Anda di halaman 1dari 15

Case Report Session

TUMOR KOLON DAN REKTAL

Oleh :
Aristya Rahadiyan Budi 1840312410

Preseptor :
dr. Juni Mitra, Sp. B (K) BD

BAGIAN ILMU BEDAH


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
RSUP DR M DJAMIL PADANG
2019
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tujuan Penulisan
Penulisan makalah ini bertujuan untuk memahami serta menambah pengetahuan tentang
tumor pada kolon dan rektal.
1.2 Batasan Masalah
Batasan penulisan makalah ini membahas mengenai anatomi, definisi, epidemiologi,
etiologi dan patogenesis, manifestasi klinis, diagnosis, diagnosis banding, penatalaksanaan,
komplikasi, prognosis, laporan kasus, dan diskusi kasus.
1.4 Metode Penulisan
Penulisan makalah ini menggunakan metode penulisan tinjauan kepustakaan merujuk
pada berbagai literatur.
BAB 2
PEMBAHASAN

2.1 Definisi
Kanker kolorektal adalah keganasan yang berasal dari jaringan usus besar, terdiri dari kolon
(bagian terpanjang dari usus besar) dan atau rektum (bagian kecil dari usus besar sebelum
anus).1
Menurut American Cancer Society, kanker kolorektal (KKR) adalah kanker ketiga
terbanyak dan merupakan kanker penyebab kematian kedua terbanyak pada pria dan wanita di
Amerika Serikat2. Pada tahun 2014 diprediksi ada 96.830 kasus baru kanker kolon dan 40.000
kasus baru kanker rektum.3

2.2 Epidemiologi
Kanker kolorektal merupakan keganasan terbanyak ketiga terbanyak di dunia. Data dari
globocan pada tahun 2012 menunjukan insiden kanker kolorektal di Indonesia adalah 12,8 per
100.000 penduduk di usia dewasa dengan mortalitas 9,5%. Di Indonesia kanker kolorektal
merupakan urutan nomer 3, kenaikan tajam pada penyakit ini dapat dikaitkan dengan
perubahan diet penduduk Indonesia yang dapat dicurigai merupakan dampak dari peningkatan
kesejahteraan mayarakat secara menyeluruh yang mendorong perubahan diet ke arah barat atau
dapat disebut sebagai fenomena westernisasi.4

