Anda di halaman 1dari 37

LAPORAN KASUS

Seorang perempuan berusia 46 tahun


dengan

Non-proliferative Retinopati Diabetik


DISUSUN GUNA MEMENUHI TUGAS
PROGRAM STUDI PROFESI KEDOKTERAN
BAGIAN ILMU PENYAKIT MATA
RSUD CIAWI

DISUSUN OLEH:
Dennise Afianto (406148014)

PEMBIMBING :
dr.Nanda Lessi, Sp.M

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT MATA

RSUD CIAWI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA

PERIODE 5 DESEMBER 2016 7 JANUARI 2016


Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Mata
RSUD Ciawi
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara

Nama : Dennise Afianto Tanda Tangan:


NIM : 406148014
Dokter Pembimbing : dr. Nanda Lessi, Sp.M

I. Identitas Pasien
Nama : Ny. SN

Umur : 46 tahun

Agama : Islam

Pekerjaan : Ibu rumah tangga

Alamat : Bantar peuteuy

Suku : Sunda

Tanggal pemeriksaan : 21 Desember 2016

Pemeriksa : Dennise Afianto

Moderator : dr. Nanda Lessi, Sp.M

II. Anamnesis
a) Anamnesis tanggal : 21 Desember pukul 11.30 WIB

b) Keluhan Utama : Mata kanan dan kiri melihat bintik-bintik

c) Keluhan Tambahan : Mata kanan dan kiri terasa matanya kotor


dan buram
d) Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien datang ke poli mata RSUD
Ciawi diantar oleh suami pasien dengan keluhan utama mata kanan dan
kiri melihat bintik-bintik sejak 1 tahun SMRS. Keluhan melihat
bintik-bintik dianggap hanya keluhan biasa, namun 1 minggu terakhir
semakin memberat. Selain melihat bintik-bintik, pasien mengeluh mata
kanan dan kiri terasa buram dan kotor. Pasien mengakui memiliki
riwayat penyakit diabetes mellitus yang sudah diderita selama 15 tahun
dan rutin minum obat Metformin. Riwayat hipertensi diakui dan minum
obat Amlodipine.
Keluhan mata gatal , pandangan berkabut, nyeri disangkal.

e) Riwayat Penyakit Dahulu :


- Riwayat diabetes melitus diakui.
- Riwayat hipertensi diakui.
- Riwayat memakai kacamata atau lensa kontak sebelumnya disangkal.
- Riwayat keluhan mata yang sama sebelumnya disangkal.
- Riwayat alergi dan trauma pada mata disangkal.

f) Riwayat Penyakit Keluarga :


- Tidak ada keluarga yang memilki penyakit dengan keluhan yang
sama dengan pasien.
- Riwayat kencing manis pada keluarga diakui.
- Riwayat darah tinggi pada keluarga diakui
- Riwayat alergi pada keluarga disangkal

g) Riwayat Kebiasaan dan Nutrisi :


- Riwayat merokok disangkal
- Riwayat minum alkohol disangkal

h) Riwayat Sosial Ekonomi :


- Pasien bekerja sehari-hari sebagai ibu rumah tangga
- Biaya pengobatan ditanggung oleh BPJS
- Kesan ekonomi cukup

III. Pemeriksaan Fisik


Status Generalis
a) Keadaan Umum : Tampak sakit ringan
b) Kesadaran : Compos mentis
c) Tekanan darah : 140/80 mmHg
d) Frekuensi nadi : 80 x/menit, reguler, isi cukup
e) Frekuensi napas : 18 x/menit
f) Suhu : Afebris
g) Data antropometri dan status gizi: Tidak dilakukan pengukuran BB dan
TB

IV. Pemeriksaan Sistem


a) Kepala : normocephali, deformitas (-), pertumbuhan rambut
merata
a. Mulut : Tidak terdapat karies dentis , tonsila palatina T1-T1, lidah
tidak kotor
b. Telinga : Normotia, sekret (-) , pendengaran baik, KGB pre &
retro aurikular normal
c. Hidung : Bentuk normal, septum deviasi (-) , sekret (-)
b) Leher : Trakea di tengah, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid &
paratiroid
c) Thorax : Bentuk normal, simetris
a. Paru : simetris, massa (-/-), suara napas vesikuler,wheezing (-/-)
rhonki (-/-)
b. Jantung : BJ I & II reguler, murmur , gallop
d) Abdomen : Flat, supel, bising usus +, nyeri tekan -
e) Ekstremitas : edema , akral hangat +, sianosis -

V. Pemeriksaan Oftalmologis :

Keterangan OD OS
1. Visus
Axis visus 20/40 PH: - 20/40 PH: -
Koreksi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Addisi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Distansia pupil 62mm 62 mm
Kacamata lama Tidak ada Tidak ada

2. Kedudukan bola mata


Eksoftalmus Tidak ada Tidak ada
Enoftalmus Tidak ada Tidak ada
Deviasi Tidak ada Tidak ada
Gerakan bola mata Segala arah Segala arah

3. Supersilia
Warna Hitam Hitam
Simetris Normal Normal

4. Palpebra superior & inferior


Edema Tidak ada Tidak ada
Nyeri tekan Tidak ada Tidak ada
Ekteropion Tidak ada Tidak ada
Enteropion Tidak ada Tidak ada
Blefarospasme Tidak ada Tidak ada
Trikiasis Tidak ada Tidak ada
Sikatriks Tidak ada Tidak ada
Punctum Lakrimal Normal Normal
Fissura palpebra Simetris Simetris
Test Annel Tidak dilakukan Tidak dilakukan

5. Konjungtiva superior & inferior


Hiperemis Tidak hiperemis Tidak hiperemis
Folikel Tidak ada Tidak ada
Papil Tidak ada Tidak ada
Sikatriks Tidak ada Tidak ada
Hordeolum Tidak ada Tidak ada
Kalazion Tidak ada Tidak ada

6. Konjungtiva bulbi
Sekret Tidak ada Tidak ada
Injeksi Konjungtiva Tidak ada Tidak ada
Injeksi Siliar Tidak ada Tidak ada
Perdarahan Tidak ada Tidak ada
Subkonjungtiva
Pterigium Tidak ada Tidak ada
Pingekuela Tidak ada Tidak ada
Nevus pigmentosa Tidak ada Tidak ada
Kista dermoid Tidak ada Tidak ada

7. Sklera
Warna Putih Putih
Ikterik Tidak ikterik Tidak ikterik
Nyeri tekan Tidak ada Tidak ada

8. Kornea
Kejernihan Jernih Jernih
Permukaan Rata Rata
Ukuran 10 mm 10 mm
Sensibilitas Baik Baik
Infiltrat Tidak ada Tidak ada
Keratik presipitat Tidak ada Tidak ada
Sikatrik Tidak ada Tidak ada
Ulkus Tidak ada Tidak ada
Perforasi Tidak ada Tidak ada
Arcus senilis Ada Ada
Edema Tidak ada Tidak ada
Test placida Tidak dilakukan Tidak dilakukan

