Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN KASUS

Neuritis Optic

Pembimbing :

dr. Robby Hilman, Sp. M

Penyusun :

Ady Fitra Saragih

030. 11. 009

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN MATA

RSAL Dr. MINTOHARDJO

PERIODE 27 FEBRUARI 2017 31 MARET 2017

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

JAKARTA

1
I. STATUS PASIEN
I. IDENTITAS
Nama : Tn. M
Jenis kelamin : Laki-laki
Umur : 17 tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : SMA
Tanggal pemeriksaan : 10 Maret 2017

II. ANAMNESA
Anamnesis : Autoanamnesis.

Keluhan utama : Mata kanan mendadak kabur

Riwayat perjalanan penyakit :


Pasien datang ke Poli Klinik Mata RSAL dengan keluhan mata sebelah
kanan mendadak kabur sejak 5 hari smrs. Mata kanan juga nyeri saat di tekan

Pasien sempat mengobati dengan mata kanannya dengan obat tetes mata
namun tidak ada perubahan. Pasien juga merasakan pusing. Mata kanan tidak
merah dan gatal. Tidak ada keluhan pada mata kiri. Pasien memelihara hewan
seperti kucing, burung dan hewan ternak lainnya.
Riwayat penyakit dahulu :

Pasien tidak memiliki riwayat hipertensi, kencing manis ,trauma pada kedua
mata maupun alergi. Pasien baru pertama kali mengalami keluhan seperti ini.

Riwayat penyakit keluarga

Keluarga pasien tidak ada yang memiliki keluhan yang sama dengan pasien.

PEMERIKSAAN FISIK
a. Status generalis:
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis
Tanda-tanda vital

2
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Nadi : 80x per menit
Suhu : Afebris
Laju pernafasan : 20x per menit
Kepala : Normocephal
THT : Dalam batas normal
Leher : Dalam batas normal
Jantung : Dalam batas normal
Paru : Dalam batas normal
Abdomen : Dalam batas normal

b. Status oftalmologis
KETERANGAN OD OS
1. VISUS
Tajam penglihatan S 6/24 C 6/24
Addisi - -
Distansia Pupil 66/64
2. KEDUDUKAN BOLA MATA
Eksoftalmus Tidak ada Tidak ada
Endoftalmus Tidak ada Tidak ada
Deviasi Tidak ada Tidak ada
Gerakan mata Baik ke segala arah Baik ke segala arah
3. SUPRA SILIA
Warna Hitam Hitam
Letak Simetris Simetris
4. PALPEBRA SUPERIOR DAN INFERIOR
Edema Tidak Ada Tidak Ada
Nyeri tekan Tidak Ada Tidak Ada
Ektropion Tidak Ada Tidak Ada
Entropion Tidak Ada Tidak Ada
Blefarospasme Tidak Ada Tidak Ada
Trikiasis Tidak Ada Tidak Ada
Sikatriks Tidak Ada Tidak Ada

3
Hordeolum Ada Tidak Ada
Kalazion Tidak Ada Tidak Ada
Ptosis Tidak Ada Tidak Ada
5. KONJUNGTIVA TARSAL SUPERIOR DAN INFERIOR
Hiperemis Tidak Ada Tidak Ada
Folikel Tidak Ada Tidak Ada
Papil Tidak Ada Tidak Ada
Sikatriks Tidak Ada Tidak Ada
Anemia Tidak Ada Tidak Ada
Kemosis Tidak Ada Tidak Ada
6. KONJUNGTIVA BULBI
Injeksi konjungtiva Tidak Ada Tidak Ada
Injeksi siliar Tidak Ada Tidak Ada
Perdarahan subkonjungtiva Tidak Ada Tidak Ada
Pterigium Tidak Ada Tidak Ada
Pinguekula Tidak Ada Tidak Ada
Nervus pigmentosus Tidak Ada Tidak Ada
7. SISTEM LAKRIMALIS
Punctum lakrimal Terbuka Terbuka
Tes Anel Tidak Dilakukan Tidak Dilakukan
8. SKLERA
Warna Putih Putih
Ikterik Tidak Ada Tidak Ada
9. KORNEA
Kejernihan Jernih Jernih
Permukaan Licin Licin
Sensibilitas Baik Baik
Infiltrat Tidak ada Tidak ada
Ulkus Tidak ada Tidak ada
Perforasi Tidak ada Tidak ada

