Anda di halaman 1dari 37

REFERAT

Kelainan Refraksi dan Penatalaksanaannya

Dokter Pembimbing :

dr. Sri Harto, Sp.M

Disusun Oleh :

Ferina Evangelin 11 2015 283

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Mata


Rumah Sakit Angkatan Udara dr.Esnawan Antariksa
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jakarta
Periode 11 Desember 2017 – 13 Januari 2018

1
Halaman Pengesahan

Nama Mahasiswa : Ferina Evangelin


NIM : 11 2015 283
Bagian : Ilmu Penyakit Mata RS AU dr. Esnawan Antariksa / FK UKRIDA
Judul Kasus : Kelainan Refraksi dan Penatalaksanaannya
Periode : 11 Desember 2017 – 13 Januari 2018
Pembimbing : dr. Sri Harto, Sp.M

Jakarta, Desember 2017


Pembimbing,

dr. Sri Harto, Sp.M

2
Bab I
Pendahuluan

Keluhan menurunnya tajam penglihatan atau pandangan kabur sering dijumpai pada
pasien oftalmologi. Menurunnya tajam penglihatan bisa disebabkan oleh karena adanya
kelainan refraksi, yaitu apabila berkas cahaya paralel atau sinar sejajar yang masuk ke mata
tidak difokuskan pada makula lutea, sehingga bayangan benda terlihat buram atau tidak
tajam. Keadaan seperti itu disebut sebagai ametropia.1 Dalam kehidupan sehari-hari, kita
tentutnya sering menjumpai orang yang mengalami kelainan mata minus (miopia), mata plus
(hipermetropia), mata silinder (astigmatisma), atau mata yang membutuhkan kacamata plus
untuk membaca (presbiopia). Keempat kondisi tersebut lazim disebut sebagai kelainan
refraksi.2
Faktor genetik dan faktor lingkungan merupakan faktor risiko yang memegang
peranan penting pada terjadinya kelainan refraksi. Faktor gentik dapat menurunkan sifat
kelainan refraksi ke keturunannya. Anak dengan orang tua yang mengalami kelainan refraksi
cenderung mengalami kelainan refraksi juga. Sedangkan faktor lingkungan seperti kebiasaan
beraktivitas dalam jarak dekat termasuk membaca, menggunakan komputer dan video game
memiliki peranan yang besar terhadap terjadinya kelainan refraksi.3
Badan Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan sebanyak 153 juta orang di seluruh
dunia mengalami gangguan penglihatan akibat kelainan refraksi yang tidak terkoreksi, yaitu
sebesar 43% dari keseluruhan penyebab gangguan penglihatan (visual impairment) global.
Angka tersebut menunjukkan tingginya kejadian kelainan refraksi di sekitar kita.2 Kelainan
refraksi juga merupakan penyebab utama kebutaan ketiga yaitu 0,14% setelah katarak
(0,78%) dan glaukoma (0,20%).4 Kacamata atau lensa kontak merupakan alat bantu
penglihatan yang dapat mengoreksi kelainan refraksi tersebut, disamping itu terdapat pula
bedah refraktif dengan teknologi canggih menggunakan laser, misalnya LASIK atau operasi
tanam lensa (phakic IOL, refractive lens exchange).2

3
Bab II
Tinjauan Pustaka

2.1 Media Refraksi


Hasil pembiasan sinar pada mata ditentukan oleh media penglihatan yang terdiri
atas kornea, cairan mata, lensa, badan kaca (vitreus), dan panjangnya bola mata. Pada
orang normal susunan pembiasan oleh media penglihatan dan panjangnya bola mata
demikian seimbang sehingga bayangan benda setelah melalui media penglihatan
dibiaskan tepat di daerah makula lutea.1

Gambar 1. Bola Mata

2.1.1 Kornea
Kornea adalah jaringan transparan disebabkan oleh strukturnya yang
avaskular. Kornea ini disisipkan kedalam sklera pada limbus. Kornea dewasa
rata-rata mempunyai tebal 550 µm di pusatnya (terdapat variasi menurut ras),
diameter horizontalnya sekitar 11,75 mm, dan vertikalnya 10,6 mm. Sumber
nutrisi untuk kornea adalah pembuluh-pembuluh darah limbus, aqueous
humor, dan air mata. Kornea superfisialis juga mendapatkan sebagian besar
oksigen dari atmosfer. Saraf-saraf sensorik kornea didapat dari cabang
pertama nervus kranialis V (trigeminus).5
Kornea merupakan bagian mata yang tembus cahaya dan menutup bola
mata disebelah depan, dan terdiri atas 5 lapis, yaitu: epitel, membran Bowman,
stroma, membran Descement, dan endotel.1

4
2.1.2 Aqueous Humor
Aqueous humor adalah suatu cairan jernih yang mengisi bilik mata
depan dan belakang. Volumenya sekitar 250 uL, dan kecepatan
pembentukannya, yang memiliki variasi diurnal, adalah 2,5 uL/menit. Tekanan
osmotiknya sedikit lebih tinggi dibandingkan plasma. Aqueous humor
diproduksi oleh corpus ciliare. Setelah memasuki bilik mata belakang,
aqueous humor melalui pupil dan masuk ke bilik mata depan, kemudian ke
perifer menuju anyaman trabekular di sudut bilik mata depan.5
2.1.3 Lensa
Lensa adalah suatu struktur bikonveks, avaskular, dan tak bewarna.
Tebalnya sekitar 4 mm dan diameternya 9 mm. Lensa tergantung pada zonula
yang menghubungkan dengan korpus siliaris. Di sebelah anterior lensa
terdapat aqueous humor sedangkan disebelah posteriornya terdapat vitreus.
Kapsul lensa adalah suatu membran semipermeable yang akan
memperbolehkan air dan elektrolit masuk. Lensa ditahan oleh zonula zinii
yang tersusun atas banyak fibril yang berasal dari permukaan korpus siliar dan
menyisip ke dalam ekuator lensa. Tidak ada saraf, serat nyeri atau pembuluh
darah pada lensa.5
2.1.4 Vitreus Humor
Vitreus atau badan kaca merupakan suatu jaringan seperti kaca yang
terletak antara lensa dengan retina.1 Vitreus membentuk dua pertiga volume
dan berat mata.5 Vitreus bersifat semi cair di dalam bola mata. Mengandung
air sebanyak 90% sehingga tidak dapat lagi menyerap air. Fungsi vitreus yaitu
mempertahankan bola mata agar tetap bulat dan untuk meneruskan sinar dari
lensa ke retina. Vitreus melekat pada bagian tertentu jaringan bola mata, yaitu
pada ora serata, pars plana, dan papil saraf optik. Kebeningan vitreus
disebabkan oleh tidak terdapatnya pembuluh darah dan sel.1
2.1.5 Panjang Bola Mata
Panjang bola mata diukur mulai dari permukaan luar kornea yang
meruncing sampai dengan retina. Pada saat lahir panjang bola mata kurang
lebih 17 mm kemudian pada keadaan normal bola mata akan tumbuh
mencapai 24-25 mm.6 Pertumbuhan bola mata biasanya terjadi selama siang
hari yang dipengaruhi oleh sinyal dari penglihatan. Apabila penglihatan kabur
maka retina sebagai pusat kendali akan melepaskan dopamine melalui sel
5
amakrin, kemudian mengaktifkan RPE yang berperan sebagai pengatur
pertumbuhan mata.7 Penelitian yang dilakukan oleh Veena dimana dilakukan
pengukuran panjang bola mata pada sekelompok populasi berdasarkan umur
menunjukkan bahwa pada usia 16-18 tahun telah mencapai panjang bola mata
normal kemudian mengalami penurunan pada usia 40 tahun ke atas.

2.2 Fisiologi Penglihatan


Media refraksi penglihatan terdiri atas kornea, lensa, badan kaca, dan panjangnya
bola mata. Pada keadaan normal terjadi keseimbangan pembiasan oleh media penglihatan
dan panjangnya bola mata sehingga bayangan benda dapat dibiaskan tepat di daerah
makula lutea. Ketika sinar cahaya datang memantulkan bayangan benda kemudian masuk
melalui kornea. Kornea meneruskan sinar ini melalui pupil yang dibantu oleh iris untuk
mengatur banyaknya cahaya yang masuk. Sinar tersebut melewati lensa yang dapat
melakukan perubahan bentuk menjadi cekung atau cembung sehingga sinar ini dapat
difokuskan tepat di retina. Di retina, sinar yang masuk akan dirubah menjadi impuls
listrik. Setelah itu impuls listrik ini akan dikirim ke otak sehingga terbentuk gambaran
objek untuk di interpretasi.5
Pada keadaan normal cahaya yang tidak terhingga akan terfokus pada retina,
demikian pula bila benda jauh didekatkan, maka dengan adanya daya akomodasi benda
dapat difokuskan pada retina atau makula lutea. Dengan berakomodasi, maka benda pada
jarak yang berbeda-beda akan terfokus pada retina. Akomodasi adalah kemampuan lensa
untuk mengubah daya bias untuk menetapkan fokus pada objek dekat.8 Akomodasi terjadi
akibat kontraksi otot siliar. Dengan adanya akomodasi, maka benda pada jarak yang
berbeda-beda akan terfokus pada retina. Kekuatan akomodasi akan meningkat sesuai
dengan kebutuhan, makin dekat benda makin kuat mata harus berakomodasi
(mencembung). Kekuatan akomodasi diatur oleh refleks akomodasi, dimana refleks
akomodasi akan bangkit bila mata melihat kabur dan pada waktu konvergensi atau
melihat dekat.1
Mata akan berakomodasi bila bayangan benda difokuskan di belakang retina. Bila
sinar jauh tidak difokuskan pada retina seperti pada mata dengan kelainan refraksi
hipermetropia maka mata tersebut akan berakomodasi terus-menerus walaupun letak
bendanya jauh, dan pada keadaan ini diperlukan fungsi akomodasi yang baik. Sedangkan
dengan bertambahnya usia, maka daya akomodasi akan berkurang akibat berkurangnya

