Neuritis Optic
Pembimbing :
Penyusun :
JAKARTA
1
I. STATUS PASIEN
I. IDENTITAS
Nama : Tn. M
Jenis kelamin : Laki-laki
Umur : 17 tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : SMA
Tanggal pemeriksaan : 10 Maret 2017
II. ANAMNESA
Anamnesis : Autoanamnesis.
Pasien sempat mengobati dengan mata kanannya dengan obat tetes mata
namun tidak ada perubahan. Pasien juga merasakan pusing. Mata kanan tidak
merah dan gatal. Tidak ada keluhan pada mata kiri. Pasien memelihara hewan
seperti kucing, burung dan hewan ternak lainnya.
Riwayat penyakit dahulu :
Pasien tidak memiliki riwayat hipertensi, kencing manis ,trauma pada kedua
mata maupun alergi. Pasien baru pertama kali mengalami keluhan seperti ini.
Keluarga pasien tidak ada yang memiliki keluhan yang sama dengan pasien.
PEMERIKSAAN FISIK
a. Status generalis:
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis
Tanda-tanda vital
2
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Nadi : 80x per menit
Suhu : Afebris
Laju pernafasan : 20x per menit
Kepala : Normocephal
THT : Dalam batas normal
Leher : Dalam batas normal
Jantung : Dalam batas normal
Paru : Dalam batas normal
Abdomen : Dalam batas normal
b. Status oftalmologis
KETERANGAN OD OS
1. VISUS
Tajam penglihatan S 6/24 C 6/24
Addisi - -
Distansia Pupil 66/64
2. KEDUDUKAN BOLA MATA
Eksoftalmus Tidak ada Tidak ada
Endoftalmus Tidak ada Tidak ada
Deviasi Tidak ada Tidak ada
Gerakan mata Baik ke segala arah Baik ke segala arah
3. SUPRA SILIA
Warna Hitam Hitam
Letak Simetris Simetris
4. PALPEBRA SUPERIOR DAN INFERIOR
Edema Tidak Ada Tidak Ada
Nyeri tekan Tidak Ada Tidak Ada
Ektropion Tidak Ada Tidak Ada
Entropion Tidak Ada Tidak Ada
Blefarospasme Tidak Ada Tidak Ada
Trikiasis Tidak Ada Tidak Ada
Sikatriks Tidak Ada Tidak Ada
3
Hordeolum Ada Tidak Ada
Kalazion Tidak Ada Tidak Ada
Ptosis Tidak Ada Tidak Ada
5. KONJUNGTIVA TARSAL SUPERIOR DAN INFERIOR
Hiperemis Tidak Ada Tidak Ada
Folikel Tidak Ada Tidak Ada
Papil Tidak Ada Tidak Ada
Sikatriks Tidak Ada Tidak Ada
Anemia Tidak Ada Tidak Ada
Kemosis Tidak Ada Tidak Ada
6. KONJUNGTIVA BULBI
Injeksi konjungtiva Tidak Ada Tidak Ada
Injeksi siliar Tidak Ada Tidak Ada
Perdarahan subkonjungtiva Tidak Ada Tidak Ada
Pterigium Tidak Ada Tidak Ada
Pinguekula Tidak Ada Tidak Ada
Nervus pigmentosus Tidak Ada Tidak Ada
7. SISTEM LAKRIMALIS
Punctum lakrimal Terbuka Terbuka
Tes Anel Tidak Dilakukan Tidak Dilakukan
8. SKLERA
Warna Putih Putih
Ikterik Tidak Ada Tidak Ada
9. KORNEA
Kejernihan Jernih Jernih
Permukaan Licin Licin
Sensibilitas Baik Baik
Infiltrat Tidak ada Tidak ada
Ulkus Tidak ada Tidak ada
Perforasi Tidak ada Tidak ada
4
Arkus senilis Ada Ada
Edema Tidak ada Tidak ada
10.BILIK MATA DEPAN
Kedalaman Dalam Dalam
Kejernihan Jernih Jernih
Hifema Tidak ada Tidak ada
Hipopion Tidak ada Tidak ada
11.IRIS
Warna Coklat Coklat
Kriptae Jelas Jelas
Bentuk Bulat Bulat
Sinekia Tidak ada Tidak ada
Koloboma Tidak ada Tidak ada
12.PUPIL
Letak Sentral Sentral
Bentuk Bulat Bulat
Ukuran Sulit dinilai Sulit dinilai
Refleks cahaya langung + +
Refleks cahaya tidak
- +
langsung
13.LENSA
Kejernihan Jernih Jernih
Letak Di tengah Di tengah
Tes Shadow - -
14.BADAN KACA
Kejernihan Jernih Jernih
15.FUNDUS OKULI
a. Reflex fundus + +
b. Papil
o Bentuk Sulit dinilai Bulat
o Warna Sulit dinilai -
5
o Batas Sulit dinilai Tegas
o C/D Ratio - -
c. A/V Ratio - -
d. Retina
o Edema Tidak ada Tidak ada
o Perdarahan Tidak ada Tidak ada
o Exudat + Tidak ada
o Sikatriks Tidak ada Tidak ada
