ANAFILAKSIS
DISUSUN OLEH
KELOMPOK 4:
2. HARDIANTO (009SYE16)
2018
KATA PENGANTAR
Puji syukur bagi Allah SWT yang dengan karunianya, telah memungkinkan kami
menyelesaikan makalah ini sebagai salah satu tugas KMB II, semoga makalah ini dapat di
manfaatkan semaksimal mungkin oleh para pembaca.
Kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam
penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Kami menyadari bahwa makalah ini masih
jauh dari kata sempurna oleh karena itu, kritik dan saran dari semua pihak sangat diharapkan
guna penyempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat, amin.
DAFTAR ISI
Kata Penghantar.............................................................................................................. ii
BAB I Pendahuluan........................................................................................................ 1
2.2 Anamnesis....................................................................................................... 2
2.3 Pemeriksaan Fisik.......................................................................................... 5
2.5 Diagnosis………………………………………………………. 9
2.6 Penatalaksanaan.............................................................................................. 9
3.2 Patofisiologi…………………………………………………… 16
3.5 Diagnosis………………………………………………………… 20
3.6 Penatalaksanaan…………………………………………………. 22
BAB IV Kesimpulan................................................................................................... 25
Daftar Pustaka
BAB I
PENDAHULUAN
BABII
PEMBAHASAN
A. KONSEP TEORI
1. DEFINISI
Anafilaksis adalah suatu reaksi alergi yang bersifat akut,menyeluruh dan bisa menjadi
berat. Anafilaksis terjadi pada seseorang yang sebelumnya telah mengalami sensitisasi
akibat pemaparan terhadap suatu alergen. ( Brunner dan Suddarth.2001).
Anafilaksis adalah reaksi sistemik yang mengancam jiwa dan mendadak terjadi pada
pemajanan substansi tertentu. Anafilaksis diakibatkan oleh reaksi hipersensitivitas tipe I ,
dimana terjadi pelepasan mediator kimia dari sel mast yang mengakibatkanvasodilatasi
massif, peningkatan permeabilitas kapiler, dan penurunan peristaltic. Anafilaksis adalah
suatu respons klinis hipersensitivitas yang akut,berat dan menyerang berbagai macam
organ. Reaksi hipersensitivitas ini merupakan suatu reaksi hipersensitivitas tipecepat
(reaksi hipersensitivitas tipe I), yaitu reaksi antara antigenspesifik dan antibodi spesifik
(IgE) yang terikat pada sel mast. Sel mast dan basofil akan mengeluarkan mediator yang
mempunyaiefek farmakologik terhadap berbagai macam organ tersebut. (Suzanne C.
Smeltze, 2001)
Anafilaksis tidak terjadi pada kontak pertama dengan alergen. Pada pemaparan kedua atau
padapemaparan berikutnya, terjadi suatu reaksi alergi. Reaksi ini terjadi secara tiba-tiba,
berat dan melibatkan seluruh tubuh. (Pearce C, Evelyn.2009).”
2. ETIOLOGI
Anafilaksis bisa tejadi sebagai respon terhadap berbagai alergen.Penyebab yang sering
ditemukan adalah:
a. Gigitan/sengatan serangga.
b. Serum kuda (digunakan pada beberapa jenis vaksin).
c. Alergi makanan
d. Alergi obat, Serbuk sari dan alergen lainnya jarang menyebabkan anafilaksis.
Anafilaksis mulai terjadi ketika alergen masuk ke dalam alirandarah dan bereaksi
dengan antibodi IgE. Reaksi ini merangsangsel-sel untuk melepaskan histamin dan zat
lainnya yang terlibatdalam reaksi peradangan kekebalan. Beberapa jenis obat-
obatan(misalnya polymyxin, morfin, zat warna untuk rontgen), padapemaparan pertama
bisa menyebabkan reaksi anafilaktoid (reaksiyang menyerupai anafilaksis). Hal ini
biasanya merupakan reaksiidiosinkratik atau reaksi racun dan bukan merupakan
mekanismesistem kekebalan seperti yang terjadi pada anafilaksis sesungguhnya.