9. Bilik mata depan


Kedalaman Cukup Cukup
Kejernihan Jernih Jernih
Hifema Tidak ada Tidak ada
Hipofion Tidak ada Tidak ada
Efek Tyndal Tidak dilakukan Tidak dilakukan

10. Iris
Warna Kecoklatan Kecoklatan
Kripta Regular Regular
Sinekia Tidak ada Tidak ada
Koloboma Tidak ada Tidak ada
11. Pupil
Letak Di tengah Di tengah
Bentuk Bulat, regular Bulat, regular
Ukuran 3 mm 3 mm
Refleks cahaya langsung + +
Refleks cahaya tidak + +
langsung

12. Lensa
Kejernihan Terkesan keruh Terkesan keruh
Letak Di tengah Di tengah
Shadow test Negatif Negatif

13. Badan kaca


Kejernihan Tidak dilakukan Tidak dilakukan

14. Fundus okuli


Papil N II
Batas Tegas Tegas
Warna Kemerahan Kemerahan
Ekskavasio - -
A/V Ratio 2:3 2:3
C/D Ratio 0,3 0,3
Makula Lutea
Edem - -
Retina
Sheating - -
Soft exudate + +
Perdarahan + (multipel) + (multipel)
Sikatriks - -
Ablasio - -

15. Palpasi
Nyeri tekan Tidak ada Tidak ada
Massa tumor Tidak ada Tidak ada
Tensi okuli N/Palpasi N/Palpasi
Tonometri Schiotz Tidak dilakukan Tidak dilakukan

16. Kampus visi


Test konfrontasi Normal Normal

VI. Resume
Telah diperiksa pasien perempuan berusia 46 tahun dengan keluhan utama
mata kiri dan kanan melihat bintik-bintik sejak 1 tahun SMRS. Selain
itu pasien juga mengeluh kedua matanya buram dan terasa kotor.
Riwayat HT (+), DM (+), alergi (-)
Pemeriksaan fisik sistem lain dalam batas normal.
Pada pemeriksaan ophtalmologis :

OD OS
Visus 20/40 PH (-) 20/40 PH (-)
L Arcus Senilis (+) Arcus Senilis (+)
F - Perdarahan di sekitar retina - Perdarahan di sekitar retina
- Soft exudate - Soft exudate

VII. Diagnosis
Diagnosis kerja : Moderate non-proliferative retinopati
diabetik
Diagnosa tambahan :-
Diagnosa banding : Retinopati hipertensif
Oklusi vena retina sentralis

VIII. Tatalaksana
Non-medika Mentosa
o Pemeriksaan rutin pada dokter spesialis mata setiap 6 bulan
Medika Mentosa
o Injeksi anti VEGF intravitreal (Bevacizumab) 0,1mL
KIE
o Kontrol gula dan tekanan darah
o Minum obat DM & hipertensi secara rutin

IX. Anjuran
Optical coherence tomography (OCT)
GDS / GD2PP / HbA1c
Konsultasi spesialis penyakit dalam & mata

X. Prognosis OD OS
Ad vitam ad bonam ad bonam
Ad fungsionam ad malam ad malam
Ad sanationam ad malam ad malam
TINJAUAN PUSTAKA

DEFINISI

Retinopati diabetik adalah suatu mikroangiopati progresif yang ditandai


oleh kerusakan dan sumbatan pembuluh darah halus yang meliputi arteriol
prekapiler retina, kapiler-kapiler dan vena-vena. Retinopati akibat diabetes
melitus lama berupa aneuris mata, melebarnya vena, perdarahan, dan eksudat
lemak. Gambaran retinopati disebabkan perubahan mikrovaskular retina.
Hiperglikemia mengakibatkan kematian perisit intra mural dan penebalan
membran basalis mengakibatkan dinding pembuluh darah lemah. Penimbunan
sorbitol dan fruktosa merusak pembuluh darah halus pada retina.

Gambar 1. Normal Retina dibandingkan Retinopati Diabetik


EPIDEMIOLOGI

Retinopati diabetik merupakan penyebab kebutaan yang paling sering di


jumpai, terutama di negara barat. Kira-kira 1 dari 900 orang berusia 25 tahun
mengidap diabetes dan kira-kira 1 dari 25 orang berusia 60 tahun adalah
penyandang diabetes. Retinopati diabetik jarang ditemukan pada anak-anak
dibawah umur 10 tahun tanpa memperhatikan lamanya diabetes. Resiko
berkembangnya retinopati meningkat setelah pubertas. Dalam urutan penyebab
kebutaan secara global, retinopathy DM menempati urutan ke-4 setelah katarak,
glaukoma, dan degenerasi makula (AMD=age-related macular degeneration).
Angka kejadian retinopati diabetik dipengaruhi tipe diabetes melitus dan
durasi penyakit. Pada DM tipe I (insulin dependent atau juvenile DM), yang
disebabkan oleh kerusakan sel beta pada pankreas, umumnya pasien berusia muda
(kurang dari 30 tahun), retinopati diabetik ditemukan pada 13 persen kasus yang
sudah menderita DM selama kurang dari 5 tahun, yang meningkat hingga 90
persen setelah DM diderita lebih dari 10 tahun.
Pada DM tipe 2 (non-insulin dependent DM), yang disebabkan oleh
resistennya berbagai organ tubuh terhadap insulin (biasanya menimpa usia 30
tahun atau lebih), retinopati diabetik ditemukan pada 24-40 persen pasien
penderita DM kurang dari 5 tahun, yang meningkat hingga 53-84 persen setelah
menderita DM selama 15-20 tahun.