e. Makula lutea - -
o Refleks fovea - -
o Edema - -
o Pigmentosa - -
16.PALPASI
Nyeri tekan + Tidak Ada
Massa tumor Tidak Ada Tidak Ada
III. RESUME:
Pasien datang ke Poli Klinik Mata RSAL dengan keluhan mata
sebelah kanan mendadak kabur sejak 5 hari smrs. Mata kanan juga nyeri
saat di tekan
Pasien sempat mengobati dengan mata kanannya dengan obat tetes
mata namun tidak ada perubahan. Pasien juga merasakan pusing. Mata
kanan tidak merah dan gatal. Tidak ada keluhan pada mata kiri. Pasien
memelihara hewan seperti kucing, burung dan hewan ternak lainnya.
KETERANGAN OD OS
FUNDUS OKULI
Warna Papil Sulit dinilai -
Exudat Retina + -
6
- Neuritis Optik OD
V. DIAGNOSIS BANDING:
- Neuritis retrobulbar
VI. ANJURAN PEMERIKSAAN:
1. Pemeriksaan perimeter atau kampimeter
2. Pemeriksaan laboratorium (IgM dan IgG toxoplasmosis)
VII. PENATALAKSANAAN:
Medikamentosa :
- Bactrim forte 2 x 1
- Metilprednisolon 8 mg 3 x 1
- Floxa 5 x 1 OD
- Kontrol kembali
1. PROGNOSIS
a. Ad vitam : ad bonam
b. Ad fungsionam : ad bonam
c. Ad sanationam : ad bonam
BAB II
7
TINJAUAN PUSTAKA
Nervus optikus adalah saraf yang membawa rangsang dan retina menuju otak. Saraf
optik terdiri dari 1 juta lebih akson-akson yang berasal dari lapisan sel ganglion retina yang
memanjang ke arah korteks oksipital. Panjang saraf optik berkisar antara 35-55 mm (rata-rata
40 mm) dan secara anatomis terbagi menjadi segmen intaokular, intraorbital, intrakanalikular
serabut saraf superfisial, bagian prelaminar, laminar (lamina kribosa) dan retrolaminar. Papil
saraf optik (diskus optik) merupakan bagian prelaminar saraf optik berbentuk oval, 1,5 mm
8
horizontal dan 1,75 mm vertikal dengan cekungan (cup shaped depression) agak ke
temporal.4,6
Segmen intraorbita saraf optik berukuran panjang 25-30 mm, lebih panjang dari jarak
antara belakang bola mata dan apeks orbita sehingga dapat bebas bergerak pada pergerakan
bola mata. Pada apeks orbita segmen saraf optik dikelilingi oleh anulus Zinn sebelum
berlanjut ke kanal optik. Saraf optik berjalan kearah porteromedial dan meninggalkan orbita
melalui foramen optik (optic ring) menuju kanal optik. Nervus optikus pars intraorbita
diperdarahi oleh cabang-cabang intraneural dan cabang-cabang pial dari arteri retina
sentral.4,6
Segmen intrakanalikular yang terdapat di dalam kanalis optik memiliki panjang 4-10
mm. Kanalis optik dibentuk oleh tulang sphenoid parva minor. Bagian ini diperdarahi oleh
Segmen Intrakranial memiliki panjang sekitar 10 mm, antara kanalis optik sampai
kiasma optikum. Bagian ini berjalan di atas arteri oftalmika, sebelah superomedial arteri
Secara fungsional rangsang visual ditangkap oleh retina (sebagai stasiun I). kemudian
diteruskan melalui serabut saraf otak kedua (saraf optik). Saraf optik yang berasal dan sisi
nasal kedua mata akan menyilang di daerah kiasma opikum sedangkan yang berasal dari sisi
temporal tidak bersilangan di daerah kiasmaini. Selanjutnya serabut saraf ini akan
melanjutkan perjalanannya sebagai traktus optikum. Traktus optikus ini selanjutnya menuju
ke thalamus sebagai kumpulan sel-sel saraf yang mengolah dan bertindak sebagai stasiun
informasi ke II. Bagian thalamus yang berhubungan dengan fungsi visual disebut Corpus
9
Geniculaturn Laterale (CGL). Stasiun ke II ini bertugas menyampaikan informasi ke korteks
serebri bagian oksipital. Dengan sampainya informasi ke korteks penglihatan akan hal-hal
yang terlihat oleh mata dapat disadari. Dari stasiun ke II ini informasi visual juga disebarkan
Pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk mengevaluasi fungsi nervus II, yaitu: 4,11
1. Pemeriksaan visus
Pemeriksaan visus dilakukan dengan membaca kartu Snellen pada jarak 6 meter.
pinhole untuk menyingkirkan kelainan visus akibat gangguan refraksi. Penilaian diukur dari
barisan terkecil yang masih dapat dibaca oleh pasien dengan benar, dengan nilai normal visus
adalah 6/6. Apabila pasien hanya bisa membedakan gerakan tangan pemeriksa maka visusnya
adalah 1/300, sedangkan apabila pasien hanya dapat membedakan kesan gelap terang
Pemeriksaan refleks pupil atau refleks cahaya terdiri dari reaksi cahaya langsung dan
tidak langsung (konsensual). Refleks cahya langsung maksudnya adalah mengecilnya pupil
(miosis) pada mata yang disinari cahaya. Sedangkan refleks cahaya tidak langsung atau
konsensual adalah mengecilnya pupil pada mata yang tidak disinari cahaya.
10
Dua jenis cara pemeriksaan lapang pandang yaitu pemeriksaan secara kasar (tes
konfrontasi) dan pemeriksaan yang lebih teliti dengan menggunakan kampimeter atau
perimeter. Pemeriksaan lapang pandang bertujuan untuk memeriksa batas perifer penglihatan,
yaitu batas dimana benda dapat dilihat bila mata difiksasi pada satu titik. Lapang pandang
yang normal mempunyai bentuk tertentu dan tidak sama ke semua jurusan, misalnya ke
lateral kita dapat melihat 90 100 dari titik fiksasi, ke medial 60 , ke atas 50 60 dan ke
bawah 60 75 .
Jika terdapat lesi di sepanjang lintasan nervus optikus (N.II) hingga korteks sensorik,
akan menunjukkan gejala gangguan penglihatan yaitu pada lapang pandag. Lesi pada nervus
optikus akan mengakibatkan kebutaan atau anopsia pada mata yang disarafinya. Hal ini
disebabkan karena penyumbatan arteri centralis retina yang mendarahi retina tanpa kolateral,
ataupun arteri karotis interna yang akan bercabang menjadi arteri oftalmika yang kemudian
menjadi arteri centralis retina. Kebutaan tersebut terjadi tiba-tiba dan disebut amaurosis
fugax. Lesi pada bagian medial kiasma akan menghilangkan medan penglihatan temporal
yang disebut hemianopsia bitemporal, sedangkan lesi pada kedua bagian lateralnya akan
hemianopsia homonim kontralateral. Lesi pada radiasio optika bagian medial akan
4. Pemeriksaan funduskopi
okuli terutama papil dan retina nervus optikus. Pemeriksaan dilakukan dengan menggunakan
alat berupa oftalmoskop. Papil normal berbentuk bulat, warna merah kekuningan, di bagian
temporal sedikit pucat, batas dengan sekitarnya tegas, hanya di bagian nasal agak kabur serta
11
terdapat lekukan fisiologis (cup fisiologis). Pembuluh darah keluar dari cup disk
Neuritis optik adalah peradangan atau demielinisasi saraf optik akibat berbagai
1
macam penyakit. Insidensi neuritis optikus dalam populasi per tahun diperkirakan 5 per
100.000 sedangkan prevalensinya 115 per 100.000. Sebagian besar mengenai usia 20 sampai
dengan 40 tahun. Wanita lebih umum terkena dari pada pria. Berdasarkan data The Optic
Neuritis Treatment Trial (ONTT) 77% adalah wanita, 85% kulit putih dan usia rata-rata 32
atau tanpa sklerosis multipel. Pada sebagian besar kasus neuritis optikus monosimptomatik
2.4.1. Etiologi
12
Etiologi neuritis optikus termasuk: 6,12
1. Inflamasi lokal
b. Oftalmia simpatika
c. Meningitis
Multiplel sklerosis
sklerosis multipel pada 13-85% pasien (Chavis dan Hoyt, 2000). Data dari Mayo clinic pada
tahun 1933 didapatkan dari 255 kasus sebanyak 155 disebabkan oleh sklerosis multipel.
