Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN KASUS

ILMU KESEHATAN MATA

KONJUNGTIVITIS VERNAL

Disusun Oleh:
Theresia Nauli Sihombing
01073180122

Pembimbing:
dr. Karliana Taswir, Sp. M

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN MATA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PELITA HARAPAN
SILOAM HOSPITALS LIPPO VILLAGE - RUMAH SAKIT UMUM SILOAM
PERIODE 24 AGUSTUS – 27 SEPTEMBER
TANGERANG
BAB I

ILUSTRASI KASUS

1.1 Identitas Pasien


• Nama : An. A

• Jenis Kelamin : Laki - laki

• Tanggal Lahir : Tangerang, 4 Maret 2009

• Umur : 11 tahun

• Alamat : Binong

• Pekerjaan : Pelajar

• Hari/ Tanggal Kunjungan : Senin, 24 Agustus 2020

1.2 Anamnesis

Dilakukan secara autoanamnesis dan alloanamnesis dengan pasien dan ibu pasien

1.2.1 Keluhan Utama

Kedua mata merah sejak 1 minggu SMRS

1.2.2 Keluhan Tambahan

Kedua mata gatal dan berair hilang timbul

1.2.3 Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke poliklinik mata Rumah Sakit Umum Siloam pada tanggal 24 Agustus

2020 dengan keluhan utama kedua mata merah sejak 1 minggu SMRS. Pasien juga mengeluhkan

bahwa kedua mata terasa tidak nyaman karena gatal dan berair yang hilang timbul. Pasien

menyangkal adanya penurunan penglihatan, mata terasa silau, demam, batuk, pilek, nyeri kepala,

mual, dan muntah. Pasien mengaku memiliki hobi untuk bermain bola di siang hari tanpa

pelindung. Pasien menyangkal adanya penyakit asma maupun alergi.

2
1.2.4 Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien mengaku pernah merasakan gejala yang sama 6 yang lalu dan belum pernah

berobat sebelumnya. Pasien tidak memiliki riwayat penyakit kronis tertentu seperti diabetes

mellitus dan hipertensi. Pasien menyangkal adanya riwayat operasi sebelumnya.

1.2.5 Riwayat Pemakaian Kacamata

Pasien tidak mempunyai riwayat pemakaian kacamata.

1.2.6 Riwayat Pengobatan

Pasien tidak memiliki riwayat konsumsi obat-obatan tertentu. Pasien belum mengobati

keluhan mata saat ini.

1.2.7 Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada keluhan serupa pada keluarga pasien.

1.2.8 Riwayat Kebiasaan

Pasien memiliki kebiasaan untuk bermain bola di siang hari tanpa pelindung.

1.2.9 Riwayat Sosial Ekonomi

Pasien adalah seorang pelajar dan hidup bersama kedua orang tua pasien.

1.3 Pemeriksaan Fisik

● Keadaan Umum : Tampak sakit ringan


● Kesadaran : Compos mentis
● GCS : E4V5M6
● Tekanan Darah : 110/70 mmHg
● Nadi : 90x/menit
● Pernafasan : 20x/menit
● Suhu : 36.5 oC

3
1.4 Status Oftamologi

Okuli Dextra (OD) Okuli Sinistra (OS)

Inspeksi

Gambar

Horner-Trantas dots (+) Horner-Trantas dots (+)

6/6 Visus 6/6

- Koreksi -

- Addisi -

- Kacamata -

Gerak Bola Mata

Tidak ada Nystagmus Tidak ada

4
Kedudukan Bola Mata
Ortoforia Posisi Ortoforia
Tidak ada Ekssoftalmus Tidak ada
Tidak ada Enoftalmus Tidak ada
Tidak ada Ekstropia Tidak ada
Tidak ada Esotropia Tidak ada

Palpebra Superior

Tidak ada Edema Tidak ada

Tidak ada Eritema Tidak ada

Tidak ada Entropion Tidak ada

Tidak ada Ektropion Tidak ada

Tidak ada Trikiasis Tidak ada

Tidak ada Benjolan/Massa Tidak ada

Tidak ada Ptosis Tidak ada

Tidak ada Lagophtalmos Tidak ada

Tidak ada Blefarospasme Tidak ada

Tidak ada Madarosis Tidak ada

Tidak ada Sikatriks Tidak ada

Palpebra Inferior

Tidak ada Edema Tidak ada

Tidak ada Eritema Tidak ada

Tidak ada Entropion Tidak ada

Tidak ada Ektropion Tidak ada

Tidak ada Trikiasis Tidak ada

Tidak ada Benjolan/Massa Tidak ada

Tidak ada Ptosis Tidak ada

5
Tidak ada Lagophtalmos Tidak ada

Tidak ada Blefarospasme Tidak ada

Tidak ada Madarosis Tidak ada

Tidak ada Sikatriks Tidak ada

Area Lakrimal dan Pungtum Lakrimal

Tidak ada Lakrimasi Tidak ada

Tidak ada Epifora Tidak ada

Tidak ada Sekret Tidak ada

Tidak ada Bengkak Tidak ada

Tidak ada Hiperemis Tidak ada

Tidak ada Benjolan/massa Tidak ada

Tidak ada Fistula Tidak ada

Margo Palpebra Superior et Silia

Tidak ada Edema Tidak ada

Tidak ada Eritema Tidak ada

Tidak ada Ulkus Tidak ada

Tidak ada Chalazion Tidak ada

Tidak ada Hordeolum Tidak ada

Tidak ada Trikiasis Tidak ada

Tidak ada Sikatriks Tidak ada

6
Margo Palpebra inferior et Silia

Tidak ada Edema Tidak ada

Tidak ada Eritema Tidak ada

Tidak ada Ulkus Tidak ada

Tidak ada Chalazion Tidak ada

Tidak ada Hordeolum Tidak ada

Tidak ada Trikiasis Tidak ada

Tidak ada Sikatriks Tidak ada

Konjungtiva Tarsalis Superior

Tidak ada Lithiasis Tidak ada

Tidak ada Hordeolum Tidak ada

Tidak ada Kalazion Tidak ada

Papil

Cobblestone appearance (+) Cobblestone appearance (+)

