Anda di halaman 1dari 23

BAB 1

PENDAHULUAN

Kornea merupakan jaringan yang avaskular, bersifat transparan, berukuran


11-12 mm horizontal dan 10-11 mm vertikal, serta memiliki indeks refraksi 1,37.
Kornea memberikan kontribusi 74 % atau setara dengan 43,25 dioptri (D) dari
total 58,60 kekuatan dioptri mata manusia. Kornea juga merupakan sumber
astigmatisme pada sistem optik. Dalam nutrisinya, kornea bergantung pada difusi
glukosa dari aqueus humor dan oksigen yang berdifusi melalui lapisan air mata.1

Keratitis merupakan suatu proses peradangan kornea yang dapat bersifat


akut maupun kronis yang disebabkan oleh berbagai faktor antara lain bakteri,
jamur, virus atau karena alergi-imunologi. Keratitis dapat dibagi menjadi beberapa
golongan berdasarkan kedalaman lesi pada kornea (tempatnya), penyebab dan
bentuk klinisnya.1

Gejalanya dapat bervariasi dari sensasi benda asing yang ringan hingga
parah yang diperparah dengan berkedip dan dikaitkan dengan fotofobia,
blepharospasm, dan epiphora. Pasien mungkin juga mengeluh dengan mata
merah.1,2

Tujuan penatalaksanaan keratitis adalah mengeradikasi penyebab keratitis,


menekan reaksi peradangan sehingga tidak memperberat destruksi pada kornea,
mempercepat penyembuhan defek epitel, mengatasi komplikasi, serta
memperbaiki ketajaman penglihatan. Ada beberapa hal yang perlu dinilai dalam
mengevaluasi keadaan klinis keratitis meliputi: rasa sakit, fotofobia, lakrimasi,
rasa mengganjal, ukuran ulkus dan luasnya infiltrate.1-3

1
BAB 2
LAPORAN KASUS

2.1. Identitas Pasien


Nama : Ny SP
Umur : 32 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Suku/Bangsa : Aceh
RM : 130272
Agama : Islam
Pekerjaan : PRT
Alamat : Lhokseukon
Tgl. Pemeriksaan : 1 Oktober 2019

2.2. Anamnesis
Keluhan Utama: Mata kiri terasa menganjal
RPS:
Mata kiri terasa menganjal sejak ± 4 hari yang lalu, awalnya terasa gatal.
Pasien juga mengeluh sangat silau jika melihat cahaya. Pasien juga merasakan
matanya nyeri, mengeluarkan air mata berlebih, berpasir, kotoran mata berlebih,
dan kelilipan. Pasien juga mengeluh kurang jelas melihat pada mata kiri. Riwayat
menggunakan kacamata (-). Riwayat trauma (-). Riwayat pengobatan belum
dilakukan.

Riwayat Penyakit Dahulu:


a. Umum:
- Hipertensi (-)
- Diabetes Mellitus (-)
- Alergi (-)

2
b. Mata
- Riwayat sakit mata sebelumnya (-)
- Riwayat operasi mata (-)
- Riwayat trauma mata sebelumnya (-)
Riwayat Penyakit Keluarga:
- Hipertensi (+)
- Diabetes Melitus (-)

2.3. Pemeriksaan Fisik


Status Generalis
Keadaan umum : tampak sakit ringan
Kesadaran : Compos Mentis
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Pernapasan : 20 x/menit
Suhu : 36,2°C
Nadi : 82 x/menit
Kepala : Normocephali
Mulut : Bibir lembap, mukosa mulut lembap
THT : Tidak ada deviasi septum nasi, MAE lapang,
faring tidak hiperemis. Tonsil T3- T4, tenang,
uvula di tengah
Thoraks : Simetris, Retraksi (-)
Jantung : BJ I-II Reguler ,Murni, Murmur (-) Gallop (-)
Paru : SN vesikuler Rh -/- Wh -/-
Abdomen : Datar, Simetris , Nyeri tekan (-) , Bising usus
normal.
Ekstremitas : Tidak ada kelainan deformitas, pustule (-) vesikel
(-), edema -/-

3
Status Oftalmologis
OD OS

Infiltrat

Foto Klinis Pasien

4
Foto Klinis Pasien

Foto Klinis Pasien

Foto Klinis Pasien

KETERANGAN OD OS
1. Visus
Visus 6/12 6/45

5
Koreksi - -
Addisi - -
Distansi pupil - -
Kacamata Lama - -

2. Kedudukan Bola Mata


Eksoftalmos Tidak ada Tidak ada
Enoftalmos Tidak ada Tidak ada
Deviasi Tidak ada Tidak ada
Gerakan Bola Mata Normal ke semua arah Normal ke semua arah