6
elastisitas lensa sehingga lensa sukar mencembung. Keadaan itu disebut dengan
presbiopia.1

2.3 Pemeriksaan Tajam Penglihatan (Visus)


Pada kelainan refraksi pemeriksaan yang dilakukan adalah dengan pemeriksaan
tajam penglihatan. Tes ini untuk menilai kekuatan resolusi mata. Tes standar adalah
dengan menggunakan kartu Snellen yang terdiri dari baris-baris huruf yang ukurannya
semakin kecil. Tiap baris diberi nomor dengan jarak dalam meter dan jarak tiap huruf
membentuk sudut 1 menit dengan mata. Tajam penglihatan dicatat sebagai jarak baca
pada nomor baris dari huruf terkecil yang dilihat. Jika jarak baca adalah garis 6 meter
maka tajam penglihatan adalah 6/6.1

Gambar 2. Contoh Snellen Chart

Cara melakukan pemeriksaan tajam penglihatan adalah pasien didudukkan dengan


jarak 6 meter atau 20 kaki dari diagram Snellen, karena pada jarak ini mata akan melihat
benda dalam keadaan beristirahat atau tanpa akomodasi. Kemudian pasangkan gagang
lensa coba (trial frame) pada pasien. Sesuaikan ukuran gagang lensa coba dengan jarak
pupil pasien. Jarak pupil diukur dengan menggunakan penggaris, letakkan angka 0 pada
titik pusat pupil pasien dan hitung jarak antara titik pusat pupil kanan dengan pupil kiri.
Mata yang tidak diperiksa ditutup terlebih dahulu. Biasanya pemeriksaan dilakukan pada
mata kanan terlebih dahulu atau mata yang dikeluhkan. Pasien diminta membaca huruf
yang tertera pada diagram Snellen dari yang paling besar, setelah satu baris selesai maka
dilanjutkan dengan baris dibawahnya. Catat tajam penglihatan terbaik pasien yaitu baris
terbawah yang dapat dibaca dengan benar oleh pasien.9
Dikatakan tajam penglihatan 6/6 bila pasien dapat melihat huruf pada jarak 6
meter, yang mana orang normal huruf tersebut dapat dilihat pada jarak 6 meter. Dan

7
dikatakan tajam penglihatan 6/60 bila pasien hanya dapat melihat huruf pada jarak 6
meter, yang oleh orang normal huruf tersebut dapat dilihat pada jarak 60 meter.1
Apabila pasien tidak bisa membaca huruf terbesar pada diagram Snellen,
lanjutkan dengan uji hitung jari (interpretasi: jarak antara jari yang dilihat dengan pasien
yang diuji diinterpretasikan dalam bilangan per-60. Contoh: pasien dapat menghitung jari
pada jarak 2 meter, maka diinterpretasikan sebagai tajam penglihatan 2/60).9
Apabila pasien gagal dalam hitung jari, dikerjakan uji lambaian tangan dengan
jarak 1 meter. Bila pasien dapat mengenali lambaian tangan tangan pada jarak 1 meter,
dicatat sebagai 1/300. Apabila masih gagal, dilanjutkan dengan uji persepsi cahaya. Dan
apabila pasien mengenali cahaya, diinterpretasikan sebagai 1/tak terhingga.9 Namun, jika
penglihatan sama sekali tidak mengenal adanya sinar maka dikatakan penglihatannya
adalah 0 (nol) atau no light perception (NLP) atau buta total.1
Pemeriksaan di atas dapat dilakukan pada orang yang telah dewasa atau dapat
berkomunikasi. Pada bayi, refleks pupil sudah mulai terbentuk sehingga dengan cara
tersebut dapat diketahui keadaan fungsi penglihatan bayi pada masa perkembangannya.
Pada anak yang lebih besar dapat dipakai benda-benda yang lebih besar dan berwarna
untuk digunakan dalam pengujian penglihatannya.1 Bila seseorang diragukan apakah
penglihatannya berkurang akibat kelainan refraksi, maka dilakukan uji pinhole. Bila
dengan pinhole penglihatan lebih baik, maka berarti ada kelainan refraksi yang masih
dapat dikoreksi dengan kacamata. Bila penglihatan berkurang dengan diletakkannya
pinhole di depan mata berarti ada kelainan organik atau kekeruhan media penglihatan
yang mengakibatkan penglihatan menurun.1

2.4 Emetropia
Mata yang normal disebut sebagai mata emetropia dan akan menempatkan
bayangan benda tepat di retinanya pada keadaan mata tidak melakukan akomodasi atau
istirahat melihat jauh. Mata dengan sifat emetropia adalah mata tanpa adanya kelainan
refraksi pembiasan sinar mata dan berfungsi, dimana sinar jauh difokuskan sempurna di
daerah makula lutea tanpa bantuan akomodasi. Mata emetropia akan mempunyai
penglihatan normal atau 6/6 atau 100%. Bila media penglihatan seperti kornea, lensa, dan
badan kaca keruh maka sinar tidak dapat diteruskan ke makula lutea. Pada keadaan media
penglihatan keruh maka penglihatan tidak akan 100% atau 6/6. 1
Keseimbangan dalam pembiasan sebagian besar ditentukan oleh dataran depan
dan kelengkungan kornea dan panjangnya bola mata. Kornea mempunyai daya pembiasan
8
sinar terkuat dibanding bagian mata lainnya. Lensa memegang peranan membiaskan sinar
terutama pada saat melakukan akomodasi atau bila melihat benda yang dekat. Panjang
bola mata seseorang dapat berbeda-beda. Bila terdapat kelainan pembiasan sinar oleh
kornea (mendatar, mencembung) atau adanya perubahan panjang (lebih panjang, lebih
pendek) bola mata maka sinar normal tidak dapat terfokus pada makula. Keadaan ini
disebut sebagai ametropia yang dapat berupa miopia, hipermetropia, atau astigmat.1
Kelainan lain pada pembiasan mata normal adalah gangguan perubahan
kecembungan lensa yang dapat berkurang akibat berkurangnya elastisitas lensa sehingga
terjadi gangguan akomodasi. Gangguan akomodasi dapat terlihat pada usia lanjut
sehingga terlihat keadaan yang disebut presbiopia.1

2.5 Kelainan Refraksi


Kelainan refraksi dapat terjadi karena kelainan pembiasan sinar oleh kornea atau
adanya perubahan panjang bola mata sehingga sinar normal tidak dapat terfokus pada
makula yang disebut dengan ametropia, atau gangguan akibat berkurangnya daya
akomodasi lensa yang disebut dengan presbiopia . Ametropia dapat berupa miopia,
hipermetropia, dan astigmatisma.1
Ametropia dalam keadaan tanpa akomodasi atau dalam keadaan istirahat
memberikan bayangan sinar sejajar pada fokus yang tidak terletak pada retina. Pada
keadaan ini bayangan pada selaput jala tidak sempurna terbentuk. Terdapat dua bentuk
ametropia, yaitu:1
a. Ametropia aksial
Ametropia yang terjadi akibat sumbu optik mata lebih panjang atau lebih pendek
sehingga bayangan benda difokuskan di depan atau di belakang retina. Pada miopia
aksial fokus akan terletak di depan retina karena bola mata lebih panjang dan pada
hipermetropia aksial fokus bayangan terletak dibelakang retina karena bola mata lebih
pendek.1
b. Ametropia refraktif
Ametropia akibat kelainan pembiasan sinar di dalam retina. Bila daya bias kuat maka
bayangan benda terletak di depan retina (miopia refraktif) atau bila daya bias kurang
makan bayangan benda akan terletak di belakang retina (hipermetropia refraktif).1

9
2.5.1 Miopia
Definisi
Miopia atau nearsightedness adalah keadaan dimana bayangan dari objek
yang terletak jauh difokuskan di depan retina oleh mata yang tidak berakomodasi.5
Hal ini disebabkan oleh karena mata memiliki kekuatan optik yang terlalu tinggi
karena kornea yang terlalu cembung atau panjang aksial bola mata (panjang bola
mata anteroposterior) yang terlalu besar.1, 9

Etiologi

Etiologi dan patofisiologi miopia belum diketahui, diduga dipengaruhi oleh


faktor lingkungan dan faktor genetika. Faktor gentik dapat menurunkan sifat
kelainan refraksi ke keturunannya, baik secara autosomal dominan maupun resesif.
Anak dengan orang tua yang mengalami kelainan refraksi cenderung mengalami
kelainan refraksi. Prevalensi miopia pada anak dengan kedua orang tuanya miopia
adalah 32,9% dan berkurang sampai 18,2 % pada anak dengan hanya salah satu
orang tuanya yang mengalami miopia, dan kurang dari 8,3% pada anak dengan
orang tua tanpa miopia. Sedangkan faktor lingkungan seperti kebiasaan beraktivitas
dalam jarak dekat termasuk membaca, menggunakan komputer dan video game
memiliki peranan yang besar terhadap terjadinya kelainan refraksi. Beberapa
penelitian menyebutkan bahwa faktor lingkungan memiliki peran yang lebih besar
terhadap miopia dibandingkan dengan hipermetropia atau astigmatisma.3

