Anda di halaman 1dari 24

Skenario 3 Blok 22

Disusun Oleh
Augustine Natasha - NIM 102009101
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Alamat Korespondensi :
Jalan Tanjung Duren Utara 2a Nomor 389, Jakarta Barat
087882953467 -- augustinenatasha@ymail.com


Pendahuluan

Stroke sudah dikenal sejak dulu kala, bahkan sebelum zaman Hippocrates. Soranus
dari Ephesus (98 -138) di Eropa telah mengamati beberapa faktor yang mempengaruhi
stroke. Hippocrates adalah Bapak Kedokteran asal Yunani. Ia mengetahui stroke 2400 tahun
silam. Kala itu, belum ada istilah stroke. Sampai saat ini, stroke masih merupakan salah satu
penyakit saraf yang paling banyak menarik perhatian.
Definisi WHO, stroke adalah manifestasi klinik dari gangguan fungsi serebral, baik
fokal maupun menyeluruh (global), yang berlangsung dengan cepat, selama lebih dari 24
jam atau berakhir dengan maut, tanpa ditemukannya penyebab lain selain gangguan
vaskuler. Istilah kuno apopleksia serebri sama maknanya dengan Cerebrovascular Accident
(CAV) dan Stroke.


Isi

I. Anamnesis
Pada anamnesis perlu ditanyakan :
- Identitas pasien.
1-3

- Keluhan utama : pada skenario, pasien dibawa ke rumah sakit karena sudah tidak
bisa dibangunkan, tidak bisa makan atau minum.
- Keluhan tambahan :
- Riwayat penyakit sekarang :
o Waktu dan lamanya keluhan berlangsung.
o Sifat dan beratnya serangan (masih dapat ditahan atau tidak).
o Lokasi dan penyebarannya (dapat menyebutkan tempat sakit atau menyebar).
o Hubungan dengan waktu (kapan saja terjadinya).
o Hubungannya dengan aktivitas (keluhan dirasakan setelah melakukan
aktivitas apa saja).
1-3

o Keluhan-keluhan yang menyertai serangan
o Apakah keluhan baru pertama kali atau sudah berulang kali.
o Faktor resiko dan pencetus serangan, termasuk faktor-faktor yang
memperberat atau meringankan serangan.
1

o Apakah ada saudara sedarah, atau teman dekat yang menderita keluhan yang
sama.
o Perkembangan penyakit, kemungkinan telah terjadi komplikasi atau gejala
sisa
o Upaya yang telah dilakukan dan bagaimana hasilnya, jenis-jenis obat yang
telah diminum oleh pasien; juga tindakan medik lain yang berhubungan
dengan penyakit yang saat ini diderita.
1

- Riwayat penyakit dahulu : bertujuan untuk mengetahui kemungkinan-
kemungkinan adanya hubungan antara penyakit yang pernah diderita dengan
penyakit sekarang.
1

- Riwayat kesehatan keluarga.
1

- Riwayat penyakit menahun keluarga.
1



II. Pemeriksaan Fisik Umum
Pemeriksaan vital terdiri dari 4 pemeriksaan, yaitu :
Normal Pasien
Suhu Tubuh 36-37 C -
Denyut Nadi 70-90 x/menit -
Penapasan 18-19x/menit -
Tekanan Darah 120/80 mmHg -
Table 1. Perbandingan pemeriksaan tanda vital
Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik diatas, tidak dapat diketahui kondisi pasien.

a. Kesadaran: Penderita dengan stroke hemisferik jarang mengalami gangguan atau
penurunan kesadaran, kecuali pada stroke yang luas. Hal ini disebabkan karena
struktur-struktur anatomi yang menjadi substrat kesadaran yaitu formatio reticularis
digaris tengah dan sebagian besar terletak dalam fossa posterior karena itu
kesadaran biasanya kompos mentis, kecuali pada stroke yang luas.
1-5

b. Tekanan darah: biasanya tinggi, hipertensi merupakan faktor risiko timbulnya stroke
pada lebih kurang 70% penderita.
1-5

c. Pemeriksaan neurovaskuler : langkah pemeriksaan yang khusus ditujukan pada
keadaan pembuluh darah ekstrakranial yang mempunyai hubungan dengan aliran
darah otak yaitu: pemeriksaan tekanan darah pada lengan kiri dan kanan, palpasi
nadi karotis pada leher kiri dan kanan, a.temporalis kiri dan kanan dan auskultasi
nadi pada bifurcatio karotis komunis dan karotis interna di leher, dilakukan juga
auskultasi nadi karotis intema pada orbita, dalam rangka mencari kemungkinan
kelainan pembuluh ekstrakranial.
1-5



III. Pemeriksaan Neurologi
Pemeriksaan saraf otak: pada stroke hemisferik saraf otak yang sering terkena adalah:
- Gangguan n. fasialis dan n. hipoglosus: tampak paresis n.fasialis tipe sentral (mulut
mencong) dan paresis n.hipoglosus tipe sentral (bicara pelo) disertai deviasi lidah
bila dikeluarkan dari mulut.
1-5

- Gangguan konjugat pergerakan bola mata antara lain deviatio konyugae, gaze
paresis kekiri atau kekanan dan hemianopia. Kadang-kadang ditemukan sindroma
Horner pada penyakit pembuluh karotis.
1-5

- Gangguan lapangan pandang: tergantung kepada letak lesi dalam jaras perjalanan
visual, hemianopia kongruen atau tidak. Terdapatnya hemianopia merupakan salah
satu faktor prognostik yang kurang baik pada penderita Stroke.
1-5

Pemeriksaan motorik: Hampir selalu terjadi kelumpuhan sebelah anggota badan
(hemiparesis). Dapat dipakai sebagai patokan bahwa jika ada perbedaan kelumpuhan
yang nyata antara lengan dan. tungkai hampir dipastikan bahwa kelainan aliran darah
otak berasal dari hemisfer (kortikal) sedangkan jika kelumpuhan sama berat gangguan
aliran darah dapat terjadi di subkortikal atau pada daerah vertebro-basilar.
1-5

Pemeriksilaan sensorik: dapat terjadi hemisensorik tubuh karena bangunan anatomik
yang terpisah, gangguan motorik berat dapat disertai gangguan sensorik ringan atau
gangguan sensorik berat disertai dengan gangguan motorik ringan.
1-5

Pemeriksaan refleks fisiologis dan patologis: pada fase akut refleks fisiologis pada sisi
yang lumpuh akan menghilang. Setelah beberapa hari refleks fisiologis akan muncul
kembali didahului dengan refleks patologis.
1-5

Kelainan fungsi luhur: manifestasi gangguan lungsi luhur pada stroke hemisferik berupa
disfungsi parietal baik sisi dominan maupun non dominan. Kelainan yang paling sering
tampak adalah disfasi campuran (mixed-dysphasia) dimana penderita tak mampu
berbicara / mengeluarkan kata-kata dengan baik dan tidak mengerti apa yang
dibicarakan orang kepadanya. Selain itu dapat juga terjadi agnosia, apraxia.dan
sebagainya.
1-5



