Anda di halaman 1dari 42

Bed Site Teaching

THALASSEMIA

Disusun Oleh :

ARISTYA RAHADIYAN BUDI 1840312410

Preseptor:

DR. dr. Eva Chundaryetti, Sp. A (K)

BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK

RSUP DR. M. DJAMIL

PADANG

2019
BAB I

PENDAHULUAN

Darah memegang peranan inti dalam kehidupan manusia. Darah beredar dalam
pembuluh darah membentuk suatu sistem sirkulasi, dengan jantung sebagai pompanya.
Darah mengalir membawa oksigen untuk metabolisme sel dan berbagai zat lain yang
dibutuhkan oleh tubuh. Gangguan pada darah atau sirkulasinya tentu membawa
dampak yang sangat serius bagi tubuh. Salah satu jenis gangguan hematologi yang
diturunkan secara genetik adalah talasemia.

Thalasemia adalah penyakit kelainan darah yaitu anemia hemolitik herediter


yang diturunkan secara autosomal resesif dengan disebabkan oleh defek genetik pada
pembentukan rantai globin. Penyakit ini baru muncul pada seseorang apabila ia
memiliki dua gen talasemia yang berasal dari kedua orang tuanya yaitu satu dari ayah
dan satu dari ibu.

Thalasemia tersebar diseluruh ras di mediterania, Timur tengah, India sampai


Asia tenggara dan presentasi klinisnya bervariasi dari asimptomatik sampai berat
hingga mengancam jiwa, tetapi tidak menutup kemungkinan penyakit ini dapat
ditemukan dimana saja diseluruh dunia.

Saat ini, penyakit thalasemia merupakan penyakit genetika yang cukup banyak
di Indonesia. Frekuensinya terus meningkat per tahun. Walupun begitu, masyarakat
tidak menaruh perhatian yang cukup besar terhadap penyakit yang sudah menjadi salah
satu penyakit genetika terbanyak ini. Hal ini disebabkan karena gejala awal dari
penyakit sangat umum. Padahal gejala akhir yang ditimbulkan akan sangat fatal jika
tidak ditangani secara akurat, cepat, dan tepat. Melihat kenyataan ini, maka sebaiknya
kita harus mewaspadai dengan cara mengetahui dengan benar informasi tentang
penyakit ini, sehingga penyakit ini dapat diidentifikasi dan penanganannya pun dapat
dilakukan secara dini dengan cara yang tepat.1
BAB II

TINJAUAN PUSTALA

2.1 Sistem Hemopoiesis


Proses pembentukkan sel darah yaitu hemopoiesis. Proses pembentukkan darah
pertama kali terjadi pada fase prenatal yaitu di yolk sac (kantung kuning telur) pada
janin usia 0-2 bulan, kemudian fase selanjutnya pada hepar dan lien pada janin usia 2-
7 bulan, dan pada fase lanjut di sumsum tulang mulai janin usia 5-9 bulan. Pada post
natal, pembentukan utama terjadi di sumsum tulang. Pada bayi dan anak, hematopoisis
yang aktif terutama pada sumsum tulang termasuk bagian distal tulang panjang, hal ini
berbeda dengan dewasa dimana hematopoisis terbatas pada vertebra, costae, sternum,
pelvis, scapula, dan jarang berlokasi pada humerus dan femur. Pada keadaan patologis
(sumsum tulang sudah tidak berfungsi atau adanya kebutuhan yang meningkat),
pembentukan dapat terjadi di nodus limfatikus, lien, timus, hepar. Pembentukan darah
di luar sumsum tulang ini disebut hemopoisis ekstra meduler.
Proses pembentukkan darah dimulai dari sel induk pluripoten yang
berdiferensiasi menjadi sel induk limfoid dan sel progenitor myeloid campuran yang
kemudian berdiferensiasi lagi.
Pada neonatus, seluruh sumsum tulangnya berwarna merah yang bermakna
sumsum tulang yang bersifat hemopoietik, sedangkan ketika dewasa, sebagian besar
dari sumsum tulang merahnya akan inaktif dan berubah menjadi sumsum tulang kuning
(fatty marrow). Hal ini terjadi akibat adanya pertukaran sumsum menjadi lemak-lemak
secara progresif terutama di tulang-tulang panjang. Bahkan di sumsum hemopoietik
sekalipun, 50% penyusunnya adalah sel-sel lemak. Jadi pada dewasa, proses
hemopoiesis hanya terpusat di tulang-tulang rangka sentral dan ujung proksimal dari
humerus dan femur. Hemositoblas atau pluripotent stem cells merupakan bagian dari
sumsum tulang yang berasal dari jaringan mesenkim. Jumlah sel ini sangat sedikit,
diperkirakan hanya sekitar 1 sel dari setiap 20 juta sel di sumsum tulang. Sel-sel ini
memiliki kemampuan untuk berkembang menjadi beberapa lineage yang berbeda
melalui proses duplikasi, kemudian berproliferasi serta berdiferensiasi hingga akhirnya
menjadi sel-sel darah, makrofag, sel-sel retikuler, sel mast dan sel adiposa. Selanjutnya
sel darah yang sudah terbentuk ini akan memasuki sirkulasi general melalui kapiler
sinusoid.

Sebelum sel-sel darah secara spesifik terbentuk, sel pluripoten yang berada di
sumsum tulang tersebut membentuk dua jenis stem cell, yaitu myeloid stem cell dan
lymphoid stem cell. Setiap satu stem cell diperkirakan mampu memproduksi sekitar
106 sel darah matur setelah melalui 20 kali pembelahan sel. Myeloid stem cell memulai
perkembangannya di sumsum tulang dan kemudian membentuk eritrosit, platelet,
monosit, neutrofil, eosinofil dan basofil. Begitu juga dengan lymphoid stem cell. Sel-
sel ini memulai perkembangannya di sumsum tulang namun proses ini dilanjutkan dan
selesai di jaringan limfatik. Limfosit adalah turunan dari sel-sel tersebut.

Selama proses hemopoiesis, sebagian sel myeloid berdiferensiasi menjadi sel


progenitor. Sel progenitor tidak dapat berkembang membentuk sel namun membentuk
elemen yang lebih spesifik yaitu colony-forming unit (CFU). Terdapat beberapa jenis
CFU yang diberi nama sesuai sel yang akan dibentuknya, yaitu CFU-E membentuk
eritrosit, CFU-Meg membentuk megakariosit, sumber platelet, dan CFU-GM
membentuk granulosit dan monosit. Berikutnya, lymphoid stem cell, sel progenitor dan
sebagian sel myeloid yang belum berdiferensiasi akan menjadi sel-sel prekursor yang
dikenal sebagai blast. Sel-sel ini akan berkembang menjadi sel darah yang sebenarnya.
Pada tahap ini sel-sel prekursor sudah dapat dibedakan berdasarkan tampilan
mikroskopiknya, sedangkan sel-sel di tahap sebelumnya yaitu stem cell dan sel
progenitor hanya bisa dibedakan melalui marker yang terdapat di membran plasmanya.