Merupakan suatu proses demielinisasi yang mengenai saraf optik. Penyakit ini sering
salah didiagnosis dengan dibedakan berdasarkan derajat keparahan, optikus, medulla spinalis)
Syphilis
13
Tuberkulosis
Leber's disease
Merupakan suatu penyakit herediter pada laki-laki muda, manifestasinya sebagai perubahan
mendadak pada penglihatan sentral, pertama kali mengenai satu mata dan selanjutnya kedua
mata. Karakteristiknya terdapat skotoma sentral dengan dercce central nucleus. Pada
beberapa kasus inflamasi mengenai nervus di dalam bola mata sehingga menyebabkan
papilitis ringan. Pada kasus yang lain mengenai nervus di belakang mata.
3. Toksin endogen
1. Usia
Neuritis optikus sering mengenai dewasa muda usia 20 sampai 40 tahun; usia rata-rata
terkena sekitar 30 tahun. Usia lebih tua atau anak-anak dapat terkena juga tetapi frekuensinya
lebih sedikit.
2. Jenis kelamin
14
Wanita lebih mudah terkena neuritis optikus dua kali daripada laki-laki.
3. Ras
Neuritis optikus lebih sering terjadi pada orang kulit putih dari pada ras yang lain
2.4.3. Klasifikasi
- Papilitis
Papilitis adalah pembengkakan diskus yang disebabkan oleh peradangan lokal di nervus
Patogenesis
15
Nervus optikus mengandung serabut-serabut syaraf yang mengantarkan informasi
visual dari sel-sel nervus retina ke dalam sel-sel nervus di otak. Retina mengandung sel
fotoreseptor, merupakan suatu sel yang diaktivasi oleh cahaya dan menghubungkan ke sel-sel
retina lain disebut sel ganglion. Kemudian mengirimkan sinyal proyeksi yang disebut akson
ke dalam otak. Melalui rute ini, nervus optikus mengirimkan impuls visual ke otak. Inflamasi
yang terjadi pada neuritis optik yang akan menyebabkan sinyal visual terganggu dan
Dalam waktu yang cepat visus akan sangat menurun, kadang-kadang sampai buta.
Keluhan ini disertai dengan rasa sakit dimata terutama saat penekanan. Kadang-kadang
disertai demam atau setelah demam biasanya pada anak yang menderita infeksi virus atau
Pada pemeriksaan pupil ditemui adanya RAPD yaitu kelainan pupil yang sering
dijumpai dengan adanya tanda pupil Marcus Gunn.3 Cara pemerikasaan, mata pasien secara
bergantian diberi sinar, pada sisi mata yang sakit pupil tidak mengecil tetapi malah
membesar. Kelainan ini menunjukan adanya lesi N.II pada sisi tersebut.4
16
Gambar 10. Tanda pupil Marcus Gunn4
Pada pemeriksaan fundus ditemukan hiperemi papil saraf optik dengan batas yang
kabur, pelebaran vena retina sentralis dan edema papil. Kadang-kadang sekitar papil terlihat
Gangguan lapang pandang dapat terjadi pada penglihatan perifer dan menyempit
secara konsentris, didapatkan juga skotoma sentral, sekosentral atau para sentral.
