LAPORAN KASUS
1.2 Anamnesis
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada:
Waktu dan tanggal : 21 Februari 2018 pukul 15.00
Lokasi : Instalasi gawat darurat (IGD) Rumah Sakit Marinir Cilandak
(RSMC), Jakarta Selatan
Keluhan Utama : Rasa kesemutan pada seluruh anggota tubuh kiri sejak 21 jam
sebelum masuk rumah sakit (SMRS).
Riwayat Keluarga
• Ayah pasien memiliki riwayat penyakit hipertensi.
• Keluarga pasien tidak ada yang pernah mengalami keluhan sebelumnya.
• Keluarga pasien tidak ada yang memiliki riwayat stroke sebelumnya.
• Keluarga pasien tidak ada yang memiliki keluhan penyakit jantung sebelumnya.
Riwayat Kebiasaan
• Sejak terdiagnosis dengan hipertensi, pasien sudah mengurangi makan makanan
asin.
• Pasien tidak merokok dan mengonsumsi alkohol.
• Pasien memiliki kebiasaan minum kopi dengan gula setiap harinya.
• Pasien memiliki kebiasaan berjalan kaki selama kurang lebih 30 menit setiap pagi.
Pemeriksaan Generalis
Keadaan umum : Sakit ringan
Kesadaran : Compos mentis
Tanda – tanda vital:
§ Tekanan darah : 160/100
§ Nadi : 87 kali/menit, teratur
2
§ Pernafasan : 19 kali/menit
§ Suhu : 37,5 °C
Status Neurologis
Glasgow Coma Scale (GCS): E4 V5 M6
I. Tanda rangsang meningeal
o Kaku kuduk: (-)
o Tanda Laseq: >70°/>70°
o Tanda Kerniq: >135°/>135°
o Brudzinski I (Brudzinski neck sign): (-)
o Brudzinski II (Contralateral leg sign): (-)
II. Pemeriksaan Syaraf Kranialis
Syaraf Kranial Kanan Kiri
Syaraf Kranial I Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Syaraf Kranial II
Visus Tidak dilakukan Tidak dilakukan
3
Lapang pandang Tidak dapat dilakukan Tidak dapat dilakukan
Warna Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Fundus Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Syaraf Kranial III, IV, VI
Sikap bola mata Ortoforia Ortoforia
Pupil Isokor
§ Ukuran dan bentuk Bulat: 3 mm Bulat: 3 mm
§ Refleks cahaya
langsung (+) (+)
§ Refleks cahaya tidak
langsung (+) (+)
§ Refleks konvergensi (+) (+)
Nistagmus (-) (-)
Ke segala arah, tidak Ke segala arah, tidak
Pergerakan bola mata ada yang tertinggal ada yang tertinggal
Syaraf Kranial V
Motorik
o Inspeksi Simetris
o Palpasi Normotonus Normotonus
o Membuka mulut Baik Baik
o Gerakan rahang Baik Baik
Sensorik
o Sensibilitas V1 Baik Menurun
o Sensibilitas V2 Baik Menurun
o Sensibilitas V3 Baik Menurun
Refleks kornea Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Syaraf Kranial VII
Sikap mulut istirahat Simetris
4
Angkat alis, kerut dahi, tutup
mata dengan kuat Simetris
Kembung pipi Simetris
Menyeringai Simetris
Rasa kecap 2/3 anterior lidah Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Syaraf Kranial VIII
Syaraf Koklearis
Suara gesekan jari Normal Normal
Rinne Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Weber Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Schwabach Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Syaraf Vestibularis
Nistagmus (-) (-)
Berdiri dengan satu kaki
Mata tertutup Tidak dapat dilakukan Tidak dapat dilakukan
5
Syaraf Kranial XII
Sikap lidah dalam mulut
Deviasi (-) (-)
Atrofi (-) (-)
Fasikulasi (-) (-)
Tremor (-) (-)
Normal, tidak ada Normal, tidak ada
Menjulurkan lidah deviasi deviasi
Normal, tidak ada Normal, tidak ada
Kekuatan lidah deviasi deviasi
o Fasikulasi : (-/-)
o Palpasi :
o Kekuatan Motorik :
6
§ Babinski : -/-
§ Chaddok : -/-
§ Oppenheim : -/-
§ Gordon : -/-
§ Schaffer : -/-
§ Rossolimo : Tidak dilakukan
§ Mendel Bechtrew : Tidak dilakukan
§ Hoffman – Tromner : -/-
V. Pemeriksaan Sensorik
Ekstremitas Atas
Aspek yang Diperiksa Kanan Kiri
Raba
Menurun,
o Halus Normal paresthesia (+)
Menurun,
o Kasar Normal paresthesia (+)
Menurun,
Nyeri Normal paresthesia (+)
Suhu Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Posisi sendi Normal Normal
Getar Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Ekstremitas Bawah
Aspek yang Diperiksa Kanan Kiri
Raba
Menurun,
o Halus Normal paresthesia (+)
Menurun,
o Kasar Normal paresthesia (+)
Menurun,
Nyeri Normal paresthesia (+)
Suhu Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Posisi sendi Normal Normal
Getar Tidak dilakukan Tidak dilakukan
7
VII.Otonom
o Miksi : Normal
o Defekasi : Normal
o Sekresi keringat : Normal
VIII. Fungsi Luhur
Tidak dilakukan pemeriksaan.