2.3 Faktor Resiko


Secara umum perkembangan KKR merupakan interaksi antara faktor lingkungan dan faktor
genetik. Faktor lingkungan multipel bereaksi terhadap pradisposisi genetik atau defek yang
didapat dan berkembang menjadi KKR.5
Faktor risiko dapat dibagi menjadi dua yaitu yang dapat dimodifikasi dan yang tidak dapat
dimodifikasi. Termasuk di dalam faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi adalah riwayat
KKR atau polip adenoma individu dan keluarga, dan riwayat individu penyakit inflamasi
kronis pada usus. Sedangkan yang termasuk faktor risiko yang dapat dimodifikasi adalah
inaktivitas, obesitas, konsumsi tinggi daging merah, merokok, dan konsumsi alkohol.5
2.4 Deteksi dini
Deteksi dini (skrining) dan diagnosis pada pengelolaan KKR memiliki peranan penting
dalam memperoleh hasil yang optimal yaitu meningkatnya ketahanan hidup, menurunnya
angka morbiditas dan mortalitas pada pasien KKR.
Tujuan skrining kanker kolorektal adalah deteksi dini, membuang lesi pra-kanker, dan
mendeteksi penyakit pada stadium dini sehingga dapat dilakukan terapi kuratif.
Indikasi dari pemeriksaan dini atau skrining kanker kolorektal adalah individu dengan
risiko sedang dan risiko tinggi, yang termasuk risiko sedang adalah:
1. Individu berusia 50 tahun atau lebih
2. Individu yang tidak mempunyai riwayat kanker kolorektal atau inflammatory bowel
disease
3. Individu tanpa riwayat keluarga kanker kolorketal
4. Individu yang terdiagnosis adenoma atau kanker kolorektal setelah berusia lebih dari 60
tahun
Kriteria pasien risiko tinggi adalah:
1. Individu dengan riwayat polip adenoma
2. Individu dengan riwayat reseksi kuratif kanker kolorektal
3. Individu dengan riwayat keluarga tingkat pertama kanker kolorektal atau adenoma
kolorektal (rekomendasi berbeda berdasarkan umurk keluarga saat terdiagnosis)
4. Individu degnan riwayat inflammatory bowel disease yang lama
5. Individu degnan diagnosis atau kecurgiaan sindrom hereditary non-polyposis cancer
(HPNCC) atau sindrom Lynchatau familial adenomatous polyposis (FAP)
Individu dengan risiko meningkat atau risiko tinggi KKR perlu menjalani pemeriksaan
lebih sering, yang dimulai pada umur lebih muda.
Metode pemeriksaan skrining untuk kolorektal dapat dibagi menjadi
1. Pemeriksaan colok dubur
2. Pemeriksaan guaiac-based fecal occult blood test (gFOBTs), fecal immunochemical
tests (FITs) dan pemeriksaan feses untuk exfoliated DNA.
3. Pemeriksaan endoskopi (sigmoidoskopi fleksibel, kolonoskopi), dan pemeriksaan
radiologi (barium enema dengan kontras ganda dan computed tomography
colonography)
2.5 Diagnosis
2.5.1 Anatomi
Kolon adalah usus besar proksimal dari rektum. Pada orang dewasa, yang dimaksud
dengan rektum intra-operasi adalah batas fusi dua taenia mesentrik dengan area amorfus
rektum (true rektum); sedangkan pada pemeriksaan sigmoidoskop kaku, rektum berjarak 15cm
dari anal verge (UKCCR) atau 12cm dari anal verge (USA).6 - 8
Pilihan penangnan kanker rekti memerlukan ketepatan lokalisasi tumor, karena itu
untuk tujuan terapi rektum dibagi dalam 3 bagian, yaitu 1/3 atas, 1/3 tengah, dan 1/3 bawah.
Bagian 1/3 atas dibungkus oleh peritoneum pada anterior dan lateral, bagian 1/3 tengah
dibungkus peritomneum hanya di bagian anterior saja, dan bagian 1/3 bawah tidak dibungukus
peritoneum. 6 - 8

Lipatan transversal rektum bagian tengah terletak +11cm dari garis anokutan dan
merupakan tanda patokan adanya peritoneum. Bagian rektum di bawah katub media disebut
ampula rekti, di mana bila bagian ampula ini direseksi maka frekuensi defekasi secara tajam
akan meningkat. Hal ini merupakan faktor penting yang harus dipertimbangkan dalam memilih
tindakan pembedahan. Bagian anterior rektum tidak ditutup peritoneum tetapi dibungkus oleh
lapisan tipis fasia pelvis yang disebut fasia propria. Pada setiap sisi rektum di bawah
peritoneum. terdapat pengumpulan fasia yang dikenal sebagai ligamen lateral, yang
menghubungkan rektum dengan fasia pelvis parietal. 6 - 8

Letak ujung bawah tumor pada kanker rekti biasanya dihitung dari berapa cm jarak
tumor tersebut dari garis anokutan. Pada hasil-hasil yang dilaporkan harus disebutkan apakah
pembagian tersebut dibuat dengan endoskopi yang kaku atau fleksibel dan apakah patokannya
dari garis anokutan, linea dentata, atau cincin anorektal. 6 - 8

Bagian utama saluran limfatik rektum melewati sepanjang trunkus a. hemoroidalis


superior menuju a. mesenterika inferior. Hanya beberapa saluran limfe yang melewati
sepanjang v. mesenterika inferior. Kelenjar getah bening pararektal di atas pertengahan katup
rektum mengalir sepanjang cincin limfatik hemoroidalis superior. Di bawahnya (yaitu 7-8 cm
di atas garis anokutan), beberapa saluran limfe menuju ke lateral. Saluran-saluran limfe ini
berhubungan dengan kelenjar getah bening sepanjang a. hemoroidalis media, fossa obturator
dan a. hipogastrika serta a. iliaka komunis. 6 - 8