4
Arkus senilis Ada Ada
Edema Tidak ada Tidak ada
10.BILIK MATA DEPAN
Kedalaman Dalam Dalam
Kejernihan Jernih Jernih
Hifema Tidak ada Tidak ada
Hipopion Tidak ada Tidak ada
11.IRIS
Warna Coklat Coklat
Kriptae Jelas Jelas
Bentuk Bulat Bulat
Sinekia Tidak ada Tidak ada
Koloboma Tidak ada Tidak ada
12.PUPIL
Letak Sentral Sentral
Bentuk Bulat Bulat
Ukuran Sulit dinilai Sulit dinilai
Refleks cahaya langung + +
Refleks cahaya tidak
- +
langsung
13.LENSA
Kejernihan Jernih Jernih
Letak Di tengah Di tengah
Tes Shadow - -
14.BADAN KACA
Kejernihan Jernih Jernih
15.FUNDUS OKULI
a. Reflex fundus + +
b. Papil
o Bentuk Sulit dinilai Bulat
o Warna Sulit dinilai -

5
o Batas Sulit dinilai Tegas
o C/D Ratio - -
c. A/V Ratio - -
d. Retina
o Edema Tidak ada Tidak ada
o Perdarahan Tidak ada Tidak ada
o Exudat + Tidak ada
o Sikatriks Tidak ada Tidak ada
e. Makula lutea - -
o Refleks fovea - -
o Edema - -
o Pigmentosa - -
16.PALPASI
Nyeri tekan + Tidak Ada
Massa tumor Tidak Ada Tidak Ada

III. RESUME:
Pasien datang ke Poli Klinik Mata RSAL dengan keluhan mata
sebelah kanan mendadak kabur sejak 5 hari smrs. Mata kanan juga nyeri
saat di tekan
Pasien sempat mengobati dengan mata kanannya dengan obat tetes
mata namun tidak ada perubahan. Pasien juga merasakan pusing. Mata
kanan tidak merah dan gatal. Tidak ada keluhan pada mata kiri. Pasien
memelihara hewan seperti kucing, burung dan hewan ternak lainnya.

KETERANGAN OD OS
FUNDUS OKULI
Warna Papil Sulit dinilai -
Exudat Retina + -

IV. DIAGNOSIS KERJA:

6
- Neuritis Optik OD

V. DIAGNOSIS BANDING:
- Neuritis retrobulbar
VI. ANJURAN PEMERIKSAAN:
1. Pemeriksaan perimeter atau kampimeter
2. Pemeriksaan laboratorium (IgM dan IgG toxoplasmosis)

VII. PENATALAKSANAAN:
Medikamentosa :
- Bactrim forte 2 x 1
- Metilprednisolon 8 mg 3 x 1
- Floxa 5 x 1 OD
- Kontrol kembali

1. PROGNOSIS
a. Ad vitam : ad bonam
b. Ad fungsionam : ad bonam
c. Ad sanationam : ad bonam

BAB II

7
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi dan Fisiologi Saraf Optik

Nervus optikus adalah saraf yang membawa rangsang dan retina menuju otak. Saraf

optik terdiri dari 1 juta lebih akson-akson yang berasal dari lapisan sel ganglion retina yang

memanjang ke arah korteks oksipital. Panjang saraf optik berkisar antara 35-55 mm (rata-rata

40 mm) dan secara anatomis terbagi menjadi segmen intaokular, intraorbital, intrakanalikular

dan intakranial yang berakhir sebagai kiasma optik.4

Gambar 1. Nervus Optik5

Segmen intraokular saraf optik sepanjang 1 mm terbagi menjadi lapisan serabut-

serabut saraf superfisial, bagian prelaminar, laminar (lamina kribosa) dan retrolaminar. Papil

saraf optik (diskus optik) merupakan bagian prelaminar saraf optik berbentuk oval, 1,5 mm

8
horizontal dan 1,75 mm vertikal dengan cekungan (cup shaped depression) agak ke

temporal.4,6

Segmen intraorbita saraf optik berukuran panjang 25-30 mm, lebih panjang dari jarak

antara belakang bola mata dan apeks orbita sehingga dapat bebas bergerak pada pergerakan

bola mata. Pada apeks orbita segmen saraf optik dikelilingi oleh anulus Zinn sebelum

berlanjut ke kanal optik. Saraf optik berjalan kearah porteromedial dan meninggalkan orbita

melalui foramen optik (optic ring) menuju kanal optik. Nervus optikus pars intraorbita

diperdarahi oleh cabang-cabang intraneural dan cabang-cabang pial dari arteri retina

sentral.4,6

Segmen intrakanalikular yang terdapat di dalam kanalis optik memiliki panjang 4-10

mm. Kanalis optik dibentuk oleh tulang sphenoid parva minor. Bagian ini diperdarahi oleh

cabang pial arteri oftalmika.4,6

Segmen Intrakranial memiliki panjang sekitar 10 mm, antara kanalis optik sampai

kiasma optikum. Bagian ini berjalan di atas arteri oftalmika, sebelah superomedial arteri

karotis interna sehingga diperdarahi langsung oleh cabang-cabang arteri tersebut.4,6

