Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN KASUS ILMU MATA

GLAUKOMA

Pembimbing :
dr. Endang M Johana, SpM

Disusun oleh :
Putri Paramitha O
01073170122

KEPANITERAAN KLINIK ILMU MATA


RUMAH SAKIT SILOAM LIPPO VILLAGE
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PELITA HARAPAN
PERIODE JUNI – JULI 2019
TANGERANG
DAFTAR ISI
BAB 1 ............................................................................................................................ 3
LAPORAN KASUS ..................................................................................................... 3
IDENTITAS PASIEN .............................................................................................. 3
ANAMNESIS............................................................................................................ 3
PEMERIKSAAN FISIK .......................................................................................... 4
RESUME ................................................................................................................ 11
DIAGNOSIS KERJA............................................................................................. 11
PEMERIKSAAN PENUNJANG .......................................................................... 11
TATALAKSANA ................................................................................................... 11
TINDAKAN ............................................................................................................ 11
PROGNOSIS .......................................................................................................... 11
BAB II ......................................................................................................................... 12
TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................................. 12
ANATOMI LENSA ............................................................................................... 12
EMBRIOLOGI LENSA ....................................................................................... 13
FISIOLOGI LENSA .............................................................................................. 13
METABOLISME LENSA..................................................................................... 14
KATARAK ............................................................................................................. 14
Definisi ................................................................................................................. 14
Epidemiologi ........................................................................................................ 14
Patofisiologi ......................................................................................................... 14
Klasifikasi ............................................................................................................ 16
Faktor resiko ........................................................................................................ 18
Manifestasi Klinis ................................................................................................ 18
Diagnosis.............................................................................................................. 19
Tatalaksana .......................................................................................................... 20
Komplikasi ........................................................................................................... 21
Prognosis .............................................................................................................. 22
BAB III........................................................................................................................ 23
ANALISA KASUS ..................................................................................................... 23
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 24

2
BAB 1

LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. D
Jenis Kelamin : Perempuan
Tanggal Lahir : 46 tahun
Alamat : Tangerang
Nomor Rekam Medis : RSUS.00-81-32-xx

ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 27 Juni 2019 pada pukul
19.00 di ruang poliklinik lantai 2 Rumah Sakit Umum Siloam.

Keluhan Utama
Penglihatan mata kanan buram mendadak sejak 4 bulan SMRS

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang dengan keluhan penglihatan mata kanan buram sejak 4 bulan SMRS.
Menurut pasien, pandangan mata kanannya seperti ada awan tebal yang menutup
pandangan. Kemudian, pasien berobat ke klini di dekat rumahnya, lalu dirujuk ke RS
Hermina. Pasien didiagnosis glaukoma oleh dokter spesialis mata di rumah sakit
Hermina. Kemudian, pasien diberi obat tetes mata (Timol) dan obat minum (pasien lupa
nama obatnya). Sejak diberi obat, keluhan dirasakan membaik. Awan putih yang
menutupi pandangan mata kanan memudar. Sejak saat itu, pasien rutin berobat ke RS
Hermina Bitung, tetapi menurut pengakuan pasien, di RS Hermina tidak pernah
dilakukan pengecekan tekanan bola mata. Oleh karena itu, atas permintaan pasien
dirujuk ke RSU Siloam.
Saat ini keluhan pasien penglihatan masih kabur, tetapi tidak separah 4 bulan yang lalu.
Pasien juga mengaku sering tersandung ketika berjalan, kemudian pandangannya
serasa menyempit dibandingkan sebelumnya. Selain itu, pasien ............... (cari gejala
glaukoma)

3
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien mengatakan belum pernah mengalami keluhan serupa sebelumnya. Pasien juga
mengatakan tidak ada riwayat kencing manis, maupun darah tinggi. Pasien juga
menyangkal adanya riwayat operasi. Menurut pengakuan pasien, sebelumnya
penglihatan pasien baik tanpa memerlukan bantuan kacamata.

Riwayat Penyakit Keluarga


Ibu dan ayah pasien tidak ada yang mengalami gejala serupa. Tidak ada yang menderita
tekanan darah tinggi ataupun gula darah yang tinggi. Tidak ada di keluarga yang
memiliki masalah mata hingga harus dioperasi sebelumnya.

Riwayat Sosial dan Alergi


Riwayat alergi makanan maupun obat disangkal. Pasien tinggal dengan suami dan dua
anaknya. Menurut pengakuan pasien, komunikasi dengan keluarga dan tetangga baik.
Namun, pasien mengaku kesulitan menjalani aktifitas sehari-hari sejak penglihatannya
terganggu.

PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
 Keadaan Umum : Tampak sakit ringan
 Kesadaran : Kompos mentis

Tanda-tanda Vital
 Tekanan Darah : 100/70
 HR : 100x/menit
 RR : 20x/menit
 Suhu : 37.0C

Status Oftalmologi
Okuli Dextra (OD) Okuli Sinistra (OS)

4
Inspeksi

Visus
- Koreksi -
- Addisi -
- Kacamata -

Gerak Bola Mata

Tidak ada Nistagmus Tidak ada

Kedudukan Bola Mata


Ortotrofia
Tidak ada Eksoftalmus Tidak ada
Tidak ada Enoftalmus Tidak ada
Tidak ada Eksotropia Tidak ada
Tidak ada Esotropia Tidak ada
Tidak ada Eksoforia Tidak ada

