Anda di halaman 1dari 12

ANALISA KASUS

Pasien datang dengan keluhan kelemahan pada sisi kanan mendadak saat bangun tidur
disertai bicara pelo. Berdasarkan VITAMIN D, kemungkinan etiologi Tn. B adalah vaskular
yang dapat disebabkan oleh hemoragik maupun iskemik, menyebabkan suplai darah ke otak
berkurang. Pada kasus hemoragik, seringkali pasien datang dengan tanda peningkatan tekanan
intrakranial seperti nyeri kepala hebat, muntah proyektil, pupil anisokor dan penurunan
kesadaran. Pasien dengan stroke hemoragik juga biasanya datang dengan tekanan darah yang
tinggi. Namun, pada pasien Tn. B tidak ditemukan tanda-tanda peningkatan tekanan
intrakranial tersebut. Oleh karena itu, dari tanda dan gejala klinis pasien, cenderung ke arah
stroke iskemik. Kemudian, total siriraj score Tn. B adalah -3, dimana interpretasi berupa stroke
iskemik. Akan tetapi, CT Scan kepala non contrast tetap harus dilakukan untuk menyingkirkan
kemungkinan stroke hemoragik.1

Vaskularisasi otak terbagi menjadi dua bagian besar yakni anterior dan posterior.
Perdarahan anterior diperdarahi oleh arteri karotis interna yang nanti akan melewati sinus
transversus berubah menjadi arteri serebri media. Arteri cerebri media membentuk banyak
cabang memperdarahi lobus frontal, parietal, dan temporal yang luas. kemudian arteri cerebri
media bercabang menjadi arteri cerebri anterior yang secara paralel berjalan ke arah media dan
rostral, memperdarahi perifer otak. Sementara pada posterior, arteri vertebralis akan menembus
setinggi foramen magnum kemudian akan melingkar bersatu dengan kontra lateralnya
membentuk Basillar artery. Yang nantinya akan bercabang lagi menjadi PICA (Posterior
inferior cerebeli) dan posterior communicating arteri, menghubungkan vaskularisasi arteri
cerebri media. 1
Gambar 1. Circle of willis

Cabang utama MCA adalah arteri orbitofrontal (I), prerolandik (II), rolandik (III), parietal
anterior (IV) dan parietal posterior (V), girus angular (VI), temporooksipital, temporal
posterior (VII), dan temporal anterior (VIII). MCA memberikan supply kepada korteks sensoris
dan motoris, termasuk Broca dan Wernicke, korteks auditori dan korteks gustatori primer.2

ACA berasal dari bifurkasio arteri karotis dan berjalan ke arah medial dan rostral. ACA
adalah yang paling sering terbentuk aneurisme. Cabang ACA memperdarahi regio paraseptal,
bagian rostral basal ganglia dan diensefalon, bagian anterior kapsula interna, korpus kalosum,
serebral hemisfer bagian medial dan regio parasagital. ACA memperdarahi korteks sensoris
primer, motor dan girus kingulate.2

PICA memberikan perdarahan ke porsi basal hemisfer serebelar, bagian bawah vermis,
bagian dari nukleus serebelar, pleksus koroideus ventrikel 4 dan dorsolateral medulla. AICA
memberikan perdarahan ke bagian flokulus, anterior hemisfer serebelar, dan arteri labirintin
pada telinga dalam. Arteri Serebral Posterior (Posterior Cerebral Artery - PCA) PCA
memberikan cabang pembuluh darah ke otak tengah dan talamus. Cabangnya adalah:2

a. Arteri Thalamoperforating Anterior dan Posterior


Arteri thalamoperforating anterior berfungsi untuk memperdarahi talamus bagian
rostral. Arteri thalamoperforating posterior memberikan perdarahan pada bagian
medial talamus dan pulvinar.
b. Arteri Thalamogeniculate
Memberikan perdarahan ke bagian talamus lateral.
c. Arteri Koroidal Medial dan Lateral Posterior
Memberikan badan genikulat, nukleus talamik medial dan posteromedial, pulvinar dan
pleksus koroideus ventrikel lateral.
d. Cabang Kortikal Arteri Serebral Posterior
Memberikan perdarahan korteks visual sulkus kalkarin.