2.2. Anatomi dan Fisiologi Jaras Visual

Secara fungsional rangsang visual ditangkap oleh retina (sebagai stasiun I). kemudian

diteruskan melalui serabut saraf otak kedua (saraf optik). Saraf optik yang berasal dan sisi

nasal kedua mata akan menyilang di daerah kiasma opikum sedangkan yang berasal dari sisi

temporal tidak bersilangan di daerah kiasmaini. Selanjutnya serabut saraf ini akan

melanjutkan perjalanannya sebagai traktus optikum. Traktus optikus ini selanjutnya menuju

ke thalamus sebagai kumpulan sel-sel saraf yang mengolah dan bertindak sebagai stasiun

informasi ke II. Bagian thalamus yang berhubungan dengan fungsi visual disebut Corpus

9
Geniculaturn Laterale (CGL). Stasiun ke II ini bertugas menyampaikan informasi ke korteks

serebri bagian oksipital. Dengan sampainya informasi ke korteks penglihatan akan hal-hal

yang terlihat oleh mata dapat disadari. Dari stasiun ke II ini informasi visual juga disebarkan

ke seluruh SSP yang mempunvai hubungan dengan indera penglihatan. ke pusat

keseimbangan motorik, medulla spinalis, pendengaran, dan sebagainya.3

2.3. Pemeriksaan Sistem Visual

Pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk mengevaluasi fungsi nervus II, yaitu: 4,11

1. Pemeriksaan visus

Pemeriksaan visus dilakukan dengan membaca kartu Snellen pada jarak 6 meter.

Masing-masing mata diperiksa secara terpisah, diikuti dengan pemeriksaan menggunakan

pinhole untuk menyingkirkan kelainan visus akibat gangguan refraksi. Penilaian diukur dari

barisan terkecil yang masih dapat dibaca oleh pasien dengan benar, dengan nilai normal visus

adalah 6/6. Apabila pasien hanya bisa membedakan gerakan tangan pemeriksa maka visusnya

adalah 1/300, sedangkan apabila pasien hanya dapat membedakan kesan gelap terang

(cahaya) maka visusnya 1/.

2. Pemeriksaan refleks pupil

Pemeriksaan refleks pupil atau refleks cahaya terdiri dari reaksi cahaya langsung dan

tidak langsung (konsensual). Refleks cahya langsung maksudnya adalah mengecilnya pupil

(miosis) pada mata yang disinari cahaya. Sedangkan refleks cahaya tidak langsung atau

konsensual adalah mengecilnya pupil pada mata yang tidak disinari cahaya.

3. Pemeriksaan lapang pandang

10
Dua jenis cara pemeriksaan lapang pandang yaitu pemeriksaan secara kasar (tes

konfrontasi) dan pemeriksaan yang lebih teliti dengan menggunakan kampimeter atau

perimeter. Pemeriksaan lapang pandang bertujuan untuk memeriksa batas perifer penglihatan,

yaitu batas dimana benda dapat dilihat bila mata difiksasi pada satu titik. Lapang pandang

yang normal mempunyai bentuk tertentu dan tidak sama ke semua jurusan, misalnya ke

lateral kita dapat melihat 90 100 dari titik fiksasi, ke medial 60 , ke atas 50 60 dan ke

bawah 60 75 .

Jika terdapat lesi di sepanjang lintasan nervus optikus (N.II) hingga korteks sensorik,

akan menunjukkan gejala gangguan penglihatan yaitu pada lapang pandag. Lesi pada nervus

optikus akan mengakibatkan kebutaan atau anopsia pada mata yang disarafinya. Hal ini

disebabkan karena penyumbatan arteri centralis retina yang mendarahi retina tanpa kolateral,

ataupun arteri karotis interna yang akan bercabang menjadi arteri oftalmika yang kemudian

menjadi arteri centralis retina. Kebutaan tersebut terjadi tiba-tiba dan disebut amaurosis

fugax. Lesi pada bagian medial kiasma akan menghilangkan medan penglihatan temporal

yang disebut hemianopsia bitemporal, sedangkan lesi pada kedua bagian lateralnya akan

menimbulkan hemianopsia binasal. Lesi pada traktus optikus akan menyebabkan

hemianopsia homonim kontralateral. Lesi pada radiasio optika bagian medial akan

menyebabkan quadroanopsia inferior homonim kontralateral, sedangkan lesi pada serabut

lateralnya akan menyebabkan quadroanopsia superior homonim kontralateral.

