Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

Secara etimologis, katarak berasal dari bahasa Yunani Katarrkhies dan bahasa
latin Cataracta, keduanya memiliki arti air terjun. Katarak adalah setiap kekeruhan
pada lensa, baik sedikit, lokal, maupun seluruhnya.1 Kekeruhan pada lensa dapat
disebabkan oleh proses penuaan, toksin , penyakit sistemik, merokok, dan herediter.
Patogenesis katarak belum sepenuhnya dimengerti. Walaupun demikian, pada lensa
katarak secara karakteristik terdapat agregat- agregat protein yang menghamburkan
berkas cahaya dan mengurangi transparasinya. Selain penurunan tajam penglihatan
secara perlahan, katarak memiliki gejala – gejala lain berupa penglihatan monokuler
ganda, dan seperti melihat asap.1

Bedasarkan faktor usia, katarak terbagi menjadi katarak infantil, juvenil, dan
senil. Katarak kongenital ialah katarak yang mulai terjadi sebelum atau segera setelah
lahir dan bayi berusia kurang dari satu tahun. Katarak juvenil ialah katarak yang mulai
terbentuk antara usia 3 bulan hingga umur 9 tahun. Katarak Senil ialah katarak yang
terjadi di usia diatas 50 tahun.2

Katarak senil terjadi akibat proses penuaan. Bedasarkan stadiumnya katarak


senil terbagi menjadi katarak insipien dimana kekeruhan lensa masih ringan, katarak
imatur dimana kekeruhan lensa telah mencapai sebagian , katarak matur dimana lensa
keruh seluruhnya, dan katarak hipermatur dimana masa lensa keluar dari kapsul lensa.1,2

Katarak senil merupakan penyebab umum gangguan penglihatan . Berbagai


studi cross – sectional melaporkan prevalensi katarak pada individu berusia 65 – 74
tahun adalah sebanyak 50 %; Prevalensi ini meningkat hingga 70 % pada individu
diatas 75 tahun.2
BAB II

LAPORAN KASUS

A. Identitas Pasien
Nama : Tn. W
Umur : 72 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Agama : Islam
Alamat : Jl. Teuku Umar 10 Lr.1
Pekerjaan : Pensiunan
Status : Kawin
Tanggal masuk RS : 4 September 2018
No. Rekam Medik : 065498

B. Anamnesis
Keluhan Utama : Penglihatan kabur pada kedua mata
Riwayat Penyakit Sekarang : dialami sejak ± 2 tahun yang lalu, secara perlahan-
lahan. Namun dalam 3 bulan terakhir penglihatan dirasakan semakin menurun.
Pasien mengeluh sulit membaca walaupun sudah memakai kacamata. Riwayat
penglihatan seperti ada bayangan putih / kabut di depan mata (+), silau (+), mata
terasa mengganjal (-), nyeri (-), mata merah (-), gatal (-), air mata berlebih (-),
kotoran mata berlebih (-), mata terasa berpasir (-), sakit kepala (-). Riwayat
pengobatan sebelumnya (-), riwayat trauma (-), riwayat keluarga dengan penyakit
yang sama (-), riwayat memakai kacamata untuk membaca (+) sejak 3 tahun yang
lalu, tidak pernah ganti kacamata dan ukuran kacamata tidak diketahui.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Asma (-), Alergi (-), Diabetes Melitus (-), Hipertensi (-), penyakit jantung (-)
Riwayat Penyakit Keluarga :
Riwayat keluarga yang menderita penyakit yang sama (-).
Riwayat Alergi :
Pasien menyangkal adanya alergi obat dan makanan
C. Status Oftalmologi