IV. Pemeriksaan Penunjang
Untuk memperoleh diagnosis kerja, selain hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik,
dibutuhkan pemeriksaan penunjang. Berikut pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan
sesuai dengan skenario yang diberikan.
a) Pemeriksaan Laboratorium
Analisis laboratorium standar mencakup urinanalisis, HDL, laju endap darah, panel
metabolik dasar (natrium, kalium, klorida, bikarbonat, glukosa, nitrogen urea darah,
dan kreatinin), profil lemak serum, dan serologi untuk sifilis. Pada pasien yang
dicurigai mengalami stroke iskemik, panel laboratorium yang mengevaluasi keadaan
hiperkoagulasi termasuk dalam perawatan standar. Pemeriksaan yang lazim
dilakukan adalah protrombin dengan rasio normalisasi internasional, waktu
tromboplastin parsial, dan hitung trombosit. Pemeriksaan lain yang mungkin
dilakukan adalah antibodi antikardiolipin, protein C dan S, antitrombin III,
plasminogen, faktor V Leiden, dan resistensi protein C aktif.
6-10
b) Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan sinar X toraks merupakan prosedur standar karena pemeriksaan ini
dapat mendeteksi pembesaran jantung dan infiltrat paru yang berkaitan dengan gagal
jantung kongestif.
6-10

Pemeriksaan lumbal melibatkan pemeriksaan CSS yang sering memberi petunjuk
bermanfaat tentang kausa storke, terutama apabila pasien datang dalam keadaan
tidak sadar dan tidak dapat memberikan anamnesis. Sebagai contoh, mungkin
terdapat darah di CSS pada stroke hemoragik, terutama pada perdarahan
subarakhnoid, informasi yang akan diperoleh harus ditimbang terhadap resiko
melakukan pungsi lumbal pada pasien koma. Yaitu pada peningkatan TIK,
penurunan mendadak tekanan CSS di tingkat spinal bawah dapat memicu gerakan
ke bawah isi kranium disertai herniasi ke dalam batang otak dan kematian
mendadak.
6-10

Ultrasonografi karotis terhadap arteria karotis merupakan evaluasi standar untuk
mendeteksi gangguan aliran darah karotis dan kemungkinan memperbaiki kausa
stroke.
6-10

Angiografi serebrum dapat memberi informasi penting dalam mendiagnosis kausa
dan lokasi stroke. Secara spesifik, angiografi serebrum dapat mengungkapkan lesi
ulseratif, stenosis, displasia fibromuskular, fistula arteriovefna, vaskulitis, dan
pembentukan trombus di pembuluh besar. Saat ini, angiografi serebrum dianggap
merupakan cara yang paling akurat untuk mengindentifikasi dan mengukur stenosis
arteri-arteri otak; namun, kegunaan metode ini agak terbatas oleh penyulit yang
dapat terjadi hampir pada 12% pasien yang dicurigai mengidap stroke. Risiko utama
dari pemeriksaan ini adalah robeknya aorta atau arteria karotis dan embolisasi pada
pembuluh besar ke pembuluh intrakranium.
6-10

Doppler transkranium, yaitu ultrasonografi yang menggabungkan citra dan suara,
memungkinkan kita menilai aliran di dalam arteri dan mengindentifikasi stenosis
yang mengancam aliran ke otak. Keunggulan prosedur ini adalah bahwa prosedur ini
dapat dilakukan di tempat tidur pasien, noninvasif, dan relatif murah; secara serial
juga dapat menilai perubahan dalam CBF.
6-10

Ekokardiogram transesofagus (TEE) sangat sensitif dalam mendeteksi sumber
kardioembolus potensial. Ekokardiogram telah menjadi komponen rutin dalam
evaluasi stroke iskemik apabila dicurigai kausa stroke adalah kardioembolus tetapi
fibrilasi atrium sudah disingkirkan sebagai penyebab embolus.
6-10




V. Working Diagnosis
Working diagnosis yang diambil adalah stroke. Tidak dapat diklasifikasikan stroke apa yang
terjadi pada pasien karena tidak lengkapnya data di skenario yang diberikan. Working
diagnosis ini diambil karena pada skenario disebutkan perjalanan penyakit dari pasien yaitu
kondisi kelumpuhan dan disartria yang progresif berubah menjadi kondisi koma, merupakan
suatu kondisi gejala yang umum pada pasien yang menderita stroke, baik iskemik ataupun
hemoragik.
VI. Differential Diagnosis
Differensial diagnosis untuk stroke adalah semua penyakit yang memiliki manifestasi
menyerupai stroke adalah tumor otak, meningitis, dan abses serebri. Mereka sama-sama
dapat memberikan gejala klinis berupa sakit kepala, nausea, vomitus, malaise, hemiplegia,
disartria, dan penurunan neurologis fokal lainnya. Akan tetapi, dapat dibedakan dari
perjalanan penyakitnya dan riwayat penyakit terdahulunya. Pada meningitis dan abses otak,
biasa didapati pasien tampak seperti sakit flu, sebelum nantinya gejalanya bertambah
menjadi nausea, vomitus, dan sakit kepala. Dan pada meningitis, didapati tanda rangsang
meningeal. Pada abses otak, biasanya ada infeksi kronis lain yang berada disekitar kepala,
karena infeksi sekitar kepala itu lah yang menjadi jalan masuk kuman untuk menginfeksi
otak. Meskipun demikian, diagnosis banding ini hanya dapat disingkirkan dengan hasil
pemindaian dan lamboratorium yang memadai.
6-10



VII. Epidemiologi
Insiden stroke bervariasi di berbagai negara di Eropa, diperkirakan terdapat 100-200
kasus stroke baru per 10.000 penduduk per tahun . Di Amerika diperkirakan terdapat lebih
dari 700.000 insiden stroke per tahun, yang menyebabkan lebih dari 160.000 kematian per
tahun, dengan 4.8 juta penderita stroke yang bertahan hidup. Rasio insiden pria dan wanita
adalah 1.25 pada kelompok usia 55-64 tahun, 1.50 pada kelompok usia 65-74 tahun, 1.07
pada kelompok usia 75-84 tahun dan 0.76 pada kelompok usia diatas 85 tahun.
6-10





VIII. Etiologi
Berdasarkan penyebabnya, terdapat empat subtipe dasar pada stroke iskemik yaitu
lakunar, trombosis pembuluh besar dengan aliran pelan, embolik, dan kriptogenik.
Stroke lakunar terjadi karena penyakit pembuluh halus hipertensif dan menyebabkan
sindrom stroke yang biasanya muncul dalam beberapa jam atau bahkan lebih lama.
Infark lakunar merupakan infark yang terjadi setelah oklusi aterotrombotik atau hialin-
lipid salah satu dari cabang-cabang penetrans sirkulus Wilisi, arteri serebri media, atau
arteri vetebralis dan basilaris. Terdapat empat sindrom lakunar yang paling sering
dijumpai yaitu hemiparesis motorik murni akibat infark pars anterior kapsula interna,
hemiparesis motorik murni akibat infark di kapsula interna, stroke sensorik murni akibat
infark talamus, dan hemiparesis ataksik serta gerakan yang canggung akibat infark pons
basal.
6-10

