Anda di halaman 1dari 23

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT MATA

PERIODE 9 MEI 2016 1 JUNI 2016


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
RUMAH SAKIT MARDI RAHAYU, JAWA TENGAH

OS Post Trabekulotomi ec Glaukoma Primer Sudut Tertutup Kronis


Nama

: Fiqih Vidiantoro Halim

NIM

: 11.2015.182

Dr. Pembimbing

: dr Rosalia Septiana W,Sp.M

I. IDENTITAS PASIEN

Nama lengkap : Tn T

Umur

: 55 tahun (08-11-1960)

Agama

: Islam

Alamat

: Blimbing Kidul

Status

: Kawin

Pekerjaan

: Pegawai

No. RM

: 435079

II. ANAMNESIS
Anamnesis secara

: Autoanamnesis pada tanggal 11 Mei 2016 di Poli Mata

Keluhan Utama

: Mata kiri kabur sejak 2 bulan yang lalu

Riwayat Penyakit Sekarang:


Pasien datang ke poliklinik mata RS Mardi Rahayu dengan keluhan mata kiri kabur
sejak 2 bulan yang lalu. Buram dirasakan tanpa disertai mata merah atau pun nyeri.
Riwayat trauma disangkal. Pasien memiliki riwayat operasi trabekulotomi akibat
glaukoma. Keluhan mata merah, gatal, dan berair disangkal.
Pada bulan Januari, pasien berobat ke RSU karena mata kiri pasien sakit. Saat
melihat sumber cahaya, mata kiri terasa silau dan tampak seperti cincin pelangi di sekitar

sumber cahaya. Keluhan silau terkadang disertai dengan rasa nyeri pada mata serta pusing
dan sakit kepala, tetapi pasien tidak sampai mual maupun muntah. Tidak ada keluhan mata
merah, gatal, maupun berair.
Setelah dilakukan pengobatan, mata kiri pasien menjadi lebih enak. bulan
kemudian, mata kiri pasien menjadi sakit kembali dengan gejala yang sama dan akhirnya
dilakukan operasi di RS Mardi Rahayu pada bulan Maret.

Riwayat Penyakit Dahulu


Tidak ada

Riwayat Penyakit Keluarga


Saudara pasien pernah memiliki riwayat penyakit yang sama.

Riwayat Sosial Ekonomi


Pengobatan ditanggung BPJS, status ekonomi cukup.

III. PEMERIKSAAN FISIK


A. VITAL SIGN
Tekanan darah

: 130/90 mmHg

Nadi

: 72 x / menit

Pernafasan

: 20 x / menit

Suhu

: 36,5 C

Keadaan Umum

: Baik

Kesadaran

: Compos mentis

Status Gizi

: TB 151 cm BB 65 kg

OCULI DEXTRA(OD)

PEMERIKSAAN

OCULI SINISTRA(OS)

0.63 f3

Visus

0.1

Gerak bola mata normal,


kedudukan bola mata di

Gerak bola mata normal,


Bulbus okuli

kedudukan bola mata di

tengah,

tengah,

enoftalmus (-),

enoftalmus (-),

eksoftalmus (-),

eksoftalmus (-),

strabismus (-)

strabismus (-)

Edema (-),

Edema (-),

hiperemis(-),

hiperemis(-),

nyeri tekan (-),

Palpebra

nyeri tekan (-),

blefarospasme (-),

blefarospasme (-)

lagoftalmus (-),

lagoftalmus (-),

ektropion (-),

ektropion (-)

entropion (-)

entropion (-)

Edema (-),

Edema (-),

injeksi siliar (-),

injeksi siliar (-),

injeksi konjungtiva (-),

Konjungtiva

injeksi konjungtiva (-),

infiltrat (-),

infiltrat (-),

hiperemis (-)

hiperemis (-)

anemis (-)

anemis (-)

Putih

Sklera

Putih

Bulat

Bulat,

Arcus senilis (+)

Arcus senilis (+)

edema (-)

Kornea

edema (-)

keratik presipitat (-)

keratik presipitat (-)

infiltrat (-)

infiltrat (-)

sikatriks (-)

sikatriks (-)

Jernih

Camera Oculi Anterior

Jernih

kedalaman cukup

(COA)

dangkal

hipopion (-)

hipopion (-)

hifema (-)

hifema (-)

Kripta(N), atrofi (-) coklat,

Kripta(N), atrofi (-) coklat,

edema(-),

edema(-),

Iris

synekia (-)

synekia (-)

