THALASSEMIA
Disusun Oleh :
Preseptor:
PADANG
2019
BAB I
PENDAHULUAN
Darah memegang peranan inti dalam kehidupan manusia. Darah beredar dalam
pembuluh darah membentuk suatu sistem sirkulasi, dengan jantung sebagai pompanya.
Darah mengalir membawa oksigen untuk metabolisme sel dan berbagai zat lain yang
dibutuhkan oleh tubuh. Gangguan pada darah atau sirkulasinya tentu membawa
dampak yang sangat serius bagi tubuh. Salah satu jenis gangguan hematologi yang
diturunkan secara genetik adalah talasemia.
Saat ini, penyakit thalasemia merupakan penyakit genetika yang cukup banyak
di Indonesia. Frekuensinya terus meningkat per tahun. Walupun begitu, masyarakat
tidak menaruh perhatian yang cukup besar terhadap penyakit yang sudah menjadi salah
satu penyakit genetika terbanyak ini. Hal ini disebabkan karena gejala awal dari
penyakit sangat umum. Padahal gejala akhir yang ditimbulkan akan sangat fatal jika
tidak ditangani secara akurat, cepat, dan tepat. Melihat kenyataan ini, maka sebaiknya
kita harus mewaspadai dengan cara mengetahui dengan benar informasi tentang
penyakit ini, sehingga penyakit ini dapat diidentifikasi dan penanganannya pun dapat
dilakukan secara dini dengan cara yang tepat.1
BAB II
TINJAUAN PUSTALA
Sebelum sel-sel darah secara spesifik terbentuk, sel pluripoten yang berada di
sumsum tulang tersebut membentuk dua jenis stem cell, yaitu myeloid stem cell dan
lymphoid stem cell. Setiap satu stem cell diperkirakan mampu memproduksi sekitar
106 sel darah matur setelah melalui 20 kali pembelahan sel. Myeloid stem cell memulai
perkembangannya di sumsum tulang dan kemudian membentuk eritrosit, platelet,
monosit, neutrofil, eosinofil dan basofil. Begitu juga dengan lymphoid stem cell. Sel-
sel ini memulai perkembangannya di sumsum tulang namun proses ini dilanjutkan dan
selesai di jaringan limfatik. Limfosit adalah turunan dari sel-sel tersebut.
Gambar 1. Hemopoiesis
Gambar 2. Hemopoiesis (2)
Hemoglobin terdiri dari ikatan heme-globin. Sintesis heme terutama terjadi di mitokondria.
Bermula dengan kondensasi glisin dan suksinil ko-A untuk kerja enzim kunci asam d-amino levulinat
/ALA (enzim yang mengatur kecepatan produlsi hemoglobin) dengan koenzimnya adalah Piridoksal
Fosfat (vitamin B12) yang dirangsang oleh eritropoetin. Yang kemudian membentuk profobilinogen.
Selanjutnya profobilinogen akan menjadi uroporfirinogen III (yang akan menjadi uroporfirin III) dan
uroporfirin I (yang akan menjadi uroporfirin I). Uroporfirinogen III akan mengalami konversi menjadi
ko proporfirinogen III (menjadi ko proporfirin III). Ko proporfirinogen III akan membentuk
protoporfirin IX yang kemudian menjadi pirol. Protoporfirin bergabung dengan besi dalam bentuk
ferro (Fe2+) untuk membentuk heme. Masing-masing molekul heme akan bergabung dengan 1 rantai
globin yang dibuat pada ribosom, membentuk suatu subunit Hemoglobin yang disebut rantai Hb.
Empat dari rantai Hb tersebut selanjutnya akan berikatan satu sama lain secara longgar untuk
membentuk molekul Hemoglobin yang lebih lengkap.3
Darah terdiri dari berbagai komponen yang penting, antara lain sel darah merah
(eritosit), sel darah putih (leukosit), keping darah (trombosit) serta plasma. Fungsi
leukosit adalah untuk melindungi tubuh terhadap infeksi. Fungsi dari trombosit adalah
untuk mekanisme pembekuan darah sedangkan eritrosit membawa satu protein yaitu
hemoglobin yang berfungsi dalam mengikat O2 di paru, membawanya ke peredaran
darah dan melepaskannya ke sel dan jaringan tubuh.