Perjalanan saluran limfatik utama pada kanker rekti adalah mengikuti pembuluh darah
rektum bagian atas menuju kelenjar getah bening mesenterika inferior. Aliran limfatik rektum
bagian tengah dan bawah juga mengikuti pembuluh darah rektum bagian tengah dan berakhir
di kelenjar getah bening iliaka interna. Kanker rekti bagian bawah yang menjalar ke anus
kadang- kadang dapat bermetastase ke kelenjar inguinal superfisial karena adanya hubungan
dengan saluran limfatik eferen yang menuju ke anus bagian bawah. 6 - 8

2.5.2 Anamnesis dan pemeriksaan fisik9


Berikut ini adalah gejala dan tanda yang menunjukkan nilai prediksi tinggi akan adanya
KKR:

a. Keluhan utama dan pemeriksaan klinis, yaitu: Perdarahan per-anal disertai peningkatan
frekuensi defekasi dan/atau diare selama minimal 6 minggu (semua umur), perdarahan per-
anal tanpa gejala anal (di atas 60 tahun), peningkatan frekuensi defekasi atau diare selama
minimal 6 minggu (di atas 60 tahun), massa teraba pada fossa iliaka dekstra (semua umur),
massa intra-luminal di dalam rektum, tanda-tanda obstruksi mekanik usus, dan setiap pasien
dengan anemia defisiensi Fe (Hb <11g% untuk laki-laki atau <10g% untuk perempuan pasca
menopause).

b. Pemeriksaan colok dubur

Pemeriksaan colok dubur dilakukan pada setiap pasien dengan gejala ano-rektal.
Pemeriksaan ini bertujuan untuk menetapkan keutuhan sfingter ani dan menetapkan ukuran
dan derajat fiksasi tumor pada rektum 1/3 tengah dan distal. Ada 2 gambaran khas
pemeriksaan colok dubur, yaitu indurasi dan penonjolan tepi, yang dapat berupa suatu
pertumbuhan awal yang teraba sebagai indurasi seperti cakram yaitu suatu plateau kecil
dengan permukaan yang licindan berbatas tegas, suatu pertumbuhan tonjolan yang rapuh,
biasanya lebih lunak, tetapi umumnya mempunyai beberapa daerah indurasi, suatu bentuk
khas dari ulkus maligna dengan tepi noduler yang menonjol dengan suatu kubah yang dalam
(bentuk ini paling sering) dan suatu bentuk kanker anular yang teraba sebagai pertumbuhan
bentuk cincin.

Pada pemeriksaan colok dubur ini yang harus dinilai adalah:

a. Keadaan tumor

Ekstensi lesi pada dinding rektum serta letak bagian terendah terhadap cincin anorektal,
cervix uteri, bagian atas kelenjar prostat atau ujung os coccygeus. Pada pasien perempuan
sebaiknya juga dilakukan palpasi melalui vagina untuk mengetahui apakah mukosa vagina di
atas tumor tersebut licin dan dapat digerakkan atau apakah ada perlekatan dan ulserasi, juga
untuk menilai batas atas dari lesi anular. Penilaian batas atas ini tidak dapat dilakukan
dengan pemeriksaan colok dubur.
b. Mobilitas tumor

Hal ini sangat penting untuk mengetahui prospek terapi pembedahan. Lesi yang sangat dini
biasanya masih dapat digerakkan pada lapisan otot dinding rektum. Pada lesi yang sudah
lebih lanjut umumnya terfiksir karena penetrasi atau perlekatan ke struktur ekstrarektal
seperti kelenjar prostat, buli-buli, dinding pascaerior vagina atau dinding anterior uterus.

c. Ekstensi dan ukuran tumor dengan menilai batas atas, bawah, dan sirkuler.

