosis sel ganglion
retina yang menyebabkan penipisan lapisan serat saraf dan lapisan inti dalam retina, serta
berkurangnya akson di nervus optikus. Diskus optikus menjadi atrofi, disertai pembesaran
cawan optik. 1, 8
Merupakan pengukuran TIO. Instrumen yang paling luas digunakan adalah tonometri
Goldmann, yang dilekatkan ke slitlamp dan mengukur gaya yang diperlukan untuk
meratakan daerah kornea tertentu. Ketebalan kornea berpengaruh pada keakuratan
pengukuran. TIO mata yang korneanya tebal diperkirakan terlalu tinggi; yang korneanya
tipis ditaksir terlalu rendah.
13
digunakan untuk mengukur indentasi kornea yang ditimbulkan oleh beban yang diketahui
sebelumnya.
Rentang TIO normal adalah 10-21 mmHg. Pada usia lanjut, rerata TIO-nya lebih
tinggi sehingga batas atasnya adalah 24 mmHg. Pada glaukoma sudut terbuka primer, 32-
50 % individu yang terkena akan memperlihatkan TIO yang normal saat pertama kali
diperiksa. Sebaliknya, peningkatan TIO semata tidak selalu diartikan bahwa pasien
mengidap glaukoma sudut terbuka primer; untuk menegakkan diagnosis diperlukan bukti-
bukti lain seperti adanya diskus optikus glaukomatosa atau kelainan lapang pandang.
Pasien harus terus-menerus diobservasi secara berkala sebagai tersangka glaukoma jika
didapatkan TIO terus menerus meninggi sementara diskus optikus dan lapang pandang
normal.
14
Gambar 3. Tonometri Schiotz.
Gonioskopi 1,2
Sudut bilik mata depan dibentuk oleh pertemuan kornea perifer iris, yang diantaranya
terdapat anyaman trabekular. Konfigurasi sudut ini, yakni lebar (terbuka), sempit, atau
tertutup, memberi dampak penting pada aliran keluar humor aqueous. Lebar sudut mata
dapat diperkirakan dengan pencahayaan oblik mata depan, menggunakan sebuah senter
atau dengan pengamatan kedalaman bilik depan mata perifer menggunakan slitlamp. Akan
tetapi, sudut bilik mata depan (COA) sebaiknya ditentukan langsung dengan gonioskopi,
yang memungkinkan visualisasi langsung struktur sudut-sudut. Apabila keseluruhan
anyaman trabekular, taji sklera, dan prosesus iris dapat terlihat, sudut dinyatakan terbuka.
Apabila hanya garis Schwalbe atau sebagian kecil dari anyaman trabekular yang terlihat,
sudut dinyatakan sempit. Apabila garis Schwalbe tidak terlihat, sudut dinyatakan tertutup.
Diskus optikus normal memiliki cekungan di bagian tengahnya (depresi sentral) yang
ukurannya tergantung pada jumlah relatif serat penyusun nervus optikus terhadap ukuran
lubang sklera yang harus dilewati oleh serat-serat tersebut.
Pemeriksaan lapang pandang secara teratur berperan penting dalam diagnosis dan tindak
lanjut glaukoma. Penurunan lapang pandang glaukoma itu sendiri tidak spesifik karena
gangguan ini terjadi akibat defek berkas saraf yang dapat dijumpai pada semua peyakit
nervus optikus; namun pola kelainan lapang pandang, sifat, progresivitas, dan
hubungannya dengan kelainan diskus optikus merupakan ciri khas penyakit ini.
16
Skotoma arkuata ganda di atas dan di bawah median horizontal sering disertai
oleh nasal step (Roenne) karena perbedaan ukuran kedua defek arkuata tersebut.
Pengecilan lapang pandang perifer cenderung berawal di perifer nasal. Selanjutnya
mungkin terdapat hubungan ke defek arkuata, menimbulkan breakthrough perifer. Lapang
pandang perifer temporal dan 5-10 derajat sentral baru terpengaruh pada stadium lanjut
penyakit. Pada stadium akhir penyakit, ketajaman penglihatan sentral mungkin normal tapi
hanya 5 derajat lapang pandang di tiap-tiap mata. 1
17
VI. Klasifikasi dan Gejala Klinis Glaukoma
Glaukoma Primer
Akut. Glaukoma sudut tertutup akut terjadi bila terbentuk iris bomb yang
menyebabkan oklusi sudut bilik mata depan oleh iris. Hal ini menghambat aliran
keluar aqueous dan TIO meningkat dengan cepat, menimbulkan nyeri hebat,
kemerahan, dan penglihatan kabur. Serangan akut tersebut sering dipicu oleh
dilatasi pupil yang terjadi secara spontan di malam hari atau saat pencahayaan
berkurang, dapat juga disebabkan oleh obat-obatan dengan efek antikolinergik atau
simpatomimetik.