Palpebra Superior
Tidak ada Edema Tidak ada
Tidak ada Hiperemis Tidak ada
Tidak ada Entropion Tidak ada
Tidak ada Ektropion Tidak ada
Tidak ada Trikiasis Tidak ada
Tidak ada Benjolan/Massa Tidak ada
Tidak ada Ptosis Tidak ada
Tidak ada Pseudoptosis Tidak ada

5
Tidak ada Lagoptalmus Tidak ada
Tidak ada Blefarospasme Tidak ada
Tidak ada Eksteropion Tidak ada

Palpebra Inferior
Tidak ada Edema Tidak ada
Tidak ada Hiperemis Tidak ada
Tidak ada Entropion Tidak ada
Tidak ada Ekstropion Tidak ada
Tidak ada Trikiasis Tidak ada
Tidak ada Benjolan/Massa Tidak ada
Tidak ada Ptosis Tidak ada
Tidak ada Pseudoptosis Tidak ada
Tidak ada Lagoptalmus Tidak ada
Tidak ada Blefarospasme Tidak ada
Tidak ada Eksteropion Tidak ada

Area Lakrimal dan Pungtum Lakrimal


Ada Lakrimasi Ada
Tidak ada Epifora Tidak ada
Tidak ada Sekret Tidak ada
Tidak ada Bengkak Tidak ada
Tidak ada Hiperemis Tidak ada
Tidak ada Benjolan/massa Tidak ada
Tidak ada Fistula Tidak ada

Konjungtiva Tarsalis Superior


Tidak ada Lithiasis Tidak ada
Tidak ada Hordeolum Tidak ada
Tidak ada Kalazion Tidak ada
Tidak ada Papil Tidak ada

6
Tidak ada Folikel Tidak ada
Tidak ada Simblefaron Tidak ada
Tidak ada Hiperemis Tidak ada
Tidak ada Anemis Tidak ada
Tidak ada Sikatriks Tidak ada
Membran/
Tidak ada Tidak ada
Pseudomembran

Konjungtiva Tarsalis Inferior


Tidak ada Lithiasis Tidak ada
Tidak ada Hordeolum Tidak ada
Tidak ada Kalazion Tidak ada
Tidak ada Papil Tidak ada
Tidak ada Folikel Tidak ada
Tidak ada Simblefaron Tidak ada
Tidak ada Hiperemis Tidak ada
Tidak ada Anemis Tidak ada
Tidak ada Sikatriks Tidak ada
Membran/
Tidak ada Tidak ada
Pseudomembran

Konjungtiva Bulbi
Tidak ada Sekret Tidak ada
Tidak ada Kemosis Tidak ada
Tidak ada Papil Tidak ada
Tidak ada Folikel Tidak ada
Perdarahan
Tidak ada Tidak ada
Subkonjungtiva
Tidak ada Injeksi Siliar Tidak ada
Tidak ada Injeksi Konjungtiva Tidak ada
Tidak ada Injeksi Episklera Tidak ada
Tidak ada Pterigium Tidak ada

7
Tidak ada Pinguekula Tidak ada
Tidak ada Sikatriks Tidak ada
Tidak ada Massa/benjolan Tidak ada

Sklera
Putih Warna Putih
Tidak ada Nodul Tidak ada
Tidak ada Stafiloma Tidak ada
Tidak ada Ruptur Tidak ada

Kornea
Jernih Kejernihan Jernih
Tidak ada Arkus Senilis Tidak ada
Tidak ada Edema Tidak ada
Tidak ada Korpus Alienum Tidak ada
Tidak dilakukan Tes Fluoresein Tidak dilakukan
Positif Refleks Kornea Positif
Tidak ada Nebula Tidak ada
Tidak ada Makula Tidak ada
Tidak ada Leukoma Tidak ada

COA
Dalam Kedalaman Dalam
Tidak ada Hipopion Tidak ada
Tidak ada Hifema Tidak ada
Tidak ada Flare Tidak ada
Tidak ada IOL Tidak ada

Iris
Coklat Warna Coklat
Ada Kripta Ada
Tidak ada Atrofi Tidak ada

8
Tidak ada Sinekia Anterior Tidak ada
Tidak ada Sinekia Posterior Tidak ada
Tidak ada Gambaran Radier Tidak ada
Tidak ada Eksudat Tidak ada
Tidak ada Rubeosis Iris Tidak ada
Tidak ada Iris Tremulans Tidak ada
Tidak ada Iris Bombe Tidak ada
Tidak ada Iridodialisis Tidak ada

Pupil
Positif Bentuk isokor Positif
4 mm Besar 4 mm
Refleks Cahaya
Positif Positif
Langsung
Refleks Cahaya Tidak
Positif Positif
Langsung
Relative Afferent
Negatif Negatif
Pupillary Defect
Tidak ada Seklusio Pupil Tidak ada
Tidak ada Oklusio Pupil Tidak ada
Tidak ada Leukokoria Positif

Lensa
Jernih Kejernihan Keruh
Negatif Shadow Test Positif
Negatif Refleks Kaca Negatif

Vitreus
Tidak dilakukan Kejernihan Tidak dilakukan
Tidak dilakukan Flare Tidak dilakukan
Tidak dilakukan Sel Radang Tidak dilakukan
Tidak dilakukan Sel Eritrosit Tidak dilakukan

