Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN KASUS

Pembimbing:

dr. Syukri Mustafa. Sp.M , Sp.(K), M.Kes

Disusun oleh:

Claudia Zendha Papilaya

11.2016.226

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN MATA

RUMAH SAKIT PUSAT ANGKATAN DARAT GATOT SOEBROTO

PERIODE 10 September - 13 Oktober 2018

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA


BAB 1
LAPORAN KASUS

1.1 Identitas Pasien

Nama : An. SP

Umur : 17 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Pekerjaan : Pelajar

Alamat : Jl. Bukit Duri Selatan

Status : belum menikah

Tanggal pemeriksaan : 17 September 2018

1.2 Anamnesis (Autoanamnesis pada 17 Spetember 2018)

Keluhan Utama : Mata kanan merah sejak 5 hari SMRS.

Keluhan tambahan : Mata kanan berair, gatal, kelopak mata bengkak, dan terasa
mengganjal.

Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien datang ke Poli Mata RS Husada dengan keluhan mata kanannya merah
sejak 5 hari. Pasien juga mengeluh keluarnya air mata yang terus menerus. Cairan yang
keluar tidak berwarna, tidak berbau dan encer. Pasien juga mengatakan matanya kadang
terasa gatal dan kelopak mata bengkak. Keluhan tersebut juga disertai oleh adanya rasa
tidak nyaman seperti mengganjal. Keluhan ini dirasakan setelah pasien berenang di kolam
renang. 2 hari yang lalu pasien mengatakan sempat demam. Pasien sudah diberikan obat
penurun panas yang dibeli di apotik, dan membaik. Pasien menyangkal adanya keluhan
silau ketika melihat cahaya dan rasa sakit. Riwayat adanya kotoran lengket yang keluar
dari kedua mata pasien disangkal. Keluhan penglihtan buram disangkal. Pasien belum
pernah memakai kaca mata. Pasien tidak memiliki riwayat trauma pada kedua mata
maupun alergi. Pasien baru pertama kali mengalami keluhan seperti ini, dan belum
diberikan pengobatan. Tidak ada keluhan sakit kepala, pusing, mual dan muntah.
Pasien mengatakan tidak ada keluhan pada mata kiri. Tidak ada keluarga atau orang
disekitar rumah atau sekolah yang mengalami hal yang sama dengan pasien.

Riwayat penyakit dahulu :

o Pasien tidak pernah memiliki riwayat sakit mata sebelumnya.


o Riwayat Alergi obat, HT, DM, Asma disangkal.

Riwayat penyakit keluarga :

Riwayat keluarga dengan keluhan sama yang diderita pasien sekarang disangkal.

Riwayat penyakit diabetes melitus dalam keluarga disangkal.

Riwayat penyakit hipertensi dalam keluarga disangkal.

Riwayat penyakit alergi dalam keluarga disangkal.

1.3 Pemeriksaan Fisik

Status Generalis :

Keadaan umum : Baik

Kesadaran : Compos Mentis

Tanda Vital

Tekanan darah: tidak dilakukan pemeriksaan

Nadi : 80 kali/menit

Respirasi : 20 kali/menit

Suhu : Afebris
Kepala : Normocephali

THT : tidak dilakukan pemeriksaan

Leher : tidak dilakukan pemeriksaan

Jantung/Paru-paru : tidak dilakukan pemeriksaan

Abdomen : tidak dilakukan pemeriksaan

Status Oftalmologi

KETERANGAN OD OS
1. VISUS
Axis Visus (SC) 6/6 6/6
Koreksi Tidak Dikoreksi Tidak Dikoreksi
Addisi Tidak Ada Tidak Ada
Distansia Pupil Tidak Ada Tidak Ada
Kacamata Lama Belum pernah menggunakan kaca mata
2. KEDUDUKAN BOLA MATA
Eksoftalmus Tidak ada Tidak ada
Endoftalmus Tidak ada Tidak ada
Deviasi Tidak ada Tidak ada
Gerakan mata Baik ke segala arah Baik ke segala arah
3. SUPRA SILIA
Warna Hitam Hitam
Letak Simetris Simetris
4. PALPEBRA SUPERIOR DAN INFERIOR
Edema Ada Tidak Ada
Nyeri tekan Tidak Ada Tidak Ada
Ektropion Tidak Ada Tidak Ada
Entropion Tidak Ada Tidak Ada
Blefarospasme Tidak Ada Tidak Ada
Trikiasis Tidak Ada Tidak Ada
Sikatriks Tidak Ada Tidak Ada
Fisura palpebra 10 mm 10 mm
Pungtum Lakrimal Ada Ada
Tes Anel Tidak dilakukan Tidak dilakukan
5. KONJUNGTIVA TARSAL SUPERIOR DAN INFERIOR
Hiperemis Ada Tidak ada
Folikel Tidak ada Tidak Ada
Papil Tidak Ada Tidak Ada
Sikatriks Tidak Ada Tidak Ada
Hordeolum Tidak Ada Tidak Ada
Kalazion Tidak Ada Tidak Ada
6. KONJUNGTIVA BULBI
Sekret Serous Tidak ada
Injeksi konjungtiva Ada Tidak Ada
Injeksi siliar Tidak Ada Tidak Ada
Perdarahan subkonjungtiva Tidak Ada Tidak Ada
Pterigium Tidak Ada Tidak Ada
Pinguekula Tidak Ada Tidak Ada
Nervus pigmentosus Tidak Ada Tidak Ada
Kista Dermoid Tidak Ada Tidak Ada
7. SKLERA
Warna Putih Putih
Ikterik Tidak Ada Tidak Ada
Nyeri Tekan Tidak Ada Tidak Ada
8. KORNEA
Kejernihan Jernih Jernih
Permukaan Licin Licin
Ukuran +/- 10 mm +/- 10 mm
Sensibilitas Tidak dilakuakan Tidak dilakuakan
Infiltrat Tidak Ada Tidak Ada
Ulkus Tidak ada Tidak ada
Perforasi Tidak ada Tidak ada
Arkus senilis Tidak Ada Tidak Ada
Edema Tidak ada Tidak ada
Tes Plasido Tidak dilakukan Tidak dilakukan
9. BILIK MATA DEPAN
Kedalaman Cukup Cukup
Kejernihan Jernih Jernih
Hifema Tidak ada Tidak ada
Hipopion Tidak ada Tidak ada
Efek Tyndal Tidak dilakukan Tidak dilakukan
10. IRIS
Warna Coklat tua Coklat tua
Kriptae ada Ada
Bentuk Bulat Bulat
Sinekia Tidak ada Tidak ada
Koloboma Tidak ada Tidak ada
11. PUPIL
Letak Sentral Sentral
Bentuk Bulat Bulat
Ukuran +/- 3 mm +/- 3 mm
Refleks cahaya langung Positif Positif
Refleks cahaya tidak langsung Positif Positif
12. LENSA
Kejernihan Jernih Jernih
Letak Di tengah Di tengah
Tes Shadow - -
13. BADAN KACA
Kejernihan Tidak dilakukan Tidak dilakukan
14. FUNDUS OKULI
Reflex fundus Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Batas Tidak Dilakukan Tidak dilakukan