Tidak Ada Folikel Tidak Ada

Tidak ada Simblefaron Tidak ada

Ada Hiperemis Ada

7
Tidak ada Anemis Tidak ada

Tidak ada Sikatriks Tidak ada

Tidak ada Membran/ Tidak ada

Pseudomembran

Konjungtiva Tarsalis Inferior

Tidak ada Lithiasis Tidak ada

Tidak ada Hordeolum Tidak ada

Tidak ada Kalazion Tidak ada

Tidak ada Papil Tidak ada

Tidak ada Folikel Tidak ada

Tidak ada Simblefaron Tidak ada

Tidak ada Hiperemis Tidak ada

Tidak ada Anemis Tidak ada

Tidak ada Sikatriks Tidak ada

Tidak ada Tidak ada


Membran/
Pseudomembran

8
Konjungtiva Bulbi

Tidak ada Sekret Tidak ada

Tidak ada Kemosis Tidak ada

Tidak ada Papil Tidak ada

Tidak ada Folikel Tidak ada

Tidak ada Perdarahan Subkonjungtiva Tidak ada

Tidak ada Injeksi Siliar Tidak Ada

Ada Injeksi Konjungtiva Ada

Tidak ada Injeksi Episklera Tidak ada

Tidak ada Pterygium Tidak ada

Tidak ada Pinguekula Tidak ada

Tidak ada Sikatriks Tidak ada

Tidak ada Massa/benjolan Tidak ada

Sklera
Putih Warna Putih
Tidak ada Nodul Tidak ada
Tidak ada Stafiloma Tidak ada

Kornea
Jernih Kejernihan Jernih
Tidak ada Arkus Senilis Tidak ada
Tidak ada Edema Tidak ada
Tidak ada Korpus Alienum Tidak ada
Tidak dilakukan Tes Fluoresein Tidak dilakukan
Tidak dilakukan Refleks Kornea Tidak dilakukan
Tidak ada Nebula Tidak ada
Tidak ada Makula Tidak ada

9
Tidak ada Leukoma Tidak ada

COA
Dalam Kedalaman Dalam
Tidak ada Hipopion Tidak ada
Tidak ada Hifema Tidak ada
Tidak ada Flare Tidak ada

Iris
Coklat Warna Coklat
Ada Kripta Ada
Tidak ada Atrofi Tidak ada
Tidak ada Sinekia Anterior Tidak ada
Tidak ada Sinekia Posterior Tidak ada
Baik Gambaran Radier Baik
Tidak ada Eksudat Tidak ada
Tidak ada Rubeosis Iris Tidak ada
Tidak ada Iris Tremulans Tidak ada
Tidak ada Iris Bombe Tidak ada
Tidak ada Iridodialisis Tidak ada

Pupil
Isokor
3 mm Ukuran 3 mm
Positif Refleks Cahaya Langsung Positif
Positif Refleks Cahaya Tidak Langsung Positif
Negatif Relative Afferent Pupillary Negatif
Defect
Negatif Leukokoria Negatif

Lensa
Jernih Kejernihan Jernih
Negatif Shadow Test Negatif

Vitreus
Jernih Kejernihan Jernih
Tidak ada Fibrosis Tidak ada

10
Vitreus
Jernih Kejernihan Jernih
Tidak ada Fibrosis Tidak ada

Funduskopi
Positif Refleks Fundus Positif
Bulat Bentuk Papil Bulat
Tegas Batas Papil Tegas
0.3 Cup Disc Ratio 0.3
2:3 Rasio Arteri : Vena 2 :3

TIO
Normal Palpasi Normal
12 Digital NCT (mmHg) 12

Konfrontasi
Seluruh kuadran terlihat Seluruh kuadran terlihat

Tes Buta Warna (ishihara)

Normal (tidak ada red-green deficiency)

1.5 Resume

Pasien anak laki - laki berusia 11 tahun datang ke poliklinik mata RSU Siloam pada
tanggal 24 Agustus 2020, dengan keluhan utama kedua mata merah sejak 1 minggu SMRS.
Keluhan pasien disertai dengan rasa tidak nyaman dan berair pada kedua mata yang hilang
timbul. Pasien mengaku pernah merasakan gejala yang sama 6 yang lalu dan belum pernah
berobat sebelumnya. Pasien memiliki kebiasaan untuk bermain bola di siang hari tanpa
pelindung. Pada pemeriksaan fisik, pasien tampak sakit ringan, kesadaran compos mentis dengan
GCS 15, tekanan darah 110/70 mmHg, laju nadi 90x /menit, laju nafas 20x /menit, dan suhu
pasien 36.5 oC. Pada pemeriksaan mata ditemukan kemerahan pada kedua mata, disertai dengan
adanya injeksi konjungtiva. pada daerah limbus juga terdapat Horner-Trantas dots. Pada
konjungtiva tarsalis superior ditemukan bentuk cobblestone dengan visus kedua mata pasien 6/6
dan pada konjungtiva bulbi ditemukan adanya injeksi konjungtiva.