Pada miopia panjang bola mata anterosposterior dapat terlalu besar atau
kekuatan pembiasan media refraksi terlalu kuat. Sehingga dikenal dua bentuk
miopia, yaitu:1

1. Miopia refraktif, bertambahnya indeks bias media penglihatan dimana lensa


menjadi lebih cembung sehingga pembiasan lebih kuat. Miopia ini sama
dengan miopia bias atau miopia indeks, yaitu miopia yang terjadi akibat
pembiasan media penglihatan kornea dan lensa yang terlalu kuat.1
2. Miopia aksial, miopia akibat panjangnya sumbu bola mata, dengan
kelengkungan kornea dan lensa yang normal.1

10
Gambar 3. Kelainan Sumbu Aksial Bola Mata pada Miopia

Klasifikasi Miopia
Miopia dapat diklasifikasikan berdasarkan pertumbuhan bola mata, etiologi,
onset terjadinya, dan derajat beratnya miopia. Berdasarkan pertumbuhan bola mata,
miopia dikelompokkan menjadi miopia fisiologis dan miopia patologis. Miopia
fisiologis terjadi akibat peningkatan diameter aksial yang dihasilkan oleh
pertumbuhan normal, sedangkan miopia patologis merupakan pemanjangan
abnormal bola mata yang sering dihubungkan dengan penipisan sklera.10
Klasifikasi berdasarkan onset terjadinya terbagi menjadi miopia kongenital
yaitu miopia yang terjadi pada saat lahir yang biasanya baru terdeteksi pada usia 2-3
tahun, miopia juvenile atau miopia usia sekolah yang ditemukan pada usia sebelum
20 tahun, dan miopia dewasa yang ditemukan setelah 20 tahun atau lebih.10 Miopia
dewasa atau Adult-Onset Myopia (AOM) dibagi menjadi tiga kelompok:
1. Youth-onset myopia miopia yang terjadi pada usia kurang dari 20 tahun.
2. Early adult onset myopia miopia yang terjadi pada usia 20 sampai 40 tahun.
3. Late adult onset myopiamyopia yang terjadi setelah usia 40 tahun.
Berdasarkan etiologinya, miopia terbagi atas miopia aksial akibat perubahan
panjang bola mata melebihi 24 mm dan miopia refraktif akibat kelainan kondisi
elemen bola mata.10
Sedangkan berdasarkan derajat beratnya miopia dibagi dalam :1
1. Miopia ringan, dimana miopia antara 0-3 dioptri.
2. Miopia sedang, dimana miopia antara 3-6 dioptri.
3. Miopia berat atau tinggi, dimana miopia lebih besar dari 6 dioptri.

11
Menurut perjalanan miopia dikenal bentuk:10
a. Miopia stasioner, miopia yang menetap setelah dewasa.
b. Miopia progresif, miopia yang bertambah terus pada usia dewasa akibat
bertambah panjangnya bola mata.
c. Miopia maligna, miopia yang berjalan progresif, yang dapat mengakibatkan
ablasio retina dan kebutaan. Bentuk ini sama dengan miopia pernisiosa atau
miopia degeneratif. Miopia degeneratif atau maligna biasanya bila miopia
lebih dari 6 dioptri disertai kelainan pada fundus okuli dan pada panjangnya
bola mata sampai terbentuk stafiloma postikum yang terletak pada bagian
temporal papil disertai dengan atrofi korioretina.1

Gejala
Pada penderita miopia keluhan utamanya yaitu: penglihatan yang kabur atau
buram saat melihat jauh tetapi penglihatan jarak dekat lebih baik (rabun jauh).
Selain itu, penderita akan mengalami keluhan sakit kepala, sering disertai dengan
juling dan celah kelopak yang sempit, serta lekas lelah jika membaca karena
konvergensi yang tidak sesuai dengan akomodasi.1, 9, 10
Seorang miopia mempunyai kebiasaan menyipitkan matanya untuk
mencegah aberasi sferis atau untuk mendapatkan efek pinhole (lubang kecil). Pasien
miopia memiliki pungtum remotum (titik terjauh dimana seseorang masih dapat
melihat dengan jelas) yang dekat sehingga mata selalu dalam atau berkedudukan
konvergensi yang akan menimbulkan keluhan astenopia konvergensi. Bila
kedudukan mata ini menetap, maka penderita akan terlihat juling ke dalam atau
esoptropia.1 Apabila terdapat miopia pada satu mata jauh lebih tinggi dari mata yang
lain, dapat terjadi ambliopia pada mata yang miopia nya lebih tinggi dan
menyebabkan eksotropia.10

Tanda

Pada pemeriksaan funduskopi terdapat miopik kresen yaitu gambaran bulat


sabit yang terlihat pada polus posterior fundus mata miopia, sklera oleh koroid. Pada
mata dengan miopia tinggi akan terdapat pula kelainan pada fundus okuli seperti
degenerasi makula dan degenerasi retina bagian perifer.1

12
Penatalaksanaan

Penatalaksanaan miopia adalah dengan mengusahakan sinar yang masuk


mata difokuskan tepat di retina. Koreksi pada kelainan refraksi miopia dapat
dilakukan dengan cara:

a. Lensa Kacamata
Miopia dikoreksi dengan lensa sferis negatif (konkaf/cekung) dengan kekuatan
terkecil yang dapat memberikan tajam penglihatan terbaik/maksimal sesuai
dengan catatan hasil pemeriksaan.1, 9
Bila permukaan refraksi mata
mempunyai daya bias terlalu tinggi atau bila bola mata terlalu panjang seperti
pada miopia, keadaan ini dapat dinetralisir dengan meletakkan lensa sferis
konkaf di depan mata, sehingga cahaya sebelum memasuki mata akan
disebarkan (divergensi) dahulu sebelum mencapai kornea sehingga fokus yang
tadinya di badan kaca akan digeser ke belakang yaitu tepat pada retina.

Gambar 4. Koreksi Lensa Negatif pada Miopia


b. Lensa Kontak
Lensa kontak adalah lensa yang diletakkan di atas kornea dan memiliki daya
kohesi sehingga tetap menempel pada kornea, tujuannya untuk memperbesar
bayangan yang jatuh di retina.10 Kelengkungan dasar lensa kontak disesuaikan
dengan kelengkungan kornea, seperti ditentukan oleh keratometri atau
berdasarkan coba-coba. Kelengkungan depan kemudian dihitung dari hasil
overrefraction dengan lensa kontak percobaan, atau dari refraksi kacamata
pasien sesuai koreksi untuk bidang kornea.5

13
c. Tindakan Operatif
Ketidaknyamanan memakai kacamata bagi banyak pemakai dan komplikasi
yang berkaitan dengan lensa kontak mendorong pencarian solusi bedah bagi
masalah gangguan refraksi.5
- Keratotomi radial
Tindakan ini meratakan kornea bagian sentral melalui insisi radial hampir
seluruh ketebalan kornea. Namun teknik ini sekarang jarang dilakukan,
dan digantikan dengan teknologi laser. Karena kurang dapat diprediksi dan
menimbulkan berbagai komplikasi seperti pembentukan jaringan parut
dalam, perforasi mata, dan infeksi intraokular.5
- Laser
Bedah kornea refraktif melibatkan laser. Laser excimer terutama laser
argon fluorida dengan panjang gelombang 193 nm, dapat menguapkan
jaringan dengan sangat bersih, nyaris tanpa merusak sel-sel di sekitar atau
di bawah potongan. Teknik ablasi permukaan yaitu keratektomi
fotorefraktif (PRK), laser epithelial keratectomy (LASEK), dan epi-
LASIK.5
- Ekstraksi lensa jernih dan implant lensa fakik
Pengangkatan lensa kristalina (lensa bening) banyak dianjurkan untuk
miopia tinggi, tetapi terdapat beberapa risiko bermakna terutama ablasio
retina pada mata miopia tinggi. Dapat juga dilakukan insersi lensa
intraokular tanpa pengangkatan lensa kristalina (implant lensa fakik),
tetapi sering menimbulkan kerusakan endotel kornea dan memicu katarak.5

Komplikasi
Komplikasi yang timbul pada myopia adalah akibat dari proses degenerasi,
antara lain:

- Ablasio retina, merupakan komplikasi yang tersering. Biasanya disebabkan


karena didahului dengan timbulnya hole pada daerah perifer retina akibat proses-
proses degenerasi di daerah ini.11
- Juling, biasanya esotropia atau juling ke dalam akibat mata berkonvergensi terus-
menerus. Bila terdapat juling keluar mungkin fungsi satu mata telah berkurang
atau terdapat ambliopia.1

14
- Glaukoma simpel, komplikasi ini merupakan akibat dari atrofi menyeluruh dari
koroid.11 Glaukoma pada miopia terjadi dikarenakan stress akomodasi dan
konvergensi serta kelainan struktur jaringan ikat penyambung pada trabekula.
- Katarak, merupakan komplikasi selanjutnya dari miopia degeneratif, terjadi
setelah umur 40 tahun. Sering dihubungkan dengan degenerasi koroid.11 Lensa
pada miopia kehilangan transparansi.