3. Palpebra Sperior et Inferior


Edema Tidak ada Tidak ada
Nyeri tekan Tidak ada Tidak ada
Ektropion Tidak ada Tidak ada
Entropion Tidak ada Tidak ada
Blefarospasme Tidak ada Tidak ada
Trikiasis Tidak ada Tidak ada
Sikatriks Tidak ada Tidak ada
Ptosis Tidak ada Tidak ada
4. Konjungtiva Superior et Inferior
Hiperemis Tidak ada Ada
Krepitasi Tidak ada Tidak ada
Folikel Tidak ada Tidak ada
Papil Tidak ada Tidak ada
Sikatriks Tidak ada Tidak ada
Hordeolum Tidak ada Tidak ada
Kalazion Tidak ada Tidak ada
Korpus alienum Tidak ada Tidak ada

6
5. Konjungtiva Bulbi
Sekret Tidak ada Tidak ada
Injeksi Konjungtiva Ada Tidak ada
Injeksi Siliar Ada Tidak ada
Pendarahan Subkonjungtiva Tidak ada Tidak ada
Pterigium Tidak ada Tidak ada
Pinguekula Tidak ada Tidak ada
Nevus Pigmentosus Tidak ada Tidak ada
Kista Dermoid Tidak ada Tidak ada

6. Sklera
Warna Putih Putih
Ikterik Tidak Ada Tidak ada

7. Kornea
Kejernihan Jernih Jernih
Permukaan Rata Rata
Ukuran 11 mm 11 mm
Sensibilitas Baik Refleks Kornea (-)
Infiltrat Tidak ada Ada
Keratik Presipitat Tidak ada Tidak ada
Sikatriks Tidak ada Tidak ada
Ulkus Tidak ada Tidak ada
Perforasi Tidak ada Tidak ada
Arcus senilis Tidak ada Tidak ada
Edema Tidak ada Tidak ada

8. Bilik Mata Depan


Kedalaman Sedang Sedang
Kejernihan Jernih Jernih

7
Hifema Tidak ada Tidak ada
Hipopion Tidak ada Tidak ada

9. Iris
Warna Coklat Coklat
Kripte Jelas Jelas
Sinekia Tidak ada Tidak ada
Koloboma Tidak ada Tidak ada

10. Pupil
Letak Di tengah Di tengah
Bentuk Bulat Bulat
Ukuran 3 mm 3 mm
Refleks Cahaya Langsung + +
Refleks Cahaya Tak Langsung + +

11. Lensa
Kejernihan Jernih Jernih
Letak Di tengah Di tengah
Shadow test Tidak dilakukan Tidak dilakukan

12. PALPASI
Nyeri Tekan Tidak ada ada
Massa Tumor Tidak ada Tidak ada
Tensi Okuli Normal/palpasi Normal/palpasi
Tonometri Schiotz - -