1.6 Diagnosis Kerja

- Konjungtivitis Vernal ODS

1.7 Diagnosis Banding

- Konjungtivitis atopik

11
- Konjungtivitis papilar raksasa

- Trachoma

1.8 Saran Tatalaksana

Medikamentosa:

- Pada fase akut dapat diberikan kortikosteroid mata tiap 2 jam selama 4 hari,
- Sodium cromoglycate 2% topical 4-6 kali 1 tetes

Non-medikamentosa:

- Tidak menggunakan obat tetes mata steroid secara terus meneruk karena dapat
menimbulkan efek samping
- jangan mengaruk-garuk mata, jika gatal kompres dengan air dingin/es
- aktivitas diruangan yang sejuk atau ber-AC

1.9 Prognosis
- Ad Vitam: bonam
- Ad Sanationam: bonam
- Ad Functionam: bonam

12
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi konjungtiva

Konjungtiva adalah adalah lapisan membran mukosa tipis dan transparan yang
melapisi kolopak mata bagian dalam, dimulai dari taut mukokutaneus (mucocutaneous
junction); kemudian melapisi permukaan luar bola mata hingga mencapai limbus
korneasklera. Konjungtivita kaya akan suplai pendarahan, yang bersal dari arteri siliaris
anterior dan arteri palpebralis. Secara anatomis, konjungtivita dibagi menjadi : 1,2
1. Konjungtivita palpebral (konjungtiva tarsal)
Konjungtiva palpebral melapisi bagian dalam kelopak mata. Terdiri dari 3
bagian, yaitu marginal, tarsal dan orbita.
2. Konjungtiva fornices superior dan inferior
Merupakan area transisi antara konjungtiva palpebralis dan konjungtiva
bulbaris.
3. Konjungtiva bulbi
Konjungtiva yang melapisi dan melekat erat pada permukaan anterior sklera
dan berlanjut dengan epitel kornea dan limbus. Konjungtiva bulbi dan forniks
berhubungan dengan sangat longgar dengan jaringan dibawahnya sehingga
bola mata mudah bergerak

Gambar 1. Anatomi Konjungtiva 3

13
Konjungtiva terdiri atas tiga lapisan yang secara histologi berbeda, yaitu lapisan
epitelium, adenoid, dan fibrosa. Lapisan epitelium merupakan lapisan terluar konjungtiva
dengan struktur yang bervariasi di setiap regio. Epitel konjungtiva marginal terdiri atas lima
lapis epitel gepeng berlapis dan pada konjungtiva tarsal terdiri atas dua lapis epitel silindris
dan gepeng. Konjungtiva forniks dan bulbar terdiri atas tiga lapis epitel yaitu sel silindris,
sel polihedral, dan sel kuboid, sedangkan konjungtiva limbal terdiri atas berlapis-lapis sel
4
gepeng.

Lapisan adenoid merupakan lapisan limfoid yang berfungsi dalam respons imun di
permukaan mata. Lapisan itu disebut conjunctiva-associated lymphoid tissue (CALT);
terdiri atas limfosit dan leukosit yang dapat berinteraksi dengan mukosa sel epitel melalui
sinyal resiprokal yang dimediasi oleh growth factor, sitokin dan neuropeptida. Lapisan
fibrosa terdiri atas jaringan kolagen dan fibrosa serta pembuluh darah dan konjungtiva.
Konjungtiva palpebra diperdarahi oleh pembuluh darah palpebra, sedangkan konjungtiva
bulbar memperoleh darah dari arteri siliaris anterior. Persarafan sensorik konjungtiva
berasal dari cabang nervus kranialis V.4

2.2 Konjungtivitis
Konjungtivitis merupakan inflamasi pada jarngan konjungtivita, yang dapat terjadi
secara akut maupun kronis, akibat invasi mikroorganisme dan atau rekasi imunologi.
Konjungtivitas viral epidemik merupakan penyebab sakit mata merah menular yang sering
ditemukan di masyarakat. Keluhan pasien konjungtivitis biasanya berupa lakrimasi, rasa
berpasir, dan perih. Keluhan gatal biasanya mengindikasikan alergi. Adanya rasa nyeri,
penuruna tajam penglihatan, fotofobia, dan sensasi benda asing kemungkinan menunjukkan
keterlibatan kornea. 2
Tanda klinis yang khas yaitu mata merah dengan injeksi konjungtiva, disertai
timbulnya sekret dengan berbagai konsistensi. Pada peradangan konjungtiva yang berat dapat
timbul kemosis (edema konjungtiva), pembentukan membrane, reaksi limfoid berupa
tonjolan-tonjolan folikel dan papil pada konjungtiva tarsal. Penilaian sifat sekret dapat
membantu menegakkan etiologi konjungtivitis. Sekret serosa umumnya menunjukkan infeksi
virus akut atau alergi akut; sekret mukoid dapat ditemukan pada alergi kronik atau

14
keratokonjungtivitis sika (dry eye sundrome); sekret mukopurulen pada infeksi bakteri akut
dan Chlamydia; serta hiperpurulen akibat infeksi Gonococcus.2,3

Gambar III. Karakteristik konjungtivitis bakterial dan viral.

Ada Banyak penyebab konjungtiva yang dapat menimbulkan peradangan pada


konjungtiva andara lain infeksi bakteri dan virus serta reaksi hipersensitivitas, sehingga
patofisiologi konjungtivitis akan ditentukan oleh etiologinya. Gejala klinis yang terjadi juga
akan sangat bergantung pada masing-masing penyebab tersebut. 5

Tabel 1. Perbedaan jenis konjungtivitis yang umum.6


Temuan klinis dan Virus Bakteri Klamidia Alergi
sitologi
Gatal Minimal Minimal Minimal Berat
Hiperemia Generalisata Generalisata Generalisata Generalisata
Air mata Banyak Sedang Sedang Sedang
Eksudat Minimal Banyak Banyak Minimal
Adenopati Sering Jarang Sering hanya pada Tidak ada
preaurikular konjungtivitis inklusi
Pada pewarnaan Monosit Bakteri, PMN PMN, sel plasma, badan Eosinofil
eksudat dan kerokan inklusi
Demam dan sakit Kadang- Kadang- Tidak pernah Tidak
tenggorok kadang kadang pernah

Pembagian konjungtivitis juga dapat diklasifikasikan berdasarkan etiologinya,


yaitu:2,5
1. Konjungtivitis Bakterial
Penyebab tersering adalah S.pneumoniae, S.aureus, H. influenza, dan Moraxella
catarrhalis. Neiserria gonorrhoeae adalah penyebab yang jarang ditemukan namun
menyebabkan gejala klinis berat. Penularan umumnya terjadi melalui kontak
langsung dengan sekret konjungtiva penderita lain atau penyebaran infeksi dari

15
hidung serta mukosa sinus. Gejala berupa : mata merah, rasa berpasir, dan perih,
sukar membuka mata terutama dipagi hari, umumnya bilateral, adanya sekret yang
bersifat purulent, edema kelopak, injeksi konjungtiva, erosi epitel kornea
permukaan, dan limfadenopati.