4. Pemeriksaan funduskopi

Pemeriksaan funduskopi di bidang neurologi bertujuan untuk menilai keadaan fundus

okuli terutama papil dan retina nervus optikus. Pemeriksaan dilakukan dengan menggunakan

alat berupa oftalmoskop. Papil normal berbentuk bulat, warna merah kekuningan, di bagian

temporal sedikit pucat, batas dengan sekitarnya tegas, hanya di bagian nasal agak kabur serta

11
terdapat lekukan fisiologis (cup fisiologis). Pembuluh darah keluar dari cup disk

danbercabang keatas. Jalannya arteri agak lurus, sedangkan vena berkelok-kelok.

Gambar 8. Gambaran funduskopi normal

2.4. Neuritis Optik

Neuritis optik adalah peradangan atau demielinisasi saraf optik akibat berbagai
1
macam penyakit. Insidensi neuritis optikus dalam populasi per tahun diperkirakan 5 per

100.000 sedangkan prevalensinya 115 per 100.000. Sebagian besar mengenai usia 20 sampai

dengan 40 tahun. Wanita lebih umum terkena dari pada pria. Berdasarkan data The Optic

Neuritis Treatment Trial (ONTT) 77% adalah wanita, 85% kulit putih dan usia rata-rata 32

7 tahun. Sebagian besar kasus patogenesisnya disebabkan inflamasi demielinisasi dengan

atau tanpa sklerosis multipel. Pada sebagian besar kasus neuritis optikus monosimptomatik

merupakan manifestasi awal sklerosis multipel.3

2.4.1. Etiologi

12
Etiologi neuritis optikus termasuk: 6,12

1. Inflamasi lokal

a. Uveitis dan retinitis

b. Oftalmia simpatika

c. Meningitis

d. Penyakit sinus dan infeksi orbita

2. Inflamasi general yaitu:

a. Infeksi syaraf pusat

Multiplel sklerosis

Diberbagai kelompok populasi diseluruh dunia, neuritis retrobulbar berkaitan dengan

sklerosis multipel pada 13-85% pasien (Chavis dan Hoyt, 2000). Data dari Mayo clinic pada

tahun 1933 didapatkan dari 255 kasus sebanyak 155 disebabkan oleh sklerosis multipel.

Acute disseminated encephalomyelitis

Neuromyelitis optic (Devic disease)

Merupakan suatu proses demielinisasi yang mengenai saraf optik. Penyakit ini sering

salah didiagnosis dengan dibedakan berdasarkan derajat keparahan, optikus, medulla spinalis)

dan (polymorphonuclear pleocytosis).

Syphilis

13
Tuberkulosis

Leber's disease

Merupakan suatu penyakit herediter pada laki-laki muda, manifestasinya sebagai perubahan

mendadak pada penglihatan sentral, pertama kali mengenai satu mata dan selanjutnya kedua

mata. Karakteristiknya terdapat skotoma sentral dengan dercce central nucleus. Pada

beberapa kasus inflamasi mengenai nervus di dalam bola mata sehingga menyebabkan

papilitis ringan. Pada kasus yang lain mengenai nervus di belakang mata.

3. Toksin endogen

a. Penyakit infeksi akut, seperti influenza, malaria, measles, mumps, pneumonia

b. Fokus septik pada gigi, tonsil, infeksi fokal

c. Penyakit metabolik: diabetes, anemia, kehamilan, avitaminosis

4. Intoksikasi racun eksogen seperti tobacco, etil alcohol, metil alkohol.

2.4.2. Faktor Resiko

Faktor resiko neuritis optikus termasuk: 3,12

1. Usia

Neuritis optikus sering mengenai dewasa muda usia 20 sampai 40 tahun; usia rata-rata

terkena sekitar 30 tahun. Usia lebih tua atau anak-anak dapat terkena juga tetapi frekuensinya

lebih sedikit.