Reguler, bentuk bulat

Reguler, bentuk bulat

Letak sentral,

Letak sentral,

Pupil

Diameter 3 mm

Diameter 3 mm

Refleks pupil +

Refleks pupil +

Sedikit keruh

Lensa

Sedikit keruh

Jernih

Vitreus

Jernih

Papil bentuk bulat, batas

Retina

Papil bentuk bulat, batas tegas,

tegas, CD ratio 0,3, Macula

CD ratio 0.6-0.7, Macula

Lutea (+), Pelebaran vena (-),

Lutea (+), Pelebaran vena (-),

Warna

Warna

orange-kemerahan,

A:V = 2:3, Eksudat (-)

orange-kemerahan,

A:V = 2:3
Eksudat (-)

(+)

Fundus Refleks

(+)

10 mmHg

TIO

13 mmHg

Tidak tampak kelainan

Sistem Lakrimasi

Tidak tampak kelainan

Tes Lapang Pandang (Tes Konfrontasi)


Tes Lapang Pandang lebih sempit daripada lapang pandang pemeriksa

Pemeriksaan TIO
OD: 10

OS: 13

V. RESUME
Pasien datang ke poliklinik mata RS Mardi Rahayu dengan keluhan mata kiri kabur sejak
2 bulan yang lalu. Buram dirasakan tanpa disertai mata merah atau pun nyeri. Pada bulan Januari,
pasien berobat ke RSU karena mata kiri pasien sakit. Saat melihat sumber cahaya, mata kiri terasa

silau dan tampak seperti cincin pelangi di sekitar sumber cahaya. Keluhan silau terkadang disertai
dengan rasa nyeri pada mata serta pusing dan sakit kepala

OCULI DEXTRA(OD)

PEMERIKSAAN

OCULI SINISTRA(OS)

0.63 f3

Visus

0.1

Bulat

Bulat,

Arcus senilis (+)

Arcus senilis (+)

edema (-)

edema (-)

Kornea

keratik presipitat (-)

keratik presipitat (-)

infiltrat (-)

infiltrat (-)

sikatriks (-)

sikatriks (-)

Jernih

Camera Oculi Anterior

Jernih

kedalaman cukup

(COA)

dangkal

hipopion (-)

hipopion (-)

hifema (-)

hifema (-)

Sedikit keruh

Lensa

Sedikit keruh

Jernih

Vitreus

Jernih

Papil bentuk bulat, batas

Retina

Papil bentuk bulat, batas tegas,

tegas, CD ratio 0,3, Macula

CD ratio 0.6-0.7, Macula

Lutea (+), Pelebaran vena (-),

Lutea (+), Pelebaran vena (-),

Warna

Warna

orange-kemerahan,

A:V = 2:3, Eksudat (-)

A:V = 2:3
Eksudat (-)

orange-kemerahan,

VI. DIAGNOSIS BANDING


OS Glaukoma sudut terbuka primer

Dasar diagnosis yang mendukung

Penurunan tajam penglihatan

Keluhan mata silau disertai nyeri mata, pusing, dan sakit kepala

Tampak halo di sekitar sumber cahaya

Defek lapang pandang

Atrofi papil retina (C/D ratio meningkat)

Dasar diagnosis yang tidak mendukung

COA dalam

VII. DIAGNOSIS KERJA


OS Post Trabekulektomy ec glaucoma sudut tertutup kronis

Dasar Diagnosis

Diagnosis OS post-trabekulektomi et causa glaukoma sudut tertutup kronis dapat


dipikirkan sebagai diagnosa kerja. Dari anamnesa, pasien laki-laki berumur 55 tahun datang
dengan keluhan penurunan visus, mata silau dan tampak halo disertai rasa pusing dan sakit kepala.
Keluhan mereda setelah dilakukan tindakan trabekulektomi.

VIII. TERAPI
Preventif

Edukasi pasien tentang penyakit glaukoma, faktor risiko dan komplikasi

Kuratif
Medikamentosa :

Erlamycetin plus ED S 4dd gtt I OS

Cendo Lyters ED S 4dd gtt I OS

Rehabilitatif

Evaluasi visus dan TIO secara rutin

Jaga kebersihan area sekitar mata

Edukasi pasien bahwa dengan terapi obat dan pembedahan tidak akan
mengembalikan tajam penglihatan sepeerti orang normal sehingga pasien perlu
menggunakan kacamata untuk memaksimalkan tajam penglihatan.

Gunakan obat secara teratur & kontrol kondisi mata 2 minggu lagi

IX. PROGNOSIS
OD

OS

Ad Vitam

ad bonam

ad bonam

Ad Fungsionam

dubia ad malam

dubia ad malam

Ad Sanationam

dubia ad malam

dubia ad malam

Ad Kosmetikan

ad bonam

ad bonam

X. USUL DAN SARAN


USUL

Pemeriksaan dengan gonioskopi untuk semakin menegakkan diagnosis ODS glaucoma


sudut terbuka atau tertutup.