Beberapa hormon yang disebut hemopoietic growth factorsbertugas dalam


meregulasi proses diferensiasi dan proliferasi dari sel-sel progenitor tertentu. Berikut
adalah beberapa contohnya :
1. Erythropoietin atau EPO meningkatkan jumlah prekursor sel darah merah atau
eritrosit. EPO diproduksi oleh sel-sel khusus yang terdapat di ginjal yaitu
peritubular interstitial cells.
2. Thrombopoietin atau TPO merupakan hormon yang diproduksi oleh hati yang
menstimulasi pembentukan platelet atau trombosit.
3. Sitokin adalah glikoprotein yang dibentuk oleh sel, seperti sel sumsum tulang,
sel darah, dan lainnya. Biasanya sitokin bekerja sebagai hormon lokal, namun
disini sitokin bekerja dalam menstimulasi proliferasi sel-sel progenitor di
sumsum tulang. Dua kelompok sitokin yang berperan adalah colony-
stimulating factorsdan interleukin.
Selain contoh diatas masih banyak growth factorlainnya yang mempengaruhi
proses hemopoiesis yang berbeda-beda fungsi dan lokasi kerjanya2

Gambar 1. Hemopoiesis
Gambar 2. Hemopoiesis (2)

2.2 Sintesis Hemoglobin

Hemoglobin terdiri dari ikatan heme-globin. Sintesis heme terutama terjadi di mitokondria.
Bermula dengan kondensasi glisin dan suksinil ko-A untuk kerja enzim kunci asam d-amino levulinat
/ALA (enzim yang mengatur kecepatan produlsi hemoglobin) dengan koenzimnya adalah Piridoksal
Fosfat (vitamin B12) yang dirangsang oleh eritropoetin. Yang kemudian membentuk profobilinogen.
Selanjutnya profobilinogen akan menjadi uroporfirinogen III (yang akan menjadi uroporfirin III) dan
uroporfirin I (yang akan menjadi uroporfirin I). Uroporfirinogen III akan mengalami konversi menjadi
ko proporfirinogen III (menjadi ko proporfirin III). Ko proporfirinogen III akan membentuk
protoporfirin IX yang kemudian menjadi pirol. Protoporfirin bergabung dengan besi dalam bentuk
ferro (Fe2+) untuk membentuk heme. Masing-masing molekul heme akan bergabung dengan 1 rantai
globin yang dibuat pada ribosom, membentuk suatu subunit Hemoglobin yang disebut rantai Hb.
Empat dari rantai Hb tersebut selanjutnya akan berikatan satu sama lain secara longgar untuk
membentuk molekul Hemoglobin yang lebih lengkap.3

Darah terdiri dari berbagai komponen yang penting, antara lain sel darah merah
(eritosit), sel darah putih (leukosit), keping darah (trombosit) serta plasma. Fungsi
leukosit adalah untuk melindungi tubuh terhadap infeksi. Fungsi dari trombosit adalah
untuk mekanisme pembekuan darah sedangkan eritrosit membawa satu protein yaitu
hemoglobin yang berfungsi dalam mengikat O2 di paru, membawanya ke peredaran
darah dan melepaskannya ke sel dan jaringan tubuh.
Hemoglobin (Hb) tersusun atas heme yang merupakan cincin porfirin dalam
ikatan dengan Fe dan globulin yang merupakan protein pendukung. Satu molekul
hemoglobin mengandung 4 sub-unit. Masing-masing sub-unit tersusun atas satu
molekul globin dan satu molekul heme.
Globulin terdiri atas 2 pasang rantai polipeptida, yaitu sepasang rantai α dan
sepasang rantai non alpha (β,γ,δ). Kombinasi rantai polipeptida tersebut akan
menentukan jenis hemoglobin. Hb A1(2α2β) merupakan lebih dari 96 % Hb total, Hb
F (2α2γ) kurang dari 2% dan Hb A2 (2α2δ) kurang dari 3%.

Rantai polipeptida α tersusun atas 141 asam amino, sedangkan rantai non α
tersusun atas 146 asam amino. Sintesis rantai α disandi oleh gen α1 dan gen α2 di
kromosom 16, sedangkan gen yang mensintesis rantai β, rantai γ dan rantai δ terletak
di kromosom 11.
Pada orang normal sintesis rantai α sama dengan rantai non alpha.

Sejak masa embrio, janin, anak hingga dewasa, sel darah merah memiliki 6
hemoglobin, antara lain :

 Hemoglobin embrional (Hb Gower1, Hb Gower2, Hb Portland)

 Hemoglobin fetal (Hb-F)


 Hemoglobin dewasa (Hb-A1, Hb-A2)

Hemoglobin embrional :

Selama masa gestasi 2 minggu pertama, eritoblas primitif dalam yolc sack
membentuk rantai globin epsilon (ε) dan zeta (Z) yang membentuk Hb primitif yaitu
Hb Gower1 (Z2ε2). Selanjutnya mulailah sintesis rantai α menggantikan rantai Z dan
rantai γ menggantikan rantai ε sehingga membentuk Hb Gower2, Hb Portland. Pada
masa gestasi 4-8 minggu yang ditemukan adalah Hb Gower 1 dan Hb Gower 2 dan
menghilang pada masa gestasi 3 bulan.

Hemoglobin Fetal

Migrasi sel pruripoten stem sel dari yolc sack ke hati diikuti sintesi Hb fetal yang
merupakan awal sintesis rantai Hb β. Setelah masa gestasi 8 minggu, muncul Hb-F
yang paling dominan dan setelah janin berusia 6 bulan merupakan 90% Hb terdiri dari
Hb-F dan kemudian menurun menjelang kelahiran, setelah bayi lahir dan setelah usia
6-12 bulan, HbF tetap ada tapi hanya ditemukan sedikit.

Hemoglobin Dewasa

Pada masa embrio, telah dideteksi HbA karena telah terjadi proses perubahan
sintesis rantai γ menjadi rantai β dan selanjutnya globin β meningkat dan pada masa
gestasi 6 bulan ditemukan HbA 5-10% dan waktu lahir 30%. Menginjak usia 6-12
bulan Hb sudah memperlihatkan gambaran Hb dewasa yaitu HbA1 dan HbA2 dan
sedikit HbF
Lokus α β γ δ

Genotip α/α β/β γ/γ δ/δ

Polipetida

yang terbentuk α β γ δ

Hb yang

terbentuk α2β2 α2γ2 α2δ2

(HbA1) (HbF) (HbA2)

Struktur kimia hemoglobin memungkinkan molekul hemoglobin memiliki


kemampuan untuk mengikat oksigen secara reversible. Zat besi dalam molekul heme
secara langsung berfungsi sebagai pengikat oksigen. Hemoglobin memiilki struktur
kuartener empat rantai polipeptida, masing-masing dengan satu tempat pegikatan
oksigen. Sehingga satu molekul hemoglobin dapat mengikat 4 molekul oksigen.1,2

2.3 Definisi Thalasemia

Thalasemia adalah suatu penyakit keturunan yang diakibatkan oleh kegagalan


pembentukan salah satu dari empat rantai asam amino yang membentuk hemoglobin,
sehingga hemoglobin tidak terbentuk sempurna. Tubuh tidak dapat membentuk sel
darah merah yang normal, sehingga sel darah merah mudah rusak atau berumur pendek
kurang dari 120 hari dan terjadilah anemia.
Hemoglobin adalah suatu zat di dalam
sel darah merah yang berfungsi mengangkut zat asam dari paru-paru ke seluruh tubuh,
juga memberi warna merah pada eritrosit.

