Anda di halaman 1dari 26

FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA

(UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA)

Jl. Terusan Arjuna No. 6 Kebon Jeruk – Jakarta Barat

KEPANITERAAN KLINIK

STATUS ILMU KESEHATAN ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA

Hari / Tanggal Presentasi Kasus :...........................

SMF ANAK

RSUD TARAKAN

Nama : Handy Hartanto

NIM : 11.2016.286

Dokter pembimbing : dr. Edi Pasaribu, Sp.A

IDENTITAS PASIEN

PASIEN

Nama lengkap : An. N

Tanggal lahir (umur) : 25/06/2007 (10 tahun 10 bulan)

Jenis kelamin : Perempuan

Alamat : Jl. Cempaka Baru 11 No.05 RT 005/08, Kemayoran Jakarta Pusat

Suku bangsa : Padang

Agama : Islam

Pendidikan : SD
ORANG TUA / WALI

Ayah

Nama lengkap : Tn. EN

Tanggal lahir (umur) : 42 tahun

Suku bangsa : Padang

Alamat : Jl. Cempaka Baru 11 No.05 RT 005/08, Kemayoran Jakarta Pusat

Agama : Islam

Pendidikan : SD

Pekerjaan : Wiraswasta

Penghasilan : Rp 1.400.0000

Ibu

Nama lengkap : Ny. GN

Tanggal lahir (umur) : 40 tahun

Suku bangsa : Padang

Alamat : Jl. Cempaka Baru 11 No.05 RT 005/08, Kemayoran Jakarta Pusat

Agama : Islam

Pendidikan : SD

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Penghasilan :-

Hubungan dengan orang tua : Anak kandung


KELUHAN UTAMA:

Terdapat benjolan yang nyeri pada tulang belakang.

KELUHAN TAMBAHAN:

Sesak nafas, cepat lelah, berkeringat malam hari, penurunan berat badan, nyeri perut sebelah
kanan

RIWAYAT PERJALANAN PENYAKIT

1 tahun SMRS, pasien mengeluh batuk-batuk sepanjang hari selama 1 minggu, batuk tidak
berdahak dan tidak ada darah. Keluhan diawali dengan demam, pasien juga mengeluhkan dada
terasa sesak tetapi pasien masih bisa beraktivitas seperti biasa, hanya saja pasien cepat
merasakan lelah. Pada malam hari saat mau tidur pasien sering berkeringat. Orang tua pasien
membawa anak berobat ke RS PT tempat orang tuanya bekerja dan setelah berobat keluhan
batuk dan demam sudah sembuh tetapi pasien makin sering merasakan sesak dan cepat lelah.

6 bulan SMRS, keluhan sesak dan cepat lelah dirasa semakin memberat, nafsu makan anak
semakin berkurang. Timbul benjolan kecil yang warnanya sama dengan sekitarnya di tulang
belakang anak tersebut dan ketika berbaring anak merasakan nyeri pada benjolan tersebut.
Benjolan lama-kelamaan semakin membesar. Keluhan disertai dengan demam yang naik turun,
demam hilang ketika diberikan obat penurun panas.

2 bulan SMRS, orang tua pasien memutuskan untuk membawa anak ke RS PT tempat orang
tuanya bekerja untuk berobat karena keluhan sesak nafas semakin memberat dan benjolan di
tulang belakang semakin terasa nyeri ketika berbaring sehingga anak agak kesulitan untuk
tidur. Keluhan disertai dengan nyeri perut sebelah kanan dan nafsu makan anak semakin
berkurang. Anak disarankan untuk berobat ke RSUD Tarakan di Jakarta untuk melakukan
pemeriksaan lebih lanjut. Di RSUD Tarakan anak diperiksa lebih lanjut, dan oleh dokter
spesialis Anak mulai memberikan obat OAT sejak tanggal 24 Januari 2018, kemudian
dikonsulkan ke dokter spesialis orthopedi untuk tindakan lebih lanjut.
RIWAYAT PENYAKIT DAHULU :

(-) Sepis (-) Meningoencephalitis (-) Kejang demam


(-) Tuberkulosis (-) Pneumoni (-) Alergi lainnya
(-) Asma (-) Alergi Rhinitis (-) Gastritis
(-) Diare akut (-) Diare Kronis (-) Amoebiasis
(-) Disentri (-) Kolera (-) Difteri
(-) Tifus Abdominalis (-) DHF (-) Polio
(-) Cacar air (-) Campak (-) Penyakit jantung bawaan
(-) Batuk rejan (-) Tetanus (-) ISK
(-) Demam rematik akut (-) Penyakit jantung rematik (-) Kecelakaan
(-) Glomerulonephritis (-) Sindroma Nefrotik (-) Operasi

RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA

Penyakit Ya Tidak Hubungan


Alergi - + -
Asma - + -
Tuberkulosis - + -
Hipertensi - + -
Diabetes - + -
Kejang demam - + -
Epilepsi - + -

POHON KELUARGA

Keterangan :

: Laki – laki

: Perempuan

: Pasien
RIWAYAT SOSIAL

Pasien kesehariannya dirawat oleh ibunya, pasien anak ke 5 dari 6 bersaudara. Setiap harinya
pasien berkontak dengan kedua orang tua dan saudara-saudarinya. Pasien kesehariannya
aktivitas seperti biasa sekolah, selebihnya anak cenderung menghabiskan waktunya seharian
di rumah. Di rumah ada anggota keluarga yang merokok yaitu ayah pasien, pasien tinggal di
daerah perumahan yang padat dan kumuh di Padang. Di sekitar rumah banyak tetangga yang
merokok dan sering batuk-batuk walaupun di rumah pasien tidak terdapat anggota keluarga
yang mempunyai riwayat flek paru. Di dalam satu rumah ada 8 orang, ventilasi rumah kurang,
serta pencahayaan rumah kurang. Pasien minum ASI langsung sejak lahir dan saat ini anak
sudah bisa makan nasi tetapi sejak sakit anak diberikan susu formula oleh orang tuanya.