Pengawasan dan evaluasi Lapang pandang dengan pemeriksaan perimeter.

Pengawasan dan evaluasi TIO dengan Tonometer secara rutin.

Pengawasan dan evaluasi keadaan optic disc dengan Funduscopy secara rutin.

Melakukan pemeriksaan OCT ODS untuk mengevaluasi gambaran defek papil.

Setelah dilakukan tindakan pembedahan terhadap katarak, maksimalkan tajam


penglihatan dengan menggunakan kacamata.

SARAN

Memakai obat-obat yang diberikan dengan benar dan teratur

Konsumsi obat secara teratur

Kontrol ke poliklinik mata 2 minggu kemudian atau langsung kontrol bila keadaan
semakin memburuk

TINJAUAN PUSTAKA
GLAUKOMA

LATAR BELAKANG
Glaukoma ditandai oleh meningkatnya tekanan intraokular yang disertai oleh
pencekungan discus optikus dan pengecilan lapangan pandang. Pada sebagian besar kasus,
tidak terdapat penyakit mata lain. (glaukoma primer).Hampir 80.000 penduduk Amerika
Serikat buta akibat glaukoma, sehingga penyakit ini menjadi penyebab utama kebutaan yang
dapat dicegah di Amerika Serikat. Di Amerika Serikat diperkirakan terdapat 2 juta pengidap
glaukoma. Glaukoma sudut terbuka primer, bentuk tersering, menyebabkan pengecilan

lapangan pandang bilateral progresif asimtomatik yang timbul perlahan dan sering tidak
terdeteksi sampai terjadi pengecilan lapang pandang yang ekstensif. Bentuk-bentuk glaukoma
lain merupakan morbiditas visual yang parah pada semua usia.

Gambar 1.1 Fisiologi humor aquos


Mekanisme peningkatan tekanan intraokular pada glaukoma adalah gangguan
aliran keluar humor akueus akibat kelainan sistem drainase sudut kamera anterior (glaukoma
sudut terbuka) atau gangguan akses humor akueus ke sistem drainase (gaukoma sudut
tertutup).Penurunan pembentukan humor akueus adalah suatu metode untuk menurunkan
tekanan intraokular pada semua bentuk glaukoma. Beberapa obat dapat menurunkan
pembentukan humor akueus. Juga terdapat tindakan-tindakan bedah yang menurunkan
pembentukan humor akueus tetapi biasanya digunakan hanya setelah terapi medis gagal.
Pada semua pasien galukoma, perlu tidaknya terapi segera diberikan dan
efektivitasnya dinilai dengan melakukan pengukuran tekanan intraokular (tonometri),
inspeksi diskus optikus, dan pengukuran lapangan pandang secara teratur.Penatalaksanaan
glaukoma sebaiknya dilakukan oleh ahli oftalmologi, tetapi besar masalah dan pentingnya
deteksi kasus-kasus asimtomatik mengharuskan adanya kerjasama dengan bantuan dari semua
petugas kesehatan.1

DEFINISI
Glaukoma adalah suatu neuropati optik (kerusakan saraf mata) disebabkan oleh TIO
tinggi (relatif) ditandai oleh kelainan lapang pandang dan berkurangnya serabut saraf

optic.2Tekanan intraokular ditentukan oleh kecepatan pembentukan humor akueus dan


tahanan terhadap aliran keluarnya dari mata. Tekanan intraokular dianggap normal bila
kurang dari 20 mmHg pada pemeriksaan dengan tonometer aplanasi yang dinyatakan dengan
tekanan air raksa.2
Glaukoma sudut terbuka adalah glaucoma yang penyebabnya tidak ditemukan dan
ditandai dengan sudut bilik mata depan yang terbuka. Glaukoma sudut terbuka ini
diagnosisnya dibuat bila ditemukang10laucoma pada kedua mata pada pemeriksaan
pertama, tanpa ditemukan kelainan yang dapat merupakan penyebab.2,3

Gambar 2.1 Glaukoma


KLASIFIKASI
Klasifikasi glaukoma:1,2
A. Glaukoma primer

Sudut terbuka

Sudut tertutup

B. Glaukoma sekunder

Sudut terbuka

Sudut tertutup

C. Glaukoma kongenital

ETIOLOGI
Penyebab glaukoma sudut terbuka tidak pasti, dimana tidak didapatkan kelainan
yang merupakan penyebab glaukoma.2,3Glaukoma ini didapatkan pada orang yang telah
memiliki bakat bawaan glaukoma, seperti:3
a. Bakat dapat berupa gangguan fasilitas pengeluaran cairan mata atau susunan anatomis
bilik mata yang menyempit.
b. Mungkin disebabkan kelainan pertumbuhan pada sudut bilik mata depan (
goniodisgenesis), berupa trabekulodisgenesis, iridodisgenesis dan korneodisgenesis
dan yang paling sering berupa trabekulodisgenesis dan goniodisgenesis.
Glaukoma sudut terbuka sering terjadi setelah usia 40 tahun, tetapi kadang terjadi
pada anak-anak. Penyakit ini cenderung diturunkan dan paling sering ditemukan pada
penderita diabetes atau miopia. Glaukoma sudut terbuka lebih sering terjadi dan biasanya
penyakit ini lebih berat jika diderita oleh orang kulit hitam.2,3