Gambar 2. Daerah perdarahan otak

Pada Tn. B, terdapat kelemahan pada anggota gerak sisi kanan dan parese CN
VII dan XII central dextra. Berdasarkan vaskularisasinya, maka topis Tn. B
kemungkinan berada pada pons atau mid brain, yang mendapatkan vaskularisasi dari
cabang arteri basilar. Hal ini dibuktikan dari hasil MRI head non contrast Tn. B yang
menunjukkan terdapat infark akut di pons kiri .
Pons merupakan bagian batang otak mempunyai permukaan anterior yang
convex dengan serat prominen yang berjalan secara tranversal. Seratserat-serat ini akan
menyatu membentuk bundles, atau middle cerebella penducles. Permukaan anterior
dari pons terbagi oleh lekukan memanjang tipis yang dinamakan sulcus basilaris,
dimana arteri basilaris akan berjalan diatasnya.3
Gambar 3. Pons

Sindroma pons :4-7


1. Medial inferior pontine syndrome (Foville Syndrome)
Lesi unilateral pada dorsal pontine tegmentum di sepertiga caudal dari pons.
(oklusi dari cabang paramedian arteri basilar)

Gambar 4. Medial inferior pontine syndrome


Tabel 1. Sign and Symptoms

Contralateral Ipsilateral
Paralysis of face, arm, and leg: Corticobulbar Paralysis of conjugate gaze to side of lesion
and corticospinal tract in lower pons (preservation of convergence): Center for
conjugate lateral gaze(PPRF)
Impaired tactile and proprioceptive sense Nystagmus: Vestibular nucleus
over onehalf of the body: Medial lemniscus
Ataxia of limbs and gait: Likely middle
cerebellar peduncle
Diplopia on lateral gaze: Abducens nerve

2. Lateral Inferior Pontine Syndrome


Oklusi pada anterior inferior cerebellar artery

Gambar 5. Lateral inferior pontine syndrome

Tabel 2. Sign and Symptoms


Contralateral Ipsilateral
Impaired pain and thermal sense on Ataxia of limbs: Middle cerebellar
limbs and trunk: Spinothalamic tract peduncle
Paralysis of muscles of mastication:
Motor fibers or nucleus of fifth nerve
Impaired sensation over side of face:
Sensory fibers or nucleus of fifth
nerve

3. Medial Superior Pontine Syndrome


Oklusi pada paramedian branches of upper basilar artery

Gambar 6. Medial superior pontine syndrome

Tabel 3. Sign and Symptoms


Contralateral Ipsilateral
Paralysis of face, arm, and leg: Cerebellar ataxia (probably): Superior
Corticobulbar and corticospinal tract and/or middle cerebellar peduncle
Rarely touch, vibration, and position Internuclear ophthalmoplegia: Medial
are affected (arm>leg): Medial longitudinal fasciculus
lemniscus
Myoclonic syndrome, of palate,
pharynx, vocal cords, respiratory
apparatus, face, oculomotor
apparatus, etc.: — central tegmental
bundle.
4. Medial midpontine syndrome
Oklusi pada paramedian branch of midbasilar artery

Gambar 7. Medial midpontine syndrome

Tabel 4. Sign and symptoms


Contralateral Ipsilateral
Paralysis of face, arm, and leg: • Ataxia of limbs and gait (more
Corticobulbar and corticospinal tract prominent in bilateral involvement):
Pontine nuclei
Variable impaired touch and
proprioception when lesion extends
posteriorly: Medial lemniscus
5. Lateral midpontine syndrome
Oklusi pada short circumferential artery

Gambar 8. Lateral midpontine syndrome

Tabel 5. Sign and symptoms


Contralateral Ipsilateral
Impaired pain and thermal sense on Ataxia of limbs: Middle cerebellar
limbs and trunk: Spinothalamic tract peduncle
Paralysis of muscles of mastication:
Motor fibers or nucleus of fifth nerve
Impaired sensation over side of face:
Sensory fibers or nucleus of fifth
nerve
6. Lateral Superior Midpontine Syndrome
Oklusi pada superior cerebellar artery

Gambar 9. Lateral superior midpontine syndromes

Tabel 6. Sign and symptoms


Contralateral Ipsilateral
Impaired pain and thermal sense on Ataxia of limbs and gait, falling to side
face, limbs, and trunk: Spinothalamic of lesion: Middle and superior
tract cerebellar peduncles, superior surface
of cerebellum, dentate nucleus
Impaired touch, vibration, and • Dizziness, nausea, vomiting;
position sense, more in leg than arm : horizontal nystagmus: Vestibular
Medial lemniscus (lateral portion) nucleus
Paresis of conjugate gaze (ipsilateral):
Pontine contralateral gaze
Miosis, ptosis, decreased sweating
over face (Horner's syndrome):
Descending sympathetic fibers

