Anda di halaman 1dari 24

REFERAT

ILMU KESEHATAN ANAK


TRANSIENT TACHYPNEA OF THE NEWBORN

Disusun Oleh :

Putri Paramitha Oeniasih / 01073170122

Pembimbing :

dr. Erick Fransisco Kan, Sp.A

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PELITA
HARAPAN
RUMAH SAKIT SILOAM
PERIODE 8 APRIL – 15 JUNI 2019
TANGERANG

1
DAFTAR ISI

BAB 1 - PENDAHULUAN.....................................................................................2

BAB 2 - TINJAUAN PUSTAKA...........................................................................3

2.1 Definisi.........................................................................................................3

2.2 Epidemiologi................................................................................................3

2.3 Faktor risiko.................................................................................................3

2.4 Masa transisi pernapasan intrauterin ke ekstrauterin....................................4

2.5 Patofisiologi..................................................................................................9

2.6 Manifestasi klinis.........................................................................................11

2.7 Diagnosis......................................................................................................12

2.8 Diagnosis Banding.......................................................................................15

2.9Tatalaksana...................................................................................................17

2.10 Prognosis...................................................................................................19

BAB 3 KESIMPULAN.........................................................................................20

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................21

2
BAB 1

PENDAHULUAN

Transient tachypnea of the newborn (TTN) atau nama lainnya adalah


Transient respiratory distress of the newborn (TRDN) adalah self-limiting disease
yang banyak ditemukan di dunia dan dihadapi oleh semua dokter yang merawat
bayi baru lahir.1,2 Angka kejadian sekitar 1% - 2% kelahiran hidup, dimana
kebanyakan kasus lebih banyak ditemukan pada bayi yang lahir cukup bulan atau
mendekati cukup bulan, dan beberapa penelitian melaporkan bahwa angka kejadian
lebih tinggi pada bayi yang lahir dengan operasi caesar dibandingkan dengan lahir
spontan.1

Transient tachypnea of the newborn disebabkan adanya penumpukan cairan


yang berlebihan dalam paru yang disebabkan oleh adanya gangguan mekanik pada
saat lahir dan adanya keterlambatan pembersihan cairan di paru.3 Penegakkan
diagnosis transient tachypnea of the newborn melalui pemeriksaan fisik,
pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan radiologi seperti foto thoraks dan USG
thoraks. Pada TTN, gambaran x-ray thoraks dapat berupa prominent perihilar
streaking / sunburst pattern, sedangkan, gambaran USG yang seringkali ditemukan
adalah adanya double lung point.3

Transient tachypnea of the newborn apabila ditangani dengan benar


mempunyai prognosis yang baik. Gejala takipnea biasanya dapat hilang setelah 2-
3 hari.1 Namun, apabila penanganan yang diberikan tidak adekuat, dapat
membahayakan bayi. Oleh karena itu, referat ini dibuat agar dapat mengetahui
bagaimana cara mendiagnosis transient tachypnea of the newborn serta mengetahui
bagaimana penanganan yang tepat untuk diberikan.

3
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Transient Tachypnea of the Newborn adalah gangguan pernapasan ringan
(benign) pada neonatus cukup bulan atau mendekati cukup bulan, dikarenakan
adanya keterlambatan pembersihan cairan di paru.1,2 Kondisi ini paling sering
menjadi penyebab gangguan pernapasan pada neonatus, dengan angka insidensi
4% -5.7% dari seluruh bayi baru lahir.3

2.2 Epidemiologi
Transient tachypnea of the newborn adalah gangguan pernapasan perinatal
yang paling banyak ditemukan, dengan prevalensi mencapai 40% dari seluruh
bayi lahir dengan gangguan pernapasan.2 Dalam beberapa literatur, bayi cukup
bulan atau mendekati cukup bulan yang lahir dengan TTN dapat mencapai 4
hingga 11 kasus per 1000 kelahiran hidup setiap tahunnya.2 Kemudian, data
yang diambil dari studi lain menunjukkan bahwa insidensi bayi dengan TTN
lebih banyak terjadi pada bayi yang lahir antara 33 - 34 minggu usia kehamilan.3
Beberapa faktor yang seringkali dikaitkan meningkatkan risiko TTN antara
lain operasi caesar elektif, lahir sebelum usia kandungan mencapai usia 39
minggu, ibu dengan diabetes, ibu dengan asma, dan jenis kelamin laki-laki.3
Kemudian, penelitian yang dilakukan di RSUD Wates Yogyakarta tahun 2013
dengan metode observasional, menunjukkan bahwa tindakan seksio sesaria
memiliki risiko 3,2 kali untuk terjadinya TTN dibandingkan dengan kelahiran
spontan.4

2.3 Faktor Risiko


Berdasarkan data rekam medis yang dikumpulkan di Dokuz Eylul
University Neonatal Intensive Care Unit (NICU) oleh Japan Pediatric Society
sejak Januari 1993 sampai Agustus 2003, didapatkan bahwa laki-laki, bayi yang
lahir mendekati cukup bulan, dan dilahirkan dengan operasi caesar merupakan