Berikut ini adalah hal yang harus diperhatikan dalam anamnesis dan pemeriksaan fisik dari
pasien yang dicurigai menderita KKR:

 Setiap pasien yang secara klinik dicurigai menderita KKR, seluruh kolon dan rektum
harus dinilai dan dilakukan investigasi.

 Penilaian rektum melibatkan pemeriksaan colok dubur.

 Diagnosis KKR yang hanya berdasarkan pemeriksaan klinik tidak dapat dipercaya

2.5.3 Pemeriksaan Penunjang


2.5.3.1 Endoskopi
Endoskopi merupakan prosedur diagnostik utama dan dapat dilakukan dengan
sigmoidoskopi (>35% tumor terletak di rektosigmoid) atau dengan kolonoskopi total.
Kolonoskopi memberikan keuntungan sebagai berikut, yaitu tingkat sensitivitas di dalam
mendiagnosis adenokarsinoma atau polip kolorektal adalah 95%, kolonoskopi berfungsi
sebagai alat diagnostik (biopsi) dan terapi (polipektomi), kolonoskopi dapat mengidentifikasi
dan melakukan reseksi synchronous polyp dan tidak ada paparan radiasi.
Sedangkan kelemahan kolonoskopi adalah pada 5–30% pemeriksaan tidak dapat mencapai
sekum, sedasi intravena selalu diperlukan, lokalisasi tumor dapat tidak akurat dan tingkat
mortalitasnya adalah 1 : 5.000 kolonoskopi.
Pada semua kasus yang dicurigai KKR, dilakukan kolonoskopi. Jika tidak dapat dilakukan
kolonoskopi, sigmoidoskopi dilanjutkan dengan pemeriksaan barium enema kontras ganda.