RIWAYAT KEHAMILAN DAN KELAHIRAN

Kehamilan

 Perawatan antenatal : pernah 2x sama bidan kampung yang datang ke daerah.


 Penyakit selama kehamilan : tidak ada kelainan selama kehamilan.

Kelahiran

 Tempat kelahiran : rumah


 Penolong persalinan : dukun
 Cara persalinan : spontan
 Masa gestasi : cukup bulan
 Keadaan bayi : BBL = 3000 g, Panjang badan, lingkar kepala dan lingkar lengan
tidak ingat, bayi lahir langsung menangis, ketuban jernih, tidak ada lilitan tali pusat.
APGAR skor tidak diketahui. Kelainan bawaan tidak ada.

Kesimpulan : neonatus cukup bulan, sesuai masa kehamilan, spontan (NCB - SMK)
RIWAYAT PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN

Pertumbuhan gigi pertama : sudah

Tengkurap : sudah di usia 3 bulan

Duduk tanpa pegangan : sudah di usia 6 bulan

Berdiri : sudah di usia 1 tahun

Berjalan : sudah di usia 1 tahun 6 bulan

Menyebut “papa” / “mama” : sudah di usia 9 bulan

Berbicara : sudah di usia 3 tahun

Gangguan perkembangan mental / emosi : tidak terdapat gangguan

Pasien tidak pernah ke Posyandu untuk mengukur berat badan (BB) dan panjang / tinggi badan
(PB/TB) karena akses yang sulit untuk menuju ke Posyandu.

Kesan : Tumbuh kembang anak sesuai usia.

RIWAYAT IMUNISASI

(-) Hep B, belum dilakukan.

(-) BCG, belum dilakukan.

(-) DPT, belum dilakukan

(-) Polio, belum dilakukan.

(-) Campak, belum dilakukan.

Kesan : delayed imunisasi, imunisasi dasar belum dilakukan karena kurangnya pengetahuan
orang tua dan akses ke Puskesmas yang dianggap jauh dan sulit oleh keluarga.
RIWAYAT NUTRISI

Usia Makanan
0 – 12 bulan ASI langsung ad labitum tidak ada mengkonsumsi makanan dan
minuman pendamping asi.
12 – 14 bulan Bubur / Nasi lembek dan lauk pauk + Susu Formula
>14 bulan Makan biasa (nasi dan lauk pauk) + Susu Formula

PEMERIKSAAN FISIK

Tanggal : 20 Maret 2018 Jam : 19.00 WIB Lokasi : Rumah Pasien

Pemeriksaan umum

Keadaan umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Compos Mentis

Frekuensi nadi : 146 x / menit

Frekuensi nafas : 34 x / menit

Saturasi Oksigen : 98 %

Suhu tubuh : 36.6 OC

Antropometri

Berat badan : 19 kg Berat badan/usia : 52.8%

Tinggi badan : 126 cm Tinggi badan/usia : 88.7%

(mengukur tinggi badan dengan rumus Arm-span)

Half arm span 57 cm = 0.57 m

(0.73 x (2 x 0.57 m)) + 0.43 = 1.26 m (126 cm)

Berat badan/tinggi badan : 52.8%

Status Gizi : buruk


Pemeriksaan sistematis

Kepala

Bentuk dan ukuran : normocepali, simetris, tidak ada kelainan.


Rambut & kulit kepala: warna hitam, distribusi merata, tidak mudah dicabut.
Mata : simetris, mata cekung (-), konjungtiva anemis -/-,
sklera ikterik -/-, pupil isokor 3mm, reflex cahaya +/+
Telinga : normotia, secret -/-
Hidung : nafas cuping hidung (-), secret (-), deviasi septum (-)
Mulut : sianosis (-), mukosa lembab, tonsil T1-T1 tidak hiperemis.

Leher : tidak ada pembesaran kelenjar getah bening

Dada

Inspeksi : retraksi dinding dada (+) (subcostal, intercostal, substernal, suprasternal,


epigastrium), bentuk simetris, pectus ekskavatum/karinatum (-), barrel chest (-)
Palpasi : tidak ada dinding dada yang tertinggal, simetris, fremitus normal, massa (-)
Perkusi : sonor di seluruh lapang paru

Tulang Belakang

Inspeksi : Tampak terdapat penonjolan pada tulang belakang, hiperemis (+)

Palpasi : Teraba benjolan berukuran 8x7cm, terfiksasi, nyeri tekan (+)

Jantung : BJ I II murni regular, Murmur (-), Gallop (-)

Pulmo : suara napas vesikuler +/+, rhonki +/+, wheezing -/-

Abdomen : supel, bising usus (+), nyeri tekan (+) perut bagian bawah dan bagian kanan.