2.5.2 Hipermetropia
Definisi
Hiperopia (hipermetropia, farsightedness) adalah keadaan gangguan
kekuatan pembiasan mata dimana sinar sejajar tidak cukup dibiaskan sehingga titik
fokusknya terletak di belakang retina, oleh mata yang tidak berakomodasi. Hal ini
disebabkan oleh karena mata memiliki power optik yang terlalu rendah.1, 5, 9.

Gambar 5. Kelainan Sumbu Aksial Bola Mata pada Hipermetropia

Etiologi
Ada beberapa penyebab hipermetropia, dimana hipermetropia dapat
dibedakan berdasarkan penyebabnya, yaitu:1
1. Hipermetropia sumbu atau hipermetropia aksial, merupakan kelainan refraksi
akibat bola mata pendek, atau sumbu anteroposterior mata yang pendek.
2. Hipermetropi kurvatur, dimana kelengkungan kornea atau lensa lemah (lebih
datar) sehingga bayangan difokuskan dibelakang retina.
3. Hipermetropia refraktif, dimana terdapat indeks bias yang lemah pada sistem
optik mata (insufisiensi kekuatan lensa).

15
Klasifikasi
Terdapat tiga bentuk hipermetropia, antara lain:1
1. Hipermetropia kongenital, diakibatkan bola mata pendek atau kecil.
2. Hipermetropia simpel, disebabkan oleh variasi biologis normal dari pertumbuhan
bola mata. Hal ini termasuk hipermetropia aksial dan refraktif, biasanya
merupakan lanjutan hipermetropia pada anak yang tidak berkurang pada
perkembangannya, jarang melebihi > 5 dioptri.
3. Hipermetropia didapat, umum didapat setelah bedah pengeluaran lensa pada
katarak (afakia)
Secara klinis hipermetropia dapat dibagi atas hipermetropia fisiologis dan
hipermetropia patologis. Hipermetropia fisiologis berkaitan dengan variasi biologis.
Sedangkan hipermetropia patologis berkaitan dengan perkembangan abnormal
anatomi okuler, penyakit okuler, atau trauma.12 Mayoritas kasus hipermetropia
adalah hipermetropia fisiologis. Dilihat dari sifat fisiologis optik, hipermetropia
terjadi jika axial length mata lebih pendek dari komponen refraksi mata (axial
hipermetropia), atau akibat kombinasi abnormal dari komponen optik seperti
kurvatura kornea yang lebih datar atau insufisiensi kekuatan lensa (hipermetropia
refraktif).12
Terdapat beberapa tingkatan pada hipermetropia berdasarkan besarnya dioptri,
yaitu:1
1. Hipermetropia ringan, yaitu antara spheris + 0.25 Dioptri s/d spheris + 3.00
Dioptri.
2. Hipermetropia sedang, yaitu antara spheris + 3.25 Dioptri s/d spheris + 6.00
Dioptri.
3. Hipermetropia tinggi, yaitu jika ukuran Dioptri lebih dari spheris + 6.25 Dioptri.

Terdapat hubungan yang sangat erat antara hipermetropia dan akomodasi.


Mata emetropia membutuhkan akomodasi hanya untuk melihat objek yang relative
dekat. Sedangkan pada hipermetropia, mata harus menggunakan akomodasi terus
menerus untuk dapat melihat dengan jelas dan memerlukan upaya akomodasi yang
lebih besar lagi untuk melihat objek yang lebih dekat.12

Dari segi klinis, tipe atau penyebab dari hipermetropia bukan masalah yang
sangat penting. Yang penting adalah apakah akomodasi, dengan penambahan
kekuatan plus mata, dapat selalu mengkoreksi hipermetropianya. Semakin muda
16
umur pasien, semakin besar kelainan refraksi hipermetropia yang bisa dikompensasi
dengan cara ini. Klasifikasi hipermetropia yang berkaitan dengan peran akomodasi
adalah hipermetropia manifes dan hipermetropia laten.12

a. Hipermetropia manifes, hipermetropia yang dideteksi lewat pemeriksaan


refraksi rutin tanpa menggunakan sikloplegia dan yang dapat dikoreksi dengan
kaca mata positif maksimal yang memberikan tajam penglihatan normal.
Hipermetropia ini terdiri atas hipermetropia absolute dan hipermetropia
fakultatif.1, 9
1. Hipermetropia absolut, kelaian refraksi yang tidak dapat diimbangi atau
dikoreksi dengan akomodasi dan memerlukan kacamata positif untuk
melihat jauh.
2. Hipermetropia fakultatif, kelainan hipermetropia yang bisa diukur dan
dikoreksi dengan menggunakan lensa positif, tapi bisa juga dikoreksi oleh
proses akomodasi pasien tanpa menggunakan lensa. Pasien yang hanya
mempunyai hipermetropia fakultatif akan melihat normal tanpa kaca mata,
bila diberikan kaca mata positif memberikan penglihatan normal maka otot
akomodasinya akan istirahat.
b. Hipermetropia laten, kelainan refraksi mata hipermetropia yang dikoreksi
secara lengkap oleh proses akomodasi mata. Hipermetropia laten hanya dapat
diukur bila diberikan sikloplegia (obat yang melemahkan akomodasi).
Hipermetropia laten ini diatasi oleh pasien dengan melakukan akomodasi
terus-menerus. Hipermetropia ini adalah selisih antara hipermetropia total dan
manifes.1,9 Makin muda makin besar komponen hipermetropia laten seseorang.
makin tua seseorang akan terjadi kelemahan akomodasi sehingga
hipermetropia laten menjadi hipermetropia fakultatif dan kemudian menjadi
hipermetropia absolut.1
c. Hipermetropia total, hipermetropia laten dan hipermetropia manifes yang
ukurannya didapatkan sesudah diberikan sikloplegia.1

Manifestasi Klinis
Sebagian besar bayi baru lahir adalah hipermetropia ringan, hanya sedikit
kasus yang berada antara hipermetropia sedang dan tinggi. Penurunan hipermetropia
yang cepat terjadi pada 6 bulan sampai dengan dua tahun, dan kemudian secara

17
perlahan menurun menjadi emetropia sampai usia enam tahun. Hal ini disebut
dengan emetropisasi. Anak-anak dengan hipermetropia tinggi lebih mungkin
menjadi tetap hipermetropia pada masa kanak-kanaknya dan anak-anak ini
mempunyai faktor risiko untuk terjadinya ambliopia dan strabismus.12 Gejala dari
hipermetropia yang belum dikoreksi antara lain:12
1. Penurunan visus. Ini terjadi pada hipermetropia tinggi atau lebih dari 3 dioptri
dan pada pasien tua. Keluhannya yaitu berupa penglihatan jauh kabur dan
penglihatan dekat cepat buram. Pada pasien tua penurunan visus terjadi karena
penurunan amplitude akomodasi, yang menyebabkan kegagalan untuk
mengompensasi kelainan refraksinya. Pada anak-anak hipermetropia ringan
sampai sedang biasanya masih mempunyai visus yang normal, mereka mengeluh
kabur atau asthenopia jika kebutuhan visual meningkat.
2. Asthenopia akomodatif. Pasien hipermetropia akan mengeluh matanya lelah atau
sakit karena terus menerus harus berakomodasi untuk melihat atau memfokuskan
bayangan yang terletaj di belakang makula agar terletak tepat di daerah makula
lutea. Karena terus-menerus berakomodasi, maka bola mata bersama-sama
melakukan konvergensi dan mata akan sering terlihat mempunyai kedudukan
esotropia atau juling ke dalam.
3. Senditif terhadap cahaya atau silau.
4. Sakit kepala yang muncul oleh karena melihat dekat dalam jangka waktu panjang.
5. Ambliopia, bila terdapat perbedaan kekuatan hipermetropia antara kedua mata
maka akan terjadi ambliopia pada salah satu mata. Mata ambliopia sering
menggulir kea rah temporal.

Penatalaksanaan
Hipermetropia yang signifikan dapat menimbulkan gangguan penglihatan,
ambliopia, disfungsi binocular termasuk strabismus. Terapi sebaiknya dilakukan
untuk mengurangi gejala dan risiko selanjutnya akibat hipermetropia.12
a. Koreksi Optik
Koreksi optik dengan kacamata atau lensa kontak paling sering digunakan.
Hipermetropia diperbaiki dengan lensa sferis positif (cembung) dengan
kekuatan terbesar yang dapat memberikan tajam penglihatan terbaik sesuai
dengan catatan hasil pemeriksaan. Pada mata yang disertai esoforia
(kecenderungan mata untuk berdeviasi ke aksis dalam), maka diberikan
18
koreksi penuh atau kacamata koreksi hipermetropia total. Apabila mata
dengan eksoforia (kecenderungan mata untuk berdeviasi ke aksis luar), maka
dikoreksi dengan under-correction atau kacamata koreksi positif kurang1.
b. Bedah Refraktif
Terdapat beberapa prosedur bedah refraktif yang dianjurkan oleh para ahli
sebagai penatalaksanaan hipermetropia, antara lain:
- Keratektomi Fotorefraktif (PRK)
Pada PRK, laser excimer diarahkan langsung mengablasi stroma kornea
dan epitel untuk mengkoreksi kesalahan refraksi. Prinsip dari koreksi PRK
hipermetropia adalah meninggikan (steepen) kurvatura kornea anterior dan
membentuk ulang (recontouring) kornea. PRK dapat untuk terapi
hipermetropia sampai + 6.00 D. stabilitas dicapai antara 3-6 bulan
pascaoperasi. PRK telah sukses mengobati hipermetropia, tapi karena
masalah regresi, menginduksi astigmatisma, dan kaburnya kornea
sehingga pemakaianya terbatas pada hipermetropia ringan.12
- LASIK (Laser In Situ Keratomileusis)
LASIK digunakan untuk mengobati hipermetropi derajat rendah sampai
tinggi dengan hasil yang memuaskan. FDA merekomendasikan LASIK
untuk koreksi hipermetropia sampai + 6.00 D. Hipermetropia LASIK (H-
LASIK) dilakukan dengan bentuk ablasi annular di daerah perifer kornea
untuk meninggikan daerah sentral kornea dan mendapatkan efek kekuatan
refraksi yang diinginkan. Hasil LASIK relatif stabil dalam 6 bulan post
operasi.