Stroke trombotik pembuluh besar dengan aliran lambat adalah subtipe kedua stroke
iskemik ini. Sebagian besar stroke ini terjadi pada saat tidur, saat pasien mengalami
dehidrasi dan sirkulasi relatif menurun. Stroke ini sering berkaitan dengan lesi
aterosklerotik yang menyebabkan penyempitan atau stenosis di arteria karotis interna
atau yang lebih jarang di pangkal arteri serebri media atau di taut arteria vetebralis dan
basilaris.
6-10

Stroke embolik diklasifikasikan berdasarkan arteri yang terlibat atau asal embolus.
Asal stroke embolik dapat suatu arteri distal atau jantung. Sumber emboli yang tersering
adalah trombus mural dan tromboemboli dari plak ateromatosa.
6-10

Stroke kriptogenik adalah klasifikasi untuk stroke yang kausanya tidak jelas.
Sementara itu, penyebab dari stroke hemoragik terjadi karena pendarahan intraserebrum
hipertensif, ruptur aneurisma sakular, rupturnya malformasi arteriovena, trauma,
penyalahgunaan narkotika, pendarahan akibat tumor otak, infark hemoragik, dan
penyakit pendarahan sistemik, termasuk terapi antikoagulan.
6-10



IX. Patofisiologi
Gangguan pasokan aliran darah otak dapat terjadi di mana saja di dalam arter-arteri
yang membentuk sirkulus Wilisi: aerteria karotis interna dan sistem vetebrobasilar atau
semua cabang-cabang nya. Secara umum, apabila aliran darah ke jaringan otak terputus 15-
20 menit, akan terjadi infark atau kematian jaringan. Perlu diingat bahwa oklusi di suatu
arteri tidak selalu menyebabkan infark di daerah otak yang diperdarahi oleh arteri tersebut.
Alasannya adalah bahwa mungkin terdapat sirkulasi kolateral yang memadai ke daerah
tersebut. Patologinya dapat berupa:
1. keadaan penyakit pada pembuluh itu sendiri, seperti pada aterosklerosis dam
tombosis, robeknya dinding pembuluh, atau peradangan
6-10

2. gangguan aliran darah akibat bekuan atau embolus infeksi yang berasal dari jantung
atau pembuluh ekstra kranium
3. ruptur vaskular di dalam jaringan otak atau ruang subaraknoid.
Berdasarkan etiologinya, stroke terbagi menjadi stroke iskemik dan stroke hemoragik.

Patofisiologi Stroke Iskemik
Oklusi akut daripada pembuluh darah intrakranial menyebabkan berkurangnya aliran
darah menuju daerah otak yang diperdarahinya. Bagian terpenting dari berkurangnya aliran
ini adalah fungsi dari perdarahan kolateral dan semua ini bergantung dari anatomi pembuluh
darah individu yang bersangkutan, lokasi oklusi, dan tekanan darah sistemik. Penurunan
aliran darah otak sampai angka nol menyebabkan kematian jaringan otak dalam waktu 4-10
menit; berkurangnya aliran hingga <16 -18 mL/100gr jaringan per menit menyebabkan
infark dalam waktu satu jam; dan berkurangnya aliran hingga <20mL/100 gr jaringan per
menit menyebabkan iskemi tanpa infark kecuali kondisi tersebut terjadi selama beberapa
jam atau hari. Jika penurunan aliran darah tersebut teratasi sebelum kematian sel yang
signifikan, pasien hanya akan mengalami simptom transien, dan sindrom klinisnya disebut
TIA (Transient Ischemic Attacks). Jaringan yang mengelilingi pusat infark yang mengalami
iskemi namun dapat mengalami perbaikan disebut penumbra iskemi. Penumbra dapat
terlihat dalam pemeriksaan MRI atau CT-scan menggunakan perfusion-diffusion imaging.
Penumbra iskemi tersebut dapat menjadi infark jika tidak ada perbaikan aliran darah dan
menyelamatkan penumbra dari infark adalah tujuan dari terapi revaskularisasi.
6-10

Infark serebral fokal terjadi melalui dua jalur yang terpisah yaitu :
1. Neurotic pathway : kerusakan yang cepat dari sitoskeleton sel, dikarenakan sel
kekurangan energi.
2. Apoptotic pathway : sel terprogram untuk mati.
Iskemi menghasilkan nekrosis dengan membuat neuron kekurangan glukosa dan
oksigen, yang selanjutnya menyebabkan kegagalan mitokondria untuk menghasilkan ATP.
Tanpa ATP, pompa ion membran berhenti berfungsi dan neuron mengalami depolarisasi,
menyebabkan peningkatan jumlah ion kalsium intrasel. Depolarisasi neuron juga
menyebabkan pelepasan glutamat dari sinaps terminal; jumlah glutamat ekstrasel yang
berlebih menyebabkan neurotoksisitas dengan mengaktifkan reseptor glutamat post-sinaps
yang meningkatkan influks kalsium neuron. Radikal bebas dihasilkan dari degradasi lipid
membran dan disfungsi mitokondria. Radikal bebas menyebabkan destruksi katalitik pada
membran dan turut merusak fungsi vital lain dari sel. Pada iskemi yang lebih ringan, seperti
iskemi pada penumbra, proses apoptosis menjadi proses yang lebih sering terjadi, yang
menyebabkan kematian sel beberapa hari atau beberapa minggu kemudian. Demam dan
hiperglikemi [glukosa >11.1 mmol/L (200 mg/dL)] memperburuk kerusakan otak yang
sedang dalam kondisi iskemik. Oleh sebab itu, penting sekali untuk mencegah terjadinya
demam dan hiperglikemi sebisa mungkin saat stroke terjadi.
6-10


Patofisologi Stroke Hemoragik
Pendarahan spontan intrakranial terbagi atas dua tipe, pendarahan intraparenkimal
dan intrakranial. Pendarahan intraparenkimal ditandai dengan pendarahan pada otak itu
sendiri, sementara pendarahan subaraknoid ditandai dengan rupturnya pembuluh darah ke
dalam cairan serebrospinal yang mengisi ruang subarakhnoid yang mengelilingi otak.
Kedua jenis stroke hemoragik ini memiliki perbedaan pada gejala klinis, temuan lab,
patofisiologi dan etiologi serta perawatannya.
6-10


Pendarahan Intraserebrum (Intraparenkimal) Hipertensif /PAH
Pendarahan intraserebrum ke dalam jaringan otak (parenkim) paling sering terjadi
akibat cedera vaskular yang dipicu oleh hipertensi dan ruptur salah satu dari banyak arteri
kecil yang menembus jauh ke dalam otak. Apabila pandarahan terjadi pada individu yang
tidak mengidap hipertensi, diperlukan pemeriksaan-pemeriksaan untuk mengetahui kausa
lain seperti gangguan perdarahan, malformasi arteriovena, dan tumor yang menyebabkan
erosi.
Pendarahan intraserebrum bisa terjadi dimana saja di otak. Pendarahan otak akibat
hipertensi paling sering terjadi di perdarahan cerebelar. Pada pendarahan intraserebrum
hipertensif darah berasal dari bifurkasi arteri kecil yang menembus otak yang sudah
mengalami perlukaan dan degenerasi akibat hipertensi. Pendarahan lobaris dapat berasal
dari pembuluh darah leptomeningeal atau kortikal yang telah menjadi rapuh karena deposisi
amiloid. Asal mula terjadinya pendarahan otak spesifik tergantung dari etiologinya masing-
masing.
6-10