8
2.4. Pemeriksaan Penunjang
- Slitlamp
- Uji fluoresein

2.5. Diagnosis
Keratitis OS
DD/ Ulkus kornea
Uveitis
Konjungtivitis

2.6. Tatalaksana
1. Cendo Floxa 6 dd gtt 1
2. Cendo Lyteers 6 dd gtt 1
3. Metil Prednisolon 4 mg 2 x 1

2.7. Prognisis
1.Quo ad vitam : bonam
2.Quo ad sanationem : bonam
3.Quo ad visam : bonam
4.Quo ad kosmeticum : bonam

9
BAB 3
TINJAUAN PUSTAKA

3.1. Definisi
Keratitis merupakan peradangan pada kornea. Keratitis dapat terletak
superfisial maupun profunda. Keratitis superfisial tidak akan meninggalkan parut
ketika masa penyembuhan, sedangkan keratitis profunda dapat meninggalkan
parut yang mengganggu penglihatan ketika masa penyembuhan. Keratitis dapat
disebabkan oleh berbagai hal seperti infeksi, mata kering yang disebabkan oleh
gangguan kelopak mata atau kurangnya air mata, pajanan terhadap sinar yang
terlalu terang, reaksi alergi terhadap iritan, dan defisiensi vitamin A. Keratitis
dapat terjadi pada dewasa maupun anak. Mata yang kering dapat menurunkan
mekanisme pertahanan kornea sehingga mengakibatkan keratitis. Gejala dan tanda
keratitis diantaranya ialah mata merah, hiperlakrimasi, nyeri, penurunan visus,
serta fotofobia.1
Keratitis akan memberikan gejala seperti rasa nyeri, fotofobia, dan adanya
secret yang purulen yang biasa terdapat pada keratitis herpetika. Penyebab
keratitis 90% disebabkan oleh bakteri, jenis bakteri seperti Staphylococcus aureus,
Staphylococcus epidermidis, Stapylococcus aeroginosa, dan Moarxella. Penyebab
lain bisa karena virus, jamur, dan mikro organisme lainnya.1

3.2. Etiologi
Infeksi keratitis adalah kondisi yang berpotensi membutakan yang dapat
menyebabkan kehilangan penglihatan yang parah jika tidak diobati pada tahap
awal. Jika pengobatan antimikroba yang tepat tertunda, hanya 50% dari mata
memperoleh pemulihan visual yang baik. Hal ini dapat disebabkan oleh bakteri,
virus, jamur, protozoa, dan parasit.2
Faktor risiko umum untuk infeksi keratitis meliputi trauma okular,
memakai lensa kontak, riwayat operasi mata sebelumnya, mata kering, gangguan
sensasional kornea, penggunaan kronis steroid topikal, dan imunosupresi sistemik.

10
Patogen umum termasuk Staphylococcus aureus, koagulase-negatif
Staphylococcus, Pseudomonas aeruginosa, Streptococcus pneumonia, dan spesies
Serratia. Mayoritas kasus yang ditemukan di masyarakat adalah keratitis bakteri
yang teratasi dengan pengobatan empirik dan tidak memerlukan kultur bakteri.
Apusan kornea untuk kultur dan tes sensitivitas diindikasikan untuk ulkus kornea
dengan ukuran yang besar, berlokasi di sentral kornea, mencapai daerah stroma.3
Penyebab keratitis 90% disebabkan oleh bakteri, jenis bakteri seperti
Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis, Stapylococcus aeroginosa,
dan Moraxella.3 Keratitis herpes simpleks merupakan peradangan pada kornea
yang disebabkan oleh infeksi virus herpes simpleks tipe I maupun tipe II. Herpes
Simpleks Virus (HSV) merupakan virus DNA rantai ganda yang termasuk ke
dalam famili herpesviridae.3,7 Mengandung 3 komponen pembentuk utama.
Bagian inti yang mengandung DNA virus, membran sel dan casid. Tegument
terletak di antara kapsid dan selubung serta berbagai protein yang dikirim ke
dalam sel yang terinfeksi selama fusi.4
Keratitis acanthamoeba juga bisa menimbulkan gambaran dendritik.
Infeksi mata Acanthamoeba pada pemakai lensa kontak yang jarang namun serius,
dan mereka sering memulai karena penanganan yang tidak tepat lensa dan
kebersihan yang buruk. Erosi kornea berulang dan keratitis vaksinasi juga
memiliki gambaran dendritik.4

2.3. Patofisiologi
Terdapat beberapa kondisi yang dapat sebagai predisposisi terjadinya
inflamasi pada kornea seperti blefaritis, perubahan pada barrier epitel kornea (dry
eyes), penggunaan lensa kontak, lagopthalmos, gangguan paralitik, trauma dan
penggunaan preparat imunosupresif topical maupun sistemik. 2 Kornea
mendapatkan pemaparan konstan dari mikroba dan pengaruh lingkungan, oleh
sebab itu untuk melindunginya kornea memiliki beberapa mekanisme pertahanan.
Mekanisme pertahanan tersebut termasuk refleks berkedip, fungsi antimikroba