Bentuk Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Warna Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Batas Tidak dilakukan Tidak dilakukan

C/D Ratio Tidak dilakukan Tidak dilakukan

A/V Ratio Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Makula Lutea Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Retina Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Eksudat Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Perdarahan Tidak dilakukan Tidak dilakukan


Sikatriks Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Ablasio Tidak dilakukan Tidak dilakukan
15. PALPASI
Nyeri tekan Tidak Ada Tidak Ada
Massa tumor Tidak Ada Tidak Ada
Tensi okuli (digital) Normal per palpasi Normal per palpasi
Tonometeri Schiots Tidak dilakukan Tidak dilakukan
16. KAMPUS VISI
Tes konfrontasi Sama dengan pemeriksa Sama dengan pemeriksa

1.4 Resume
Pasien perempuan 17 tahun datang dengan keluhan mata kanannya merah sejak
lima hari yang lalu. Pasien juga mengeluh keluarnya air mata yang terus menerus. Cairan
yang keluar tidak berwarna, tidak berbau dan encer. Pasien juga mengatakan matanya
kadang terasa gatal dan kelopak mata bengkak. Keluhan tersebut juga disertai oleh
adanya rasa tidak nyaman seperti mengganjal. Keluhan ini dirasakan setelah pasien
berenang di kolam renang. Dua hari yang lalu pasien mengatakan sempat demam. Pasien
sudah diberikan obat penurun panas yang dibeli di apotik, dan membaik. Pasien
mengatakan tidak ada keluhan pada mata kiri.
Pemeriksaan fisik :
 Okuli dekstra
Visus: AVOD SC : 6/6
Udem palpebra (+).
Konjungtiva tarsal superior dan inferior hiperemis (+).
Konjungtiva bulbi ditemukan adanya injeksi konjungtiva (+), sekret (+) serous
 Okuli Sinistra
Visus: AVOD SC : 6/6
Pemeriksaan lain dalam batas normal.

1.5 Diagnosis Kerja


Konjungtivitis Akut suspek Viral OD

1.6 Diagnosis Banding


Konjungtivitis bakteri
Konjungtivitis alergi

1.7 Anjuran Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan sitologik dengan pewarnaan gram dan giemsa pada cairan konjungtiva

1.8 Penatalaksanaan
Non Farmakologi
 Umunya sembuh sendiri +/- 10 hari
 Diberikan kompres pada mata
Farmakologi
 Artificial tears eye drop S 6 dd 1 gtt OD

Edukasi
 Konjungtivitis mudah menular, karena itu sebelum dan sesudah membersihkan
atau mengoleskan obat, penderita harus mencuci tangannya bersih-bersih.
 Jangan menggunakan handuk atau lap bersama dengan penghuni rumah lain.
 Usahakan menghindari mengucek-ngucek mata.
 Hendaknya segera membuang tissue atau sejenisnya setelah membersihkan
kotoran mata.

1.9 Prognosis
- Quo Ad Vitam : Ad Bonam
- Quo Ad Fungsionam : Ad Bonam
- Quo Ad Sanactionam : Ad Bonam

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi Konjungtiva
Konjungtiva merupakan membran mukosa tipis yang membatasi permukaan dalam
dari kelopak mata dan melipat ke belakang membungkus permukaan depan dari bola mata,
kecuali bagian jernih di tengah-tengah mata (kornea). Membran ini berisi banyak pembuluh
darah dan berubah merah saat terjadi inflamasi.1,2 Konjungtiva terdiri dari tiga bagian:
1. Konjungtiva palpebralis
Menutupi permukaan posterior dari palpebra dan dapat dibagi menjadi marginal,
tarsal, dan orbital konjungtiva.1
a.Marginal konjungtiva memanjang dari tepi kelopak mata sampai sekitar 2mm di
belakang kelopak mata menuju lengkung dangkal, sulkus subtarsalis. Sesungguhnya
merupakan zona transisi antara kulit dan konjungtiva sesungguhnya.
b. Tarsal konjungtiva bersifat tipis, transparan, dan sangat vaskuler. Menempel
ketat pada seluruh tarsal plate pada kelopak mata atas. Pada kelopak mata bawah,
hanya menempel setengah lebar tarsus. Kelenjar tarsal terlihat lewat struktur ini
sebagai garis kuning.
c.Orbital konjungtiva berada diantara tarsal plate dan forniks.
2. Konjungtiva bulbaris
Menutupi sebagian permukaan anterior bola mata. Terpisah dari sklera anterior
oleh jaringan episklera dan kapsula Tenon. Tepian sepanjang 3mm dari konjungtiva
bulbar disekitar kornea disebut dengan konjungtiva limbal. Pada area limbus,
konjungtiva, kapsula Tenon, dan jaringan episklera bergabung menjadi jaringan padat
yang terikat secara kuat pada pertemuan korneosklera di bawahnya. Pada limbus, epitel
konjungtiva menjadi berlanjut seperti yang ada pada kornea.1
Konjungtiva bulbar sangat tipis. Konjungtiva bulbar juga bersifat dapat
digerakkan, mudah melipat ke belakang dan ke depan.Pembuluh darahdengan mudah
dapat dilihat di bawahnya.Di dalam konjungtiva bulbar terdapat sel goblet yang
mensekresi musin, suatu komponen penting lapisan air mata pre-kornea yang
memproteksi dan memberi nutrisi bagi kornea.