3. PATOFISIOLOGI
Sistem kekebalan melepaskan antibodi. Jaringan melepaskan histamin dan zat
lainnya. Hal ini menyebabkan penyempitan saluran udara, sehingga terdengar bunyi mengi
(bengek), gangguan pernafasan dan timbul gejala-gejala saluran pencernaan berupa nyeri
perut, kram, muntah dan diare.Histamin menyebabkan pelebaran pembuluh darah (yang
akan menyebabkan penurunan tekanan darah) dan perembesan cairan dari pembuluh darah
ke dalam jaringan (yang akan menyebabkan penurunan volume darah), sehingga terjadi
syok. Cairan bisa merembeske dalam kantung udara di paru-paru dan menyebabkan edema
pulmoner.
Seringkali terjadi kaligata (urtikaria) dan angioedema. Angioedema bisa cukup berat
sehingga menyebabkan penyumbatan saluran pernafasan. Anafilaksis yang berlangsung
lama bisa menyebabkan aritimia jantung. Pada kepekaan yang ekstrim, penyuntikan
allergen dapat mengakibatkan kematian atau reaksi subletal.
4. MANIFISTASI KLINIS
Gambaran kilinis anafilaksis sangat bervariasi, baik cepatdan lamanya reaksi maupun
luas dan beratnya reaksi. Gejala dapat dimulai dengan gejala prodromal baru menjadi
berat. Keluhanyang sering dijumpai pada fase permulaan adalah rasa takut, perihdalam
mulut, gatal pada mata dan kulit, panas dan kesemutan padatungkai, sesak, mual, pusing, lemas dan
sakit perut.
Adapun Gejala-gejala yang secara umum, bisa pula ditemuipada suatu anafilaksis adalah:
a. Gatal di seluruh tubuh
b. Hidung tersumbat
c. Kesulitan dalam bernafas
d. Batuk
e. Kulit kebiruan (sianosis), juga bibir dan kukuf)
f. Pusing, berbicara tidak jelas
g. Denyut nadi yang berubah-ubah
h. Jantung berdebar-debar (palpitasi)
i. Mual, muntah dan kulit kemerahan.
5. KOMPLIKASI
a. Henti jantung (cardiac arrest) dan nafas.
b. Bronkospasme persisten.
c. Oedema Larynx (dapat mengakibatkan kematian).
d. Relaps jantung dan pembuluh darah (kardiovaskuler).
e. Kerusakan otak permanen akibat syok.
f. Urtikaria dan angoioedema menetap sampai beberapa bulan
6. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK/PENUNJANG
Untuk menentukan diagnose terhadap pasien yang mengalami reaksi anafilaksis,
maka dapat dilakukan pemeriksaan darah lengkap, SGOT, LDH, ECG dan foto paru.
a. Pada pemeriksaan Hematologi Lengkap : hitung sel meningkat hemokonsentrasi,
trombositopenia eosinofil naik/ normal/ turun
b. X photo : hiperinflasi dengan atau tanpa atelektasis karena mucus plug
c. EKG : gangguan konduksi, atrial dan ventrikuler distrimia, kimia meningkat,
sereum tritaase meningkat.
Selain itu ada beberapa tes alergi yang dapat digunakan untuk memperkuat dagnosa
terhadap terjadinya rekasi anafilaktik, antara lain:
Ada beberapa macam tes alergi, yaitu :
a. Skin Prick Test (Tes tusuk kulit).
Tes ini untuk memeriksa alergi terhadap alergen hirup dan makanan, misalnya debu,
tungau debu, serpih kulit binatang, udang, kepiting dan lain-lain. Tes ini dilakukan di
kulit lengan bawah sisi dalam, lalu alergen yang diuji ditusukkan pada kulit dengan
menggunakan jarum khusus (panjang mata jarum 2 mm), jadi tidak menimbulkan
luka, berdarah di kulit. Hasilnya dapat segera diketahui dalam waktu 30 menit Bila
positif alergi terhadap alergen tertentu akan timbul bentol merah gatal.
Syarat tes ini :
1) Pasien harus dalam keadaan sehat dan bebas obat yang mengandung antihistamin
(obat anti alergi) selama 3 – 7 hari, tergantung jenis obatnya.