2. Konjungtivitis viral

Konjungtivitis viral merupakan peradangan konjungtiva yang disebabkan oleh virus.


Pada konjungtivitis viral, infeksi dapat sembuh sendiri dan dapat juga berlangsung
lebih lama daripada konjungtivitis bakterial. Konjungtivitis viral dapat disebabkan
oleh berbagai jenis virus, namun virus yang paling sering menjadi agen etiologinya
adalah adenovirus. Selain itu, konjungtivitis viral juga dapat disebabkan oleh
varicella zoster, enterovirus, dan herpes simplex virus. Pada konjungtivitis viral,
pasien biasanya datang dengan mata merah, mata berair berat, nyeri kepala dan
terkadang dapat ditemukan salah satu tanda konjungtivitis berupa pseudomembran.

3. Konjungtivitis Jamur

Konjungtivitis jamur merupakan peradangan konjungtiva yang disebabkan oleh


jamur dan merupakan infeksi yang paling jarang terjadi. Konjungtivitis jamur dapat
disebabkan oleh Candida albicans, Sportothrix schenckii, Coccidioides immitis, dan
Rhinosporidium seeberi.

4. Konjungtivitis Alergik

Konjungtivitis alergi adalah bentuk alergi pada mata yang paling sering muncul
sebagai manifestasi alergi, disebabkan oleh reaksi inflamasi pada konjungtiva yang
diperantarai oleh sistem imun tubuh seseorang atau reaksi hipersensitivitas. Jenis
reaksi hipersensitivitas yang paling sering adalah reaksi hipersensitivitas tipe I.

16
Tabel 2. Faktor Predisposisi Konjungtivitis Alergi5

Menurut klasifikasi dari International Ocular Inflammation Society (IOIS) tahun


2006, konjungtivitis alergi dapat dibagi berdasarkan mekanisme Immunopathological
dari setiap tipenya dan dibedakan berdasarkan manifestasi klinis dan karakteristik.5

• Seasonal Allergic Conjungtivitis (SAC)

Berhubungan dengan rhinitis alergi dan asma

• Perennial Allergic Conjungtivitis (PAC)

Biasanya disebabkan oleh debu, jamur, kontak dengan hewan, asap rokok,
dan juga allergen dari tempat pekerjaan. Memiliki gejala yang mirip dengan
SAC namun lebih ringan dan lebih persisten

• Vernal Keratoconjungtivitis (VKC)

• Atopic Keratoconjungtivitis (AKC)


Biasanya keterlibatan terhadap visus mata karena adanya reaksi
hipersensisitivitas tipe I dan IV yang akan mengaktifkan Th1 dan Th2
lymphocytes dan menghambat proses produksi sel-sel goblet. Biasanya
disertai pula dengan adanya riwayat keluarga yang memiliki dermatitis
atopik. Tanda klinis yang paling sering ditemukan dan menjadi ciri khas
adalah tampilan seperti eksematous pada kelopak mata atau palpebra dan
serong disertai dengan blefaritis kronik, Pada bulu mata biasanya akan

17
terlihat adanya bagian yang hilang dan disebut sebagai Hertoghe Sign.
Pasien bias datang dengan tampilan yang mirip dengan non-ulseratif
blefaritis dan infeksi pada palpebra. Gejala yang dialami pasien biasanya
adanya rasa terbakar, mata berair, mata kemerahan, dan fotofobia.

• Giant Papillary Conjungtivitis (GPC)

Biasanya ditimbulkan dengan penggunaan lensa kontak, mata prostetik,


dan kemungkinan juga adanya pengaruh genetic. Dapat hilang dengan
sendirinya apabila penyebabnya dihindari.
• Contact Dermatoconjungtivitis (CDC)

Mengenai seseorang dengan riwayat atopi dan non-atopi. Pada fase akut
akan muncul gejala seperti gejala blefaritis yaitu tampilan akut
eksematous dan pada fase kronik akan muncul lipatan, krusta, dan fisura
dengan penebalan pada kulit. Pada bagian konjungtiva akan terlihat papil,
folikel, pseudopemphigoid dan pseudotrachomas. Apabila mengenai
kornea maka akan muncul tampilan seperti keratitis punctate dengan
adanya infiltrat marginal, ulkus bahkan edema pada stroma

Tabel 2. Tanda Klinis Konjungtivitis Alergi5

18
2.2.1 Manifestasi Klinis

Pada konjungtivitis terdapat tanda – tanda penting yang harus diperhatikan, antara
lain:5,6
1. Hiperemis

Hiperemis merupakan tanda paling umum yang sering terjadi pada konjungtivitis.
Kemerahan biasanya ditandai dan diawali pada forniks, lalu perlahan menghilang
ke arah limbus karena dilatasi pembuluh darah konjungtiva posterior.2,6

2. Khemosis

Khemosis biasanya mengindikasikan respon hipersensitivitas, namun khemosis


dapat juga ditemukan pada konjungtivitis bakterial akut dan konjungtivitis viral.

3. Epiphora

Epiphora merupakan tanda paling umum yang juga sering terjadi pada konjungtivitis.
Epipohra disebabkan oleh adanya sensasi benda asing.