KETERANGAN OD OS
1. VISUS
Visus jauh 2/60 2/60
Koreksi Tidak dapat dikoreksi Tidak dapat dikoreksi
Addisi S+3,00 S+3,00
2. KEDUDUKAN BOLA MATA
Eksoftalmus Tidak ada Tidak ada
Endoftalmus Tidak ada Tidak ada
Deviasi Tidak ada Tidak ada
Gerakan mata Baik ke segala arah Baik ke segala arah
3. SUPRA SILIA
Warna Hitam Hitam
Letak Simetris Simetris
4. PALPEBRA SUPERIOR DAN INFERIOR
Edema Tidak Ada Tidak Ada
Nyeri tekan Tidak Ada Tidak Ada
Ektropion Tidak Ada Tidak Ada
Entropion Tidak Ada Tidak Ada
Blefarospasme Tidak Ada Tidak Ada
Sikatriks Tidak Ada Tidak Ada
Fisura palpebra 9 mm 9 mm
Hordeolum Tidak Ada Tidak Ada
Kalazion Tidak Ada Tidak Ada
Ptosis Tidak Ada Tidak Ada
5. SILIA
Trikiasis Tidak Ada Tidak Ada
Sekret Tidak Ada Tidak Ada
6. APPARTUS LAKRIMALIS
Lakrimasi Tidak ada Tidak ada
Punctum lakrimal Terbuka Terbuka
7. KONJUNGTIVA TARSAL SUPERIOR DAN INFERIOR
Hiperemis Tidak Ada Tidak Ada
Folikel Tidak Ada Tidak Ada
Papil Tidak Ada Tidak Ada
Sikatriks Tidak Ada Tidak Ada
Anemis Tidak Ada Tidak Ada
Kemosis Tidak Ada Tidak Ada
8. KONJUNGTIVA BULBI
Injeksi konjungtiva Tidak Ada Tidak Ada
Injeksi siliar Tidak Ada Tidak Ada
Perdarahan subkonjungtiva Tidak Ada Tidak Ada
Pterigium Tidak Ada Tidak Ada
Pinguekula Tidak Ada Tidak Ada
Nervus pigmentosus Tidak Ada Tidak Ada
9. SKLERA
Warna Putih Putih
Ikterik Tidak Ada Tidak Ada
10. KORNEA
Kejernihan Jernih Jernih
Permukaan Licin Licin
Ukuran 12 mm 12 mm
Sensibilitas Baik Baik
Infiltrat Tidak ada Tidak ada
Ulkus Tidak ada Tidak ada
Perforasi Tidak ada Tidak ada
Arkus senilis Ada Ada
Edema Tidak ada Tidak ada
11. BILIK MATA DEPAN
Kedalaman dbn Dbn
Kejernihan Jernih Jernih
Hifema Tidak ada Tidak ada
Hipopion Tidak ada Tidak ada
12. IRIS
Warna Coklat Coklat
Kripte Jelas Jelas
Bentuk Bulat Bulat
Sinekia Tidak ada Tidak ada
13. PUPIL
Letak Sentral Sentral
Bentuk Bulat Bulat
Ukuran 2,5 mm 2,5 mm
Refleks cahaya langung + +
Refleks cahaya tidak langsung + +
14. LENSA
Kejernihan Keruh Keruh
Tes Iris Shadow + +
15. BADAN KACA
Kejernihan Jernih Jernih
16. FUNDUS OKULI
a. Reflex fundus Positif suram Positif suram
b. Papil
o Bentuk Bulat Bulat
o Warna Kuning kemerahan Kuning kemerahan
o Batas Tegas Tegas
o Warna Kuning kemerahan Kuning kemerahan
o C/D Ratio 0.3 0.3
c. A/V Ratio 2/3 2/3
d. Retina
o Edema Tidak ada Tidak ada
o Perdarahan Tidak ada Tidak ada
o Exudat Tidak ada Tidak ada
o Sikatriks Tidak ada Tidak ada
e. Makula lutea
o Refleks fovea Positif Positif
o Edema Tidak ada Tidak ada
o Pigmentosa Tidak ada Tidak ada
17. PALPASI
Nyeri tekan Tidak Ada Tidak Ada
Massa tumor Tidak Ada Tidak Ada
TIO (palpasi) Tn Tn
Indentasi Schiotz TDP TDP
18. KAMPUS VISI
Tes konfrontasi Sama dengan pemeriksa Sama dengan pemeriksa

Keadaan mata pasien saat diperiksa:


OD OS

D. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Biometri
2. Pemeriksaan laboratorium darah :
a. Hb,Hct, Leukosit, Trombosit, PT dan aPTT
b. Pemeriksaan glukosa darah

E. Diagnosis Kerja
ODS Katarak Senile Imatur + Presbiopia

F. Rencana Terapi
Rencana ODS Ekstraksi katarak + implantasi IOL

G. Prognosis
Quo ad vitam : Bonam
Quo ad sanationam : Dubia
Quo ad cometicam : Dubia
BAB III

PEMBAHASAN

A. Anatomi Lensa
Lensa berbentuk bikonveks dan transparan. Lensa menyumbang kekuatan
refraksi sebanyak 15-20 dioptri dalam penglihatan. Kutub anterior dan posterior lensa
dihubungkan oleh garis khayal yang disebut axis, sedangkan equator merupakan garis
khayal yang mengelilingi lensa. Lensa merupakan struktur yang tidak memiliki
pembuluh darah dan tidak memiliki pembuluh limfe. Di dalam mata, lensa trfiksir pada
serat zonula yang berasal dari badan silier. Serat zonula tersebut menempel dan
menyatu dengan lensa pada bagian anterior dan posterior dari kapsul lensa. Kapsul ini
merupakan membran dasar yang melindungi nukleus, korteks dan epitel lensa.3
1. Kapsul
Kapsul lensa merupakan membran dasar yang elastis dan transparan tersusun dari
kolagen tipe IV yang berasal dari sel-sel epitel lensa. Kapsul ini mengandung isi
lensa serta mempertahankan bentuk lensa pada saat akomodasi. Bagian paling tebal
kapsul berada di bagian anterior dan posterior zona pre- equator dan bagian paling
tipis berada di bagian tengah kutub posterior. 3
2. Serat Zonula
Lensa terfiksir oleh serat zonula yang berasal dari lamina basal pars plana
dan pars plikata badan silier. Serat-serat zonula ini menyatu dengan lensa pada
bagian anterior dan psterior kapsul lensa.3
3. Epitel Lensa
Tepat di belakang kapsul anterior lensa terdapat satu lapis sel-sel epitel. Sel-sel
epitel ini dapat melakukan aktivitas seperti yang dilakukan sel-sel lainnya, seperti
sintesis DNA, RNA, protein dan lipid. Sel-sel tersebut juga dapat membentuk
ATP untuk memenuhi kebutuhan energi lensa. Sel-sel epitel yang baru terbentuk
akan menuju equator lalu berdiferensiasi menjadi serat lensa.3
4. Nukleus dan Korteks
Sel-sel berubah menjadi serat, lalu serat baru akan terbentuk dan akan
menekan serat-serat lama untuk berkumpul di bagian tengah lensa. Serat-serat
paling tua yang terbentuk merupakan lensa fetus yang diproduksi pada fase
embrionik dan masih menetap hingga sekarang. Serat-serat yang baru akan
membentuk korteks dari lensa.3