9
Tidak dilakukan Fibrosis Tidak dilakukan

Funduskopi
Positif Refleks Fundus Tidak ada
Tidak dilakukan Warna Papil Tidak dilakukan
Tidak dilakukan Batas Papil Tidak dilakukan
Tidak dilakukan Cup Disc Ratio Tidak dilakukan
Tidak dilakukan Rasio Arteri : Vena Tidak dilakukan
Tidak dilakukan Makula Lutea Tidak dilakukan

TIO
Normal Palpasi Normal
Tidak dilakukan Tonometri Schiotz Tidak dilakukan
- Digital NCT (mmHg) -

Konfrontasi
Tidak dilakukan Campus Tidak dilakukan

Tes Buta Warna (Ishihara)


Tidak dilakukan

Foto Mata Pasien

OD OS

10
RESUME
Pasien datang dengan keluhan adanya selaput putih pada mata kiri sejak 2 minggu lalu.
Mata kiri tidak dapat melihat. Pasien sering terjatuh dan tidak ada mata merah, berair
ataupun keluarnya kotoran. Belum pernah berobat ke dokter mata sebelumnya. Pasien
sering mengalami sakit panas tanpa disertai kejang dalam 1 tahun terakhir. Di keluarga
yaitu tante pasien dari pihak keluarga ibunya memiliki riwayat katarak. Riwayat
kehamilan normal dan tidak ada sakit infeksi seperti cacar air ataupun campak selama
kehamilan berlangsung. Pada pemeriksaan fisik, ditemukan leukokoria pada mata kiri
dengan shadow test yang positif dan reflex fundus tidak terlihat pada mata kiri.

DIAGNOSIS KERJA
 Emetropia OD
 Katarak Juvenile OS

PEMERIKSAAN PENUNJANG
 Pemeriksaan laboratorium (CBC, BT, CT, PT, APTT, GDS)
 Ultrasonografi
 Keratometry
 Biometri

TATALAKSANA
TINDAKAN
 Rencana ekstraksi katarak okuli sinistra

Non-Medikamentosa
 Edukasi mengenai katarak dan faktor pencetusnya

11
 Edukasi penggunaan pelindung mata terutama saat keluar rumah untuk
mengurangi gejala silau dan melindungi mata dari partikel debu
 Edukasi mengenai persiapan dan prosedur operasi
 Edukasi mengenai resiko komplikasi dari operasi dan prognosisnya

PROGNOSIS
 Ad vitam : bonam
 Ad functionam : dubia ad bonam
 Ad sanactionam : bonam

12
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

ANATOMI LENSA
Pada manusia, lensa mata merupakan struktur bikonveks, tidak mengandung
pembuluh darah (avaskular), tembus pandang, dengan diameter saat lahir sekitar 6,4
mm dan tebal 3,5 mm sedangkan pada dewasa memiliki diameter 9 mm dan tebal 5 mm
yang memiliki fungsi untuk mempertahankan kejernihan, refraksi cahaya, dan
memberikan akomodasi. Berhubungan dengan cairan bilik mata pada daerah anterior,
berhubungan dengan badan kaca di daerah posterior. Pada daerah belakang, digantung
oleh Zunula zinii (Ligamentum suspensorium lentis), yang menghubungkannya dengan
korpus siliaris. Permukaan posterior lebih cembung daripada permukaan anterior.
Lensa diliputi oleh kapsula lentis, yang bekerja sebagai membran yang semipermiabel,
yang akan memperoleh air dan elektrolit untuk masuk.1,2
Disebelah depan terdapat selapis epitel subkapsular. Nukleus lensa lebih keras
daripada korteksnya. Sesuai dengan bertambahnya usia, serat-serat lamelar subepitel
terus diproduksi, sehingga lensa lama-kelamaan menjadi lebih besar dan kurang elastik.
Nukleus dan korteks terbentuk dengan persambungan lamellae dari ujung ke ujung
berbentuk ( Y ) bila dilihat dengan slitlamp. Bentuk ( Y ) ini tegak di anterior dan
terbalik di posterior. Lensa ditahan ditempatnya oleh ligamen yang dikenal zonula zinii,
yang tersusun dari banyak fibril dari permukaan korpus siliaris dan menyisip ke dalam
ekuator lensa.1,2
Lensa terdiri atas 65% air dan 35% protein (crystaline), dan sedikit sekali
mineral yang biasa berada di dalam jaringan tubuh lainnya. Kandungan kalium lebih
tinggi di lensa daripada dikebanyakan jaringan lain. Asam askorbat dan glutation
terdapat dalam bentuk teroksidasi maupun tereduksi. Tidak ada serat nyeri, pembuluh
darah atau saraf di lensa.1,2

Gambar 1. Anatomi Lensa1

13
EMBRIOLOGI LENSA
Mata mulai tampak pada mudigah 22 hari sebagai sepasang alur dangkal di
samping otak depan. Dengan menutupnya tabung saraf (neural tube), alur-alur ini
membentuk kantong luar di otak depan, yaitu vesikula optika (vesikel mata).
Vesikel - vesikel ini kemudian melekat ke ektoderm permukaan dan memicu
perubahan di ektoderm yang diperlukan untuk membentuk lensa. Selama proses
ini berlangsung, sel - sel ektoderm permukaan yang pada awalnya menempel
dengan vesikula optika mulai memanjang dan membentuk plakoda lentis
(lempeng lensa). Plakoda ini kemudian mengalami invaginasi dan berkembang
menjadi vesikula lentis (vesikel lensa). Segera setelah vesikula lentis terbentuk,
sel - sel dinding posterior mulai memanjang ke arah anterior dan membentuk
serabut - serabut panjang yang secara bertahap mengisi lumen vesikel. Pada akhir
minggu ke- 7, serabut lensa primer ini mencapai dinding anterior vesikula lentis.
Namun, pertumbuhan lensa belum selesai pada tahap ini, karena serabut - serabut
lensa baru (sekunder) terus ditambahkan ke inti sentral tersebut.2