3. Forniks
Bagian transisi yang membentuk hubungan antara bagian posterior palpebra dan bola
mata. Forniks konjungtiva berganbung dengan konjungtiva bulbar dan konjungtiva
palpebra. Dapat dibagi menjasi forniks superior, inferior, lateral, dan medial forniks.1,2

Gambar 1. Struktur anatomi dari conjungtiva

B. Histologi Konjungtiva
1. Lapisan epitel konjungtiva
Terdiri dari:
a. Marginal konjungtiva mempunyai epitel tipe stratified skuamous lapis 5.
b. Tarsal konjungtiva mempunyai 2 lapis epitelium: lapisan superfisial dari sel
silindris dan lapisan dalam dari sel pipih.
c. Forniks dan bulbar konjungtiva mempunyai 3 lais epitelium: lapisan superfisial sel
silindris, lapisan tengan polihedral sel dan lapisan dalam sel kuboid.
d. Limbal konjungtiva sekali lagi mempunyai banyak lapisan (5-6 lapis)
epitelium stratified skuamous.

2. Stroma konjungtiva
Dibagi menjadi satu lapisan adenoid (superficial) dan satu lapisan fibrosa
(profundus).
a. Lapisan adenoid disebut dengan lapisan limfoid dan terdiri dari jaringan ikat
retikulum yang terkait satu sama lain dan terdapat limfosit diantaranya. Lapisan ini
paling berkembang di forniks. Tidak terdapat mulai dari lahir tetapu berkembang
setelah 3-4 bulan pertama kehidupan. Untuk alasan ini, inflamasi konjungtiva pada
bayi baru lahir tidak memperlihatkan reaksi folikuler. 1,2
b. Lapisan fibrosaTerdiri dari jaringan fiber elastik dan kolagen. Lebih
tebal daripada lapisan adenoid, kecuali di regio konjungtiva tarsal dimana pada
tempat tersebut struktur ini sangat tipis. Lapisan ini mengandung pembuluh darah
dan saraf konjungtiva. Bergabung dengan kapsula tenon pada regio konjungtiva
bulbar. 1 Konjungtiva mempunyai dua macam kelenjar, yaitu:
1. Kelenjar sekretori musin.
Mereka adalah sel goblet(kelenjar uniseluler yang terletak di dalam epitelium),
kripta dari Henle(ada pada tarsal konjungtiva) dan kelenjar Manz(pada konjungtiva
limbal). Kelenjar-kelenjar ini menseksresi mukus yang mana penting untuk
membasahi kornea dan konjungtiva.
2. Kelenjar lakrimalis aksesorius, mereka adalah:1
a. Kelenjar dari Krause(terletak pada jaringan ikat konjungtiva di forniks, sekitar
42mm pada forniks atas dan 8mm di forniks bawah). Dan
b. Kelenjar dari Wolfring(terletak sepanjang batas atas tarsus superios dan
sepanjang batas bawah dari inferior tarsus).

C. Perdarahan dan Persarafan


Arteri-arteri konjungtiva berasal dari arteria siliaris anterior dan arteria palpebralis.
Kedua arteri ini beranastomosis dengan bebas dan bersama dengan banyak vena
konjungtiva membentuk jaringan vaskular konjungtiva yang sangat banyak. Konjungtiva
juga menerima persarafan dari percabangan pertama nervus V dengan serabut nyeri yang
relatif sedikit. 3

D. Konjungtivitis
1. Definisi
Konjungtivitis yaitu adanya inflamasi pada konjungtiva atau peradangan pada
konjungtiva, selaput bening yang menutupi bagian berwarna putih pada mata dan
permukaan bagian dalam kelopak mata. Reaksi inflamasi ini ditandai dengan dilatasi
vaskular, infiltrasi seluler dan eksudasi. Beberapa jenis konjungtivitis dapat hilang dengan
sendiri, tapi ada juga yang memerlukan pengobatan. Konjungtivitis dapat dibedakan
menjadi dua bentuk :

 Konjungtivitis akut yaitu reaksi peradangan yang muncul tiba-tiba dan diawali dengan
satu mata (unilateral) serta dengan durasi kurang dari 4 minggu.
 Konjungtivitis kronis yaitu reaksi peradangan yang durasinya lebih dari 4 minggu.3

2. Klasifikasi

a. Konjungtivitis Bakteri

Terdapat dua bentuk konjungtivitis bakteri: akut (termasuk hiperakut dan subakut)
dan kronik. Konjungtivitis bakteri akut biasanya jinak dan dapat sembuh sendiri,
berlangsung kurang dari 14 hari. Pengobatan dengan salah satu obat antibakteri yang tersedia
biasanya menyembuhkan dalam beberapa hari. Sebaliknya, konjungtivitis hiperakut
(purulen) yang disebabkan oleh Neisseria gonorrhoeae atau Neisseria meningitidis dapat
menimbulkan komplikasi mata berat bila tidak diobati sejak dini. Konjungtivitis kronik
biasanya sekunder terhadap penyakit palpebra atau obstruksi ductus nasolacrimalis. 3

Temuan Klinis

A. Tanda Dan Gejala

Penyebab sebagian besar konjungtivitis bakteri. Umumnya, konjungtivitis ini


bermanifestasi dalam bentuk iritasi dan pelebaran pembuluh darah (injeksi) bilateral, eksudat
purulen dengan palpebra saling melengket saat bangun tidur, dan kadang-kadang edema
palpebra. Infeksi biasanya mulai pada satu mata dan melalui tangan menular ke sebelahnya.
Infeksi dapat menyebar ke orang lain melalui benda yang dapat menyebarkan kuman (fomit).3

o Konjungtivitis bakteri hiperakut (purulen)

Disebabkan moleh N gonorrhoeae, Neisseria kochii, dan N meningitidis. Biasanya ditandai


oleh eksudat purulen yang banyak Konjungtivitis meningokok kadang-kadang tetjadi pada
mak-anak. Setiap konjungtivitis berat dengan banyak eksudat harus segera dilakukan
pemeriksaan laboratorium dan segera diobati. Jika ditunda, bisa terjadi kerusakan komea atau
kehilangan mata, atau konjungtiva dapat mena iadi gerbang masuk N gonorrhoeae atau N
meningitidis, yang mendahului sepsis atau meningitis. 3

o Konjungtivitis mukopurulen (catanhal) akut

Sering terdapat dalam bentuk epidemik dan disebut ”mata merah (pinkeer’ oleh kebanyakan
orang awam. Penyakit ini ditandai dengan hiperemia konjungtiva akut dan sekret
mukOpurulen bexjumlah sedang. Penyebab paling umum adalah Streptococcus pneumoniae
pada iklim sedang dan Haemophilus aegyptius pada iklim tropis. Penyebab yang kurang
umum adalah stafilokokus dan streptokokus lain. Konjungtivitis yang disebabkan oleh S
pneumoniae dan H aegyptius dapat disertai perdarahan subkonjungtiva. Konjungtivitis H
aegyptius di Brazil diikuti dengan demam purpura fatal yang ditimbulkan oleh toksin bakteri
terkait-plasmid.3

o Konjungtivitis subakut

Paling sering disebabkan oleh H influenzae, dan terkadang oleh Escherichia coli dan spesies
proteus. Infeksi H influenzae ditandai dengan eksudat tipis, berair, atau berawan.