Gambar 2.1 Anatomi Mata dan Lensa 4

B. Fisiologi Lensa
Lensa tidak memiliki pembuluh darah maupun sistem saraf. Untuk
mempertahankan kejernihannya, lensa harus menggunakan aqueous humor sebagai
penyedia nutrisi dan sebagai tempat pembuangan produknya. Namun hanya sisi
anterior lensa saja yang terkena aqueous humor. Oleh karena itu, sel-sel yang berada di
tengah lensa membangun jalur komunikasi terhadap lingkungan luar lensa dengan
membangun low-resistance gap junction antar sel. 3
1. Keseimbangan Elektrolit dan Air Dalam Lensa
Lensa normal mengandung 65% air, dan jumlah ini tidak banyak
berubah seiring bertambahnya usia. Sekitar 5% dari air di dalam lensa berada di
ruangan ekstrasel. Konsentrasi sodium di dalam lensa adalah sekitar 20 μM dan
potasium sekitar 120 μM. Konsentrasi sodium di luar lensa lebih tinggi yaitu sekitar
150μM dan potasium sekitar 5μM.3
Keseimbangan elektrolit antara lingkungan dalam dan luar lensa sangat
tergantung dari permeabilitas membran sel lensa dan aktivitas pompa sodium, Na+,
K+ -ATPase. Inhibisi Na+, K+ -ATPase dapat mengakibatkan hilangnya
keseimbangan elektrolit dan meningkatnya air di dalam lensa. 3
Keseimbangan kalsium juga sangat penting bagi lensa. Konsentrasi kalsium di
dalam sel yang normal adalah 30μM, sedangkan di luar lensa adalah sekitar 2μM.
Perbedaan konsentrasi kalsium ini diatur sepenuhnya oleh pompa kalsium Ca2+-
ATPase. Hilangnya keseimbangan kalsium ini dapat menyebabkan depresi
metabolisme glukosa, pembentukan protein high-molecular-weight dan aktivasi
protease destruktif.3
Transpor membran dan permeabilitas sangat penting untuk kebutuhan nutrisi
lensa. Asam amino aktif masuk ke dalam lensa melalui pompa sodium yang berada
di sel epitel. Glukosa memasuki lensa secara difusi terfasilitasi, tidak langsung
seperti sistem transport aktif. 3
2. Akomodasi Lensa
Fungsi utama lensa adalah memfokuskan berkas cahaya ke retina. Untuk
memfokuskan cahaya yang datang dari jauh, otot-otot siliaris relaksasi, menegangkan
serat zonula dan memperkecil diameter anteroposterior lensa sampai ukurannya yang
terkecil, daya refraksi lensa diperkecil sehingga berkas cahaya paralel atau terfokus ke
retina. Untuk memfokuskan cahaya dari benda dekat, otot siliaris berkontraksi sehingga
tegangan zonula berkurang. Kapsul lensa yang elastik kemudian mempengaruhi lensa
menjadi lebih sferis diiringi oleh peningkatan daya biasnya. Kerjasama fisiologik
tersebut antara korpus siliaris, zonula, dan lensa untuk memfokuskan benda dekat ke
retina dikenal sebagai akomodasi. Seiring dengan pertambahan usia, kemampuan
refraksi lensa perlahan-lahan berkurang. Selain itu juga terdapat fungsi refraksi, yang
mana sebagai bagian optik bola mata untuk memfokuskan sinar ke bintik kuning, lensa
menyumbang +18.0- Dioptri.2
Terjadinya akomodasi dipersarafi oleh saraf simpatik cabang nervus III
(okulomotorius). Obat-obat parasimpatomimetik (pilokarpin) memicu akomodasi,
sedangkan obat-obat parasimpatolitik (atropine) memblok akomodasi. Obat-obatan yang
menyebabkan relaksasi otot silier disebut cycloplegik.3

Tabel 1.Perubahan yang terjadi pada saat akomodasi.