Hemoglobin (Hb) tersusun atas heme yang merupakan cincin porfirin dalam
ikatan dengan Fe dan globulin yang merupakan protein pendukung. Satu molekul
hemoglobin mengandung 4 sub-unit. Masing-masing sub-unit tersusun atas satu
molekul globin dan satu molekul heme.
Globulin terdiri atas 2 pasang rantai polipeptida, yaitu sepasang rantai α dan
sepasang rantai non alpha (β,γ,δ). Kombinasi rantai polipeptida tersebut akan
menentukan jenis hemoglobin. Hb A1(2α2β) merupakan lebih dari 96 % Hb total, Hb
F (2α2γ) kurang dari 2% dan Hb A2 (2α2δ) kurang dari 3%.
Rantai polipeptida α tersusun atas 141 asam amino, sedangkan rantai non α
tersusun atas 146 asam amino. Sintesis rantai α disandi oleh gen α1 dan gen α2 di
kromosom 16, sedangkan gen yang mensintesis rantai β, rantai γ dan rantai δ terletak
di kromosom 11.
Pada orang normal sintesis rantai α sama dengan rantai non alpha.
Sejak masa embrio, janin, anak hingga dewasa, sel darah merah memiliki 6
hemoglobin, antara lain :
Hemoglobin embrional :
Selama masa gestasi 2 minggu pertama, eritoblas primitif dalam yolc sack
membentuk rantai globin epsilon (ε) dan zeta (Z) yang membentuk Hb primitif yaitu
Hb Gower1 (Z2ε2). Selanjutnya mulailah sintesis rantai α menggantikan rantai Z dan
rantai γ menggantikan rantai ε sehingga membentuk Hb Gower2, Hb Portland. Pada
masa gestasi 4-8 minggu yang ditemukan adalah Hb Gower 1 dan Hb Gower 2 dan
menghilang pada masa gestasi 3 bulan.
Hemoglobin Fetal
Migrasi sel pruripoten stem sel dari yolc sack ke hati diikuti sintesi Hb fetal yang
merupakan awal sintesis rantai Hb β. Setelah masa gestasi 8 minggu, muncul Hb-F
yang paling dominan dan setelah janin berusia 6 bulan merupakan 90% Hb terdiri dari
Hb-F dan kemudian menurun menjelang kelahiran, setelah bayi lahir dan setelah usia
6-12 bulan, HbF tetap ada tapi hanya ditemukan sedikit.
Hemoglobin Dewasa
Pada masa embrio, telah dideteksi HbA karena telah terjadi proses perubahan
sintesis rantai γ menjadi rantai β dan selanjutnya globin β meningkat dan pada masa
gestasi 6 bulan ditemukan HbA 5-10% dan waktu lahir 30%. Menginjak usia 6-12
bulan Hb sudah memperlihatkan gambaran Hb dewasa yaitu HbA1 dan HbA2 dan
sedikit HbF
Lokus α β γ δ
Polipetida
yang terbentuk α β γ δ
Hb yang
Thalasemia diwariskan oleh orang tua yang carrier kepada anaknya. Apabila
salah satu dari orang tua memiliki gen pembawa sifat Thalasemia maka kemungkinan
anaknya 50% sehat dan 50% carrier Thalasemia. Apabila kedua orang tua memiliki
gen pembawa sifat Thalasemia maka kemungkinan anaknya 25% sehat, 25% Secara
molekuler, Thalasemia dibagi dalam dua kelompok besar, yaitu Thalasemia alfa dan
Thalasemia beta sesuai dengan kelainan berkurangnya produksi menderita Thalasemia
mayor dan 50% carrier Thalasemia.3
2.4 Epidemiologi
WHO (2006) meneliti kira-kira 5% penduduk dunia adalah carrier dari 300-400
ribu bayi thalassemia yang baru lahir pertahunnya. Frekuensi gen thalassemia di
Indonesia berkisar 3-10%. Berdasarkan angka ini, diperkirakan lebih 2000 penderita
baru dilahirkan setiap tahunnya di Indonesia. Salah satu RS di Jakarta, sampai dengan
akhir tahun 2003 terdapat 1060 pasien thalassemia mayor yang berobat jalan di Pusat
Thalassemia Departemen Anak FKUI-RSCM yang terdiri dari 52,5 % pasien
thalassemia β homozigot, 46,2 % pasien thalassemia HbE, serta thalassemia α 1,3%.