11
film air mata (lisosim), epitel hidrofobik yang membentuk barrier terhadap difusi
serta kemampuan epitel untuk beregenerasi secara cepat dan lengkap.3
Epitel adalah merupakan barrier yang efisien terhadap masuknya
mikroorganisme ke dalam kornea. Pada saat epitel mengalami trauma, struma
yang avaskuler dan lapisan bowman menjadi mudah untuk mengalami infeksi
dengan organisme yang bervariasi, termasuk bakteri, amoeba dan jamur.
Sreptokokus pneumonia adalah merupakan pathogen kornea bacterial, pathogen-
patogen yang lain membutuhkan inokulasi yang berat atau pada host yang
immunocompromised untuk dapat menghasilkan sebuah infeksi di kornea.5
Ketika pathogen telah menginvasi jaringan kornea melalui lesi kornea
superfisial, beberapa rantai kejadian tipikal akan terjadi, mulai dari Lesi pada
kornea yang selanjutnya agen patogen akan menginvasi dan mengkolonisasi pada
daerah struma kornea respon tubuh berupa pelepasan antibodi yang akan
menginfiltrasi lokasi invasi agen pathogen. Hasilnya, akan tampak gambaran
opasitas pada kornea dan titik invasi pathogen akan membuka lebih luas dan
memberikan gambaran infiltrasi kornea.6
Iritasi dari bilik mata depan dengan hipopion (umumnya berupa pus yang
akan berakumulasi pada lantai dari bilik mata depan) dan selanjutnya agen
pathogen akan menginvasi seluruh kornea. Hasilnya stroma akan mengalamii
atropi dan melekat pada membarana descement yang relatif kuat dan akan
menghasilkan descematocele yang dimana hanya membarana descement yang
intak. Ketika penyakit semakin progresif, perforasi dari membrane descement
terjadi dan humor aquos akan keluar. Hal ini disebut ulkus kornea perforate dan
merupakan indikasi bagi intervensi bedah secepatnya. Pasien akan menunjukkan
gejala penurunan visus progresef dan bola mata akan menjadi lunak.7,8

2.4. Gejala Klinis


Pada anamnesis pasien, bisa didapatkan beberapa gejala klinis pada pasien
yang terkait dengan perjalan penyakit keratitis herpetika. Pasien dapat
mengeluhkan adanya pengeluaran air mata berlebihan, fotofobia, penurunan visus,

12
sensasi benda asing, iritasi okuler dan blefarosspasma dan kadang juga di temukan
hypopion pada kamera anterior.4
Oleh karena kornea bersifat sebagai jendela mata dan merefraksikan
cahaya, lesi kornea sering kali mengakibatkan penglihatan menjadi kabur,
terutama ketika lesinya berada dibagian central.7
Pada keratitis pungtata superfisial didapatkan lesi kornea berupa lesi
epithelia multiple sebanyak 1 – 50 lesi (rata – rata sekitar 20 lesi didapatkan). Lesi
epithelia yang didapatkan pada keratitis pungtata superfisial berupa kumpulan
bintik – bintik kelabu yang berbentuk oval atau bulat dan cenderung berakumulasi
di daerah pupil. Opasitas pada kornea tersebut tidak tampak apabila di inspeksi
secara langsung, tetapi dapat dilihat dengan slitlamp ataupun loup setelah diberi
flouresent.7
Sensitifitas kornea umumnya normal atau hanya sedikit berkurang, tapi
tidak pernah menghilang sama sekali seperti pada keratitis herpes simpleks.
Walaupun umumnya respons konjungtiva tidak tampak pada pasien akan tetapi
reaksi minimal seperti injeksi konjungtiva bulbar dapat dilihat pada pasien.6
Keratitis bakterial adalah suatu infeksi yang mengancam penglihatan,
bersifat progresif, serta terjadi destruksi kornea secara keseluruhan dalam 24-48
jam pada jenis bakteri yang virulen. Ulkus kornea, pembentukan abses stromal,
edema kornea, dan peradangan segmen anterior merupakan karakteristik dari
penyakit ini. 2-4
Pasien dengan keratitis bakteri pada umumnya bersifat unilateral, nyeri,
fotofobia, hiperlakrimasi, dan terdapat penurunan fungsi penglihatan. Anamnesis
yang perlu dilakukan diantaranya riwayat pemakaian kontak lensa, trauma,
penurunan status imunologis, defisiensi air mata, penyakit kornea, dan malposisi
kelopak mata. Dapat ditemukan infiltrat stromal dan sekret kental mukopurulen.
Kornea edem, injeksi konjungtiva, dan pada kasus yang berat dapat ditemukan
hipopion. Tekanan intraokular dapat turun disebabkan hipoto