Akomodasi Tanpa Akomodasi


Otot silier Kontraksi Relaksasi
Ketegangan serat zonular Menurun Meningkat
Bentuk lensa Lebih cembung Lebih pipih
Tebal axial lensa Meningkat Menurun
Dioptri lensa Meningkat Menurun
C. Metabolisme Lensa Normal
Transparansi lensa dipertahankan oleh keseimbangan air dan kation (sodium dan
kalium). Kedua kation berasal dari humour aqueous dan vitreous. Kadar kalium di
bagian anterior lensa lebih tinggi di bandingkan posterior. Dan kadar natrium di bagian
posterior lebih besar. Ion K bergerak ke bagian posterior dan keluar ke aqueous humour,
dari luar Ion Na masuk secara difusi dan bergerak ke bagian anterior untuk
menggantikan ion K dan keluar melalui pompa aktif Na-K ATPase, sedangkan kadar
kalsium tetap dipertahankan di dalam oleh Ca-ATPase. Metabolisme lensa melalui
glikolsis anaerob (95%) dan HMP-shunt (5%). Jalur HMP shunt menghasilkan NADPH
untuk biosintesis asam lemak dan ribose, juga untuk aktivitas glutation reduktase dan
aldose reduktase. Aldose reduktse adalah enzim yang merubah glukosa menjadi
sorbitol, dan sorbitol dirubah menjadi fructose oleh enzim sorbitol dehidrogen2

D. Definisi Katarak Senilis


Katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi
akibat hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa atau akibat
kedua - duanya.2 Biasanya kekeruhan mengenai kedua mata dan berjalan progresif
ataupun dapat tidak mengalami perubahan dalam waktu yang lama. Katarak senilis
ialah katarak yang terjadi diatas umur 50 tahun disebabkan proses penuaan dan
perubahan lensa pada usia lanjut.2

E. Epidemiologi
Katarak senil adalah jenis katarak yang paling sering terjadi dan

merupakan penyebab kebutaan.1 Katarak senil ini terus berkembang menjadi


salah satu penyebab utama dari gangguan visual serta kebutaan di dunia.4 Umur
merupakan faktor risiko yang penting untuk terjadinya katarak senil. Penelitian-
penelitian mengidentifikasi adanya katarak pada sekitar 10% orang Amerika
Serikat, dan prevalensi ini meningkat sampai dengan sekitar 50% untuk mereka
yang berusia antara 65 dan 74 tahun dan sampai sekitar 70% untuk mereka yang
beru sia lebih dari 75 tahun. Sama halnya di Indonesia, katarak juga merupakan
penyebab utama berkurangnya penglihatan. Diketahui ba hwa prevalensi kebutaan
di Indonesia berkisar 1,2 % dari jumlah penduduk dan katarak menduduki
peringkat pertama dengan persentase terbanyak yaitu 0,7 %. Berdasarkan
beberapa penelitian katarak lebih sering terjadi pada wanita dibanding pria dengan
ras kulit hitam paling banyak. 1

F. Patofisiologi
Patofisiologi katarak senilis sangat kompleks dan belum sepenuhnya diketahui.
Diduga adanya interaksi antara berbagai proses fisiologis berperan dalam terjadinya
katarak senilis dan belum sepenuhnya diketahui. 3
Komponen terbanyak dalam lensa adalah air dan protein. Dengan menjadi tuanya
seseorang maka lensa mata akan kekurangan air dan menjadi lebih padat. Lensa akan
menjadi padat di bagian tengahnya, sehingga kemampuan fokus untuk melihat benda
dekat berkurang. Pada usia tua akan terjadi pembentukan lapisan kortikal yang baru
pada lensa’ yang mengakibatkan nukleus lensa terdesak dan mengeras (sklerosis
nuklear). Pada saat ini terjadi perubahan protein lensa yaitu terbentukanya protein
dengan berat molekul yang tinggi dan mengakibatkan perubahan indeks refraksi lensa
sehingga memantulkan sinar masuk dan mengurangi transparansi lensa. Perubahan
kimia ini juga diikut dengan pembentukan pigmen pada nuklear lensa. 1,5
Pada keadaan normal lensa mata bersifat bening. Seiring dengan pertambahan usia
lensa mata dapat mengalami perubahan warna menjadi kuning keruh atau coklat keruh.
Proses ini dapat menyebabkan gangguan penglihatan (pandangan kabur/buram) pada
seseorang. 5
Kekeruhan lensa mengakibatkan lensa tidak transparan sehingga pupil berwarna
putih dan abu-abu. Kekeruhan ini juga dapat ditemukan pada berbagai lokalisasi di
lensa seperti korteks dan nukleus. Fundus okuli menjadi semakin sulit dilihat seiring
dengan semakin padatnya kekeruhan lensa bahkan reaksi fundus bisa hilang sama
sekali. 1
Miopia tinggi, merokok, konsumsi alkohol dan paparan sinar UV yang tinggi
menjadi faktor risiko perembangan katarak sinilis. 6
Perubahan yang berhubungan dengan usia lainnya pada lensa meliputi penurunan
konsentrasi glutation, potassium, peningkatan konsentrasi sodium dan kalsium, dan
peningkatan hidrasi.3