Thalasemia dibedakan menjadi Thalasemia α jika menurunnya sintesis rantai


alfa globin dan Thalasemia β bila terjadi penurunan sintesis rantai beta globin.
Thalasemia dapat terjadi dari ringan sampai berat. Thalasemia beta diturunkan dari
kedua orang tua pembawa Thalasemia dan menunjukkan gejala klinis yang paling
berat, keadaan ini disebut juga Thalasemia mayor. Penderita Thalasemia mayor akan
mengalami anemia dikarenakan penghancuran hemoglobin dan membuat penderita
harus menjalani transfusi darah seumur hidup setiap bulan sekali.


Thalasemia diwariskan oleh orang tua yang carrier kepada anaknya. Apabila
salah satu dari orang tua memiliki gen pembawa sifat Thalasemia maka kemungkinan
anaknya 50% sehat dan 50% carrier Thalasemia. Apabila kedua orang tua memiliki
gen pembawa sifat Thalasemia maka kemungkinan anaknya 25% sehat, 25% Secara
molekuler, Thalasemia dibagi dalam dua kelompok besar, yaitu Thalasemia alfa dan
Thalasemia beta sesuai dengan kelainan berkurangnya produksi menderita Thalasemia
mayor dan 50% carrier Thalasemia.3
2.4 Epidemiologi

WHO (2006) meneliti kira-kira 5% penduduk dunia adalah carrier dari 300-400
ribu bayi thalassemia yang baru lahir pertahunnya. Frekuensi gen thalassemia di
Indonesia berkisar 3-10%. Berdasarkan angka ini, diperkirakan lebih 2000 penderita
baru dilahirkan setiap tahunnya di Indonesia. Salah satu RS di Jakarta, sampai dengan
akhir tahun 2003 terdapat 1060 pasien thalassemia mayor yang berobat jalan di Pusat
Thalassemia Departemen Anak FKUI-RSCM yang terdiri dari 52,5 % pasien
thalassemia β homozigot, 46,2 % pasien thalassemia HbE, serta thalassemia α 1,3%.
Sekitar 70-80 pasien baru, datang tiap tahunnya. Fakta ini mendukung thalasemia
sebagai salah satu penyakit turunan yang terbanyak dan menyerang hampir semua
golongan etnik dan terdapat di seluruh negara di dunia termasuk Indonesia.3

2.5 Etiologi

Penyakit thalasemia diturunkan melalui gen yang disebut sebagai gen globin
beta. Gen globin beta ini yang mengatur pembentukan salah satu komponen pembentuk
hemoglobin. Gen globin beta hanya sebelah yang mengalami kelainan maka disebut
pembawa sifat thalassemia-beta. Seorang pembawa sifat thalassemia tampak normal
atau sehat, sebab masih mempunyai 1 belah gen dalam keadaan normal dan dapat
berfungsi dengan baik dan jarang memerlukan pengobatan. Kelainan gen globin yang
terjadi pada kedua kromosom, dinamakan penderita thalassemia mayor yang berasal
dari kedua orang tua yang masing-masing membawa sifat thalassemia. Proses
pembuahan, anak hanya mendapat sebelah gen globin beta dari ibunya dan sebelah lagi
dari ayahnya. Satu dari orang tua menderita thalasemia trait/bawaan maka
kemungkinan 50% sehat dan 50% thalasemia trait. Kedua orang tua thalasemia trait
maka kemungkinan 25% anak sehat, 25% anak thalasemia mayor dan 50% anak
thalasemia trait.4
Gambar 5. Skema Penurunan Gen Pada Thalasemia

2.6 Patofisiologi

Talasemia merupakan salah satu bentuk kelainan genetik hemoglobin yang


ditandai dengan kurangnya atau tidak adanya sintesis satu rantai globin atau lebih,
sehingga terjadi ketidakseimbangan jumlah rantai globin yang terbentuk. Mutasi gen
pada globin alfa akan menyebabkan penyakit alfa- thalassemia dan jika itu terjadi pada
globin beta maka akan menyebabkan penyakit beta-thalassemia

Secara genetik, gangguan pembentukan protein globin dapat disebabkan karena


kerusakan gen yang terdapat pada kromosom 11 atau 16 yang ditempati lokus gen
globin. Kerusakan pada salah satu kromosom homolog menimbulkan terjadinya
keadaan heterozigot, sedangkan kerusakan pada kedua kromosom homolog
menimbulkan keadaan homozigot (-/-).
Pada thalassemia homozigot, sintesis rantai menurun atau tidak ada sintesis sama
sekali. Ketidakseimbangan sintesis rantai alpha atau rantai non alpha, khususnya
kekurangan sintesis rantai β akan menyebabkan kurangnya pembentukan Hb.

Ketidakseimbangan dalam rantai protein globin alfa dan beta disebabkan oleh
sebuah gen cacat yang diturunkan. Untuk menderita penyakit ini, seseorang harus
memiliki 2 gen dari kedua orang tuanya. Jika hanya 1 gen yang diturunkan, maka orang
tersebut hanya menjadi pembawa/carier.

Thalasemia beta

Secara biokimia kelainan yang paling mendasar adalah menurunnya biosintesis


dari unit  globin pada Hb A. Pada thalasemia β heterozigot, sintesis β globin kurang
lebih separuh dari nilai normalnya. Pada thalasemia β homozigot, sintesis β globin
dapat mencapai nol.

Karena adanya defisiensi yang berat pada rantai β, sintesis Hb A total menurun
dengan sangat jelas atau bahkan tidak ada, sehingga pasien dengan thalasemia β
homozigot mengalami anemia berat. Sebagai respon kompensasi, maka sintesis rantai
γ menjadi teraktifasi sehingga hemoglobin pasien mengandung proporsi Hb F yang
meningkat. Namun sintesis rantai γ ini tidak efektif dan secara kuantitas tidak
mencukupi.

Pada thalasemia β homozigot, sintesis rantai α tidak mengalami perubahan dan


tidak mampu membentuk Hb tetramer. Ketidak-seimbangan sintesis dari rantai
polipeptida ini mengakibatkan kelebihan adanya rantai α bebas di dalam sel darah
merah yang berinti dan retikulosit. Rantai α bebas ini mudah teroksidasi. Mereka dapat
beragregasi menjadi suatu inklusi protein (haeinz bodys), menyebabkan kerusakan
membran pada sel darah merah dan destruksi dari sel darah merah imatur dalam
sumsum tulang sehingga jumlah sel darah merah matur yang diproduksi menjadi
berkurang sehingga sel darah merah yang beredar menjadi kecil, terdistorsi, dipenuhi
oleh inklusi α globin, dan mengandung komplemen hemoglobin yang menurun dan
memberikan gambaran dari Anemia Cooley/anemia mikrositik hipokrom yaitu
hipokromik, mikrosisitk dan poikilositik.

Sel darah merah yang sudah rusak tersebut akan dihancurkan oleh limpa, hepar,
dan sumsum tulang, menggambarkan komponen hemolitik dari penyakit ini. Sel darah
merah yang mengandung jumlah Hb F yang lebih tinggi mempunyai umur yang lebih
panjang.