13
2.5. Diagnosis Banding
Kecurigaan akan adanya keratitis pada pasien dapat timbul pada pasien
yang datang dengan trias keluhan keratitis yaitu gejala mata merah, rasa silau
(fotofobia) dan merasa kelilipan (blefarospasme). Adapun radang kornea ini
biasanya diklasifikasikan dalam lapisan kornea yang terkena, seperti keratitis
superfisial dan interstisial atau propunda. Keratitis superfisial termasuk lesi
inflamasi dari epitel kornea dan membrane bowman superfisial.6
Sangat penting untuk dilakukan penegakan diagnosis morfologis pada
pasien yang dicurigai dengan lesi kornea. Letak lesi di kornea dapat diperkirakan
dengan melihat tanda-tanda yang terdapat pada kornea. Pada keratitis epithelial,
perubahan epitel bervariasi secara luas mulai dari penebalan epitel, Punctate
Epitelial Erosion (PEE), dan lecet kornea untuk pseudodendrites. Dapat menjadi
reaksi traumatis sekunder dan alergi terhadap lensa kontak. Pada pewarnaan
fluorescein terutama terihat pada posisi pukul 3 dan pukul 9 kornea, edema ringan
dan vakuolasi hingga erosi, pembentukan filament maupun keratinisasi partial.
Pada keratitis stromal, respon struma kornea dapat berupa infiltrasi sel radang,
edema yang bermanifestasi kepada edema kornea yang awalnya bermula dari
stroma lalu ke epitel kornea.6,7
Periksa ketajaman visual dengan lensa kontak atau kacamata, jika pasien
tidak memiliki kacamata, gunakan lubang jarum dari occluder periksa pergerakan
lensa kontak dan defect kornea pada slit lamp. Minta pasien melepaskan lensa
kontak jika mampu, dapat menggunakan satu tetes proparacaine atau anestesi
topikal lain untuk membuka mata agar dapat diperiksa secara koperatif.7
Periksa reaktivitas pupil dengan senter, pemeriksaan slit lamp dengan
memperhatikan daerah konjungtiva bulbar dan palpebral untuk mencari setiap
papillae atau folikel, permukaan kornea untuk menyingkirkan ulkus kornea, dan
reaksi pada ruang anterior mata.7
Pemeriksaan fisis pada keluhan yang mengarahkan kecurigaan kepada
keratitis melalui inspeksi dengan pencahayaan adekuat. Larutan flouresent dapat

14
menggambarkan lesi epitel superfisial yang mungkin tidak dapat terlihat dengan
inspeksi biasa. Pemeriksaan biomikroskop (slit lamp) esensial dalam pemeriksaan
kornea, apabila tidak terdapat alat tersebut dapat digunakan sebuah loup dan
dengan iluminasi yang terang. Pemeriksaan harus melihat jalannya refleksi cahaya
sementara memindahkan cahaya dengan hati-hati ke seluruh kornea. Dengan cara
ini area yang kasar sebagai indikasi dari defek kornea dapat terlihat.7
Keratitis herpetikadisebabkan oleh herpes simpleks dan herpes zoster,
yang disebabkan oleh herpes simpleks dibagi dalam 2 bentuk yaitu epitelial dan
stromal. Hal yang murni epitelial adalah dendritik dan stromal adalah diskiformis.
Biasanya infeksi herpes simpleks ini berupa campuran epitel dan stroma.
Perbedaan ini akibat mekanisme kerusakannya berbeda. Pada yang epitelial
kerusakan terjadi akibat pembelahan virus di dalam sel epitel, yang akan
mengakibatkan kerusakan sel dan membentuk tukak kornea superfisial. Stromal
diakibatkan reaksi imunologik tubuh pasien sendiri terhadap virus yang
menyerang. Antigen (virus) dan antibodi (pasien) bereaksi di dalam stroma kornea
dan menarik sel leukosit dan sel radang lainnya. Sel ini mengeluarkan bahan
proteolitik untuk merusak antigen(virus) yang juga akan merusak jaringan stromal
di sekitarnya.4
Pasien biasanya mengeluhkan adanya sensasi benda asing, fotofobia dan
air mata yang berlebihan. Lesi pungtata pada kornea dapat dimana saja tapi
biasanya pada daerah sentral. Daerah lesi biasanya meninggi dan berisi titik – titik
berwarna abu – abu yang kecil. Tidak adanya terapi spesifik untuk keadaan ini,
tergantung faktor penyebabnya.5
Floresensi topikal adalah merupakan larutan nontoksik dan water-soluble
yang tersedia dalam beberapa sediaan : dalam larutan 0,25% dengan zat anestetik
(benoxinate atau proparacaine), sebagai antiseptic (povidone-iodine), maupun
dalam zat pengawet sebagai tetes mata tanpa pengawet 2% dosis unit. Floresens
akan menempel pada defek epithelial pungtata maupun yang berbentuk
makroulseratif (positive stanining) dan dapat memberikan gambaran akan lesi
yang tidak bebrbekas melalui film air mata (negative staining). Floresens yang