Komplikasi
Penyulit yang dapat terjadi pada pasien dengan hipermetropia adalah
esotropia dan glaukoma. Esotropia atau juling ke dalam terjadi akibat pasien
selamanya melakukan akomodasi. Glaukoma sekunder terjadi akibat hipertrofi otot
siliar pada badan siliar yang akan mempersempit sudut bilik mata.1

19
2.5.3 Astigmatisma
Definisi
Astigmatisma adalah suatu kelainan refraksi dimana sinar sejajar masuk ke
dalam mata tanpa akomodasi dibiaskan tidak pada satu titik tetapi pada 2 garis titik.
Hal ini terjadi akibat kelainan kelengkungan permukaan kornea.1

Gambar 6. Astigmatisma
Etiologi
Etiologi dari kelainan astigmatisma adalah sebagai berikut:
1. Kelaianan kornea. Adanya kelainan kornea dimana permukaan luar kornea tidak
teratur. Media refrakta yang memiliki kesalahan pembiasan yang paling besar
adalah kornea, yaitu mencapai 80% -90% dari atigmatisma, sedangkan media
lainnya adalah lensa kristalina. Kesalahan pembiasan pada kornea ini terjadi karena
perubahan lengkung kornea dengan atau tanpa pemendekan atau pemanjangan
diameter anteroposterior bola mata. Perubahan lengkung permukaan kornea ini
terjadi karena kelainan kongenital, kecelakaan, luka atau parut di kornea,
peradangan kornea, serta akibat pembedahan kornea.5
2. Kelainan lensa yaitu terjadinya kekeruhan pada lensa. Semakin bertambah umur
seseorang maka kekuatan akomodasi lensa kristalin juga semakin berkurang dan
lama kelamaan lensa kristalin akan mengalami kekeruhan (katarak insipien atau
imatur) yang dapat menyebabkan astigmatisma.4

Klasifikasi
1. Astigmatisma Regular; terdapat 2 meridian utama yang saling tegak lurus
(meridian dengan daya bias maksimal dan meridian dengan daya bias minimal).
sehingga pada salah satu bidang memiliki daya bias yang lebih kuat daripada
bidang yang lain. Astigmatisma jenis ini jika dikoreksi dengan lensa silinder yang
tepat akan menghasilkan tajam penglihatan yang normal. Tentunya jika tidak
disertai dengan adanya kelainan penglihatan yang lainnya.9

20
Bila ditinjau dari letak daya bias terkuatnya, bentuk astigmatisma regular ini
dibagi menjadi 2 golongan, Gambar 2.10, yaitu:
a. Astigmatisma lazim (with the rule), bila pada bidang vertikal mempunyai daya
bias yang lebih kuat daripada bidang horizontal. Karena kelengkungan kornea
pada bidang vertikal bertambah atau lebih kuat atau jari-jarinya lebih pendek
dibanding jari-jari kelengkungan kornea dibidang horizontal.1, 9
Pada
astigmatisma lazim ini diperlukan lensa silinder negatif dengan sumbu 180
derajat untuk memperbaiki kelainan refraksinya.1 Dan jenis ini lebih sering
terjadi pada anak-anak.9
b. Astigmatisma tidak lazim (against the rule), bila pada bidang horizontal
mempunyai daya bias yang lebih kuat daripada bidang vertikal. Karena
kelengkungan kornea pada meridian horizontal lebih kuat dibandingkan
kelengkungan kornea dibidang vertikal.1, 9
Koreksi dengan menggunakan
silinder negatif dilakukan pada sumbu tegak lurus (60-120 derajat) atau
dengan silinder positif sumbu horizontal (30-150 derajat).1 Astigmatisma jenis
ini lebih sering terjadi pada dewasa.9

2. Astigmatisma Iregular; astigmatisma yang terjadi tidak mempunyai 2 meridian


yang saling tegak lurus. Astigmatisma iregular dapat terjadi akibat kelengkungan
kornea pada meridian yang sama berbeda sehingga bayangan menjadi iregular.
Terjadi akibat infeksi kornea, trauma, distrofi atau akibat kelainan pembiasan pada
meridian lensa yang berbeda.1

Gambar 7. Jenis Astigmatisma yang Ditentukan oleh Orientasi Meridian-


Meridian Utama dan Orientasi Sumbu Silinder Pengoreksi

21
Berdasarkan letak titik fokus meridiannya, astigmatisma dapat dibagi atas:9
1. Astigmatisma miopia simpleks, fokus bayangan pada salah satu meridian jatuh di
depan retina.

Gambar 8. Astigmatisma Miopia Simpleks


2. Astigmatisma miopia kompositus, fokus bayangan pada kedua meridian jatuh di
depan retina.

Gambar 9. Astigmatisma Miopia Kompositus


3. Astigmatisma hiperopia simpleks, fokus bayangan pada salah satu meridian jatuh
di belakang retina.

Gambar 10. Astigmatisma Hiperopia Simpleks


4. Astigmatisma hiperopia kompositus, fokus bayangan pada kedua meridian jatuh
di belakang retina.

22
Gambar 11. Astigmatisma Hiperopia Kompositus
5. Astigmatisma campuran, fokus bayangan pada salah satu meridian jatuh di depan
retina dan meridian lain jatuh di belakang retina.

Gambar 12. Astigmatisma Campuran

Gejala
Gejala-gejala yang terjadi pada penderita astigmatisma antara lain: terjadi
pengaburan sementara pada penglihatan dekta, biasanya penderita akan mengurangi
pengaburan itu dengan menutup atau mengucek mata dan terjadi sakit kepala bagian
frontal. Hal ini biasanya dirasakan oleh penderita astigmatisma rendah. Sedangkan
astigmatisma tinggi menyebabkan gejala-gejala seperti memiringkan kepala atau
head tilting, memutarkan kepala agar dapat melihat benda dengan lebih jelas,
menyipitkan mata agar mendapatkan efek pin hole, saat membaca bacaan didekatkan
menuju mata untuk memperbesar bayangan meskipun bayangan di retina tampak
buram.9

Penatalaksanaan

a. Koreksi Optik
Astigmatisma dapat dikoreksi kelainannya dengan menggunakan lensa silinder.5
Karena dengan lensa silinder penderita astigmatisma akan dapat membiaskan
sinar sejajar tepat di retina, sehingga penglihatan akan bertambah jelas.
b. Bedah Refraktif

23
Metode bedah refraksi yang dapat digunakan terdiri dari:14, 15
- Radial keratotomy (RK), dimana pola jari-jari yang melingkar dan lemah
diinsisi di parasentral. Bagian yang lemah dan curam pada permukaan kornea
dibuat rata. Jumlah hasil perubahan tergantung pada ukuran zona optic,
angka dan kedalaman dari insisi.
- Photorefractive Keratectomy (PRK), adalah prosedur dimana kekuatan
kornea ditekan dengan ablasi laser pada pusat kornea. Laser dipergunakan
untuk membentuk kurvatur kornea, dilakukan dengan membuang jaringan
dari lapisan dangkal dan bagian dalam kornea. Kornea yang keruh adalah
keadaan yang biasa terjadi setelah PRK dan setelah beberapa bulan akan
kembali jernih.

2.5.4 Presbiopia
Definisi
Presbiopia merupakan kondisi yang muncul akibat proses penuaan dan
berujung pada hilangnya daya akomodasi lensa.5, 9 Dengan bertambahnya usia maka
semakin kurang kemampuan mata untuk melihat dekat. Presbiopia terjadi akibat
lensa makin keras, sehingga elastisitasnya berkurang. Demikian pula dengan otot
akomodasinya, daya kontraksinya berkurang sehingga tidak terdapat pengenduran
zonula Zinnii yang sempurna.