Pendarahan biasanya berhenti segera setelah awal serangan, namun pada sejumlah
kecil pasien hematoma yang terjadi semakin meluas, biasanya selama satu jam setelah
serangan; perluasan selama lebih dari 24 jam sangat tidak biasa. Perluasan atau ekspansi
dari hematom ini kemungkinan besar terjadi karena hipertensi akut yang sangat parah dan
gangguan mekanis dari parenkim dan pembuluh darah yang mengelilingi hematom.
Perluasan yang terjadi terlalu cepat memiliki prognosis yang buruk.
6-10

Sekali hematom terbentuk, edema serebral yang vasogenik terbentuk di sekitar
bekuan bersamaan dengan serum protein aktif dilepaskan dari hematom tersebut secara
osmotik. Pembentukan edema memuncak setelah 48 jam dan biasanya mulai untuk
berkurang perlahan-lahan selama 5 hari, namun dapat bertahan lebih lama. Edema ini
berkontribusi pada kemunduran neurologis dengan menyebabkan pergeseran jaringan,
peningkatan tekanan intrakranial, dan herniasi transtentorial. Bersamaan dengan absorbsi
edema dan edema tersebut membaik, sebuah rongga menyerupai celah terbentuk dan terisi
peninggalan hemosiderin, dengan dikelilingi atropi jaringan otak.
6-10


Perdarahan Subaraknoid (Intrakranial) / PSA
PSA memiliki dua penyebab utama yaitu ruptur suatu aneurisma dan trauma kepala.
Aneurisma adalah gangguan fokal dari dinding pembuluh darah normal, kemungkinan
muncul karena berkembangnya suatu abnormalitas. Sebagian besar terbentuk seiring
berjalannya waktu, bukan secara kongenital. PAS biasanya merupakan hasil dari rupturnya
aneurisma sakular atau berry, yang sebagian besar terletak di sirkulus wilisi. Jarang terjadi
dilatasi arteri yang menyebabkan dindingnya menjadi tipis dan rapuh, yang membentuk
aneurisma fusiformis.
6-10

Karena pendarahan dapat masif dan ekstravasasi darah ke dalam ruang subaraknoid
lapisan meningen dapat berlangsung cepat, maka angka kematian sangat tinggi sekitar
50% pada bulan pertama setelah pendarahan. Penyebab tingginya angka kematian ini adalah
bahwa empat penyulit utama dapat menyebabkan iskemia otak serta morbiditas dan
mortalitas tipe lambat yang dapat terjadi lama setelah pendarahan terkendali.
6-10

Penyulit-penyulit tersebut adalah vasospasme reaktif disertai infark, ruptur ulang,
hiponatremia, dan hidrosefalus. Bagi pasien yang bertahan hidup setelah pendarahan awal,
ruptur ulang atau pendarahan ulang adalah penyulit paling berbahaya pada masa
pascapendarahan dini. Vasospasme adalah penyulit yang terjadi 3 sampai 12 hari setelah
pendarahan awal. Seberapa luas spasme arteri menyebabka iskemia dan infark bergantung
pada keparahan dan distribusi pembuluh-pembuluh yang terlibat.
Malformasi arteriovena (MAV) adalah jaringan kapiler yang mengalami malformasi
kongenital dan merupakan penyebab PSA yang lebih jarang dijumpai. Dalam keadaan
normal, jaringan kapiler terdiri dari pembuluh-pembuluh darah yang garis tengahnya hanya
8/1000 mm. karena ukurannya yang halus, arteriol-arteriol halus ini memiliki resistensi
vaskular tinggi yang memperlambat aliran darah sehingga oksigen dan zat makanan dapat
berdifusi kedalam jaringan otak. Pada MAV, pembuluh melebar sehingga darah mengalir
diantara arteri bertekanan tinggi dan sistem vena bertekanan rendah. Akhirnya dinding
venula melemah dan darah dapat keluar dengan cepat ke jaringan otak. Pada sebagian besar
pasien, pendarahan terutama terjadi di intraparenkim dengan perembesan ke dalam ruang
subaraknoid. Pendarahan mungkin massif, yang menyebabkan kematian, atau kecil dengan
garis tengah 1 cm.
6-10


X. Gejala Klinis
Stroke Iskemik
Pemeriksaan riwayat penyakit dan neurologis yang cermat dapat melokalisasi disfungsi
otak; jika regio tersebut merespon distribusi arteri tertentu, penyebab yang paling mungkin
dapat dipersempit. Sebagai contoh, jika pasien menunjukkan penurunan kemampuan dalam
bicara dan homonymous hemanopia kanan, pencarian emboli pada otak sebelah kiri tengah
perlu dilakukan. Pada bagian ini, akan dijelaskan gejala klinis yang muncul pada iskemi
serebral yang berasosiasi dengan teritorial vaskularisasi serebral tertentu. Sindrom stroke
terbagi atas stroke pembuluh darah besar di sirkulasi anterior, stroke pembuluh darah besar
di sirkulasi posterior, dan stroke di pembuluh darah kecil diluar kedua sirkulasi utama.
8-11

Stroke yang terjadi pada area sirkulasi anterior
Sirkulasi anterior otak dibentuk oleh cabang-cabang arteri karotis interna. Pembuluh-
pembuluh ini dapat teroklusi karena penyakit pembuluh itu sendiri atau emboli dari tempat
lain. Oklusi pada setiap pembuluh darah utama intrakranial memiliki gejala klinis yang
berbeda-beda.
1. Arteri serebri media (MCA)
Oklusi pada MCA atau salah satu dari cabang utamanya paling sering terjadi
karena embolus daripada karena aterotrombosis intrakranial. Arterosklerosis di MCA
proksimal dapat menyebabkan emboli distal di daerah otak tengah. Formasi kolateral
melalui pembuluh leptomeningeal sering mencegah stenosis MCA menjadi simptomatis.
Oklusi umumnya menghasilkan hemiparesis kontralateral, hipestesia kontralateral,
hemanopia homonim kontralateral. Sering terjadi agnosia. Afasia resepti ataupun
ekspresif dapat terjadi jika lesi terjadi pada hemisfer yang dominan. Pengabaian,
kurangnya perhatian, dan hilangnya kepekaan atas rangsang berulang yang simultan
dapat terjadi sika lesi terjadi di hemisfer yang non dominan. Karena MCA merupakan
penyuplai darah pada jalur motorik ekstremitas atas, kelemahan pada lengan dan wajah
biasanya lebih buruk dibandingkan dengan dengan ekstremitas bawah.
8-11