Penilaian skor Siriraj:
(2.5 x 0) + (2 x 0) + (2 x 0) + (0.1 x 100) – (3 x 0) – 12 = -2 (Stroke non -
hemoragik)
Penilaian stroke berdasarkan algoritma Gadjah Mada:
Tanda Babinski (-), Nyeri kepala (-), Penurunan kesadaran (-) = Stroke non –
hemoragik
1.4 Resume
Pasien Ny. S datang ke IGD RSMC pada tanggal 21 Februari 2018 pukul 15.00
dengan keluarga hemiparesthesia tubuh sisi sinistra sejak 21 jam SMRS. Awalnya pasien
merasa tidak bisa lagi berjalan karena kaki kiri terasa sangat kebas. Pasien kemudian
diantar ke klinik dokter 24 jam dan diketahui tekanan darah pasien 210/100 mmHg. Pasien
kemudian diberikan pengobatan captopril 25 mg, amlodipine 10 mg dan metilkobalamin.
Kesemutan tidak mengalami perbaikan hingga pasien masuk IGD RSMC. Pasien tidak
pernah memiliki riwayat stroke non hemoragik atau hemoragik sebelumnya. Diketahui
pasien memiliki riwayat hipertensi tidak terkontrol selama 10 tahun. Obat yang digunakan
adalah Captopril. Ayah pasien memiliki riwayat hipertensi juga. Terdapat paresthesia pada
seluruh tubuh bagian kiri, terutama saat disentuh dengan raba halus dan kasar.
1.5 Diagnosis
Klinis : Hemiparesthesia sinistra
Topis : Arteri serebral posterior, talamus dekstra, posterior limb kapsula interna
dekstra.
Etiologis : Trombosis arteri
Patologis : Infark
Diagnosis Kerja
Stroke non – hemoragik
8
Diagnosis Banding
Transient ischemic attack
9
Axis : Terdapat deviasi ke kiri.
Interpretasi : Hasil EKG normal, dengan deviasi axis ke kiri.
10
Interpretasi CT Scan:
o Tidak ada diskontinuitas struktur tulang.
o Tidak ada midline shift hemisfer.
o Tidak terlihat adanya edema otak, ventrikel
lateral tidak terlihat pembesaran.
o Terdapat atrofi otak fisiologis.
o Terdapat lesi hiperdens pada basal ganglia
akibat kalsifikasi fisiologis.
o Terdapat lesi hiperdens pada plexus koroideus
akibat kalsifikasi fisiologis
o Terdapat lesi hipodens pada talamus dekstra
dan kapsula interna.
1.8 Prognosis
Ad vitam : Bonam
Ad functionam : Dubia ad bonam
Ad sanationam : Dubia ad bonam
11
BAB II
FOLLOW UP
12
Motorik
• Inspeksi :
• Tonus :
• Fasikulasi : (-/-)
• Kekuatan motorik :
Aspek yang
Diperiksa Kanan Kiri
Raba
Menurun,
o Halus Normal paresthesia (+)
Menurun,
o Kasar Normal paresthesia (+)
Menurun,
Nyeri Normal paresthesia (+)
Posisi sendi Normal Normal
Paresthesia lebih terasa pada bagian tungkai bawah sampai telapak kaki kiri.
Pemeriksaan Koordinasi
o Tes Tunjuk – Hidung : Baik
o Tes Tumit – Lutut : Baik
Otonom
o Miksi : Normal
13
o Defekasi : Normal
o Sekresi keringat : Normal
Nilai NIHSS: 1 (Defisit neurologis ringan)
A (Assessment) Stroke non - hemoragik
P (Planning) o Melakukan CT Scan non – kontras
o Ringer Laktat 20 tpm
o Citicholin injeksi 2 x 500 mg
o Aspirin (Aspilet) 1 x 80 mg
o Rosuvastatin (Suvesco) 1 x 10 mg
o Amlodipin 1 x 10 mg
o Valsartan (Valesco) 1 x 80 mg
o Asam asetilsalisilat (Miniaspi) 1 x 80 mg
14
• CN V: [Motorik] Palpasi normotonus kanan dan kiri, Gerakan rahang
simetris, [Sensoris] Sensibilitas V1, V2, V3 kiri menurun, paresthesia
(+) pada V1, V2, V3.