FISIOLOGI LENSA
Fungsi utama lensa adalah memfokuskan berkas cahaya ke retina. Untuk
memfokuskan cahaya datang dari jauh, otot-otot siliaris relaksasi, menegangkan serat
zonula zinii dan memperkecil diameter anteroposterior lensa sampai ukurannya yang
terkecil, dalam posisi ini daya refraksi lensa diperkecil sehingga berkas cahaya paralel
akan terfokus ke retina. Untuk memfokuskan cahaya dari benda dekat, otot siliaris
berkontraksi sehingga tegangan zonula berkurang. Kapsul lensa yang elastik kemudian
mempengaruhi lensa menjadi lebih sferis diiringi oleh peningkatan daya biasnya.
Kerjasama fisiologis antar zonula, korpus siliaris, dan lensa untuk memfokuskan benda
dekat ke retina dikenal sebagai akomodasi.1,3
Pada orang dewasa lensanya lebih padat dan bagaian posterior lebih konveks.
Proses sklerosis bagian sentral lensa, dimulai pada masa kanak-kanak dan terus
berlangsung perlahan-perlahan sampai dewasa dan setelah ini proses bertambah cepat,
dimana nukleus menjadi besar dan korteks bertambah tipis. Pada orang tua lensa lebih
besar, lebih gepeng, warnanya kekuningan, kurang jernih dan tampak seperti “ gray
reflek “ atau “senil reflek”, yang sering disangka katarak. Karna proses sklerosis ini
lensa menjadi kurang elastis dan daya akomodasinya berkurang. Keadaan ini disebut
presbiopia, dimana pada orang Indonesia dimulai pada usia 40 tahun.1,3

14
METABOLISME LENSA
Transparansi lensa dipertahankan oleh keseimbangan air dan kation (sodium dan
kalium). Kedua kation berasal dari humor aqueus dan vitreus. Kadar kalium dibagian
anterior lensa lebih tinggi dibandingkan posterior, sedangkan kadar Natrium lebih
tinggi dibagian posterior lensa. Ion kalium bergerak ke bagian posterior dan keluar ke
humor aqueus, dari luar ion natrium masuk secara difusi bergerak ke bagian anterior
untuk menggantikan ion kalium dan keluar melalui pompa aktif Na-K ATPase,
sedangkan kadar kalsium tetap dipertahankan didalam oleh Ca-ATPase.1
Metabolisme lensa melalui glikolisis anaerob (95%) dan HMP-shunt (5%). Jalur
HMP-shunt menghasilkan NADPH untuk biosintesis asam lemak dan ribose, juga
untuk aktivitas glutation reduktase dan aldose reduktase. Aldose reduktase adalah
enzim yang merubah glukosa menjadi sorbitol, dan sorbitol dirubah menjadi fruktosa
oleh enzim sorbitol dehidrogenase.1

KATARAK
Definisi
Katarak adalah segala bentuk kekeruhan pada lensa mata yang dapat menyebabkan
kebutaan sebagian atau total. Katarak sendiri berasal dari bahasa latin “catarracta”
yang berarti “waterfall”; dikarenakan ketika dilihat tanpa menggunakan alat bantu
kekeruhan tersebut terlihat seperti air terjun.4

Epidemiologi
Berdasarkan WHO Vision 2020 pada tahun 2002 terdapat lebih dari 161 juta orang
mengalami gangguan pengelihatan, di mana 124 juta menderita pengelihatan lemah dan
37 juta pasien mengalami kebutaan. Dimana 47% kebutaan ini disebabkan oleh
katarak.5 Pengelihatan lemah sendiri adalah ketajaman visual 20/60 atau gangguan
lapang pandang hingga 20, pada mata dominan dengan koreksi terbaik. Sedangkan
kebutaan sendiri adalah ketajaman visual 20/400, atau gangguan lapang pandang
hingga 10.6 Di Indonesia sendiri 1.2% dari seluruh populasi mengalami kebutaan,
dan 0.76% disebabkan oleh katarak.7 Menurut Wilson katarak pada anak hanya terjadi
1-15 dari 10.000 anak.23

Patofisiologi
Lensa tersusun atas protein khusus (crystallins), dimana pengaturan strukturnya
menentukan pembiasaan cahaya bersama dengan hidrasi. Membrane protein channels
mempertahankan keseimbangan osmotik dan ion pada lensa, sedangkan cytoskeleton