o Konjungtivitis bakteri kronik

terjadi pada pasien dengan obstruksi ductus nasolacrimalis dan dakriosistitis kronik, yang
biasanya unilateral. Infeksi ini juga bisa menyertai blefaritis bakterial kroni'k atau disfungsi
kelenjar meibom. Pasien dengan sindrom palpebra-lunglai (floppy lid syndrome) atau
ektropion dapat terkena konjungtivitis bakterial sekunder.3

B. Temuan Laboratorium

Pada kebanyakan kasus konjungtivitis bakteri, organisme penyebabnya dapat


diidentifikasi dengan pemeriksaan mikroskopik kerokan konjungtiva yang dipulas dengan
pulasan Gram atau Giemsa; pemeriksaan ini menampilkan banyak neutrofil
polimorfonuklear. Bila hasil uji sensitivitas antibiotik sudah didapatkan, terapi dengan
antibiotik spesifik dapat diberikan. 3

Komplikasi

Blefaritis marginal kronik sering menyertai konjungtivitis stafilokok, kecuali pada


pasien sangat muda yang bukan sasaran blefaritis. Parut konjungtiva dapat mengikuti
konjungtivitis pseudomembranosa dan membranosa, dan pada kasus tertentu diikuti oleh
ulserasi komea dan perforasi. Ulserasi komea marginal dapat terjadi pada infeksi N
gonorrhoeae, N kochii, N meningitidis, H aegyptius, S aureus, 'dan M catarrhalis; jika produk
toksik N gonorrhoeae berdifusi melalui komea masuk kee bilik mata depan, dapat timbul
iritis toksik.3

Terapi

Terapi spesifik konjungtivitis bakteri tergantung pada temuan agen mikrobiologiknya.


Sambil menunggu hasil laboratorium, dokter dapat memulai terapi dengan antimikroba
topikal spektrum luas (mis., polymyxin-trimethoprim). Pada setiap konjungtivitis puru en
yang pulasan Wya menunjukkan diplokokus gram-negatif, sugestif neisseria, harus segera
dimulai terapi topikal dan sistemik. Jika komea tidak terlibat, ceftriaxone 1 g yang diberikan
dosis tunggal per intramuskular biasanya mempakan terapi sistemik yang adekuat. Jika
kornea terkena, dibutuhkan ceftriaxone parenteral, 1-2 g per hari selama 5 hari. Pada
konjungtivitis purulen dan mukopurulen, saccus conjunctivalis harus dibilas dengan larutan
saline agar dapat menghilangkan sekret konjungtiva. Untuk mencegah penyebaran penyakit
ini, pasien dan keluarga diminta memperhatikan higiene perorangan secara khusus.3

b. Konjungtivitis Virus
o Konjungtivitis virus akut dapat muncul sebagai gejala yang ringan dan sembuh sendiri
hingga gejala berat yang menimbulkan kecacatan.
1. Demam faringokonjungtival
Tipe ini biasanya disebabkan oleh adenovirus tipe 3 dan kadang-kadang tipe 4
dan 7. Demam faringokonjungtival ditandai oleh demam 38,3 - 40 0C, sakit
tenggorokan, dan konjungtivitis pada satu atau dua mata. Folikel sering mencolok
pada kedua konjungtiva, dan pada mukosa faring. Penyakit ini dapat terjadi bilateral
atau unilateral. Mata merah dan berair mata sering terjadi, dapat disertai keratitis
superficial sementara ataupun sedikit kekeruhan di daerah subepitel. Limfadenopati
preaurikuler yang muncul tidak disertai nyeri tekan. Sindrom yang ditemukan pada
pasien mungkin tidak lengkap, hanya terdiri atas satu atau dua gejala utama (demam,
faringitis, dan konjungtivitis).3
Demam faringoonjungtival umunya disebabkan oleh adenovirus tipe 3 dan
kadang-kadang oleh tipe 4 dan 7. Virusnya dapat dibiakkan dalam sel HeLa dan di
identifikasi dengan uji netralisasi. Dengan berkembangnya penyakit virus ini dapat di
diagnosis secara serologis melalui peningkatan titer antibodi penetral virus. Namun,
diagnosis klinis merupakan diagnosis yang paling mudah dan praktis. Pada kerokan
konjungtiva didapatkan sel mononuklear dan tidak ada bakteri yang tumbuh pada
biakan.
Keadaan ini lebih sering pada anak-anak dari pada orang dewasa dan mudah
menular di kam renang yang berklor rendah. Tidak ada pengobatan spesifik, tetapi
konjungtivitis umunya sembuh sendiri kira-kira 10 hari.
Pengobatan untuk demam faringokonjungtiva hanya bersifat suportif karena
dapat sembuh sendiri diberi kompres, astrigen, lubrikasi, sedangkan pada kasus yang
berat dapat diberikan antibiotik dengan steroid lokal. Pengobatan biasanya
simptomatis dan pemberian antibiotik untuk mencegah infeksi sekunder.