• CN VII: Angkat alis, menyeringai,
• CN IX, X: Disfagia (-), Disfonia (-), Arkus faring simetris. Kesan
normal.
• CN XI: Kekuatan otot sternocleidomastoideus dan otot trapezius
tidak mengalami penurunan. Kesan normal.
• CN XII: Tidak ada deviasi lidah di dalam & di luar mulut. Kesan
normal.
Motorik
• Inspeksi :
• Tonus :
• Fasikulasi : (-/-)
• Kekuatan motorik :
15
Ekstremitas Bawah
Aspek yang
Diperiksa Kanan Kiri
Raba
Menurun,
o Halus Normal paresthesia (+)
Menurun,
o Kasar Normal paresthesia (+)
Menurun,
Nyeri Normal paresthesia (+)
Posisi sendi Normal Normal
Paresthesia lebih terasa pada bagian tungkai bawah sampai telapak kaki kiri.
Rasa kesemutan sudah berkurang bila dibandingkan dengan hari pertama
masuk rumah sakit, kesemutan hanya bila diberi rangsang sentuh.
Pemeriksaan Koordinasi
o Tes Tunjuk – Hidung : Baik
o Tes Tumit – Lutut : Baik
Otonom
o Miksi : Normal
o Defekasi : Normal
o Sekresi keringat : Normal
Nilai NIHSS: 1 (Defisit neurologis ringan)
CT Scan (+), terdapat infark pada talamus dan kapsula interna dekstra.
A (Assessment) Stroke non hemoragik
P (Planning) Pasien dipulangkan, dengan obat:
o Sitikolin 500 mg 2x1 dalam 5 hari
o Asam asetilsalisilat (Miniaspi) 80 mg 1x1 dalam 5 hari
o Rosuvastatin (Suvesco) 10 mg 1x1 dalam 5 hari
o Amlodipin 10 mg 1x1 dalam 5 hari
o Valastran (Valesco) 80 mg 1x1 dalam 5 hari
Melakukan kontrol dalam rawat jalan.
16
BAB III
DASAR TEORI
4. 1. 1. Anatomi Somatosensorik1,2
Sistem somatosensoris tubuh manusia memiliki fungsi untuk
menyampaikan impuls dari luar tubuh dan ke dalam otak untuk diproses dan
menghasilkan respon. Terdapat 2 macam reseptor yang ada dalam sistem
somatosensoris yaitu eksteroreseptor dapat merasakan 4 macam sensasi, yaitu
hangat, dingin, sentuhan dan nyeri dan propioseptor yang menerima
informasi mengenai posisi tubuh dan impuls tekanan.
Saraf dari organ reseptor yang memediasi sensasi sentuhan, getaran,
tekanan dan diskriminasi berada pada tengah medulla spinalis, sedangkan saraf
yang memediasi sensasi nyeri dan suhu berada pada posisi lateral medulla
spinalis. Aksi potensial dari organ/bagian tubuh reseptor diterima oleh saraf
eferen. Saraf aferen masuk ke medulla spinalis melalui foramen intervertebralis
ke kornu posterior pada regio medulla spinalis thoraks.
Spinal Roots2
17
Seluruh neuron sensoris memiliki badan sel pada ganglion kornu
posterior. Ekstensi perifer sel – sel ini membentuk nervus sensoris dan masuk
ke medulla spinalis. Kornu posterior masing – masing memiliki saraf dari kulit,
tulang, otot, jaringan ikat, ligament, tendon, sendi dan organ tubuh yang berada
dalam distribusi somatis. Lesi yang menyebabkan kerusakan pada beberapa
saraf medulla spinalis adalah herpes zoster, diskus hernia intervertebralis yang
menyebabkan hipalgesia pada zona spinal root.
Nervus Trigeminalis2
Impuls kutaneus dari wajah dan kepala, terutama nyeri, sentuhan dan
temperatur di bawa ke batang otak oleh nervus trigeminalis. Akson dari neuron
pada nucleus ini melewati garis tengah dan turun sebagai traktus quintothalamic
tract bersama dengan bagian medial traktus spinotalamikus.