4
faktor risiko Transient tachypnea of the newborn.6 Mekanisme mengapa laki-
laki memiliki faktor risiko lebih tinggi daripada perempuan masih belum jelas,
akan tetapi beberapa ahli berpendapat bahwa hal itu berhubungan dengan
adanya perbedaan sensitivitas terhadap katekolamin yang berperan penting
untuk pembersihan cairan paru.6,7 Beberapa faktor risiko lain yang dapat
meningkatkan terjadinya gangguan napas pada neonatus adalah meconium-
stained amniotic fluid (MSAF), adanya riwayat diabetes gestasional, dan
maternal chorioamnionitis. Kemudian, risiko lain apabila pada usg ditemukan
adanya oligohidramnion, serta terdapat struktur paru yang abnormal.8

2.4 Masa Transisi Pernapasan Intrauterin ke Ekstrauterin


Masa transisi akan dialami oleh setiap bayi baru lahir, dimana terdapat
adaptasi dari kehidupan intrauterin menjadi ekstrauterin yang akan melibatkan
hampir semua organ, salah satunya adalah sistem pernapasan. Pada saat janin
di dalam rahim, pertukaran gas dan sisa metabolisme terjadi melalui plasenta,
sedangkan lumen paru masih berisi cairan yang disekresikan oleh sel epitel paru
melalui transport aktif klorida.9 Produksi serta pemeliharaan cairan ini
dibutuhkan untuk pertumbuhan paru karena dapat mempertahankan volume
paru mendekati kapasitas residu fungsional kurang lebih 30 mL/kgBB.9,10
Pada saat lahir, produksi cairan paru akan bekurang, kemudian volume
cairan yang ada di lumen paru juga akan berkurang kisaran 25 ml/kg hingga 18
ml/kg. Kemudian, adaptasi endokrin akan diaktifkan sesaat sebelum waktu
persalinan, dimana hormon kortisol, tiroid dan katekolamin akan meningkat.
Hormon-hormon ini akan menghentikan sekresi cairan paru yang diperantarai
oleh klorida. 10 Basal Na+, K+, ATP-ase type II cell yang ada di epitel paru akan
diaktifkan, kemudian sodium yang ada di cairan paru janin akan menempel pada
permukaan apikal type II cell, yang akan dipompa ke interstitium bersamaan
dengan air dan elektrolit-elektrolit lainnya, sehingga alveolus paru bersih dari
cairan.9,10

5
Gambar 1. Masa transisi paru intrauterin ke ekstrauterin11

a. Bernapas Ketika Lahir


Neonatus sangat perlu melakukan adaptasi untuk memperoleh
respirasi yang adekuat. Saat berada di uterus, kondisi janin dapat
diklasifikasikan sebagai Rapid Eye Movement (REM) sleep dan quite sleep.
Ketika fase REM, janin memiliki pernapasan ireguler dengan inspirasi dan
ekspirasi yang panjang bersamaan dengan pergerakan cairan (bercampur
dengan cairan amnion) keluar dan masuk paru. Aktifitas janin seperti
bernapas, menelan dan menjilat hanya terbatas pada fase REM, sedangkan
pada fase quite sleep, janin hampir tidak ada pergerakan.9-11 Berbagai faktor
(penurunan pO2 , pH, dan peningkatan pCO2 akibat pemutusan sirkulasi
umbilikal, perubahan suhu, serta adanya rangsang taktil, audiovisual, dan
proprioseptif) akan merangsang bayi melakukan tarikan napas pertama. Hal
ini dibuktikan dari penelitian sebelumnya, dimana pada kondisi hipoksia,

6
akan menghentikan aktifitas janin untuk bernapas, sedangkan kadar PO2
yang tinggi akan menstimulasi pernapasan janin.9-11
Salah satu animal trial yang dilakukan pada domba, ditemukan
bahwa pemutusan tali pusar akan menstimulasi bayi domba untuk bernapas
secara konsisten. Hal ini diduga karena substansi yang dihasilkan oleh
plasenta akan menekan aktifitas bernapas.12 Kemudian, terdapat penelitian
lain yang mengatakan bahwa pemberian prostaglandin E2 akan
menyebabkan henti napas, sedangkan pemberian prostaglandin synthetase
inhibitor, seperti indomethacin akan membuat bayi kembali bernapas.
Dapat disimpulkan bahwa saat dilakukan pemutusan tali pusar, terdapat
rapid removal prostaglandin yang terkatabolisme sehingga menstimulasi
pernapasan spontan pada bayi baru lahir.9-12