Anus : tidak dilakukan pemeriksaan

Genitalia : tidak dilakukan pemeriksaan

Ekstremitas : akral hangat, CRT <3 detik

 Kekuatan : tidak dilakukan


 Edema : - -

- -
 Sianosis : - -

- -

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Uji Tuberkulin belum dilakukan

RSUD Tarakan (7/3/2018) jam 11:58 WIB

Laboratorium

Darah rutin

Hemoglobin : 11,7 g/dL

Hematokrit : 37,9 %

Eritrosit : 4,41 juta / uL

Leukosit : 13.920 / mm3

Trombosit : 342.900 / mm3

Hemostasis

PT

Pasien : 52.5 detik

Kontrol : 36.9 detik

APTT

Pasien : 10 detik

Kontrol : 11.3 detik

INR : 0.96
Kimia klinik

Elektrolit

Natrium (Na) :140 mEq/L

Kalium (K) : 5,0 mEq/L

Clorida (Cl) : 101 mEq/L

Gula Darah

GDS : 87 mg / dL

Fungsi Liver Fungsi Ginjal

SGOT : 25 U/L Ureum : 15 mg/dL

SGPT : 7 U/L Kreatinin : 0,57 mg/dL

RSUD Tarakan (7/3/2018) jam 12.43 WIB

Foto Rontgen Torak AP : Terdapat infiltrate milier tersebar di kedua paru

Kesan : TB milier.
MRI Vertebrae Thoracolumbal dengan kontras :

Kesan : Kompresi T11 dengan gibbus deformitas disertai spondildiskitis dengan massa
jaringan lunak paravertebrae segmen T10-12 kemungkinan abses, yang terlihat menekan
medulla spinalis serta menyebabkan stenosis canalis spinalis segmen tersebut.
USG Abdomen Regio McBurney : tampak pembesaran KGB mesenterium abdomen kanan
bawah diameter ±0.37-1.1 cm

Kesan : Limfadenopati multiple mesenterium abdomen kanan bawah.

Struktur appendiks sulit dinilai

RESUME

Pasien datang berobat ke Poli Anak RSUD Tarakan dengan keluhan terdapat benjolan pada
tulang belakang sejak 6 bulan SMRS. Benjolan berwarna sama seperti sekitarnya dan nyeri
tekan. Keluhan disertai dengan demam kronik, sesak nafas semakin memberat, dan nyeri pada
perut kanan bawah. Riwayat kontak TB menurut keluarga dari tetangga yang sering batuk-
batuk. Riwayat imunisasi tidak pernah dilakukan oleh karena pengetahuan orang tua yang
kurang mengenai imunisasi dan akses yang sulit untuk menuju ke Puskesmas. Anak memiliki
status gizi buruk sejak. Dari pemeriksaan fisik tampak benjolan berwarna sama seperti
sekitarnya di tulang belakang. Tanda-tanda vital pasien tampak nafas cepat, pada auskultasi
terdengan bunyi nafas tambahan ronkhi pada kedua lapang paru. Pada pemeriksaan abdomen
terdapat nyeri tekan pada perut kanan bawah. Dari hasil pemeriksaan penunjang, foto rontgen
thorax didapatkan lesi milier pada kedua lapang paru, MRI tulang belakang terdapat kompresi
dan deformitas gibbus yang menekan medulla spinalis, sedangkan dari pemeriksaan USG
abdomen didapatkan limfadenopati multiple mesenterium kanan bawah.
DIAGNOSIS BANDING

1. Fraktur Kompresi Vetebrae + TB paru milier + TB abdomen


2. Fraktur Kompresi Vetebrae + Bronkopneumonia + TB abdomen
3. Fraktur Kompresi Vetebrae + Bronkopneumonia + Appendicitis
4. Fraktur Kompresi Vetebra + TB paru milier + Appendicitis
5. Spondilitis TB + Bronkopneumonia + TB abdomen
6. Spondilitis TB + Bronkopneumonia + Appendicitis
7. Spondilits TB + TB paru milier + Appendicitis
8. Spondilitis TB + TB paru milier + TB abdomen

DIAGNOISIS KERJA

1. Spondilitis TB + TB paru milier + TB abdomen on OAT


2. Gizi Buruk
3. Delayed Imunisasi

ANJURAN PEMERIKSAAN PENUNJANG

Tuberkulin test

Appendikogram

PENATALAKSANAAN

Medikamentosa

1. INH 150mg + Vit B6 ½ tab mf pulv


S 1 dd I pulv
INH (5-15 mg/kgbb, max 300 mg)
2. Rifampicin 200mg mf pulv
S 1 dd I pulv
Rifampicin (10-20 mg/kgbb, max 600 mg)
3. Etambutol 500mg tab
S 1 dd ¾ tab
Etambutol (15-20 mg/kgbb, max 1250 mg)
4. Pirazinamid 500mg tab
S 1 dd ¾ tab
Pirazinamid (15-20 mg/kgbb, 2000 mg) 285-380
5. B complex 1x1 tab
6. Asam Folat 1x1 tab
7. Vitamin A 1 caps merah