Anemia yang berat terjadi akibat adanya penurunan oksigen carrying capacity
dari setiap eritrosit dan tendensi dari sel darah merah matur (yang jumlahnya sedikit)
mengalami hemolisa secara prematur.

Eritropoetin meningkat sebagai respon adanya anemia, sehingga sumsum-


sumsum tulang dipacu untuk memproduksi eritroid prekusor yang lebih banyak.
Namun mekanisme kompensasi ini tidak efektif karena adanya kematian yang
prematur dari eritroblas. Hasilnya adalah suatu ekspansi sumsum tulang yang masif
yang memproduksi sel darah merah baru.

Sumsum tulang mengalami ekspansi secara masif, menginvasi bagian kortikal


dari tulang, menghabiskan sumber kalori yang sangat besar pada umur-umur yang
kritis pada pertumbuhan dan perkembangan, mengalihkan sumber-sumber biokimia
yang vital dari tempat-tempat yang membutuhkannya dan menempatkan suatu stress
yang sangat besar pada jantung. Secara klinis terlihat sebagai kegalan dari
pertumbuhan dan perkembangan, kegagalan jantung high output, kerentanan terhadap
infeksi, deformitas dari tulang, fraktur patologis, dan kematian di usia muda tanpa
adanya terapi transfusi.

Jika seseorang memiliki 1 gen beta globin normal, dan satu lagi gen yang sudah
termutasi, maka orang itu disebut carier/trait.
Gambar diatas menunjukkan bahwa kedua orangtua merupakan carier/trait.
Maka anaknya 25% normal, 50% carier/trait, 25% mewarisi 2 gen yang termutasi
(thalasemia mayor).

Thalasemia alpha

Rantai globin yang berlebihan pada thalasemia α adalah rantai γ dan yang
kurang atau hilang sintesisnya dalah rantai α. Rantai γ bersifat larut sehingga mampu
membentuk hemotetramer yang meskipun relatif tidak stabil, mampu bertahan dan
memproduksi molekul Hb yang lain seperti Hb Bart (γ4) dan Hb H (β4). Perbedaan
dasar inilah yang mempengaruhi lebih ringannya manisfestasi klinis dan tingkat
keparahan penyakitnya dibandingkan dengan thalasemia beta.

Patofisiologi thalasemia α sebanding dengan jumlah gen yang terkena. Pada


thalasemia α homozigot (-/-) tidak ada rantai α yang diproduksi. Pasiennya hanya
memiliki Hb Bart’s yang tinggi dengan Hb embrionik. Meskipun kadar Hb nya tinggi
tapi hampir semuanya adalah Hb Bart’s sehingga sangat hipoksik yang menyebabkan
sebagian besar pasien lahir mati dengan tanda hipoksia intrauterin.

Bentuk thalasemia α heterozigot (α0 dan -α+) menghasilkan


ketidakseimbangan jumlah rantainya tetapi pasiennya dapat mampu bertahan dengan
HbH dimana kelainan ini ditandai dengan adanya anemia hemolitik karena HbH tidak
bisa berfungsi sebagai pembawa oksigen. Mutasi yang terjadi pada gen alpha globin
disebut delesi.3,4

2.7 Klasifikasi Thalasemia

Thalasemia α

Silent Carrier Thalassemia-α

Merupakan tipe thalassemia subklinik yang paling umum, Pada tipe silent
carrier, salah satu gen α pada kromosom 16 menghilang, menyisakan hanya 3 dari 4
gen tersebut. Penderita sehat secara hematologis, hanya ditemukan adanya jumlah
eritrosit yang rendah dalam beberapa pemeriksaan.
Bentuk heterozigot karier thalasemia α+ (–α/αα). Memiliki gambaran darah
yang abnormal tetapi dengan elektroforesis normal. Saat lahir 50% kasus memiliki Hb
Bart’s 1-3% tapi tidak adanya Hb Bart’s tidak menyingkirkan diagnosa kasus ini.

Trait Thalassemia-α

Trait ini dikarakterisasi dengan anemia ringan dan jumlah sel darah merah yang
rendah. Kondisi ini disebabkan oleh hilangnya 2 gen α pada satu kromosom 16 atau
satu gen α pada masing-masing kromosom. Kelainan ini sering ditemukan di Asia
Tenggara, India dan Timur Tengah.
Pada bayi baru lahir yang terkena, sejumlah kecil Hb Barts (γ4) dapat
ditemukan pada elektroforesis Hb. Lewat umur satu bulan, Hb Barts tidak terlihat lagi,
dan kadar Hb A2 dan HbF secara khas normal.

Penyakit Hb H

Kelainan disebabkan oleh hilangnya 3 gen globin α, merepresentasikan


thalassemia-α intermedia, dengan anemia sedang sampai berat, splenomegali, ikterus
dan jumlah sel darah merah yang abnormal. Pada sediaan apus darah tepi yang diwarnai
dengan pewarnaan supravital akan tampak sel-sel darah merah yang diinklusi oleh
rantai tetramer β (Hb H) yang tidak stabil dan terpresipitasi di dalam eritrosit, sehingga
menampilkan gambaran golf ball. Badan inklusi ini dinamakan sebagai Heinz bodies.

Gambar 5. Pewarnaan supravital pada sapuan apus darah tepi Penyakit Hb H


yangmenunjukkan Heinz-Bodies

Thalassemia-α Mayor

Bentuk thalassemia yang paling berat, disebabkan oleh delesi semua gen
globin-α, disertai dengan tidak ada sintesis rantai α sama sekali. Karena Hb F, Hb A,
dan Hb A2 semuanya mengandung rantai α, maka tidak satupun dari Hb ini terbentuk.
Hb Barts (γ4) mendominasi pada bayi yang menderita dan karena γ4 memiliki afinitas
oksigen yang tinggi, maka bayi itu mengalami hipoksia berat. Eritrositnya juga
mengandung sejumlah kecil Hb embrional normal (Hb Portland = ζ2γ2) yang berfungsi
sebagai pengangkut oksigen.
Kebanyakan dari bayi-bayi ini lahir mati, dan kebanyakan dari bayi yang lahir
hidup meninggal dalam waktu beberapa jam. Bayi ini sangat hidropik, dengan gagal
jantung kongestif dan edema anasarka berat. Yang dapat hidup dengan manajemen
neonatus agresif juga nantinya akan sangat bergantung dengan transfusi.

Thalassemia-β
Sama dengan thalassemia-α, dikenal beberapa bentuk klinis dari thalassemia-β;
antara lain :

Silent Carrier Thalassemia-β

Penderita tipe ini biasanya asimtomatik, hanya ditemukan nilai eritrosit yang
rendah. Mutasi yang terjadi sangat ringan, dan merepresentasikan suatu thalassemia-
β+. Bentuk silent carrier thalassemia-β tidak menimbulkan kelainan yang dapat
diidentifikasi pada individu heterozigot, tetapi gen untuk keadaan ini, jika diwariskan
bersama-sama dengan gen untuk thalassemia-β°, menghasilkan sindrom thalassemia
intermedia.