b. Surfaktan dan Adaptasi Paru


Saat trimester ketiga, paru janin akan bersepta menjadi lebih dari 4
juta sakulus distal (bronkiolus respiratori dan duktus alveolus) yang
selanjutnya akan membentuk alveolus. Pada usia kehamilan ke -22 minggu,
surfaktan disintesis dan menumpuk di lamellar bodies yang terdapat di sel
tipe II matur. Lamellar bodies merupakan tempat penyimpanan komponen
surfaktan aktif, dimana ketika paru matur, produksi lamellar bodies akan
meningkat dan dilepaskan ke cairan paru yang bercampur dengan cairan
amnion.2,11
Ketika waktu persalinan semakin dekat, sekresi cairan paru akan
berkurang dan surfaktan akan disekresikan ke cairan paru secara simultan
karena adanya peningkatan catecholamine yang akan mengaktifkan beta-
receptor. Selain itu, ventilasi pertama setelah bayi lahir akan membuat
alveolus meregang sehingga terjadi deformasi dari type II cell dan menjadi
stimulus untuk sekresi surfaktan. Akibatnya, konsentrasi surfaktan di cairan
paru akan meningkat, kemudian surfaktan akan diubah menjadi mielin
tubular (monolayer yang terorganisir dan kaya akan lipid, berfungsi untuk
mengurangi tegangan permukaan).2,9-13

7
Gambar 2. Sel tipe II pada kantung udara 11

Komposisi dari surfaktan 90% adalah lipid dan 10% protein.


Phosphatidylcholine (PC) adalah fosfolipid paling banyak ditemukan di
surfaktan (75%-85%) dan sebagian besar disaturasikan ke dalam bentuk
dipalmitoylphosphatidylcholine (DPPC). DPPC merupakan komponen
terpenting untuk mengurang tegangan permukaan. DPPC mengandung dua
molekul yaitu palmitic acid dan phosphatidylcholine yang menempel pada
gliserol.11-13
DPPC memiliki ujung hidrofobik (asam lemak) dan ujung hidrofilik (basa
nitrogen) yang akan berjajar, dengan ujung hidrofobik mengarah pada fase
udara, sedangkan ujung hidrofilik mengarah pada fase cairan. Konfigurasi
ini menyebabkan muatan negatif pada fase gas dan muatan positif pada fase
cairan, memungkinkan hubungan saling tolak menolak. Susunan ini akan
menimbulkan gaya tolak elektrostatik yang kuat, sehingga mendorong
molekul H2O keluar dan menciptakan tekanan yang dibutuhkan agar alveoli
dapat berkembang saat ekspirasi.2,11,12

8
Gambar 3. Mielin tubular yang berupa monolayer yang terorganisir dan kaya akan
lipid 11

c. Tarikan Napas Pertama


Tarikan napas pertama ketika bayi lahir menghasilkan tekanan
negatif inspiratori yang tinggi (70-110cmH2O).11 Tekanan ini akan
membuat paru mengembang serta mendorong sebagian besar cairan paru ke
dalam ruang perivaskular. Kadar oksigen dalam alveoli yang meningkat
serta mengembangnya paru akan mengurangi resistensi pembuluh darah,
meningkatkan aliran darah, sehingga secara keseluruhan akan
meningkatkan luas permukaan vascular yang efektif untuk mendrainase
cairan. Selain itu, sistem limfatik paru bayi juga akan menyerap cairan paru
yang dipengaruhi sistem transport aktif.2,10-12
Cairan dalam lumen paru mengandung protein kurang dari 0,3
mg/ml, cairan dalam interstitial paru mengandung protein kurang lebih 30
mg/ml. Adanya perbedaan kandungan protein ini menyebabkan perbedaan
tekanan osmotik lebih dari 10 cm H2O, yang mengakibatkan cairan
berpindah dari lumen ke interstitial.2,10,11

9
Gambar 4. Dilatasi pembuluh darah alveoili setelah bayi lahir 8

2.5 Patofisologi
Di dalam rahim, paru bayi mensekresi cairan yang akan mengisi paru dan
membantu perkembangan paru. Sekresi cairan paru akan dihentikan ketika
waktu lahir tiba akibat adanya perubahan hormonal, kemudian cairan paru akan
diserap oleh sistem limfatik, ada juga yang melalui sirkulasi, dan sebagian ada
yang dikeluarkan ketika dada bayi tertekan saat melewati jalan lahir.10-14
Apabila cairan paru yang tersisa berlebihan, bayi akan kesulitan untuk
mendapatkan oksigen yang cukup. Pada Transient tachipnea of the newborn,
pembersihan cairan paru terlambat sehingga menyebabkan meningkatnya
resistensi jalan napas, dan mengurangi pemenuhan kebutuhan udara14 Kejadian
ini sering ditemukan pada bayi yang lahir secara seksio caesaria karena diduga
tidak ada kompresi pada dada bayi, serta berkurangnya produksi katekolamin
(adrenaline dan glukokortikoid) yang berfungsi untuk mengubah fungsi dari
EnaC channel, dimana fungsi channel ini yang sebelumnya sebagai sekresi
cairan akan berubah menjadi penyerapan cairan bersamaan dengan penyerapan
sodium aktif.13-15
Pada transient tachypneu of the newborn, kadar oksigen yang rendah
menyebabkan terjadinya takipnea transien, yaitu suatu kondisi dimana napas
menjadi cepat sebagai usaha untuk memenuhi kebutuhan oksigen.15 Kondisi ini
tidak membahayakan, akan membaik dalam satu hingga dua jam dan akan
hilang dalam satu sampai tiga hari setelah lahir. Perbaikan kondisi ini