- Neuritis Retrobulbar
Neuritis retrobulbar merupakan peradangan saraf optik yang terdapat dibelakang bola mata
Visus sangat terganggu dan disertai dengan amaurosis fugax pasien juga mengeluhkan
bola mata bila digerakkan akan terasa berat dibagian belakang bola mata. Rasa sakit akan
bertambah bila bola mata ditekan yang disertai dengan sakit kepala. 2 Pada neuritis gambaran
17
fundus normal pada awal, namun lama kelamaan akan terlihat kekaburan batas papil saraf
optik dan degenerasi saraf optik akibat degenerasi serabut saraf, disertai atrofi desenden akan
Gangguan lapang pandang pada neuritis retrobulbar dapat terjadi sepanjang segmen
intraorbita sampai segmen intracranial dan sesuai dengan lokasinya. Gangguan tersebut dapat
berupa skotoma sentral, skotoma sentral unilateral, skotoma sentral bilateral, skotoma sentral
pada mata homolateral dan defek superior temporal pada kampus kontralateral dan hemiopia
2.4.4. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, tanda dan gejala klinis, namun pada
neuritis retrobulbar yang kelainannya cukup jauh di belakang diskus optik dan pada
penunjang seperti MRI, analisis cairan serebrospinal, Visually Evoked Potensials Test (VEP)
dan serologi. 12
Dasar perlunya dilakukan pemeriksaan penunjang diatas pada kasus neuritis optik adalah:
MRI penting untuk memutuskan apakah daerah di otak telah terjadi kerusakan myelin,
yang mengindikasikan resiko tinggi berkembangnya sklerosis multipel. MRI juga dapat
18
membantu menyingkirkan kemungkinan tumor atau kondisi lain. Pada pasien yang dicurigai
menderita neuritis optikus, pemeriksaan MRI otak dan orbita dengan fat suppression dan
gadolinium sebaiknya dilakukan dengan tujuan untuk konfirmasi diagnosis dan menilai lesi
white matter. MRI dilakukan dalam dua minggu setelah gejala timbul. Pada pemeriksaan
MRI otak dan orbita dengan fat suppression dan gadolinium menunjukkan peningkatan dan
pelebaran nervus optikus. Lebih penting lagi, MRI dipakai dengan tujuan untuk memutuskan
apakah terdapat lesi ke arah sklerosis multipel. Ciri-ciri resiko tinggi mengarah ke sklerosis
multipel adalah terdapat lesi white matter dengan diameter 3 atau lebih, bulat, lokasinya di
19
c. Test Visually Evoked Potentials
Test Visually evoked potentials adalah suatu test yang merekam sistem visual,
auditorius dan sensoris yang dapat mengidentifikasi lesi subklinis. Test Visually evoked
potentials menstimulasi retina dengan pola papan catur, dapat mendeteksi konduksi sinyal
d. Pemeriksaan darah
Pasien dengan neuritis optikus berat sebaiknya menjalani pemeriksan ini untuk mendeteksi
(erythrocyte sedimentation rate (ESR)) dipakai untuk mendeteksi inflamasi pada tubuh, tes
ini dapat menentukan apakah neuritis optikus disebabkan oleh inflamasi arteri kranialis.
Terdapatnya nyeri terutama pada pergerakan mata (meskipun tidak mutlak) secara
klinis dapat membedakan neuritis optikus dengan nonarteritic anterior ischemic optic
neuropathy.
Parainfectious optic neuritis umumnya mengikuti onset infeksi virus selama 1-3
minggu, tetapi dapat juga sebagai fenomena post vaksinasi. Umumnya mengenai anak-anak
daripada dewasa dan terjadi karena proses imunologi yang menghasilkan demielinisasi
20
nervus optikus. Post viral atau parainfeksius neuritis optikus dapat terjadi unilateral tetapi
3. Ablasio Retina
Keadaan dimana terpisahnya sel kerucut dan batang retina dari sel epitel pigmen
retina. Ablasio retina akan memeberikan gejala terdapatnya gangguan penglihatan yang
kadang-kadang terlihat sebagai tabir yang menutup. Terdapat riwayat adanya pijar api
(fotopsia) pada lapang penglihatan. Pada pemeriksaan funduskopi akan terlihat retina yang
terangkat berwarna pucat dengan pembuluh darah di atasnya dan terlihat adanya robekan
Gangguan vaskular retina dengan potensial menimbulkan kebutaan yang sering terjadi
dan mudah didiagnosis. Pasien datang dengan penurunan penglihatan mendadak yang tidak
nyeri. Biasanya pada usia lebih dari 50 tahun dan mengidap penyakit kardiovaskular terkait
lainnya.