Koneksi Talamokortikal1
Nukleus ventral posterior talamus menerima impuls dari lemniskal
medial, spinotalamik dan traktus trigeminalis dan kemudian
memproyeksikannya ke 2 area somatosensoris di korteks. Area pertama (S1)
adalah area Brodmann 3, 1 dan 2. Aferen S1 berasal dari nukleus ventral
posterolateral (VPL) dan nukleus ventral posteromedial (VPM) dan terdistribusi
secara somatotopikal (wajah pada bagian paling bawah, ekstremitas bawah
berada di bagian paling atas). Stimulus elektrik pada area ini akan menyebabkan
sensasi kebas, hangat dan kesemutan pada area yang spesifik di bagian tubuh
kontralateral.
Area kedua (S2) terdapat pada bagian atas fisura Sylvii, dekat insula.
Susunan S2 adalah dengan somatotopis, mulai dari wajah di bagian ventral dan
ekstremitas bawah di bagian kaudal. S2 memiliki lokalisasi yang lebih rendah.
Sensasi nyeri, sentuhan, tekanan dan temperatur dapat menggapai kesadaran
karena melalui struktur talamus. Lokalisasi akurat sensasi ini bergantung pada
integritas korteks sensoris.
18
Lesi pada jalur somatosensoris otak2:
A dan B: Lesi kortikal dan subkortikal
pada area somatosensoris berhubungan
dengan fungsi lengan dan tungkai
bawah menyebabkan paresthesia dan
rasa kebas pada ekstremitas
kontralateral. Rasa kebas dirasakan
pada ekstremitas bagian distal. Lesi
iritatif dapat menyebabkan kejang
sensoris fokal, yang dapat
menyebabkan manifestasi motoris
berupa kejang jenis jacksonian march.
C. Lesi pada jalur sensoris di bawah
talamus menyebabkan penurunan
fungsi sensoris di seluruh kontralateral
tubuh.
D. Fungsi sensoris nyeri dan
temperatur tidak mengalami kerusakan
apabila jalur somatosensoris terpengaruh kecuali nyeri dan temperatur.
E. Lesi pada leminiskus trigeminalis dan jalur spinotalamik lateral pada batang otak
menyebabkan penurunan fungsi sensoris nyeri dan temperatur pada tubuh dan
wajah kontralateral, namun tidak merusak fungsi somatosensoris lainnya.
F. Lesi pada lemniskus medial dan traktus spinothalamikus anterior menyebabkan
penurunan kemampuan somatosensoris tubuh kontralateral, kecuali nyeri dan
suhu.
G. Lesi pada nukleus spinalis dan traktus nervus trigeminalis dan traktus
spinothalamikus lateral menyebabkan kerusakan sensasi nyeri dan suhu pada
wajah ipsilateral dan tubuh kontralateral.
H. Lesi pada kolum posterior medulla spinalis menyebabkan penurunan fungsi sensasi
posisi dan vibrasi, diskriminasi dan ataksia ipsilateral.
I. Lesi pada kornu posterior medulla spinalis menyebabkan penurunan sensasi nyeri
dan temperatur di tubuh ipsilateral.
19
J. Lesi pada beberapa lokasi di kornu posterior menyebabkan nyeri radicular dan
paresthesia serta penurunan fungsi sensoris pada lokasi yang terinervasi. Terjadi
hipotonia atau atonia, arefleksia dan ataksia bila kornu yang terkena lesi berfungsi
untuk memberikan inervasi pada ekstremitas atas atau bawah.
4.1.2. Anatomi Pembuluh Darah
20
Cabang utama MCA adalah arteri orbitofrontal (I), prerolandik
(II), rolandik (III), parietal anterior (IV) dan parietal posterior (V),
girus angular (VI), temporooksipital, temporal posterior (VII), dan
temporal anterior (VIII). MCA memberikan supply kepada korteks
sensoris dan motoris, termasuk Broca dan Wernicke, korteks auditori
dan korteks gustatori primer.
21
Arteri thalamoperforating anterior berfungsi untuk memperdarahi
talamus bagian rostral. Arteri thalamoperforating posterior
memberikan perdarahan pada bagian medial talamus dan pulvinar.
b. Arteri Thalamogeniculate
Memberikan perdarahan ke bagian talamus lateral.
c. Arteri Koroidal Medial dan Lateral Posterior
Memberikan badan genikulat, nukleus talamik medial dan
posteromedial, pulvinar dan pleksus koroideus ventrikel lateral.
d. Cabang Kortikal Arteri Serebral Posterior
Memberikan perdarahan korteks visual sulkus kalkarin.
22
4.2 Stroke
4. 2. 1. Definisi Stroke
Stroke adalah penyakit kegawatdaruratan neurologi yang akut dan
menyebabkan kecacatan permanen. Kecacatan yang disebabkan oleh stroke
adalah kecacatan neurologis yang dapat berpengaruh terhadap kualitas hidup
pasien.