10
disebabkan salah satunya karena terdapat reabsorpsi cairan secara pasif yang
terjadi setelah bayi lahir karena adanya perbedaan tekanan onkotik antara air
spaces, insterstisial, dan pembuluh darah.13-15
Cairan yang berlebih ini, kemudian akan berpindah ke intertisial, dimana
akan menggenang di jaringan perivaskuler dan interlobar fissures. Akumulasi
cairan di limfatik peribronkial dan interstisial menyebabkan bronkiolus kolaps
secara parsial dengan sedikit udara yang terperangkap, sehingga ventilasi
alveoli menjadi buruk. Perfusi pada alveoli dengan ventilasi yang buruk ini akan
menyebabkan hipoksemia. Kemudian, akibat adanya alveolar yang bengkak
juga akan mengurangi ventilasi sehingga terkadang terjadi hiperkapnia.14,15
Pada suatu studi, ekspresi AQP5 banyak ditemukan pada TTN. AQP5
merupakan water channels yang berfungsi untuk mentransport air melalui
membran apikal. Dari hasil temuan ini, disimpulkan bahwa peningkatan AQP5
akan meningkatkan rearbsobsi cairan post natal. Hal ini menjadi alasan
mengapa gejala TTN mempunyai resolusi yang cepat, hanya dalam hitungan
hari.15

Gambar 5. Patofisiologi TTN8

11
2.6 Manifestasi Klinis
TTN biasa terjadi pada bayi cukup bulan, atau mendekati cukup bulan,
dimana sesaat setelah dilahirkan, ditemukan adanya takipnea ( RR>60
kali/menit dan dapat mencapai 100-120 kali/menit), atau dalam waktu 6 jam
setelah dilahirkan.2,16 Selain adanya takipnea, seringkali ditemukan adanya
grunting, pernapasan cuping hidung, retraksi pada interkosta, dan sianosis
(biasanya ringan dan responsif terhadap pemberian oksigen).16 Selain itu,
ditemukan juga adanya barrel chest, kondisi karena adanya hiperinflasi dan
meningkatnya diameter anteroposterior. Pada auskultasi, dapat ditemukan
adanya crackles, lalu pada pada palpasi, hepar dan spleen dapat diraba karena
hiperinflasi mendorong difragma ke inferior.2,16 Pada beberapa kasus dapat
ditemukan adanya edema ringan dan ileus. Akan tetapi, tanda-tanda sepsis dan
gangguan neurologis tidak ditemukan.16
Beberapa klinisi membagi menjadi 3 tahapan, antara lain :
a. Transitional Delay
Pada masa ini, takipnea terjadi sesaat setalah bayi lahir atau dalam kurun
waktu kurang dari 6 jam (beberapa kasus dapat ditemukan 2-12 jam).
Grunting juga ditemukan sesaat setelah bayi dengan transitional delay lahir,
dan dapat menghilang setelah 2 jam (93%). Pada transitional delay, gejala
biasanya hilang dalam waktu 6 jam.2, 16-17
b. Transient Tachypnea of The Newborn (TTN)
Takipnea yang terus ada dalam waktu kurang dari 72 jam. Pada studi yang
sudah ada sebelumnya mengatakan gejala biasanya menghilang dalam
kurun waktu 48 jam.2,16-17
c. Prolonged Tachipnea of The Newborn
Takipnea yang menetap lebih dari 72 jam.13
Beberapa faktor yang dapat meningkatkan kemungkinan prolonged TTN
:13,17
1. Grunting, maximum respiratory rate > 90 kali/menit dan FiO2 > 0.40
dalam 6 jam.

12
2. Absence of labor contractions or reduced labor duration
Salah satu faktor risiko TTN yang umumnya membutuhkan
suplementasi oksigen lebih lama. Diduga karena tidak adanya kompresi
dada pada bayi, serta kadar katekolamin yang diperlukan untuk
penyerapan cairan paru rendah.17
3. Long-distance land-based transport in neonates with TTN
Biasanya membutuhkan bantuan pernapasan di neonatal intensive care
unit (NICU) dan insidensi untuk menjadi pulmonary air leak syndrome
lebih tinggi. Hal ini diduga karena jarak yang panjang, lamanya waktu
yang diperlukan, serta udara yang kurang bagus selama perjalanan akan
menyebabkan kondisi bayi ketika tiba di rumah sakit rujukan sudah .2, 17