Gambar 6. Thalassemia beta menurut Hukum Mendel

Trait Thalassemia-β

Penderita mengalami anemia ringan, nilai eritrosit abnormal, dan elektroforesis


Hb abnormal dimana didapatkan peningkatan jumlah Hb A2, Hb F atau keduanya.
Individu dengan ciri (trait) thalassemia sering didiagnosis salah sebagai anemia
defisiensi besi dan mungkin diberi terapi yang tidak tepat dengan preparat besi selama
waktu yang panjang. Lebih dari 90% individu dengan trait thalassemia-β mempunyai
peningkatan Hb-A2 yang berarti (3,4%-7%).
Kira-kira 50% individu ini juga mempunyai sedikit kenaikan HbF, sekitar 2-
6%. Pada sekelompok kecil kasus, yang benar-benar khas, dijumpai Hb A2 normal
dengan kadar HbF berkisar dari 5% sampai 15%, yang mewakili thalassemia tipe δβ.

Thalassemia-β Yang Terkait Dengan Variasi Struktural Rantai β

Presentasi klinisnya bervariasi dari seringan thalassemia media hingga seberat


thalassemia-β mayor.

Ekspresi gen homozigot thalassemia (β+) menghasilkan sindrom mirip anemia


Cooley yang tidak terlalu berat (thalassemia intermedia). Deformitas skelet dan
hepatosplenomegali timbul pada penderita ini, tetapi kadar Hb mereka biasanya
bertahan pada 6-8 gr/dL tanpa transfusi.

Kebanyakan bentuk thalassemia-β heterozigot terkait dengan anemia ringan.


Kadar Hb khas sekitar 2-3 gr/dL lebih rendah dari nilai normal menurut umur.

Eritrosit adalah mikrositik hipokromik dengan poikilositosis, ovalositosis, dan


seringkali bintik-bintik basofil. Sel target mungkin juga ditemukan tapi biasanya tidak
mencolok dan tidak spesifik untuk thalassemia. MCV rendah, kira-kira 65 fL, dan
MCH juga rendah (<26 pg). Penurunan ringan pada ketahanan hidup eritrosit juga
dapat diperlihatkan, tetapi tanda hemolisis biasanya tidak ada. Kadar besi serum normal
atau meningkat.

Thalassemia-β° Homozigot (Anemia Cooley, Thalassemia Mayor)

Bergejala sebagai anemia hemolitik kronis yang progresif selama 6 bulan kedua
kehidupan. Transfusi darah yang reguler diperlukan pada penderita ini untuk mencegah
kelemahan yang amat sangat dan gagal jantung yang disebabkan oleh anemia. Tanpa
transfusi, 80% penderita meninggal pada 5 tahun pertama kehidupan.
Pada kasus yang tidak diterapi atau pada penderita yang jarang menerima
transfusi pada waktu anemia berat, terjadi hipertrofi jaringan eritropoetik disumsum
tulang maupun di luar sumsum tulang. Tulang-tulang menjadi tipis dan fraktur
patologis mungkin terjadi. Ekspansi masif sumsum tulang di wajah dan tengkorak
menghasilkan bentuk wajah yang khas.

Gambar 7. Deformitas tulang pada thalassemia beta mayor (Facies


Cooley)

Pucat, hemosiderosis, dan ikterus sama-sama memberi kesan coklat


kekuningan. Limpa dan hati membesar karena hematopoesis ekstrameduler dan
hemosiderosis. Pada penderita yang lebih tua, limpa mungkin sedemikian besarnya
sehingga menimbulkan ketidaknyamanan mekanis dan hipersplenisme sekunder.

Gambar 8. Splenomegali pada thalassemia


Pertumbuhan terganggu pada anak yang lebih tua; pubertas terlambat atau tidak
terjadi karena kelainan endokrin sekunder. Diabetes mellitus yang disebabkan oleh
siderosis pankreas mungkin terjadi. Komplikasi jantung, termasuk aritmia dan gagal
jantung kongestif kronis yang disebabkan oleh siderosis miokardium sering merupakan
kejadian terminal.

Kelainan morfologi eritrosit pada penderita thalassemia-β° homozigot yang


tidak ditransfusi adalah ekstrem. Disamping hipokromia dan mikrositosis berat, banyak
ditemukan poikilosit yang terfragmentasi aneh (sel bizarre) dan sel target. Sejumlah
besar eritrosit yang berinti ada di darah tepi, terutama setelah splenektomi. Inklusi
intraeritrositik yang merupakan presipitasi kelebihan rantai α, juga terlihat pasca
splenektomi. Kadar Hb turun secara cepat menjadi < 5 gr/dL kecuali mendapat
transfusi. Kadar serum besi tinggi dengan saturasi kapasitas pengikat besi (iron binding
capacity). Gambaran biokimiawi yang nyata adalah adanya kadar HbF yang sangat
tinggi dalam eritrosit.5

2.8 Diagnosis Thalasemia

Anamnesis

- Pucat yang lama

Merupakan gejala umum pada penderita thalassemia, yang berkaitan dengan


anemia berat. Penyebab anemia pada thalassemia bersifat primer dan sekunder. Primer
adalah berkurangnya sintesis Hb A dan eritropoesis yang tidak efektif disertai
penghancuran sel-sel eritrosit intramedular. Sedangkan yang sekunder mengakibatkan
hemodilusi, dan destruksi eritrosit oleh sistem retikuloendotelial dalam limpa dan hati.

- Facies Cooley
Terjadi keaktifan sumsum tulang yang luar biasa pada tulang muka dan tulang
tengkorak hingga nengakibatkan perubahan perkembangan tulang tersebut dan
umumnya terjadi pada anak usia lebih dari 2 tahun

- Perut membuncit
Pada anak yang besar tampak perut yang membuncit akibat pembesaran hati
dan limpa. Hati dan limpa membesar akibat dari hemopoisis ekstrameduler dan
hemosiderosis. Dan akibat dari penghancuran eritrosit yang berlebihan itu dapat
menyebabkan terjadinya peningkatan biliribin indirek, sehingga menimbulkan kuning
pada penderita thalassemia dan kadang ditemui trombositopenia.

- Mudah Infeksi
- Pertumbuhan terhambat/ pubertas terhambat

- Terlihat kuning

Pemeriksaan Fisik

- Anemia/pucat

- Ikterus

- Facies Cooley (Bentuk muka Mongoloid)

- Hepatosplenomegali

- Gangguan pertumbuhan

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium yang perlu untuk menegakkan diagnosis thalasemia


ialah:

1. Darah

Pemeriksaan darah yang dilakukan pada pasien yang dicurigai menderita


thalasemia adalah

 Darah rutin
Kadar hemoglobin menurun. Dapat ditemukan peningkatan jumlah lekosit,
ditemukan pula peningkatan dari sel PMN. Bila terjadi hipersplenisme akan terjadi
penurunan dari jumlah trombosit.

 Hitung retikulosit
Hitung retikulosit meningkat antara 2-8 %.

 Gambaran darah tepi


Anemia pada thalassemia mayor mempunyai sifat mikrositik hipokrom.
Pada gambaran sediaan darah tepi akan ditemukan retikulosit, poikilositosis, tear drops
sel dan target sel.

 Serum Iron & Total Iron Binding Capacity


Kedua pemeriksaan ini dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan
anemia terjadi karena defisiensi besi. Pada anemia defisiensi besi SI akan menurun,
sedangkan TIBC akan meningkat.