15
terkumpul dalam sebuah defek epithelial akan mengalami difusi ke dalam strauma
kornea dan tampak dengan warna hijau pada kornea.2

2.6. Pemeriksaan Penunjang


1. Uji Fluoresein
Uji untuk melihat adanya defek pada epitel kornea. Caranya kertas
fluoresein dibasahi terlebih dahulu dengan garam fisiologis kemudian
diletakkan pada saccus konjungtiva inferior setelah terlebih dahulu
penderita diberi anestesi lokal. Penderita diminta menutup matanya selama
20 detik, kemudian kertas diangkat. Defek kornea akan terlihat berwarna
hijau sebagai uji fluoresein positif.
2. Uji Fistel
Uji untuk mengetahui letak dan adanya kebocoran kornea. Pada
konjungtiva inferior ditaruh kertas fluoresein. Bila terdapat fistel kornea
akan terlihat pengaliran cairan mata berwarna hijau.
3. Uji Placido
Untuk melihat kelengkungan kornea. Caranya dengan memakai papan
plasido yaitu papan dengan gambaran lingkaran konsentris putih hitam
yang menghadap pada sumber cahaya, sedang pasien berdiri
membelakangi sumber cahaya. Melalui lubang di tengah dilihat gambaran
bayangan plasido pada kornea. Normal bayangan plasido pada kornea
berupa lingkaran konsentris.
4. Uji Sensibilitas Kornea
Uji untuk menilai fungsi saraf trigeminus kornea. Caranya dengan
meminta penderita melihat jauh ke depan, kemudian dirangsang dengan
kapas basah dari bagian lateral kornea. Bila terdapat refleks mengedip,
rasa sakit atau mata berair berarti fungsi saraf trigeminus dan fasial baik. 2
Diagnosis yang tepat dan pengobatan infeksi kornea sedini mungkin sangatlah
penting dalam menghindari penurunan penglihatan secara permanen. Diagnosis
dari setiap jenis infeksi keratitis pada dasarnya meliputi langkah-langkah berikut: 1

16
1. Mengidentifikasi agen patogen dan tes sensitivitas. Hal ini dilakukan dengan
mengambil apusan dasar ulkus sebagai bahan sampel dan inokulasi media
kultur untuk bakteri dan fungi. Spesimen lensa kontak yang digunakan juga
harus diambil dan di kultur untuk memastikan sumber dari bakteri atau jamur.
2. Dilakukan pewarnaan dengan Gram dan Giemsa pada spesimen yang diambil
untuk mendeteksi bakteri.
3. Apabila dicurigai suatu infeksi virus, tes sensitivitas kornea dianjurkan
dimana hasil sensitivitasnya akan berkurang.

2.7. Tatalaksana
Terapi dimulai dengan antibiotik spektrum luas sebab infeksi
polimikrobial sering terjadi. Pemilihan regimen pengobatan dapat menggunakan
terapi kombinasi, aminoglikosida (gentamisin 1,5%, tobramisin 1,5%) 1 tetes/jam,
cefazolin fortifikasi 1 tetes/jam pada jam bangun selama lima hari, dan
sefalosporin (cefuroxim 5%) atau monoterapi dengan fluoroquinolon seperti
ciprofloksasin 0,3% 2 tetes/15 menit selama 6 jam diteruskan 2 tetes/30 menit
selama 18 jam dan kemudian di tapp off sesuai respon pengobatan. Monoterapi
kurang adekuat pada infeksi Streptococcus. Kombinasi terapi menggunakan
fluorokuinolon dan cefuroxim dapat disarankan pada anak. Perbaikan kondisi
terjadi pada 48 jam berikutnya.1-3
Perawatan di rumah sakit dapat dilakukan bila kepatuhan pasien kurang
atau dibutuhkan perawatan malam hari pada kasus sulit. Apabila hasil yang
didapatkan cukup baik maka antibiotik topikal dapat diberikan setiap dua jam.
Apabila perbaikan yang terjadi dapat dipertahankan maka tetes mata dapat diganti
yang lebih rendah kadarnya atau dihentikan. Pemberian tetes mata yang terlalu
sering terutama aminoglikosida dapat mengakibatkan keracunan konjungtiva dan
kornea serta memperlambat penyembuhan epitel. Ciprofloksasin dapat
menyebabkan penumpukan deposit kornea berwarna putih dan memperlambat
penyembuhan. Antibiotik diganti apabila organisme telah resisten dan infeksi
bertambah berat. 1-3