15
dari lensa berguna untuk memberikan bentuk dari pada lensa. Sel fiber dari nukleus
protein-bound sulfhydryl (SH) groups dari pada crystallins terlindungi oleh konsentrasi
tinggi dari reduced glutathione yang merupakan “ibu dari semua antioksidan”.
Crystalline berukuran besar (heat-shock proteins) berguna sebagai penyerap dari energi
radiasi (cahaya ultraviolet ataupun radiasi) dalam jangka waktu lama tanpa mengubah
kualitas optikalnya.8
Dengan bertambahnya usia, terjadi ketidakseimbangan antara stres oksidatif
dengan kemampuan tubuh untuk mengeluarkan radikal bebas ataupun untuk
memperbaiki kerusakan yang terjadi. Produksi dari peroksida dan radikal bebas dapat
mengganggu keadaan lensa dengan merusak sel, termasuk protein, lipid, dan DNA.9
Stres oksidatif merupakan penyebab utama dari terjadinya katarak senilis.10 Ditemukan
peningkatan konsentrasi protein pada lensa yang opak, yang akan berakibat dengan
pemecahan dan agregasi dari protein, yang akan menyebabkan kerusakan membran sel
fiber.11,12 Selanjutnya, pada penuaan mata, didapatkan pembentukan pelindung yang
mencegah glutation dan antioksidan lainnya untuk masuk ke dalam nukleus lensa,
sehingga menjadi tempat yang tepat untuk proses oksidatif.13
Proses penuaan juga mengurangi efisiensi metabolik dari pada lensa, sehingga
meningkatan presdiposisi terhadap noxious factor. Sehingga, akan terjadi kerusakan
sel. Tetapi, karena sel-sel rusak tidak dapat dikeluarkan, sel-sel ini akan di degradasi
(apoptosis / nekrosis), atau dipindahkan menuju bagian dari kapsular posterior, di mana
akan menyebabkan terjadinya katarak subkapsular posterior.13
Enzim aldose reductase berguna untuk mengubah glukosa menjadi sorbitol
melalui jalur polyol, dimana berperan dalam terjadinya katarak diabetika. Pada lensa,
produksi sorbitol berjalan lebih cepat dari pada konversinya menjadi fruktosa oleh
enzim sorbitol dehidrogenase. Akumulasi intraselular dari sorbitol menyebabkan
peningkatan tekanan osmotik yang akan menarik air ke dalam. Akumulasi dari polyol
akan menyebabkan kolaps dan mencairnya fiber lensa, sehingga akan terjadi opasitas
lensa. Selain itu, stress oksidatif dan ketidakseimbangan tekanan osmotik juga dapat
berasal dari gangguan nutrisi, merokok, zat-zat beracun (obat-obatan dan alkohol), dan
radiasi (ultraviolet dan gelombang elektromagnetik) yang akan menyebabkan
terjadinya katarak.14,15,16

16
Klasifikasi
Katarak secara umum diklasifikasikan berdasarkan morfologi, maturitas dan usia dari
onset terjadinya katarak.17,18
 Onset berdasarkan usia
o Katarak kongenital : Kekeruhan lensa yang sudah didapat sejak lahir.
o Katarak infantil : Merupakan kelanjutan dari katarak kongenital
di mana usia penderita di bawah 1 tahun.
o Katarak Juvenile : Katarak yang terjadi pada usia dibawah 9 tahun.
o Katarak pre-senilis : Katarak yang terjadi pada usia 30-49 tahun.
o Katarak senilis : Kekeruhan lensa yang terjadi akibat proses
degeneratif fisiologis pada usia di atas 50 tahun.

 Morfologi
o Katarak nuklear
Pada katarak nuklear terjadi sklerosis pada nukleus lensa sehingga
nukleus lensa menjadi berwarna kuning hingga kecoklatan dan opak.
Katarak ini terletak pada bagian tengah lensa atau nukleus, yang
membuat nukleus menjadi gelap dan keras (sklerosis). Progresivitasnya
lambat, dan merupakan bentuk yang paling sering terjadi. Pandangan
jauh menjadi terganggu, sedangkan tidak dapat gangguan pandangan
baca, bahkan dapat menjadi lebih baik (miopisasi)
o Katarak kortikal
Pada katarak kortikal terjadi perubahan komposisi ion dari korteks lensa
serta komposisi air dari serat-serat pembentuk lensa. Katarak ini
menyerang lapisan korteks yang mengelilingi nukleus dan biasanya
timbul pada usia 40-60 tahun dengan progesivitas yang lambat tetapi
lebih cepat dari pada katarak nuklear.
o Katarak subkapsularis
Pada katarak subkapsularis terjadi kekeruhan pada bagian bawah kapsul.
Pasien biasanya merasa sangat terganggu saat membaca pada cahaya
yang terang dan melihat halo pada malam hari. Terdapat 2 pembagian
katarak subkapsularis, yaitu anterior dan posterior. Katarak
subkapsularis anterior biasanya terdapat pada pasien dengan glaukoma
sudut tertutup akut, toksisitas amiodaron, miotik, dan Wilson disease.

17
Sedangkan katarak supkapsularis posterior biasanya terdapat pada
pasien dengan DM, myotonic dysrophy, dan penggunaan steroid.