4. Eksudasi

Eksudasi merupakan tanda yang paling umum pada konjungtivitis akut, terutama
yang disebabkan oleh bakteri. Eksudasi dapat dibagi menjadi 5 tipe, yaitu watery,
mucoid, mucopurulent, moderately purulent, dan severe purulent. Eksudat watery
terdiri dari serous dan air mata yang biasanya dapat ditemukan pada konjungtivitis
viral dan alergik. Eksudat mucoid biasanya dapat ditemukan pada konjungtivitis
alergik. Eksudat mucopurulent biasanya dapat ditemukan pada konjungtivitis
bakteri, terutama infeksi klamidial. Eksudat moderately purulent biasanya dapat
ditemukan pada konjungtivitis bakteri. Eksudat severe purulent biasanya dapat
ditemukan pada konjungtivitis bakteril terutama infeksi gonococcal.
5. Membran

Pada konjungtivitis dapat terbentuk membran yang dibagi menjadi dua bentuk
membran, yaitu pseudomembran dan true membrane.

19
Pseudomembran adalah koagulum yang melapisi permukaan epitel konjungtiva
yang jika dikupas tidak akan terjadi perdarahan, sedangkan true membrane adalah
koagulum yang melapisi permukaan epitel konjungtiva secara meluas yang jika
dikupas akan terjadi perdarahan.
6. Pseudoptosis

Pseudoptosis merupakan turunnya palpebra superior yang disebabkan oleh


peradangan pada muskulus tarsalis superior.
7. Subkonjungtival sikatrisasi

Subkonjungtival sikatrisasi dapat ditemukan pada konjungtivitis yang sudah parah.


Hal tersebut ditandai dengan adanya kehilangan sel goblet dan kelenjar lakrimal.
8. Folikel

Folikel terbentuk akibat hipertrofi limfoid lokal di dalam lapisan adenoid


konjungtiva yang biasanya mengandung sentrum germinotivum. Pembentukan
folikel biasanya sering terjadi pada konjungtivitis viral.
9. Papil

Hipertrofi papil merupakan reaksi non spesifik yang terjadi karena konjungtiva
terikat pada tarsus atau limbus disertakan dengan serabut halus.
10. Limfadenopati Preaurikuler

Limfadenopati preaurikuler sering ditemukan pada konjungtivitis viral, infeksi


klamidia, serja infeksi gonococcal yang sudah parah.

2.3. Konjungtivitis Vernal


2.3.1. Definisi
Konjungtivitis vernal, yang juga disebut dengan “spring catarrh”,
“konjungtivitis musiman” atau “warm weather conjunctivitis”, merupakan penyakit
alergi yang jarang dan ditandai adanya peradangan bilateral konjungtiva berulang
(recurrence) yang khas, menurut musim, sebagai akibat reaksi hipersensitif tipe 1
dengan gambaran hipertropi papil di canaltarsus dan limbus yang biasanya dimulai
sejak masa prepubertal dan dapat berlangsung hingga 5-10 tahun. Sering terdapat pada

20
musim panas di negeri dengan empat musim, atau sepanjang tahun di negeri tropis
(panas).2,6
2.3.2. Epidemiologi

Konjungtivitis alergi dialami sekitar 6-30% populasi di dunia dan sebanyak 15-
20% dari kasus konjungtivitis alergi merupakan konjungtivitis musiman dan
konjungtivitis tahunan.7
Konjungtivitis vernal sering ditemukan pada orang dengan riwayat alergi pada
keluarga, lebih sering ditemukan pada anak laki-laki dibandingkan pada anak
perempuan, dengan perkiraan diseluruh dunia insiden konjungtivitis vernal berkisar
antara 0,1% - 0,5% dan cenderung lebih tinggi di negara berkembang.3,11,12 Pada
bumi bagian utara lebih sering pada musim panas dan musim semi, sedangkan pada
bumi bagian selatan (khususnya Asia Pasifik) lebih sering pada musim gugur dan
musim dingin, dengan puncaknya pada bulan April hingga agustus.8
2.3.3. Etiologi dan Predisposisi

Hingga saat ini masih belum ditemukan penyebab pasti konjungtivitis vernal,
namun ada kemungkinan karena kombinasi iklim dengan allergen.13 Konjungtivitis
vernal terjadi akibat reaksi hipersensitivitas tipe I yang mengenai kedua mata, sering
terjadi pada orang dengan riwayat keluarga yang kuat alergi.9
Biasanya konjungtivitis vernal ditemukan pada pasien dengan usia muda (3-25
tahun) dan kedua jenis kelamin sama. Namun biasanya pada laki-laki mulai pada usia
dibawah 10 tahun. Penderita konjungtivitis vernal sering menunjukkan gejala-gejala
alergi terhadap tepung sari rumput-rumputan.9
Menurut reaksi hipersensitivitas itu sendiri, dibagi menjadi 4 tipe reaksi seperti
berikut: 10

• Tipe I: Reaksi Anafilaksi

Pada reaksi tipe I, antigen atau allergen bebas akan bereaksi dengan antibody, dalam hal
ini IgE yang terikat pada sel mast atau sel basophil dengan akibat terlepasnya histamin.
Keadaan ini menimbulkan reaksi tipe cepat.

• Tipe II:Reaksi Sitotoksik

21
Pada reaksi tipe II, antigen terikat pada sel sasaran. Antibody dalam hal ini IgE dan IgM
dengan adanya komplemen akan diberikan dengan antigen, sehingga dapat
mengakibatkan hancurnya sel tersebut. Reaksi ini merupakan reaksi yang cepat menurut
Smolin (1986), reaksi allografi dan ulkus Mooren merupakan reaksi jenis ini.

• Tipe III: Reaksi Imun Kompleks

Pada reaksi tipe III, antibody berikatan dengan antigen dan komplemen membentuk
kompleks imun. Keadaan ini menimbulkan neurotrophichemotactic factor yang dapat
menyebabkan terjadinya peradangan atau kerusakan lokal. Pada umumnya terjadi pada
pembuluh darah kecil. Manifestasi di kornea dapat berupa keratitis herpes simpleks,
keratitis karena bakteri (stafilokokus, pseudomonas) dan jamur. Reaksi demikian juga
terjadi pada keratitis Herpes simpleks.

