Disusun Oleh :
Pembimbing :
1
DAFTAR ISI
BAB 1 - PENDAHULUAN.....................................................................................2
2.1 Definisi.........................................................................................................3
2.2 Epidemiologi................................................................................................3
2.5 Patofisiologi..................................................................................................9
2.7 Diagnosis......................................................................................................12
2.9Tatalaksana...................................................................................................17
2.10 Prognosis...................................................................................................19
BAB 3 KESIMPULAN.........................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................21
2
BAB 1
PENDAHULUAN
3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Transient Tachypnea of the Newborn adalah gangguan pernapasan ringan
(benign) pada neonatus cukup bulan atau mendekati cukup bulan, dikarenakan
adanya keterlambatan pembersihan cairan di paru.1,2 Kondisi ini paling sering
menjadi penyebab gangguan pernapasan pada neonatus, dengan angka insidensi
4% -5.7% dari seluruh bayi baru lahir.3
2.2 Epidemiologi
Transient tachypnea of the newborn adalah gangguan pernapasan perinatal
yang paling banyak ditemukan, dengan prevalensi mencapai 40% dari seluruh
bayi lahir dengan gangguan pernapasan.2 Dalam beberapa literatur, bayi cukup
bulan atau mendekati cukup bulan yang lahir dengan TTN dapat mencapai 4
hingga 11 kasus per 1000 kelahiran hidup setiap tahunnya.2 Kemudian, data
yang diambil dari studi lain menunjukkan bahwa insidensi bayi dengan TTN
lebih banyak terjadi pada bayi yang lahir antara 33 - 34 minggu usia kehamilan.3
Beberapa faktor yang seringkali dikaitkan meningkatkan risiko TTN antara
lain operasi caesar elektif, lahir sebelum usia kandungan mencapai usia 39
minggu, ibu dengan diabetes, ibu dengan asma, dan jenis kelamin laki-laki.3
Kemudian, penelitian yang dilakukan di RSUD Wates Yogyakarta tahun 2013
dengan metode observasional, menunjukkan bahwa tindakan seksio sesaria
memiliki risiko 3,2 kali untuk terjadinya TTN dibandingkan dengan kelahiran
spontan.4
4
faktor risiko Transient tachypnea of the newborn.6 Mekanisme mengapa laki-
laki memiliki faktor risiko lebih tinggi daripada perempuan masih belum jelas,
akan tetapi beberapa ahli berpendapat bahwa hal itu berhubungan dengan
adanya perbedaan sensitivitas terhadap katekolamin yang berperan penting
untuk pembersihan cairan paru.6,7 Beberapa faktor risiko lain yang dapat
meningkatkan terjadinya gangguan napas pada neonatus adalah meconium-
stained amniotic fluid (MSAF), adanya riwayat diabetes gestasional, dan
maternal chorioamnionitis. Kemudian, risiko lain apabila pada usg ditemukan
adanya oligohidramnion, serta terdapat struktur paru yang abnormal.8
5
Gambar 1. Masa transisi paru intrauterin ke ekstrauterin11
6
akan menghentikan aktifitas janin untuk bernapas, sedangkan kadar PO2
yang tinggi akan menstimulasi pernapasan janin.9-11
Salah satu animal trial yang dilakukan pada domba, ditemukan
bahwa pemutusan tali pusar akan menstimulasi bayi domba untuk bernapas
secara konsisten. Hal ini diduga karena substansi yang dihasilkan oleh
plasenta akan menekan aktifitas bernapas.12 Kemudian, terdapat penelitian
lain yang mengatakan bahwa pemberian prostaglandin E2 akan
menyebabkan henti napas, sedangkan pemberian prostaglandin synthetase
inhibitor, seperti indomethacin akan membuat bayi kembali bernapas.