 Maturitas
o Katarak insipien
Stadium dimana kekeruhan lensa berupa bercak-bercak teratur.
Kekeruhan biasanya mulai dari perifer lensa yaitu di korteks anterior
dengan bagian tengah yang masih jernih. Tajam pengelihatan pasien
pada stadium ini biasanya masih bagus yaitu 20/20 apabila tidak ada
kelainan refraksi.
o Katarak imatur
Kekeruhan hanya mengenai sebagian lensa. Terjadi peningkatan
tekanan osmotik yang akan menyebabkan bertambahnya volume lensa,
sehingga lensa menjadi lebih cembung, yang dapat menyebabkan bilik
mata anterior menjadi dangkal dan sudut bilik mata menyempit.
Pemeriksaan shadow test akan mendapatkan hasil positif dikarenakan
terdapatnya bayangan iris yang jatuh pada lensa.
o Katarak matur
Kekeruhan sudah mengenai seluruh bagian lensa. Kekeruhan ini terjadi
akibat deposisi ion kalsium yang menyeluruh. Katarak imatur yang tidak
dikeluarkan, akan menyebabkan keluarnya cairan lensa, sehingga lensa
akan kembali ke bentuk semula dan mengakibatkan kalsifikasi lensa.
Akibat kekeruhan lensa yang menyeluruh, shadow test akan
menunjukkan hasil negatif karena bayangan iris yang tidak nampak pada
lensa.
o Katarak hipermatur
Merupakan proses degenerasi lanjur lensa sehingga korteks mengerut
dan berwarna kuning. Akibat pengeriputan lensa dan mencairnya
korteks, nukleus lensa dapat tenggelam ke arah bawah (katarak
morgagni). Lensa yang mengecil akan mengakibatkan bilik mata dalam,
dan pada shadow test memberikan gambaran pseudopositif.

18
 Derajat kekerasan nukelus dapat dilihat menggunakan slit lamp
o Grade I : Katarak lunak dengan warna keputihan sampai kekuningan
o Grade II : Katarak dengan kekerasan ringan berwarna kekuningan
o Grade III : Katarak dengan kekerasan sedang berwarna kuning
keoranyean
o Grade IV : Katarak keras dengan warna kecoklatan
o Grade V : Katarak sangat keras dengan warna kehitaman

Faktor resiko
 Usia
 Merokok
 Konsumsi alkohol
 Paparan sinar matahari berlebih
 Gaya hidup yang tidak sehat, seperti malnutrisi dan kurang berolahraga
 Diabetes melitus
 Penggunaan kortikosteroid jangka panjang17,18

Manifestasi Klinis
 Penurunan visus
Merupakan keluhan yang paling sering dikeluhkan pasien, yang berjalan secara
progresif terutama pada pasien dengan katarak senilis.
 Silau (fotofobia)
Merupakan salah satu keluhan pasien yang disebabkan oleh kekeruhan lensa
yang menyebabkan pembiasan cahaya berlebih. Di mana hal ini dapat terjadi
pada siang hari ataupun pada saat malam hari.
 Perubahan miopik
Progresivitas katarak akan meningkatkan tingkat pembiasan cahaya, sehingga
akan menimbulkan miopia. Sehingga, biasanya pasien akan mengalami
penurunan dalam pengelihatan jauh, tetapi akan mengalami peningkatan dalam
pengelihatan dekat (second sight).
 Pengelihatan seakan-akan melihat asap/kabut dan lensa mata tampak berwarna
keputihan.17,18

19
Diagnosis
Diagnosis katarak dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Pemeriksaan penunjang hanya dilakukan untuk mengkonfirmasi dan memastikan
diagnosis.
Pada penderita katarak, dilakukan pemeriksaan visus dan refraksi jarak jauh maupun
dekat. Koreksi harus dilakukan untuk menentukan kekuatan lensa intraocular agar
dapat mencapai kekuatan refraksi yang sesuai dengan kondisi pasien. Dilakukan
pemeriksaan shadow test untuk mengetahui derajat kekeruhan lensa. Penderita katarak
biasanya mengalami penurunan sensitivitas kontras, sehingga dapat pula dilakukan uji
sensitivitas kontras dengan Pelli Robson chart, Hamilton Veale, ataupun CSV-1000E.
Uji lapang pandang juga dapat menilai derajat keparahan katarak ataupun penyulit
lainnya.
Pemeriksaan slit lamp dilakukan untuk melihat abnormalitas pada konjungtiva dan
kornea yang dapat menjadi penyulit dalam operasi. Pemeriksaan ini juga dapat menilai
ada atau tidaknya glaukoma, sinekia, dan neovaskularisasi pada bilik anterior mata.
Dilakukan juga penilaian iris yang dapat menjadi penyulit pada operasi.
Pemeriksaan biometri harus dilakukan untuk menilai secara pasti ukuran ataupun
kekuatan lensa intraokuler yang harus digunakan. Dapat pula dilakukan funduskopi
untuk menilai macula, saraf optikus, dan keadaan retina, untuk mengetahui apakah ada
penyulit lain yang dapat menghambat perbaikan ketajaman pengelihatan setelah
operasi.
Pemeriksaan laboratorium juga wajib dilakukan untuk menghindari komplikasi-
komplikasi yang dapat terjadi pada operasi, seperti complete blood count, bleding time,
clotting time, PT, APTT, dan gula darah sewaktu.17,18

Diagnosis banding leukokoria :


 Katarak
 Persisten papillary membrane
 Endoftalmitis
 Panoftalmitis
 Retinal Detachment
 Retinoblastoma
 Retinopathy of prematurity
 Displasia retina

20
Tatalaksana
Non-Bedah
Terapi definitif dari katarak adalah pembedahan, sehingga selain dari pada
pembedahan, hanya akan mengatasi gejala ataupun visus pasien untuk sementara dan
menghambat pertumbuhan atau progresivitas dari katarak. Pemberian vitamin seperti
vitamin E, C, beta karoten, dan zinc yang merupakan bahan antioksidan dapat
menghambat pertumbuhan katarak. Pemberian kacamata hanya sebagai bantuan
koreksi penglihatannya. Dapat pula diberikan inhibitor aldose reduktase untuk
pencegahan pembentukan katarak pada penderita diabetes melitus. Selain dari pada itu,
dapat dilakukan perubahan gaya hidup seperti tidak merokok, menghindari konsumsi
alkohol dan sinar ultraviolet berlebih, serta konsumsi makanan yang bergizi
seimbang.19,20