2. Jenis kelamin

14
Wanita lebih mudah terkena neuritis optikus dua kali daripada laki-laki.

3. Ras

Neuritis optikus lebih sering terjadi pada orang kulit putih dari pada ras yang lain

2.4.3. Klasifikasi

Berdasarkan klasifikasinya neuritis optik terbagi menjadi dua, yaitu:

- Papilitis

Papilitis adalah pembengkakan diskus yang disebabkan oleh peradangan lokal di nervus

saraf optik dan dapat terlihat dengan pemeriksaan funduskopi.2

Gambar 9. Gambaran Funduskopi pada Papilitis

Patogenesis

15
Nervus optikus mengandung serabut-serabut syaraf yang mengantarkan informasi

visual dari sel-sel nervus retina ke dalam sel-sel nervus di otak. Retina mengandung sel

fotoreseptor, merupakan suatu sel yang diaktivasi oleh cahaya dan menghubungkan ke sel-sel

retina lain disebut sel ganglion. Kemudian mengirimkan sinyal proyeksi yang disebut akson

ke dalam otak. Melalui rute ini, nervus optikus mengirimkan impuls visual ke otak. Inflamasi

yang terjadi pada neuritis optik yang akan menyebabkan sinyal visual terganggu dan

pandangan menjadi lemah.2

Gejala dan Tanda

Dalam waktu yang cepat visus akan sangat menurun, kadang-kadang sampai buta.

Keluhan ini disertai dengan rasa sakit dimata terutama saat penekanan. Kadang-kadang

disertai demam atau setelah demam biasanya pada anak yang menderita infeksi virus atau

infeksi saluran napas bagian atas.3,6

Pada pemeriksaan pupil ditemui adanya RAPD yaitu kelainan pupil yang sering

dijumpai dengan adanya tanda pupil Marcus Gunn.3 Cara pemerikasaan, mata pasien secara

bergantian diberi sinar, pada sisi mata yang sakit pupil tidak mengecil tetapi malah

membesar. Kelainan ini menunjukan adanya lesi N.II pada sisi tersebut.4

16
Gambar 10. Tanda pupil Marcus Gunn4

Pada pemeriksaan fundus ditemukan hiperemi papil saraf optik dengan batas yang

kabur, pelebaran vena retina sentralis dan edema papil. Kadang-kadang sekitar papil terlihat

bergaris-garis disebabkan edema, sehingga serabut saraf menjadi renggang. 6

Gangguan lapang pandang dapat terjadi pada penglihatan perifer dan menyempit

secara konsentris, didapatkan juga skotoma sentral, sekosentral atau para sentral.

- Neuritis Retrobulbar

Neuritis retrobulbar merupakan peradangan saraf optik yang terdapat dibelakang bola mata

sehingga tidak menimbulkan kelainan fundus mata.1,2

Gejala dan Tanda

Visus sangat terganggu dan disertai dengan amaurosis fugax pasien juga mengeluhkan

bola mata bila digerakkan akan terasa berat dibagian belakang bola mata. Rasa sakit akan

bertambah bila bola mata ditekan yang disertai dengan sakit kepala. 2 Pada neuritis gambaran

17
fundus normal pada awal, namun lama kelamaan akan terlihat kekaburan batas papil saraf

optik dan degenerasi saraf optik akibat degenerasi serabut saraf, disertai atrofi desenden akan

terlihat papil pucat dengan batas tegas.2

Gangguan lapang pandang pada neuritis retrobulbar dapat terjadi sepanjang segmen

intraorbita sampai segmen intracranial dan sesuai dengan lokasinya. Gangguan tersebut dapat

berupa skotoma sentral, skotoma sentral unilateral, skotoma sentral bilateral, skotoma sentral

pada mata homolateral dan defek superior temporal pada kampus kontralateral dan hemiopia

bitemporal bila mengenai kiasma optika.3,4

2.4.4. Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, tanda dan gejala klinis, namun pada

neuritis retrobulbar yang kelainannya cukup jauh di belakang diskus optik dan pada

pemeriksaan oftalmoskopi tidak ditemukan apa-apa, maka perlu dilakukan pemeriksaan

penunjang seperti MRI, analisis cairan serebrospinal, Visually Evoked Potensials Test (VEP)

dan serologi. 12

Dasar perlunya dilakukan pemeriksaan penunjang diatas pada kasus neuritis optik adalah:

1. Untuk menentukan penyebabnya apakah suatu proses

inflamasi atau non inflamasi, idiopatik, dan infeksi.

