OLEH:
Siti Nur Janna, S.Ked
K1A1 13 132
PEMBIMBING
dr. Iwan Derma Karya, Sp.P
KEPANITERAAN KLINIK
BAGIAN ILMU PENYAKIT PARU
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HALUOLEO
RSUB PROVINSI SULAWESI TENGGARA
2017
Terapi Oksigen pada Penyakit Paru
I. Pendahuluan
pasokan oksigen ke jaringan atau sel. Hal ini tentu saja tidak hanya bergantung
pada fungsi pernapasan yang memadai, tetapi juga harus didukung oleh fungsi
tidak cukup berdasarkan pada pemeriksaan klinis saja. Tak jarang pasien yang
awalnya membaik dengan terapi oksigen, bisa terjadi gagal napas akut yang dapat
(O2) dan mengeluarkan karbondioksida (CO2) dari dalam tubuh. Salah satu gejala
yang timbul jika terjadi gangguan pada paru adalah sesak napas. Pada sesak
napas, O2 dalam darah menjadi sangat rendah atau CO2 menjadi sangat tinggi.
Terdapat banyak penyakit pada paru yang dapat menyebabkan terjadinya sesak
PPOK), penyakit pada parenkimal (pneumonia), dan penyakit pada pleura (efusi
pleura dan fibrosis) (Sudoyo dkk., 2009). Untuk mengatasi masalah tersebut,
maka diperlukan terapi oksigen. Terapi oksigen adalah tindakan yang digunakan
untuk mengatasi hipoksia jaringan. Tindakan ini dilakukan untuk meningkatkan
pasokan oksigen dan mengurangi kerja napas. Pada dasarnya, terapi oksigen
kunjungan pasien dengan PPOK di instalasi gawat darurat mencapai angka 1,5
selama tahun 2000. Asthma merupakan salah satu penyakit kronis yang sering
terjadi pada sekitar 300 juta jiwa. Di Amerika kunjungan pasien asma di unit
jenis kelamin, perempuan dua kali lebih banyak dari pada pasien laki-laki.
Sesak napas adalah perasaan sulit bernapas dan merupakan gejala utama dari
mengeluh napasnya menjadi pendek atau merasa tercekik. Gejala objektif sesak
cuping hidung, tachypnea, dan hiperventilasi (Price dan Wilson, 2013). Skala
Secara umum, sesak napas dapat disebabkan oleh karena gangguan pada
ini teraktivasi oleh perubahan biokimia pada saat beraktivitas berat atau olahraga.
Tiga reseptor ini menerima sinyal dari berbagai macam perubahan tubuh, lalu
dinamakan sebagai proses feedback. Dari sensory cortex sinyal akan dibawa ke
antara 24% (1 L/menit) sampai 36% (4-5 L/menit). Konsentrasi oksigen sedang
hingga 100% hanya dapat dicapai dengan menggunakan stingkup muka reservoir.
Pada kegawatan napas trauma diberikan oksigen 6L/menit dengan sungkup muka.
Pada penderita kritis berikan 100% oksigen, meskipun secara umum terapi
keracunan oksigen, tetapi hal tersebut terjadi setelah 24-48 jam terapi oksigen
dengan fraksi inspirasi oksigen (FiO2)>60%. Oleh karena itu sedapat mungkin
setelah masa kritis, terapi oksigen diturunkan bertahap sampai FiO2<60% dengan
target untuk mendapatkan minimal saturasi oksigen (SaO2) 90%. Apabila tekanan
oksigen arteri (paO2) tetap rendah (>60 mmHg) meskipun telah diberikan oksigen
50% berarti terdapat shunt yang bermakna dari kolaps alveoli dan perlu
metabolisme dan sebagai bentuk hipoksemia, secara umum pada: kadar oksigen
arteri (PaO2) menurun , kerja pernafasan meningkat (laju nafas meningkat, nafas
dalam, bemafas dengan otot tambahan) dan adanya peningkatan kerja otot jantung
(miokard). Indikasi klinis lainnya, yakni: henti jantung paru, gagal nafas, gagal
jantung atau ami, syok, meningkatnya kebutuhan O2 (luka bakar, infeksi berat,
Metode dan peralatan minimal yang harus diperhatikan pada terapi O2:
a. Kateter Nasal
b. Kanula Nasal
kedalam jaringan mata pada aliran O2 tinggi dan nekrose, apabila sungkup
Efek samping: Terjadi aspirasi bila muntah dan nekrosis karena pemasangan
Efek samping: Penumpukan air pada aspirasi bila muntah serta nekrosis
terapi oksigen dan kondisi analisis gas darah pada waktu tersebut (PDPI,
2003).
PPOK stabil derajat berat dengan gagal napas kronik. Sedangkan di rumah
sakit oksigen diberikan pada PPOK eksaserbasi akut di unit gawat daruraat,
ruang rawat ataupun ICU. Pemberian oksigen untuk penderita PPOK yang
Term Oxygen Therapy = LTOT), emberian oksigen pada waktu aktiviti dan
jangka panjang yang diberikan di rumah pada keadaan stabil terutama bila
tidur atau sedang aktiviti, lama pemberian 15 jam setiap hari, pemberian
oksigen dengan nasal kanul 1 - 2 L/mnt. Terapi oksigen pada waktu tidur
analisis gas darah atau pulse oksimetri. Pemberian oksigen harus mencapai
Terapi Oksigen untuk mencapai PaO2 80-100 mmHg atau saturasi 95-
Terapi oksigen pada asma digunakan pada kondisi hipoksemia, hal ini
dapat dikoreksi dengan pemberian oksigen 1-3 L/menit dengan kanul nasal
asma akut. Oksigen diberikan dipusat kesehatan di Rumah Sakit jika pasien
Price, S.A dan Wilson, L.M. 2013. Patofisiologi Volume 2: Konsep Klinis Proses-
proses Penyakit. Jakarta: EGC
Setiati, S., Alwi, I., Sudoyo, A.W. dkk. 2015. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
Jilid II Edisi VI. Jakarta: Internal Publishing.
Sudoyo, A.W., Setiyohadi, B., Alwi, I. dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Jilid III Edisi V. Jakarta: Internal Publishing.