Etiologi

Penurunan kekuatan akomodasi dari lensa seiring meningkatnya usia terjadi


akibat dari perubahan degeneratif lensa (lensa mata tidak kenyal atau penurunan
elastisitas kapsul lensa akibat sklerosis lensa) dan kelemahan otot akomodasi
(penurunan kekuatan m.siliaris).1

Gejala
Presbiopia dapat ditandai dengan ketidakmampuan membaca huruf kecil
atau membedakan benda kecil yang terletak berdekatan pada usia sekitar 44-46
tahun. Hal ini semakin buruk pada cahaya temaram dan biasanya lebih nyata pada
pagi hari atau saat subjek lelah.5 Nyeri kepala dapat dirasakan setelah pasien
mengerjakan tindakan yang memerlukan penglihatan dekat dalam jangka panjang.9

24
Setelah membaca penderita biasa merasakan matanya lelah, berair, dan sering terasa
pedas.1
Pemeriksaan Presbiopia
Pasien diberikan kartu baca dengan jarak baca 30-40 cm. Pasien diminta
membaca huruf terkecil pada kartu baca. Kemudian berikan lensa sferis + 1.00 D
dinaikkan perlahan hingga tulisan terkecil pada kartu baca terbaca. Pemeriksaan
dilakukan satu mata terlebih dahulu baru dilanjutkan mata yang lainnya.9
Penatalaksanaan
Presbiopia dikoreksi dengan menggunakan lensa plus untuk mengatasi daya
fokus otomatis lensa yang hilang.5 Presbiopia dapat ditangani dengan memberikan
kacamata. Pada pasien presbiopia ini diperlukan kacamata baca atau adisi untuk
membaca dekat yang berkekuatan tertentu, biasanya:1, 9
 S+ 1.00 D untuk usia 40 tahun
 S+ 1.50 D untuk usia 45 tahun
 S+ 2.00 D untuk usia 50 tahun
 S+ 2.50 D untuk usia 55 tahun
 S+ 3.00 D untuk usia 60 tahun

Karena jarak baca biasanya 33 cm, maka adisi + 3,00 dioptri adalah lensa
positif terkuat yang dapat diberikan pada seseorang. Pada keadaan ini mata tidak
melakukan akomodasi bila membaca pada jarak 33 cm, karena benda yang dibaca
terletak pada titik api lensa + 3,00 dioptri sehingga sinar yang keluar akan sejajar.1

Kacamata baca memiliki koreksi-dekat diseluruh aperture kacamata sehingga


kacamata tersebut baik untuk membaca, tetapi membuat benda-benda jauh menjadi
kabur. Untuk mengatasi gangguan ini, dapat digunakan kacamata separuh, yaitu
kacamata yang bagian atasnya terbuka dan tidak dikoreksi untuk penglihatan jauh.
Kacamata bifokus melakukan hal serupa tetapi memungkinkan untuk koreksi
kelainan refraksi yang lain. Kacamata trifokus mengoreksi penglihatan jauh di
segmen atas, penglihatan sedang di segmen tengah, dan penglihatan dekat di segmen
bawah.5

25
2.6 LASIK (Laser In Situ Keratomileusis)
LASIK adalah suatu tindakan koreksi kelainan refraksi mata yang menggunakan
teknologi laser dingin (cold/non thermal laser) dengan cara merubah atau mengkoreksi
kelengkungan kornea. Setelah dilakukan tindakan LASIK, penderita kelainan refraksi
dapat terbebas dari kacamata atau lensa kontak, sehingga secara permanen
menyembuhkan rabun jauh (miopia), rabun dekat (hipermetropia), dan mata silinder
(astigmatisma).15
Pada umumnya ada dua langkah dasar dalam melakukan prosedur LASIK.
Langkah pertama dari operasi LASIK adalah membuat ‘kelopak penutup‘ LASIK (flap).
Flap ini adalah irisan tipis dari kornea, yang dipotong dan dapat dibuka seperti sampul
buku. Flap diperoleh dari alat mikrokeraton, yang memiliki mata pisau yang bergerak
amat cepat. Sehingga, untuk membuat flap hanya membutuhkan wktu 10 detik saja.
Akhir-akhir ini dunia kedokteran telah mengembangkan Laser Femtosecond agar mampu
menghasilkan flap LASIK. Kegunaan sinar laser ini, dalam beberapa hal lebih aman
dibandingkan mikrokeratome.16, 17
Langkah kedua ini kita sebut dengan ‘zap‘. Ketika flap sudah dibuat dan terbuka,
Laser Excimer memindahkan jaringan dari pusat kornea untuk membentuknya kembali,
sehingga mengoreksi refraksi penglihatan pasien. Pengoreksian laser ini berlangsung
antara 2–40 detik. Begitu kornea telah dikoreksi, flap kornea kemudian diganti, mirip
cover buku yang ditutup. Flap kornea kemudian ditutup kembali ke posisi semula.
Seluruh prosedur ini memakan waktu 8–10 menit.16, 17
Prosedur pengoreksi miopi adalah dengan membuang sebuah lapisan tipis pada
jaringan di bagian tengah kornea. Hal ini membuat bagian tengah kornea lebih datar/rata
hingga memungkinkan titik fokus bergerak lebih dekat ke retina, sehingga memperbaiki
pengliatan seseorang. Operasi LASIK dapat dilakukan untuk mengobati kelainan refraksi
miopi antara 0.50 hingga 20.00 dioptri.
LASIK mengoreksi kornea mata yang terlampau rata pada penderita hipermetropi
dengan membuang bagian luar kornea mereka untuk membentuk salur lingkar. Saat flap
LASIK diangkat setelah prosedur operasi usai, kornea mata menjadi lebih lengkung
bentuknya sehingga menggerakkan titik fokus dari belakang mata menuju retina,
sehingga bisa memperbaiki penglihatan untuk dekat dan juga jauh. LASIK mampu
memperbaiki masalah hipermetropi dengan kekuatan antara 0.50 hingga 6.00 dioptri.
LASIK mampu mengoreksi gangguan silindris dengan jangkauan dari -0.25 hingga -6.50
dioptri.
26
2.6.1 Laser Excimer dan Perlengkapan lainnya
Kata “LASER” adalah akronim dari Light Amplification by Stimulated
Emision of Radiation yang berarti ‘sinar yang diperkuat oleh emisi radiasi yang
distimulasi’. Laser adalah jenis sinar khusus yang mengandung medan gelombang
(wavelength) dan sifatnya sinkron (koheren). Hal ini membuat laser bisa
memotong dengan sangat akurat dan memiliki tingkat energy yang sangat besar.18
 Laser Excimer
Laser yang paling sering digunakan dalam operasi LASIK adalah Laser
Excimer. Laser ini diproduksi oleh kombinasi Gas Argon dan Gas Fluorine.
Sinar Laser Excimer ini tingkatnya jauh dari sinar ultraviolet dan tidak bisa
dilihat oleh mata.18 Laser Excimer ini sangat unik, karena kemampuannya
untuk memindahkan jaringan kornea tanpa melukai atau membakar kornea
mata. Laser Excimer memotong dengan sangat akurat, dan mampu mengukir
serta membentuk kornea menjadi bentuk atau formasi apapun.18 Laser Excimer
secara literal menguapi kornea dan ‘mengeluarkan’ molekul kornea tanpa
membakar kornea. Hal ini mengurangi peradangan dan membantu proses
penyembuhan di permukaan. Pada saat yang sama, Laser Excimer mencegah
‘penyembuhan’ sentral yang dalam pada kornea, sehingga membuat kornea
tetap berada dalam bentuk yang diinginkan.19 Perkembangan teknologi
membuat Laser Excimer lebih aman dan lebih akurat. Laser sebelumnya (dari
generasi pertama dan kedua) kurang akurat dan menimbulkan risiko yang lebih
besar kepada para pasien. Saat ini, sinar laser terbaik yang ada sangat cepat
dan dapat memindai dengan ukuran–ukuran cahaya yang sangat kecil (kurang
dari 1 mm dalam diameter). Sinar–sinar laser ini dengan halus menyebarkan
cahaya energi laser yang murni dalam tegangan–tegangan sangat kecil di
sekeliling kornea, sehingga menciptakan permukaan yang halus.19
 Laser Femtosecond
Laser Femtosecond adalah sinar infra merah yang digunakan untuk membuat
flap LASIK. Sekarang ini, Intralase (AMO Corp., USA) adalah perusahaan
yang paling terkenal dalam memproduksi Laser Femtosecond untuk membuat
flap LASIK.19 Memotong flap di kornea seperti yang dilakukan
mikrokeratome, dengan Laser Femtosecond dapat menciptakan gelmbung–
gelembung kecil dalam kornea untuk memisahkan lapisan–lapisan jaringan

27
kornea. Laser bersama gelembung–gelembung itu bersatu ke dalam lapisan
yang berdampingan untuk membuat flap, menjadikan ukuran dan kontur flap
lebih rata. Hal iini terutama sangat bermanfaat bagi kornea mata yang sangat
datar atau kornea yang bentuknya sangat melengkung.19

2.6.2 Syarat – Syarat LASIK


Untuk menjalani operasi LASIK perlu diperhatikan beberapa hal, antara lain:15
a. Ingin terbebas dari kacamata atau lensa kontak
b. Kelainan refraksi:
Miopia -1.00 sampai dengan -13.00 dioptri
Hipermetropia +1.00 sampai dengan +4.00 dioptri
Astigmatisma 1.00 sampai dengan 5.00 dioptri
c. Usia minimal 18 tahun
d. Tidak sedang hamil dan menyusui
e. Tidak mempunyai riwayat penyakit autoimun
f. Mempunyai ukuran kacamata/lensa kontak yang stabil selama paling tidak 6
bulan
g. Tidak ditemukan penyakit mata ( misal: infeksi, kelainan saraf retina, katarak,
glaukoma, dan ambliopia)
h. Telah melepas lensa kontak (soft contact lens) selama 14 hari atau 2 minggu
dan 30 hari untuk lensa kontak (hard contact lens)