Non Medikamentosa

Rencana dilakukan operasi dekompresi dan stabilisasi oleh dokter Sp. OT

PROGNOSIS

 Ad vitam : dubia ad bonam


 Ad functionam : dubia ad bonam
 Ad sanationam : dubia ad bonam
ANALISA KASUS

Pada kasus ini didapatkan anak datang ke poliklinik anak RSUD Tarakan dengan
keluhan timbulnya benjolan yang terasa nyeri pada tulang belakang. Kelainan pada tulang
belakang disebut gibbus menampakkan gejala benjolan pada tulang belakang yang umumnya
seperti abses tetapi tidak menunjukkan tanda-tanda peradangan.1 Benjolan pertama kali timbul
6 bulan SMRS dan lama-kelamaan benjolan semakin membesar dan terasa nyeri. Berdasarkan
studi Wallgren dan peneliti lain yang menyusun suatu kalender terjadinya TB di berbagai organ,
dikatakan TB skeletal terjadi pada tahun pertama, walaupun dapat terjadi pada tahun kedua dan
ketiga setelah infeksi TB.1 Oleh karena itu, dapat diperkirakan anak pertama kali terinfeksi TB
dalam 3 tahun terakhir SMRS namun tidak bergejala sampai pada 1 tahun SMRS baru pasien
mulai mengeluh batuk-batuk sepanjang hari selama 1 minggu, batuk tidak berdahak dan tidak
ada darah. Keluhan diawali dengan demam, pasien juga mengeluhkan dada terasa sesak tetapi
pasien masih bisa beraktivitas seperti biasa, hanya saja pasien cepat merasakan lelah, dan pada
malam hari saat mau tidur pasien sering berkeringat. Anak kecil sering tidak menunjukkan
gejala. Manifestasi klinis dari TB sangat bervariasi dan bergantung pada faktor virulensi kuman
TB, faktor pejamu bergantung usia dan kompetensi imun.1 Manifestasi klinis TB dibagi menjadi
2 yaitu manifestasi sistemik dan manifestasi spesifik organ/lokal.1 Salah satu gejala sistemik
yang sering terjadi adalah demam. Demam biasanya tidak tinggi dan hilang timbul dalam jangka
waktu yang cukup lama.1 Manifestasi sistemik lainnya adalah anoreksia, BB tidak naik bahkan
turun, dan malaise.1 Pada sebagian besar kasus TB paru pada anak, tidak ada manifestasi
respiratorik yang menonjol. Batuk kronik bukan merupakan gejala utama untuk TB paru pada
anak.1 Fokus primer TB paru pada anak umumnya terdapat di daerah parenkim yang tidak
mempunyai reseptor batuk.1 Gejala sesak sering dijumpai pada keadaan sakit berat yang sedang
berlangsung akut seperti TB milier, efusi pleura, dan pneumonia.1 Pada bayi dan anak yang
sedang dalam masa pertumbuhan, epifisis tulang merupakan daerah dengan vaskularisasi tinggi
yang disukai oleh kuman TB. Oleh karena itu, TB sistem skeletal lebih sering terjadi pada anak
daripada orang dewasa. TB sistem skeletal yang sering terjadi adalah spondilitis TB .
Manifestasi klinis dari TB sistem skeletal biasanya muncul secara perlahan dan samar sehingga
sering lambat terdiagnosa. Gejala yang dapat ditemukan adalah pembengkakan sendi, gibbus,
lumpuh dan sulit membungkuk.1

6 bulan SMRS, keluhan sesak dan cepat lelah dirasa semakin memberat, nafsu makan
anak semakin berkurang. Keluhan disertai dengan demam yang naik turun, demam hilang ketika
diberikan obat penurun panas. 2 bulan SMRS, anak dirujuk ke RSUD Tarakan untuk dilakukan
pemeriksaan lebih lanjut. Di RSUD Tarakan anak diperiksa lebih lanjut, dan oleh dokter
spesialis Anak mulai memberikan obat OAT sejak tanggal 24 Januari 2018, kemudian
dikonsulkan ke dokter spesialis orthopedi untuk tindakan lebih lanjut. Di keluarga pasien tidak
ada yang mempunyai riwayat TB paru, tetapi di lingkungan tempat tinggal keluarga terdapat
tetangga yang sering batuk-batuk. Tempat tinggal pasien di daerah yang padat, di dalam satu
rumah ada 8 orang, ventilasi rumah kurang, serta pencahayaan rumah kurang.Faktor resiko
terjadinya TB pada anak adalah antara lain anak yang terpajan dengan orang dewasa dengan TB
aktif (kontak TB positif), daerah endemis, kemiskinan, lingkungan yang tidak sehat (higine dan
sanitasi tidak baik), yang terdapat banyak pasien TB dewasa aktif. Sumber infeksi TB pada anak
yang terpenting adalah pajanan terhadap orang dewasa yang infeksius, terutama dengan BTA
positif.1 Pasien TB anak jarang menularkan kuman pada anak lain atau orang dewasa di
sekitarnya.1 Hal ini dikarenakan kuman TB sangat jarang ditemukan di dalam sekret
endobronkhial pada anak.1 Ada beberapa hal yang dapat menjelaskan hal tersebut.1 Pertama,
jumlah kuman pada TB anak biasanya sedikit (paucibacillary), tetapi karena imunitas anak
masih lemah, jumlah yang sedikit tersebut sudah mampu menyebabkan sakit. 1 Kedua, lokasi
infeksi primer yang kemudian berkembang menjadi sakit TB primer biasanya terjadi di daerah
parenkim yang jauh dari bronkus, sehingga tidak terjadi produksi sputum.1 Ketiga tidak
ada/sedikitnya produksi sputum dan tidak terdapatnya reseptor batuk di daerah parenkim
menyebabkan jarangnya terdapat gejala pada TB anak.1