• Tipe IV: Reaksi Lambat

Pada reaksi hipersensitivitas tipe I, II, dan III yang berperan adalah antibodi (imunitas
humoral), sedangkan pada tipe IV yang berperan adalah limfosit T atau dikenal sebagai
imunitas seluler. Limfosit T peka (sensitized T lymphocyte) bereaksi dengan antigen, dan
menyebabkan terlepasnya mediator (limfokin) yang ditemukan pada reaksi penolakan
pasca keratoplasty, kerato- jungtivitis flikten, keratitis herpes simpleks dan keratitis
diskiformis.

2.3.4. Patofisiologi
Perubahan struktur konjungtiva erat kaitannya dengan timbulnya radang
interstitial yang didominasi oleh reaksi hipersensitivitas tipe I. Pada konjungtiva akan
dijumpai hiperemis dan vasodilatasi difus, yang dengan cepat akan diikuti dengan
hyperplasia akibat proliferasi jaringan yang menghasilkan pembentukan jaringan ikat
yang tidak terkendali. Kondisi ini akan diikuti oleh hyalinisasi dan menimbulkan
deposit pada konjungtiva sehingga terbentuk gambaran cobblestone. Jaringan ikat yang
berlebihan ini akan memberikan warna putih susu kebiruan sehingga konjungtiva
tampak buram dan tidak berkilau. Pembentukan papil ini berhubungan dengan
infiltrasi stroma oleh sel-sel PMN, eosinafil, basofil dan sel mast. Proliferasi yang
spesifik pada konjungtiva tarsal dapat disebut pavement like granulations (Von

22
Graefe). Hipertrofi papil pada konjungtiva tarsal tidak jarang mengakibatkan ptosis
mekanik dalam kasus yang berat akan disertai pula keratitis serta erosi epitel kornea.10,
11

Limbus konjungtiva juga memperlihatkan perubahan akibat vasodilatasi dan


hipertropi yang menghasilkan lesi fokal. Pada tingkat yang berat, kekeruhan pada
limbus sering menimbulkan gambaran distrofi dan menimbulkan gambaran dalam
kualitas maupun kuantitas stem cells limbus. Kondisi yang terakhir ini mungkin
berkaitan dengan konjungtivalisasi pada penderita keratokonjungtivitis dan dikemudian
hari beresiko timbulnya pterygium pada usia muda. Disamping itu juga terdapat kista-
kista kecil yang dengan cepat akan mengalami degenerasi.10,11

2.3.5. Manifestasi Klinis

Gelaja konjungtivitis secara umum meliputi sensasi mengganjal atau rasa terbakar di
mata, gatal, dan fotofobia. Nyeri dirasakan lebih dominan mengindikasikan adanya
keterlibatan kornea.Tanda konjungtivitis meliputi mata merah, mata berair (epiphora),
eksudat, pseudoptosis, dan hipertropi papil. Mata merah merupakan tanda yang paling
mencolok dari konjungtivitis akut. Mata berair merupakan tanda yang seringkali tampak
menonjol pada penderita konjungtivis sebagai hasil dari sensasi mengganjal/ adanya benda
asing. Eksudat pada konjungtivitis bakteri lebih lengket dibanding pada konjungtivitis virus.
Pseusoptosus adalah jatuhnya kelopak mata sekunder karena adanya infiltrasi dan inflamasi
pada otot Muller. Hipertropi papil merupakan reaksi konjungtiva non-spesifik yang terjadi
karena konjungtiva terikat ke tarsus atau limbus oleh fibril halus.6 Terdapat tiga tipe
manifestasi klinis dari konjungtivitis vernal yaitu tipe palpebral, tipe limbal, dan tipe
korneal.8,12, 13

• Tipe Palpebral12
Terutama mengenai konjungtiva palpebra superior yaitu terdapat pertumbuhan papil yang
besar yang disebut cobble stone. Pada beberapa tempat akan mengalami hiperplasi dan
diberbagai tempat terjadi atrofi, perubahan mendasar terdapat
di substansia propia, dimana substanti propia ini mengalami infiltrasi oleh sel-sel
limfosit plasma dan eosinafil. Pada stadium yang lanjut jumlah sel-
sel lapisan plasma dan eosinafil akan semakin meningkat sehingga terbentuk tonjolan-

23
tonjolan jaringan di daerah tarsus dengan disertai pembentukan pembuluh darah baru
kapiler di tengahnya.

Gambar 3. Papila “cobblestone” di konjungtiva palpebralis superior pada


keratokonjungtivitis vernal

• Tipe Limbal 12

Terjadi perubahan yang serupa sebagaimana yang terjadi pada tipe palpebral. Pad
a bentuk limbal ini terjadi hipertrofi limbal
yang membentuk jaringan hiperplastik gelatine. Hipertrofi limbus ini disertai bintik-
bintik yang sedikit menonjol, keputihan, yang dikenal sebagai Horner-Trantas dots
yang merupakan degenerasi epithel kornea, atau eosinafil dengan bagian epithel limbus
kornea.

Gambar 4. Horner-Trantas pada konjungtivitis vernal tipe limbal

24
• Tipe Kornea13

Tanda-tanda kornea bervariasi sesuai dengan tingkat keparahan proses penyakit. Erosi
epitel dapat menyatu menjadi erosi makro epitel. Plak yang mengandung fibrin dan
lendir dapat terakumulasi menjadi erosi makro yang membentuk shield ulcers.
Neovaskularisasi kornea dapat terjadi dan resolusi dapat meninggalkan bekas luka
seperti cincin.