Adapun kontraindikasi dari tindakan LASIK adalah Usia kurang dari 18


tahun dikarenakan refraksi belum stabil, sedang hamil atau menyusui, kelainan
kornea atau kornea terlalu tipis, riwayat penyakit glaucoma, penderita diabetes
mellitus, mata kering, penyakit autoimun dan kelainan retina atau katarak.19

2.6.3 Persiapan Calon Pasien LASIK


Sebelum melakukan operasi LASIK, anda harus menjalani serangkaian ujian
untuk menentukan prosedur yang paling sesuai bagi calon pasien. Ujian-ujian ini
penting bagi yang ingin melakukan LASIK, untuk memahami tujuan dan
jangkauan prosedur-prosedur itu agar lebih paham dan dapat bekerjasama.20

28
a) Riwayat Kesehatan
Kondisi–kondisi umum yang membuat seseorang tidak diperbolehkan
melakukan LASIK adalah pasien dengan penyakit Autoimmune, hamil, dan
penderita penyakit DM.21
Beberapa penyakit parah berkaitan dengan mata yang membuat
seseorang tidak bisa melakukan LASIK, yaitu keratokonus, katarak,
glaukoma, dan Uveitis.21
b) Ketajaman Penglihatan
Adalah suatu indicator menegnai seberapa jelas penglihatan seseorang.
Alat ukur yang biasa dipergunakan adalah Carta Snellen.21
c) Refraksi subjektif dan cycloplegic
Refraksi yang tidak tepat akan mengakibatkan penggunaan laser
dengan tidak tepat, sehingga pengobatan seseorang juga tidak akan tepat.
Cara yang paling tepat untuk memastikan refraksi mata adalah dengan
refraksi cycloplegic. Efek samping ini adalah pembesaran pada pupil. Setelah
dilakukan uji refraksi cycloplegic, pupil akan tetap membesar untuk
sekurang–kurangnya selama 2 hari.21
d) Pemeriksaan slit lamp
Pemeriksaan ini digunakan menjalani pemeriksaan secara lebih
terperinci pada kornea, kelopak, konjungitva, iris, dan lensa mata.
Pemeriksaan ini akan memeriksa kornea danbentuknya, juga untuk
mengetahui jika ada penyakit pada kornea yang mengakibatkan seseorang
tidak bisa menjalani LASIK.21
e) Tonometri
Ujian ini menunjukkan jika pasien memiliki glaukoma. LASIK tidak
bermanfaat untuk pasien yang menderita glaukoma.21
f) Pemeriksaan retina
Kebanyakan pasien yang ingin menjalani LASIK adalah mereka yang
mempunyai miopi. Sayangnya, penderita miopi lebih mudah mengalami
20,21
ablasio Retina, Katarak, atau degenerasi. Kondisi tersebut dapat
menurunkan daya penglihatan dan dalam kasus tertentu bisa menyebabka
kebutaan. LASIK mampu menghilangkan atau mengurangi masalah refraktif,
namun LASIK tidak akan membuat mata lebih tahan dari penyakit – penyakit
di atas.20, 21
29
g) Topografi kornea
Dilakukan dengan sebuah mesin berkomputer yang akan memfoto
kornea, dengan cincin cahaya yang merefleksikan permukaan kornea yang
akan memperlihatkan peta topografi dari seluruh kornea. Peta yang
ditampilkan ini membantu diagnosa penyakit kornea dengan terperinci.
Topografi kornea juga bisa mengindikasikan seberapa baik dan efektif
pengobatan LASIK telah dilakukan.22
h) Pachynetry kornea
Adalah sebuah ujian yang mengukur ketebalan kornea. Tingkat
ketebalan kornea berkisar antara 500 – 550 mikron (0.50 – 0.55 mm). LASIK
membuka lapisan tipis dipermukaan kornea sebagai flap. Bagian dasar
sisanya kemudian disinari laser dan beberapa jaringan tertentu diangkat.
Ketebalan kornea yang harus dibuang tidak boleh lebih dr 60% dan ketebalan
kornea di bagian dalam yang tetap dipertahankan harus mencapai sekurang –
kurangnya 250 mikron.19, 22
Pengukuran ketebalan sangat diharuskan, jika
terlalu banyak jaringan yang dibuang maka kornea akan menjadi lemah, yang
bisa menyebabkan distorsi dan penonjolan kornea (ektasia).19, 22
i) Pupillometry
Pupillometry adalah suatu prosedur untuk mengukur ukuran pupil
dalam keadaan gelap. Pasien yang memiliki pupil sangat besar, memiliki
kemungkinan yang lebih besar untuk mengalami masalah kesilauan dan
lingkaran halo.21

2.6.4 Tahapan Prosedur LASIK


Ada lima langkah dalam tindakan LASIK, antara lain:23
1. Suatu cincin pengisapan memusat di atas kornea dari mata.

Gambar 13. Langkah 1

30
2. Proses ini menghasilkan suatu penutup parsial di dalam kornea mata dengan
ketebalan yang sama. Penutup diciptakan dengan meninggalkan sebagian
dari kornea mata belum dipangkas untuk menyediakan suatu engsel.

Gambar 14. Langkah 2


3. Penutup kornea dibalik atau dibuka sehingga bagian kornea mata dapat
terlihat dengan jelas.

Gambar 15. Langkah 3


4. Laser excimer digunakan untuk memindahkan jaringan dan membentuk
kembali pusat kornea mata.

Gambar 16. Langkah 4


5. Pada langkah terakhir, penutup dapat dikembalikan ke dalam posisi aslinya.

Gambar 17. Langkah 5

31
Prosedur LASIK umumnya membutuhkan waktu 10 menit. Pasien akan
tetap tesadar selama prosedur berlangsung.24, 25

1. Mata ditetesi dengan obat bius mata yang akan memastikan pasien tidak
merasakan sakit selama operasi
2. Pasien ditempatkan di bawah mesin laser dan kepala berada tepat di bawah
Laser Excimer
3. Seluruh wajah ditutup dengan duk steril, dan terbuka hanya pada bagian mata
saja yang dibiarkan
4. Untuk menahan bulu mata, akan ditempatkan sehelai plastic jernih di
atasnya. Dokter akan menempatkan alat ‘spekulum’ di antara kelopak mata,
sebagai penahan agar mata terus terbuka dan memastikan agar mata tidak
berkedip.
5. Kornea mata akan dilingkari pelekap yang melingkarinya sebagai penahan.
6. Pasien akan diminta untuk tetap fokus pada lampu berkedip di atas kepala.
Lampu ini disebut sebagai lampu fiksasi.
7. Ketika dokter sudah memastikan fiksasi, maka flap LASIK akan segera
dibuat
8. Setelah flap terbentuk, dokter akan mengangkatnya untuk menyiapkan
pembentukan kornea dengan Laser Excimer. Pasien harus fokus pada pusat
fiksasi cahaya untuk memastikan pemusatan laser yang baik.
9. Saat laser mengarah pada mata, pasien akan melihat cahaya kebiruan saat
kornea mata dibentuk kembali. Meskipun kemungkinan pasien tidak melihat
cahaya fiksasi selama operasi berlangsung, tetapkanlah fokus pasien pada
posisi semula
10. Ketika pembentukan semula kornea selesai, dokter akan membasahi mata
pasien, mengembalikan flap pada posisinya dan dengan lembut menekan
ujung kelopak dengan spons kecil. Selama proses berlangsung, pasien harus
fokus pada fiksasi cahaya.
11. Setelah semua alat–alat operasi diangkat dari mata pasien, dokter akan
menempelkan pelindung plastik di atasnya.
12. Setelah itu, pasien akan dibawa ke ruang utnggu istirahat. Tutuplah mata
terus mata pasien untuk mempercepat proses penyembuhan. Setelah 1 jam

32
mata pasien akan diperiksa, untuk memastiakn kelopak telah direposisi
dengan tepat.

2.6.5 Efek Samping dan Risiko Tindakan LASIK


Pada beberapa pasien dapat terjadi efek samping atau risiko setelah
dilakukan tindakan LASIK. Efek samping LASIK antara lain: mata kering,
masalah penglihatan di malam hari, kekurangan kepekaan kontras.15 Beberapa
resiko yang dapat terjadi yaitu: infeksi, bentuk flap yang tidak sempurna,
tumbuhnya sel epitel, flap kornea yang lepas atau hilang, ektasi kornea.17, 25