Stroke memiliki 4 karakteristik penting3
1. Onset yang tiba – tiba.
2. Gejala melibatkan lesi sistem saraf pusat.
3. Durasi defisit neurologis lebih dari 24 jam.
4. Disebabkan oleh kelainan pada pembuluh darah
4. 2. 2. Etiologi Stroke4
A. Iskemik B. Hemoragik
1. Penyakit pembuluh darah kecil akibat
C. Pendarahan
1. Atherotrombotik hipertensi
Subarachnoid
2. Penyakit pembuluh
darah kecil 2. Angiopati serebral amiloid:
3. Emboli kardio o Keturunan
4. Lain - lain: o Sporadik D. Trombosis vena
o Diseksi pembuluh serebral
darah 3. Diatesis pendarahan
o Penyakit herediter o Obat pengencer darah E. Stroke medulla
o Penyakit o Penyakit lain yang menyebabkan spinalis
koagulopati pendarahan
o Penyakit
metabolik dengan o Iskemik
arteriopati 4. Sebab lain
Tumor, toksin, trauma, arteritis, angiitis, o Hemoragik
o Vaskulitis endokarditis, infeksi, diseksi intrakranial
4. 2. 3. Faktor Risiko3
Faktor risiko yang tidak bisa diubah:
o Umur tua
o Pria
o Berat badan lahir yang kurang
o Riwayat stroke dalam keluarga
Faktor risiko yang diubah:
23
a. Vaskular
o Hipertensi (TD sistolik >140 mmHg atau TD diastolic >90 mmHg)
o Kebiasaan merokok
o Stenosis karotis asimtomatis (>60%)
o Penyakit arteri periferal
b. Kardio
o Fibrilasi artrial
o Gagal jantung kongesti
o Penyakit arteri koroner
c. Endokrin
o Diabetes mellitus
o Postmenopausal hormonal therapy (Estrogen, Progesteron)
o Penggunaan obat kontrasepsi oral
d. Metabolik
o Dislipidemia (Jumlah total kolesterol tinggi, HDL rendah)
o Obesitas (Terutama sentral)
e. Hematologik
o Penyakit anemia sel sabit
f. Gaya hidup
o Kurangnya aktivitas fisik.
4. 2. 4. Patogenesis Stroke
1. Stroke Iskemik5
Stroke iskemik lebih sering terjadi dibandingkan dengan stroke
hemoragik. Stroke iskemik terjadi karena adanya sumbatan pembuluh
darah oleh trombus atau embolus yang mengganggu metabolisme sel –
sel otak. Trombus dapat terjadi karena adanya proses aterosklerosis pada
pembuluh darah aorta, karotis ataupun serebral. Plak yang terbentuk akibat
proses ini menyebabkan pembuluh darah menjadi tebal dan sklerotik.
Trombosit menempel pada plak dan melepaskan faktor – faktor koagulasi
dan membentuk trombus. Trombus dapat menjadi embolus atau menetap
pada pembuluh darah tersebut dan menyebabkan oklusi pembuluh darah.
Emboli paling sering terbentuk apabila terdapat fibrilasi atrial ataupun
24
infark jantung. Adanya trombus ataupun embolus menyebabkan infark sel
otak dan bila dibiarkan akan menyebabkan iskemia.
Gangguan metabolisme pada daerah di sekitar daerah yang infark
juga berkaitan dengan penurunan kadar ATP, sehingga terjadi kegagalan
pompa kalium natrium. Hal ini menyebabkan terjadinya depolarisasi dan
peningkatan pelepasan neurotransmitter glutamat. Kedua hal ini
menyebabkan peningkatan jumlah kalsium dalam sel, dan menyebabkan
terbentuknya radikal bebas, kerusakan DNA dan inflamasi. Hal ini
menyebabkan terjadinya kematian sel.
Daerah sekitar sel otak yang mengalami infark akan mengalami
gangguan metabolisme dan perfusi sementara yang disebut penumbra.
Dengan reperfusi yang cepat, daerah penumbra masih dapat diselamatkan
dari terjadinya iskemia. Pada daerah sekitar penumbra, terdapat berbagai
tingkatan kecepatan aliran darah serebral (cerebral blood flow – CBF).
Jariangan otak normal memiliki aliran 40 – 50 cc/100g otak/menit. Pada
daerah infark, CBF 0 mL/100 g otak/menit. Daerah dekat infark memiliki
CBF sekitar 10 cc/100 g otak/menit yang disebut dengan daerah ambang
kematian sel.