17
Siklopegik seperti atropin 1% dapat digunakan pada kedua mata untuk
mencegah sinekia posterior akibat uveitis anterior sekunder serta mengurangi
nyeri akibat spasme siliar. Kompres dingin dapat membantu mengurangi
peradangan. 1-3
Terapi steroid masih kontroversial, keuntungan penggunaan steroid adalah
mengurangi nekrosis pada stroma dan mengurangi parut yang terjadi. Namun,
steroid juga dapat memperpanjang infeksi. Terapi steroid diindikasikan pada
kultur yang steril dan terjadi perbaikan dengan penggunaan steroid. Pada
umumnya perbaikan terjadi 7-10 hari setelah terapi dimulai. 1-3

2.8. Komplikasi
Komplikasi keratitis herpetika dapat berupa :1
1. Hypopyon: sebagai proses perluasan pada kasus yang tidak diobati, jaringan
uveal anterior yang disusupi oleh limfosit, sel-sel plasma dan PMNLs
bermigrasi melalui iris ke kamera anterior.
2. Penyembuhan: membentuk jaringan parut atau sikatriks di lokasi
sebelumnya. Sikatriks yang dapat dibagi menjadi 3 yaitu nebula , macula
dan leukoma.
3. Ulkus kornea
4. Descemetocoele: membran descemet yang tahan terhadap collagenolysis
dan mengalami perbaikan dengan pertumbuhan epitel kearah anterior
membran kornea, Kondisi ini lebih umum sebagai sekuel keratitis virus
5. Perforasi

2.9. Prognosis
Dengan pengobatan dini yang memadai, banyak jenis keratitis dapat
sembuh dengan sedikit atau tanpa bekas luka sama sekali, secara umum prognosis
dari keratitis herpetika adalah baik jika tidak terdapat jaringan parut ataupun
vaskularisasi dari kornea. Sesuai dengan metode penanganan yang dilaksanakan
prognosis dalam hal visus pada pasien dengan keratitis herpetika sangat baik. Jika

18
infeksi mengenai bagian mata yang lain, terapi tambahan mesti dilakukan untuk
menyingkirkan infeksi.1,9
Prosedur bedah mungkin diperlukan untuk memperbaiki masalah keratitis
yang berhubungan dengan ketidak mampuan untuk benar-benar menutup kelopak
mata.9

19
BAB 4
DISKUSI

Keratitis merupakan kelainan akibat terjadinya infiltrasi radang pada


kornea yang akan mengakibatkan kornea menjadi keruh. Keratitis biasanya
diklasifikasikan dalam lapis yang terkena seperti keratitis superfisial dan profunda
atau interstisial. Akibat terjadinya kekeruhan pada media kornea ini, maka tajam
penglihatan akan menurun. Mata akan merah yang terjadi akibat injeksi pembuluh
darah perikorneal yang dalam atau injeksi siliar. Gejala yang ditimbulkan berupa
fotofobia, lakrimasi, dan blefarospasme yang dikenal dengan trias keratitis.
Keratitis dapat disebabkan oleh infeksi bakteri, virus selain itu dapat juga
disebabkan faktor lain seperti mata kering, keracunan obat, alergi, idiopatik
ataupun radiasi sinar ultraviolet. Komplikasi dari keratitis dapat menyebabkan
sikatriks keratitis (berupa nebula, makula ataupun leukoma), iridosiklitis, dan
descematokele.
Keratitis dapat di diagnosis banding dengan konjungtivitis, iridosiklitis,
uveitis dan ulkus kornea. Pada konjungtivitis terdapat gejala berupa mata merah,
bengkak, sakit, panas, gatal serta ada sekret, perbedaannya adalah pada
konjungtivitis tidak terdapat infiltrat seperti pada keratitis. Ulkus kornea juga
dapat di diagnosis banding dengan keratitis yaitu dengan tes fluoresens. Dimana
akan memberikan hasil positif pada ulkus kornea dengan adanya defek pada
semua lapisan kornea.
Iridosiklitis merupakan peradangan iris dan badan siliar yang dapat
berjalan akut ataupun kronis. Pada iridosiklitis mata merah, visus juga berkurang,
iris keruh, warna kabur, kecoklatan, serta pupil miosis. Pasien ini didiagnosa
dengan keratitis bakterial berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisis. Dari
anamnesis didapatkan keluhan berupa mata merah dengan penurunan visus, mata
merah tersebut merupakan tanda adanya sebuah proses inflamasi di mata dan
gejala penurunan visus disebabkan oleh karena kornea merupakan salah satu