Dapat disimpulkan bahwa saat dilakukan pemutusan tali pusar, terdapat
rapid removal prostaglandin yang terkatabolisme sehingga menstimulasi
pernapasan spontan pada bayi baru lahir.9-12
7
Gambar 2. Sel tipe II pada kantung udara 11
8
Gambar 3. Mielin tubular yang berupa monolayer yang terorganisir dan kaya akan
lipid 11
9
Gambar 4. Dilatasi pembuluh darah alveoili setelah bayi lahir 8
2.5 Patofisologi
Di dalam rahim, paru bayi mensekresi cairan yang akan mengisi paru dan
membantu perkembangan paru. Sekresi cairan paru akan dihentikan ketika
waktu lahir tiba akibat adanya perubahan hormonal, kemudian cairan paru akan
diserap oleh sistem limfatik, ada juga yang melalui sirkulasi, dan sebagian ada
yang dikeluarkan ketika dada bayi tertekan saat melewati jalan lahir.10-14
Apabila cairan paru yang tersisa berlebihan, bayi akan kesulitan untuk
mendapatkan oksigen yang cukup. Pada Transient tachipnea of the newborn,
pembersihan cairan paru terlambat sehingga menyebabkan meningkatnya
resistensi jalan napas, dan mengurangi pemenuhan kebutuhan udara14 Kejadian
ini sering ditemukan pada bayi yang lahir secara seksio caesaria karena diduga
tidak ada kompresi pada dada bayi, serta berkurangnya produksi katekolamin
(adrenaline dan glukokortikoid) yang berfungsi untuk mengubah fungsi dari
EnaC channel, dimana fungsi channel ini yang sebelumnya sebagai sekresi
cairan akan berubah menjadi penyerapan cairan bersamaan dengan penyerapan
sodium aktif.13-15
Pada transient tachypneu of the newborn, kadar oksigen yang rendah
menyebabkan terjadinya takipnea transien, yaitu suatu kondisi dimana napas
menjadi cepat sebagai usaha untuk memenuhi kebutuhan oksigen.15 Kondisi ini
tidak membahayakan, akan membaik dalam satu hingga dua jam dan akan
hilang dalam satu sampai tiga hari setelah lahir. Perbaikan kondisi ini
10
disebabkan salah satunya karena terdapat reabsorpsi cairan secara pasif yang
terjadi setelah bayi lahir karena adanya perbedaan tekanan onkotik antara air
spaces, insterstisial, dan pembuluh darah.13-15
Cairan yang berlebih ini, kemudian akan berpindah ke intertisial, dimana
akan menggenang di jaringan perivaskuler dan interlobar fissures. Akumulasi
cairan di limfatik peribronkial dan interstisial menyebabkan bronkiolus kolaps
secara parsial dengan sedikit udara yang terperangkap, sehingga ventilasi
alveoli menjadi buruk. Perfusi pada alveoli dengan ventilasi yang buruk ini akan
menyebabkan hipoksemia. Kemudian, akibat adanya alveolar yang bengkak
juga akan mengurangi ventilasi sehingga terkadang terjadi hiperkapnia.14,15
Pada suatu studi, ekspresi AQP5 banyak ditemukan pada TTN. AQP5
merupakan water channels yang berfungsi untuk mentransport air melalui
membran apikal. Dari hasil temuan ini, disimpulkan bahwa peningkatan AQP5
akan meningkatkan rearbsobsi cairan post natal. Hal ini menjadi alasan
mengapa gejala TTN mempunyai resolusi yang cepat, hanya dalam hitungan
hari.15
11
2.6 Manifestasi Klinis
TTN biasa terjadi pada bayi cukup bulan, atau mendekati cukup bulan,
dimana sesaat setelah dilahirkan, ditemukan adanya takipnea ( RR>60
kali/menit dan dapat mencapai 100-120 kali/menit), atau dalam waktu 6 jam
setelah dilahirkan.2,16 Selain adanya takipnea, seringkali ditemukan adanya
grunting, pernapasan cuping hidung, retraksi pada interkosta, dan sianosis
(biasanya ringan dan responsif terhadap pemberian oksigen).16 Selain itu,
ditemukan juga adanya barrel chest, kondisi karena adanya hiperinflasi dan
meningkatnya diameter anteroposterior. Pada auskultasi, dapat ditemukan
adanya crackles, lalu pada pada palpasi, hepar dan spleen dapat diraba karena
hiperinflasi mendorong difragma ke inferior.2,16 Pada beberapa kasus dapat
ditemukan adanya edema ringan dan ileus. Akan tetapi, tanda-tanda sepsis dan
gangguan neurologis tidak ditemukan.16
Beberapa klinisi membagi menjadi 3 tahapan, antara lain :
a. Transitional Delay
Pada masa ini, takipnea terjadi sesaat setalah bayi lahir atau dalam kurun
waktu kurang dari 6 jam (beberapa kasus dapat ditemukan 2-12 jam).