PATOGENESIS

Penyebab pasti retinopati diabetik belum diketahui. Tetapi diyakini bahwa


lamanya terpapar terhadap keadaan hiperglikemia dapat menyebabkan perubahan
fisiologis dan biokimia yang akhirnya menyebabkan kerusakan endotel pembuluh
darah. Hal ini didukung oleh hasil pengamatan bahwa tidak terjadi retinopati pada
orang muda dengan diabetes tipe 1 paling sedikit 3-5 tahun setelah awitan
penyakit ini. Hasil serupa telah diperoleh pada diabetes tipe 2, tetapi pada pasien
ini onset dan lama penyakit lebih sulit ditentukan secara tepat.
Perubahan abnormalitas sebagian besar anatomis, hematologi dan
biokimia telah dihubungkan dengan prevalensi dan beratnya retinopati antara lain:
Perubahan anatomis
o Capilaropathy
Degenerasi dan hilangnya sel-sel perisit
Proliferasi sel endotel
Penebalam membrane basalis
o Sumbatan microvaskuler
Arteriovenous shunts
Intraretinal microvascular abnormalities (IRMA)
Neovaskularisasi
Angiogenic growth factor yang menyebabkan pembentukan
pembuluh darah baru pada retina dan discus opticus (pada
retinopati diabetik proliferatif) atau pada iris (rubeosis
iridis)
Perubahan hematologi:
o Peningkatan sifat agregasi trombosit dan peningkatan agregasi
eritrosit yang meningkatkan abnormalitas serum dan viskositas
darah.
o Abnormalitas lipid serum
o Fibrinolisis yang tidak sempurna
o Abnormalitas dari sekresi growth hormone
Perubahan biokimia
o Jalur poliol
Hiperglikemia yang berlangsung lama akan menyebabkan produksi
berlebihan serta akumulasi dari poliol, yaitu senyawa gula dan
alkohol, dalam jaringan termasuk di lensa dan saraf optik. Salah
satu sifat dari senyawa poliol adalah tidak dapat melewati
membran basalis sehingga akan tertimbun dalam jumlah banyak
didalam sel. Senyawa poliol menyebabkan peningkatan tekanan
osmotik sel dan menimbulkan gangguan morfologi maupun
fungsional sel.
o Glikasi nonenzimatik
Glikasi nonenzimatik terhadap protein dan DNA yang terjadi
selama hiperglikemi dapat menghambat aktivitas enzim dan
keutuhan DNA. Protein yang teroglikosilasi membentuk radikal
bebas dan akan menyebabkan perubahan fungsi sel.
o Protein kinase C
Protein kinase C (PKC) diketahui memiliki pengaruh terhadap
pemeabilitas vascular, kontraktilitas, sintesis membrana basalis dan
proliferasi sel vaskular. Dalam kondisi hiperglikemia aktivitas PKC
di retina dan sel endotel meningkat akibat peningkatan sintesis de
novo dari diasilgliserol, suatu regulator PKC yang berasal dari
glukosa.

Faktor lain yang terkait dengan diabetes mellitus yang dapat


mempengaruhi prognosis dari retinopati diabetik seperti;
Arteriosklerosis dan hipertensi
Hipoglikemia atau trauma yang dapat menimbulkan perdarahan mendadak
Hiperlipoproteinemi, mempengaruhi arteriosklerosis sehingga
mempercapat perjalanan penyakit
Kehamilan pada penderita diabetes juvenile yang tergantung pada insulin
dapat menimbulkan perdarahan dan proliferasi.

Frank RN mengemukakan beberapa hipotesis mengenai mekanisme


patogenesis retinopati diabetik:
Tabel 1: Hipotesis mengenai mekanisme patogenesis retinopati diabetik
Mekanisme Cara Kerja Terapi
Aldose reduktase Meningkatkan produksi sorbitol, Aldose reduktase
menyebabkan kerusakan sel inhibitor
Inflamasi Meningkatkan perlekatan leukosit Aspirin
pada endotel kapiler, hipoksia,
kebocoran, edema macula
Protein Kinase C Mengaktifkan VEGF, diaktifkan oleh Inhibitor terhadap
DAG pada hiperglikemia PKC -isoform
Reactive oxygen Menyebabkan kerusakan enzim dan Antioksidan
species komponen sel yang penting untuk
survival
Advanced Mengaktifkan enzim yang merusak Aminoguanidin
glycation end-
product
Nitric oxide Meningkatkan produksi radikal Aminoguanidin
syntase bebas, menghambat ekspresi gen,
menyebabkan hambatan dalam
metabolisme sel
Apoptosis sel Penurunan aliran darah ke retina,
perisit dan sel meingkatkan hipoksia
endotel
VEGF Meningkatkan hipoksia retina, Fotokoagulasi pan
menimbulkan kebocoran, edema retinal
macula, neovaskularisasi
PEDF Menghambat vaskularisasi, menurun
pada hiperglikemia
GH dan IGF-1 Merangsang neovaskularisasi Hipofisektomi, GH-
receptor blocker,
octreotide

Growth hormone
Growth hormone diduga berperan penting pada progresifitas diabetik
retinopathy. Kejadian retinopathy DM ternyata sangat rendah pada wanita dengan
perdarahan post partum akibat nekrosis pituitari. Penemuan ini memicu
dilakukannya ablatio kelenjar pituitari sebagai tindakan pencegahan dan
pengobatan pada retinopathy DM pada tahun 1950. Teknik pengobatan tersebut
sudah dilarang karena ternyata menimbulkan komplikasi sistemik dan seiring
ditemukannya teknik pengobatan laser.

Platelets dan blood viscosity


Berbagai kelainan hematologi pada DM seperti peningkatan agregasi
eritrosit, penurunan deformability eritrosit, meningkatnya agregasi trombosit dan
adhesi memicu gangguan sirkulasi, defek endotel dan oklusi kapiler fokal yang
menyebabkan iskemia retina yang pada akhirnya berkembang menjadi
retinopathy DM.

Aldose reductase dan vasoproliferative factors


DM menyebabkan abnormalitas dari metabolisme glukosa akibat aktivitas
atau produksi insulin yang menurun. Meningkatnya kadar glukosa darah
mempunyai dampak pada perubahan anatomis dan fungsional dari kapiler retina.
Pada DM terjadi persistensi kadar glukosa darah yang tinggi menyebabkan
glukosa yang berlebih dalam aldose reductase pathway terbentuk di jaringan,
yang mengubah gula menjadi alkohol (glukosa menjadi sorbitol, galaktosa
menjadi dulcitol). Perisit intramural pada kapiler retina terkena pengaruh dari
peningkatan kadar gula darah oleh karena kadar aldosteron reduktse yang tinggi
memicu hilangnya fungsi utama dari perisit dalam hal autoregulasi kapiler retina.
Hilangnya fungsi dari perisit menyebabkan kelemahan dinding kapiler sehingga
terbentuk kantung pada dinding kapiler (saccular outpouching of capillary walls)
yang dikenal sebagai mikroaneurisma. Mikroaneurisma merupakan tanda paling
awal untuk deteksi retinopathy DM.

Gambar 2. Fundus pada Background Retinopathy DM dengan gambaran multipel


mikroaneurisma (Bhavsar, 2009)
Ruptur mikroaneurisma menyebabkan perdarahan retina yang dapat terjadi
superfisial (flame-shaped hemorrhages) atau pada lapisan retina yang lebih dalam
(blot and dot hemorrhages).