2. Keratokonjungtivitis epidemika
Keratokonjungtivitis epidemika disebabkan oleh adenovirus subgroup D tipe 8,
19, 29, dan 37. Konjungtivitis yang timbul umumnya bilateral. Awitan sering pada satu
mata kemudian menyebar ke mata yang lain. Mata pertama biasanya lebih parah.
Gejala awal berupa nyeri sedang dan berair mata, diikuti dalam 5-14 hari kemudian
dengan fotofobia, keratitis epitel, dan kekeruhan subepitel bulat. Fase akut ditandai
dengan edema palpebra, kemosis, dan hiperemia konjungtiva. Dalam 24 jam sering
muncul folikel dan perdarahan konjungtiva. Kadang-kadang dapat terbentuk
pseudomembran ataupun membran sejati yang dapat meninggalkan parut datar ataupun
symblepharon. Konjungtivitis berlangsung selama 3-4 minggu. Kekeruhan epitel terjadi
di pusat kornea, menetap berbulan-bulan namun menyembuh tanpa disertai parut.3
Virus ini dapat diisolasi dalam biakan sel dan dapat diidentifikasi dengan uji
netralisasi. Kerokan konjungtiva menampakkan reaksi radang mononuklear primer.
Bila terbentuk pseudomembran, juga tampak neutrofil yang banyak.
Hingga saat ini belum ada terapi spesifik, namun kompres dingin akan
mengurangi beberapa gejala. Selama konjungtivitis akut, penggunaan kortikosteroid
dapat memperpanjang keterlibatan kornea lebih lanjut sehingga harus dihindari. Anti
bakteri harus diberikan jika terjadi superinfeksi bakteri.
3. Konjungtivitis virus herpes simpleks (HSV)
Konjungtivitis HSV umumnya terjadi ada anak-anak dan merupakan keadaan
luar biasa yang ditandai pelebaran pembuluh darah unilateral, iritasi, disertai sekret
mukoid, dan fotofobia. Konjungtivitis dapat muncul sebagai infeksi primer HSV
atau pada episode kambuh herpes mata. Sering disertai keratitis herpes simpleks,
dengan kornea menampakkan lesi-lesi eptelial tersendiri yang umumnya menyatu
membentuk satu ulkus atau ulkus epithelial yang bercabang banyak (dendritik).
Konjungtivitis yang terjadi mumnya folikuler namun dapat juga pseudomembranosa.
Vesikel herpes kadang-kadang muncul di palpebra dan tepian palebra, disertai
edema berat pada palpebra. Nodus preaurikuler yang nyeri tekan adalah gejala yang
khas untuk konjungtivitis HSV.3
Pada konjungtivitis virus herpes simplek, jika konjungtivitisnya folikuler,
reaksi radangnya terutama akibat kemotaksis nekrosis. Inklusi intranuklear (karena
adanya marginasi kromatin) tampak dalam sel-sel konjungtiva dan kornea dengan
fiksasi Bouin dan pilasan papanicolaou, tetapi tidak tampak dalam pulasan giemsa.
Temuan sel-sel epitel raksasa multinukleus memiliki nilai diagnostik. Pada
konjungtivitis Varisella-Zooster, diagnosis biasanya ditegakkan dengan ditemukan
sel raksasa pada pewarnaan giemsa, kultur virus, dan sel inklusi intranuklear.
Untuk konjungtivitis herpes simpleks yang terjadi pada anakdiatas satu tahun
atau pada orang dewasa yang umumnya sembuh sendiri dan mungkin tidak perlu
terapi. Namun, antivirus topikal atau sistemik harus doberikan untuk mencegah
terkena kornea. Jika terjadi ulkus kornea, harus dilakukan debridement
korneadengan mengusap ulkus menggunakan kain steril dengan hati-hati, oenetesan
obat anti virus, dan penutupan mata selama 24 jam. Antivirus topikal sendiri harus
diberikan 7-10 hari. Misalnya trikloridin setiap 2 jam sewaktu bangun. Penggunaan
kortikosteroid dikontraindikasikan karena bias memperburuk infeksi herpes
simpleks dan mengubah penyakit dari suatu proses singkat yang sembuh sendiri
menjadi infeksi berat yang berkepanjangan. Pada konjungtivitis varicella zooster
pengobatan dapat dilakukan dengan pemberian kompres dingin. Pada saat acyclovir
400 mg/hari selama 5 hari merupakan pengobatan umum. Walaupun diduga steroid
dapat mengurangi penyulit akan tetapi dapat mengakibatkan penyebaran sistemik.
Pada 2 minggu pertama dapat diberikan analgetik untuk menghilangkan rasa sakit.
Pada kelainan peermukaan dapat diberikan salep terasilin. Steroid tetes
deksametason 0,1% diberikan bila terdapat episkleritis, skleritis dan iritis.
4. Konjungtivitis hemoragika akut
Konjungtivitis hemoragika akut disebabkan oleh enterovirus tipe 70 dan
kadang-kadang oleh virus coxsakie tpe A24. Yang khas pada konjungtivitis tipe ini
adalah masa inkubasi yang pendek (sekitar 8-48 jam) dan berlangsung singkat (5-7
hari). Gejala dan tandanya adalah rasa sakit, fotofobia, sensasi benda asing, banyak
mengeluarkan air mata, edema palpebra, dan perdarahan subkonjungtiva. Kadang-
kadang dapat timul kemosis. Perdarahan subkonjungtiva yang terjadi umumnya
difus, namun dapat diawali oleh bintik-bintik perdarahan. Perdarahan berawal dari
konjungtiva bulbi superior menyebar ke bawah. Pada sebagian besar kasus,
didapatkan limfadenopati preaurikular, folikel konjungtiva, dan keratitis epithelia.
Pada beberapa kasus dapat terjadi uveitis anterior dengan gejala demam, malaise,
dan mialgia. Transmisi terjadi melalui kontak erat dari orang ke orang melalui media
sprei, alat-alat optic yang terkontaminasi, dan air. 3 Diagnosis utama adalah dari
gambaran klinisnya
Penyakit ini dapat sembuh sendiri sehingga pengobatan hanya simtomatik.
Pengobatan antibiotika spekturm luas, sulfacetamide dapat digunkan untuk
mencegah infeksi sekunder. Penyembuhan dapat terjadi dalam 5-7 hari.

5. Kojungtivitis Newcastle
Konjungtivitis Newcastle adalah penyakit yang jarang di jumpai, ditandai dengan
perasaan terbakar, gatal, nyeri, merah, berair-mata, dan penglihatan kabur (jarang).
Keadaan ini sering terjadi dalam bentuk epidemi kecil di antara pekerja peternakan
unggas yang menangani burung yang sakit atau diantara dokter hewan atau petugas
laoboratorium yang bekerja dengan virus atau vaksin hidup.
Konjungtivitis ini miri dengan yang disebaban oleh virus lain, dengan
kemosis, nodus preaurikular kecil, dan folikel-folikel ditarsus superior dan inferior.
Tidak ada atau tidak diperlukan pengobatan untuk penyakit yang sebuh sendiri ini.2
o Konjungtivitis virus menahun meliputi:
1. Blefarokonjungtivitis Mulloskum Kontagiosum
Molluscum kontagiosum ditandai dengan adanya reaksi radang dengan
infiltrasi mononuclear dengan lesi berbentuk bulat, berombak, berwarna putih-
mutiara, dengan daerah pusat yang non radang. Nodul molluscum pada tepian atau
kulit palpebra dan alis mata apat menimbulkan konjungtivitis folikuler menahun
unilateral, keratitis superior, dan pannus superior, dan mungkin menyerupai trachoma.
Bioposi menunjukkan inklusi sitoplasma iosinofilik yang memenuhi sitoplasma sel
yang rusak, mendesak inti ke satu sisi.3
Eksisi, insisi sederhana pada nodul yang memungkinkan darah tepi yang
memasukinya atau krioterapi akan menyembuhkan konjungtivitis. Pada kondisi ini
eksisi nodul juga menyembuhkan konjungtivitisnya.