Sekitar 70-80 pasien baru, datang tiap tahunnya. Fakta ini mendukung thalasemia
sebagai salah satu penyakit turunan yang terbanyak dan menyerang hampir semua
golongan etnik dan terdapat di seluruh negara di dunia termasuk Indonesia.3
2.5 Etiologi
Penyakit thalasemia diturunkan melalui gen yang disebut sebagai gen globin
beta. Gen globin beta ini yang mengatur pembentukan salah satu komponen pembentuk
hemoglobin. Gen globin beta hanya sebelah yang mengalami kelainan maka disebut
pembawa sifat thalassemia-beta. Seorang pembawa sifat thalassemia tampak normal
atau sehat, sebab masih mempunyai 1 belah gen dalam keadaan normal dan dapat
berfungsi dengan baik dan jarang memerlukan pengobatan. Kelainan gen globin yang
terjadi pada kedua kromosom, dinamakan penderita thalassemia mayor yang berasal
dari kedua orang tua yang masing-masing membawa sifat thalassemia. Proses
pembuahan, anak hanya mendapat sebelah gen globin beta dari ibunya dan sebelah lagi
dari ayahnya. Satu dari orang tua menderita thalasemia trait/bawaan maka
kemungkinan 50% sehat dan 50% thalasemia trait. Kedua orang tua thalasemia trait
maka kemungkinan 25% anak sehat, 25% anak thalasemia mayor dan 50% anak
thalasemia trait.4
Gambar 5. Skema Penurunan Gen Pada Thalasemia
2.6 Patofisiologi
Ketidakseimbangan dalam rantai protein globin alfa dan beta disebabkan oleh
sebuah gen cacat yang diturunkan. Untuk menderita penyakit ini, seseorang harus
memiliki 2 gen dari kedua orang tuanya. Jika hanya 1 gen yang diturunkan, maka orang
tersebut hanya menjadi pembawa/carier.
Thalasemia beta
Karena adanya defisiensi yang berat pada rantai β, sintesis Hb A total menurun
dengan sangat jelas atau bahkan tidak ada, sehingga pasien dengan thalasemia β
homozigot mengalami anemia berat. Sebagai respon kompensasi, maka sintesis rantai
γ menjadi teraktifasi sehingga hemoglobin pasien mengandung proporsi Hb F yang
meningkat. Namun sintesis rantai γ ini tidak efektif dan secara kuantitas tidak
mencukupi.
Sel darah merah yang sudah rusak tersebut akan dihancurkan oleh limpa, hepar,
dan sumsum tulang, menggambarkan komponen hemolitik dari penyakit ini. Sel darah
merah yang mengandung jumlah Hb F yang lebih tinggi mempunyai umur yang lebih
panjang.
Anemia yang berat terjadi akibat adanya penurunan oksigen carrying capacity
dari setiap eritrosit dan tendensi dari sel darah merah matur (yang jumlahnya sedikit)
mengalami hemolisa secara prematur.
Jika seseorang memiliki 1 gen beta globin normal, dan satu lagi gen yang sudah
termutasi, maka orang itu disebut carier/trait.
Gambar diatas menunjukkan bahwa kedua orangtua merupakan carier/trait.
Maka anaknya 25% normal, 50% carier/trait, 25% mewarisi 2 gen yang termutasi
(thalasemia mayor).
Thalasemia alpha
Rantai globin yang berlebihan pada thalasemia α adalah rantai γ dan yang
kurang atau hilang sintesisnya dalah rantai α. Rantai γ bersifat larut sehingga mampu
membentuk hemotetramer yang meskipun relatif tidak stabil, mampu bertahan dan
memproduksi molekul Hb yang lain seperti Hb Bart (γ4) dan Hb H (β4). Perbedaan
dasar inilah yang mempengaruhi lebih ringannya manisfestasi klinis dan tingkat
keparahan penyakitnya dibandingkan dengan thalasemia beta.