G. Klasifikasi
Berdasarkan stadiumnya, katarak dibagi menjadi stadium insipien, stadium imatur,
stadium matur, dan stadium hipermatur.
1. Stadium insipien
Dimana mulai timbul katarak akibat proses degenerasi lensa. Kekeruhan lensa
berbentuk bercak-bercak kekeruhan yang tidak teratur, tampak seperti bercak-bercak
yang membentuk gerigi dangan dasar di perifer dan daerah jernih di antaranya.
Kekeruhan biasanya terletak di korteks anterior dan posterior. Pasien mengeluh
gangguan penglihatan seperti melihat ganda dengan satu matanya. Pada stadium ini
proses degenerasi belum menyerap cairan mata ke dalam lensa sehingga akan
terlihat bilik mata depan dengan kedalaman yang normal, iris dalam posisi biasa
disertai dengan kekeruhan ringan pada lensa. Tajam penglihatan pasien belum
terganggu. 2,7
2. Stadium imatur
Dimana pada stadium ini lensa yang degeneratif mulai menyerap cairan mata ke
dalam lensa sehingga lensa menjadi cembung. Pada stadium ini terjadi
pembengkakan lensa yang disebut sebagai katarak intumesen. Pada stadium ini
terdapat miopisasi akibat lensa yang cembung, sehingga pasien menyatakan tidak
perlu kacamata sewaktu membaca dekat. Akibat lensa yang bengkak, iris terdorong
ke depan, bilik mata dangkal dan sudut bilik mata akan sempit atau tertutup. Pada
katarak imatur maka penglihatan mulai berangsur-angsur menjadi kurang, hali ini
diakibatkan media penglihatan tertutup oleh kekeruhan lensa yang menebal. Pada
stadium ini dapat terjadi glaukoma sekunder. Pada pemeriksaan uji bayangan iris
atau Shadow test akan terlihat bayangan iris pada lensa. Uji bayangan iris positif.7
3. Stadium matur
Merupakan proses degenerasi lanjut lensa. Pada stadium ini terjadi kekeruhan
seluruh lensa. Tekanan cairan di dalam lensa sudah keadaan seimbang dengan
cairan mata sehingga ukuran lensa akan menjadi normal kembali. Pada pemeriksaan
terlihat iris dalam posisi normal, bilik mata depan normal, sudut bilik mata depan
terbuka normal,dan uji bayangan iris negatif. Tajam penglihatan sangat menurun
dan dapat hanya tinggal proyeksi sinar positif. 2, 7
4. Stadium hipermatur
Pada stadium ini terjadi proses degenerasi lanjut lensa dan korteks lensa dapat
mencair sehingga nukleus lensa tenggelam di dalam korteks lensa (katarak
Morgagni). Pada stadium ini juga terjadi degenerasi kapsul lensa sehingga bahan
lensa ataupun korteks lensa yang mencair keluar dan masuk ke bilik mata depan.
Pada stadium hipermatur akan terlihat lensa yang lebih kecil daripada normal, yang
akan mengakibatkan iris trimulans, dan bilik mata depan terbuka. Pada uji
bayangan iris terlihat positif walaupun seluruh lensa telah keruh sehingga pada
stadium ini disebut uji bayangan iris pseudopositif. Bayangan iris terbentuk pada
kapsul lensa anterior yang telah keruh dengan lensa yang telah mengecil. Akibat
bahan lensa keluar dari kapsul, maka akan timbul reaksi jaringan uvea berupa
uveitis.7,8

Bedasarkan letak kekeruhan, katarak senil ini terbagi menjadi katarak nuklear,
kortikal, subkapsuler. 7, 9
1. Katarak Nuklear
Pada katarak Nuklear terjadi sklerosis pada nukleus lensa dan menjadikan
nukleus lensa menjadi berwarna kuning dan opak. Katarak yang lokasinya terletak
pada bagian tengah lensa atau nukleus. Nukleus cenderung menjadi gelap dan keras
(sklerosis), berubah dari jernih menjadi kuning sampai coklat. Progresivitasnya
berjalan lambat, bilateral/unilateral. Inti homogen tanpa lapisan selular. Bentuk ini
merupakan bentuk yang paling banyak terjadi. Pandangan jauh lebih dipengaruhi
daripada pandangan dekat (pandangan baca), bahkan pandangan baca dapat menjadi
lebih baik. danpenglihatan lebih terang bila melihat pagi hari/malam hari.7
Gambar 2.2 Katarak Nuklear 9
2. Katarak Kortikal
Pada katarak kortikal terjadi perubahan komposisi ion dari korteks lensa
serta komposisi air dari serat-serat pembentuk lensa. Katarak menyerang lapisan
yang mengelilingi nukleus atau korteks. Biasanya mulai timbul sekitar usia 40-60
tahun dan progresivitasnya lambat, tetapi lebih cepat dibandingkan katarak nuklear.
Biasanya asimetris. Terdapat wedge-shape opacities/cortical spokes atau gambaran
seperti ruji. Keluhan yang biasa terjadi yaitu penglihatan jauh dan dekat terganggu,
penglihatan merasa silau, penglihatan berasap dan diplopia monoculer.7