2. Blefarokonjungtivitis varicella-zoster
Blefarokonjungtivitis varicella-zoster ditandai dengan hiperemia dan
konjungtivitis infiltratif yang disertai erupsi vesikuler sepanjang penyebaran
dermatom nervus trigeminus cabang oftalmika. Konjungtivitis yang terjadi
umumnya bersifat papiler, namun dapat pula membentuk folikel, pseudomembran,
dan vesikel temporer yang kemudian berulserasi. Pada awal perjalanan penyakit
dapat ditemukan pembesaran kelenjar preaurikula yang nyeri tekan. Selanjutnya
dapat terbentuk parut palpebra, entropion, dan bulu mata salah arah. Lesi palpebra
dari varicella dapat terbentuk di bagian tepi ataupun di dalam palpebra sendiri dan
seringkali meninggalkan parut. Sering timbul konjungtivitis eksudatif ringan, tetapi
lesi konjungtiva yang jelas (kecuali pada limbus) sangat jarang terjadi. Lesi di
limbus menyerupai phlyctenula dan dapat melalui tahap-tahap vesikel, papula, dan
ulkus. Kornea di dekatnya mengalami infiltrasi dan bertambah pembuluh darahnya.3
Pada zooster maupun varicella, kerokan dari vesikel palpebranya
mengandung sel raksasa dan banyak leukosit polimorfonuklear, kerokan dari
konjungtiva pada varicella dan dari vesikel konjungtiva pada zooster dapat
mengandung sel raksasa dan monosit. Pada kondisi ini diberikan acyclovir oral dosis
tinggi (800mg/oral 5x selama 10 hari).
3. Keratokonjungtivitis morbili.
Enantema khas morbili seringkali mandahului erupsi kulit. Pada tahap awal
konjungtiva nampak seperti kaca yang aneh, yang dalam beberapa hari diikuti
pembengkakan lipatan semilunar (tanda Meyer). Beberapa hari sebelum erupsi kulit
timbul konjungtivitis eksudatif dengan sekret mukopurulen. Bersamaaan dengan
munculnya erupsi kulit akan timbul bercak-bercak koplik pada konjungtiva dan
kadang-kadang pada carunculus. Keratitis epithelial dapat terjadi pada anak-anak
dan orang tua.3
Kerokan konjungtiva menunjukkan rekasi sel mononuclear, kecuali jika ada
pseudomembran atau infeksi sekunder. Sediaan terpulas giemsa menampilkan sel-sel
raksasa. Karena tidak ada terapi spesifik, hanya tindakan penunjang saja yang
dilakukan, kecuali jika ada infeksi sekunder
Konjungtivitis viral merupakan penyakit infeksi yang angka penularannya
cukup tinggi, sehingga pencegahan adalah hal yang sangat penting. Penularan juga
bisa terjadi di fasilitas kesehatan bahkan ke tenaga kesehatan yang memeriksa pasien.
Langkah – langkah pencegahan yang perlu diperhatikan adalah mencuci tangan
dengan bersih, tidak menyentuh mata dengan tangan kosong, serta tidak
menggunakan peralatan yang akan digunakan untuk pemeriksaan pasien lain. Dalam
penularan ke lingkungan sekitar, pasien sebaiknya disarankan untuk menghindari
kontak dengan orang lain seperti di lingkungan kerja / sekolah dalam 1 – 2 minggu,
juga menghindari pemakaian handuk bersama. 1,3

c. Konjungtivitis Alergi
o Reaksi Hipersensitivitas Humoral Segera
1. Konjungtivitis ”Hay Fever”

Radang konjungtiva non-spesifik ringan umumnya menyertai ”hay fever”


(rinitis alerg'ika). Biasanya ada riwayat alergi terhadap tepung sari, rumput, bulu
hewan, dll. Pasien mengeluh gatal, kemerahan, berair-mata, dan sering mengatakan
matanya seakan-akan ”tenggelam dalam jaringan sekitarnya”. Terdapat injeksi ringan
di konjung’u’va palpebralis dan konjungtiva bulbaris; selama serangan akut sering
ditemukan kemosis berat (yang menjadi sebab kesan ”tenggelam” tadi). Mungkin
terdapat sedikit kotoran mata, khususnya setelah pasien mengucek matanya. Eosinofil
sulit ditemukan pada kerokan konjungtiva. Jika alergennya menetap, dapat timbul
konjungtivitis papilar.

Pengobatan dilakukan dengan penetesan vasokonstriktor-antihistavmin


topikal. Kompres dingin membantu mengatasi gatal-gatal, dan antihistamin per oral
hanya sedikit manfaatnya. Respons langsung terhadap pengobatan cukup memuaskan,
tetapi kekambuhan sering ditemukan, kecuali bila antigennya dihilangkan.
Untungnya, frekuensi serangan dan beratnya gejala cenderung menurun dengan
meningkatnya usia.3

2. Kera tokonjungtivitis Vernal

Penyakit yang juga dikenal sebagai ”catanh musim semi” dan 'konjungtivitis
musiman” atau ”konjungtivitis musim kemarau" ini adalah penyakit alergi bilateral
yang jarang; biasanya mulai pada tahun-tahun prapubertas dan berlangsung selama 5-
10 tahun. Penyakit ini lebih banyak pada anak laki-laki dibandingkan perempuan.
Alergen spesifiknya sulit dilacak, tetapi pasien keratokonjungtivitis vernal biasanya
menampilkan manifastasi alergi lainnya, yang diketahui berhubungan dengan
sensitivitas terhadap tepung sari rumput.3

Penyakit ini lebih jarang di daerah beriklim sedang daripada di daerah hangat,
dan hampir tidak ada di daerah dingin. Penyakit ini hampir selalu lebih parah selama
musim semi, musim panas, dan musim gugur daripada di musim dingin. Paling
banyak ditemukan di Afrika sub-Sahara dan Timur Tengah. Pasien umumnya
mengeluh sangat gatal dengan kotoran mata berserat-serat. Biasanya terdapat riwayat
alergi di keluarga (hay fever, eksim, dll), dan terkadang disertai riwayat alergi pasien
itu sendiri. Konjungtiva tampak putih-susu, dan terdapat banyak papila halus di
konjungtiva tarsalis inferior. Konjungtiva palpebralis superior sering menampilkan
papila raksasa mirip batu kali. Setiap papila raksasa berbentuk poligonal, dengan atap
rata, dan mengandung berkas kapiler. Mungkin terdapat kotoran-mata berserabut dan
pseudomembran fibrinosa. Ditemukan banyak eosinofil dan granula eosinofilik bebas
di dalam bintik Tranta dan sediaan hapus eksudat konjungtiva yang terpulas Giemsa.