Thalasemia α
Merupakan tipe thalassemia subklinik yang paling umum, Pada tipe silent
carrier, salah satu gen α pada kromosom 16 menghilang, menyisakan hanya 3 dari 4
gen tersebut. Penderita sehat secara hematologis, hanya ditemukan adanya jumlah
eritrosit yang rendah dalam beberapa pemeriksaan.
Bentuk heterozigot karier thalasemia α+ (–α/αα). Memiliki gambaran darah
yang abnormal tetapi dengan elektroforesis normal. Saat lahir 50% kasus memiliki Hb
Bart’s 1-3% tapi tidak adanya Hb Bart’s tidak menyingkirkan diagnosa kasus ini.
Trait Thalassemia-α
Trait ini dikarakterisasi dengan anemia ringan dan jumlah sel darah merah yang
rendah. Kondisi ini disebabkan oleh hilangnya 2 gen α pada satu kromosom 16 atau
satu gen α pada masing-masing kromosom. Kelainan ini sering ditemukan di Asia
Tenggara, India dan Timur Tengah.
Pada bayi baru lahir yang terkena, sejumlah kecil Hb Barts (γ4) dapat
ditemukan pada elektroforesis Hb. Lewat umur satu bulan, Hb Barts tidak terlihat lagi,
dan kadar Hb A2 dan HbF secara khas normal.
Penyakit Hb H
Thalassemia-α Mayor
Bentuk thalassemia yang paling berat, disebabkan oleh delesi semua gen
globin-α, disertai dengan tidak ada sintesis rantai α sama sekali. Karena Hb F, Hb A,
dan Hb A2 semuanya mengandung rantai α, maka tidak satupun dari Hb ini terbentuk.
Hb Barts (γ4) mendominasi pada bayi yang menderita dan karena γ4 memiliki afinitas
oksigen yang tinggi, maka bayi itu mengalami hipoksia berat. Eritrositnya juga
mengandung sejumlah kecil Hb embrional normal (Hb Portland = ζ2γ2) yang berfungsi
sebagai pengangkut oksigen.
Kebanyakan dari bayi-bayi ini lahir mati, dan kebanyakan dari bayi yang lahir
hidup meninggal dalam waktu beberapa jam. Bayi ini sangat hidropik, dengan gagal
jantung kongestif dan edema anasarka berat. Yang dapat hidup dengan manajemen
neonatus agresif juga nantinya akan sangat bergantung dengan transfusi.
Thalassemia-β
Sama dengan thalassemia-α, dikenal beberapa bentuk klinis dari thalassemia-β;
antara lain :
Penderita tipe ini biasanya asimtomatik, hanya ditemukan nilai eritrosit yang
rendah. Mutasi yang terjadi sangat ringan, dan merepresentasikan suatu thalassemia-
β+. Bentuk silent carrier thalassemia-β tidak menimbulkan kelainan yang dapat
diidentifikasi pada individu heterozigot, tetapi gen untuk keadaan ini, jika diwariskan
bersama-sama dengan gen untuk thalassemia-β°, menghasilkan sindrom thalassemia
intermedia.
Trait Thalassemia-β
Bergejala sebagai anemia hemolitik kronis yang progresif selama 6 bulan kedua
kehidupan. Transfusi darah yang reguler diperlukan pada penderita ini untuk mencegah
kelemahan yang amat sangat dan gagal jantung yang disebabkan oleh anemia. Tanpa
transfusi, 80% penderita meninggal pada 5 tahun pertama kehidupan.
Pada kasus yang tidak diterapi atau pada penderita yang jarang menerima
transfusi pada waktu anemia berat, terjadi hipertrofi jaringan eritropoetik disumsum
tulang maupun di luar sumsum tulang. Tulang-tulang menjadi tipis dan fraktur
patologis mungkin terjadi. Ekspansi masif sumsum tulang di wajah dan tengkorak
menghasilkan bentuk wajah yang khas.