2.5.3.2 Barium Enema Kontras Ganda


Pemeriksaan enema barium yang dipilih adalah dengan kontras ganda karena memberikan
keuntungan sebagai berikut, sensitivitasnya untuk mendiagnosis KKR: 65-95%, aman, tingkat
keberhasilan prosedur sangat tinggi, tidak memerlukan sedasi dan telah tersedia di hampir
seluruh rumah sakit.
Sedangkan kelemahan pemeriksaan barium enema, yaitu lesi T1 sering tak terdeteksi,
rendahnya akurasi untuk mendiagnosis lesi di rekto-sigmoid dengan divertikulosis dan di
sekum, rendahnya akurasi untuk mendiagnosis lesi tipe datar, rendahnya sensitivitas (70-95%)
untuk mendiagnosis polip <1 cm dan ada paparan radiasi.
2.5.3.3 CT colonography (Pneumocolon CT)
Pemeriksaan CT colonography dipengaruhi oleh spesifikasi alat CT scan dan software
yang tersedia serta memerlukan protokol pemeriksaan khusus. Modalitas CT yang dapat
melakukan CT colonography dengan baik adalah modalitas CT scan yang memiliki
kemampuan rekonstruksi multiplanar dan 3D volume rendering. Kolonoskopi virtual juga
memerlukan software khusus. Keunggulan CT colonography adalah dapat digunakan sebagai
skrining setiap 5 tahun sekali (level of evidence 1C, sensitivitas tinggi di dalam mendiagnosis
KKR); toleransi pasien baik; dapat memberikan informasi keadaan di luar kolon, dan termasuk
untuk menentukan stadium melalui penilaian invasi lokal, metastasis hepar, dan kelenjar getah
bening.
Sedangkan kelemahannya adalah tidak dapat mendiagnosis polip <10 mm; memerlukan
radiasi yang lebih tinggi, tidak dapat menetapkan adanya metastasis pada kelenjar getah bening
apabila kelenjar getah bening tidak mengalami pembesaran, jumlah spesialis radiologi yang
berkompeten masih terbatas, modalitas CT scan dengan software yang mumpuni masih
terbatas; jika persiapan pasien kurang baik, maka hasilnya sulit diinterpratasi; permintaan CT
scan abdomen dengan diagnosis klinis yang belum terarah ke keganasan kolorektal akan
membuat protokol CT scan abdomen tidak dikhususkan pada CT colonography; dan tidak
dapat dilakukan biopsi atau polipektomi.
CT scan mempunyai karakterisik, yaitu dapat memperlihatkan invasi ekstra-rektal dan
invasi organ sekitar rektum, tetapi tidak dapat membedakan lapisan-lapisan dinding usus;
akurasi tidak setinggi ultrasonografi endoluminal untuk mendiagnosis metastasis ke kelenjar
getah bening; berguna untuk mendeteksi metastasis ke kelenjar getah bening retroperitoneal
dan metastasis ke hepar; berguna untuk menentukan suatu tumor stadium lanjut apakah akan
menjalani terapi adjuvan pra-operasi; dan untuk mengevaluasi keadaan ureter dan buli-buli.
2.5.3.4 Endorectal Ultrasonography (ERUS)
Pemeriksaan ini dilakukan oleh spesialis bedah kolorektal (operator dependent) atau
spesialis radiologi. ERUS digunakan terutama pada T1 yang akan dilakukan eksisi transanal,
pada T3-4 yang dipertimbangkan untuk terapi neoadjuvan, dan digunakan apabila direncanakan
reseksi trans-anal atau kemoradiasi.
2.5.3.5 MRI Rektum
MRI mempunyai karakteristik sebagai berikut, dapat mendeteksi lesi kanker dini (cT1-
T2); lebih akurat dalam menentukan staging lokal T dan N (margin sirkumferensial dan
keterlibatan sakral pada kasus rekuren). Jarak terdekat antara tumor dengan fascia mesorektal
dapat mempradiksi keterlibatan fascia mesorektal (jika jarak tumor dengan fascia mesorektal
≤1 mm terdapat keterlibatan fascia mesorektal; jika jarak tumor dengan fascia mesorektal 1–2
mm ancaman keterlibatan fascia mesorektal dan jika jarak tumor dengan fascia mesorektal >2
mm tidak terdapat keterlibatan fascia mesorektal) dan lebih sensitif dibandingkan CT untuk
mendeteksi metastasis hati pada pasien dengan steatosis (fatty liver).
2.5.4. Sistem pentahapan (Staging)
Klasifikasi pentahapan kanker digunakan untuk menentukan luas atau ekstensi kanker
dan nilai prognostik pasien. Sistem yang paling banyak digunakan adalah sistem TNM. Sistem
ini dibuat oleh American Joint Committee on Cancer (AJCC) dan International Union for
Cancer Control (UICC). TNM mengklasifikasi ekstensi tumor primer (T), kelenjar getah
bening regional (N) dan metastasis jauh (M), sehingga staging akan dinilai berdasarkan T, N
dan M. Klasifikasi TNM yang terbaru adalah TNM edisi ke 7 dan mulai digunakan pada 1
Januari 2010

Tabel 3.2. Tumor primer (T)


TX Primary tumor cannot be assessed.
T0 No evidence of primary tumor.
Tis Carcinoma in situ: intraepithelial or invasion of lamina
propria
T1 Tumor invades submucosa.
T2 Tumor invades muscularis propria.
T3 Tumor invades through the muscularis propria into
pericolorectal tissues.
Tumor penetrates to the surface of the visceral
T4a peritoneum.
Tumor directly invades or is adherent to other organs
T4b or
structures.

Tabel 3.3. Kelenjar getah bening (N)


NX Regional lymph nodes cannot be assessed.
N0 No regional lymph node metastasis.
N1 Metastasis in 1–3 regional lymph nodes.
N1a Metastasis in 1 regional lymph node.
N1b Metastasis in 2–3 regional lymph nodes.
N1c Tumor deposit(s) in the subserosa, mesentery, or
nonperitonealized pericolic or perirectal tissues
without
regional nodal metastasis.
N2 Metastasis in ≥4 regional lymph nodes.
N2a Metastasis in 4–6 regional lymph nodes.
N2b Metastasis in ≥7 regional lymph nodes.

Tabel 3.4. Metastasis (M)


M0 No distant metastasis.
M1 Distant metastasis.
Metastasis confined to 1organ or site (e.g., liver, lung,
M1a ovary,
nonregional node).
M1b Metastasis in >1 organ/site or the peritoneum.