Gambar 5. Shield ulcer pada konjungtivitis tipe korneal

2.3.6. Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan klinis dan biasanya


tidak membutuhkan pemeriksaan penunjang. padan anamnesis
anamnesis keluhan utamanya adalah mata merah kecoklatan/kotor. Pemeriksaan pada
palpebra didapatkan hipertrofi papiler, cobble stone, giant’s papilae. Pada konjungtiva
bulbi warna merah kecoklatan dan kotor pada fissura interpalpebralis. Pada limbus
didapatkan Horner- Trantas dots. Hasil pemeriksaan laboratorium atau kerakan
konjungtiva atau getah mata didapatkan sel-sel eosinofil dan eosinofil granul.2,12

2.3.7. Diagnosis Banding


Diagnosis banding pada umumnya tidak sulit, kecuali yang dihadapi penderita
dewasa muda, karena mungkin suatu konjungtivitis atopik. Kelainan mata pada
konjungtivitis atopik berupa kelopak mata yang tebal, likenisasi, konjungtiva hiperemi
dan kemosis disertai papil- papil di konjungtiva tarsalis inferior. Kadang- kadang papil
ini bisa besar mirip cobblestone dan dapat dijumpai pada konjungtiva tarsalis superior.

25
Trantas dot’s juga bisa dijumpai pada konjungtivitis atopik meskipun tidak sesering
pada konjungtivitis vernalis.12
Walaupun secara prinsip konjungtivitis vernal sangat berbeda dengan trakoma
stadium II dan konjungtivitis folikularis, namun seringkali gejalanya membingungkan
dengan dua penyakit tersebut. Trakoma stadium II biasanya ditandai dengan adanya
folikel-folikel yang terpusat dan berukurang besar seperti cobblestone, namun pada
pemeriksaan penunjang, eosinofil tidak tampak pada hapusan konjungtiva maupun
pada jaringan, sedangkan pada konjungtivitis vernal, eosinofil memenuhi jaringan.
Trakoma meninggalkan jaringan parut pada tarsal, sedangkan konjungtivitis vernal
tidak, kecuali bila terlambat ditangani.6,12
Giant Papillary Conjuctivitis memiliki gejala yang hampir serupa dengan
keratokonjungtivitis vernal dan atopik, karena sama-sama memiliki ciri khas terdapat
papilla pada kelopak mata, dan juga memiliki gejala berupa gatal, berair, dan sensasi
benda asing di mata. Biasanya dialami oleh orang yang menggunakan lensa kontak,
mata buatan, atau adanya jahitan pada mata. Gejala bisa mereda bila tidak
menggunakan lensa kontak, mata buatan dan menyingkirkan jahitan.6

2.3.8. Tatalaksana

Prinsip penatalaksanaan konjungtivitis alergi adalah untuk meminimalisir dan


mengontrol gejala dan meningkatkan kualitas hidup pasien. Tujuan tambahan adalah
sebagai interupsi dan pencegahan siklus radang pada pasien yang terus-menerus terpapar
alergen.6

• Non-Farmakologi 6,12

Penderita diusahakan untuk menghindari menggosok-gosok mata karena akan


menyebabkan iritasi berlanjut. Kompres dingin dapat juga digunakan untuk
menghilangkan edema. Selain itu, tidur di tempat ber-AC dapat menyamankan
pasien. Lebih baik apabila penderita pindah ke tempat beriklim sejuk dan lembab.

26
• Farmakologi 6,12

Kortikosteroid lokal diberikan pada fase akut dengan gejala mata merah kecoklatan
(kotor) dan keluhan sangat gatal. Diberikan setiap 2 jam selama 4 hari, untuk
selanjutnya digantikan obat-obat lain seperti:

1. Sodium cromoglycate 2% topikal dapat diberikan 4 - 6 kali 1 tetes/ hari


untuk mencegah degranulasi sel mast.

2. Lodoxamide tromethamine 0,1% x 2 tetes/hari

Digunakan pada konjungtivitis vernal dengan derajat sedang sampai


berat. Sangat efektif untuk mencegah terjadinya komplikasi pada kornea.
3. Levocabastin 2 – 4 x 1 tetes/hari.
4. Anti histamin dan steroid sistemik dapat diberikan pada kasus berat.
5. Cromolyn topical adalah agen profilaktik yang baik untuk kasus sedang sampai
berat. Bila tidak ada hasil dapat diberikan radiasi, atau dilakukan pengangkatan
giant papil.
6. Antibiotik dapat diberikan untuk mencegah infeksi sekunder disertai dengan
sikloplegik.
7. Anti-radang non-steroid yang lebih baru, seperti kerolac cukup bermanfaat
mengurangi gejala.

2.3.9. Komplikasi
Dapat menimbulkan ulkus kornea superfisialis (“perisai”) dan diikuti oleh parut
kornea ringan. keratitis epitel difus yang khas seringkali terjadi dan dapat disertai
keratokonus. Sering menimbulkan kekambuhan terutama di musim panas.
2.3.10. Prognosis

Penderita konjungtivitis vernal baik karena sebagian besar kasus dapat sembuh spontan
(self-limited disease), namun komplikasi juga dapat terjadi apabila tidak ditangani dengan
baik. Kondisi ini dapat terus berlanjut dari waktu ke waktu, dan semakin memburuk selama
musim-musim tertentu.

27
BAB III
ANALISA KASUS

Pada kasus diatas, pasien usia 11 tahun datang dengan keluhan utama berupa kedua mata
merah terasa gatal dan berair yang hilang timbul sejak 1 minggu yang lalu. Keluhan tersebut
sudah dirasakan pasien sejak 6 bulan yang lalu dan belum pernah berobat. Keluhan berupa mata
buram, demam, batuk, dan pilek disangkal oleh pasien. Pasien memiliki hobi bermain bola di
siang hari tanpa pelindung. Pada pemeriksaan fisik ditemukan ditemukan matah merah di kedua
mata pasien dengan adanya injeksi konjungtiva dan ditemukannya Horner-Trantas dots pada
daerah limbus. Pada konjungtiva tarsalis superior ditebukan cobblestone dengan kedua visus
mata pasien 6/6.
Pada pasien diperkirakan mengalami Vernal Keratokonjungtivitis (VKC) , berdasarkan
anamnesis ditemukan bahwa pasien mengalami yang mengarah pada gejala VKC. Pada pasien
tidak ditemukan adanya fotofobia, selain itu pasien juga menunjukkan tanda - tanda radang
konjungtiva seperti adanya injeksi konjungtiva, benjolan pada konjungtiva tarsalis (cobblestone
appearence) dan mata yang berair. Pada epidemiologi VKC juga lebih sering terjadi pada anak
laki - laki berusia 3 - 25 tahun dan paling sering terjadi pada usia 11 tahun. Namun pada pasien
ini tidak didapatkan adanya riwayat penyakit atopik. Pasien juga memiliki kebiasaan bermain
bola di siang hari tanpa pelindung yang merupakan faktor risiko terjadinya VKC yang
bergantung dengan musim terutama pada musim yang panas dan kering.