Karena keratokonjungtivitis vernal adalah penyakit yang sembuh sendiri, perlu


diingat bahwa medikasi yang.dipakai untuk meredakan gejala dapat memberi
perbaikan dalam waktu singkat, tetapi dapat memberi kerugian jangka-panjang.
Steroid topikal atau sistemik, yang mengurangi rasa gatal, hanya sedikit
mempengaruhi penyakit komea ini, dan efek sampingnya (glaukoma, katarak, dan
komplikasi lain) dapat sangat memgikan. Kombinasi antihistamin penstabil sel mast
yang lebih baru bermanfaat sebagai agen profilaktik dan terapeutik pada kasus sedang
hingga berat. Vasokonstriktor, kompres dingin, dan kompres es ada manfaatnya; tidur
(jika mungkin juga bekerja) di ruang sejuk ber-AC membuat pasien nyaman.
Kemungkinan besar, pemulihan terbaik dicapai dengan pindah ke temat beriklim sejul
dan lembab pasien yang melakukan ini setidaknta mambaik bila tidak sembuh total. 3

3. Keratokonjungtivitis Atopik

Pasien dermatitis atopik (eksim) sering kali juga menderita keratokonjungtivitis


atopik. Tanda dan gejalanya adalah sensasi tcrbakar, pengeluaran sekret mukoid,
merah, dan fotofobia. Tepian palpebranya eritematosa, dan konjungtiva tampak putih
seperti susu. Terdapat papila-papila halus, tetapi papila raksasa kurang nyata
dibandingkan pada keratokonjungtivitis vernal, dan lebih sering terdapat di tarsus
inferior-berbeda dengan papila raksasa keratokonjungtivitis vernal, yang ada di tarsus
superior. Pada kasus yang berat, seluruh komea tampak kabur dan mengalami
vaskularisasi, ketajaman penglihatan pun menurun. 3

Biasanya ada riwayat alergi (hayfever, asma, atau eksim) pada pasien atau
keluarganya. Kebanyakan pasien pemah menderita dermatitis atopik sejak bayi. Parut
pada lipatan fleksura-lipat-siku dan pergelangan tangan-dan lutut sering ditemukan.
Seperti dermatitisnya, keratokonjungtivitis atopik berlangsung berlarut-larut dam sering
mengalami eksaserbasi dan remisi.

.Kerokankan konjungtiva menampakkan eosinofil, meskL pun tidak sebanyak


yang terlihat pada keratokonjungtL Vitis vernal. Sering timbul parut pada konjungtiva
maupun komea.

Terapi topikal jangka panjang dengan obat penstabil sel mast adalah hal yang
terpenting. Antihistamin oral juga bermanfaat. Obat-obat anti-inflamasi non-steroid
yang lebih baru, seperti ketorolac dan lodoxamide, dapat mengatasi gejala pada pasien-
pasien ini. Steroid topikal jangka pendek dapat meredakan gejala.
4. Konjungtivitis Papilar Raksasa

Konjungtivitis papilar raksasa dengan tanda dan gejala yang mirip konjungtivitis
vernal dapat dijumpai pada pasien pengguna lensa kontak atau mata buatan dari
plastikIni kemungkinan suatu penyakit hipersensitivitas ripe lambat yang kaya-basofil
(hipersensitivitas Jones-Mote)/ dengan komponen IgE humeral. Mengganti prostesis
mata plastik dengan kaca dan memakai kaca mata bukan lensa kontak dapat
menyembuhkan.
Jika lensa kontak tetap harus dipakai, diperlukan tindakan tambahan. Perawatan
lenasa kontak yang baik, termasuk dengan zat bebas pengawet, sangat penting.
Disinfeksi dengan hidrogen peroksida dan pembersihan lensa kontak secara enzimatik
juga monolong. Penggantian lensa kontak ke jenis weekly-disposable atau daily
disposable mungkin diperlukan jika cara' cara lain tidak mcnolong. Bila scmua ini gagal,
pcmakaian lensa kontak hams dihentikan. 3

o Reaksi Hipersensitivitas Tipe Lambat

Fliktenulosis

Keratokonjungtivitis fliktenularis adalah respons hipersensitivitas lambat


terhadap protein mikroba, termasuk protein dari basil tuberkel, Staphylococcus spp,
Candida albicans, Coccidioides immitis, Haemophilus aegyptius, dan Chlamydia
trachomatis serotipe L1, L2, dan L3. Fliktenula konjungtiva timbul sebagai lesi kecil
(umumnya berdiameter 1-3 mm) yang keras, merah, meninggi, dan dikelilingi zona
hiperemia. Di limbus sering berbentuk segitiga, dengan apeks mengarah ke komea. Di
sini terbentuk pusat putih-kelabu, yang segera menjadi ulkus dan mereda dalam 10-12
hari. Lesi awal fliktenula dan pada kebanyakan kasus kambuh (biasanya) terjadi di
limbus, tetapi ada juga yang di komea, bulbus, dan, sangat jarang, di tarsus.
Berbeda dengan fliktenula konjungtiva, yang tidak meninggalkan parut, fliktenula
komea berkembang sebagai infiltrat kelabu amorf dan selalu meninggalkan parut.
Sejalan dengan perbedaan ini, terbentuk parut pada sisi komea Lesi limbus dan tidak
pada sisi-konjungtivanya. Hasilnya adalah suatu parut bentuk segi tiga dengan dasar pada
limbus-suatu tanda panting fliktenulosis lama yang mengenai limbus. Fliktenula
konjungtiva biasanya hanya menimbulkan iritasi dan air mata, tetapi fliktenula di komea
dan limbus umumnya disertai fotofobia hebat. 3
Pengobatan harus ditujukan terhadap penyakit pencetus; steroid, bila efektif,
hendaknya hanya dipakai untuk mengatasi gejala akut dart parut komea yang menetap.
Parut komea berat mungkin memerlukan transplantasi komea. 1

Tabel 1. Diagnosis Konjungtivitis.