38
Tabel 3.5. Stadium kanker kolorektal
Stage T N M Dukes MAC

0 Tis N0 M0 -- --

I T1 N0 M0 A A
T2 N0 M0 A B1

IIA T3 N0 M0 B B2

IIB T4a N0 M0 B B2
IIC T4b N0 M0 B B3

IIIA T1–T2 N1/N1c M0 C C1


T1 N2a M0 C C1

IIIB T3–T4a N1/N1c M0 C C2


T2–T3 N2a M0 C C1/C2

T1–T2 N2b M0 C C1

IIIC T4a N2a M0 C C2


T3–T4a N2b M0 C C2

T4b N1–N2 M0 C C3

IVA Any T Any N M1a -- --

IVB Any T Any N M1b -- --

2.6 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan kanker kolorektal bersifat multidisiplin yang melibatkan beberapa
spesialisasi/subspesialisasi antara lain gastroenterologi, bedah digestif, onkologi medik, dan
radioterapi. Pilihan dan rekomendasi terapi tergantung pada beberapa faktor, seperti stadium
kanker, histopatologi, kemungkinan efek samping, kondisi pasien dan praferensi pasien. Terapi
bedah merupakan modalitas utama untuk kanker stadium dini dengan tujuan kuratif.
Kemoterapi adalah pilihan pertama pada kanker stadium lanjut dengan tujuan paliatif.
Radioterapi merupakan salah satu modalitas utama terapi kanker rektum. Saat ini, terapi
biologis (targeted therapy) dengan antibodi monoklonal telah berkembang pesat dan dapat
diberikan dalam berbagai situasi klinis, baik sebagai obat tunggal maupun kombinasi dengan
modalitas terapi lainnya. Penatalaksanaan kanker kolorektal dibedakan menjadi
penatalaksanaan kanker kolon (tabel 3.8) dan kanker rektum (tabel 3.9).
40,43,44,45,47
Tabel 3.8. Rangkuman penatalaksanaan kanker kolon
Stadium Terapi
Stadium 0 Eksisi lokal atau polipektomi sederhana
(TisN0M0) Reseksien-blocsegmental untuk lesi yang tidak
memenuhi syarat eksisi lokal
Stadium I Wide surgical resectiondengan anastomosis
(T1-2N0M0) tanpa kemoterapi adjuvan
Stadium II Wide surgical resectiondengan anastomosis
(T3N0M0, T4a-bN0 Terapi adjuvan setelah pembedahan pada pasien
M0 ) dengan risiko tinggi
Stadium III Wide surgical resectiondengan anastomosis
(T apapun N1-2M0) Terapi adjuvan setelah pembedahan
Stadium IV Reseksi tumor primer pada kasus kanker
(T apapun, N kolorektal dengan metastasis yang dapat
apapun M1) direseksi
 Kemoterapi sistemik pada kasus kanker
kolorektal dengan metastasis yang tidak dapat
direseksi dan tanpa gejala
Tabel 3.9. Rangkuman penatalaksanaan kanker rektum
Stadium Terapi
Stadium I Eksisi transanal (TEM) atau
Reseksi transabdominal + pembedahan teknik
TME bila risiko tinggi, observasi

Stadium IIA-IIIC Kemoradioterapi neoadjuvan (5-FU/RT jangka


pendek atau capecitabine/RT jangka pendek),
Reseksi transabdominal (AR atau APR) dengan
teknik TME dan terapi adjuvan (5-FU ±
leucovorin atau FOLFOX atau CapeOX)

Stadium IIIC Neoadjuvan: 5-FU/RT atau Cape/RT


dan/atau locally atau5FU/Leuco/RT (RT: jangka panjang 25x),
unresectable reseksi trans-abdominal + teknik TME bila
memungkinkan danAdjuvan pada T apapun (5-
FU ± leucovorin or FOLFOX or CapeOx)

Stadium IVA/B Kombinasi kemoterapi atau


(metastasis dapat Reseksi staged/synchronous lesi metastasis+
direseksi) lesi rektum atau 5-FU/RT pelvis.
Lakukan pengkajian ulang untuk menentukan
stadium dan kemungkinan reseksi.