Pengontrolan penyakit TB bergantung pada pencegahan dengan imunisasi Bacille


Calmette-Guerin (BCG).1 Vaksin BCG awalnya berasal dari bakteri Mycobacterium bovis
hidup yang dilemahkan, dibiak berulang selama 1-3 tahun sehingga didapatkan basil yang tidak
virulen tetapi masih mempunyai imunogenitas.1,2 Suatu meta analisis terdiri dari 14 studi
menilai efektivitas vaksin BCG memiliki proteksi bermakna terhadap terjadinya infeksi TB
maupun sakit TB aktif.2 Suatu systematic review beberapa uji klinis mendapatkan proteksi
BCG baik terhadap TB termasuk TB milier dan meningitis TB yang lebih tinggi pada anak
yang sebelumnya dibuktikan belum terinfeksi TB.2 Pemberian vaksin BCG dianjurkan sebelum
usia 3 bulan, optimal di usia 2 bulan. Apabila diberikan pada usia 3 bulan atau lebih maka harus
dilakukan uji tuberkulin terlebih dahulu. Riwayat imunisasi BCG pada pasien tidak dilakukan
oleh karena pengetahuan orang tua tentang pemberian vaksin masih kurang. Untuk vaksin yang
diberikan 1 kali seperti vaksin BCG atau vaksin yang mempunyai daya perlindungan panjang
seperti campak, MMR, varisela maka keterlambatan dari jadwal imunisasi yang sudah
disepakati akan mengakibatkan meningkatnya resiko tertular oleh penyakit yang ingin
dihindari.2 Setelah vaksin diberikan maka resiko terkena penyakit yang dapat dicegah dengan
imunisasi tersebut akan rendah.2 Selain imunisasi BCG, imunisasi dasar lain juga belum pernah
diberikan kepada anak. Anak yang belum pernah mendapat imunisasi terhadap penyakit
tertentu, tidak mempunyai antibodi yang cukup untuk menghadapi penyakit tersebut. Secara
umum, kita harus segera melakukan catch up (mengejar) imunisasi dengan interval minimal.2

Tabel 1. Jadwal Catch Up Imunisasi2

Vaksin Keterangan
Hepatitis B Individu yang belum divaksinasi harus mendapat 3 dosis, dengan jarak
interval dosis 1 dan 2 minimal 4 minggu, dosis 2-3 minimal 8 minggu dan
antara dosis 1 dan 3 minimal 16 minggu dan dosis ke 3 minimal 6 bulan.
Rotavirus Usia maksimal untuk pemberian dosis pertama adalah 14 minggu 6 hari;
vakinasi tidak diberikan pada bayi usia 15 minggu 0 hari atau lebih. Usia
maksimal untuk pemberian dosis terakhir adalh 8 bulan 0 hari
DPT Jarak DPT dosis 1 dan 2 minimal 4 minggu, dosis 2 dan 3 minimal 4 minggu
Tdap/Td Usia 7 tahun atau lebih tidak diimunisasi DPT lengkap, sebaiknya menerima
vaksin Tdap sebagai 1 dosis serial catch up; apabila butuh dosis tambahan
gunakan Td. Pemberian Td setelah 10 tahun pemberian Tdap.
Hib Untuk anak usia 15 bulan atau lebih berikan hanya 1 dosis
OPV/IPV OPV dan IPV diberikan sebagai 1 serial dalam total 4 dosis tanpa peduli usia
anak saat ini.
MMR Diberikan 2 dosis pada anak usia sekolah dan remaja, interval pemberian
minimal 4 minggu
Varisela Pada individu usia 7-18 yang tahun belum diimunisasi, diberikan 3 dosis
varisela. Interval jarak pemberian dosis kedua setidak-tidaknya 4 minggu
setelah dosis pertama.
Hepatitis A Minimal jarak pemberian antar dosis adalah 6 bulan
HPV Diberikan pada anak usia 13-18 tahun yang sebelumnya belum pernah
divaksinasi
Pada pemeriksaan status antropometri didapatkan kesan anak memiliki status gizi
buruk. Penanganan umum meliputi 10 langkah dan terbagi dalam 2 fase yaitu fase stabilisasi
dan fase rehabilitasi.3

Tabel 2.Tatalaksana umum pasien gizi buruk3

1. Hipoglikemia
Semua anak dengan gizi buruk beresiko hipoglikemia (kadar gula darah <54 mg/dL)
sehingga setiap anak gizi buruk harus diberi makan atau larutan glukosa 10% segera
setelah masuk rumah sakit. Pemberian makan yang sangat penting dilakukan pada anak
gizi buruk.3
Segera berikan F-75 pertama, bila F75 tidak dapat diberikan berikan 50 ml larutan
gulan 10% (1 sendok teh gula dalam 50 ml air) secara oral atau melalui NGT. Lanjutkan
dengan pemberian F75 setiap 2-3 jam selama minimal 2 hari.Bila terdapat penurunan
kesadaran berikan larutan glukosa 10% secara intravena (bolus) sebanyak 5 ml/kgBB
atau larutan glukosa 50 ml dengan NGT. 3
Pada kasus pasien didapatkan dari hasil pemeriksaan kadar gula dalam darah 87
mg/dL, sehingga tidak diperlukan pemberian tatalaksana hipoglikemia pada anak.

2. Hipotermia
Suhu tubuh <35.5⁰C. Pada pasien didapatkan pemeriksaan suhu tubuh pasien 36.6⁰C
(dalam batas normal) sehingga tidak diperlukan tatalaksana untuk hipotermia. Bila
ditemukan keadaan hipotermi pada anak, pastikan anak berpakaian dan tutup dengan
selimut hangat lalu letakkan pemanas atau lampu di dekatnya (lampu pijar 40 W dengan
jarak 50 cm dari tubuh anak).3 Metode kangguru sudah tidak dapat dilakukan pada
pasien ini karena mempunyai ukuran tubuh yang tidak memungkinkan untuk dilakukan
Kangaroo Mother Care.