2.7 Diagnosis
Diagnosis TTN dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, manifestasi
klinis, pemeriksaan radiologis dan laboratorium.2,,18, 19
1. Pre Natal Testing
Rasio Lecithin-Spingomyielin dengan positif phosphatideglycerol pada
cairan amnion dapat menyingkirkan kemungkan RDS. Konsentrasi
lechithin mulai meningkat sejak usia 30 minggu kehamilan, sedangkan
konsentrasi spingomyielin menetap. Pemeriksaan rasio L-S merupakan
baku emas untuk menilai kematuran paru.
2. Amniotic Fluid Sampling in Delivery
Menghitung Amniotic lamellar body dapat memprediksi kemungkinan
terjadinya TTN. Jumlah lamellar bodies pada TTN biasanya lebih rendah
dibandingkan paru bayi baru lahir normal. Namun, jumlah lamellar bodies
pada bayi dengan TTN lebih tinggi dibandingkan bayi RDS. Pada suatu
studi, lamellar bodies < 10.000 mikroL memiliki risiko RDS sebesar 70%.20
3. Postnatal Testing2,,18, 19
a. Analisis Gas Darah
Pada udara ruangan, dapat menunjukkan hipoksemia ringan hingga
sedang. Karbon dioksida parsial biasanya normal karena adanya
takipnea. Pada beberapa kasus TTN dapat ditemukan adanya

13
hipokarbia, dan apabila ditemukan seringkali hipokarbia ringan (
PCO2<55 mmHg). Dapat pula ditemukan asidosis respiratori ringan
yang bisa menjadi penanda awal gagal napas atau komplikasi TTN,
seperti penumotoraks.
b. Pulse Oximetry harus selalu dimonitor untuk memastikan kadar oksigen
dalam darah mencukupi.
c. Complete Blood Count dan Diff Count pada bayi dengan TTN biasanya
normal, tetapi harus diperiksa untuk menyingkirkan kemungkinan
adanya proses infeksi. Pemeriksaan hematokrit juga dapat
menyingkirkan polisitemia neonatus, yang merupakan suatu keadaan
dimana nilai hematokrit vena >65%, atau jumlah hemogobin > 22 g/dL.
d. Plasma endothelin-level 1 test biasanya ditemukan lebih tinggi pada
kasus RDS dibandingkan TTN. Pemeriksaan Interleukin-6 juga dapat
menyingkirkan kemungkinan sepsis, sehingga dapat menghindari
penggunaan antibiotik yang tidak perlu.

Pemeriksaan Radiologi :

1. X-Ray Thoraks2,19
a. Adanya hiperinflasi merupakan salah satu tanda dari TTN
b. Prominent perihilar streaking / sunburst pattern karena adanya
pembengkakan dari sistem limfatik dan penumpukan cairan di
fisura.
c. Kardiomegali ringan hingga sedang
d. Diafragma mendatar, akibat adanya hiperinflasi.
e. Dapat ditemukan adanya cairan di fisura minor atau di pleura.
f. Prominent pulmonary vascular markings “Fuzzy vessels,” dimana
batas pembuluh darah tidak jelas karena adanya edema interstisial.

14
Prominent perihiler

streaking

Fuzzy Vessel

Gambar 6. X-Ray Thoraks TTN 19

Gambar 7. cairan di fisura minor pada TTN19

2. Ultrasonografi Paru
Pada ultrasonografi dapat ditemukan double lung point untuk
mendiagnosis TTN. Ultrasonografi paru menunjukkan adanya
perbedaan ekogenisitas antara bagian superior dan inferior paru. Pada
bagian inferior, ditemukan adanya compact comet-tail artifact, yang
merupakan suatu batas tajam yang ditemukan antara bagian paru
superior yang secara relatif teraerasi dengan B-line yang menyatu pada

15
daerah basal paru. Sensitivitas pemeriksaan ini adalah 45.6% – 76.7%
dan spesifisitas 94.8% - 100%.3,21

Gambar 8. Gambaran USG paru TTN 20

2.8 Diagnosis Banding


Untuk mengkonfirmasi diagnosis TTN, beberapa kemungkinan lainnya
harus terlebih dahulu disingkirkan. Pada kasus neonatal takipnea, ada beberapa
kemungkinan penyebab yang dapat dikaji dengan melakukan anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang tepat.22 Pada kasus yang
tidak ada perbaikan, dengan perburukan, harus dicaritahu terlebih dahulu
kemungkinan penyebab selain TTN. Untuk mempermudah diagnosis, para
klinisi menggunakan pnemonik TRACHEA yang antara lain terdiri dari T (
transient tachipnea of the newborn), R (respiratory infection), A (aspiration
syndrome), C (congenital malformation), H (hyaline membrane disease), E
(edema), A (air leak and acidosis).2,22,23
a. Respiratory Infection
Apabila pada bayi baru lahir ditemukan adanya pneumonia atau sepsis, pada
masa prenatal biasanya terdapat kecenderungan infeksi seperti, maternal
choriamnionitis, rupturnya membran amnion secara prematur, serta
ditemukan adanya demam. Pada pemeriksaan leukosit, menunjukkan
adanya bukti infeksi. Pada bayi dengan infeksi Streptococcus grup B pada
pemeriksaan urine dapat positive. Apabila ada curiga infeksi, pemberian