(s
u Bakteri Jamur m
be Gejala Klinis Virus dan Alergi r:
purulen nonpurulen
parasit

Sekret Sedikit mengucur sedikit sedikit sedikit

Air mata mengucur sedang sedang sedikit sedang

Gatal Sedikit sedikit - - mencolok

Mata merah Umum umum lokal lokal umum

Nodul
Lazim jarang lazim lazim -
preaurikuler

Pewarnaan Monosit, Bakteri, Bakteri,


negatif eosinofil
usapan limfosit PMN PMN

Sakit tenggorok
Sewaktu-
dan panas yang jarang - - -
waktu
menyertai

Sidarta I. “Ilmu Penyakit Mata”. Jakarta. FKUI. Edisi Kelima. 2014. hal. 121) 2

BAB 3
PEMBAHASAN

Setelah dilakukan anamnesis dan pemeriksaan yang dilakukan pada pasien An.
Perempuan 17 tahun yang datang ke Poli Klinik Mata Husada didapatkan keluhan Pasien
mengeluhkan mata kanan merah sejak 5 hari yang lalu. Pasien juga mengeluh keluarnya
air mata yang terus menerus. Cairan yang keluar tidak berwarna, tidak berbau dan encer.
Pasien juga mengatakan matanya kadang terasa gatal dan kelopak mata bengkak. Keluhan
tersebut juga disertai oleh adanya rasa tidak nyaman seperti mengganjal. Keluhan ini
dirasakan setelah pasien berenang di kolam renang. Dua hari yang lalu pasien
mengatakan sempat demam. Pasien sudah diberikan obat penurun panas yang dibeli di
apotik, dan membaik. Pasien mengatakan tidak ada keluhan pada mata kiri. Pasien tidak
mengalami penurunan penglihatan dan pandangan kabur. Pasien belum pernah mamkali
kaca mata. Tidak ada trauma mata yang dialami oleh paisne. Pasien tidak mengalami
mual, muntah dan sakit kepala. Tidak ad keluarga, orang sekitar lingkungan rumah atau
sekolah yang mengalami hal serupa sebelumnya. Pada mata kiri tidak ada keluhan.
Dari pemeriksaan visus yang diperoleh AVOD SC 6/6 dan AVOS SC 6/6.
Pemeriksaan fisik :
 Okuli dekstra
Visus: AVOD SC : 6/6
Udem palpebra (+).
Konjungtiva tarsal superior dan inferior hiperemis (+).
Konjungtiva bulbi ditemukan adanya injeksi konjungtiva (+), sekret (+) serous
 Okuli Sinistra
Visus: AVOD SC : 6/6
Pemeriksaan lain dalam batas normal.

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisis oftalmologi. Dari


anamnesis didapatkan pasien datang dengan keluhan utama mata kanan merah 5 hari yang
lalu, Berair (+) tidak berwarna, tidak berbau dan encer, bengak pada kelopak mata, rasa
mengganjal (+) terkadang gatal (+). Pasien juga mengeluhkan demam pada hari ke 3.
Keluhan mucul setelah pasien berenang dikolam renang Pada pemeriksaan oftalmologi
ODS, didapatkan palpebra edema dan hiperemis, ada sekret serous mukous,
hiperlakrimasi, dan terlihat injeksi konjungtiva. Hal ini sesuai dengan kepustakaan yang
menyatakan bahwa gambaran klinis pada konjungtivitis viral ditemukan adanya edema
palpebra, hiperemi konjungtiva, sekret serous, rasa gatal yang minimal. Selain itu
gejalanya biasa dapat disertai demam, dan faringitis, Diagnosis konjungtivitis viral
umumnya sudah dapat ditegakkan berdasarkan gambaran klinis saja.2,4
Pada konjungtivitis ketajaman penglihatan (visus) biasanya normal. Riwayat kontak
dengan penderita yang terinfeksi konjungtivitis penting untuk ditanyakan, karena
konjungtivitis akibat infeksi (virus, bakteri) mudah menular. Penularannya dapat melalui
kontak mata – tangan (eye – hand contact), handuk, saputangan, linen, lensa kontak dan
kacamata, melalui droplet atau kolam renang.2,3
Diagnosis banding dari kasus ini adalah konjungtivitis bakteri dan alergi, karena
gejala subjektifnya sama. Yang membedakan adalah pada konjungtivitis bakteri sekretnya
banyak dan bersifat purulen. Pada konjungtivitis alergi sekretnya sedikit, bersifat mukoid
dan gejala yang khas adalah gatal hebat. Nodul prearikular jarang ditemukan pada
konjugtivitis bakteri dan tidak ditemukan pada konjungtivitis alergi. Dalam pemeriksaan
kerokan konjungtiva, pada konjungtivitis viral ditemukan monosit sedangkan pada
konjungtivitis viral terlihat bakteri dan PMN dan pada konjungtivitis viral ditemukan
eosinofil.2,3
Pengobatan konjungtivitis viral bersifat suportif karena penyakit ini dapat sembuh
sendiri. diberikan kompres, astringen, lubrikasi. Pengobatan yang dapat diberikan adalah
antibiotik untuk mencegah infeksi sekunder, dan steroid untuk mengurangi gejala.
Vasokonstriktor dan antihistamin dapat diberikan jika pasien mengeluh gatal hebat pada
matanya.2
DAFTAR PUSTAKA

1. Garcia-Ferrer FJ, Schwab IR, Shetlar DJ. Conjunctiva. In: Riordan-Eva P, Whitcher
JP (editors). Vaughan & Asburry’s General Opthalmology. 16th edition. McGraw-Hill
Companies. USA: 2004. p108-112
2. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Edisi kelima
Jakarta. 20014.h.124-138.
3. Voughan, Daniel G, Asbury, Taylor. Riordan-Eva, Paul. Oftalmologi Umum (General
Ophthalmology). Ed. 17. Widya Medika, Jakarta : 2017.
4. Scott, IU. Viral Conjunctivitis. 2014. Available:
http://emedicine.medscape.com/article/1191370-overview#showall.

Anda mungkin juga menyukai