2) Umur yang di anjurkan 4 – 50 tahun.
b. Patch Tes (Tes Tempel).
Tes ini untuk mengetahui alergi kontak terhadap bahan kimia, pada penyakit
dermatitis atau eksim. Tes ini dilakukan di kulit punggung. Hasil tes ini baru dapat
dibaca setelah 48 jam. Bila positif terhadap bahan kimia tertentu, akan timbul bercak
kemerahan dan melenting pada kulit.
Syarat tes ini :
1) Dalam 48 jam, pasien tidak boleh melakukan aktivitas yang berkeringat, mandi,
posisi tidur tertelungkup, punggung tidak boleh bergesekan.
2) 2 hari sebelum tes, tidak boleh minum obat yang mengandung steroid atau anti
bengkak. Daerah pungung harus bebas dari obat oles, krim atau salep.
c. RAST (Radio Allergo Sorbent Test).
Tes ini untuk mengetahui alergi terhadap alergen hirup dan makanan. Tes ini
memerlukan sampel serum darah sebanyak 2 cc. Lalu serum darah tersebut diproses
dengan mesin komputerisasi khusus, hasilnya dapat diketahui setelah 4 jam.
Kelebihan tes ini adalah dapat dilakukan pada usia berapapun, tidak dipengaruhi oleh
obat-obatan.
d. Skin Test (Tes kulit).
Tes ini digunakan untuk mengetahui alergi terhadap obat yang disuntikkan. Dilakukan
di kulit lengan bawah dengan cara menyuntikkan obat yang akan di tes di lapisan
bawah kulit. Hasil tes baru dapat dibaca setelah 15 menit. Bila positif akan timbul
bentol, merah, gatal.
e. Tes Provokasi.
Tes ini digunakan untuk mengetahui alergi terhadap obat yang diminum, makanan,
dapat juga untuk alergen hirup, contohnya debu. Tes provokasi untuk alergen hirup
dinamakan tes provokasi bronkial. Tes ini digunakan untuk penyakit asma dan pilek
alergi. Tes provokasi bronkial dan makanan sudah jarang dipakai, karena tidak
nyaman untuk pasien dan berisiko tinggi terjadinya serangan asma dan syok. tes
provokasi bronkial dan tes provokasi makanan sudah digantikan oleh Skin Prick Test
dan IgE spesifik metode RAST.
Untuk tes provokasi obat, menggunakan metode DBPC (Double Blind Placebo
Control) atau uji samar ganda. caranya pasien minum obat dengan dosis dinaikkan
secara bertahap, lalu ditunggu reaksinya dengan interval 15 – 30 menit. Dalam satu
hari hanya boleh satu macam obat yang dites, untuk tes terhadap bahan/zat lainnya
harus menunggu 48 jam kemudian. Tujuannya untuk mengetahui reaksi alergi tipe
lambat.
Ada sedikit macam obat yang sudah dapat dites dengan metode RAST.
Semua tes alergi memiliki keakuratan 100 %, dengan syarat persiapan tes harus benar,
dan cara melakukan tes harus tepat dan benar.
7. PENATALAKSANAAN MEDIS
Penanganan anafilaksis adalah sebagai berikut:
a. Oksigenasi
Prioritas pertama dalam pertolongan adalah pernafasan. Jalan nafas yang etrbuka
dan bebas harus dijamin, kalau perlu lakukan sesuai dengan ABC-nya resusitasi.
Penderita harus mendapatkan oksigenasi yang adekuat. Bila ada tanda-tanda pre
syok/syok, tempatkan penderita pada posisi syok yaitu tidur terlentang datar dengan
kaki ditinggikan 30o – 45º agar darah lebih banyak mengalir ke organ-organ vital.