Gambar 3. Background diabetik retinopathy: blot hemorrhages (kepala panah),


mikroaneurisma (panah pendek) dan hard exudates (panah panjang) (Bhavsar,
2009)

Peningkatan permeabilitas yang terjadi menyebabkan kebocoran cairan


dan material protein yang secara klinis tampak sebagai penebalan retina dan
eksudat. Apabila pembengkakan dan eksudasi mencakup makula maka terjadi
penurunan visus. Edema makula adalah penyebab tersering penurunan visus pada
pasien dengan nonproliferative diabetik retinopathy (NPDR). Gejala tersebut tidak
hanya ditemukan pada pasien denan NPDR namun juga dapat terjadi pada pasien
proliferative diabetik retinopathy (PDR).
Seiring dengan progesifitas penyakitnya dapat terjadi oklusi dari kapiler
retina yang dapat menyebabkan hipoksia. Infark pada nerve fiber layer dapat
menyebabkan terbentukanya cotton-wool spots (CWS) yang berhubungan dengan
stasis pada axoplasmic flow. Keadaan hipoksia retina lebih lanjut menyebabkan
terjadinya mekanisme kompensasi pada mata untuk menjaga suplai oksigen yang
cukup ke jaringan. Kelainan diameter vena seperti venous beading, loops,
dandilation menandakan proses peningkatan hipoksia dan hampir selalu tampak
pada perbatasan dengan area non perfusi.
Intraretinal microvascular abnormalities (IRMA) menandakan adanya
proses pertumbuhan pembuluh darah baru atau remodelling dari pembuluh darah
sebelumnya melalui proliferasi endotel pada jaringan retina yang berperan sebagai
pintas (shunt) melalui daerah non perfusi. Keadaan iskemia retina lebih lanjut
memicu produksi dari faktor vasoproliferatif seperti vascular endothelial growth
factor (VEGF) yang memicu pembentukan pembuluh darah baru.Matriks
ekstraselular pertama-tama dihancurkan dahulu dengan protease dan pembuluh
darah baru kemudian dibentuk melalui penetrasi venula retina pada internal
limiting membrane dan dari jaringan kapiler antara permukaan dalam retina dan
bagian posterior hyaloid (the posterior hyaloid face).

Gambar 4. Neovaskularisasi pada Permukaan Retina (Bhavsar, 2009)

Neovaskularisasi sering ditemukan pada perbatasan area perfusi dan non perfusi
dan juga pada papila nervi opticus. Neovaskularisasi tumbuh menembus
permukaan retina dan ke dalam hyaloid posterior (the scaffold of the posterior
hyaloid face). Pembuluh darah baru tersebut jarang menimbulkan gangguan
visual. Pembuluh darah tersebut rapuh dan bersifat sangat permeabel sehingga
gampang pecah oleh traksi vitreus yang menyebabkan perdarahan ke dalam
vitreus dan ruang pre retina.Neovaskularisasi ini berhubungan dengan
pembentukan jaringan fibroglial. Densitas dari neovaskular meningkat begitu pula
dengan jaringan fibrotik namun pada tahapan yang lebih lanjut pembuluh darah
ini mengalami regresi dan meninggalkan jaringan fibrotik avaskuler yang melekat
pada retina dan hyaloid posterior. Pada saat terjadi kontraksi vitreus makan terjadi
traksi pada retina melalui jaringan fibroglial yang dapat menyebabkan edema
retina, heterotropia retina dan tractional retinal detachments serta retinal tear
formation
PATOFISIOLOGI
Retina, atau disebut juga tunica nervosa bulbi adalah lapisan terdalam dari
bola mata. Merupakan lapisan yang tipis, halus, bening dan tembus pandang.
Menurut fungsinya retina dibagi menjadi:
Pars optica retinae, merupakan bagian retina yag mempunyai sel khusus
penerima rangsang cahaya
Pars coeca retinae, merupakan bagian dari retina yang tidak mempunyai
sel khusus. Termasuk disini yaitu:
o Pars ciliaris retinae
o Pars iridis retinae
Batas antara pars optica dan pars coeca adalah ora serata.
Retina dibagi menjadi 10 lapisan, tetapi hanya 3 lapisan neuron retina
yang menerima, mengintegrasikan dan meneruskan signal visual ke otak sebagai
impuls, yaitu sel fotoreseptor (sel kerucut dan batang), selbipolar, dan sel
ganglion.
Epithelium pigmentalis atau stratum pigmenti retinae
Stratum coni at bacilli
Membrana limitans externa
Stratum granularis externa
Stratum plexiformis externa
Stratum granularis interna
Stratum plexiformis interna
Stratum ganglionaris
Stratum N.optic
Membrana limitans interna
Kesehatan dan aktivitas metabolisme retina sangat tergantung pada
jaringan kapiler retina. Kapiler retina membentuk jaringan yang menyebar
keseluruh permukaan retina kecuali pada fovea. Kelainan dasar dari berbagai
bentuk diabetik retinopati (DR) terletak pada kapiler retina tersebut.
Dinding kapiler retina terdiri dari tiga lapisan dari luar ke dalam yaitu sel
perisit, membrane basalis dan sel endotel. Sel perisit dan sel endotel dihubungkan
oleh pori yang terdapat pada membrane sel yang terletak diantara keduanya.
Dalam keadaan normal, perbandingan jumlah sel perisit dan sel endotel kapiler
retina adalah 1:1, sedangkan pada kapiler perifer yang lain perbandingan tersebut
mencapai 20:1.
Sel perisit berfungsi untuk mempertahankan struktur kapiler, mengatur
kontraktilitas, membantu mempertahankan fungsi barier dan transportasi kapiler
serta mengendalikan proliferasi endotel. Membrane basalis berfungsi sebagai
barier dengan mempertahankan permeabilitas kapiler agar tidak terjadi kebocoran.
Sel endotel saling berikatan erat satu sama lain dan bersama-sama dengan matriks
ekstrasel membentuk barier yang bersifat selektif terhadap beberapa jenis protein
dan molekul kecil termasuk bahan kontras fluorosensi yang digunakan untuk
diagnosis penyakit kapiler retina.
Perubahan histopatologis kapiler retina pada DR dimulai dari penebalan
membrane basalis, hilangnya perisit dan proliferasi endotel dimana pada keadaan
lanjut perbandingan antara sel endotel dan sel perisit dapat mencapai 10:1.
Patofisiologi DR melibatkan 5 proses dasar yang terjadi di tingkat kapiler:
Pembentukan microaneurisma
Peningkatan permeabilitas pembuluh darah
Penyumbatan pembuluh darah
Proliferasi pembuluh darah baru (neovasularisasi) dan jaringan fibrosa di
retina
Kontraksi dan jaringan fibrosis kapiler dan jaringan vitreus.
Penyumbatan dan hilangnya perfusi (nonperfusion) menyebabkan iskemia
retina, sedangkan kebocoran dapat terjadi karena peningkatan permeabilitas
kapiler itu sendiri.
Kebutaan akibat DR dapat terjadi melalui beberapa mekanisme berikut
Edema macula atau nonperfusi kapiler
Pembentukan pembuluh darah baru pada DR proliferative dan kontraksi
jaringan fibrosis yang menyebabkan ablation retina (retinal detachment)
Pembuluh darah baru yang terbentuk menimbulkan perdarahan preretina
dan vitreus
Pembentukan pembuluh darah baru dapat menimbulkan glaucoma
Mula-mula didapatkan kelainan pada kapiler vena, dimana dindingnya
menebal dan mempunyai afinitas yang besar terhadap fluoresein.Keadaan ini
menebal, untuk waktu yang lama tanpa mengganggu penglihatan. Dengan
melemahnya dinding kapiler, maka akan mudah terbentuk mikroaneurisma. Mula-
mula keadaan ini terlihat pada daerah kapiler vena sekitar macula, yang tampak
sebagai titik-titik merah (dots) pada oftalmoskopi. Adanya 1-2 mikroaneurisma
sudah cukup untuk mendiagnosis DR. Pada keadaan lanjut mikroaneurisma
didapatkan sama banyak pada kapiler retina maupun arteri. Mikroaneurisma
tersebut menimbulkan kebocoran, yang tempak sebagai edema, eksudat,
perdarahan (dots/ blots).
Adanya edema dapat mengancap ketajaman penglihatan jika terdapat pada
daerah macula.Edema yang ringan dapat diabsorbsi, tetapi yang hebat dan lama
dapat menimbulkan degenerasi kistoid. Bila degenerasi kistoid ini ditemukan pada
makula (cystoid macular edema). Kebutaan yang terjadi adalah ireversibel.
Perdarahan selain akibat kebocoran juga disebabkan oleh karena pecahnya
mikroaneurisma. Kebocoran akibat mikroaneurisma dapat disertai dengan
bocornya lipoprotein, yang tampak sebagai eksudat keras (hard exudates),
menyerupai lilin putih kekuning-kuningan berkelompok seperti lingkaran atau
cincin disekitar macula.
Akibat dari perubahan isi dan dinding pembuluh darah, dapat
menimbulkan peyumbatan yang dimulai di kapiler ke arteriol dan pembuluh darah
besar. Akibat dari penyumbatan dapat timbul hipoksia di ikuti dengan adanya
iskemi kecil, dan timbulnya kolateral. Hipoksia mempercepat timbulnya
kebocoran, neovasularisasi,dan mikroaneurisma yang baru. Akibat hipoksia,
timbul eksudat lunak yang disebut cotton wool spots/ patch yang merupakan
bercak necrosis.
Pembuluh darah vena melebar dengan lumen dan diameter yang tidak
teratur. Disini juga terjadi kebocoran dan penyumbatan, sehingga dapat ditemukan
perdarahan disepanjang pembuluh darah vena. Gangguan aliran darah vena juga
merangsang timbulnya pembuluh darah baru yang dapat timbul dari pembuluh
darah yang ada di papil atau lengkung pembuluh darah, tetapi selanjutnya dapat
timbul dimana saja. Bentuknya dapat berupa gulungan atau berupa rete mirabile.
Letaknya intraretina, menjalar menjadi preretina, intravitreal. Neovaskularisasi
preretina dapat diikuti oleh proliferasi sel glia. Dapat juga timbul arterio-venous
shunts yang abnormal akibat pengurangan aliran darah arteri karena obstruksi
arteriol.
Neovaskularisasi disertai dengan tingkat kebocoran yang tinggi, kemudian
diikuti dengan jaringan proliferasi. Bila jaringan fibrovaskuler ini mengkerut
dapat menimbulkan perdarahan dan juga tarikan pada retina sehingga dapat
menyebabkan ablasi retina tipe tarikan, dengan atau tanpa robekan. Hal ini dapat
menimbulkan penurunan ketajaman penglihatan sampai kebutaan.
Perdarahan yang timbul dalam badan kaca dapat menyebabkan glaucoma
hemoragikum yang sangat sakit dan cepat menimbulkan kebutaan.
Neovaskularisasi dapat timbul pada iris yang disebut dengan rubeosis iridis, yang
dapat menimbulkan glaucoma sudut terbuka akibat tertutupnya sudut iris oleh
pembuluh darah baru atau dapat juga karena pecahnya rubeoisis iridis.