EPIDEMIOLOGI
Di Indonesia, glaukoma diderita oleh 3% dari total populasi penduduk. Umumnya
penderita glaukoma telah berusia lanjut. Pada usia 50 tahun, tingkat resiko menderita
glaukoma meningkat sekitar 10 %. Hampir separuh penderita glaukoma tidak menyadari
bahwa mereka menderita penyakit tersebut. Glaukoma sudut terbuka adalah bentuk
glaukoma yang tersering dijumpai, sekitar 0,4-0,7% orang berusia lebih dari 40 tahun dan 23% orang berusia lebih dari 70 tahun diperkirakan mengidap glaukoma sudut terbuka.1

Gambar 2.2 Epidemiologi glaukoma

PATOGENESIS
Sudut bilik mata dibentuk dari jaringan korneosklera dengan pangkal iris. Pada
keadaan fisiologis bagian ini terjadi pengaliran keluar cairan bilik mata. Berdekatan dengan
sudut ini didapatkan jaringan trabekulum, kanal Schlemm, baji sklera, garis Schwalbe dan
jonjot iris. Pada sudut filtrasi terdapat garis Schwalbe yang merupakan akhir perifer endotel
dan membran desemet, kanal schlemn yang menampung cairan mata kesalurannya.

Gambar 2.3 Hambatan pada aliran aquos humor

Sudut filtrasi berbatas dengan akar iris berhubungan dengan sklera kornea dan
disini ditemukan sklera spur yang membuat cincin melingkar 360 derajat dan merupakan
batas belakang sudut filtrasi serta tempat insersi otot siliar longitudinal. Anyaman trabekula
mengisi kelengkungan sudut filtrasi yang mempunyai dua komponen yaitu badan siliar dan
uvea.
Tekanan intraokular ditentukan oleh kecepatan terbentuknya cairan mata (akueus
humor) bola mata oleh badan siliar dan hambatan yang terjadi pada jaringan trabekular
meshwork. Akueus humor yang dihasilkan badan siliar masuk ke bilik mata belakang,
kemudian melalui pupil menuju ke bilik mata depan dan terus ke sudut bilik mata depan,
tepatnya ke jaringan trabekulum, mencapai kanal Schlemm dan melalui saluran ini keluar
dari bola mata. Pada glaukoma kronik sudut terbuka, hambatannya terletak pada jaringan
trabekulum maka akan terjadi penimbunan cairan bilik mata di dalam bola mata sehingga
tekanan bola mata meninggi. Pada glaukoma akut hambatan terjadi karena iris perifer
menutup sudut bilik depan, hingga jaringan trabekulum tidak dapat dicapai oleh akueus.4

Bagan 2.1 Patofisiologi Glaukoma

Gambar 2.4 Kerusakan papil saraf akibat glaukoma

GEJALA KLINIS
Glaukoma disebut sebagai pencuri penglihatan karena berkembang tanpa
ditandai dengan gejala yang nyata. Oleh karena itu, separuh dari penderita glaukoma tidak
menyadari bahwa mereka menderita penyakit tersebut. Biasanya nanti diketahui disaat
penyakitnya sudah lanjut dan telah kehilangan penglihatan.2,5,7Glaukoma primer yang kronis
dan berjalan lambat sering tidak diketahui bila mulainya, karena keluhan pasien amat sedikit
atau samar. Misalnya mata sebelah terasa berat, kepala pening sebelah, kadang-kadang
penglihatan kabur dengan anamnesa tidak khas. Pasien tidak mengeluh adanya halo dan
memerlukan kacamata koreksi untuk presbiopia lebih kuat dibanding usianya. Kadangkadang tajam penglihatan tetap normal sampai keadaan glaukomanya sudah berat.3 Pada
akhirnya akan terjadi penyempitan lapang pandang yang menyebabkan penderita sulit
melihat benda-benda yang terletak di sisi lain ketika penderita melihat lurus ke depan (
disebut penglihatan terowongan).