Grunting juga ditemukan sesaat setelah bayi dengan transitional delay lahir,
dan dapat menghilang setelah 2 jam (93%). Pada transitional delay, gejala
biasanya hilang dalam waktu 6 jam.2, 16-17
b. Transient Tachypnea of The Newborn (TTN)
Takipnea yang terus ada dalam waktu kurang dari 72 jam. Pada studi yang
sudah ada sebelumnya mengatakan gejala biasanya menghilang dalam
kurun waktu 48 jam.2,16-17
c. Prolonged Tachipnea of The Newborn
Takipnea yang menetap lebih dari 72 jam.13
Beberapa faktor yang dapat meningkatkan kemungkinan prolonged TTN
:13,17
1. Grunting, maximum respiratory rate > 90 kali/menit dan FiO2 > 0.40
dalam 6 jam.
12
2. Absence of labor contractions or reduced labor duration
Salah satu faktor risiko TTN yang umumnya membutuhkan
suplementasi oksigen lebih lama. Diduga karena tidak adanya kompresi
dada pada bayi, serta kadar katekolamin yang diperlukan untuk
penyerapan cairan paru rendah.17
3. Long-distance land-based transport in neonates with TTN
Biasanya membutuhkan bantuan pernapasan di neonatal intensive care
unit (NICU) dan insidensi untuk menjadi pulmonary air leak syndrome
lebih tinggi. Hal ini diduga karena jarak yang panjang, lamanya waktu
yang diperlukan, serta udara yang kurang bagus selama perjalanan akan
menyebabkan kondisi bayi ketika tiba di rumah sakit rujukan sudah .2, 17
2.7 Diagnosis
Diagnosis TTN dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, manifestasi
klinis, pemeriksaan radiologis dan laboratorium.2,,18, 19
1. Pre Natal Testing
Rasio Lecithin-Spingomyielin dengan positif phosphatideglycerol pada
cairan amnion dapat menyingkirkan kemungkan RDS. Konsentrasi
lechithin mulai meningkat sejak usia 30 minggu kehamilan, sedangkan
konsentrasi spingomyielin menetap. Pemeriksaan rasio L-S merupakan
baku emas untuk menilai kematuran paru.
2. Amniotic Fluid Sampling in Delivery
Menghitung Amniotic lamellar body dapat memprediksi kemungkinan
terjadinya TTN. Jumlah lamellar bodies pada TTN biasanya lebih rendah
dibandingkan paru bayi baru lahir normal. Namun, jumlah lamellar bodies
pada bayi dengan TTN lebih tinggi dibandingkan bayi RDS. Pada suatu
studi, lamellar bodies < 10.000 mikroL memiliki risiko RDS sebesar 70%.20
3. Postnatal Testing2,,18, 19
a. Analisis Gas Darah
Pada udara ruangan, dapat menunjukkan hipoksemia ringan hingga
sedang. Karbon dioksida parsial biasanya normal karena adanya
takipnea. Pada beberapa kasus TTN dapat ditemukan adanya
13
hipokarbia, dan apabila ditemukan seringkali hipokarbia ringan (
PCO2<55 mmHg). Dapat pula ditemukan asidosis respiratori ringan
yang bisa menjadi penanda awal gagal napas atau komplikasi TTN,
seperti penumotoraks.
b. Pulse Oximetry harus selalu dimonitor untuk memastikan kadar oksigen
dalam darah mencukupi.
c. Complete Blood Count dan Diff Count pada bayi dengan TTN biasanya
normal, tetapi harus diperiksa untuk menyingkirkan kemungkinan
adanya proses infeksi. Pemeriksaan hematokrit juga dapat
menyingkirkan polisitemia neonatus, yang merupakan suatu keadaan
dimana nilai hematokrit vena >65%, atau jumlah hemogobin > 22 g/dL.
d. Plasma endothelin-level 1 test biasanya ditemukan lebih tinggi pada
kasus RDS dibandingkan TTN. Pemeriksaan Interleukin-6 juga dapat
menyingkirkan kemungkinan sepsis, sehingga dapat menghindari
penggunaan antibiotik yang tidak perlu.