20
media refrakta, sehingga jika terdapat kekeruhan pada kornea maka akan
memberikan gejala berupa penurunan visus disebabkan oleh karena adanya defek
pada kornea sehingga menghalangi refleksi cahaya yang masuk ke media refrakta.
Pasien juga mengeluhkan kadang-kadang mata terasa nyeri, berair dan
sering silau jika melihat cahaya, Gejala nyeri terjadi oleh karena kornea memiliki
banyak serabut saraf yang tidak bermielin sehingga setiap lesi pada kornea baik
luar maupun dalam akan memberikan rasa sakit dan rasa sakit ini diperhebat oleh
adanya gesekan palpebra pada kornea. Dari pemeriksaan fisik, pada inspeksi
didapatkan berupa kemerahan pada konjungtiva dan lakrimasi berlebihan. Gejala
belfarospasme, fotofobia dan lakrimasi tersebut dikenal dengan nama trias
keratitis.
Pada pemeriksaan fisis didapatkan :
 Pemeriksaan visus:
 VOD : 6/12
 VOS : 6/45
Keratitis merupakan infeksi pada kornea yang bisa disebabkan oleh
bakteri, virus, jamur atau penyebab lainnya. Injeksi konjungtiva dapat terjadi
akibat pengaruh infeksi jaringan konjungtiva. Injeksi perikornea atau injeksi siliar
dapat terjadi akibat radang pada kornea, pada kasusnya ini akibat adanya
keratitsis.
Hasil pemeriksaan diatas mendukung untuk didiagnosis sebagai suatu
keratitis. Pada penatalaksanaan diberikan farmakoterapi berupa obat topikal
maupun oral. Obat topikal berupa obat tetes mataantibiotik. Anjuran pemeriksaan
kultur dan sensitivitas serta KOH untuk membantu menegakkan diagnosis
mikroorganisme penyebab dari keratitis serta mengetahui resistensi obat-obat
yang diberikan.

21
BAB 5
PENUTUP

Telah dilaporkan pasien perempuan 32 tahun datang ke Poli Mata dengan


keluhan mata kiri menganjal dan terasa nyeri disertai pandangan kabur.
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, pasien didiagnosis dengan
keratitis. Pasien ini diberikan tetes mata antibiotik dan kortikosteroid oral.
Konseling dan edukasi pasien sangat penting untuk pengelolaan jangka panjang.
Pasien diedukasi untuk kontrol ulang mengenai penyakitnya.

22
DAFTAR PUSTAKA

1. Lang GK. Cornea. In : Lang GK. Ophthalmology A Short Textbook Atlas.


2nd edition. Stuttgart ; thieme ; 2007. p. 462-466.
2. James bruce, et all. Lecture note oftalmology. Edisi Kesembilan. Penerbit
erlangga 2006. h.67-69
3. K.Weng Sehu et all. Opthalmologic Pathology. Blackwell Publishing. UK.
2005. p.62.
4. Ilyas S. Anatomi dan Fisiologi Mata. Dalam : Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata.
Edisi ketiga. Jakarta : Balai Penerbit FKUI ; 2008. h. 1-13
5. Schlote T, Rohrbach J, Grueb M, Mielke J. Pocket atlas of Ophtalmology.
Thieme. 2006. p. 97-99
6. Khaw PT, Shah P, Elkington AR. ABC of Eye Foutrth Edition. BMJ
Books. p. 17-19.
7. Tasman W, Jaeger EA. Duane’s Ophtalmology. Lippincott Williams &
Wilkins Publishers. 2007
8. Chern KC. Emergency Ophtalmology a Rapid Treatment Guide. Mc
Graw-Hill. 2002.
9. Raymond L. M. Wong, R. A. Gangwani, LesterW. H. Yu, and Jimmy S.
M. Lai. New Treatments for Bacterial Keratitis. Department of
Ophthalmology, Queen Mary Hospital, Hong Kong. 2012

23

Anda mungkin juga menyukai