18
Kronik. Pasien dengan predisposisi anatomi penutupan sudut COA
mungkin tidak pernah mengalami episode peningkatan TIO akut, tetapi mengalami
sinekia anterior perifer yang semakin meluas dan disertai peningkatan TIO secara
bertahap. Pada pemeriksaan dijumpai peningkatan TIO, sudut bilik mata depan
yang sempit disertai sinekia anterior perifer dalam berbagai tingkat, serta kelainan
diskus optikus dan lapang pandang. 1, 2, 5, 9, 10, 11
Glaukoma Sekunder
Glaukoma Absolut
19
yaitu mempengaruhi pembentukan aqueous humor serta menyebabkan dehidrasi korpus
vitreum.
Iridoplasti iridektomi dan iridotomi perifer. Blokade pupil pada glaukoma sudut
tertutup paling baik diatasi dengan membentuk saluran langsung antara bilik mata depan
dan belakang sehingga tidak ada perbedaan tekanan antara keduanya. Iridotomi perifer
paling baik dilakukan dengan laser YAG : neodynium walaupun laser argon diperlukan
pada iris berwarna gelap. Tindakan bedah iridektomi perifer dilakukan bila iridotomi laser
20
YAG tidak efektif. Iridotomi laser YAG menjadi suatu tindakan pencegahan bila dilakukan
pada sudut sempit sebelum serangan penutupan sudut.
Pada beberapa kasus penutupan sudut yang TIO nya tidak mungkin dikendalikan
dengan obat atau tidak dapat dilakukan iridotomi laser YAG, dapat dikerjakan iridoplasti
perifer laser argon (ALPI). Suatu cincin laser yang membakar iris perifer menyebabkan
kontraksi stroma iris dan secara mekanis, menarik sudut COA hingga terbuka. Terdapat
resiko terjadinya sinekia anterior perifer sebesar 30% dan peningkatan TIO secara kronis.
21
Glaukoma Akut
Glaukoma sudut tertutup akut adalah suatu kedaruratan oftalmologik. Terapi pada
awalnya ditujukan untuk menurunkan TIO. Asetazolamide intravena dan oral
bersama obat topikal seperti beta blocker dan jika perlu obat hiperosmotik
biasanya akan menurunkan tekanan intraokuler. Kemudian diteteskan pilokarpin
2% 1,5 jam setelah terapi dimulai yaitu saat iskemia iris berkurang dan TIO
menurun. Steroid topikal dapat juga digunakan untuk menurunkan peradangan
TIO sekunder. Setelah TIO dapat dikontrol, harus dilakukan iridotomi perifer
untuk membentuk hubungan permanen antara COA dan COP sehingga
kekambuhan iris bombe dapat dicegah. Ini paling sering dilakukan dengan laser
YAG neodynium. Iridektomi perifer secara bedah merupakan terapi konvensional
bila terapi laser tidak berhasil, tetapi ALPI dapat dilakukan. Mata sebelahnya
harus menjalani iridotomi laser profilaktik.
Daftar Pustaka
1. Riordan-Eva P, Witcher. Vaughan & Asbury oftalmologi umum. Edisi 17. Jakarta:
EGC; 2010. h. 212-28.
2. Ilyas S, Yulianti SR. Ilmu penyakit mata. Edisi ke-4. Jakarta: FKUI; 2012. h. 216-
20.
3. Ilyas S. Penuntun ilmu penyakit mata. Edisi ke-3. Jakarta: FKUI; 2008. h. 117-28.
4. Ilyas S, Mailangkay HHB, Taim H, Saman RR, Simarmata M, Widodo PS. Ilmu
penyakit mata. Edisi 2. Jakarta: Sagung Seto; 2010. h. 239-61.
5. Lang GK. Ophtalmology: A pocket textbook atlas. 2nd edition. Stuttgart: Thieme,
2007. h. 239-77.
6. James B, Chew C, Bron A. 2005. Lecture notes: Oftalmologi. Ed. 9. Jakarta: EMS;
2008.
7. Gerhard KL, Oscar, Gabriele, Doris, Peter. Ophtalmology: a short textbook. 2nd
edition. New York: Thieme Stuttgart; 2007.
8. Ilyas S. Ikhtisar ilmu penyakit mata. Jakarta: FKUI; 2009. h. 241-60.
9. Ilyas S, Salamun, Azhar Z. Sari ilmu penyakit mata. Jakarta: FKUI; 2000. h. 155-
72.
10. American Academy of Ophtalmology. Acute primary angle closure glaucoma in
basic and clinical science course. Section 10. America: AAO; 2006. p. 122-6.
11. Khaw PT, Elkington AR. AC of eyes. 4th edition. London: BMJ Book; 2005.
22
23