Berdasarkan klinis Tn. B dimana didapatkan paralisis pada wajah dan ekstremitas
kontralateral, maka kemungkinan pada kasus Tn. B adalah medial minpontine syndrome.
1. Penatalaksanaan General Stroke Non - Hemoragik 3-7
a. Stabilisasi jalan nafas dan pernapasan
 Pemantauan status neurologis, nadi, tekanan darah, suhu dan saturasi
oksigen dalam 72 jam pertama.
 Pemberian oksigen dan pemasangan ETT.
b. Stabilisasi hemodinamik (sirkulasi)
 Pemberian cairan kristaloid dan koloid IV, pemasangan kateter vena sentral,
pemberian vasopressor, norepinefrin, target tekanan darah adalah 140
mmHg.
c. Pengendalian peningkatan tekanan intrakranial (TIK)
 Pada orang dengan stroke, risiko edema serebri menjadi sangat tinggi. TIK
perlu dimonitor pada pasien dengan GCS 70 mmHg. Tatalaksananya
berupa:
o Posisi kepala 20 - 30 °
o Menghindari pemberian cairan glukosa atau cairan hipotonik.
o Menghindari hipertermia dan menjaga normovolemia.
o Pemberian osmoterapi berupa Mannitol 0.25 – 0.50 gr/kgBB, selama
>20menit, diulangi setiap 4 – 6 jam dengan target osmolaritas <310
mOsm/L.
o Normoventilasi (pCO2 35 – 40 mmHg).
 Pengendalian kejang
Diazepam IV bolus lambat 5 – 20 mg diikuti dengan Fenitoin dosis bolus
15 – 20 mg/kg.
d. Pengendalian suhu tubuh
e. Tatalaksana cairan untuk mencegah hipovolemi dan hipotonik
 Pemberian cairan isotonis seperti NaCl 0.9%, ringer laktat dan ringer asetat.
Pemberian glukosa hanya saat terjadinya hipoglikemia.
f. Nutrisi
Oral diberikan hanya bila pasien memiliki fungsi menelan yang baik.
g. Pencegahan dan mengatasi komplikasi

2. Penatalaksanaan Spesifik Stroke Non – Hemoragik


a. Trombolitik intravena
Menggunakan recombinant tissue plasminogen activator (rTPA) alteplase 0,6 –
0,9 mg/kgBB, diberikan 3 – 4.5 jam onset stroke iskemik
b. Terapi neurointervensi/endovaskular
Dapat dilakukan kateterisasi untuk melepas trombus dengan cara melisiskan
(trombolisis intraarterial) atau dengan menarik trombus dengan alat khusus
(trombolisis mekanik). Syaratnya adalah:
 Memenuhi kriteria pemberian trombolisis IV, dan sebelum dilakukan
trombolitik dilakukan trombolisis terlebih dahulu.
 Usia di atas 18 tahun.
 Terapi trombolisis intravena 4.5 jam setelah onset.
 Oklusi arteri karotis interna atau arteri serebri media proksimal
 Skor NIHSS >6.
 Onset < 6 jam
c. Pemberian antiagregasi trombosit
 Pemberian aspirin dosis 325 mg dalam 12 jam onset stroke. Aspirin
diberikan sebagai pencegahan sekunder.
 Klopidogrel 75 mg diberikan untuk pencegahan kejadian stroke
iskemik, infark jantung, dan kematian akibat vaskuler.

Penting untuk mengontrol faktor risiko stroke guna mencegah stroke berulang. Pada
Tn. B, faktor risiko yang dimiliki adalah Diabetes Melitus. Oleh karena itu, faktor risiko harus
dikontrol dengan cara perubahan gaya hidup seperti berolahraga dengan durasi +/- 30 menit
per hari, asupan nutrisi yang sesuai dan mengontrol kadar gula darah dengan obat-obatan.

Prognosis pada Tn. B adalah bonam pada ad vitam, dubia ad bonam pada ad functionam
dikarenakan terdapat hemiparesis dan parese cranial nerve VII dan XII yang dapat mengganggu
kegiatan sehari-hari Tn. B. Kemudian, dubia ad bonam pada ad sanationam karena
kemungkinan untuk terjadinya stroke berulang masih mungkin terjadi terutama apabila faktor
risiko Tn. B tidak dikontrol.
DAFTAR PUSTAKA

1. Baehr M, Frostcher M. Diagnosis Topik Neurologi DUUS edisi 5. 5th edition. 2014. 395 p.
2. Sacco, Ralph L.; Kasner, Scott E.; Broderick, Joseph P. et al. An updated definition of stroke
for the 21st century. Stroke. 2013;44:2064-2089.
3. Parmar, Paresh. (2018). Stroke: Classification and diagnosis. Pharmaceutical Journal. 10.
10.1211/CP.2018.20204150.
4. Ropper A, Samuels M, Klein J. Adams and Victor's Principles of Neurology. 10th ed. McGraw -
Hill Education; 2014.
5. Baehr M, Frotscher M. Duus' Topical Diagnosis in Neurology. 4th ed. New York: Thieme; 2005.
6. Aminoff M, Greenberg D, Simon R. Clinical Neurology. 9th ed. McGraw - Hill Education; 2015.
7. Amarenco P, Bogousslavsky J, Caplan L, Donnan G, Hennerici M. Classification of Stroke
Subtypes. Cerebrovascular Diseases. 2009;27(5):493-501

Anda mungkin juga menyukai