2. Arteria serebri anterior (ASA)
Gejala utamanya adalah kebingungan. Kelumpuhan kontralateral yang lebih
besar di tungkai: lengan proksimal juga mungkin terkena, gerakan volunter tungkai yang
bersangkutan terganggu. Defisit sensorik kontralateral, demensia dan munculnya refleks
patologis (karena disfungsi lobus frontalis).
8-11

3. Arteri koroidalis anterior
Oklusi pada arteri ini menyebabkan hemiplegia kontralateral, hipestesia, dan
hemanopia homonim.
8-11

4. Arteri karotis interna
Gejala biasanya unilateral. Lokasi tersering adalah bifurkasio arteria karotis
komunis ke dalam arteri karotis interna dan eksterna. Cabang-cabang arteria karotis
interna adalah arteria oftalmika, arteria komunikans posterior, arteria koroidalis anterior,
arteria serebri anterior dan arteria serebri posterior. Pola tergantung dari sirkulasi
kolateral.
8-11

Dapat terjadi kebutaan satu mata (episodik dan disebut amaurosis fugaks) di
sisi arteria karotis yang terkena, akibat insufisiensi arteria retinalis. Kemudian gejala
sensorik dan motorik di ekstremitas kontralateral karena insufisiensi arteria serebri
media. Lesi dapat terjadi di daerah antara arteria serebri anterior dan media atau arteria
serebri media. Gejala mula-mula timbul di ekstremitas atas (misalnya tangan lemah,
baal) dan mungkin mengenai wajah (kelumpuhan tipe supranukleus). Apabila lesi di
hemisfer dominan, maka terjadi afasia ekspresif karena keterlibatan daerah bicara =
motorik Broca.
8-11

Stroke yang terjadi pada area sirkulasi posterior
Sirkulasi posterior terdiri atas sepasang arteri vetebralis, arteri basiler, dan sepasang
arteri serebral posterior. Arteri-arteri utama ini memberikan cabang-cabang sirkumferensial,
panjang ataupun pendek, dan memberi cabang penetrasi yang lebih kecil yang menyuplai
serebelum, medula, pons, midbrain, subtalamus, talamus, hippokampus, lobus temporal
media dan lobus oksipital. Oklusia pada setiap pembuluh memberi gejala klinis yang
berbeda.
8-11

1. Arteri serebral posterior
Gejala klinis yang dapat muncul jika pembuluh ini mengalami oklusi adalah palsy
nervus okulomotor dengan ataksia kontralateral atau dengan hemiplegia
kontralateral. Adanya ataksia menandakan keterlibatan traktus dentarubrothalamik
dan hemiplegi menunjukkan keterlibatan pedunkulus serebral. Selanjutnya dapat
muncul drowsiness,abulia, contralateral hemianopia homonim dengan macula
sparing, aleksia tanpa agraphia, coma, pupil yang tidak reaktif, tanda piramidal
bilateral, dan rigiditas deserebrasi.
8-11

2. Arteri vetebralis dan arteri serebelar posterior inferior
Manifestasinya biasanya bilateral. Gejala klinis yang dapat muncul adalah
kelumpuhan di satu sampai ke empat ekstremitas, meningkatnya refleks tendon,
ataksia, tanda Babinsky bilateral, vertigo, numbness pada wajah ipsilateral dan
tungkai kontralateral, diplopia, disartria, dan disfagia.
8-11

3. Arteri basiler
gejala klinis yang dapat muncul adalah ataksia serebelar ipsilateral yang parah,
nausea, vomitus, disartria, kehilangan sensasi nyeri dan temperatur pada
ekstremitas, batang tubuh, dan wajah kontralateral, tuli sebagian, tremor
ataksik,nistagmus, dan tinitus.
8-11

Akan tetapi, kepastian lokasi oklusi tidak dapat diambil hanya dari gejala klinis yang
berhasil diperoleh, hal tersebut dikarenakan faktor-faktor berikut :
1. Terdapat variasi individual pada sirkulasi kolateral dalam kaitannya dengan sirkulus
Wilisi. Sumbatan total sebuah arteri karotis mungkin tidak menimbulkan gejala
apabila arteri serebri anterior sinistra dan arteri serebri media sinistra mendapat
darah yang adekuat dari arteria komunikans anterior. Apabila pasokan darah ini
tidak memadai, mungkin timbul gejala berupa kebingungan, monoparesis atau
hemiparesis kontralateral, dan inkontinensia.
8-11

2. Cukup banyak terdapat anastomosis leptomeningen antara arteria serebri anterior,
media, dan posterior di korteks serebrum. Anastomosis juga terdapat antara arteria
serebri anterior kedia hemisfer melalui korpus kalosum.
3. Setiap arteria serebri memiliki sebuah daerah sentra yang mendapat darah darinya
dan suatu daerah suplai perifer, atau daerah perbatasan, yang mungkin mendapat
darah dari arteri lain.
4. Berbagai faktor sistemik dan metabolik ikut berperan dalam menentukan gejala
yang ditimbulkan dalam proses patologik tertentu. Sebagai contoh, pembuluh yang
mengalami stenosis mungkin tidak menimbulkan gejala asalkan tekanan darah
sistemik 190/110 mmHg; tetapi apabila tekanan tersebut berkurang menjadi 120/70
mmHg, dapat timbul beragam gejala, tergantung pada lokasi daerah stenotik
(seperti pada kondisi stroke trombotil pembuluh besar). Hiponatremia dan
hipertermia adalah faktor metabolik dan mendorong terjadinya defisit neurologik
apabila terdapat pembuluh yang stenotik. Hiponatremia menyebabkan
pembengkakan neuron yang ditimbulkan oleh pergeseran osmotik cairan dari
kompartemen cairan ekstrasel ke dalam kompartemen cairan intrasel yang relatif
hipertonik. Hipertermia meningkatkan aktivitas metabolik dan kebutuhan oksigen
pada sel-sel yang mungkin mengalami kekurangan oksigen karena menyempitnya
arteri-arteri yang memperdarahi sel-sel tersebut.
8-11



Stroke Hemoragik
Disesuaikan dengan patofisiologinya, gejala klinis pada stroke hemoragik berbeda
antara pendarahan intraparenkimal dengan pendarahan intrakranial. Berikut
pembahasannya.
I. Pendarahan intraparenkimal
Rupturnya pembuluh atau mikroaneurisma menghasilkan pembentukan
hematoma mendadak, dengan ukuran yang bervariasi. Hematoma ini secara khas
membesar perlahan, kadangkala memakan waktu beberapa hari, mengarah ke defisit
neurologis fokal yang progresif dan kemudian menyebabkan penurunan level
kesadaran karena efek sekunder dari massa yang terbentuk.
8-11