2.7. Excimer laser photorefractive keratectomy (PRK)

Excimer laser photorefractive keratectomy (PRK) merupakan teknik operasi


pertama yang menggunakan laser excimer pada mata untuk mengoreksi kesalahan
refraksi. PRK secara efeketif digunakan untuk mengoreksi myopia moderat,
astigmatisme, dan hyperopia dengan teknik ablasi permukaan. Excimer Laser
Photorefractive Keratectomy (PRK) merupakan prosedur yang populer saat ini untuk
koreksi visus ringan dan sedang. Keterbatasan yang ada dari prosedur PRK
memunculkan sebuah teknik baru bernama laser-assisted in situ keratomileusis atau
LASIK. Prosedur LASIK pada awal penemuannya menjadi lebih disukai dibandingkan
dengan PRK yang masa penyembuhannya cenderung lebih lama. Akan tetapi banyaknya
komplikasi terkait flap pada LASIK membuat tren pemakaian teknik PRK kembali
mengemuka. Sampai saat ini militer masih menolak penerapan metode LASIK dengan 2
alasan komplikasi flap sering terjadi. PRK sendiri memiliki efek samping berupa
inflamasi kornea yang dapat menyebabkan kekeruhan pada kornea (corneal hazing).13
Kekeruhan kornea dibagi menjadi yang signifikan secara klinis dan tidak signifikan
secara klinis. Kekeruhan kornea yang signifikan secara klinis terjadi pada kurang dari
3% pasien. Sedangkan kekeruhan kornea yang signifikan terbagi lagi berdasarkan onset
kemunculannya. Kekeruhan kornea yang dapat diamati1-3 bulan pasca PRK cenderung
hilang kurang dalam 1 tahun sejak kemunculannya, sedangkan kekeruhan kornea yang
mulai dapat diamati 2-5 bulan pasca PRK dapat bertahan sampai selama 3 tahun.
Munculnya kekeruhan kornea secara signifikan lebih sering terjadi pada pasien dengan
koreksi visus lebih dari 5 dioptri. Inflamasi yang mengikuti prosedur PRK diminimalisir
dengan pemberian kortikosteroid dan obat anti inflamasi non-steroid secara topikal
33
maupun oral dalam jangka waktu hingga 6 bulan. Saat ini pemberian antibiotika
mitomycin C sebagai profilaksis dan terapi dari kekeruhan kornea banyak dilakukan
pada prosedur 3 PRK, terutama pada pasien yang memerlukan koreksi visus lebih tinggi.
Prosedur PRK sendiri saat ini banyak dilakukan sebagai opsi tindakan koreksi visus di
Indonesia.13,23,25

Gambar 18. Langkah tindakan RPK

Yang membedakan antara operasi lasik dan PRK adalah pada operasi lasik, kornea
mata pasien di iris terlebih dahulu sebelum akhirnya dilaser. Operasi lasik dan PRK
sama-sama mampu memulihkan penglihatan yang sebelum bermasalah dengan kondisi
yang sangat serius, seperti myopia, hipermetropia ataupun astigmatisme. Cara kerjanya
pun juga sama-sama mengubah bentuk kornea agar penglihatan kembali normal.

Perbedaannya terletak pada tempat yang dilaser. Pada operasi lasik, laser
mengubah bentuk lapisan dalam kornea tanpa harus melepas lapisan luar. Sementara
untuk tindakan operasi PRK, yang dilakukan adalah melepas lapisan luar secara total
sebelum pada akhirnya kornea di laser. Perbedaan lain adalah pada masa pemulihan yang
lebih lama.23

Pada post operasi, rasa nyeri dapat terasa hingga tiga hari paska operasi. Ini
berbeda dengan pasien lasik yang nyerinya hanya beberapa jam atau bahkan tak sampai
satu hari. Untuk mencapai penglihatan sempurna pun waktu yang dibutuhkan lebih lama.
Dilansir dari situ yang sama pula, butuh kurang lebih 6 bulan bagi pasien PRK untuk
dapat melihat dengan jelas tanpa bantuan kacamata. Walaupun lasik memiliki waktu
pemulihan yang lebih cepat dan rasa nyeri yang terhitung lebih sebentar, namun tindakan
PRK juga memiliki kelebihannya tersendiri, yaitu cakupan penyembuhannya bisa untuk
mata minus dengan kadar minus yang tinggi sampai minus 16.23,25

34
Bab III
Penutup

Intepretasi informasi penglihatan yang tepat tergantung pada kemampuan mata untuk
memfokuskan cahaya yang datang ke retina. Mata memiliki seperangkat komponen optik
yang mampu membiaskan sinar yang melaluinya. Komponen optik tersebut adalah media
refraksi yang terdiri atas kornea, aqueous humor pada anterior chamber, lensa, dan vitreous
humor pada posterior chamber. Pada orang normal susunan pembiasan oleh media refraksi
dan panjangnya bola mata demikian seimbang sehingga bayangan benda setelah melalui
media refraksi dibiaskan tepat didaerah makula lutea.
Kelainan refraksi adalah keadaan bayangan tegas tidak dibentuk pada retina, dimana
terjadi ketidakseimbangan sistem penglihatan pada mata sehingga menghasilkan bayangan
yang kabur. Sinar tidak dibiaskan tepat pada retina, tetapi dapat di depan atau di belakang
retina dan/atau tidak terletak pada satu titik fokus. Dikenal istilah emetropia yang berarti
tidak adanya kelainan refraksi dan ametropia yang berarti adanya kelainan refraksi seperti
miopia, hipermetropia, astigmatisma, dan presbiopia.
Kelainan refraksi merupakan kelainan yang dapat dikoreksi, namun terkadang
menjadi masalah yang terabaikan bagi sebagian orang. Mengingat komplikasi yang dapat
ditimbulkan, pencegahan dan deteksi dini dari kelainan refraksi amatlah penting ditengah
peralatan diagnostik yang sudah memadai dan pendidikan masyarakat yang sudah lebih baik.

35
Daftar Pustaka

1. Ilyas HS, Yulianti SR. Ilmu penyakit mata. Edisi ke-5. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; 2015.h.64-84.
2. Arianti A. Kelainan refraksi. 2016. Diunduh dari http://jec.co.id/id/blog/128/kelainan-
refraksi, 17 April 2017.
3. Komariah C, Wahyu NA. Hubungan status refraksi, dengan kebiasaan membaca,
aktivitas di depan computer, dan status refraksi orang tua pada anak usia sekolah dasar.
Jurnal Kedokteran Brawijaya. 2014; 28 (2): 138.
4. World Health Organization. Global initiative for the elimination of avoidable blondless:
action plan 2006-2011. Geneva: WHO; 2011.
5. Eva PR, Whitcher JP. Vaughan dan asbury: oftalmologi umum. Edisi ke-17. Jakarta:
EGC; 2015.h.5-14,392-7, 431.
6. Mutti DO, Zadnik K, Adams AJ. Myopia: the nature versus the nurture debate goes on.
Investigate Ophthalmology Vis Sci. 1996; 37: 952-8.
7. Bhardwaj V, Rajeshbhai GP. Axial length, anterior chamber depth - a study in different
age groups and refractive errors. Journal of Clinical and Diagnostic Research. 2013;
7(10): 2211-2.
8. American Optometric Association. How your eyes work. Diunduh dari
http://www.aoa.org/patients-and-public/resources-for-teachers/how-your-eyes-
work?sso=y, 17 April 2017.
9. Tanto C, Liwang F, Hanifati S, Pradipta EA. Kapita selekta kedokteran. Edisi ke 4.
Jakarta; Media Aesculapius: 2014.h.390-3.
10. Hayatillah A. Prevalensi miopia dan faktor-faktor yang mempengaruhinya pada
mahasiswa program studi pendidikan dokter uin syarif hidayatullah Jakarta tahun 2011.
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta. 2011.
11. Widodo A, Prillia T. Miopia patologi. Jurnal Oftalmologi Indonesia 2007; 5 (1):19-26.
12. Vitresia H. Penatalaksanaan hipermetrop. Sub Bagian Refraksi Ilmu Penyakit Mata FK
Unand / RS Dr. M. Djamil Padang. 2007.h. 3-8, 13-5.
13. Deborah, Pavan-Langston. Manual of ocular diagnosis and therapy, 6th edition: refractive
surgery, Lippincott Williams and wilkins, 5:73-100, 2008.
14. Roque M. Astigmatism, PRK. 2009. Diunduh dari
http://emedicine.medscape.com/article/1220845-overview#a0101, 17 April 2017.

36
15. Irwana O, Rahman A, Faradila N, Mardhiya WR. Miopia tinggi. Riau: Fakultas
Kedokteran Universitas Riau; 2009.h. 10.
16. Riordan-Eva P, Whitcher J P. Vaughan & Asbury – Oftalmologi umum; alih bahasa:
Brahm U Pendit. Edisi 17. Jakarta: EGC; 2009.
17. Vaugan DG, Asbury T, Eva P. Oftalmologi Umum, Edisi 14. Jakarta: Penerbit Widya
Medika. 2000.h.3.
18. Turu L, Alexandrescu C, Stana D, Tudosescu, et al. Dry Eye Disease After LASIK.
Journal of medicine and life. 2011.
19. Hammond S, Puri A, Ambati B. Quality of vision and patient satisfaction after LASIK.
Current Opinion in Ophthalmology. 2004;15(4):328-332.
20. Jin GJC, Lyle A. Laser In situ keratomileusis for primary hyperopia. In : J Cataract
Refractive Surgery. 2005 ;31 :776-784.
21. Helgesen A, Hjortdal J, Ehlers N. Pupil size and night vision disturbances after LASIK
for myopia. Acta Ophthalmologica Scandinavica. 2004;82(4):454-460
22. Epstein D. LASIK Outcomes ln Myopia and Hyperopia. Smolin And Thoft's The Comea.
4th Ed. Lippincott Williams & Wilkins, 2005; 1229-1231.
23. Matillon Y. Correction of refractive disorders by excimer laser: photorefractive
keratectomy and LASIK. The national agency For accreditation and evaluationIn health
(anaes).2000.
24. Wang M. Epithelial ingrowth after laser in situ keratomileusis. Am J Ophthalmol.
2001;129(6):746-751.
25. BinderPS, Lindstrom RL, Stulting RD ,et al. Keratoconus and Corneal Ectasia After
LASIK. Journal of Refractive Surgery .2005;21: 749-753.

37

Anda mungkin juga menyukai