PEMERIKSAAN
a. Pemeriksaan tekanan bola mata 3,4,5
Pemeriksaan tekanan bola mata dilakukan dengan alat yang dinamakan tonometer.
Pemeriksaan tekanan yang dilakukan dengan tanometer pada bola mata dinamakan
tonometri. Tindakan ini dapat dilakukan oleh dokter umum dan dokter spesialis
lainnya.Pengukuran tekanan bola mata sebaiknya dilakukan pada setiap orang berusia di
atas 20 tahun pada saat pemeriksaan fisik medik secara umum. Dikenal beberapa alat
tonometer seperti alat tonometer Schiotz dan tonometer aplanasi Goldman.

Tonometri Schiotz
Tonometer Schiotz merupakan alat yang praktis sederhana. Pengukuran
tekanan bola mata dinilai secara tidak langsung yaitu dengan teknik melihat daya
tekan alat pada kornea karena itu dinamakan juga tonometri indentasi Schiotz.
Dengan tonometer Schiotz dilakukan indentasi penekanan terhadap kornea.
Pemeriksaan ini dilakukan pada pasien ditidurkan dengan posisi horizontal
dan mata ditetesi dengan obat anestesi topikal atau pantokain 0,5%. Penderita diminta
melihat lurus ke suatu titik di langit-langit, atau penderita diminta melihat lurus ke
salah satu jarinya, yang diacungkan, di depan hidungnya. Pemeriksa berdiri di
sebelah kanan penderita. Dengan ibu jari tangan kiri kelopak mata digeser ke atas
tanpa menekan bola mata; jari kelingking tangan kanan yang memegang tonometer,
menyuai kelopak inferior. Dengan demikian celah mata terbuka lebar. Perlahan-lahan
tonometer diletakkan di atas kornea.
Tonometer Schiotz kemudian diletakkan di atas permukaan kornea, sedang
mata yang lainnya berfiksasi pada satu titik di langit-langit kamar penderita.Jarum
tonometer akan menunjuk pada suatu angka di atas skala. Tiap angka pada skala
disediakan pada tiap tonometer. Apabila dengan beban 5,5 gram (beban standar)
terbaca angka 3 atau kurang, perlu diambil beban 7,5 atau 10 gram. Untuk tiap beban,
table menyediakan kolom tersendiri.

Tonometer aplanasi
Cara mengukur tekanan intraokular yang lebih canggih dan lebih dapat
dipercaya dan cermat bias dikerjakan dengan Goldman atau dengan tonometer
tentengan Draeger.Pasien duduk di depan lampu celah. Pemeriksaan hanya
memerlukan waktu beberapa detik setelah diberi anestesi. Yang diukur adalah gaya
yang diperlukan untuk mamapakan daerah kornea yang sempit.
Setelah mata ditetesi dengan anestesi dan flouresein, prisma tonometer
aplanasi di taruh pada kornea. Mikrometer disetel untuk menaikkan tekanan pada
mata sehingga gambar sepasang setengah lingkaran yang simetris berpendar karena
flouresein tersebut. Ini menunjukkan bahwa di semua bagian kornea yang
bersinggungan dengan alat ini sudah papak ( teraplanasi). Dengan melihat melalui
mikroskop lampu celah dan dengan memutar tombol, ujung dalam kedua setengah
lingkaran yang berpendar tersebut diatur agar bertemu yang menunjukkan besarnya
tekanan intraokular. Dengan ini selesailah pemeriksaan tonometer aplanasi dan hasil
pemeriksaan dapat dibaca langsung dari skala mikrometer dalam mmHg.

Tonometri Digital
Pemeriksaan ini adalah untuk menentukan tekanan bola mata dengan cepat
yaitu dengan memakai ujung jari pemeriksa tanpa memakai alat khusus (tonometer).
Dengan menekan bola mata dengan jari pemeriksa diperkirakan besarnya tekanan di
dalam bola mata. Pemeriksaan dilakukan dengan cara sebagai berikut :
Penderita disuruh melihat ke bawah
Kedua telunjuk pemeriksa diletakkan pada kulit kelopak tarsus atas penderita
Jari-jari lain bersandar pada dahi penderita
Satu telunjuk mengimbangi tekanan sedang telunjuk lain menekan bola mata.