Tidak ada satu temuan klinis pun yang dapat membedakan pendarahan
intraparenkim dengan stroke iskemik. Pasien dengan pendarahan intraparenkim
akibat hipertensi biasanya menunjukkan defisit neurologis fokal dalam hitungan
menit dan biasanya diikuti dengan hipertensi akut. Pendarahan akibat hipertensi ini
sangat jarang terjadi saat pasien tidur. Sakit kepala hanya dialami setengah dari
pasien dengan PAH. Nausea, vomitus, dan penurunan kesadaran yang dini
menunjukkan hasil dari hematom yang besar.
8-11
II. Pendarahan Intrakranial (PAH)
Pasien dengan dengan PAH biasanya mengalami sakit kepala yang tiba-tiba
yang dideskripsikan pasien sebagai sakit kepala terburuk yang pernah dia rasakan.
Onsetnya hampir selalu mendadak, dan pasien dapat kehilangan kesadaran secara
transien atau kolaps saat onset. Meskipun onset PAH dapat terjadi kapan saja,
sebagian besar pasien mangalami PAH saat sedang tidur.
8-11

Beberapa hari atau minggu setelah terjadi ruptur pembuluh darah, 10-50%
pasien mengalami sentinel hemorrhage yang memiliki ciri khas sakit kepala luar
biasa yang mencapai puncaknya dalam waktu beberapa detik. Sakit kepala yang
dirasakan biasanya amat sangat parah sampai pasien tidak dapat melakukan kegiatan
sehari-hari. Penting untuk diperhatikan, jangan sampai sentinel hemorrhage ini
diduga sebagai migrain, tension headache, ataupun nyeri kepala lain. Sentinel
hemorrhage biasanya memiliki progress lebih cepat dari migrain dan nyerinya
bertahan lebih lama dan secara kualitatif berbeda dengan benign headache.
8-11

Hasil pemeriksaan fisik dapat ditemui rangsang meningeal, tetapi bervariasi
pada setiap orang. Ditemukan juga pendarahan pada fundus optikus yang mungkin
disebabkan karena kongesti vena retina akibat peningkatan tekanan intrakranial.
Ditemukan juga hemiparesis ataupun neuropati kranial. Umumnya ditemukan
penurunan kesadaran dan onset koma yang mendadak. Dari gambaran klinis yang
diperoleh, dapat diperoleh grade menurut Hunt dan Hess.
8-11
Grading Pendarahan Subaraknoid Menurut Hunt dan Hess
Grade Gambaran Klinis
1 Asimptomatik atau sakit kepala ringan dan iritasi meningeal.
2
Sakit kepala sedang atau berat (sakit kepala terhebat seumur
hidupnya), meningismus, defisit saraf kranial (paresis nervus
abdusen sering ditemukan)
3 Mengantuk, konfusi, hemiparesis
4 Stupor
5 Koma
XI. Penatalaksanaan
Kegawat daruratan stroke
Waktu adalah otak merupakan ungkapan yang menunjukkan betapa pentingnya
pengobatan stroke sedini mungkin, karena jendela terapi dari stroke hanya 3-6 jam.
Penatalaksanaan yang cepat, tepat dan cermat memegang peranan besar dalam menentukan
hasil akhir pengobatan. Hal yang harus dilakukan adalah:
- Stabilisasi pasien dengan tindakan ABC
- Pertimbangkan intubasi bila kesadaran stupor atau koma atau gagal napas.
- Pasang jalur infus intravena dengan larutan salin normal 0,9% dengan kecepatan 20
ml/jam, dengan memakai cairan hipotonis seperti dekstrosa 5% dalam air dan salin
0,45%, karena dapat memperhebat edema otak.
- Berikan oksigen 2-4 liter/menit melalui hidung.
- Jangan memberikan makanan atau minuman lewat mulut.
- Buat rekaman elektrokardiogram (EKG) dan larutan foto rontgen toraks.
- Ambil sampel untuk pemeriksaan darah: pemeriksaan darah perifer lengkap dan
trombosit, kimia darah (glukosa, elektrolit, ureum dan kreatinin), masa protrombin
dan masa tromboplastin parsial.
- Jika ada indikasi, lakukan tes-tes berikut: kadar alkohol, fungsi hati, gas darah arteri
dan screening toksikologi.
- Tegakkan diagnosis berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik.
- CT-Scan atau resonansi magnetic bila alat tersedia. Bila tidak ada, dengan skor
siriraj untuk menentukan jenis stroke.
11-12






Stroke Iskemik
Terapi umum:
Letakkan kepala pasien pada posisi 30, kepala dan dada pada satu bidang; ubah
posisi tidur setiap 2 jam; mobilisasi dimulai bertahap bila hemodinamik sudah stabil.
11-12

Selanjutnya, bebaskan jalan napas, beri oksigen 1-2 liter/menit sampai didapatkan
hasil analisis gas darah. Jika perlu, dilakukan intubasi. Demam diatasi dengan kompres dan
antipiretik, kemudian dicari penyebabnya; jika kandung kemih penuh, dikosongkan
(sebaiknya dengan kateter intermiten). Pemberian nutrisi dengan cairan isotonik, kristaloid
atau koloid 1500-2000 mL dan elektrolit sesuai kebutuhan, hindari cairan mengandung
glukosa atau salin isotonik. Pemberian nutrisi per oral hanya jika fungsi menelannya baik;
jika didapatkan gangguan menelan atau kesadaran menurun, dianjurkan melalui selang
nasogastrik.
11-12

Kadar gula darah >150 mg% harus dikoreksi sampai batas gula darah sewaktu 150
mg% dengan insulin drip intravena kontinu selama 2-3 hari pertama. Hipoglikemia (kadar
gula darah < 60 mg% atau < 80 mg% dengan gejala) diatasi segera dengan dekstrosa 40% iv
sampai kembali normal dan harus dicari penyebabnya.
11-12

Nyeri kepala atau mual dan muntah diatasi dengan pemberian obat-obatan sesuai
gejala. Tekanan darah tidak perlu segera diturunkan, kecuali bila tekanan sistolik 220
mmHg, diastolik 120 mmHg, Mean Arterial Blood Pressure (MAP) 130 mmHg (pada
2 kali pengukuran dengan selang waktu 30 menit), atau didapatkan infark miokard akut,
gagal jantung kongestif serta gagal ginjal. Penurunan tekanan darah maksimal adalah 20%,
dan obat yang direkomendasikan: natrium nitro- prusid, penyekat reseptor alfa-beta,
penyekat ACE, atau antagonis kalsium.
11-12

Jika terjadi hipotensi, yaitu tekanan sistolik 90 mm Hg, diastolik 70 mmHg, diberi
NaCl 0,9% 250 mL selama 1 jam, dilanjutkan 500 mL selama 4 jam dan 500 mL selama 8
jam atau sampai hipotensi dapat diatasi. Jika belum ter- koreksi, yaitu tekanan darah sistolik
masih < 90 mmHg, dapat diberi dopamin 2-20 g/kg/menit sampai tekanan darah sistolik
110 mmHg.
Jika kejang, diberi diazepam 5-20 mg iv pelan- pelan selama 3 menit, maksimal 100
mg per hari; dilanjutkan pemberian antikonvulsan peroral (fenitoin, karbamazepin). Jika
kejang muncul setelah 2 minggu, diberikan antikonvulsan peroral jangka panjang.
Jika didapatkan tekanan intrakranial meningkat, diberi manitol bolus intravena 0,25 sampai
1 g/kgBB per 30 menit, dan jika dicurigai fenomena rebound atau keadaan umum
memburuk, dilanjutkan 0,25g/kgBB per 30 menit setiap 6 jam selama 3-5 hari. Harus
dilakukan pemantauan osmolalitas (<320 mmol); sebagai alternatif, dapat diberikan larutan
hipertonik (NaCl 3%) atau furosemid.
11-12