 LFT
Kadar unconjugated bilirubin akan meningkat sampai 2-4 mg%. bila angka
tersebut sudah terlampaui maka harus dipikir adanya kemungkinan hepatitis, obstruksi
batu empedu dan cholangitis. Serum SGOT dan SGPT akan meningkat dan
menandakan adanya kerusakan hepar. Akibat dari kerusakan ini akan berakibat juga
terjadi kelainan dalam faktor pembekuan darah.

2. Elektroforesis Hb

Diagnosis definitif ditegakkan dengan pemeriksaan eleltroforesis hemoglobin.


Pemeriksaan ini tidak hanya ditujukan pada penderita thalassemia saja, namun juga
pada orang tua, dan saudara sekandung jika ada. Pemeriksaan ini untuk melihat jenis
hemoglobin dan kadar Hb A2. petunjuk adanya thalassemia α adalah ditemukannya Hb
Barts dan Hb H. Pada thalassemia β kadar Hb F bervariasi antara 10-90%, sedangkan
dalam keadaan normal kadarnya tidak melebihi 1%.

3. Pemeriksaan sumsum tulang

Pada sumsum tulang akan tampak suatu proses eritropoesis yang sangat aktif
sekali. Ratio rata-rata antara myeloid dan eritroid adalah 0,8. pada keadaan normal
biasanya nilai perbandingannya 10 : 3.

4. Pemeriksaan roentgen

Ada hubungan erat antara metabolisme tulang dan eritropoesis. Bila tidak
mendapat tranfusi dijumpai osteopeni, resorbsi tulang meningkat, mineralisasi
berkurang, dan dapat diperbaiki dengan pemberian tranfusi darah secara berkala.
Apabila tranfusi tidak optimal terjadi ekspansi rongga sumsum dan penipisan dari
korteknya. Trabekulasi memberi gambaran mozaik pada tulang. Tulang terngkorak
memberikan gambaran yang khas, disebut dengan “hair on end” yaitu menyerupai
rambut berdiri potongan pendek pada anak besar.6
2.9 Diagnosa Banding

Thalassemia sering kali didiagnosis salah sebagai anemia defisiensi Fe, hal ini
disebabkan oleh karena kemiripan gejala yang ditimbulkan, dan gambaran eritrosit
mikrositik hipokrom. Namun kedua penyakit ini dapat dibedakan, karena pada anemia
defisiensi Fe didapatkan :

 Pucat tanpa organomegali


 Tidak tedapat besi dalam sumsum tulang
 Bereaksi baik dengan pengobatan dengan preparat besi

2.10 Penatalaksanaan

Prinsip pengobatan pada pasien talasemia adalah :

 terapi tranfusi darah untuk mencegah komplikasi dari anemia kronis


 pencegahan dari resiko kelebihan besi akibat terapi transfusi
 penatalaksanaan splenomegali

Penderita trait thalassemia tidak memerlukan terapi ataupun perawatan lanjut


setelah diagnosis awal dibuat. Terapi preparat besi sebaiknya tidak diberikan kecuali
memang dipastikan terdapat defisiensi besi dan harus segera dihentikan apabila nilai
Hb yang potensial pada penderita tersebut telah tercapai. Diperlukan konseling pada
semua penderita dengan kelainan genetik, khususnya mereka yang memiliki anggota
keluarga yang berisiko untuk terkena penyakit thalassemia berat.
Penderita thalassemia berat membutuhkan terapi medis, dan regimen transfusi
darah merupakan terapi awal untuk memperpanjang masa hidup. Transfusi darah harus
dimulai pada usia dini ketika anak mulai mengalami gejala dan setelah periode
pengamatan awal untuk menilai apakah anak dapat mempertahankan nilai Hb dalam
batas normal tanpa transfusi.

Transfusi Darah
Transfusi darah bertujuan untuk mempertahankan nilai Hb tetap pada level 9 -
9.5 gr/dL sepanjang waktu. Pada pasien yang membutuhkan transfusi darah reguler,
maka dibutuhkan suatu studi lengkap untuk keperluan pretransfusi. Pemeriksaan
tersebut meliputi fenotip sel darah merah, vaksinasi hepatitis B (bila perlu), dan
pemeriksaan hepatitis. Darah yang akan ditransfusikan harus rendah leukosit, 10-15
mL/kg PRC dengan kecepatan 5 mL/kg/jam setiap 3-5 minggu biasanya merupakan
regimen yang adekuat untuk mempertahankan nilai Hb yang diinginkan.
Pertimbangkan pemberikan asetaminofen dan difenhidramin sebelum transfusi untuk
mencegah demam dan reaksi alergi.

Komplikasi Transfusi Darah


Komplikasi utama dari transfusi adalah yang berkaitan dengan transmisi bahan
infeksius ataupun terjadinya iron overload. Penderita thalassemia mayor biasanya lebih
mudah untuk terkena infeksi dibanding anak normal, bahkan tanpa diberikan transfusi.
Beberapa tahun lalu, 25% pasien yang menerima transfusi terekspose virus hepatitis B.
Saat ini, dengan adanya imunisasi, insidens tersebut sudah jauh berkurang. Virus
Hepatitis C (HCV) merupakan penyebab utama hepatitis pada remaja usia di atas 15
tahun dengan thalassemia. Infeksi oleh organisme opurtunistik dapat menyebabkan
demam dan enteriris pada penderita dengan iron overload, khususnya mereka yang
mendapat terapi khelasi dengan Deferoksamin (DFO). Demam yang tidak jelas
penyebabnya, sebaiknya diterapi dengan Gentamisin dan Trimetoprim-
Sulfametoksazol.

Terapi Khelasi (Pengikat Besi)


Apabila diberikan sebagai kombinasi dengan transfusi, terapi khelasi dapat
menunda onset dari kelainan jantung dan, pada beberapa pasien, bahkan dapat
mencegah kelainan jantung tersebut.
Chelating agent yang biasa dipakai adalah DFO yang merupakan kompleks
hidroksilamin dengan afinitas tinggi terhadap besi. Rute pemberiannya sangat penting
untuk mencapai tujuan terapi, yaitu untuk mencapai keseimbangan besi negatif (lebih
banyak diekskresi dibanding yang diserap). Karena DFO tidak diserap di usus, maka
rute pemberiannya harus melalui parenteral (intravena, intramuskular, atau subkutan).
Dosis total yang diberikan adalah 30-40mg/kg/hari diinfuskan selama 8-12 jam saat
pasien tidur selama 5 hari/minggu.