KLASIFIKASI

Berkaitan dengan prognosis dan pengobatan, DR menurut Early Treatment


Diabetik Retinopathy Study dibagi menjadi:
Gambar 5. Stadium Retinopati Diabetik

1. Retinopati Diabetik Non Proliferatif, atau dikenal juga dengan


Background Diabetik Retinopathy. Ditandai dengan: mikroaneurisma,
perdarahan retina, eksudat, IRMA, dan kelainan vena
a. Minimal: terdapat 1 tanda berupa dilatasi vena, mikroaneurisma,
perdarahan intraretina yang kecil atau eksudat keras
b. Ringan-sedang: terdapat 1 tanda berupa dilatasi vena derajat
ringan, perdarahan, eksudat keras, cotton wool spots, IRMA
c. Berat: terdapat 1 tanda berupa perdarahan dan mikroaneurisma
pada 4 kuadran retina, dilatasi vena pada 2 quadran atau IRMA
pada 1 quadran
d. Sangat berat: ditamukan 2 tanda pada derajat berat.
2. Retinopati Diabetik Proliferatif. Ditandai dengan neovaskularisasi.
a. Ringan (tanpa resiko tinggi): bila ditemukan minimal adanya
neovaskular pada discus (NVD) yang mencakup < dari daerah
diskus tanpa disertai perdarahan preretina atau vitreus, atau
neovaskularisasi dimana saja diretina (NVE) tanpa disertai
perdarahan preretina atau vitreus.
b. Berat (resiko tinggi): apabila ditemukan 3 atau 4 dari faktor resiko
sebagai berikut
i. Ditemukan NVE
ii. Ditemukan NVD
iii. Pembuluh darah baru yang tergolong sedang atau berat
yang mencakup > daerah diskus
iv. Perdarahan vitreus
Adanya pembuluh darah baru yang jelas pada discus opticus atau
setiap adanya pembuluh darah baru yang disertai perdarahan,
merupakan 2 gambaran yang paling seing ditemukan pada
retinopati proliferative resiko tinggi.

Airlie House Convention membagi DR menjadi 3:


1. Stadium nonproliferatif
2. Stadium preproliferatif
3. Stadium proliferatif

Pembagian stadium menurut Daniel Vaughan dkk:


Stadium I
Mikroaneurisma yang merupakan tanda khas, tampak sebagai perdarahan
bulat kecil didaerah papil dan macula
o Vena sedikit melebar
o Histologis didapatkan mikroaneurisma dikapiler bagian vena
didaerah nuclear luar

Stadium II
o Vena melebar
o Eksudat kecil-kecil, tampak seperti lilin, tersebar atau terkumpul
seperti bunga (rosette) yang secara histologis terletak didaerah
lapisan plexiform luar
Stadium III
Stadium II dan cotton wool patches, sebagai akibat iskemia pada arteriol
terminal. Diduga bahwa cotton wool patches terdapat bila disertai
retinopati hipertensif atau arteriosklerose.
Stadium IV
Vena-vena melebar, cyanosis, tampak sebagai sosis, disertai dengan
sheathing pembuluh darah. Perdarahan nyata besar dan kecil, terdapat pada
semua lapisan retina, dapat juga preretina.
Stadium V
Perdarahan besar diretina dan preretina dan juga didalam badan kaca yang
kemudian diikuti dengan retinitis proliferans, akibat timbulnya jaringan
fibrotic yang disebtai dengan neovaskularisasi. Retinitis proliferans ini
melekat pada retina yang bila mengkerut dapat menimbulkan ablasi retina
dan dapat mengakibatkan terjadinya kebutaan total.