3. Dehidrasi
Cenderung terjadi diagnosis berlebihan dari dehidrasi mengenai derajat
keparahannya pada anak dengan gizi buruk. Anak gizi buruk dengan diare cair, bila
gejala dehidrasi tidak jelas, anggap dehidrasi ringan. Tatalaksana untuk dehidrasi pada
anak gizi buruk tidak boleh menggunakan infus untuk rehidrasi kecuali dehidrasi berat
dengan syok. Berikan ReSoMal 5 ml/kgBB setiap 30 menit untuk 2 jam pertama secara
oral atau NGT, lakukan lebih lambat dibanding jika melakukan rehidrasi pada anak gizi
baik.3 Setelah 2 jam, berikan ReSoMal 5-10 ml/kgBB/jam diselingi dengan F75 dengan
jumlah yang sama, setiap jam selama 10 jam.3 Selanjutnya berikan F75 secara teratur
setiap 2 jam. 3 Jika masih diare, berikan ReSoMal setiap kali diare, untuk usia >1 tahun
100-200 ml setiap BAB cair.3 Pada pasien ini tidak didapatkan gejala BAB cair
sehingga pemberian ReSoMal tidak perlu diberikan dan tidak ada juga ditemukan tanda
dehidrasi pada pasien.

4. Elektrolit
Semua anak dengan gizi buruk mengalami defisiensi kalium dan magnesium yang
mungkin membutuhkan waktu 2 minggu atau lebih untuk memperbaikinya.3 Terdapat
kelebihan natrium total dalam tubuh, walaupun kadar natrium serum mungkin rendah.3
Tatalaksana untuk mengatasi gangguan elektrolit diberikan kalium dan magnesium,
yang sudah terkandung dalam larutan Mineral Mix yang ditambahkan dalam F75, F100,
atau ReSoMal.3 Siapkan makanan tanpa menambahkan garam.3 Tetapi pada pasien
tidak terdapat gangguan keseimbangan elektrolit.

5. Infeksi
Pada gizi buruk, gejala infeksi yang biasa ditemukan seperti demam, seringkali tidak
ada, padahal infeksi ganda merupakan hal yang sering terjadi.3 Oleh karena itu,
anggaplah semua anak dengan gizi buruk mengalami infeksi saat mereka datang ke
rumah sakit dan segera tangani dengan antibiotik spektrum luas.3 Pada pasien
didapatkan terdapat infeksi spesifik seperti TB, maka diberikan antibiotik yang sesuai.
6. Mikronutrien
Semua anak gizi buruk mengalami defisiensi vitamin dan mineral.3 Meskipun sering
ditemukan anemia, jangan beri zat besi pada fase awal, tetapi tunggu sampai anak
mempunyai nafsu makan yang baik dan mulai bertambah berat badannya (fase
rehabilitasi), karena zat besi dapat memperparah infeksi.3 Pada pasien tidak didapatkan
anemia karena Hb 11.7 g/dL. Tatalaksana yang dapat diberikan paling sedikit dalam 2
minggu adalah multivitamin, asam folat, seng. tembaga, ferosulfat, dan vitamin A.
Pasien diberikan asam folat 1 mg, vitamin B complex, serta vitamin A 1 kapsul merah.

7. Makanan awal
Pada fase awal, pemberian makanan awal yang harus diperhatikan adalah makanan
dalam jumlah sedikit tetapi sering, berikan secara oral atau melalui NGT.3 Energi yang
dibutuhkan 100 kkal/kgBB/hari, protein 1-1.5 g/kgBB/hari, cairan 130 ml/kgBB/hari.3
Pada pasien, anak masih bisa makan biasa oleh karena itu berikan makanan biasa sesuai
dengan kebutuhan gizi per hari.

8. Tumbuh kejar
Pada fase tumbuh kejar, pasien tidak diberikan F75 maupun F100 dikarenakan
pasien masih bisa makan biasa. Lakukan pemberian makan yang sering dengan jumlah
tidak terbatas (sesuai kemampuan anak).

Tabel 3. Kebutuhan zat gizi anak gizi buruk menurut fase pemberian makanan3

9. Stimulasi sensoris
Ungkapan kasih sayang, lingkungan yang ceria, terapi bermain terstruktur selama
15-30 menit per hari, aktivitas fisik segera setelah anak cukup sehat, keterlibatan ibu
sesering mungkin.3 Pada pasien ini peran ibu terhadap pola asuh terhadap anak adalah
yang paling harus diperhatikan.

10. Persiapan pulang


Tidak diperlukan persiapan pulang karena pasien tidak dirawat.
Diagnosis kerja TB anak dibuat berdasarkan adanya kontak terutama dengan pasien TB
dewasa aktif/baru, kumpulan gejala dan tanda klinis, uji tuberkulin, dan gambaran sugestif pada
foto toraks.1 Meskipun demikian, sumber penularan / kontak tidak selalu dapat teridentifikasi,
sehingga analisis yang seksama terhadap semua data klinis sangat diperlukan.1 Diagnosis pasti
dapat ditegakkan dengan ditemukannya kuman TB pada pemeriksaan apusan langsung (direct
smear), dan/atau biakan yang merupakan pemeriksaan baku emas (gold standard), atau
gambaran PA TB.1 Hanya saja, diagnosis pasti pada anak sulit didapatkan karena jumlah
kuman yang sedikit pada TB anak (paucibacillary), dan lokasi kuman di daerah parenkim yang
jauh dari bronkus, sehingga hanya 10-15% pasien TB anak yang hasil pemeriksaan
mikrobiologiknya positif/ditemukan kuman TB.1 Diagnosis TB tidak dapat ditegakkan
berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik saja, atau pemeriksaan penunjang tunggal
misalnya hanya dari pemeriksaan radiologis.1 Oleh karena itu, IDAI bekerjasama dengan WHO
membentuk kelompok kerja TB yang mengembangkan system skoring yang baru untuk
meningkatkan sensitivitas dan spesifisitas diagnosis TB pada anak.1,4