Anamnesis
- Facies Cooley
Terjadi keaktifan sumsum tulang yang luar biasa pada tulang muka dan tulang
tengkorak hingga nengakibatkan perubahan perkembangan tulang tersebut dan
umumnya terjadi pada anak usia lebih dari 2 tahun
- Perut membuncit
Pada anak yang besar tampak perut yang membuncit akibat pembesaran hati
dan limpa. Hati dan limpa membesar akibat dari hemopoisis ekstrameduler dan
hemosiderosis. Dan akibat dari penghancuran eritrosit yang berlebihan itu dapat
menyebabkan terjadinya peningkatan biliribin indirek, sehingga menimbulkan kuning
pada penderita thalassemia dan kadang ditemui trombositopenia.
- Mudah Infeksi
- Pertumbuhan terhambat/ pubertas terhambat
- Terlihat kuning
Pemeriksaan Fisik
- Anemia/pucat
- Ikterus
- Hepatosplenomegali
- Gangguan pertumbuhan
Pemeriksaan Penunjang
1. Darah
Darah rutin
Kadar hemoglobin menurun. Dapat ditemukan peningkatan jumlah lekosit,
ditemukan pula peningkatan dari sel PMN. Bila terjadi hipersplenisme akan terjadi
penurunan dari jumlah trombosit.
Hitung retikulosit
Hitung retikulosit meningkat antara 2-8 %.
LFT
Kadar unconjugated bilirubin akan meningkat sampai 2-4 mg%. bila angka
tersebut sudah terlampaui maka harus dipikir adanya kemungkinan hepatitis, obstruksi
batu empedu dan cholangitis. Serum SGOT dan SGPT akan meningkat dan
menandakan adanya kerusakan hepar. Akibat dari kerusakan ini akan berakibat juga
terjadi kelainan dalam faktor pembekuan darah.
2. Elektroforesis Hb
Pada sumsum tulang akan tampak suatu proses eritropoesis yang sangat aktif
sekali. Ratio rata-rata antara myeloid dan eritroid adalah 0,8. pada keadaan normal
biasanya nilai perbandingannya 10 : 3.
4. Pemeriksaan roentgen
Ada hubungan erat antara metabolisme tulang dan eritropoesis. Bila tidak
mendapat tranfusi dijumpai osteopeni, resorbsi tulang meningkat, mineralisasi
berkurang, dan dapat diperbaiki dengan pemberian tranfusi darah secara berkala.
Apabila tranfusi tidak optimal terjadi ekspansi rongga sumsum dan penipisan dari
korteknya. Trabekulasi memberi gambaran mozaik pada tulang. Tulang terngkorak
memberikan gambaran yang khas, disebut dengan “hair on end” yaitu menyerupai
rambut berdiri potongan pendek pada anak besar.6
2.9 Diagnosa Banding
Thalassemia sering kali didiagnosis salah sebagai anemia defisiensi Fe, hal ini
disebabkan oleh karena kemiripan gejala yang ditimbulkan, dan gambaran eritrosit
mikrositik hipokrom. Namun kedua penyakit ini dapat dibedakan, karena pada anemia
defisiensi Fe didapatkan :
2.10 Penatalaksanaan
Transfusi Darah
Transfusi darah bertujuan untuk mempertahankan nilai Hb tetap pada level 9 -
9.5 gr/dL sepanjang waktu. Pada pasien yang membutuhkan transfusi darah reguler,
maka dibutuhkan suatu studi lengkap untuk keperluan pretransfusi. Pemeriksaan
tersebut meliputi fenotip sel darah merah, vaksinasi hepatitis B (bila perlu), dan
pemeriksaan hepatitis. Darah yang akan ditransfusikan harus rendah leukosit, 10-15
mL/kg PRC dengan kecepatan 5 mL/kg/jam setiap 3-5 minggu biasanya merupakan
regimen yang adekuat untuk mempertahankan nilai Hb yang diinginkan.
Pertimbangkan pemberikan asetaminofen dan difenhidramin sebelum transfusi untuk
mencegah demam dan reaksi alergi.
Gambar 9. Splenektomi
Risiko yang terkait dengan splenektomi minimal, dan banyak prosedur sekarang
dilakukan dengan laparoskopi. Biasanya, prosedur ditunda bila memungkinkan sampai
anak berusia 4-5 tahun atau lebih. Pengobatan agresif dengan antibiotik harus selalu
diberikan untuk setiap keluhan demam sambil menunggu hasil kultur. Dosis rendah
Aspirin setiap hari juga bermanfaat jika platelet meningkat menjadi lebih dari 600.000
/ μL pasca splenektomi.