2. Untuk menentukan prognosisnya, apakah akan berkembang

secara klinis menjadi multipel sklerosis.

a. Magnetic Resonance Imaging (MRI)

MRI penting untuk memutuskan apakah daerah di otak telah terjadi kerusakan myelin,

yang mengindikasikan resiko tinggi berkembangnya sklerosis multipel. MRI juga dapat

18
membantu menyingkirkan kemungkinan tumor atau kondisi lain. Pada pasien yang dicurigai

menderita neuritis optikus, pemeriksaan MRI otak dan orbita dengan fat suppression dan

gadolinium sebaiknya dilakukan dengan tujuan untuk konfirmasi diagnosis dan menilai lesi

white matter. MRI dilakukan dalam dua minggu setelah gejala timbul. Pada pemeriksaan

MRI otak dan orbita dengan fat suppression dan gadolinium menunjukkan peningkatan dan

pelebaran nervus optikus. Lebih penting lagi, MRI dipakai dengan tujuan untuk memutuskan

apakah terdapat lesi ke arah sklerosis multipel. Ciri-ciri resiko tinggi mengarah ke sklerosis

multipel adalah terdapat lesi white matter dengan diameter 3 atau lebih, bulat, lokasinya di

area periventrikular dan menyebar ke ruangan ventrikular.

Gambar 11. Lesi white matter pada MRI13

b. Pemeriksaan cairan serebrospinal

Protein ologinal banding pada cairan serebrospinal merupakan penentu sklerosis

multipel. Terutama dilakukan terhadap pasien-pasien dengan pemeriksaan MRI normal.

19
c. Test Visually Evoked Potentials

Test Visually evoked potentials adalah suatu test yang merekam sistem visual,

auditorius dan sensoris yang dapat mengidentifikasi lesi subklinis. Test Visually evoked

potentials menstimulasi retina dengan pola papan catur, dapat mendeteksi konduksi sinyal

elektrik yang lambat sebagai hasil dari kerusakan daerah nervus.

d. Pemeriksaan darah

Pemeriksaan tes darah NMO-IgG untuk memeriksa antibodi neuromyelitis optica.

Pasien dengan neuritis optikus berat sebaiknya menjalani pemeriksan ini untuk mendeteksi

apakah berkembang menjadi neuromyelitis optica. Pemeriksaan tingkat sedimen eritrosit

(erythrocyte sedimentation rate (ESR)) dipakai untuk mendeteksi inflamasi pada tubuh, tes

ini dapat menentukan apakah neuritis optikus disebabkan oleh inflamasi arteri kranialis.

2.4.4. Diagnosis Banding

Diagnosis banding mata tenang visus turun mendadak, adalah:2,3

1. Nonarteritic anterior ischemic optic neuropathy

Terdapatnya nyeri terutama pada pergerakan mata (meskipun tidak mutlak) secara

klinis dapat membedakan neuritis optikus dengan nonarteritic anterior ischemic optic

neuropathy.

2. Syndrom viral dan post viral

Parainfectious optic neuritis umumnya mengikuti onset infeksi virus selama 1-3

minggu, tetapi dapat juga sebagai fenomena post vaksinasi. Umumnya mengenai anak-anak

daripada dewasa dan terjadi karena proses imunologi yang menghasilkan demielinisasi

20
nervus optikus. Post viral atau parainfeksius neuritis optikus dapat terjadi unilateral tetapi

sering bilateral. Diskus optikus dapat normal atau terjadi pembengkakan.

3. Ablasio Retina

Keadaan dimana terpisahnya sel kerucut dan batang retina dari sel epitel pigmen

retina. Ablasio retina akan memeberikan gejala terdapatnya gangguan penglihatan yang

kadang-kadang terlihat sebagai tabir yang menutup. Terdapat riwayat adanya pijar api

(fotopsia) pada lapang penglihatan. Pada pemeriksaan funduskopi akan terlihat retina yang

terangkat berwarna pucat dengan pembuluh darah di atasnya dan terlihat adanya robekan

retina berwarna merah.

4. Oklusi Arteri Vena Sentralis

Gangguan vaskular retina dengan potensial menimbulkan kebutaan yang sering terjadi

dan mudah didiagnosis. Pasien datang dengan penurunan penglihatan mendadak yang tidak

nyeri. Biasanya pada usia lebih dari 50 tahun dan mengidap penyakit kardiovaskular terkait

lainnya.

5. Papil Edema

Kongesti non inflamasi diskus optik yang berkaitan dengan peningkatan tekanan

intrakranium. Keluhan yang dirasakan pasien biasanya nyeri kepala hebat, mual, muntah

namun ketajaman penglihatan masih normal. Pada funduskopi didapatkan papil sembab,

batas kabur, kapiler dan vena retina melebar dan berkelok, terdapat perdarahan, eksudat dan

terdapat penonjolan papil yang melebihi 3 dioptri. Tidak terdapat gangguan pada lapang

pandang. Keadaan ini biasanya ditemukan bilateral.