Pemeriksaan Radiologi :
1. X-Ray Thoraks2,19
a. Adanya hiperinflasi merupakan salah satu tanda dari TTN
b. Prominent perihilar streaking / sunburst pattern karena adanya
pembengkakan dari sistem limfatik dan penumpukan cairan di
fisura.
c. Kardiomegali ringan hingga sedang
d. Diafragma mendatar, akibat adanya hiperinflasi.
e. Dapat ditemukan adanya cairan di fisura minor atau di pleura.
f. Prominent pulmonary vascular markings “Fuzzy vessels,” dimana
batas pembuluh darah tidak jelas karena adanya edema interstisial.
14
Prominent perihiler
streaking
Fuzzy Vessel
2. Ultrasonografi Paru
Pada ultrasonografi dapat ditemukan double lung point untuk
mendiagnosis TTN. Ultrasonografi paru menunjukkan adanya
perbedaan ekogenisitas antara bagian superior dan inferior paru. Pada
bagian inferior, ditemukan adanya compact comet-tail artifact, yang
merupakan suatu batas tajam yang ditemukan antara bagian paru
superior yang secara relatif teraerasi dengan B-line yang menyatu pada
15
daerah basal paru. Sensitivitas pemeriksaan ini adalah 45.6% – 76.7%
dan spesifisitas 94.8% - 100%.3,21
16
antibiotik disarankan antibiotik spektrum luas, dilanjutkan hingga hasil
kultur negatif selama 48 jam kehidupan.23
b. Aspiration Syndrome
Bayi dengan sindroma aspirasi dapat segera menunjukkan gejala atau dalam
waktu beberapa jam setelah lahir. Gejala yang ditunjukkan umumnya lebih
berat dibandingkan TTN. Pada pemeriksaan X-Ray menyerupai TTN, tetapi
pada aspirasi terdapat infiltrat perihiler. Pada pemeriksaan analisis gas
darah menunjukkan hipoksemi berat, hiperkapnu, dan asidosis.2,21.
c. Congenital Malformation
Pada malformasi kongenital seperti hernia diafragma, cystic adenomatoid
malformation, dapat menunjukkan gejala gagal napas. Untuk membedakan
dengan TTN dapat dilakukan pemeriksaan radiologi.2,23
e. Edema Paru
Pada anak dengan defek septum ventrikel (DSV), terjadi peningkatan aliran
darah ke paru. Semakin besar DSV, semakin meningkat aliran darah ke paru
maka risiko infeksi saluran pernafasan akut dan gagal jantung meningkat
17
dan menganggu fungsi paru. Edema pulmonal diakibatkan oleh gangguan
gaya Starling (tekanan hidrostatik dan onkotik) yang mengatur aliran air
antara kapiler dan alveoli. Peningkatan gaya hidrostatik di dalam kapiler
paru akan meningkatkan tekanan pendorong keluarnya cairan dari kapiler,
menyebabkan alveoli tidak stabil dan membuat paru menjadi kaku
(penurunan komplians paru) sehingga akan meningkatkan usaha pernapasan
guna mempertahankan ventilasi yang adekuat.2,22
f. Air leaks
Merupakan sindroma kebocoran udara akibat dari distensi alveoli yang
berlebihan hingga terjadi ruptur. Dapat ditegakkan dari hasil x-ray thoraks,
seperti pada kasus pneumothoraks dan pneumomediastinum. Penyebab
paling sering dari sindrom kebocoran udara pada neonatus adalah ventilasi
mekanik yang tidak memadai pada paru yang belum matur. Untuk
mencegah sindrom kebocoran udara, ventilasi harus dilakukan dengan hati-
hati menggunakan tekanan rendah, volume tidal rendah, waktu inspirasi
rendah, dan laju tinggi.2,22
2.9 Tatalaksana
1. Pencegahan23
a. Pada perencanaan seksio caesaria dianjurkan pada usia kandungan di
atas 39 minggu dimana sekresi cairan berkurang dan terdapat
peningkatan katekolamin sehingga mengurangi insiden TTN. Namun,
apabila tidak terdapat indikasi untu seksio caesaria, perencanaan lahir
per vaginam lebih dianjurkan karena kompresi mekanik dada bayi saat
melewati jalan lahir juga akan mengurangi risiko TTN.