Bebaskan jalan nafas dan berikan oksigen dengan masker. Apabila terdapat obstruksi
laring karena edema laring atau angioneurotik, segera lakukan intubasi endotrakeal
untuk fasilitas ventilasi. Ventilator mekanik diindikasikan bila terdapat spasme
bronkus, apneu atau henti jantung mendadak.
b. Epinefrin
Epinefrin atau adrenalin bekerja sebagai penghambat pelepasan histamine dan
mediator lain yang poten. Mekanismenya adalah adrenalin meningkatkan siklik AMP
dalam sel mast dan basofil sehingga menghambat terjadinya degranulasi serta
pelepasan histamine dan mediator lainnya. Selain itu adrenalin mempunyai
kemampuan memperbaiki kontraktilitas otot jantung, tonus pembuluh darah perifer
dan otot polos bronkus. Dosis yang dianjurkan adalah 0,25 mg sub kutan setiap 15
menit sesuai berat gejalanya. Bila penderita mengalami presyok atau syok dapat
diberikan dengan dosis 0,3 – 0,5 mg (dewasa) dan 0,01 mg/ KgBB (anak) secara intra
muskuler dan dapat diulang tiap 15 menit samapi tekanan darah sistolik mencapai 90-
100 mmHg. Cara lain adalah dengan memberikan larutan 1-2 mg dalam 100 ml
garam fisiologis secara intravena, dilakukan bila perfusi otot jelek karena syok dan
pemberiannya dengan monitoring EKG. Pada penderita tanpa kelainan jantung,
adrenalin dapat diberikan dalam larutan 1 : 100.000 yaitu melarutkan 0,1 ml
adrenalin dalam 9,9 ml NaCl 0,9% dan diberikan sebanyak 10 ml secara
intravena pelan-pelan dalam 5 – 10 menit. Adrenalin harus diberikan secara hati-hati
pada penderita yang mendapat anestesi volatile untuk menghindari terjadinya aritmia
ventrikuler.
Tabel Dosis Adrenalin Intramuskular untuk Anak – anak
c. Pemberian cairan intravena
Pemberian cairan infuse dilakukan bila tekanan sistolik belum mencapai 100 mmHg
(dewasa) dan 50 mmHg (anak). Cairan yang dapat diberikan adalah RL/NaCl,
Dextran/ Plasma. Pada dewasa sering dibutuhkan cairan sampai 2000ml dalam jam
pertama dan selanjutnya diberikan 2000 – 3000 ml/m² LPB/ 24 jam. Plasma / plasma
ekspander dapat diberikan segera untuk mengatasi hipovolemi intravaskuler akibat
vasodilatasi akut dan kebocoran cairan intravaskuler ke interstitial karena plasma /
plasma ekspander lebih lama berada di dalam intravaskuler dibandingkan kristaloid.
Karena cukup banyak cairan yang diberikan, pemantauan CVP dan hematokrit secara
serial sangat membantu.
d. Obat – obat vasopressor
Bila pemberian adrenalin dan cairan infuse yang dirasakan cukup adekwat tetapi
tekanan sistolik tetap belum mencapai 90 mmHg atau syok belum teratasi, dapat
diberikan vasopressor. Dopamin dapat diberikan secara infus dengan dosis
awal 0,3mg/KgBB/jam dan dapat ditingkatkan secara bertahap 1,2mg/KgBB/jam
untuk mempertahankan tekanan darah yang membaik. Noradrenalin dapat diberikan
untuk hipotensi yang tetap membandel.
e. Aminofilin
Sama seperti adrenalin, aminofillin menghambat pelepasan histamine dan mediator
lain dengan meningkatkan c-AMP sel mast dan basofil. Jadi kerjanya memperkuat
kerja adrenalin. Dosis yang diberikan 5mg/kg i.v pelan-pelan dalam 5-10 menit untuk
mencegah terjadinya hipotensi dan diencerkan dengan 10 ml D5%. Aminofillin ini
diberikan bila spasme bronkus yang terjadi tidak teratasi dengan adrenalin. Bila perlu
aminofillin dapat diteruskan secara infuse kontinyu dengan dosis 0,2 -1,2 mg/kg/jam.
f. Kortikosteroid
Berperan sebagai penghambat mitosis sel precursor IgE dan juga menghambat
pemecahan fosfolipid menjadi asam arakhidonat pada fase lambat. Kortikosteroid
digunakan untuk mengatasi spasme bronkus yang tidak dapat diatasi dengan adrenalin
dan mencegah terjadinya reaksi lambat dari anafilaksis. Dosis yang dapat diberikan
adalah 7-10 mg/kg i.vprednisolon dilanjutkan dengan 5 mg/kg tiap 6 jam atau dengan
deksametason 40-50 mg i.v. Kortisol dapat diberikan secara i.v dengan dosis 100 -200
mg dalam interval 24 jam dan selanjutnya diturunkan secara bertahap.
g. Antihistamin
Bekerja sebagai penghambat sebagian pengaruh histamine terhadap sel target.