Gambar
2.3 Katarak

Kortikal 9

3. Katarak Subkapsular Posterior


Pada katarak subkapsular posterior terjadi peningkatan opasitas pada bagian
lensa belakang secara perlahan. Biasanya mulai timbul sekitar usia 40-60 tahun dan
progresivitasnya lebih cepat. Bentuk ini lebih sering menyerang orang dengan
diabetes, obesitas atau pemakaian steroid jangka panjang, inflamasi, radiasi, trauma.
Katarak ini menyebabkan kesulitan membaca, silau, pandangan kabur pada kondisi
cahaya terang, diplopia monokuler. 7
Gambar 2.4 Katarak Subkapsular Posterior 7
H. Manisfestasi Klinis
Gambaran klinis yang dapat ditemui antara lain adalah:
1. Penurunan ketajaman visus
Katarak secara klinis relevan jika menyebabkan penurunan signifikan pada
ketajaman visual, baik itu dekat maupun jauh. Biasanya akan ditemui penurunan
tajam penglihatan dekat signifikan dibanding penglihatan jauh, mungkin
disebabkan oleh miosis akomodatif. Jenis katarak yang berbeda memiliki tajam
penglihatan yang berbeda pula. Pada katarak subkapsuler posterior dapat sangat
mengurangi ketajaman penglihatan dekat menurun daripada penglihatan jauh.
Sebaliknya katarak nuklear dikaitkan dengan tajam penglihatan dekat yang tetap
baik dan tajam penglihatan jauh yang buruk. Penderita dengan katarak kortikal
cenderung memperoleh tajam penglihatan yang baik.7,10
2. Silau
Penderita katarak sering kali mengeluhkan penglihatan yang silau, dimana
tigkat kesilauannya berbeda-beda mulai dari sensitifitas kontras yang menurun
dengan latar belakang yang terang hingga merasa silau di siang hari atau merasa
silau terhadap lampu mobil yang berlawanan arah atau sumber cahaya lain yang
mirip pada malam hari. 7,10
Seringkali penderita mengeluhkan silau ketika dihadapkan dengan sinar
langsung. Biasanya keluhan ini ditemukan pada katarak subkapsuler posterior dan
juga katarak kortikal. Jarang pada katarak nuklearis.7,10

3. Sensitivitas kontras
Sensitivitas kontras dapat memberikan petunjuk mengenai kehilangan
signifikan dari fungsi penglihatan lebih baik dibanding menggunakan pemeriksaan
Snellen. Pada pasien katarak akan sulit membedakan ketajaman gambar, kecerahan,
dan jarak ruang sehingga menunjukkan adanya gangguan penglihatan. 7,10
4. Pergeseran miopia
Pasien katarak yang sebelumnya menggunakan kacamata jarak dekat akan
mengatakan bahwa ia sudah tidak mengalami gangguan refraksi lagi dan tidak
membutuhkan kacamatanya. Sebaliknya pada pasien yang tidak menggunakan
kacamata, ia akan mengeluhkan bahwa penglihatan jauhnya kabur sehingga ia akan
meminta dibuatkan kacamata. Fenomena ini disebut pergeseran miopia atau
penglihatan sekunder, namun keadaan ini bersifat sementara dan terkait dengan
stadium katarak yang sedang dialaminya.7,10
5. Diplopia monokuler.
Pada pasien akan dikeluhkan adanya perbedaan gambar objek yang ia lihat,
ini dikarenakan perubahan pada nukleus lensa yang memiliki indeks refraksi
berbeda akibat perubahan pada stadium katarak. Selain itu, dengan menggunakan
retinoskopi atau oftalmoskopi langsung, akan ditemui perbedaan area refleks merah
yang jelas terlihat dan tidak terlalu jelas.10
6. Distorsi
Katarak dapat menimbulkan keluhan benda bersudut tajam menjadi tampak
tumpul atau bergelombang. 4,8
7. Perubahan persepsi warna
Perubahan warna inti nucleus menjadi kekuningan menyebabkan perubahan
persepsi warna, yang akan digambarkan menjadi lebih kekuningan atau kecoklatan
dibanding warna sebenarnya. 4,8
Gambar 2.5 Gambaran penglihatan pada penderita katarak 8
I. Diagnosis
Diagnosis katarak senil dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis dan
gejala klinik serta pemeriksaan visus.
a. Anamnesis
Pada anamnesis didapatkan adanya keluhan yang merupakan gejala
utama yaitu : Penglihatan yang berangsur-angsur memburuk atau berkurang
dalam beberapa bulan atau tahun merupakan gejala utama.
b. Pemeriksaan Fisik
Katarak pada stadium perkembangannya dapat diketahui melalui pupil yang
dilatasi maksimum dengan oftalmoskop, kaca pembesar, atau pemeriksaan sinar
celah (slit lamp), funduskopi pada kedua mata, bila mungkin tonometer selain
daripada pemeriksaan prabedah yang diperlukan lainnya seperti adanya infeksi pada
kelopak mata, konjungtiva, karena dapat penyulit yang berat berupa panoftalmitis
pasca bedah dan fisik umum. Derajat klinis pembentukan katarak dengan
menganggap bahwa tidak terdapat penyulit lain, dinilai terutama dengan:
1. Uji ketajaman penglihatan (optotic snellen), karena secara umum penurunan
ketajaman penglihatan berhubungan langsung dengan kepadatan katarak.
2. Lampu senter : menilai refleks pupil terhadap cahaya. Tampak kekeruhan pada
lensa terutama bila pupil dilebarkan, berwarna putih keabu-abuan yang harus
dibedakan dengan refleks senil. Diperiksa juga proyeksi iluminasi dari segala
arah untuk mengetahui fungsi retina secara garis besar.
3. Slit lamp : dengan alat ini dapat dievaluasi luas, tebal dan lokalisasi kekeruhan
lensa. Serta melihat struktur okular yang lain seperti konjungtiva, kornea, iris
dan segmen anterior lainnya.
4. Oftalmoskop : untuk mengevaluasi refleks fundus. Fundus okuli menjadi
semakin sulit dilihat seiring dengan semakin padatnya kekeruhan lensa, sampai
reaksi fundus sama sekali hilang.
5. Tonometri : merupakan standar pemeriksaan tekanan cairan intraokuler untuk
mendeteksi kemungkinan adanya tanda-tanda glaukoma. 7,10
J. Manajemen Katarak
Indikasi operasi katarak dibagi dalam 3 kelompok:
1. Indikasi Optik
Merupakan indikasi terbanyak dari pembedahan katarak. Jika penurunan tajam
penglihatan pasien telah menurun hingga mengganggu kegiatan sehari-hari,
maka operasi katarak bisa dilakukan.
2. Indikasi Medis
Pada beberapa keadaan di bawah ini, katarak perlu dioperasi segera, bahkan jika
prognosis kembalinya penglihatan kurang baik:
- Katarak hipermatur
- Glaukoma sekunder
- Uveitis sekunder
- Dislokasi/Subluksasio lensa
- Benda asing intra-lentikuler
- Retinopati diabetika
- Ablasio retina
3. Indikasi Kosmetik
Jika penglihatan hilang sama sekali akibat kelainan retina atau nervus optikus,
namun kekeruhan katarak secara kosmetik tidak dapat diterima, misalnya pada
pasien muda, maka operasi katarak dapat dilakukan hanya untuk membuat pupil
tampak hitam meskipun pengelihatan tidak akan kembali.8,11