b. Mencegah skor Apgar yang rendah
Skor Apgar yang rendah dalam waktu <1 menit merupakan risiko tinggi
untuk terjadinya masalah pernapasan. Pencegahan skor Apgar yang
rendah dapat dilakukan dengan meningkatkan pemantauan obstetrik.
18
2. Terapi Suportif 2,7,23
a. Oksigenasi
Pemberian oksigen untuk menjaga agar saturasi arteri dalam rentang
normal. Oksigenasi dimulai dengan pemberian melalui nasal cannule.
Bila ada peningkatan usaha untuk bernapas dan kebutuhan oksigen
>30% maka nasal continous positive airway pressure merupakan
alternatif terapi yang efektif. CPAP memberikan tekanan positif pada
jalan napas, membantu mencegah masuk kembalinya cairan dan me-
maintain kapasitas fungsional residu. Kriteria intubasi apabila
kebutuhan oksigen >40% dalam CPAP 8cm H2O.
b. Antibiotik
Pada kebanyakan kasus, dalam 48 jam pertama diberikan antibiotik
broad-spectrum (ampicillin dan gentamicin ) hingga kriteria pneumonia
dan sepsis dapat disingkirkan. Namun, hal ini masih menjadi
kontroversi.
c. Feeding
Adanya resiko aspirasi maka nutrisi melalui oral tidak dianjurkan
apabila RR > 60 x/menit. Apablia bayi dengan RR 60 – 80 kali/menit,
maka nutrisi dianjurkan melalui nasogastrictube. Kemudian, apabila
RR > 80 kali/menit indikasi untuk parenteral nutrisi.
d. Cairan dan Elektrolit
Cairan dan elektrolit harus selalu dimonitor. terapi cairan pada TTN
masih menjadi kontroversi. Pada suatu penelitian, terapi restriktif cairan
pada kasus TTN berat menunjukkan prognosis yang lebih baik. Namun,
kebenarannya masih belum bisa terbukti karena kelompok kontrol pada
penelitian ini mendapatkan terapi cairan yang sedikit melebihi
kebutuhan dasarnya.
e. Penggunaan diuretik tidak direkomendasikan
Beberapa klinisi memberikan terapi diuretik pada bayi TTN dengan
pertimbangan bahwa pemberian diuretik akan meningkatkan
19
penyerapan cairan paru-paru dan meningkatkan produksi urin. Selain
itu, furosemid juga dapat menyebabkan terjadinya vasodilatasi paru
sehingga dapat meningkatkan perfusi. Namun, pada beberapa penelitian
yang telah dilakukan ternyata pemberian diuretik pada TTN tidak
menunjukkan perbedaan yang signifikan bila dibandingkan dengan bayi
TTN yang tidak diberikan diuretik.
f. Beta 2 -Agonist salbutamol.
Adanya stimulasi beta adrenergic receptor dengan salbutamol akan
meningkatkan aktifitas channel Na. Pada suatu studi randomized trial
yang membandingkan pemberian aerosol dengan salin pada TTN
menunjukkan perbaikan yang signifikan pada bayi yang diberikan
dengan aerosol salbutamol, serta tidak ditemukan adanya komplikasi.
Hal ini dapat memberikan banyak keuntungan salah satunya adalah
mengurangi biaya pengobatan yang dikeluarkan.