Parameter 0 1 2 3
Kontak TB Tidak jelas - Laporan keluarga (BTA BTA (+)
negative atau tidak jelas)
Uji Tuberkulin Negative - - Positif (≥10 mm,
atau ≥5 mm pada
keadaan
imunosupresi)
BB/keadaan gizi - BB/TB <90% atau Klinis gizi buruk atau -
BB/U <80% BB/TB <70% atau BB/U
<60%
Demam - ≥ 2 minggu - -
Batuk kronik - ≥ 3 minggu - -
Pembesaran KGB - ≥ 1 cm, jumlah > 1, - -
tidak nyeri
Pembesaran - Ada - -
tulang/sendi pembengkakan
panggul, falang,
lutut
Foto toraks Normal/kelainan Gambaran sugestif - -
tidak jelas TB

Tabel 4. Sistem Skoring TB anak1,4


Pada pasien ini, dapat diketahui skor TBnya dijabarkan di bawah ini :

 Kontak TB : 2 = laporan keluarga (BTA tidak diperiksa)


 Uji Tuberkulin :-
 Status Gizi : 2 (BB,TB <70%)
 Demam : 1 (Demam ≥2 minggu)
 Batuk kronik :-
 Pembesaran KGB :-
 Pembengkakan tulang : 1 (Ada pembengkakan)
 Foto toraks : 1 (Gambaran sugestif TB)

Skor TB adalah 7, pasien dengan jumlah skor yang lebih atau sama dengan 6 (≥6) harus
ditatalaksana sebagai pasien TB dan mendapat OAT. Skor ≥6 berikan obat 2 bulan terapi,
dievaluasi kembali. 1 Bila respon (+) terapi TB teruskan, bila respon (-) terapi TB diteruskan,
rujuk ke rumah sakit untuk evaluasi lebih lanjut. 1

TB milier termasuk salah satu bentuk TB yang berat dan merupakan 3-7% dari seluruh
kasus TB dengan angka kematian yang tinggi. TB milier merupakan penyakit limfo-hematogen
sistemik akibat penyebaran kuman M. tuberculosis dari kompleks primer yang biasanya terjadi
dalam waktu 2-6 bulan pertama setelah infeksi awal.1 TB milier lebih sering terjadi pada bayi
dan anak kecil, terutama usia di bawah 2 tahun, karena imunitas seluler spesifik.1 Akan tetapi
TB milier juga dapat terjadi pada anak besar dan remaja akibat pengobatan penyakit paru
primer sebelumnya yang tidak adekuat.1 Manifestasi klinis pada TB milier tergantung pada
banyaknya kuman dan jenis organ yang terkena.1 Gejala yang sering dijumpai adalah keluhan
kronik yang tidak khas seperti anoreksia dan berat badan turun atau gagal tumbuh, demam lama
dengan penyebab yang tidak jelas, serta batuk dan sesak nafas.1 TB milier juga diawali dengan
serangan akut demam tinggi yang sering hilang timbul, gejala penyakit saluran pernafasan
belum ada.1 Beberapa minggu kemudian pada hampir semua organ mulai terbentuk tuberkel
difus yang multiple terutama di paru.1 Gejala klinis biasanya timbul akibat gangguan pada paru
yaitu gejala seperti batuk dan sesak napas disertai ronki dan mengi.1 Lesi milier dapat terlihat
pada rontgen paru dalam waktu 2-3 minggu setelah penyebaran kuman secara hematogen.1
Gambarannya sangat khas, berupa tuberkel halus yang tersebar merata di seluruh lapang paru,
dengan bentuk yang khas dan ukuran yang hampir seragam (1-3 mm). Lesi kecil dapat
bergabung membentuk lesi lebih besar, dan sekitar 1-2 minggu setelah timbulnya penyakit lesi
akan membentuk kepingan salju yang dapat terlihat dari rontgen paru. 1 Pasien didiagnosa TB
milier karena ditemukan keluhan kornik seperti anoreksia dan gagal tumbuh, demam lama yang
tidak diketahui penyebabnya, dan sesak nafas yang semakin memberat. Pada pemeriksaan fisik
auskultasi didapatkan bunyi nafas tambahan ronki pada kedua lapang paru. Pada pemeriksaan
foto toraks rontgen didapatkan gambaran lesi milier khas pada TB milier.

TB tulang atau sendi merupakan suatu bentuk infeksi tuberkulosis ekstrapulomonal


yang mengenai tulang atau sendi. Insidens TB tulang atau sendi berkisar 1-7% dari seluruh
pasien TB. TB tulang belakang merupakan kejadian tertinggi. 1 Umumnya TB tulang atau sendi
mengenai satu tulang atau sendi. TB pada tulang belakang dikenal sebagai spondilitis TB. 1
Manifestasi klinis yang ditimbulkan bersifat lambat dan tidak khas sehingga umumnya
didiagnosis sudah dalam keadaan lanjut. 1 Selain dijumpai gejala umum pada TB anak, dapat
dijumpai gejala spesifik berupa pembengkakan pada tulang belakang. 1 Kelainan pada tulang
belakang disebut gibbus menampakkan gejala benjolan pada tulang belakang yang umumnya
seperti abses tetapi tidak menunjukkan tanda-tanda peradangan, warna benjolan sama dengan
sekitarnya, nyeri tekan, dan menimbulkan abses dingin.1 Pemeriksaan penunjang yang
diperlukan adalah pemeriksaan foto pada lokasi yang dicurigai misalnya tulang belakang. Pada
tahap awal biasanya meunjukkan gambaran osteoporosis regional periartikuler dan
pembengkakan jaringan lunak sekitar sendi.1 Sedangkan pada tahap lanjut sering terdapat
penyempitan celah sendi, destruksi tulang, dan lesi osteolitik pada daerah epifisis. Pada
kelaianan TB tulang belakang destruksi tulang terjadi pada daerah korpus serta penyempitan
1
diskus intervetebralis. Pada TB tulang belakang harus diperthatikan adanya kelainan
neurologis atau tidak, apabila ditemukan kelainan neurologis berupa kelumpuhan, neuritis
perifer, maka tindakan bedah segera dilakukan sedangkan apabila tidak dijumpai kelainan
neurologis maka tindakan bedah dilakukan secara elektif. 1 Pada pasien ditemukan keluhan
muncul benjolan pada tulang belakang yang berwarna sama seperti sekitarnya, terasa nyeri
ditekan. Pemeriksaan penunjang yang diperlukan adalah MRI tulang belakang, didapatkan
gambaran kompresi T11 dengan gibbus deformity disertai spondildiskitis dengan massa
jaringan lunak paravertebrae segmen T10-12 kemungkinan abses, yang terlihat menekan
medulla spinalis serta menyebabkan stenosis canalis spinalis segmen tersebut.