Penilaian dilakukan dengan pengalaman sebelumnya yang dapat menyatakan


tekanan mata N+1, N+2, N+3 atau N-1, N-2, N-3 yang menyatakan tekanan lebih
tinggi atau lebih rendah daripada normal.Cara ini sangat baik pada kelainan mata bila
tonometer tidak dapat dipakai atau dinilai seperti pada sikatrik kornea, kornea

irregular dan infeksi kornea. Cara pemeriksaan ini memerlukan pengalaman


pemeriksaan karena terdapat faktor subyektif.
b. Gonioskopi 3,4,6
Pemeriksaan gonioskopi adalah tindakan untuk melihat sudut bilik mata dengan
goniolens. Gonioskopi adalah suatu cara untuk melihat langsung keadaan patologik sudut
bilik mata, juga untuk melihat hal-hal yang terdapat pada sudut bilik mata seperti benda
asing. Dengan gonioskopi dapat ditentukan klasifikasi glaukoma penderita apakah
glaukoma terbuka atau glaukoma sudut tertutup dan malahan dapat menerangkan
penyebab suatu glaukoma sekunder.
c. Oftalmoskopi 3,4
Oftalmoskopi, pemeriksaan ke dalam mata dengan memakai alat yang
dinamakan oftalmoskop. Dengan oftalmoskop dapat dilihat saraf optik di dalam mata dan
akan dapat ditentukan apakah tekanan bola mata telah mengganggu saraf optik. Saraf
optik dapat dilihat secara langsung. Warna serta bentuk dari mangok saraf optik pun dapat
menggambarkan ada atau tidak ada kerusakan akibat glaukoma yang sedang diderita.
Kelainan pada pemeriksaan oftalmoskopi dapat dilihat : 6

Kelainan papil saraf optik


-

saraf optik pucat atau atrofi

saraf optik tergaung

Kelainan serabut retina, serat yang pucat atau atrofi akan berwarna hijau

Tanda lainnya seperti perdarahan peripapilar.

d. Pemeriksaan lapang pandang


Penting, baik untuk menegakkan diagnosa maupun untuk meneliti perjalanan
penyakitnya, juga bagi menetukan sikap pengobatan selanjutnya. Harus selalu diteliti
keadaan lapang pandangan perifer dan juga sentral. Pada glaukoma yang masih dini,
lapang pandangan perifer belum menunjukkan kelainan, tetapi lapang pandangan sentral
sudah menunjukkan adanya bermacam-macam skotoma. Jika glaukomanya sudah lanjut,
lapang pandangan perifer juga memberikan kelainan berupa penyempitan yang dimulai

dari bagian nasal atas. Yang kemudian akan bersatu dengan kelainan yang ada ditengah
yang dapat menimbulkan tunnel vision, seolah-olah melihat melalui teropong untuk
kemudian menjadi buta.4

e. Tes provokasi

Tes minum air


Penderita disuruh berpuasa, tanpa pengobatan selama 24 jam. Kemudian disuruh
minum 1 L air dalam 5 menit. Lalu tekanan intraokular diukur setiap 15 menit selama
1,5 jam. Kenaikan tensi 8 mmHg atau lebih, dianggap mengidap glaukoma.

Pressure Congestive test


Pasang tensimeter pada ketinggian 50-60 mmHg, selama 1 menit. Kemudian ukur
tensi intraokularnya. Kenaikan 9 mmHg, atau lebih mencurigakan, sedang bila lebih
dari 11 mmHg pasti patologis.

Kombinasi tes air minum dengan pressure congestive test


Setengah jam setelah tes minum air dilakukan pressure congestive test. Kenaikan 11
mmHg mencurigakan, sedangkan kenaikan 39 mmHg atau lebih pasti patologis.

Tes steroid
Diteteskan larutan deksametason 3-4 dd g 1, selama 2 minggu. Kenaikan tensi
intraokular 8 mmHg menunjukkan glaukoma.4

DIAGNOSIS

Pada anamnesa tidak khas, seperti mata sebelah terasa berat, kepala pening sebelah,
kadang-kadang penglihatan kabur. Pasien tidak mengeluh adanya halo dan memerlukan
kaca mata koreksi untuk presbiopia lebih kuat dibanding usianya.3

Kita harus waspada terhadap glaukoma sudut terbuka pada orang-oarang : berumur 40
tahun atau lebih, penderita diabetes mellitus, pengobatan kortikosteroid lokal atau
sistemik yang lama dan dalam keluarga ada penderita glaukoma, miopia tinggi.2,3,4,6

Pemeriksaan Tonometri bila antara kedua mata, selalu terdapat perbedaan tensi
intraokular 4 mmHg atau lebih, maka itu menunjukkan glaukoma sudut terbuka.4

Pemeriksaan lapang pandangan

Pada glaukoma yang masih dini, lapang pandangan perifer belum menunjukkan
kelainan, tetapi lapang pandangan sentral sudah menunjukkan adanya bermacammacam skotoma. Jika glaukomanya sudah lanjut, lapang pandangan perifer juga
memberikan kelainan berupa penyempitan yang dimulai dari bagian nasal atas.

Pemeriksaan oftalmoskopi 4
Pada glaukoma sudut terbuka, didalam saraf optik didapatkan kelainan degenerasi yang
primer, yaitu disebabkan oleh insufisiensi vaskuler.