2. Stroke Hemoragik5
Kerusakan dinding pembuluh darah di otak akibat hipertensi adalah
etiologi paling sering dalam terjadinya stroke hemoragik. Hipertensi kronis
menyebabkan terbentuknya aneurisma pada pembuluh darah otak. Selain
itu, proses hialinisasi dinding pembuluh darah akibat hipertensi kronis
menyebabkan pembuluh darah kehilangan elastisitasnya, menyebabkannya
untuk mudah pecah karena tidak mampu menyesuaikan diri dengan
fluktuasi tekanan darah dalam otak. Ketika pembuluh darah otak pecah,
terbentuk hemotom yang terdapat pada pembuluh darah otak. Hematom
akan mendesak ruang otak dan menyebabkan peningkatan tekanan
intrakranial.
4. 2. 5. Manifestasi Klinis Stroke
Manifestasi klinis stroke dibagi berdasarkan etiologinya:
1. Stroke Iskemik6
25
Terdapat defisit neurologis klinis secara global maupun fokal.
Defisit neurologis sangat bergantung pada lokasi yang terkena infark.
26
• Menyebabkan penurunan fungsi motor atau sensoris akibat
Lakunar infark arteri kecil
• Umumnya terjadi pada orang yang memiliki sejarah
hipertensi yang lama dan umur yang bertambah.
Nyeri kepala sebelah (68%), nyeri leher (39%), nyeri wajah
(10%)
Gejala dapat terjadi secara persisten ataupun transien
Diseksi arteri karotis:
Diseksi arteri Nyeri kepala pada bagian frontotemporal, nyeri seperti
karotis dan subarachnoid hemorrhage(SAH), migrain, atau arteritis
vertebralis (Terjadi temporal.
pada orang muda Diseksi arteri vertebralis:
dan separuh baya) • Nyeri leher, nyeri kepala di bagian oksipital (unilateral dan
bilateral)
• Pusing, paresthesia fasial unilateral, vertigo, mual dan
muntal, diplopia
• Ataxia, kelemahan ekstremitas, kebas, disartria, penurunan
fungsi pendengaran
2. Stroke Hemoragik5
Perkembangan klinis pasien dengan stroke hemoragik dapat terjadi
dalam kurun waktu menit maupun hari. Stroke hemoragik dapat
memberikan efek desak ruang yang menyebabkan peningkatan tekanan
intrakranial (TIK) dan menimbulkan gejala yang signifikan.
Pada CT Scan, hematom akan membesar pada 6 jam pertama.
Gejala klinis berupa:
• Penurunan kesadaran (Akibat peningktan TIK dan efek desak ruang
yang mengenai sistem aktivasi retikular)
• Muntah (Akibat peningkatan TIK dan efek desak ruang)
• Nyeri kepala
• Epilepsi (Bila ada pendarahan lobar, gray white matter junction pada
korteks serebri dan putamen)
• Kaku kuduk (Bila pendarahan terjadi pada talamus, kaudatus dan
serebelum)
• Aritmia jantung dan edema paru (Terjadi karena peningkatan TIK
dan pelepasan katekolamin).
27
Untuk membedakan stroke iskemik dan hemoragik dapat dilakukan
penilaian skor Siriraj dan skor Gadjah Mada.
1. Skor Siriraj:
(2.5 x kesadaran) + (2 x vomitus) + (2 x nyeri kepala) + (0.1 x tekanan diastolic)
– (3 x atheroma) – 12
Interpretasi:
• Skor <1 = Stroke Iskemik
• Skor >1 = Perdarahan intraserebral
• Skor 0 = Meragukan
Skor Stroke Siriraj
Komponen Skor
Kesadaran Kompos mentis 0
Somnolen 1
Sopor/Koma 2
Vomitus Tidak ada 0
Ada 1
Nyeri kepala Tidak ada 0
Ada 1
Ateroma Tidak ada 0
Ada DM, angina, atau penyakit
pembuluh darah 1
28
2. Algoritma Gadjah Mada
29
Tabel NIHSS
Parameter yang
No. Skala
dinilai
0 = Sadar penuh
1 = Tidak sadar penuh, dapat dibangunkan dengan stimulasi
minor (suara)
1a Tingkat Kesadaran
2 = Tidak sadar penuh, dapat merespon stimulasi berulang atau
stimulasi nyeri
3 = Koma; tidak sadar dan tidak berespon dengan stimuli apapun
0 = Benar semua
1b Menjawab pertanyaan 1 = 1 benar/ETT/Disartria
2 = Salah semua/afasia/stupor/koma
0 = Mampu melakukan 2 perintah
1c Mengikuti perintah 1 = Mampu melakukan 1 perintah
2 = Tidak mampu melakukan perintah
0 = Normal