Antihistamin diindikasikan pada kasus reaksi yang memanjang atau bila terjadi edema
angioneurotik dan urtikaria. Difenhidramin dapat diberikan dengan dosis 1-2mg/kg
sampai 50 mg dosis tunggal i.m. Untuk anak-anak dosisnya 1mg/kg tiap 4 -6 jam.
h. Resusitasi jantung paru
Resusitasi jantung paru (RJP) dilakukan apabila terdapat tanda-tanda kagagalan
sirkulasi dan pernafasan. Untuk itu tindakan RJP yang dilakukan sama seperti pada
umumnya.
i. Bilamana penderita akan dirujuk ke rumah sakit lain yang lebih baik fasilitasnya,
maka sebaiknya penderita dalam keadaan stabil terlebih dahulu. Sangatlah tidak
bijaksana mengirim penderita syok anafilaksis yang belum stabil penderita akan
dengan mudah jatuh ke keadaan yang lebih buruk bahkan fatal. Saat evakuasi,
sebaiknya penderita dikawal oleh dokter dan perawat yang menguasai penanganan
kasus gawat darurat.
j. Penderita yang tertolong dan telah stabil jangan terlalu cepat dipulangkan karena
kemungkinan terjadinya reaksi lambat anafilaksis. Sebaiknya penderita tetap
dimonitor paling tidak untuk 12-24 jam. Untuk keperluan monitoring yang kektat dan
kontinyu ini sebaiknya penderita dirawat di Unit Perwatan Intensif. (Alirifan, 2011)
B. WOC
1. PENGKAJIAN
a. Anamnesa / wawancara
Anamnesis meliputi identitas pasien dan penanggung jawab, riwayat kesehatan
sekarang dan pemeriksaan fisik difokuskan pada gejala sekarang dan gejala yang
pernah dialami.
Keluhan Utama : Sesak napas
Pasien mengeluh sesak napas sejak ± 17 jam sebelum masuk rumah sakit
setelah disuntik obat. Sesak dirasakan timbul secara tiba-tiba seperti sulit
untuk mengambil napas dan tidak membaik dengan perubahan posisi. Sesak
awalnya terasa ringan, namun dalam setengah jam semakin memberat.
Pasien mengatakan sesak napas muncul ± 30 menit setelah perawat
memasukkan obat.
Pasien juga mengeluh bengkak di kedua mata dan bibirnya sejak ± 30 menit
setelah perawat memasukkan obat. Mata dirasakan semakin bengkak dan
kemerahan. Sensasi seperti terbakar juga dirasakan pada bibir pasien.
Pasien juga mengeluh gatal dan kemerahan pada seluruh tubuhnya sejak ±
30 menit setelah perawat memasukkan obat terutama pada tangan dan
kakinya. Gatal tidak berkurang dengan garukan.
Pasien juga mengeluh mual setelah timbul kemerahan pada seluruh tubuh ±
40 menit setelah memasukkan obat. Mual tidak disertai dengan muntah.
Mual dirasakan terus menerus, disertai rasa tidak enak pada tenggorokan.
Pasien juga mengeluhkan mencret sudah sebanyak dua kali sejak tadi pagi
(6/9/2012), dengan konsistensi cair, ampas dikatakan sedikit, berwarna
kuning, volume ±200 cc. Darah segar dikatakan tidak ada. BAB berwarna
coklat juga disangkal oleh pasien.