Stadium IVA/B Kombinasi kemoterapi atau 5-FU/pelvic RT.


(metastasis Lakukan penilaian ulang untuk menentukan
borderline stadium dan kemungkinan reseksi.
resectable)
Stadium IVA/B Bila simtomatik, terapi simtomatik: reseksi
(metastasis atau stoma atau kolon stenting.
Synchronous Lanjutkan dengan kemoterapi paliatif untuk
tidak dapat kanker lanjut.
direseksi atau Bila asimtomatik berikan terapi non-bedah
secara medis lalu kaji ulanguntuk menentukan
tidak dapat kemungkinan reseksi.
dioperasi)

BAB 3
ILUSTRASI KASUS

3.1 Identitas Pasien


Nama : Tn. MN
Jenis Kelamin : Laki – laki.
Usia : 53 tahun
Alamat : Solok

3.2 Anamnesa
Keluhan Utama
Nyeri pada perut kanan bawah 2 hari sebelum masuk rumah sakit
Riwayat Penyakit Sekarang
- Nyeri perut sejak 2 hari yang lalu, nyeri dirasakan dari perut kanan
bawah dan menyebar ke seluruh perut.
- BAB Sulit, makin meningkat sejak 1 minggu yang lalu sebelum masuk
rumah sakit, keluhan pertama kali dirasakan sejak 3 bulan yang lalu.
- Perubahan pola BAB ( + ), pertama kali dirasakan sekitar 5 bulan yang
lalu. Sebelumnya pasien mengaku BAB minimal sehari sekali namun
sekarang menjadi satu kali setiap 3 - 4 hari.
- Riwayat BAB berwarna hitam hilang timbul ( + ) sejak 3 bulan yang
lalu.
- Buang angin ada.
- Mual ( + ), Muntah ( + )
- Demam ( - )
- BAK pekat, nyeri ( - ).
- Pasien merupakan rujukan dari RSUD Solok dengan diagnosa suspect
tumor kolorektal dan dirujuk untuk berobat ke RSUP Dr. M. Djamil
untuk tatalaksana definitif 5 bulan yang lalu, namun pasien tidak dapat
datang untuk kontrol.

Riwayat Penyakit Dahulu


 Pasien tidak pernah mengalami keluhan serupa sebelumnya
 Riwayat operasi usus disangkal
 Riwayat penyakit sistemik disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada keluarga yang mengalami penyakit yang sama seperti pasien.
Riwayat Kebiasaan
- Pasien bekerja sebagai supir truk
- Riwayat merokok ( + ), ± 2 bungkus sehari sejak tahun 1980, IB Berat
- Riwayat kebiasaan minum alkohol disangkal
- Riwayat kebiasaan memakai obat – obatan terlarang ( - )

3.3 Pemeriksaan Fisik


Pemeriksaan Fisik Umum
- Keadaan Umum : sedang
- Kesadaran : Komposmentis kooperatif
- TekananDarah : 140/10 mmHg
- Nadi : 82 kali/menit
- Nafas : 18 kali/menit
- Suhu : 36,8˚C

Status Internus
- Rambut : Tidak mudah dicabut
- Kulit dan kuku : Turgor kulit baik, tidak sianosis
- Kelenjer Getah Bening : Tidak ditemukan pembesaran
- Kepala : Tidak ditemukan kelainan
- Mata : Konjungtiva anemis +/+, sklera ikterik +/+
- Hidung : Terpasang NGT, tidak ditemukan kelainan
- Telinga : Tidak ditemukan kelainan
- Leher : JVP 5-2 cm H2O
- Ekstremitas : Akral hangat, edema (++)/(++), refilling
kapiler <2s, kekuatan otot (555 | 555)/(555 |
555)
- Genitalia : Terpasang kateter, dalam batas normal
- Paru :