1 = Paresis gaze parsial pada 1 atau 2 mata, terdapat abnormal
Gaze, herakan mata
2 gaze namun forced deviation atau paresis gaze total tidak ada
konyugat horizontal
2 = Forced deviation, atau paresis gaze total tidak dapat diatasi
dengan manuver okulosefalik
0 = Tidak ada gangguan penglihatan
1 = Partial hemianopsia
Visual: Lapang
3 pandang pada tes 2 = Hemianopsia komplit
konfrontasi
3 = Buta bilateral
3 = Hemiaopsia bilateral
0 = Normal
1 = Paralisis normal (sulcus nasolabial rata, asimetris saat
tersenyum)
4 Paresis wajah 2 = Paralisis parsial (Paralisis total atau near total dari wajah
bagian bawah)
3 = Paralisis komplit dari satu atau dua sisi wajah (Tidak ada
gerakan pada sisi wajah atas atau bawah)
0 = Tidak ada drift; lengan dapat diangkat 90 (45) selama 10
detik penuh
1 = Drift; lengan dapat diangkat 90 (45) namun turun sebelum 10
detik, tidak mengenai tempat tidur
2 = Ada upaya melawan gravitasi, lengan tidak dapat diangkat
5 Motorik lengan atau dipertahankan pada posisi 90 (45)
3 = Tidak ada upaya melawan gravitasi, tidak mampu
mengangkat, hanya menggeser
4 = Tidak ada gerakan
UN = Amputasi atau fusi sendi
0 = Tidak ada drift; tungkai dapat dipertahankan dalam posisi 30
derajat minimal 5 detik
6 Motorik tungkai
1 = Drift; tungkai jatuh persis 5 detik, namun tidak mengenai
tempat tidur
30
2 = Ada upaya melawan gravitasi; tungkai jatuh mengenai tempat
tidur dalam 5 detik, namun ada upaya melawan gravitasi
3 = Tidak ada upaya melawan gravitasi, tidak mampu
mengangkat, hanya menggeser
4 = Tidak ada gerakan
UN = Amputasi atau fusi sendi
0 = Tidak ada ataksia
Pengabaian & 1 = Tidak ada atensi pada salah satu modalitas berikut: visual,
11
Inatensi (Neglect) taktil, auditori, spasial, atau inatensi personal
4. 2. 6. Diagnosis Banding
Diagnosis banding stroke iskemik adalah stroke hemoragik, pendarahan
intrakranial, transient ischemic attack (TIA).
31
4. 2. 7. Pemeriksaan Penunjang Diagnosis Stroke5
• CT Scan/MRI adalah pemeriksaan penunjang pertama untuk melakukan
eksklusi stroke pendarahan.
Pemeriksaan penunjang lainnya:
• Elektrokardiogram (EKG)
• Doppler karotis dan vertebralis
• Doppler transkranial
• Pemeriksaan laboratorium
o Pemeriksaan cepat di UGD: Hematologi rutin, glukosa darah sewaktu
dan fungsi ginjal (ureum, kreatinin), saturasi oksigen.
o Pemeriksaan di ruang perawatan: Glukosa darah puasa dan 2 jam
pascaprandial, HbAc, profil lipid, c – reactive protein (CRP), laju
endap darah.
o Pemeriksaan homeostasis: Activated partial thrombin time (APTT),
prothrombin time (PT), dan international normalized ratio (INR),
enzim jantung (troponin, creatinine kinase MB/CKMB), fungsi hati,
tes fungsi trombosit dan elektrolit.
o Analisis gas darah
o Rontgen thoraks
o Pungsi lumbal
4. 2. 8. Penanganan dan Tata Laksana Stroke5,7
1. Penatalaksanaan General Stroke Non - Hemoragik
a. Stabilisasi jalan nafas dan pernapasan
o Pemantauan status neurologis, nadi, tekanan darah, suhu dan
saturasi oksigen dalam 72 jam pertama.
o Pemberian oksigen dan pemasangan ETT.
b. Stabilisasi hemodinamik (sirkulasi)
o Pemberian cairan kristaloid dan koloid IV, pemasangan kateter
vena sentral, pemberian vasopressor, norepinefrin, target tekanan
darah adalah 140 mmHg.
c. Pengendalian peningkatan tekanan intrakranial (TIK)
o Pada orang dengan stroke, risiko edema serebri menjadi sangat
tinggi. TIK perlu dimonitor pada pasien dengan GCS <9 dan
32
mengalami penurunan kesadaran. Sasaran terapi adalah TIK
kurang dari 20 mmHg dan tekanan perfusi otak >70 mmHg.
Tatalaksananya berupa:
• Posisi kepala 20 - 30 °
• Menghindari pemberian cairan glukosa atau cairan hipotonik.