Klasifikasi menurut FKUI


Derajat I: terdapat mikroaneurisma dengan atau tanpa fatty exudates pada
fundus okuli
Derajat II: terdapat mikroaneurisma, perdarahan bintik dan bercak dengan
atau tanpa fatty exudates pada fundus okuli
Derajat III: terdapat mikroaneurisma, perdarahan bintik dan bercak,
neovaskularisasi, proliferasi pada fundus okuli.
Jika gambaran fundus dikedua mata tidak sama, maka penderita tergolong
pada derajat berat.

GEJALA KLINIS

Gejala subjekif yang dapat ditemui berupa:


Kesulitan membaca
Penglihatan kabur
Penglihatan tiba-tiba menurun pada satu mata
Melihat lingkaran cahaya
Melihat bintik gelap dan kelap-kelip

Gejala objektif yang dapat ditemukan pada retina:


Mikroaneurisma, merupakan penonjololan dinding kapiler terutama daerah
vena dengan bentuk berupa bintik merah kecil yang terletak dekat
pembuluh darah terutama polus posterior
Perdarahan dapat dalam bentuk titik, daris dan becak yang biasanya
terletak dekat mikroaneurisma di polus posterior.
o Retinal nerve fiber layer haemorrhage (flame shapped). Terletak
superficial, searah dengan nerve fiber.
o Intraretinal haemorrhages. Dot-blot haemorrhage terletak pada end
artery, dilapisan tengah dan compact.
Dilatasi pembuluh darah dengan lumen yang ireguler dan berkelok-kelok
Hard exudates yang merupakam infiltrasi lipid kedalam retina.
Gamabarannya kekuning-kuningan, pada permulaan eksudat pungtata,
membesar kemudian bergabung. Eksudat ini dapat muncul dan hilang
dalam beberapa minggu.
Soft exudates (cotton wool patches). Pada pemeriksaan oftalmoskopi akan
terlihat becak kuning bersifat difus dan berwarna putih. Biasanya terletak
dibagian tepi daerah nonirigasi dan dihubungkan dengan iskemia retina.
Neovaskularisasi. Terletak pada permukaan jaringan. Tampak sebagai
pembuluh yang berkelok-kelok, dalam, berkelompok, dan ireguler. Mula-
mula terletak pada jaringan retina, kemudian berkembang kearah
preretinal, ke badan kaca. Jika pecah dapat menimbulkan perdarahan
retian, perdarahan subhialoid (preretinal) maupun perdarahan badan kaca.
Edema retina dengan tanda hilangnya gambaran retina terutama daerah
macula sehingga sangat mengganggu tajam pengelihatan.

PEMERIKSAAN KLINIS

Anamnesis
Pada tahap awal retinopathy DM tidak didapatkan keluhan. Pada tahap
lanjut dari perjalanan penyakit ini, pasien dapat mengeluhkan penurunan tajam
penglihatan serta pandangan yang kabur.

Pemeriksaan oftalmologi
Temuan pemeriksaan oftalmologi pada retinopathy DM dapat dibagi menurut
Diabetik Retinopathy Severity Scale :
Tidak tampak adanya tanda-tanda retinopathy
Nonproliferative retinopathy
Retinopathy DM merupakan progressive microangiopathy yang
mempunyai karakteristik pada kerusakan pembuluh darah kecil dan oklusi.
Kelainan patologis yang tampak pada awalnya berupa penebalan membran
basement endotel kapiler dan reduksi dari jumlah perisit. Kapiler
berkembang dengan gambaran dot-like outpouchings yang disebut
mikroaneurisma. Perdarahan dengan gambaran flame-shaped tampak jelas.
o Mild nonproliferative retinopathy ditandai dengan
ditemukannya minimal 1 mikroaneurisma. Pada moderate
nonproliferative retinopathy terdapat mikroaneurisma ekstensif,
perdarahan intra retina, venous beading, dan/ atau cotton wool
spots. Kriteria lain juga menyebutkan pada Mild
nonproliferative retinopathy: kelainan yang ditemukan hanya
adanya mikroaneurisma dan moderate nonproliferative
retinopathy dikategorikan sebagai kategori antara mild
dansevereretinopathy DM.
o Severe nonproliferative retinopathyditandai dengan
ditemukannya cotton-wool spots, venous beading, and
intraretinal microvascular abnormalities (IRMA). Hal tersebut
didiagnosis pada saat ditemukan perdarahan retina pada 4
kuadran, venous beading dalam 2 kuadran atau IRMA pada 1
kuadran. Kriteria lain menyebutkan proliferative diabetik
retinopathy dikategorikan jika terdapat 1 atau lebih:
neovaskularisasi (seperti pada : iris, optic disc, atau di tempat
lain), atau perdarahan retina/ vitreus.
Proliferative Retinopathy
Komplikasi yang terberat dari DM pada mata pada proliferative
diabetik retinopathy. Iskemia retina yang progresif menstimulasi
pembentukan pembuluh darah baru yang menyebabkan kebocoran serum
protein yang banyak. Early proliferative diabetik retinopathy memiliki
karakteristik munculnya pembuluh darah baru pada papila nervi optikus
(new vessels on the optic disk (NVD)) atau pada tempat lain di retina.
Kategori high-risk ditandai dengan pembuluh darah baru pada papila yang
meluas melebihi satu per tiga dari diameter papila, pembuluh darah
tersebut berhubungan dengan perdarahan vitreus atau pembuluh darah
baru manapun di retina yang meluas melebihi setengah diameter papila
dan berhubungan dengan perdarahan vitreus.
Pembuluh darah baru yang rapuh berproliferasi pada sisi posterior
dari vitreus dan tampak terangkat ketika vitreus mulai menarik retina.
Apabila terjadi perdarahan maka perdarahan vitreus yang masif akan
menyebabkan hilangnya penglihatan yang mendadak. Resiko
berkembangnya neovaskularisasi dan perdarahan retina dimulai ketika
terjadinya complete posterior vitreous detachment. Pada mata dengan
proliferative diabetik retinopathy dan adhesi vitreoretinal yang persisten
dapat berkembang proses fibrotik dan membentuk ikatan fibrovaskular
yang menyebabkan traksi vitreoretina. Hal tersebut dapat menyebabkan
progressive traction retinal detachment atau apabila terjadi robekan retina
maka telah terjadi rhegmatogenous retinal detachment.
Perkembangan selanjutnya dari DM pada mata yaitu dapat terjadi
kompllikasi: iris neovascularization (rubeosis iridis) dan neovascular
glaucoma. Proliferative diabetik retinopathy berkembang pada 50%
penderita diabetes tipe I dalam waktu 15 tahun sejak timbulnya penyakit
sistemik mereka. Hal ini kurang lazim pada penderita diabetes tipe II,
tetapi karena ada lebih banyak pasien dengan diabetes tipe II, lebih banyak
pasien dengan proliferative diabetik retinopathy memiliki tipe II dari tipe I
diabetes.
Gambar 6.Moderate nonproliferative diabetik retinopathy dengan
mikroaneurisma dan cotton-wool spots (Ehlers, Shah, 2008)