5. Papil Edema
Kongesti non inflamasi diskus optik yang berkaitan dengan peningkatan tekanan
intrakranium. Keluhan yang dirasakan pasien biasanya nyeri kepala hebat, mual, muntah
namun ketajaman penglihatan masih normal. Pada funduskopi didapatkan papil sembab,
batas kabur, kapiler dan vena retina melebar dan berkelok, terdapat perdarahan, eksudat dan
terdapat penonjolan papil yang melebihi 3 dioptri. Tidak terdapat gangguan pada lapang
21
2.4.6. Penatalaksanaan
The Optic Neuritis Treatment Trial (ONTT) telah meneliti secara komprehensif
ONTT melibatkan sebanyak 457 pasien, usia 18-46 tahun dengan neuritis optikus akut
unilateral. Data follow up didapatkan dari kohort ONTT (Longitudinal Optic Neuritis Study
(LONS)) menghasilkan informasi penting tentang gejala klinis, penglihatan jangka panjang,
penglihatan yang berkaitan dengan kualitas hidup dan peranan MRI otak dalam memutuskan
Pasien yang terlibat pada penelitian ini diacak menjadi 3 kelompok perlakuan terapi, yaitu:12
Mendapatkan terapi prednison oral (1 mg/ kg BB/ hari) selama 14 hari dengan 4 hari
selama 3 hari, diikuti dengan prednison oral (1 mg/kg BB/ hari) selama 11 hari dengan 4
Dalam penelitian ini yang dinilai terutama tajam penglihatan dan sensitifitas terhadap
kontras sedangkan berkembangnya menjadi CDMS adalah hal kedua yang dinilai.
MRI otak dan orbita dengan menggunakan gadolinium telah dilakukan untuk semua
penglihatan tetapi tidak untuk jangka panjang setelah 6 bulan sampai dengan 5 tahun bila
22
dibandingkan dengan terapi menggunakan placebo atau prednison oral. Keuntungan
terapi dengan menggunakan metilprednisolon IV ini baik dalam 15 hari pertama saja.
didapatkan terjadi resiko rekurensi neuritis optiknya (30% setelah 2 tahun dibandingkan
dengan kelompok placebo 16% dan kelompok yang mendapatkan steroid IV 13%) sampai
ke arah CDMS selama 2 tahun pertama follow up, tetapi tidak bermanfaat setelah 2 tahun
Di antara pasien dengan resiko tinggi berkembang menjadi CDMS yang ditetapkan
dengan kriteria MRI oleh ONTT (dua atau lebih lesi white matter), telah dilakukan penelitian
383 pasien oleh (The Controlled High-Risk Avonex MS Prevention Study (CHAMPS))
demyelinating optic neuritis berkurang secara signifikan dalam 3 tahun dibandingkan dengan
kelompok placebo, juga terdapat pengurangan tingkat lesi baru pada MRI otak. Hasil yang
sama juga didapatkan pada pasien dengan neuritis optikus. Semua pasien kelompok terapi
dengan interferon -1a dan kelompok placebo juga mendapatkan terapi dengan
metilprednisolon IV selama 3 hari diikuti dengan prednison oral selama 11 hari sesuai dengan
protokol ONTT. Meskipun terapi dengan interferon -1a pada pasien neuritis optikus dan
pada pasien yang beresiko menurut pemeriksaan MRI manfaat jangka panjangnya tidak
diketahui, tetapi hasil dari CHAMPS memberikan suatu terapi awal yang rasional. Ini
23
didukung oleh hasil penelitian dari Early Treatment of Multiple Sclerosis Study, (ETOMS))
yang menghasilkan selama 2 tahun follow up terjadi penurunan yang signifikan jumlah pasien
yang berkembang menjadi CDMS dengan terapi awal interferon 13-1a (34%) bila
bermanfaat pada pasien neuritis optikus dengan penurunan penglihatan yang bermakna. Akan
tetapi dalam penelitian terbaru tentang immunoglobulin intravena dengan placebo pada 55
pasien sklerosis multipel dengan kehilangan penglihatan tetap (20/40 atau lebih rendah) yang
disertai neuritis optikus tidak menunjukkan pemulihan yang signifikan terhadap tajam
penglihatan.