12
 Inspeksi : Simetris, kiri = kanan
 Palpasi : Fremitus kiri = kanan
 Perkusi : Sonor
 Auskultasi : Vesikuler, rhonki -/-, wheezing -/-
- Jantung :
 Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
 Palpasi : Iktus kordis teraba 2 jari medial línea mid
clavicula sinistra RIC V
 Perkusi : Batas jantung dalam batas normal
 Auskultasi : Bunyi jantung 1 dan 2 normal, murmur (-),
Gallop (-)
Regio Abdomen
Inspeksi : Distensi ( + ), DC ( - ), DS ( - )
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Perkusi : Hipersonor
Palpasi : Nyeri tekan ( + ) pada regio epigastrik,
umbilikal, suprapubik, dan iliaka kanan,
nyeri lepas ( - ), muscle rigid ( - ).

Pemeriksaan Rectal Touche


Nampak massa bernodul di anus, tanda radang ( - ), sfingter ani tidak
menjepit, ampula tidak teraba, massa ( + ) ukuran tidak dapat
ditentukan, konsistensi padat, permukaan berbenjol,
HS : Feses ( - ), Darah ( + )

3.4 Hasil Pemeriksaan Laboratorium


Hb : 10,4 gr%
Leukosit : 19.290 /mm3
Trombosit : 994.000 /mm3

13
Albumin : 2,4 mg/dL

3.5 Diagnosis kerja


Tumor anorektal suspek maligna
Hipoalbuminaria

3.6 Tatalaksana
Pemeriksaan labor darah lengkap + Albumin
IVFD RL
Pro colonoscopy

BAB 4

DISKUSI

Telah dirawat seorang pasien laki-laki usia 53 tahun di bangsal bedah


RSUP Dr. M. Djamil, Padang dengan diagnosis Tumor anorektal suspek maligna
dengan hipoalbuminemia. Diagnosis ditegakkan berdasarkan hasil anamnesis dan
pemeriksaan fisik. Dari hasil anamnesis ditemukan keluhan utama nyeri pada
perut kanan bawah yang menyebar ke seluruh lapangan perut sejak 2 hari yang
lalu. Pasien mengeluhkan kesulitan untuk BAB yang meningkat sejaki 1 minggu
yang lalu sebelum masuk rumah sakit, dengan keluhan pertama kali dirasakan
sekitar 1 bulan yang lalu. Pasien juga menyatakan terdapat perubahan pola BAB
yang pertama kali dirasakan sekitar 5 bulan yang lalu, sebelumnya asien mengaku
dapat BAB minimal sehari sekali namun sekarang hanya bisa bab 3 – 4 hari
sekali. Pasien menyatakan adanya riwayat BAB berwarna hitam dan terkadang
berdarah sejak 3 bulan yang lalu. Riwayat mual dan muntah positif. Pasien

14
merupakan rujukan dari RSUD Solok dengan diagnosis Tumor kolorektal suspek
maligna.

Pada pemeriksaaan fisik, keadaan fisik umum dalam batas normal, status
internus didapatkan pasien konjungtiva anemis dan sklera ikterik pada kedua mata
pasien, pasien terpasang NGT pada hidung dan kateter pada genital, pada
ekstrimitas bawah pasien didapatkan edema. Pemeriksaan lokalis di regio
abdomen didapatkan distensi positif, DC (-), DS (-), pada palpasi ditemukan nyeri
tekan pada regio epigastrum, umbilikalis, suprapubik, dan iliaka kanan.

Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik, pasien didiagnosis dengan tumor


anorektal suspek maligna dan pasien direncanakan untuk dilakukan kolonoskopi.
Kolonoskopi adalah salah satu jenis dari endoskopi yang merupakan prosedur
diagnostik utama dan dapat memberikan keuntungan sensitifitas yang tinggi
dalam mendiagnosis adenokarsinoma atau polip kolorektal (95%). Kolonoskopi
berfungsi sebagai alat diagnostik (biopsi) dan terapi (polipektomi).

15

Anda mungkin juga menyukai