Bedah
Pada katarak juvenile maupun kongenital adapula tindakan pembedahan yang
diterapkan
 Disisio lentis
Tindakan pembedahan dengan cara menusuk atau merobek kapsul anterior
lensa dengan harapan badan lensa yang cair keluar dan mengalir bersama cairan
mata (aquous humor) atau difagositosis oleh makrofag. Setelah absorbsi
sempurna maka mata menjadi afakia atau tidak ada lensa.
 Ekstraksi Linear
Merupakan tindakan pembedahan dengan insisi pada kornea dan dilakukan
robekan pada kapsul anterior lensa. Kemudian sendok Daviel dimasukkan
kedalam bilik mata atau lensa untuk dibersihkan dari bahan lensa yang berada
di dalam kapsul, dan dijahit kembali.

Selain tindakan bedah diatas adapula tindakan pembedahan lain. Indikasi untuk
dilakukannya tindakan pembedahan mencakup indikasi visus, medis, dan kosmetik.
 Intra Capsular Cataract Extraction (ICCE)
Merupakan tindakan pembedahan dengan pengeluaran seluruh lensa bersama
dengan kapsul. Lensa di dalam kapsul dibekukan dan dikeluarkan dari mata
melalui insisi pada kornea superior yang lebar. Sekarang metode ini hanya
dilakukan pada keadaan lensa subluksatio dan dislokasi. Pada ICCE tidak akan

21
terjadi katarak sekunder, tetapi dikontraindikasikan pada pasien berusia kurang
dari 40 tahun yang masih memiliki ligamen hialoidea kapsular.2,21
 Extra Capsular Cataract Extraction (ECCE)
Merupakan tindahan pembedahan dengan pengeluaran isi lensa melalui
pemecahan atau perobekan kapsul lensa anterior. Pembedahan ini dilakukan
pada pasien katarak muda, pasien dengan kelainan endotel, implantasi lensa
intra okular posterior, perencanaan implantasi sekunder lensa intra okular, dan
kemungkinan pembedahan bedah glaukoma, mata dengan presdiposisi untuk
terjadinya prolaps badan kaca, riwayat ablasi retina, dan, sitoid makular edema.
Pada tindakan ini, dapat terjadi katarak sekunder.2,21
 Phacoemulsification
Merupakan teknik untuk membongkar dan memindahkan kristal lensa. Teknik
ini hanya memerlukan irisan yang sangat kecil (2-3mm) pada kornea.
Digunakan getaran ultrasonik untuk menghancurkan katarak, selanjutnya mesin
phaco akan menyedot massa katarak yang telah hancur hingga bersih. Lensa
intra okular yang dapat dilipat lalu dimasukkan melalui irisan tersebut. Karena
insisinya yang kecil, teknik ini tidak memerlukan jahitan (self healing) sehingga
memungkinkan pasien untuk cepat dapat kembali melakukan aktivitas sehari-
hari. Teknik ini terutama digunakan dalam katarak kongenital, traumatika, dan
katarak senilis.2,21
 Small Incision Cataract Surgery (SICS)
Merupakan teknik pembedahan dengan inisi 5-8 mm pada sklera. Dikatakan
kecil, karena operasi ini tidak memerlukan jahitan (self healing) Teknik operasi
ini biasanya digunakan pada stadium katarak imatur, matur, dan hipermatur.
Teknik ini juga telah dilakukan pada kasus glaukoma fakolitik dan dapat
dikombinasikan dengan operasi trabekulektomi.21

Komplikasi
Glaukoma dikatakan sebagai komplikasi katarak. Glaukoma ini dapat timbul akibat
pembengkakan lensa. Selain itu uveitis kronik setelah pembedahan juga dapat terjadi.
Hal ini berhubungan dengan terdapatnya bakteri pathogen temasuk Propionibacterium
acnes dan Staphylococcus epidermidis.21

22
Prognosis
Penglihatan untuk pasien anak-anak yang memerlukan pembedahan tidak sebaik
prognosis untuk pasien katarak senilis. Adanya ambliopia dan terkadang anomali
saraf optikus atau retina membatasi tingkat pencapaian penglihatan pada kelompok
pasien ini..22