Transplantasi Sel Stem Hematopoetik (TSSH)


TSSH merupakan satu-satunya yang terapi kuratif untuk thalassemia yang saat
ini diketahui. Prognosis yang buruk pasca TSSH berhubungan dengan adanya
hepatomegali, fibrosis portal dan terapi khelasi yang inefektif sebelum transplantasi
dilakukan. Prognosis bagi penderita yang memiliki ketiga karakteristik ini adalah 59%,
sedangkan pada penderita yang tidak memiliki ketiganya adalah 90%. Meskipun
transfusi darah tidak diperlukan setelah transplantasi sukses dilakukan, individu
tertentu perlu terus mendapat terapi khelasi untuk menghilangkan zat besi yang
berlebihan. Waktu yang optimal untuk memulai pengobatan tersebut adalah setahun
setelah TSSH. Prognosis jangka panjang pasca transplantasi, termasuk fertilitas tidak
diketahui. Biaya jangka panjang terapi standar diketahui lebih tinggi daripada biaya
transplantasi. Kemungkinan kanker setelah TSSH juga harus dipertimbangkan.
Terapi Bedah
Splenektomi merupakan prosedur pembedahan utama yang digunakan pada
pasien dengan thalassemia. Limpa diketahui mengandung sejumlah besar besi
nontoksik (yaitu fungsi penyimpanan). Limpa juga meningkatkan perusakan sel darah
merah dan distribusi besi. Fakta-fakta ini harus selalu dipertimbangkan sebelum
memutuskan melakukan splenektomi.. Limpa berfungsi sebagai penyimpanan untuk
besi nontoksik, sehingga melindungi seluruh tubuh dari besi tersebut. Pengangkatan
limpa yang terlalu dini dapat membahayakan. Sebaliknya, splenektomi dibenarkan
apabila limpa menjadi hiperaktif menyebabkan penghancuran sel darah merah yang
berlebihan dan dengan demikian meningkatkan kebutuhan transfusi darah,
menghasilkan lebih banyak akumulasi besi.
Splenektomi dapat bermanfaat pada pasien yang membutuhkan lebih dari 200-
250 mL/kg PRC per tahun untuk mempertahankan tingkat Hb 10 gr / dL karena dapat
menurunkan kebutuhan sel darah merah sampai 30%.

Gambar 9. Splenektomi
Risiko yang terkait dengan splenektomi minimal, dan banyak prosedur sekarang
dilakukan dengan laparoskopi. Biasanya, prosedur ditunda bila memungkinkan sampai
anak berusia 4-5 tahun atau lebih. Pengobatan agresif dengan antibiotik harus selalu
diberikan untuk setiap keluhan demam sambil menunggu hasil kultur. Dosis rendah
Aspirin setiap hari juga bermanfaat jika platelet meningkat menjadi lebih dari 600.000
/ μL pasca splenektomi.

Diet
Pasien dianjurkan menjalani diet normal dengan suplemen sebagai berikut :
asam folat, asam askorbat dosis rendah dan alfa-tokoferol. Sebaiknya zat besi tidak
diberikan, dan makanan yang kaya akan zat besi juga dihindari. Kopi dan teh diketahui
dapat membantu mengurangi penyerapan zat besi di usus.
 Mengurangi konsumsi bahan makanan sumber besi bentuk heme (berasal dari
hewan). Bentuk non heme berasal dari nabati. Sumber makanan yang
mengandung besi antara lain hati, daging, kuning telur, polong, biji-bijian utuh,
udang, tiram, dan sayuran berwarna hijau tua.
 Mengonsumsi makanan yang dapat menurunkan absorbsi besi misalnya sereal,
teh hitam, kopi, produk susu.
 Susu formula boleh dikonsumsi karena pada susu formula selain terdapat kadar
besi yang tinggi juga terdapat kadar kalsium yang tinggi. Bahan makanan lain
yang mengandung kalsium adalah ikan sardine, salmon, tiram, kerang, sayuran
berwarna hijau tua, kedelai
 Susu sapi/kambing mempunyai kandungan besi yang lebih rendah dari pada
susu formula.
 Vitamin D (50,000 IU tiap minggu sampai mencapai kadar normal) ini
diindikasikan bagi pasien yang memiliki 25-hydroxy vitamin D <20 ng/dL.
 Lengkapi imunisasi
 Periksa kadar feritin
o Diperiksa setelah transfusi darah sudah mencapai 3000-5000 ml atau
sudah menjalani 15-20x transfusi.
o Diagnosis kelebihan besi dalam tubuh didapat dengan melakukan
pemeriksaan kadar feritin serum, biopsi hati dan Magnetic Resonance
Imaging jantung.
o Apabila kadar feritin sudah mencapai > 1000 ng/ml maka dilakukan terapi
kelasi besi. Pada saat pemberian kelasi besi subkutan (deferioksamin) juga
diberi Vitamin C 2-3 mg/kg/hari.
o Terapi kombinasi deferiosamin dan deferiprone jika kadar feritin > 3000
ng/ml yang bertahan minimal selama 3 bulan, adanya gangguan
jantung/kardiomiopati akibat kelebihan besi, untuk jangka waktu tertentu
(6-12 bulan) bergantung pada kadar feritin dan fungsi jantung saat evaluasi.

Medikamentosa
o Asam folat 2 x 1 mg/hari per oral.
o Vitamin E 2x 100 IU untuk anak kurang dari 5 tahun, 2 x 200 IU untuk anak
lebih dari 5 tahun.
o Vitamin C 2-3 mg/kgbb/hari (maksimal 50 mg pada anak dibawah 10 tahun dan
100 mg pada anak diatas 10 tahun, tidak melebihi 200 mg/hari) dan hanya
diberikan saat pemakaian deferioksamin (DFO), tidak dipakai pada pasien
dengan gangguan fungsi jantung7

2.11 Skrining dan Pencegahan

Skrining

Bila populasi tersebut hendak memiliki pasangan, dilakukan skrining


premarital. Penting sekali menyediakan program konselin verbal dan tertulis
mengenai hasil skring.

Alternatif lain, memeriksakan setiap wanita hamil muda berdasarkan ras.


Skrining yang efektif adalah melalui eritrosit. Bila MCV dan MCH sesuai gambaran
thalasemia, perkiraan kadar HbA harus diukur. Bila kadarnya normal, pasien dikirim
ke pusat yang menganalisis gen. Penting untuk memeriksa Hb elektroforesa pada
kasus-kasus ini untuk mencari kemungkinan variasi struktural Hb.

Pencegahan

Ada 2 pendekatan untuk menghindari thalasemia, yaitu :

 Karena karier thalasemia β bisa diketahui dengan mudah, skrining populasi dan
konseling tentang pasangan bisa dilakukan. Bila heterozigot menikah, 1 dari 4
anak mereka bisa menjadi homozigot atau gabungan heterozigot

 Bila ibu heterozigot sudah diketahui sebelum lahir, pasangan bisa diperiksa dan
bila termasuk karier, pasangan tersebut ditawari diagnosis prenatal dan terminasi
kehamilan pada fetus dengan thalasemia β berat.5,7

LAPORAN KASUS

A. ANAMNESIS
IDENTITAS PASIEN
Nama : An. FLA
Umur : 13 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Alamat : Padang
MRS tanggal : 26 Maret 2019
No. Rekam Medik : 00.75.16.10
ANAMNESA (Alloanamnesis)
KELUHAN UTAMA
Pasien pucat sejak 3 hari SMRS

RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG


3 hari SMRS anak pucat, Pucat merata dari kepala, badan sampai ujung jari dan kuku.
Pasien nampak lemas, cepat lelah.
Nafsu makan berkurang ada, awalnya pasien makan 3-4x perhari dengan ragam lauk
ayam, ikan, sayur, dan terkadang daging, namun sekarang hanya makan 2-3x perhari
habis hanya ½ porsi.
Mimisan, perdarahan gusi, ruam merah pada kulit, dan bengkak pada badan disangkal.
Anak nampak kuning tidak ada
Demam, Sakit perut. Batuk, pilek, sesak napas, muntah tidak ada.
Anak telah dikenal menderita thalassemia sejak usia 1,5 tahun dan rutin menjalani
transfusi tiap 3 minggu

RIWAYAT PENYAKIT DAHULU


Anak telah dikenal menderita thalassemia sejak usia 1,5 tahun, rutin menjalani transfuis
tiap 3 minggu.

RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA


Tidak ada anggota keluarga yang memiliki riwayat penyakit yang sama

RIWAYAT KEHAMILAN DAN KELAHIRAN


Ibu pasien hamil 37 – 38 minggu, lahir spontan ditolong bidan. Bayi lahir langsung
menangis. BBL : 3100 gram. Panjang badan 49 cm

RIWAYAT IMUNISASI
Ibu pasien mengaku pasien telah diimunisasi BCG pada umur 1 bulan, DPT pada umur
2, 4, 6 bulan
Kesan : Imunisasi dasar tidak lengkap

B. PEMERIKSAAN FISIK
KESAN UMUM : Tampak sakit sedang, OS tampak pucat dan ikterik
KESADARAN : Composmetis
TANDA VITAL :
Suhu : 36,8 0C
HR : 88 x/menit
RR : 25 x/menit
TD : 108/82 mmHg

ANTROPOMETRI :
BB = 23 kg
TB = 124 cm
Status Gizi Menurut NCHS
BB/U = 49% (Gizi Buruk)
TB/U = 81% (Tinggi Kurang)
BB/TB = 88,4% (Gizi Kurang)

STATUS GENERALIS
Kepala : Normochepal
Mata : Konjungtiva anemis (+/+)
Sklera ikterus (+/+)
Reflex cahaya (+), pupil isokhor
Hidung : Sekret (-)
Mulut : Bibir pucat (+), Lidah kotor (-)
Telinga : Sekret (-), Darah (-)
Leher : Pembesaran KGB (-)
Paru :
I : Pergerakan dada simetris, Retraksi dinding dada (-)
P : Vokal Fremitus kanan=kiri
P : Sonor pada semua lapang paru
A :Vesikuler (+/+), wheezing (-/-), ronki (-/-)
Jantung : BJ I-II regular, gallop (-), murmur (-)
Abdomen :
I : Distensi (+)
A : BU (+)
P : Hepar teraba ¾ - ¾
Lien teraba di skufner IV
P : Timpani
Ekstremitas : Akral hangat (+/+), CRT < 2 detik, Edema (-/-)
Genitalia. : A1P1G1, phallus : 4cm, testis undesensus billateral

C. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium:
27 Maret 2019
Pemeriksaan Darah Rutin

Parameter Nilai Satuan Nilai Normal

HITUNG JENIS
Basofil 0 % 0 – 1,0
Eosinofil 0 % 0 – 4,0
N. Batang 3 % 0–5
N. Segmen 55 % 23 - 53
Limfosit 39 % 23 - 53
Monosit 3 % 2–4
HB 6,2 g/dL 12 – 15
Leukosit 2.151 mm3 4.500 – 13.500
Retikulosit 2,5 Juta 4,5 – 5,5
Thrombosit 40.000 mm3 150 – 450 x103
Hematokrit 20 % 40 – 48
Ferritin 3.500 ng/ml 12 - 300

D. DIAGNOSA KERJA
Thalasemia β Mayor
Hemosiderosis
Anemia mikrositik hipokrom
Gizi Buruk
Micropenis
Undesensus testis billateral
Short stature

E. ANJURAN PEMERIKSAAN
- Pemeriksaan Hapusan Darah Tepi
- Pemeriksaan Cadangan Besi
- Elektroforesis Hb

F. RENCANA TERAPI
- Diet ML TKTP
Kebutuhan Kalori/hari = 1500 kalori
Kebutuhan Protein/hari = 60 g/hari
- Transfusi Darah PRC
Kebutuhan = (Hb Normal – Hb Sekarang) x PRC
= (11,5 – 6,2) x 3 ml/KgBB
= 5,3 x 3 ml/KgBB
= 15,9 ml/KgBB
= 15,9 ml x 20
= 320 ml
Tetesan = (320 x 15)/(6 x 60)
= 14 tetes / menit
- Desferal 1 x 1500mg PO
- Exjade 1 x 750mg PO
- B. Comp 2 x 1 PO
- Asam Folat 1 mg/hari
- Vitamin E 2 x 200 IU
- Vitamin C 40 mg/hari
- Konsul ke bagian endokrinologi dan tumbuh – kembang untuk
pemeriksaan dan tatalaksana lebih lanjut untuk mikropenis, undensensus
testis billateral, dan short stature.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Thalassemia merupakan penyakit genetik yang disebabkan oleh


ketidaknormalan pada protein globin yang terdapat di gen. Dapat menyerang siapa aja
dengan berbagai etnik ras di seluruh dunia dan termasuk salah satu penyakit genetik
kelainan darah yang terbanyak di Indonesia. Jika globin alfa yang rusak maka penyakit
itu dinamakan alfa-thalassemia dan jika globin beta yang rusak maka penyakit itu
dinamakan alfa thalassemia. Gejala yang terjadi dimulai dari anemia hingga gangguan
tumbuh kembang. Pemeriksaan thalasemia bisa dilakukan melalui pemeriksaan darah,
Hb elektroforesa, pemeriksaan sumsum tulang dan roentgen. Thalassemia harus sudah
diobati sejak dini agar tidak berdampak fatal. Pengobatan yang dilakukan adalah
dengan melakukan transfusi darah, meminum beberapa suplemen asam folat, terapi
kelasi besi, splenektomi, hingga transplantasi sumsum tulang. Thalasemia bisa
diketahui sedini mungkin dengan proses skrining.
DAFTAR PUSTAKA
1. Berhman, RE; Kliegman, RM ; Arvin: Nelson Ilmu Kesehatan Anak, volume
2, edisi 15. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta : 2005, hal1708-1712
2. Berhman, RE; Kliegman, RM and Jensen, HB: Nelson Text Book of Pediatrics,
16th edition. WB Saunders company, Philadelphia: 2000, page 1630-1634
3. Permono, H. BAmbang; Sutaryo; Windiastuti, Endang; Abdulsalam, Maria;
IDG Ugrasena: Buku Ajar Hematologi-Onkologi Anak, Cetakan ketiga.
Penerbit Badan Penerbit IDAI, Jakarta : 2010, hlm 64-84
4. A.V. Hoffbrand and J.E. Pettit; alih bahasa oleh Iyan Darmawan : Kapita
Selekta Haematologi, edisi ke 2. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta :
1996, hal 66-85
5. Children's Hospital & Research Center Oakland. 2005. “What is Thalassemia
and Treating Thalassemia”.

6. Markum : Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak jilid 1. FKUI, Jakarta : 1991, hal
331
7. Paediatrica Indonesiana, The Indonesian Journal of pediatrics and Perinatal
Medicine, volume 46, No.5-6. Indonesian Pediatric Society, Jakarta: 2006, page
134-138

Anda mungkin juga menyukai