Pasien mengeluh batuk darah 1 hari SMRS dengan frekuensi 1 kali dan
dengan volume ± 200 cc. Keluhan sesak dan nyeri dada yang menyertai
batuk disangkal. Pasien juga mengeluh demam sejak 5 hari berturut-turut
SMRS. Demam dikatakan berupa rasa panas pada seluruh tubuh namun
pasien tidak sempat mengukur suhu tubuhnya. Demam dirasakan menetap
hingga mengganggu aktivitas sehari-hari dan menyebabkan nafsu makan
menurun. Demam dikatakan membaik setelah minum obat penurun panas
namun muncul kembali beberapa jam kemudian. Demam dirasakan tiba-tiba
dan terus menetap. Demam tidak disertai menggigil. Inilah sebab pasien
dibawa berobat ke RSUP Sanglah pada tanggal 5 September 2012. Keluhan
sesak dan nyeri dada yang menyertai batuk disangkal.
Riwayat Sosial :
Pasien adalah seorang perokok berat sejak usia remaja. Pasien dalam
sehari bisa menghabiskan hingga 1-2 bungkus rokok. Pasien berhenti
bersekolah setelah tamat SD dan sejak itu sering melakukan berbagai
kerja sementara seperti bartender di tempat- tempat hiburan dan sering
mengkonsumsi alkohol di tempat kerja. Riwayat penggunaan jarum
suntik disangkal oleh penderita.
b. Pemeriksaan Fisik
1) Status respirasi
Respirasi meningkat, dan dangkal (pada fase kompensasi) kemudian menjadi
lambat (pada syok septik, respirasi meningkat jika kondisi menjelek)
2) Fungsi metabolik
Asidosis akibat timbunan asam laktat di jaringan (pada awal syok septik dijumpai
alkalosis metabolik, kausanya tidak diketahui). Alkalosis respirasi akibat takipnea
3) Keseimbangan asam basa
Pada awal syok pO2 dan pCO2 menurun (penurunan pCO2 karena takipnea,
penurunan pO2 karena adanya aliran pintas di paru)
4) Kulit
a) Suhu raba dingin (hangat pada syok septik hanya bersifat sementara, karena
begitu syok berlanjut terjadi hipovolemia)
b) Warna pucat (kemerahan pada syok septik, sianosis pada syok kardiogenik dan
syok hemoragi terminal)
c) Basah pada fase lanjut syok (sering kering pada syok septik).
5) Status jantung
Takikardi, pulsus lemah dan sulit diraba
Tekanan darah
Hipotensi dengan tekanan sistole < 80 mmHg (lebih tinggi pada penderita yang
sebelumnya mengidap hipertensi, normal atau meninggi pada awal syok septik)
6) Status mental
Gelisah, cemas, agitasi, tampak ketakutan. Kesadaran dan orientasi menurun,
spoor sampai koma
c. Pemeriksaan penunjang
1) Pemeriksaan Laboratorium
2) Hematologi : darah (Hb, hematokrit, leukosit, golongan darah), kadar elektrolit,
kadar ureum, kreatinin, glukosa darah. Hitung sel meningkat, Hemokonsentrasi,
trombositopenia, eosinophilia naik/ normal / turun
3) Kimia : Plasma Histamin meningkat, sereum triptaase meningkat
4) Analisa gas darah
5) Radiologi
6) X foto : Hiperinflasi dengan atau tanpa atelektasis karena mukus, plug.
7) EKG : Gangguan konduksi, atrial dan ventrikular disritmia.