TB abdomen mencakup lesi granulomatosa yang bisa ditemukan di peritoneum (Tb


4
peritonitis), usus, omentum, mesenterium, dan hepar. M. tuberculosis sampai ke organ
tersebut secara hematogen ataupun penjalaran langsung. 4 Peritonitis TB merupakan bentuk TB
anak yang jarang dijumpai, yaitu sekitar 1-5% dari kasus TB anak.4 Pada peritoneum terdapat
tuberkel dengan massa perkijuan yang dapat membentuk satu kesatuan. 4 Pada perkembangan
selanjutnya, omentum dapat menggumpal di daerah epigastrik dan melekat pada organ-organ
abdomen, sehingga dapat menyebabkan obstruksi pada usus. 4 Kelenjar limfe yang terinfeksi
dapat membesar, menyebabkan penekanan pada vena porta dengan akibat pelebaran vena
dinding abdomen dan asites.4 Pada pasien ditemukan keluhan rasa sakit dan nyeri tekan perut
tidak menonjol, pada pemeriksaan fisik tidak ditemukan adanya asites dan tanda-tanda
obstruksi usus. Pada pemeriksaan penunjang USG abdomen didapatkan tampak pembesaran
KGB mesenterium abdomen kanan bawah diameter ±0.37-1.1 cm.

Tatalaksana pada TB milier, TB tulang belakang, dan TB usus adalah obat


antituberkulosis rifampisin, isoniazid, pirazinamid, dan streptomisin atau etambutol.1
Rifampisin dan isoniazid diberikan selama 12 bulan, sedangkan pirazinamid dan etambutol
dibutuhkan selama 2 bulan pertama.1 Selain medikamentosa pemberian terapi suportif juga
diperlukan. Kortikosteroid (prednison) diberikan pada TB abdomen diberikan dengan dosis 1-
2 mg/kgBB/hari selama 1-2 minggu pertama.1 Tujuan pemberian steroid adalah untuk
antiinflamasi memperpendek fase demam dan mencegah perlengketan, walaupun rasio manfaat
dan resiko penggunaannya belum diketahui pasti. Pada keadaan obstruksi usus karena
perlengketan perlu dilakukan tindakan operasi. 1 Dosis obat antituberkulosis dapat dilihat pada
tabel 6.

Nama obat Dosis harian Dosis maksimal Efek samping

(mg/kgBB/hari) (mg/hari)
Isoniazid 5-15 300 Hepatitis, neuritis
perifer,
hipersensitivitas
Rifampisin 10-20 600 Hepatitis,
trombositopenia,
peningkatan enzim
hati, BAK berwarna
oranye kemerahan,
gastrointestinal
Pirazinamid 15-30 2000 Toksisitas hati,
atralgia,
gastrointestinal
Etambutol 15-20 1250 Neuritis optic,
ketajaman mata
berkurang, buta
warna merah-hijau,
penyempitan lapang
pandang,
hipersensitivitas,
gastrointestinal
Streptomisin 15-40 1000 Ototoksik,
nefrotoksik

Tabel 5. Obat antituberkulosis yang biasa dipakai dan dosisnya1

Pada anak ini diberikan terapi OAT single dose, INH 150 mg, Rifampicin 200 mg,
Pirazinamid 500mg, Etambutol 500 mg sejak tanggal 24 Januari 2018. Pada pemberian INH
diberikan juga vitamin B6 untuk mengurangi efek samping dari INH yaitu neuritis perifer.

Daftar Pustaka

1. Rahajoe NN, Supriyatno B, Setyanto DB. Buku Ajar Respirologi Anak Edisi Pertama.
Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2012.h. 162-260.
2. Ranuh IGNG, dkk. Pedoman Imunisasi di Indonesia Edisi Keenam. Jakarta: Satgas
Imunisasi Ikatan Dokter Anak Indoesia; 2017. h.65-70.
3. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit: Pedoman Bagi Rumah Sakit di
Kabupaten/Kota. Jakarta: World Health Organization Indonesia; 2009. h.197-214.
4. Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. Petunjuk Teknis
Manajemen TB Anak. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI; 2013. h.16—24.
PRESENTASI KASUS
SPONDILITIS TB + TB PARU MILIER + TB ABDOMEN +
GIZI BURUK + DELAYED IMUNISASI

Disusun Oleh:
Handy Hartanto
(11.2016.286)

Pembimbing:
dr. Edi Pasaribu, Sp.A

KEPANITERAAN KLINIK
STASE ILMU KESEHATAN ANAK RSUD TARAKAN JAKARTA
PROGRAM STUDI KEDOKTERAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA
WACANA
2018

Anda mungkin juga menyukai