Diet
Pasien dianjurkan menjalani diet normal dengan suplemen sebagai berikut :
asam folat, asam askorbat dosis rendah dan alfa-tokoferol. Sebaiknya zat besi tidak
diberikan, dan makanan yang kaya akan zat besi juga dihindari. Kopi dan teh diketahui
dapat membantu mengurangi penyerapan zat besi di usus.
Mengurangi konsumsi bahan makanan sumber besi bentuk heme (berasal dari
hewan). Bentuk non heme berasal dari nabati. Sumber makanan yang
mengandung besi antara lain hati, daging, kuning telur, polong, biji-bijian utuh,
udang, tiram, dan sayuran berwarna hijau tua.
Mengonsumsi makanan yang dapat menurunkan absorbsi besi misalnya sereal,
teh hitam, kopi, produk susu.
Susu formula boleh dikonsumsi karena pada susu formula selain terdapat kadar
besi yang tinggi juga terdapat kadar kalsium yang tinggi. Bahan makanan lain
yang mengandung kalsium adalah ikan sardine, salmon, tiram, kerang, sayuran
berwarna hijau tua, kedelai
Susu sapi/kambing mempunyai kandungan besi yang lebih rendah dari pada
susu formula.
Vitamin D (50,000 IU tiap minggu sampai mencapai kadar normal) ini
diindikasikan bagi pasien yang memiliki 25-hydroxy vitamin D <20 ng/dL.
Lengkapi imunisasi
Periksa kadar feritin
o Diperiksa setelah transfusi darah sudah mencapai 3000-5000 ml atau
sudah menjalani 15-20x transfusi.
o Diagnosis kelebihan besi dalam tubuh didapat dengan melakukan
pemeriksaan kadar feritin serum, biopsi hati dan Magnetic Resonance
Imaging jantung.
o Apabila kadar feritin sudah mencapai > 1000 ng/ml maka dilakukan terapi
kelasi besi. Pada saat pemberian kelasi besi subkutan (deferioksamin) juga
diberi Vitamin C 2-3 mg/kg/hari.
o Terapi kombinasi deferiosamin dan deferiprone jika kadar feritin > 3000
ng/ml yang bertahan minimal selama 3 bulan, adanya gangguan
jantung/kardiomiopati akibat kelebihan besi, untuk jangka waktu tertentu
(6-12 bulan) bergantung pada kadar feritin dan fungsi jantung saat evaluasi.
Medikamentosa
o Asam folat 2 x 1 mg/hari per oral.
o Vitamin E 2x 100 IU untuk anak kurang dari 5 tahun, 2 x 200 IU untuk anak
lebih dari 5 tahun.
o Vitamin C 2-3 mg/kgbb/hari (maksimal 50 mg pada anak dibawah 10 tahun dan
100 mg pada anak diatas 10 tahun, tidak melebihi 200 mg/hari) dan hanya
diberikan saat pemakaian deferioksamin (DFO), tidak dipakai pada pasien
dengan gangguan fungsi jantung7
Skrining
Pencegahan
Karena karier thalasemia β bisa diketahui dengan mudah, skrining populasi dan
konseling tentang pasangan bisa dilakukan. Bila heterozigot menikah, 1 dari 4
anak mereka bisa menjadi homozigot atau gabungan heterozigot
Bila ibu heterozigot sudah diketahui sebelum lahir, pasangan bisa diperiksa dan
bila termasuk karier, pasangan tersebut ditawari diagnosis prenatal dan terminasi
kehamilan pada fetus dengan thalasemia β berat.5,7
LAPORAN KASUS
A. ANAMNESIS
IDENTITAS PASIEN
Nama : An. FLA
Umur : 13 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Alamat : Padang