Pemeriksaan gonioskopi 4
Pada glaukoma sudut terbuka sudutnya normal. Pada stadium yang lanjut, bila telah
timbul goniosinechiae ( perlengketan pinggir iris pada kornea atau trabekula ) maka
sudut dapat tertutup.

Tes provokasi 4
tes minum air kenaikan tensi 8-9 mmHg, mencurigakan, 10 mmHg pasti patologis
tes steroid kenaikan 8 mmHg menunjukkan glaukoma
pressure congestive test kenaikan 9 mmHg atau lebih, mencurigakan . sedangkan
11 mmHg pasti patologis.

2.1

PENATALAKSANAAN
a. Medikamentosa 4
Harusnya disadari betul, bahwa glaukoma primer merupakan masalah terapi
pengobatan (medical problem). Pemberian pengobatan medikamentosa harus dilakukan
terus-menerus, karena itu sifat obat-obatnya harus mudah diperoleh dan mempunyai
efek sampingnya sekecil-kecilnya. Harus dijelaskan kepada penderita dan keluarga,
bahwa perlu pemeriksaan dan pengobatan seumur hidup. Obat-obat ini hanya
menurunkan tekanan intraokularnya, tetapi tidak menyembuhkan penyakitnya. Minum
sebaiknya sedikit-sedikit. Tak ada bukti bahwa tembakau dan alkohol dapat
mempengaruhi glaukoma.
Obat-obat yang dipakai :
Parasimpatomimetik : miotikum, memperbesar outflow
a. Pilokarpin 2-4%, 3-6 dd 1 tetes sehari
b. Eserin -1/2 %, 3-6 dd 1 tetes sehari

Kalau dapat pemberiannya disesuaikan dengan variasi diurnal, yaitu


diteteskan pada waktu tekanan intraokular menaik. Eserin sebagai salep mata dapat
diberikan malam hari.Efek samping dari obat-obat ini; meskipun dengan dosis yang
dianjurkan hanya sedikit yang diabsorbsi kedalam sirkulasi sistemik, dapat terjadi
mual dan nyeri abdomen. Dengan dosis yang lebih tinggi dapat menyebabkan :
keringat yang berlebihan, salivasi, tremor, bradikardi, hipotensi.
Simpatomimetik : mengurangi produksi humor akueus.
Epinefrin 0,5%-2%, 2 dd 1 tetes sehari.
Efek samping : pingsan, menggigil, berkeringat, sakit kepala, hipertensi.
Beta-blocker (penghambat beta), menghambat produksi humor akueus.
Timolol maleat 0,25-0,5% 1-2 dd tetes, sehari.
Efek samping : hipotensi, bradikardi, sinkop, halusinasi, kambuhnya asma, payah
jantung kongestif. Nadi harus diawasi terus. Pada wanita hamil, harus
dipertimbangkan dulu masak-masak sebelum memberikannya. Pemberian pada
anak belum dapat dipelajari.Obat ini tidak atau hanya sedikit, menimbulkan
perubahan pupil, gangguan visus, gangguan produksi air mata, hiperemi. Dapat
diberikan bersama dengan miotikum. Ternyata dosis yang lebih tinggi dari 0,5%
dua kali sehari satu tetes, tidak menyebabkan penurunan tekanan intraokular yang
lebih lanjut.
Carbon anhydrase inhibitor (penghambat karbonanhidrase), menghambat
produksi humor akueus.
Asetazolamide 250 mg, 4 dd 1 tablet ( diamox, glaupax).
Pada pemberian obat ini timbul poliuria
Efek samping : anoreksi, muntah, mengantuk, trombositopeni, granulositopeni,
kelainan ginjal.
Obat-obat ini biasanya diberikan satu persatu atau kalau perlu dapat
dikombinasi. Kalau tidak berhasil, dapat dinaikkan frekwensi penetesannya atau
prosentase obatnya, ditambah dengan obat tetes yang lain atau tablet.Monitoring

semacam inilah yang mengharuskan penderita glaukoma sudut terbuka selalu


dikelola oleh dokter dan perlu pemeriksaan yang teratur.
b. Operasi 6
Pada umumnya operasi ditangguhkan selama mungkin dan baru dilakukan bila :
tekanan intraokular tak dapat dipertahankan dibawah 22 mmHg
lapang pandangan terus mengecil
orang sakit tak dapat dipercaya tentang pemakaian obatnya
tidak mampu membeli obat
tak tersedia obat-obat yang diperlukan
Prinsip operasi : fistulasi, membuat jalan baru untuk mengeluarkan humor akueus, oleh
karena jalan yang normal tak dapat dipakai lagi.