Atopic Keratokonjunctivitis (AKC) dapat disingkirkan karena tidak ada riwayat ada
atopik maupun asma pada pasien. Selain itu tidak ditemukan adanya edema, rasa terbakar, sekret
mukoid dan eritema pada palpebra. Pada AKC juga dapat menyebabkan kekeruhan pada kornea
sehingga menyebabkan penglihatan yang buram. AKC sendiri lebih sering terjadi pada orang
dewasa dan dapat berlangsung sepanjang tahun terutama jika terkena pencetus dari alergi yang
dimiliki. Konjungtivitis papilar raksasa dapat disingkirkan karena pasien tidak memiliki riwayat
pemakaian mata palsu plasti maupun lensa kontak.

Trakoma dapat disingkirkan karena pada pasien tidak ditemukan adanya sensasi benda
asing, nyeri, penurunan penglihatan, serta sekret mukopurulen. Pada pemeriksaan oftalmologi
juga tidak ditemukan adanya folikel pada konjungtiva tarsal superior, folikel di limbus dengan
sekuela terkait (Herbert pits), sikatriks pada konjungtiva tarsal, dan pannus, terutama pada tarsal

28
superior sehingga trakoma dapat disingkirkan. Trakoma juga disebabkan oleh Chlamydia
trachomatis sedangkan pada pasien tidak terdapat tanda - tanda infeksi.

Saran penatalaksanaan pada pasien ini yaitu, pemberian kortikosteroid mata tiap 2 jam
selama 4 hari pada fase akut. Namun, dapat juga diberikan obat lain seperti sodium cromaglycate
2 % : 4-6 x 1 tetes/ hari, levocabastin, cyclosporine. Perlu disampaikan ke penderita untuk tidak
menggunakan obat tetes steroid secara terus menerus karena dapat menimbulkan efeksamping
berupa glaucoma, katarak dan komplikasi lainnya. Edukasi yang diberitahukan kepada pasien
yaitu bahwa konjungtivitis vernal adalah penyakit yang self limiting, sehingga obat yang
diberikan bukan untuk menghilangkan alergi tetepi untuk mengurangi gejalanya. Kumudian
disarankan untuk tidak menggaruk mata dan jika terasa tidak nyaman dapat dikompres dengan
air dingin/es dan tidur atau beraktivitas diruangan yang sejuk dan ber-AC. Obat terbaik dari
penyakit ini yaitu pindah ke iklim yang sejuk dan lembab. Pasien dapat memperoleh manfaat
mulai dari berkurangnya gejala secara nyata, bahkan penyembuhan total.

29
DAFTAR PUSTAKA

1. Prof. dr. H. Sidarta. Ilmu Penyakit Mata. Edisi Kelima. Badan penerbit fakultas kedokteran
Universitas Indonesia; 2017. 230 p
2. Edwar L, et al. Struktur pembungkus bola mata. Buku ajar oftalmologi. Badan penerbit
fakultas kedokteran Universitas Indonesia; 2017. 10 p
3. Sitompul R. Konjungtivitis Viral  : Diagnosis dan Terapi di Pelayanan Kesehatan Primer
Ratna Sitompul Viral Conjunctivitis  : Diagnosis and Therapy in Primary Health Care. 2017
4. Cantor LB, Rapuano CJ, Cioffi GA. External disease and cornea. Italia: American Academy
of Ophtalmology; 2014.
5. Ono, S. and Abelson, M. (2005). Allergic conjunctivitis: Update on pathophysiology
and prospects for future treatment. Journal of Allergy and Clinical Immunology,
115(1),pp.118-122.
6. Vaughan, Daniel G., Asbury Taylor, Riordan Eva-Paul. Oftalmologi Umum. Edisi
19. Jakarta: EGC. 2020. hal :95-131.
7. Buckley RJ. Vernal keratoconjunctivitis. International ophthalmology clinics.
1988 Winter;28(4):303-8
8. De Smedt, Nkurikiye J, Fonteyne Y, Hogewoning A, Van Esbroeck M, De Bacquer D, Tuft
S, Gilbert C, Delange J, Kestelyn P. Vernal Keratoconjungtivitis in School children in
Rwanda and its association with socio economic status : A Population Based Survey. Am J
Trop Med Hyg. 2011. 85(4) 711 – 717.
9. TroyBedinghaus. 2009.Vernal Conjunctivitis. Cited 28 Agustus 2020.
10. Wade PD, Iwuora AN, Lopez L. Allergic Conjunctivitis at Sheikh Zayed Regional Eye Care
Center Gambia. J Ophtalmic Vis Res. 2012.7(1): 24 – 28.
11. Reyes NJ, Mayhew E, Chen PW, Niederkorn JY. NKT cells are necessary for maximal
expression of allergic conjunctivitis. Int Immunol. 2010, 22(8) :627 – 636
12. Ilyas S., 2006. Penuntun Ilmu Penyakit Mata edisi ke-3. Jakarta : Balai Penerbit FKUI, hlm :
133-134.
13. Buckley RJ. Vernal keratoconjunctivitis. International ophthalmology clinics.
1988 Winter;28(4):303-8
14. Lukitasari A. KONJUNGTIVITIS VERNAL [Internet]. Jurnal.unsyiah.ac.id. 2019 [cited 28

30
Agustus March 2020].

31

Anda mungkin juga menyukai