23
BAB III

ANALISA KASUS

Pasien datang dengan keluhan selaput putih pada mata kiri buram sejak 2
minggu lalu. Akhir-akhir ini pasien sering terjatuh dikarenakan mata kiri tidak dapat
melihat. Matanya juga dirasakan gatal tanpa merah, berair ataupun keluar kotoran.
Selaput putih pada mata dapat disebabkan oleh adanya kekeruhan pada lensa
yang seharusnya transparan sehingga tampilan luarnya bila dilihat dengan mata saja
akan tampak seperti pupilnya bewarna putih (leukokoria). Walaupun keluhan seperti
pandangan berkabut dan silau merupakan gejala umum dari semua tipe katarak, namun
keluhan pasien seperti tampak ada pupil putih pada daerah mata juga merupakan salah
satu pertanda gejala katarak.
Pasien juga tidak pernah ada cedera pada mata ataupun pernah terbentur
sebelumnya, sehingga katarak traumatik dapat disingkirkan, dan saat masa kehamilan
juga ibu pasien tidak ada mengalami sakit infeksi seperti cacar air ataupun campak,
sehingga kemungkinan katarak kongenital dapat dipertimbangkan untuk disingkirkan.
Kebutuhan gizi pasien juga terpenuhi, dapat dilihat kondisi fisiknya sesuai dengan usia
dan pemberian makan seperti sayur, buah dan susu sesuai dengan yang disarankan
semestinya.
Pada pemeriksaan fisik, terlihat adanya pupil putih pada mata kiri, ketika
diperiksa juga ditemukan adanya shadow test. Shadow test merupakan pemeriksaan
simpel yang dilakukan untuk melihat apakah terdapat bayangan iris yang jatuh pada
lensa. Shadow test positif dapat menandakan adanya katarak stadium imatur, dimana
kekeruhan lensa belum terjadi secara menyeluruh sehingga bayangan masih dapat
terlihat. Sedangkan pada mata kanan pasien didapatkan kondisi mata normal, dengan
kornea dalam dan jernih.
Slit lamp merupakan alat yang digunakan untuk mengobservasi organ mata
secara detail untuk menentukan jenis dan grade katarak, dan menyingkirkan
kemungkinan penyulit lainnya. Dikarenakan pasien masih anak-anak dan kurang
kooperatif sehingga pemeriksaan slit lamp tidak dilakukan. Adapun pemeriksaan
penunjang lainnya yang perlu dilakukan untuk mengetahui diagnosis yang tepat.

24
DAFTAR PUSTAKA

1. Vaughan DG, Asbury T, Riordan Eva P. Oftalmologi Umum. Edisi 14. Jakarta:
Widya Medika, 2000.
2. Sadler, T.W. Langman's medical embryology. Philadelphia: Williams and
Wilkins, 2009.
3. Scanlon VC, Sanders T. Indra. In. : Komalaari R, Subekti NB, Hani A,
editors. Buku Anatomi dan Fisiologi. Edisi 3. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC; 2007.
4. Guyton AC, Hall EH. Textbook of Medical Physiology. Edisi 11. Philadelphia:
W.B. Saunders Company; 2006.
5. Thylefors B, Négrel AD, Pararajasegaram R, Dadzie KY. Global data on
blindness. Bull World Health Organ 1995; 73:115.
6. World Health Organization. VISION 2020 Action Plan for 2006–2011Planning
Meeting. Geneva, 11–13 July 2006. 

7. Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI . Jakarta Selatan: 2014.
Situasi Gangguan Penglihatan dan Kebutaan.
8. World Health Organization. International statistical classification of diseases,
injuries and causes of death, tenth revision. Geneva, 1993. 

9. Chou CF, Cotch MF, Vitale S. Age-related eye diseases and visual impairment.
The American Journal of Preventive Medicine. 2013; 45(1):29–35.
10. Lou MF (2003) Redox regulation in the lens. Prog Retin Eye Res 22(5): 657-
682. 

11. Boscia F, Grattagliano I, Vendemiale G, Micelli-Ferrari T, Altomare E (2000)
Protein oxidation and lens opacity in humans. Invest Ophthalmol Vis Sci 41(9):

2461-2465. 


12. Truscott RJ (2005) Age-related nuclear cataract-oxidation is the key. Exp Eye
Res 80(5): 709-725. 

13. Gupta SK, Trivedi D, Srivastava S, Joshi S, Halder N, et al. (2003) Lycopene
attenuates oxidative stress induced experimental cataract development: An in

vitro and in vivo study. Nutrition 19(9): 794-799. 


14. Harvey S, David Z (2000) Editors, New York: Time Health Guide; [Updated
and reviewed on 2010 June 23, Last accessed on 03.01.17], Cataract-Risk

25
factors. 

15. Kinoshita JH (1974) Mechanisms initiating cataract formation. Proctor lecture.
Invest Ophthalmol 13(10): 713-724. 

16. Kinoshita JH, Fukushi S, Kador P, Merola LO (1979) Aldose reductase in
diabetic complications of the eye. Metabolism 28(4 Suppl 1): 462-469. 

17. Kador PF, Kinoshita JH (1984) Diabetic and galactosaemic cataracts. Ciba
Found Symp 106: 110-131. 

18. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. Edisi ke-3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2010.

19. Sidharta I,Mailangkay,H.H.B,Hilman T,et al,editor. Ilmu Penyakit Mata Untuk


Dokter Umum dan Mahasiswa Kedokteran.Jakarta:CV.Sagung Seto;2002.
20. McNeil, Robman L, Tikellis G, Sinclair MI, McCarty CA, Taylor HR J. Vitamin
E Supplementation and Cataract : Randomized Controlled Trial.
Ophthalmology. 2004;111:75–84.
21. Robman L, Tikellis G, Sinclair MI, McCarty CA, Taylor HR. Vitamin E
supplementation and cataract: randomized controlled trial. Ophthalmology.
2004;111:75-84.
22. Pascolini D, Mariotti SP. Global estimates of visual impairment: 2010. BRJ
Ophtalmol. 2011.
23. Harper,A et all. Lensa. Oftalmologi Umum. Jakarta :Penerbit Buku Kedokteran
EGC, 2010. Hal: 169-177
24. Wilson, M.Edward. Pediatric Cataract Surgery. Philadelphia: Wolters Kluwer.
2014

26

Anda mungkin juga menyukai