Penatalaksanaan utama katarak adalah dengan ekstraksi lensa melalui tindakan


bedah. Dua tipe utama teknik bedah adalah Intra Capsular Cataract Extraction/Ekstraksi
katarak Intra Kapsular (ICCE) dan Extra Capsular Cataract Extraction/Ekstraksi katarak
Ekstra Kapsular (ECCE). Di bawah ini adalah metode yang umum digunakan pada
operasi katarak, yaitu ICCE, ECCE dan phacoemulsifikasi.4
1. Operasi katarak intrakapsular/ Intra Capsular Cataract Extraction (ICCE)
Metode yang mengangkat seluruh lensa bersama kapsulnya melalui insisi
limbus superior 140-160 derajat. Metode ini sekarang sudah jarang digunakan.
Masih dapat dilakukan pada zonula Zinn yang telah rapuh atau berdegenerasi atau
mudah putus. Keuntungannya adalah tidak akan terjadi katarak sekunder. 1,2,4
Meskipun demikian, terdapat beberapa kerugian dan komplikasi post operasi
yang mengancam dengan teknik ICCE. Insisi limbus superior yang lebih besar 160-
180º dihubungkan dengan penyembuhan yang lebih lambat, rehabilitasi tajam
penglihatan yang lebih lambat, angka kejadian astigmatisma yang lebih tinggi,
inkarserata iris, dan lepasnya luka operasi. Edema kornea juga dapat terjadi sebagai
komplikasi intraoperatif dan komplikasi dini. 4
2. Operasi katarak ekstrakapsular/ Extra Capsular Cataract Extraction (ECCE)
Metode ini mengangkat isi lensa dengan memecah atau merobek kapsul lensa
anterior, sehingga masa lensa dan korteks lensa dapat keluar melalui robekan
tersebut. Pembedahan ini dilakukan pada pasien katarak muda, pasien dengan
kelainan endotel, bersama-sama keratoplasti, implantasi lensa okuler posterior.
Keuntungan dari metode ini adalah karena kapsul posterior untuh maka dapat
dimasukan lensa intraokuler ke dalam kamera posterior serta insiden komplikasi
paska operasi (ablasi retina dan edema makula sistoid) lebih kecil jika dibandingkan
metode intrakapsular. Penyulit yang dapat terjadi yaitu dapat timbul katarak
sekunder. 2,4,8