Pembedahan pada glaukoma :


1) Bedah filtrasi
Bedah filtrasi dilakukan tanpa perlu pasien dirawat dengan memberi
anestesi lokal kadang-kadang sedikit obat tidur.Dengan memakai alat sangat halus
diangkat sebagian kecil sklera sehingga terbentuk suatu lubang. Melalui celah
sclera yang dibentuk cairan mata akan keluar sehingga tekanan bola mata
berkurang, yang kemudian diserap di bawah konjungtiva. Pasca bedah pasien harus
memakai penutup mata dan mata yang dibedah tidak boleh kena air. Untuk
sementara pasien pascabedah glaukoma dilarang bekerja berat.
2) Trabekulektomi
Pada glaukoma masalahnya adalah terdapatnya hambatan filtrasi
(pengeluaran) cairan mata keluar bola mata yang tertimbun dalam mata sehingga
tekanan bola mata naik.Bedah trabekulektomi merupakan teknik bedah untuk
mengalirkan cairan melalui saluran yang ada. Pada trabekulektomi ini cairan mata
tetap terbentuk normal akan tetapi pengaliran keluarnya dipercepat atau salurannya
diperluas.Bedah trabekulektomi membuat katup sklera sehingga cairan mata keluar
dan masuk di bawah konjungtiva. Untuk mencegah jaringan parut yang terbentuk
diberikan 5 fluoruracil atau mitomisin. Dapat dibuat lubang filtrasi yang besar

sehingga tekanan bola mata sangat menurun.Pembedahan ini memakan waktu tidak
lebih dari 30 menit. Setelah pembedahan perlu diamati 4-6 minggu pertama. Untuk
melihat keadaan tekanan mata setelah pembedahan.

3) Bedah filtrasi dengan implan


Pada saat ini dikenal juga operasi dengan menanam bahan penolong
pengaliran (implant urgary).Pada keadaan tertentu adalah tidak mungkin untuk
membuat filtrasi secara umum sehingga perlu dibuatkan saluran buatan (artificial)
yang ditanamkan ke dalam mata untuk drainase cairan keluar.Beberapa ahli
berusaha membuat alat yang dapat mempercepat keluarnya cairan dari bilik mata
depan.
Upaya di dalam membuat ini adalah :
Dapat mengeluarkan cairan mata yang berlebihan.
Keluarnya tidak hanya dalam jumlah dan persentase.
Mengatur tekanan maksimum, minimum optimal, seperti hidrostat.
Tahan terhadap kemungkinan penutupan
Minimal terjadinya hipotensi
Desain yang menghindarkan migrasi dan infeksi.
Bersifat atraumatik
.
4) Siklodestruksi
Tindakan ini adalah mengurangkan produksi cairan mata oleh badan siliar
yang masuk ke dalam bola mata. Diketahui bahwa cairan mata ini dikeluarkan
terutama oleh pembuluh darah di badan siliar dalam bola mata. Pada siklodestruksi
dilakukan pengrusakan sebagian badan siliar sehingga pembentukan cairan mata
berkurang.Tindakan ini jarang dilakukan karena biasanya tindakan bedah utama
adalah bedah filtrasi.

2.2

PROGNOSIS
Meskipun tidak ada obat yang dapat menyembuhkan glaukoma, pada kebanyakan
kasus glaukoma dapat dikendalikan. Glaukoma dapat dirawat dengan obat tetes mata, tablet,
operasi laser atau operasi mata. Menurunkan tekanan pada mata dapat mencegah kerusakan
penglihatan lebih lanjut. Oleh karena itu semakin dini deteksi glaukoma maka akan semakin
besar tingkat kesuksesan pencegahan kerusakan mata.

1. Vaughan, D.G. Asbury, T. Riodan-Eva, P. Glaukoma. Dalam : Oftalmologi Umum, ed.


Suyono Joko, edisi 17, Jakarta, Widya Medika, 2010, hal : 220-232
2. Yulia, glaucoma, diunduh dari http://fkuii.org/tiki-index.php?=Glaukoma2, dipublikasikan
3 Desember 2006.
3. Ilyas Sidartha, dkk. Glaukoma. Dalam: Ilmu Penyakit Mata, edisi 3, Jakarta,Balai Penerbit
FKUI, 2002, hal 212-217.
4. Wijaya Nana. Glaukoma. Dalam : Ilmu Penyakit Mata, ed. Wijaya Nana, cet.6, Jakarta,
Abadi Tegal, 1993, hal : 219-232.
5. Ilyas, Sidarta, Glaukoma. Edisi 3, Jakarta, Sagung Seto, 2007, hal 57-60, 121-139.

Anda mungkin juga menyukai