d. Pengelompokan data
1) Data subjektif :
a) Klien mengatakan sesak nafas atau sulit dalam bernafas
b) Klien mengatakan dirinya sangat lemas
c) Klien mengeluh mual dan muntah
d) Klien mengatakan cemas dan gelisah
e) Klien mengatakan gatal – gatal pada kulit dan hidung
2) Data objektif :
a) Klien tampak sesak, tampak bernafas dengan mulut, tampak pembengkakan
pada mukosa hidung,tampak penggunaan otot bantu nafas, pernafasan cuping
hidung, terpasang oksigen
b) Tampak bengkak di sekitar tubuh dan hidung klien
c) Klien tampak pucat, akral dingin, gambaran EKG gelombang T mendatar dan
terbalik
d) Tanda – tanda vital terutama tekanan darah menurun
e) Klien tampak lemah
f) Klien tampak cemas
g) Klien tampak menggaruk – garuk badannya, tampak adanya pruritus (ada
hives) urtikaria
2. DIAGNOSA
a. Analisa data
No Symptom Etiologi Problem
1 DS : klien mengatakan sesak Pola nafas tidak
nafas atau sulit dalam bernafas Reaksi imunologi traktus efektif
3. INTERVENSI
Hari / No Intervensi Keperawatan
tanggal Dx Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
1 Setelah dilakukan tindakan 1. Pastikan tidak 1. Menurunkan
keperawatan selama … x 24 terdapat benda atau resiko aspirasi /
jam di harapkan pasien zat tertentu atau gigi masuknya suatu
mampu mempertahankan palsu pada mulut benda asing ke
pola pernapasan efektif pasien faring
2. Atur posisi klien : 2. Meningkatkan
dengan kriteria hasil :
Letakkan pasien
- Klien tidak mengeluh sesak aliran sekret,
- Bernafas spontan tanpa pada posisi sim,
mencegah lidah
bantuan O2 permukaan datar dan
jatuh &
- Tidak ada penggunaan otot
miringkan kepala
menyumbat jalan
bantu nafas dan cuping
pasien
nafas
hidung 3. Lakukan
3. Menurunkan
- RR normal 16-20 x/menit
penghisapan sesuai
resiko aspirasi
indikasi atau asfiksia
4. Kolaborasi : 4. Kolaborasi :
Berikan tambahan Untuk
O2 atau ventilasi menurunkan
manual sesuai hipoksia cerebral
kebutuhan
4. IMPLEMENTASI
No
Hari/Tgl/Jam Implementasi Respon Hasil Paraf
Dx
1 1. Mengkaji tanda-tanda vital 1. RR dalam batas normal Mahasiswa
2. Pasien dengan posisi
terutama RR
2. Mengatur posisi pasien hiperekstensi / semi
fowler
2 1. Mengkaji prubahan tiba-tiba 1. Klien tampak sadar dan
gangguan mental kontinu berorientasi
2. Mengkaji warna kulit
2. Kulit klien tampak pucat
3 1. Mengkaji tanda-tanda vital 1. Klien tampak segar
2. Memantau pemasukan cairan 2. Klien tampak mengikuti
anjuran tenaga medis
3. Memberikan antipiraktik
3. Klien tampak minum
acetaminophen
acetanimofen
41. Menkaji warna kulit, turgor 1. Kulit klien tampak
kulit dan sensasi menunjukan kemajuan
pada luka / penyembuhan
2. Klien tampak
2. Mempertahankan hygiene kulit
menggunakan lotion dan
3. Membantu mempertahankan
sebagainya
kebutuhan lingkungan klien 3. Klien tampak nyaman
4. Memerikan obat-obatan /
dengan lingkungan
sistemik sesuai indikasi
sekiturnya
4. Klien mau mengikuti
anjuran perawat dan
tenaga medis lainnya.
5. EVALUASI
Hari / Tgl No
Catatan Perkembangan Paraf
Jam Dx
1 S : Klien mengatakan sesaknya mulai berkurang Mahasiswa
O : Tampak rileks saat bernafas
- Bernafas dengan bantuan O2
- Tidak ada penggunaan otot bantu nafas dan
cuping hidung
- RR masih dibawah batasan normal
A : Masalah pola nafas teratasi sebagian
P : Intervensi dilanjutkan, no : 1,2,3
1. Kaji tanda – tanda vital terutama pernafasan
2. Atur posisi klien : kepala hiperekstensi
3. Atur posisi klien :semi fowler/ trendelenburg
Ellis, Anne and James Day. “Diagnosis and Management of Anaphylaxis ” Canadian
Medical Association Journal 169(2003): 1-4.
Janeway, C.A., Travers, P., Walport, M., Schlomchik, M. Immunobiology 6th Ed: The
Immune System in Health and Disease. New York: Garland Publishing, 2005.
Sampson, Hugh. “Anaphylaxis and Emergency Treatment.” Pediatrics 111 (2003): 1601-
1608.
Stern, David. 6 November 1997. Anaphylaxis:Life-Threatening Allergy. Asthma and
Allergy Information and Research. Accessed 24 April 2006 <
http://www.users.globalnet.co.uk/~aair/index.htm
31