Terapi khusus:
Ditujukan untuk reperfusi dengan pemberian antiplatelet seperti aspirin dan anti
koagulan, atau yang dianjurkan dengan trombolitik rt-PA (recombinant tissue Plasminogen
Activator). Dapat juga diberi agen neuroproteksi, yaitu sitikolin atau pirasetam (jika
didapatkan afasia).
11-12


Stroke Hemoragik
Terapi umum
Pasien stroke hemoragik harus dirawat di ICU jika volume hematoma >30 mL,
perdarahan intraventrikuler dengan hidrosefalus, dan keadaan klinis cenderung memburuk.
Tekanan darah harus diturunkan sampai tekanan darah premorbid atau 15-20% bila tekanan
sistolik >180 mmHg, diastolik >120 mmHg, MAP >130 mmHg, dan volume hematoma
bertambah. Bila terdapat gagal jantung, tekanan darah harus segera diturunkan dengan
labetalol iv 10 mg (pemberian dalam 2 menit) sampai 20 mg (pemberian dalam 10 menit)
maksimum 300 mg; enalapril iv 0,625-1.25 mg per 6 jam; kaptopril 3 kali 6,25-25 mg per
oral.
Jika didapatkan tanda tekanan intrakranial meningkat, posisi kepala dinaikkan 30,
posisi kepala dan dada di satu bidang, pemberian manitol (lihat penanganan stroke iskemik),
dan hiperventilasi (pCO2 20-35 mmHg). Penatalaksanaan umum sama dengan pada stroke
iskemik, tukak lambung diatasi dengan antagonis H2 parenteral, sukralfat, atau inhi- bitor
pompa proton; komplikasi saluran napas dicegah dengan fisioterapi dan diobati dengan
antibiotik spektrum luas.

Terapi khusus
Neuroprotektor dapat diberikan kecuali yang bersifat vasodilator. Tindakan bedah
mempertimbangkan usia dan letak perdarahan yaitu pada pasien yang kondisinya kian
memburuk dengan perdarahan serebelum berdiameter >3 cm3, hidrosefalus akut akibat
perdarahan intraventrikel atau serebelum, dilakukan VP-shunting, dan perdarahan lobar >60
mL dengan tanda peningkatan tekanan intrakranial akut dan ancaman herniasi.
11-12

Pada perdarahan subaraknoid, dapat digunakan antagonis Kalsium (nimodipin) atau
tindakan bedah (ligasi, embolisasi, ekstirpasi, maupun gamma knife) jika penyebabnya
adalah aneurisma atau malformasi arteri-vena (arteriove- nous malformation, AVM).
11-12


XI. Komplikasi
Komplikasi yang umum terjadi adalah bengkak otak (edema) yang terjadi pada 24
jam sampai 48 jam pertama setelah stroke. Berbagai komplikasi lain yang dapat terjadi
adalah sebagai berikut:
- Kejang. Kejang pada fase awal lebih sering terjadi pada stroke perdarahan. Kejadian
kejang umumnya memperberat defisit neurologik.
- Nyeri kepala: walaupun hebat, umumnya tidak menetap. Penatalaksanaan membutuhkan
analgetik dan kadang antiemetik.
5

- Hiccup: penyebabnya adalah kontraksi otot-otot diafragma. Sering terjadi pada stroke
batang otak, bila menetap cari penyebab lain seperti uremia dan iritasi diafragma.
Selain itu harus diwaspadai adanya:
-
Transformasi hemoragik dari infark

-
Hidrosefalus obstruktif

-
Peninggian tekanan darah. Sering terjadi pada awal kejadian dan turun beberapa hari
kemudian.

-
Demam dan infeksi. Demam berhubungan dengan prognosa yang tidak baik. Bila ada
infeksi umumnya adalah infeksi paru dan traktus urinarius.

-
Emboli pulmonal. Sering bersifat letal namun dapat tanpa gejala. Selain itu, pasien
menderita juga trombosis vena dalam (DVT).
4
-
Abnormalitas jantung. Disfungsi jantung dapat menjadi penyebab, timbul bersama atau
akibat stroke. Sepertiga sampai setengah penderita stroke menderita komplikasi
gangguan ritme jantung.

-
Gangguan fungsi menelan, aspirasi dan pneumonia. Dengan fluoroskopi ditemukan 64%
penderita stroke menderita gangguan fungsi menelan. Penyebab terjadi pneumonia
kemungkinan tumpang tindih dengan keadaan lain seperti imobilitas, hipersekresi dll.
5
-
Kelainan metabolik dan nutrisi. Keadaan undernutrisi yang berlarut-larut terutama
terjadi pada pasien umur lanjut. Keadaan malnutrisi dapat menjadi penyebab
menurunnya fungsi neurologis, disfungsi kardiak dan gastrointestinal dan abnormalitas
metabolisme tulang.

-
Infeksi traktus urinarius dan inkontinensia. Akibat pemasangan kateter dauer, atau
gangguan fungsi kandung kencing atau sfingter uretra eksternum akibat stroke.
4
-
Perdarahan gastrointestinal. Umumnya terjadi pada 3% kasus stroke. Dapat merupakan
komplikasi pemberian kortikosteroid pada pasien stroke. Dianjurkan untuk memberikan
antagonis H2 pada pasien stroke ini.
6
-
Dehidrasi. Penyebabnya dapat gangguan menelan, imobilitas, gangguan komunikasi dll.

-
Hiponatremi. Mungkin karena kehilangan garam yang berlebihan.

-
Hiperglikemia. Pada 50% penderita tidak berhubungan dengan adanya diabetes melitus
sebelumnya. Umumnya berhubungan dengan prognosa yang tidak baik.

-
Hipoglikemia. Dapat karena kurangnya intake makanan dan obat-obatan.
5


XII. Pencegahan
Pencegahan stroke dapat dilakukan dengan menjaga kebiasaan hidup sehat.
Kebiasaan hidup sehat itu disebut juga paradigma hidup sehat, yang berisi anjuran:
1.Hentikan merokok,
2.Hentikan kebiasaan minum alkohol,
3.Periksa kadar kolesterol,
4.Periksa dan kontrol penyakit diabetes,
5.Berolahraga secara teratur,
6.Kontrol konsumsi garam,
7.Hindari stres dan depresi,
8.Hindari obesitas.