16
antibiotik disarankan antibiotik spektrum luas, dilanjutkan hingga hasil
kultur negatif selama 48 jam kehidupan.23

b. Aspiration Syndrome
Bayi dengan sindroma aspirasi dapat segera menunjukkan gejala atau dalam
waktu beberapa jam setelah lahir. Gejala yang ditunjukkan umumnya lebih
berat dibandingkan TTN. Pada pemeriksaan X-Ray menyerupai TTN, tetapi
pada aspirasi terdapat infiltrat perihiler. Pada pemeriksaan analisis gas
darah menunjukkan hipoksemi berat, hiperkapnu, dan asidosis.2,21.

c. Congenital Malformation
Pada malformasi kongenital seperti hernia diafragma, cystic adenomatoid
malformation, dapat menunjukkan gejala gagal napas. Untuk membedakan
dengan TTN dapat dilakukan pemeriksaan radiologi.2,23

d. Respiratory Distress Syndrome


RDS disebabkan karena produksi surfaktan oleh pneumosit tipe II tidak
mencukupi, bersamaan dengan struktur paru yang belum matur. Risiko dan
tingkat keparahan RDS meningkat seiring dengan tingkat kematuran paru.
Bayi yang lahir sebelum usia 29 minggu, memiliki peluang 60% untuk
menderita RDS. Selain itu, adanya masalah yang menghambat
perkembangan paru seperti maternal diabetes juga meningkatkan risiko
terjadinya RDS. Pemeriksaan rontgen thoraks menunjukkan adanya
reticulogranular pattern dengan air bronchogram dan underexpansion
(atelektasis). Pada kasus RDS, bayi menunjukkan tanda dan gejala sesak
napas yang semakin lama semakin memburuk apabila tidak diberikan
penanganan yang adekuat.2,8,22

e. Edema Paru
Pada anak dengan defek septum ventrikel (DSV), terjadi peningkatan aliran
darah ke paru. Semakin besar DSV, semakin meningkat aliran darah ke paru
maka risiko infeksi saluran pernafasan akut dan gagal jantung meningkat

17
dan menganggu fungsi paru. Edema pulmonal diakibatkan oleh gangguan
gaya Starling (tekanan hidrostatik dan onkotik) yang mengatur aliran air
antara kapiler dan alveoli. Peningkatan gaya hidrostatik di dalam kapiler
paru akan meningkatkan tekanan pendorong keluarnya cairan dari kapiler,
menyebabkan alveoli tidak stabil dan membuat paru menjadi kaku
(penurunan komplians paru) sehingga akan meningkatkan usaha pernapasan
guna mempertahankan ventilasi yang adekuat.2,22

f. Air leaks
Merupakan sindroma kebocoran udara akibat dari distensi alveoli yang
berlebihan hingga terjadi ruptur. Dapat ditegakkan dari hasil x-ray thoraks,
seperti pada kasus pneumothoraks dan pneumomediastinum. Penyebab
paling sering dari sindrom kebocoran udara pada neonatus adalah ventilasi
mekanik yang tidak memadai pada paru yang belum matur. Untuk
mencegah sindrom kebocoran udara, ventilasi harus dilakukan dengan hati-
hati menggunakan tekanan rendah, volume tidal rendah, waktu inspirasi
rendah, dan laju tinggi.2,22

2.9 Tatalaksana
1. Pencegahan23
a. Pada perencanaan seksio caesaria dianjurkan pada usia kandungan di
atas 39 minggu dimana sekresi cairan berkurang dan terdapat
peningkatan katekolamin sehingga mengurangi insiden TTN. Namun,
apabila tidak terdapat indikasi untu seksio caesaria, perencanaan lahir
per vaginam lebih dianjurkan karena kompresi mekanik dada bayi saat
melewati jalan lahir juga akan mengurangi risiko TTN.
b. Mencegah skor Apgar yang rendah
Skor Apgar yang rendah dalam waktu <1 menit merupakan risiko tinggi
untuk terjadinya masalah pernapasan. Pencegahan skor Apgar yang
rendah dapat dilakukan dengan meningkatkan pemantauan obstetrik.

18
2. Terapi Suportif 2,7,23
a. Oksigenasi
Pemberian oksigen untuk menjaga agar saturasi arteri dalam rentang
normal. Oksigenasi dimulai dengan pemberian melalui nasal cannule.
Bila ada peningkatan usaha untuk bernapas dan kebutuhan oksigen
>30% maka nasal continous positive airway pressure merupakan
alternatif terapi yang efektif. CPAP memberikan tekanan positif pada
jalan napas, membantu mencegah masuk kembalinya cairan dan me-
maintain kapasitas fungsional residu. Kriteria intubasi apabila
kebutuhan oksigen >40% dalam CPAP 8cm H2O.
b. Antibiotik
Pada kebanyakan kasus, dalam 48 jam pertama diberikan antibiotik
broad-spectrum (ampicillin dan gentamicin ) hingga kriteria pneumonia
dan sepsis dapat disingkirkan. Namun, hal ini masih menjadi
kontroversi.
c. Feeding
Adanya resiko aspirasi maka nutrisi melalui oral tidak dianjurkan
apabila RR > 60 x/menit. Apablia bayi dengan RR 60 – 80 kali/menit,
maka nutrisi dianjurkan melalui nasogastrictube. Kemudian, apabila
RR > 80 kali/menit indikasi untuk parenteral nutrisi.
d. Cairan dan Elektrolit
Cairan dan elektrolit harus selalu dimonitor. terapi cairan pada TTN
masih menjadi kontroversi. Pada suatu penelitian, terapi restriktif cairan
pada kasus TTN berat menunjukkan prognosis yang lebih baik. Namun,
kebenarannya masih belum bisa terbukti karena kelompok kontrol pada
penelitian ini mendapatkan terapi cairan yang sedikit melebihi
kebutuhan dasarnya.
e. Penggunaan diuretik tidak direkomendasikan
Beberapa klinisi memberikan terapi diuretik pada bayi TTN dengan
pertimbangan bahwa pemberian diuretik akan meningkatkan