Gambar 7.Proliferative Diabetik Retinopathy dengan neovaskularisasi dan


scattered microaneurysm (Ehlers, Shah, 2008)

Gambar 8. Proliferative Diabetik Retinopathy dengan neovaskularisasi pada


diskus optikus (Ehlers, Shah, 2008)

Diabetik maculopathy dan Diabetik macular edema (DME)


Diabetik maculopathy tampak sebagai penebalan retina fokal atau
difus yang diakibatkan oleh rusaknya inner bloodretinal barrier pada
endotel kapiler retina yang memicu terjadinya kebocoran plasma ke
sekeliling retina. Hal tersebut lebih sering ditemukan pada DM tipe II dan
memerlukan terapi. Diabetik maculopathy dapat diakibatkan iskemia yang
ditandai dengan edema makula, perdarahan yang dalam dan eksudasi. FFA
menunjukkan hilangnya kapiler retina dan bertambah luasnya daerah
avaskular pada fovea. Dapat terjadi pada tiap tahapan dari retinopathy DM.
Edema makula yang signifikan secara klinis (Clinically significant
macular edema (CSME)) ditetapkan apabila teradapat satu dari beberapa
kriteria berikut :
o Penebalan retina dalam jarak 500 m (satu per tiga ukuran disc) dari
fovea centralis.
o Hard exudates pada jarak 500 m dari fovea centralis apabila
berhubungan dengan penebalan retina.
o Penebalan retina lebih besar dari ukuran disc dan bagian dari
penebalan itu mencakup area disc pada fovea centralis.

Gambar 9. Nonproliferative Diabetik Retinopathy dengan edema macula


signifikan (Ehlers, Shah, 2008)
Gambar 10. Gambaran edema makula (Ehlers, Shah, 2008)

DIAGNOSIS BANDING

Branch Retinal Vein Occlusion


Central Retinal Vein Occlusion
Macular drussen: Bilateral, titik kekuningan focal yang dapat di salah
artikan sebagai hard exudate. Namun pada kelainan ini, titik-titik tersebut
tidak membentuk sebagai rosette.
Hypertensive retinopathy: terdapat tanda khas yang berupa oedema retinal
bilateral, terdapat eksudat keras dan flame shapped haemorrages dan dapat
bersamaan dengan adanya BDR (background diabetik retinopathy).
Namun hard exudates membentuk macular star dan tidak membentuk
cincin.
Retinal artery macroaneurysm: terdapat oedem retina, hard exudates, dan
haemorrhages, namun biasanya unilateral dan perubahan lebih terlokalisir.
Ocular Ischemic Syndrome.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium
Glukosa puasa dan Hemoglobin A1c (HbA1c) merupakan tes laboratorium
yang sangat penting yang dilakukan untuk membantu mendiagnosis diabetes.
Kadar HbA1c juga penting pada follow-up jangka panjang perawatan pasien
dengan diabetes dan retinopati diabetik. Mengontrol diabetes dan
mempertahankan level HbA1c pada range 6-7% merupakan sasaran pada
manajemen optimal diabetes dan retinopati diabetik. Jika kadar normal
dipertahankan, maka progresi dari retinopati diabetik bisa berkurang secara
signifikan.

Pencitraan
Angiografi fluoresensi fundus (Fundus Fluorescein Angiography (FFA))
merupakan pemeriksaan tambahan yang tidak terhingga nilainya dalam diagnosis
dan manajemen retinopathy DM :
o Mikroaneurisma akan tampak sebagai hiperfluoresensi pinpoint
yang tidak membesar tetapi agak memudar pada fase akhir tes.
o Perdarahan berupa noda dan titik bisa dibedakan dari
mikroaneurisma karena mereka tampak hipofluoresen.
o Area yang tidak mendapat perfusi tampak sebagai daerah gelap
homogen yang dikelilingi pembuluh darah yang mengalami oklusi.
o IRMA (Intra Retinal Microvascular Abnormality) tampak sebagai
pembuluh darah yang tidak bocor, biasanya ditemukan pada batas
luar retina yang tidak mendapat perfusi.

Gambar 11. Gambaran FFA pada Retinopathy DM


Tes lainnya
Tes yang lain meliputi optical coherence tomography (OCT), yang
menggunakan cahaya untuk menghasilkan bayangan cross-sectional dari
retina. Uji ini digunakan untuk menentukan ketebalan retina dan ada atau tidaknya
pembengkakan di dalam retina akibat tarikan vitreomakular. Tes ini juga
digunakan untuk diagnosis dan penatalaksanaan edema makular diabetik atau
edema makular yang signifikan secara klinis.

Gambar 12. Optical Coherence Tomography Menunjukaan Abnormalitas


Ketebalan Retina

PENATALAKSANAAN

Perawatan Medis
Pengendalian glukosa: pengendalian glukosa secara intensif pada pasien
dengan DM tergantung insulin (IDDM) menurunkan insidensi dan progresi
retinopathy DM. Walaupun tidak ada uji klinis yang sama untuk pasien dengan
DM tidak tergantung insulin (NIDDM), sangat logis untuk mengasumsikan bahwa
prinsip yang sama bisa diterapkan. Faktanya semua diabetes (NIDDM dan IDDM)
harus mempertahankan level hemoglobin terglikosilasi kurang dari 7% untuk
mencegah atau paling tidak meminimalkan kompilkasi jangka panjang dari DM
termasuk retinopathy DM.
Terapi Bedah
Diperkenalkannya fotokoagulasi laser pada tahun 1960an dan awal 1970an
menyediakan modalitas terapi noninvasif yang memiliki tingkat komplikasi yang
relatif rendah dan derajat kesuksesan yang signifikan. Metodenya adalah dengan
mengarahkan energi cahaya dengan fokus tinggi untuk menghasilkan respon
koagulasi pada jaringan target. Pada nonproliferative diabetik retinopathy
(NPDR), terapi laser diindikasikan pada terapi CSME. Strategi untuk mengobati
edema macular tergantung dari tipe dan luasnya kebocoran pembuluh darah.
Jika edema adalah akibat dari kebocoran mikroaneurisma spesifik,
pembuluh darah yang bocor diterapi secara langsung dengan fotokoagulasi
laser fokal.
Pada kasus dimana fokus kebocoran tidak spesifik, pola grid dari laser
diterapkan.
Terapi lainnya yang potensial untuk diabetik macular edema (DME)
meliputi intravitreal triamcinolone acetonide dan bevacizumab. Kedua
medikasi ini bisa menyebabkan penurunan atau resolusi macular edema.
Fokus pengobatan bagi pasien retinopathy DM non proliferative tanpa
edema makula adalah pengobatan terhadap hiperglikemia dan penyakit sistemik
lainnya. Terapi laser argon fokal terhadap titik-titik kebocoran retina pada pasien
yang secara klinis menunjukkan edema bermakna dapat memperkecil resiko
penurunan penglihatan dan meningkatkan fungsi penglihatan. Sedangkan mata
dengan edema makula diabetik yang secara klinis tidak bermakna maka biasanya
hanya dipantau secara ketat tanpa terapi laser.
Untuk proliferative retinopathy DM biasanya diindikasikan pengobatan
dengan fotokoagulasi panretina laser argon, yang secara bermakna menurunkan
kemungkinan perdarahan masif korpus vitreum dan pelepasan retina dengan cara
menimbulkan regresi dan sebagian kasus dapat menghilangkan pembuluh-
pembuluh baru tersebut. Kemungkinan fotokoagulasi panretina laser argon ini
bekerja dengan mengurangi stimulus angiogenik dari retina yang mengalami
iskemik. Tekniknya berupa pembentukan luka-luka bakar laser dalam jumlah
sampai ribuan yang tersebar berjarak teratur di seluruh retina, tidak mengenai
bagian sentral yang dibatasi oeh diskus dan pembuluh vaskular temporal utama.
Di samping itu peran bedah vitreoretina untuk proliferative retinopathy
DM masih tetap berkembang, sebagai cara untuk mempertahankan atau
memulihkan penglihatan yang baik.