Jika pada pemeriksaan dengan MRI ditemukan lesi white matter dua atau lebih
(diameter 3 atau lebih) diterapi berdasarkan rekomendasi dari ONTT, CHAMPS, dan
ETOMS, yaitu:3
- Metilprednisolon IV (1 g per hari, dosis tunggal atau dosis terbagi selama 3 hari)
diikuti dengan prednison oral (1 mg/ kg BB/ hari selama 11 hari kemudian 4 hari
tappering off).
Pada pasien monosymptomatik dengan lesi white matter pada MRI kurang dari 2, dan
yang telah didiagnosis CDMS, diberikan terapi metilprednisolon (diikuti prednison oral)
dapat dipertimbangkan untuk memulihkan penglihatan, tetapi ini tidak memperbaiki untuk
jangka panjang. Berdasarkan hasil penelitian dari ONTT, penggunaan prednison oral saja
24
(sebelumnya tidak diterapi dengan metilprednisolon IV ) dapat meningkatkan resiko
rekurensi.
2.4.7. Prognosis
Sebagian besar pasien sembuh sempurna atau mendekati sempurna setelah 6-12
minggu. Sembilan puluh lima persen penglihatan pasien pulih mencapai visus 20/40 atau
lebih baik. Dan sebagian besar pasien mencapai perbaikan maksimal dalam 1-2 bulan,
dapat pulih menjadi 20/20 atau bahkan lebih baik, banyak pasien dengan acute demyelinating
optic neuritis berlanjut menjadi kelainan pada penglihatan yang mempengaruhi fungsi harian
dan kualitas hidupnya. Kelainan tajam penglihatan (15-30%), sensitivitas kontras (63-100%),
penglihatan warna (33-100%), lapang pandang (62-100%), stereopsis (89%), terang gelap
(89-100%), reaksi pupil afferent (55-92%), diskus optikus (60-80%), dan visual-evoked
potensial (63-100%).12
DAFTAR PUSTAKA
1. Vaughan & Asbury. Oftalmologi Umum, Edisi 14, Jakarta: Widya Medika, 2000.Hall
274-287.
2. Ilyas Sidharta, Ilmu Penyakit Mata, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Edisi
25
ke tiga, Balai Penerbit FKUI, Jakarta, 2006. Hall 179-188.
3. American Academy of Ophtalmology Staff. Neuro-Ophtalmology : American
Academy of Ophtalmology staff, editor. Neuro-Ophtalmology. Basic and Clinical
Science Course sec. 5. San fransisco The Foundation of American Academy of
Ophtalmology, 2009-2010. P 28-31, 128-146.
4. Misbach Jusuf. Neuro-Oftalmologi Pemeriksaan Klinis dan Interpretasi. Balai
Penerbit FKUI, Jakarta, 1999. Hall 1-14, 18-23.
5. http:/www.google.co.id/images?hl=en&q=optic nerve branch
6. Wijana Nana S,D, Ilmu Penyakit Mata, Cetakan ke 6, Abdi Tegal.Jakarta 1993. Hall
332-342.
7. Mardjono Mahar, Neurologi Klinis Dasar. Cetakan ke sepuluh, Dian Rakyat.
Jakarta.2004. Hall 116-126.
8. Optic Nerve. Sumber: http://www.thebrain.mcgill.ca/splash/jpg.
9. Guyton AC, Hall JE. Neurofisiologi penglihatan sentral: Buku Ajar Fisiologi
Kedokteran, edisi 9. Jakarta 1997. Hall 825.
10. Saiful Muhammad, Neuroanatomi Fungsional. Bag. Ilmu Penyakit Syaraf FK. Unair.
Surabaya. 1996. Hall 54-57.
11. Lumbantobing S, Neurologi Klinis Pemeriksaan Fisik dan mental. Balai Penerbit
FKUI 1006. Hall 25-46.
26