• Menghindari hipertermia dan menjaga normovolemia.
• Pemberian osmoterapi berupa Mannitol 0.25 – 0.50 gr/kgBB,
selama >20 menit, diulangi setiap 4 – 6 jam dengan target
osmolaritas <310 mOsm/L.
• Normoventilasi (pCO2 35 – 40 mmHg). Hiperventilasi
dilakukan.
d. Pengendalian kejang
• Diazepam IV bolus lambat 5 – 20 mg diikuti dengan Fenitoin
dosis bolus 15 – 20 mg/kg.
e. Pengendalian suhu tubuh
f. Tatalaksana cairan untuk mencegah hipovolemi dan hipotonik
• Pemberian cairan isotonis seperti NaCl 0.9%, ringer laktat dan
ringer asetat. Pemberian glukosa hanya saat terjadinya
hipoglikemia.
g. Nutrisi
• Oral diberikan hanya bila pasien memiliki fungsi menelan
yang baik.
h. Pencegahan dan mengatasi komplikasi
2. Penatalaksanaan Spesifik Stroke Non – Hemoragik
i. Trombolitik intravena
Menggunakan recombinant tissue plasminogen activator (rTPA)
alteplase 0,6 – 0,9 mg/kgBB, diberikan 3 – 4.5 jam onset stroke
iskemik. Terdapat kriteria inklusi dan eksklusi dilakukannya rTPA7:
33
Kriteria Eksklusi Relatif
Kriteria Inklusi Kriteria Eksklusi (Perlu dipertimbangkan pada
kondisi tertentu):
Diagnosis stroke Trauma kepala dan stroke dalam 3 Stroke yang dapat sembuh
iskemik bulan terakhir sendiri atau hanya minor
Onset stroke <3 jam Gejala subarachnoid hemorrhage Kehamilan
Kejang akibat stroke dengan
Pungsi arteri dalam waktu 7 hari
Umur >18 tahun menyebabkan kerusakan
terakhir
neurologis
Riwayat operasi dan trauma
Riwayat pendarahan intrakranial
dalam waktu 14 hari
Pendarahan gastrointestinal
Neoplasma, malformasi arteriovenois,
dan saluran kencing (dalam
atau aneurism
waktu 21 hari)
Riwayat operasi intrakranial atau Infark myokardial akut
intraspinal (dalam waktu 3 bulan)
TD Sistolik >185 mmHg atau
Diastolik >110 mmHg
Pendarahan aktif
Diatesis pendarahan akut
Jumlah platelet <100 000/mm3
Pemberian heparin dalam 48 jam
terakhir
Penggunaan antikoagulan dengan
INR >1.7 atau PT >15 detik
Penggunaan inhbitor trombin atau
inhibitor faktor Xa dengan tes
laboratorium
Konsentrasi darah glukosa <50
mg/dL
Hasil CT scan menunjukkan infarksi
multilobar (hipodens >1/3 hemisfer
serebral)
35
pencegahan sekunder stroke iskemik. Perlu dilakukan pemeriksaan
INR minimal 1x/bulan. Dosis 2 mg/hari dengan target INR 2,0 –
3,0.
o Selain warfarin, stroke kardioemboli yang disebabkan oleh AF
dapat diberikan dabigatran, rivaroksaban dan apiksaban.
4. 2. 10. Prognosis Stroke
Prognosis pasien dengan stroke iskemik adalah dubia ad bonam.
36
BAB IV
ANALISA KASUS
37
Daftar Pustaka
1. Ropper A, Samuels M, Klein J. Adams and Victor's Principles of Neurology. 10th ed.
McGraw - Hill Education; 2014.
2. Baehr M, Frotscher M. Duus' Topical Diagnosis in Neurology. 4th ed. New York: Thieme;
2005.
3. Aminoff M, Greenberg D, Simon R. Clinical Neurology. 9th ed. McGraw - Hill Education;
2015.
4. Amarenco P, Bogousslavsky J, Caplan L, Donnan G, Hennerici M. Classification of Stroke
Subtypes. Cerebrovascular Diseases. 2009;27(5):493-501.
5. Aninditha T, Wiratman W. Buku Ajar Neurologi. 1st ed. Jakarta: Penerbit Kedokteran
Indonesia; 2017.
6. Tintinalli J. Tintinalli's Emergency Medicine. 8th ed. McGraw - Hill Education; 2016.
7. Jauch E, Saver J, Adams H, Bruno A, Connors J, Demaerschalk B et al. Guidelines for the
Early Management of Patients With Acute Ischemic Stroke: A Guideline for Healthcare
Professionals From the American Heart Association/American Stroke Association. Stroke.
2013;44(3):870-947.
38