19
penyerapan cairan paru-paru dan meningkatkan produksi urin. Selain
itu, furosemid juga dapat menyebabkan terjadinya vasodilatasi paru
sehingga dapat meningkatkan perfusi. Namun, pada beberapa penelitian
yang telah dilakukan ternyata pemberian diuretik pada TTN tidak
menunjukkan perbedaan yang signifikan bila dibandingkan dengan bayi
TTN yang tidak diberikan diuretik.
f. Beta 2 -Agonist salbutamol.
Adanya stimulasi beta adrenergic receptor dengan salbutamol akan
meningkatkan aktifitas channel Na. Pada suatu studi randomized trial
yang membandingkan pemberian aerosol dengan salin pada TTN
menunjukkan perbaikan yang signifikan pada bayi yang diberikan
dengan aerosol salbutamol, serta tidak ditemukan adanya komplikasi.
Hal ini dapat memberikan banyak keuntungan salah satunya adalah
mengurangi biaya pengobatan yang dikeluarkan.

3.0 Prognosis
Kebanyakan kasus TTN dapat sembuh sendiri dalam waktu 2-5
hari.2,24 Namun, beberapa penelitian mengatakan bayi dengan TTN
memiliki risiko lebih tinggi untuk terkena bronkiolitis, bronkitis kronik, dan
asma. Hal ini berhubungan karena bayi yang lahir dengan riwayat keluarga
asma (terutama ibu) memiliki risiko lebih tinggi untuk menjadi TTN.
Kemudian, meskipun jarang terjadi, pada beberapa kasus dapat terjadi
komplikasi. Apabila ditemukan adanya kompilkasi, maka dianjurkan untuk
melakukan evaluasi kembali untuk mencari kemungkinan penyebab lain.
Beberapa komplikasi yang mungkin terjadi antara lain, prolonged
tachypnea, pneumotoraks, pneumomediastium, serta pada beberapa kasus
dapat menjadi hipertensi pulmonal. Hal ini terjadi karena adanya
peningkatan resistensi vaskuler pulmonal berhubungan karena
menumpuknya cairan paru. 23

20
BAB 3

KESIMPULAN

Transient tachypnea of the newborn adalah suatu penyakit ringan pada


neonatus yang mendekati cukup bulan atau cukup bulan yang mengalami gangguan
napas segera setelah lahir akibat gangguan absorbsi cairan paru.1,2 Insidensi bayi
dengan TTN, 10% terjadi pada bayi yang lahir antara 33 dan 34 minggu usia
kehamilan, kemudian 5% pada bayi yang dilahirkan pada usia 35 hingga 36
minggu, dan kurang dari 1% terjadi pada bayi yang dilahirkan cukup bulan.
Berdasarkan studi yang sudah ada sebelumnya, terdapat beberapa faktor yang
diduga dapat meningkatkan risiko terjadinya TTN, antara lain operasi caesar
elektif, lahir sebelum usia kandungan mencapai usia 39 minggu, ibu dengan
diabetes, ibu dengan asma, dan jenis kelamin laki-laki.5

Diagnosis Transient tachypnea of the newborn ditegakkan berdasarkan


pemeriksaan fisik yang teliti. Pada bayi yang baru lahir, ditemukan adanya takipnea
( RR>60 kali/menit dan dapat mencapai 100-120 kali/menit), dalam waktu 6 jam
setelah dilahirkan.2,16 Kemudian, dapat ditemukan juga adanya barrel chest pada
inspeksi. Pada auskultasi, dapat ditemukan adanya crackles, lalu pada pada palpasi,
hepar dan spleen dapat diraba karena hiperinflasi mendorong difragma ke
inferior.2,16 Pemeriksaan penunjang seperti foto rontgen dan USG thoraks, serta
pemeriksaan laboratorium dapat dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan
diagnosis lainnya.