21
2.4.6. Penatalaksanaan

1. Terapi jangka pendek

The Optic Neuritis Treatment Trial (ONTT) telah meneliti secara komprehensif

tentang penatalaksanaan neuritis optikus dengan menggunakan steroid. Dalam penelitiannya

ONTT melibatkan sebanyak 457 pasien, usia 18-46 tahun dengan neuritis optikus akut

unilateral. Data follow up didapatkan dari kohort ONTT (Longitudinal Optic Neuritis Study

(LONS)) menghasilkan informasi penting tentang gejala klinis, penglihatan jangka panjang,

penglihatan yang berkaitan dengan kualitas hidup dan peranan MRI otak dalam memutuskan

resiko berkembang menjadi Clinically Definite Multiple Sclerosis (CDMS).12

Pasien yang terlibat pada penelitian ini diacak menjadi 3 kelompok perlakuan terapi, yaitu:12

Mendapatkan terapi prednison oral (1 mg/ kg BB/ hari) selama 14 hari dengan 4 hari

tappering off ( 20 mg hari l, 10 mg hari ke 2 dan 4) (kelompok terapi oral).

Mendapatkan terapi dengan metilprednisolon sodium suksinat IV 250 mg tiap 6 jam

selama 3 hari, diikuti dengan prednison oral (1 mg/kg BB/ hari) selama 11 hari dengan 4

hari tappering off (kelompok terapi dengan metilprednisolon IV).

Mendapatkan terapi dengan placebo selama 14 hari.

Dalam penelitian ini yang dinilai terutama tajam penglihatan dan sensitifitas terhadap

kontras sedangkan berkembangnya menjadi CDMS adalah hal kedua yang dinilai.

MRI otak dan orbita dengan menggunakan gadolinium telah dilakukan untuk semua

pasien. Hasil yang didapatkan dari penelitian ini adalah: 12

a. Terapi dengan menggunakan metilprednisolon IV mempercepat pulihnya

penglihatan tetapi tidak untuk jangka panjang setelah 6 bulan sampai dengan 5 tahun bila

22
dibandingkan dengan terapi menggunakan placebo atau prednison oral. Keuntungan

terapi dengan menggunakan metilprednisolon IV ini baik dalam 15 hari pertama saja.

b. Pasien yang mendapatkan terapi dengan menggunakan prednison oral saja

didapatkan terjadi resiko rekurensi neuritis optiknya (30% setelah 2 tahun dibandingkan

dengan kelompok placebo 16% dan kelompok yang mendapatkan steroid IV 13%) sampai

dengan follow up 5 tahun.

c. Pasien dengan monosymptomatik yang mendapatkan terapi dengan

menggunakan metilprednisolon intra vena didapatkan penurunan tingkat perkembangan

ke arah CDMS selama 2 tahun pertama follow up, tetapi tidak bermanfaat setelah 2 tahun

karena persentase perkembangan menjadi CDMS hampir sama dengan kelompok

prednison oral dan placebo.

2. Terapi jangka panjang

Di antara pasien dengan resiko tinggi berkembang menjadi CDMS yang ditetapkan

dengan kriteria MRI oleh ONTT (dua atau lebih lesi white matter), telah dilakukan penelitian

383 pasien oleh (The Controlled High-Risk Avonex MS Prevention Study (CHAMPS))

menunjukkan terapi dengan interferon 1a pada pasien acute monosymptomatic

demyelinating optic neuritis berkurang secara signifikan dalam 3 tahun dibandingkan dengan

kelompok placebo, juga terdapat pengurangan tingkat lesi baru pada MRI otak. Hasil yang

sama juga didapatkan pada pasien dengan neuritis optikus. Semua pasien kelompok terapi

dengan interferon -1a dan kelompok placebo juga mendapatkan terapi dengan

metilprednisolon IV selama 3 hari diikuti dengan prednison oral selama 11 hari sesuai dengan

protokol ONTT. Meskipun terapi dengan interferon -1a pada pasien neuritis optikus dan

pada pasien yang beresiko menurut pemeriksaan MRI manfaat jangka panjangnya tidak

diketahui, tetapi hasil dari CHAMPS memberikan suatu terapi awal yang rasional. Ini

23
didukung oleh hasil penelitian dari Early Treatment of Multiple Sclerosis Study, (ETOMS))

yang menghasilkan selama 2 tahun follow up terjadi penurunan yang signifikan jumlah pasien

yang berkembang menjadi CDMS dengan terapi awal interferon 13-1a (34%) bila

dibandingkan dengan kelompok placebo (45%).3

Pada model eksperimen sklerosis multipel, dengan menggunakan terapi

immunoglobulin intravena telah menunjukan terjadinya remielinisasi pada sistem syaraf

sentral. Penelitian lain (1992) menyarankan bahwa terapi dengan immunoglobulin

bermanfaat pada pasien neuritis optikus dengan penurunan penglihatan yang bermakna. Akan

tetapi dalam penelitian terbaru tentang immunoglobulin intravena dengan placebo pada 55

pasien sklerosis multipel dengan kehilangan penglihatan tetap (20/40 atau lebih rendah) yang

disertai neuritis optikus tidak menunjukkan pemulihan yang signifikan terhadap tajam

penglihatan.