Gambar 13. Laser Fotokoagulasi


Diet
Diet makan yang sehat dengan makanan yang seimbang penting untuk
semua orang dan terutama untuk pasien diabetes. Diet seimbang bisa membantu
mencapai pengontrolan berat badan yang lebih baik dan juga pengontrolan
diabetes.

Aktivitas
Mempertahankan gaya hidup sehat dengan olah raga yang teratur penting
untuk semua individu, terutama individu dengan diabetes. Olah raga bisa
membantu dengan menjaga berat badan dan dengan absorpsi glukosa perifer. Hal
ini dapat membantu meningkatkan kontrol terhadap diabetes, dan dapat
menurunkan komplikasi dari diabetes dan retinopathy DM.

Medikamentosa
Beberapa obat-obatan yang belum resmi digunakan untuk terapi retinopati
diabetik. Obat-obatan ini dimasukkan ke dalam mata melalui injeksi intravitreus.
Intravitreal triamcinolone digunakan dalam terapi edema makular diabetik.
Uji klinis dari Diabetik Retinopathy Clinical Research Network
menunjukkan bahwa, walaupun terjadi penurunan pada edema makular setelah
triamcinolone intravitreal tetapi efek ini tidak secepat yang dicapai dengan terapi
laser fokal.Sebagai tambahan, triamcinolone intravitreal bisa memiliki beberapa
efek samping, seperti respon steroid dengan peningkatan tekanan intraocular dan
katarak.
Obat-obatan lain yang digunakan pada praktek klinis dan uji klinis
meliputi bevacizumab intravitreal dan ranibizuma. Obat-obatan ini merupakan
fragmen antibodi dan antibodi VEGF. Mereka bisa membantu mengurangi edema
makular diabetik dan juga neovaskularisasi diskus atau retina. Kombinasi dari
beberapa obat-obatan ini dengan terapi laser fokal sedang diinvestigasi dalam uji
klinis.

PERJALANAN KLINIS DAN PROGNOSIS

Pasien DRNP minimal dengan hanya ditandai mikroaneurisma yang jarang


memiliki prognosis baik sehingga cukup dilakukan pemeriksaan ulang
setiap 1 tahun.
Pasien yang tergolong DRNP sedang tanpa disertai oedema macula perlu
dilakukan pemeriksaan ulang setiap 6-12 bulan karena sering bersifat
progresif.
Pasien DRNP derajat ringan sampai sedang dengan disertai edema macula
yang secara klinik tidak signifikan perlu dilakukan pemeriksaan ulang
setiap 4-6 bulan karena dapat berkembang menjadi clinically significant
macular edema (CSME).
Untuk pasien DRNP dengan CSME harus dilakukan fotokoagulasi.
Dengan terapi fotokoagulasi, resiko kebutaan untuk grup pasien ini dapat
berkurang 50%.
Pasien DRNP berat beresiko tinggi untuk menjadi DRP. Separuh dari
pasien DRNP berat akan berkembang menjadi DRP dalam 1 tahun adalah
75% dimana 45% diantaranya tergolong DRP resiko tinggi. Oleh sebab itu
pasien DRNP sangat berat perlu dilakukan pemeriksaan ulangan tiap 3-4
bulan.
Pasien dengan DRP resiko tinggi harus segera diterapi fotokoagulasi.
Teknik yang dilakukan adalah scatter photocoagulation
Pasien DRP resiko tinggi yang disertai CSME terapi mula-mula
menggunakan metode focal atau panretinal (scatter). Oleh karena metode
fotokoagulasi metode panretina dapat menimbulkan eksaserbasi dari
edema macula, maka untuk terapi dengan metode ini harus dibagi menjadi
2 tahap.
Adapun faktor-faktor yang dapat mempengaruhi prognosis:
Faktor prognostik yang menguntungkan
o Eksudat yang sirkuler.
o Kebocoran yang jelas/berbatas tegas.
o Perfusi sekitar fovea yang baik.
Faktor prognostik yang tidak menguntungkan
o Edema yang difus / kebocoran yang multiple.
o Deposisi lipid pada fovea.
o Iskemia macular.
o Edema macular kistoid.
o Visus preoperatif kurang dari 20/200.
o Hipertensi.
DAFTAR PUSTAKA

1. Bhavsar AR., Drouilhet JH. 2009. Background Retinopathy Diabetik.


Diunduh dari: www.e-medicine.com.
2. Bhavsar AR., Drouilhet JH. 2009. Proliferative Retinopathy Diabetik.
Diunduh dari: www.e-medicine.com.
3. Crick RP., Khaw PT. 2003. A Text Book of Clinical Ophtalmology. 3rd
edition. Singapore: World Scientific Publishing Co. Pte. Ltd.
4. Ehlers JP., Shah CP. 2008. Wills Eye Manual, The: Office and Emergency
Room Diagnosis and Treatment of Eye Disease. 5th Edition. New York:
Lippincott Williams & Wilkins.
5. Eva PR., Whitcher JP. 2008. Vaughan & Asbury's General Ophthalmology.
17th Edition. New York: The McGraw-Hill Companies.
6. Ilyas S., Yulianti SR. 2014. Ilmu Penyakit Mata. Edisi Kelima. Jakarta:
Badan Penerbit FKUI.

Anda mungkin juga menyukai