Transient tachypnea of the newborn umumnya memiliki prognosis yang


baik apabila dilakukan manajemen yang adekuat.24 Oksigenasi diperlukan untuk
menjaga saturasi arteri dalam rentang normal. Apabila tidak ditangani dengan tepat,
dapat meningkatkan resiko terjadinya komplikasi yang akhirnya dapat terjadi gagal
napas.23

21
DAFTAR PUSTAKA

1. Stroustrup A, Trasande L, Holzman IR. Randomized controlled trial


of restrictive fluid management in transient tachypnea of the
newborn. J Pediatr. 2012;160:38–43.
2. Gomella T, Cunningham M, Eyal F, Zenk K. Transient tachypnea of
the newborn. In: Gomella T, editor. Neonatology: Management,
Procedures, On-Call Problems, Diseases, and Drugs. 7th ed. New
York:Lange Medical Books/McGraw-Hill.2013:919-25.
3. Angus D, Linde-Zwirble W, Clermont G, Griffin M, Clark R.
Epidemiology of neonatal respiratory failure in the united states. Am
J Respir Crit Care Med. 2011;164:1154-60.
4. Liu J, Wang Y, Fu W, Yang CS, Huang JJ. Diagnosis of neonatal
transient tachypnea and its differentiation from respiratory distress
syndrome using lung ultrasound. Department of neonatology and
NICU. 2014;2: 1-5.
5. Dwijayanti J, Sumarah, Purnamaningrum YE. Tindakan seksio
sesaria dan kejadian transient tachypnea of the newborn (TTN).
Jurnal Kesehatan Ibu dan Anak. 2014;5:68-71.
6. Kasap B, Duman N, Ozer E ,Tatli M , Kumral A, Ozkan H. Transient
tachypnea of the newborn: Predictive factor for prolonged
tachypnea. Pedriatics International. 2013;53:81-4.
7. Finnemore A, Groves A. Physiology of the fetal and transitional
circulation. Semin Fetal Neonatal Med. 2015;20:210–6.
8. Guglani L, Lakshminrusimha S, Ryan RM. Transient tachypnea of
the newborn. Peds In Review. 2019;29:59-64.
9. Hillman NH, Kallapur SG, Jobe AH. Physiology of transition from
intrauterine to extrauterine life. Clin perinatol. 2012;39:763-789.
10. Buch P, Makwana AM, Chudasama RK. Usefulness of downe score
as clinical assessment tool and bubble CPAP as primary respiratory
support in neonatal respiratory distress syndrome. J Pediatr Sci.
2013;5:176-83.

22
11. Wilmott R, Bush A, Deterding R, Ratjen F. Lung disease associated
with disruption of pulmonary surfactant homeostasis. In: Lawrence
M, Nogee MD, Bruce C, Trapnell MD, editors. Kendig’s Disorders
of the respiratory tract in children. 9th ed. Philadelphia:
Elsevier;2019: 836-49.
12. Hillman NH, Kallapur SG, Jobe AH. Physiology of transition from
intrauterine to extrauterine life. Clin perinatol. 2012;39:763-789.
13. Ghidini A, Poggi SH, Spong CY, Goodwin KM, Vink J, Pezzullo
JC. Role of lamellar body count for the prediction of neonatal
respiratory distress syndrome in non-diabetic pregnant women.
Archives of Gynecology and Obstetrics. 2015;271:325–8
14. Kasap B, Duman N, Ozer E, Tatli M, Kumral A, Ozkan H. Transient
tachypnea of the newborn: Predictive factor for prolonged
tachypnea. Pediatrics International. 2013;53:81-4.
15. Farargy MSE, Soliman NA. Early predictors of transient tachypnea
of the newborn. J Mol Biomark Diagn. 2017;8:1-4.
16. Hagen E, Chu A, Lew C. Transient tachypnea of the newborn.
Neoreviews. 2017;18:141-8.
17. Bekdas M, Goksugur SB, Kucukbayrak B. The causes of prolonged
transient tachypnea of the newborn: A cross-sectional study in a
Turkish maternity hospital. SEEHSJ. 2013; 3:152-8.
18. Karagol BS, Zenciroglu A, Ipek MS, Kundak AA, Okumus N.
Impact of land-based neonatal transport on outcomes in transient
tachypnea of the newborn. Am J Perinatol. 2012;28:331–6.
19. Trotter C. Respiratory disorders presenting in the newborn period.
Neonatal Radiology Basic. 2011;27:1-17.
20. Liu J, Wang Y, Fu W, Yang CS, Huang JJ. Diagnosis of neonatal
transient tachypnea and its differentiation from respiratory distress
syndrome using lung ultrasound. Lippincott Williams. 2014; 93: 1-
4.

23
21. Rohsiswatmo R, Kautsar A. Peran bilas surfaktan pada neonatus
aterm dengan sindrom aspirasi mekonium. Sari pediatri.
2018;19:356-63.
22. Edwards MO, Sarah J, Sailesh K. Respiratory distress of the term
newborn infant. Paediatric respiratory review. 2013;14:29-37.
23. Raimondi F, Migliaro F, Sodano A. Can neonatal lung ultrasound
monitor fluid clearance and predict the need of respiratory support.
Crit Care. 2012;16:220-30.
24. St Clair, Norwitz ER, Woensdregt K. The probability of neonatal
respiratory distress syndrome as a function of gestational age and
lecithin/sphingomyelin ratio. American Journal of Perinatology
2015;25:473–80.

24

Anda mungkin juga menyukai