Jika pada pemeriksaan dengan MRI ditemukan lesi white matter dua atau lebih

(diameter 3 atau lebih) diterapi berdasarkan rekomendasi dari ONTT, CHAMPS, dan

ETOMS, yaitu:3

- Metilprednisolon IV (1 g per hari, dosis tunggal atau dosis terbagi selama 3 hari)

diikuti dengan prednison oral (1 mg/ kg BB/ hari selama 11 hari kemudian 4 hari

tappering off).

- Interferon -1a intramuskular satu kali seminggu.

Pada pasien monosymptomatik dengan lesi white matter pada MRI kurang dari 2, dan

yang telah didiagnosis CDMS, diberikan terapi metilprednisolon (diikuti prednison oral)

dapat dipertimbangkan untuk memulihkan penglihatan, tetapi ini tidak memperbaiki untuk

jangka panjang. Berdasarkan hasil penelitian dari ONTT, penggunaan prednison oral saja

24
(sebelumnya tidak diterapi dengan metilprednisolon IV ) dapat meningkatkan resiko

rekurensi.

2.4.7. Prognosis

Sebagian besar pasien sembuh sempurna atau mendekati sempurna setelah 6-12

minggu. Sembilan puluh lima persen penglihatan pasien pulih mencapai visus 20/40 atau

lebih baik. Dan sebagian besar pasien mencapai perbaikan maksimal dalam 1-2 bulan,

meskipun pemulihan dalam 1 tahun juga memungkinan. Derajat keparahan kehilangan

penglihatan awal menjadi penentu terhadap prognosis penglihatan. Meskipun penglihatan

dapat pulih menjadi 20/20 atau bahkan lebih baik, banyak pasien dengan acute demyelinating

optic neuritis berlanjut menjadi kelainan pada penglihatan yang mempengaruhi fungsi harian

dan kualitas hidupnya. Kelainan tajam penglihatan (15-30%), sensitivitas kontras (63-100%),

penglihatan warna (33-100%), lapang pandang (62-100%), stereopsis (89%), terang gelap

(89-100%), reaksi pupil afferent (55-92%), diskus optikus (60-80%), dan visual-evoked

potensial (63-100%).12

DAFTAR PUSTAKA

1. Vaughan & Asbury. Oftalmologi Umum, Edisi 14, Jakarta: Widya Medika, 2000.Hall
274-287.
2. Ilyas Sidharta, Ilmu Penyakit Mata, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Edisi

25
ke tiga, Balai Penerbit FKUI, Jakarta, 2006. Hall 179-188.
3. American Academy of Ophtalmology Staff. Neuro-Ophtalmology : American
Academy of Ophtalmology staff, editor. Neuro-Ophtalmology. Basic and Clinical
Science Course sec. 5. San fransisco The Foundation of American Academy of
Ophtalmology, 2009-2010. P 28-31, 128-146.
4. Misbach Jusuf. Neuro-Oftalmologi Pemeriksaan Klinis dan Interpretasi. Balai
Penerbit FKUI, Jakarta, 1999. Hall 1-14, 18-23.
5. http:/www.google.co.id/images?hl=en&q=optic nerve branch
6. Wijana Nana S,D, Ilmu Penyakit Mata, Cetakan ke 6, Abdi Tegal.Jakarta 1993. Hall
332-342.
7. Mardjono Mahar, Neurologi Klinis Dasar. Cetakan ke sepuluh, Dian Rakyat.
Jakarta.2004. Hall 116-126.
8. Optic Nerve. Sumber: http://www.thebrain.mcgill.ca/splash/jpg.
9. Guyton AC, Hall JE. Neurofisiologi penglihatan sentral: Buku Ajar Fisiologi
Kedokteran, edisi 9. Jakarta 1997. Hall 825.
10. Saiful Muhammad, Neuroanatomi Fungsional. Bag. Ilmu Penyakit Syaraf FK. Unair.
Surabaya. 1996. Hall 54-57.
11. Lumbantobing S, Neurologi Klinis Pemeriksaan Fisik dan mental. Balai Penerbit
FKUI 1006. Hall 25-46.

26

Anda mungkin juga menyukai