Gambar 2.6 Extra Capsluar Cataract Extraction (ECCE) 11


3. Fakoemulsifikasi
Merupakan modifikasi dari metode ekstrakapsular karena sama-sama
menyisakan kapsul bagian posterior. Insisi yang diperlukan sangat kecil yaitu 5 mm
yang berguna untuk mempercepat kesembuhan paska operasi. Kemudian kapsul
anterior lensa dibuka. Dari lubang insisi yang kecil tersebut dimasukan alat yang
mampu mengeluarkan getaran ultrasonik yang mampu memecah lensa menjadi
kepingan-kepingan kecil, kemudian dilakukan aspirasi. Teknik ini bermanfaat pada
katarak kongenital, traumatik dan kebanyakan katarak senilis. Namun kurang efektif
untuk katarak senilis yang padat.
Keuntungan dari metode ini antara lain:
 (Insisi yang dilakukan kecil, dan tidak diperlukan benang untuk menjadhit
karena akan menutup sendiri. Hal ini akan mengurangi resiko terjadinya
astigmatisma, dan rasa adanya benda asing yang menempel setelah operasi. Hal
ini juga akan mencegah peningkatan tekanan intraokuli selama pembedahan,
yang juga mengurangi resiko perdarahan.
 Cepat menyembuh.
 Struktur mata tetap intak, karena insisi yang kecil tidak mempengaruhi struktur
mata. 4,12

Gambar 2.7 Teknik Fakoemulsifikasi 12

Setelah pembedahan, pasien akan mengalami hipermetropi karena kahilangan


kemampuan akomodasi. Maka dari itu dilakukan penggantian dengan lensa buatan
(berupa lensa yang ditanam dalam mata, lensa kontak maupun kacamata). IOL
dapat terbuat dari bahan plastik, silikon maupun akrilik.
Untuk metode fakoemulsifikasi digunakan bahan yang elastis sehingga dapat
dilipat ketika akan dimasukan melalui lubang insisi yang kecil.8,11

K. Komplikasi Katarak
Komplikasi katarak yang tersering adalah glaukoma yang dapat terjadi karena
proses fakormorfik, fakolitik, dan fakotoksik. 1, 9
 Fakomorfik
- Oleh karena proses intumesensi, lensa menjadi lebih cembung dan iris
terdorong ke depan sudut kamera okuli anterior menjadi sempit sehingga
aliran humor aqueaous tidak lancar sedangkan produksi berjalan terus,
akibatnya tekanan intraokuler akan meningkat dan timbul glaukoma
 Fakolitik
- Pada lensa yang keruh terdapat kerusakan maka substansi lensa akan keluar
yang akan menumpuk di sudut kamera okuli anterior terutama bagian kapsul
lensa.
- Dengan keluarnya substansi lensa maka pada kamera okuli anterior akan
bertumpuk pula serbukan fagosit atau makrofag yang berfungsi merabsorbsi
substansi lensa tersebut.
- Tumpukan akan menutup sudut kamera okuli anterior sehingga timbul
glaukoma.
 Fakoanafilaktik
- Substansi lensa di kamera okuli anterior merupakan zat toksik bagi mata
sendiri (auto toksik) sehingga terjadi reaksi antigen-antibodi yang
menyebabkan timbulnya uveitis, yang kemudian akan menjadi glaukoma.

2.12 Prognosis
Katarak senilis biasanya berkembang lambat. Jika katarak dapat dengan
cepat terdeteksi serta mendapatkan pengobatan dan pembedahan katarak yang

tepat maka 95 % penderita dapat melihat kembali dengan normal. 2


DAFTAR PUSTAKA

1. Vaughan DG, Asbury T, Riordan P. Oftalmologi Umum. Jakarta: Widya


Medika;2009. hal 175-177.
2. Ilyas SD. Penuntun Ilmu Penyakit Mata. Edisi ke 5. Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. 2014.
3. American Academy of Ophtalmology. Lens and Cataract. 2003. San Fransisco: AAO
4. Victor V. Cataract Senile (Diambil tanggal 17 Maret 2018). Tersedia di :
http://www.emedicine.com
5. Setiohadji, B., Community Opthalmology., Cicendo Eye Hospital/Dept of
Ophthalmology Medical Faculty of,Padjadjaran University. 2006.
6. Bradford C. Basic Ophtalmology. 8th Edition. San Fransisco-American Academy of
opthalmology. 2004.
7. Langston, Pavan D. Manual of Ocular Diagnosis and Therapy 5th edition (July 2009).
USA.Lippincott, Williams & Wilkins
8. Dhawan, Shanjay. Lens and Cataract. Diakses dari internet
http://sdhawan.com/ophthalmology/lens.html tanggal 17 Maret 2018.
9. Jhons Kj, Feder RS, Hamill MB. Fundamentals and Principles of
Ophthalmology.San Fransisco : American Academy of Ophtalmology; 2004.
page 40-48,81 104,173.
10. Daniel J, Garrett M, Straus H, et al. Lens and Cataract: Section 11. Basic and Clinical
Science Course: American Academy of Ophtalmology. USA. 2009-2010
11. Cataract Surgery (Diambil tanggal 16 Maret 2018). Tersedia di
http://en.wikipedia.org/wiki/cataractsurgery
12. Boyd Benjamin, prof, MD, F.A.C.S. Indication for surgery-preoperative evaluation. Dalam :
The Art and The Science of Cataract Surgery. Colombia. Highlight of
Ophthalmology.2008.p11-33

Anda mungkin juga menyukai