Walaupun pasien telah mengalami stroke, kita tetap melakukan pencegahan
terjadinya stroke agar tidak berulang. Dan fokus untuk pencegahannya bukan hanya anjuran
hidup sehat melainkan juga kontrol atau pengobatan terhadap faktor risiko yang dimiliki,
seperti:
Pemberian terapi antiplatelet(Aspirin) untuk pencegahan serangan ulang pada seluruh
pasien yang sebelumnya mengalami stroke iskemik atau TIA dengan dosis 50-325mg per
hari. Selain itu diperlukan juga kontrol terhadap penyakit jantung yang dimiliki seperti
pemberian antikoagulan untuk penderita stroke akibat kardioemboli.
6
Kontrol terhadap penyakit vaskular, seperti :
1. Hipertensi
Hipertensi harus diatasi untuk mencegah terjadinya serangan ulang stroke. Menurut
Canadian Hypertension Education Program (CHEP), target tekanan darah untuk pencegahan
stroke adalah <140/90mmHg (135/85mmHg untuk pengukuran di rumah).
8
2. Diabetes
Pada penderita diabetes, tekanan darah tetap kita kontrol dan nilainya
<130/80mmHg. Selain itu, kontrol yang paling penting adalah kontrol terhadap kadar
glukosa dan dianjurkan mencapai nilai hampir normal untuk mengurangi komplikasi
vaskular. Menurut Canadian Diabetes Association, target untuk kadar gula darah adalah
4.0-7.0mmol/L saat puasa dan 5.0-10.0mmol/L 2 jam setelah makan.
8
3. Kolesterol
Pasien dengan kadar Low Density Lipoproteins-Cholesterol (LDL-C) >2.0 mmol/L
harus dilakukan modifikasi gaya hidup, diet, dan pengobatan dengan statin. Hal ini
dilakukan sampai didapati kadar LDL-C <2.0 mmol/L.
Kontrol terhadap perilaku yang bisa diubah :
1. Merokok
Semua penderita stroke yang merokok harus dianjurkan berhenti merokok. Hal ini
dapat dilakukan dengan memberikan terapi tambahan berupa terapi pengganti nikotin dan
terapi perilaku.
9
2. Alkohol
Pasien yang merupakan peminum berat seharusnya berhenti atau mengurangi
konsumsi alkohol sampai ke titik yang aman, yaitu berkisar 14 minuman dalam 1 minggu
untuk pria dan 9 minuman untuk wanita. Tetapi, titik aman tersebut tidak sama untuk semua
orang sehingga berhenti mengkonsumsi alkohol lebih baik.
4
3. Obesitas
Penurunan berat badan merupakan hal yang dianjurkan sampai dicapai
BMI 18.5-24.9kg/m
2
dan lingkar pinggang <88 cm untuk wanita dan <102 cm untuk pria.
Konsumsi makanan rendah lemak dan natrium, dan banyak konsumsi buah dan sayur
dianjurkan.
8
4. Aktivitas fisik
Bagi penderita stroke yang mampu melakukan aktivitas fisik, latihan fisik 30-60
menit seperti berjalan, jogging, bersepeda selama 4-7 hari dalam seminggu dapat
mengurangi faktor risiko dan faktor lain yang dapat meningkatkan kejadian stroke.
9


XIII. Prognosis
Prognosis setelah stroke iskemik akut sangat bervariasi, tergantung pada tingkat
keparahan stroke dan pada kondisi premorbid pasien, usia, dan komplikasi poststroke.
Beberapa pasien mengalami transformasi hemoragik dari infark mereka. Hal ini
diperkirakan terjadi pada 5% dari stroke iskemik yang tidak rumit, dengan tidak adanya
trombolitik. Hemoragik transformasi tidak selalu dikaitkan dengan penurunan neurologis
dan berkisar dari perdarahan petekie kecil untuk evakuasi hematoma yang membutuhkan.
Dalam studi Framingham Stroke dan Rochester, angka kematian secara keseluruhan pada
30 hari setelah stroke adalah 28%, tingkat kematian pada 30 hari setelah stroke iskemik
adalah 19%, dan 1-tahun kelangsungan hidup tingkat untuk pasien dengan stroke iskemik
adalah 77%.
8-11

Prognosis stroke hemoragik bervariasi tergantung pada tingkat keparahan stroke dan
lokasi dan ukuran pendarahan. Turunkan nilai Glasgow Coma Scale yang berhubungan
dengan prognosis yang lebih buruk dan tingkat kematian yang lebih tinggi. Sebuah volume
darah yang lebih besar pada presentasi dikaitkan dengan prognosis yang lebih buruk.
Pertumbuhan volume hematoma dikaitkan dengan kondisi fungsional buruk dan angka
kematian meningkat. Perimesencephalic Nonaneurysmal memiliki perjalanan klinis kurang
parah dan, pada umumnya, prognosis yang lebih baik.
8-11

Kehadiran darah dalam ventrikel dikaitkan dengan angka kematian lebih tinggi.
Dalam satu studi, adanya darah pada presentasi intraventrikular dikaitkan dengan
peningkatan lebih dari 2 kali lipat dalam kematian. Pasien dengan antikoagulasi terkait
perdarahan intraserebral memiliki tingkat kematian lebih tinggi dan hasil fungsional buruk.


Daftar Pustaka

1. Burnside JW, McGlynn TJ. Diagnosis fisik. Edisi 17. Jakarta:EGC;2003.hal. 267-
83.
2. Welsby PD. Pemeriksaan fisik dan anamnesis klinis. Jakarta:EGC;2009.hal.77-89.
3. Bickley LS, Szilagyi PG. Bates buku ajar pemeriksaan fisik dan riwayat
kesehatan.edisi 8. Jakarta:EGC;2009. Hal. 166-290.
4. Junadi,Purnawan, Kapita selekta kedokteran, Jilid ke II, Penerbit FKUI, Jakarta.
2005.h. 17-26.
5. Aliah A, Kuswara F.F, Limoa RA, Wuysang. Gangguan Peredaran Darah Otak.
Dalam: Kapita Selekta Neurologi. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta,
2003:79-102
6. Price SA, Wilson LM . Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit. Volume
2. Edisi 6. Jakarta: EGC; 2005. Hal.966-71.
7. Clarke C, Howard R, Rossor M, Shorvon SD. Neurology: a queenshare textbook.
USA:John Wiley and Sons;2011.Hal 125-43
8. Brust JCM. Current diagnosis and treatment in neurology. : McGraw-Hill
Companies; 2006. Hal 107-41.
9. McPhee SJ, Ganong WF. Patophysiology of disease: an introduction to clinical
medicine. Edisi 5.USA: McGraw-Hill Companies; 2005. Hal 582-4.
10. McPhee SJ, Papadakis MA. Current medical diagnosis and treatmen. International
Edition. USA: McGraw-Hill Companies; 2008. Hal 975-80.
11. Fauci AS, et al. Harrisons principles of internal medicine.Edisi 18. USA: McGraw-
Hill Companies; 2011. Hal. 3270-99.
12. Algoritma Kegawatdaruratan Stroke menurut American Heart Association. Diunduh
dari http://ummc-acls.org/mod/resource/view.php?id=14. Diunduh tanggal 7 Januari
2012.

Anda mungkin juga menyukai