MRS tanggal : 26 Maret 2019
No. Rekam Medik : 00.75.16.10
ANAMNESA (Alloanamnesis)
KELUHAN UTAMA
Pasien pucat sejak 3 hari SMRS
RIWAYAT IMUNISASI
Ibu pasien mengaku pasien telah diimunisasi BCG pada umur 1 bulan, DPT pada umur
2, 4, 6 bulan
Kesan : Imunisasi dasar tidak lengkap
B. PEMERIKSAAN FISIK
KESAN UMUM : Tampak sakit sedang, OS tampak pucat dan ikterik
KESADARAN : Composmetis
TANDA VITAL :
Suhu : 36,8 0C
HR : 88 x/menit
RR : 25 x/menit
TD : 108/82 mmHg
ANTROPOMETRI :
BB = 23 kg
TB = 124 cm
Status Gizi Menurut NCHS
BB/U = 49% (Gizi Buruk)
TB/U = 81% (Tinggi Kurang)
BB/TB = 88,4% (Gizi Kurang)
STATUS GENERALIS
Kepala : Normochepal
Mata : Konjungtiva anemis (+/+)
Sklera ikterus (+/+)
Reflex cahaya (+), pupil isokhor
Hidung : Sekret (-)
Mulut : Bibir pucat (+), Lidah kotor (-)
Telinga : Sekret (-), Darah (-)
Leher : Pembesaran KGB (-)
Paru :
I : Pergerakan dada simetris, Retraksi dinding dada (-)
P : Vokal Fremitus kanan=kiri
P : Sonor pada semua lapang paru
A :Vesikuler (+/+), wheezing (-/-), ronki (-/-)
Jantung : BJ I-II regular, gallop (-), murmur (-)
Abdomen :
I : Distensi (+)
A : BU (+)
P : Hepar teraba ¾ - ¾
Lien teraba di skufner IV
P : Timpani
Ekstremitas : Akral hangat (+/+), CRT < 2 detik, Edema (-/-)
Genitalia. : A1P1G1, phallus : 4cm, testis undesensus billateral
C. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium:
27 Maret 2019
Pemeriksaan Darah Rutin
HITUNG JENIS
Basofil 0 % 0 – 1,0
Eosinofil 0 % 0 – 4,0
N. Batang 3 % 0–5
N. Segmen 55 % 23 - 53
Limfosit 39 % 23 - 53
Monosit 3 % 2–4
HB 6,2 g/dL 12 – 15
Leukosit 2.151 mm3 4.500 – 13.500
Retikulosit 2,5 Juta 4,5 – 5,5
Thrombosit 40.000 mm3 150 – 450 x103
Hematokrit 20 % 40 – 48
Ferritin 3.500 ng/ml 12 - 300
D. DIAGNOSA KERJA
Thalasemia β Mayor
Hemosiderosis
Anemia mikrositik hipokrom
Gizi Buruk
Micropenis
Undesensus testis billateral
Short stature
E. ANJURAN PEMERIKSAAN
- Pemeriksaan Hapusan Darah Tepi
- Pemeriksaan Cadangan Besi
- Elektroforesis Hb
F. RENCANA TERAPI
- Diet ML TKTP
Kebutuhan Kalori/hari = 1500 kalori
Kebutuhan Protein/hari = 60 g/hari
- Transfusi Darah PRC
Kebutuhan = (Hb Normal – Hb Sekarang) x PRC
= (11,5 – 6,2) x 3 ml/KgBB
= 5,3 x 3 ml/KgBB
= 15,9 ml/KgBB
= 15,9 ml x 20
= 320 ml
Tetesan = (320 x 15)/(6 x 60)
= 14 tetes / menit
- Desferal 1 x 1500mg PO
- Exjade 1 x 750mg PO
- B. Comp 2 x 1 PO
- Asam Folat 1 mg/hari
- Vitamin E 2 x 200 IU
- Vitamin C 40 mg/hari
- Konsul ke bagian endokrinologi dan tumbuh – kembang untuk
pemeriksaan dan tatalaksana lebih lanjut untuk mikropenis, undensensus
testis billateral, dan short stature.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
6. Markum : Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak jilid 1. FKUI, Jakarta : 1991, hal
331
7. Paediatrica Indonesiana, The Indonesian Journal of pediatrics and Perinatal
Medicine, volume 46, No.5-6. Indonesian Pediatric Society, Jakarta: 2006, page
134-138