3.0 Prognosis
Kebanyakan kasus TTN dapat sembuh sendiri dalam waktu 2-5
hari.2,24 Namun, beberapa penelitian mengatakan bayi dengan TTN
memiliki risiko lebih tinggi untuk terkena bronkiolitis, bronkitis kronik, dan
asma. Hal ini berhubungan karena bayi yang lahir dengan riwayat keluarga
asma (terutama ibu) memiliki risiko lebih tinggi untuk menjadi TTN.
Kemudian, meskipun jarang terjadi, pada beberapa kasus dapat terjadi
komplikasi. Apabila ditemukan adanya kompilkasi, maka dianjurkan untuk
melakukan evaluasi kembali untuk mencari kemungkinan penyebab lain.
Beberapa komplikasi yang mungkin terjadi antara lain, prolonged
tachypnea, pneumotoraks, pneumomediastium, serta pada beberapa kasus
dapat menjadi hipertensi pulmonal. Hal ini terjadi karena adanya
peningkatan resistensi vaskuler pulmonal berhubungan karena
menumpuknya cairan paru. 23
20
BAB 3
KESIMPULAN
21
DAFTAR PUSTAKA
22
11. Wilmott R, Bush A, Deterding R, Ratjen F. Lung disease associated
with disruption of pulmonary surfactant homeostasis. In: Lawrence
M, Nogee MD, Bruce C, Trapnell MD, editors. Kendig’s Disorders
of the respiratory tract in children. 9th ed. Philadelphia:
Elsevier;2019: 836-49.
12. Hillman NH, Kallapur SG, Jobe AH. Physiology of transition from
intrauterine to extrauterine life. Clin perinatol. 2012;39:763-789.
13. Ghidini A, Poggi SH, Spong CY, Goodwin KM, Vink J, Pezzullo
JC. Role of lamellar body count for the prediction of neonatal
respiratory distress syndrome in non-diabetic pregnant women.
Archives of Gynecology and Obstetrics. 2015;271:325–8
14. Kasap B, Duman N, Ozer E, Tatli M, Kumral A, Ozkan H. Transient
tachypnea of the newborn: Predictive factor for prolonged
tachypnea. Pediatrics International. 2013;53:81-4.
15. Farargy MSE, Soliman NA. Early predictors of transient tachypnea
of the newborn. J Mol Biomark Diagn. 2017;8:1-4.
16. Hagen E, Chu A, Lew C. Transient tachypnea of the newborn.
Neoreviews. 2017;18:141-8.
17. Bekdas M, Goksugur SB, Kucukbayrak B. The causes of prolonged
transient tachypnea of the newborn: A cross-sectional study in a
Turkish maternity hospital. SEEHSJ. 2013; 3:152-8.
18. Karagol BS, Zenciroglu A, Ipek MS, Kundak AA, Okumus N.
Impact of land-based neonatal transport on outcomes in transient
tachypnea of the newborn. Am J Perinatol. 2012;28:331–6.
19. Trotter C. Respiratory disorders presenting in the newborn period.
Neonatal Radiology Basic. 2011;27:1-17.
20. Liu J, Wang Y, Fu W, Yang CS, Huang JJ. Diagnosis of neonatal
transient tachypnea and its differentiation from respiratory distress
syndrome using lung ultrasound. Lippincott Williams. 2014; 93: 1-
4.
23
21. Rohsiswatmo R, Kautsar A. Peran bilas surfaktan pada neonatus
aterm dengan sindrom aspirasi mekonium. Sari pediatri.
2018;19:356-63.
22. Edwards MO, Sarah J, Sailesh K. Respiratory distress of the term
newborn infant. Paediatric respiratory review. 2013;14:29-37.
23. Raimondi F, Migliaro F, Sodano A. Can neonatal lung ultrasound
monitor fluid clearance and predict the need of respiratory support.
Crit Care. 2012;16:220-30.
24. St Clair, Norwitz ER, Woensdregt K. The probability of neonatal
respiratory distress syndrome as a function of gestational age and
lecithin/sphingomyelin ratio. American Journal of Perinatology
2015;25:473–80.
24