Anda di halaman 1dari 72

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Manusia merupakan mahluk hidup yang tubuhnya tersusun oleh beberapa sistem
organ yaitu; sistem pencernaan, sistem pernapasan, sistem kardiovaskuler, sistem gerak,
sistem koordinasi, sistem reproduksi dan sistem ekskresi.

Setiap sistem organ saling mendukung fungsi satu sama lain dan bekrja secara
harmonis. Jika terjadi ganggguan di salah satu sistem organ maka akan mempengaruhi sistem
organ yang lain. Oleh karena itu penting bagi kita untuk menjaga kesehatan dari setiap sistem
organ yang kita miliki. Gaya hidup sehat dengan memakan makanan rendah lemak dan
menghindari makanan cepat saji serta rutin berolah raga akan membuat kita terhindar dari
berbagai ancaman penyakit.

Dewasa ini kebanyakan dari kita lebih gemar mengonsumsi makanan cepat saji dan
berlemak.Selain itu tingginya tingkat polusi udara lingkungan belakangan ini semakin
memperburuk kesehatan kita.

Berhenti merokok, salah satu cara untuk mengurangi resiko kerusakan pada salah
satu sistem organ tubuh kita yaitu sistem pernapasan. Nikotin dan tar dalam rokok dapat
merusak alveoli paru sehingga pertukaran gas di paru-paru menjadi terganggu dan tubuh kita
ahirnya kekurangan oksigen. Oksigen merupakan gas pernapasan yang sangat diperlukan
tubuh kita untuk mengoksidasi karbohidrat menjadi energi guna kelangsungan hiup kita
sehari-hari. Lakukan hal baik mulai dari diri kita sendiri, sekecil apapun lalu tularkan hal baik
tersebut ke orang lain.

Pada makalah ini akan dibahas mengenai sistem respirasi namun dikhususkan pada
saluran pernapasan atas yang terdiri atas hidung, faring dan laring. Ruang lingkup
pembahasnanya mencakup jaringan penyusun masing-masing organ saluran pernapasan
tersebut, dan dan struktur anatomisnya.

HIDUNG BUNTU| 1
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1. ANATOMI DAN FISIOLOGI PERNAFASAN BAGIAN ATAS

HIDUNG BUNTU| 2
Sistem pernapasanmerupakan saluran penghantar udara yang terdiri dari beberapa
organ dasar seperti hidung, faring, laring, trakea, bronkus, dan paru-paru. Organ-organ ini
bekerja sama dalam menerima udara bersih, pergantian udara dari darah, dan mengeluarkan
udara yang telah dimodifikasi.

Sistem pernapasan dapat dibagi menjadi 2 bagian tergantung fungsinya, yaitu


konduksi, sebagai bagian yang berfungsi dalam proses penghantaran dan bagian respiratorik
yang terdiri atas alveoli dan regio distal lainnya yang berfungsi dalam pertukaran gas. Organ-
organ respirasi dapat dibagi lagi menurut letaknya, yaitu upper respiratory tract yang terdiri
dari daerah dari hidung hingga laring dan lower respiratory tract yang terdiri dari trakea,
bronkus, bronkiolus, dan paru-paru

HIDUNG BUNTU| 3
2.1.1 ORGAN-ORGAN SALURAN PERNAPASAN

HIDUNG

Hidung terdiri atas hidung luar dan hidung dalam. Hidung luar
menonjol pada garis tengah diantara pipi dengan bibir atas, struktur hidung
luar dapat dibedakan atas tiga bagian yaitu: paling atas kubah tulang yang tak
dapat digerakkan, dibawahnya terdapat kubah kartilago yang sedikit dapat
digerakkan dan yang paling bawah adalah lobulus hidung yang mudah
digerakkan. Bagian puncak hidung biasanya disebut apeks.Agak keatas dan
belakang dari apeks disebut batang hidung (dorsum nasi), yang berlanjut
sampai kepangkal hidung dan menyatu dengan dahi.Yang disebut kolumela
membranosa mulai dari apeks, yaitu diposterior bagian tengah pinggir dan
terletak sebelah distal dari kartilago septum.Titik pertemuan kolumela dengan
bibir atas dikenal sebagai dasar hidung.Disini bagian bibir atas membentuk
cekungan dangkal memanjang dari atas kebawah yang disebut filtrum.Sebelah
menyebelah kolumela adalah nares anterior atau nostril (Lubang hidung) kanan
dan kiri, sebelah latero-superior dibatasi oleh ala nasi dan sebelah inferior oleh
dasar hidunng.
Hidung luar dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang rawan yang
dilapisi oleh kulit, jaringan ikat dan beberapa otot kecil yang berfungsi untuk
melebarkan atau menyempitkan lubang hidung.Bagian hidung dalam terdiri
atas struktur yang membentang dari os internum disebelah anterior hingga
koana di posterior, yang memisahkan rongga hidung dari nasofaring. Rongga
hidung atau kavum nasi berbentuk terowongan dari depan kebelakang,
HIDUNG BUNTU| 4
dipisahkan oleh septum nasi dibagian tengahnya menjadi kavum nasi kanan
dan kiri. Pintu atau lubang masuk kavum nasi bagian depan disebut nares
anterior dan lubang belakang disebut nares posterior (koana) yang
menghubungkan kavum nasi dengan nasofaring. Bagian dari kavum nasi yang
letaknya sesuai ala nasi, tepat dibelakang nares anterior, disebut dengan
vestibulum.Vestibulum ini dilapisi oleh kulit yang banyak kelenjar sebasea dan
rambut-rambut panjang yang disebut dengan vibrise.

Tiap kavum nasi mempunyai 4 buah dinding yaitu dinding medial,


lateral, inferior dan superior.
Dinding medial hidung ialah septum nasi. Septum nasi ini dibentuk
oleh tulang dan tulang rawan, dinding lateral terdapat konkha superior, konkha
media dan konkha inferior. Yang terbesar dan letaknya paling bawah ialah
konkha inferior, kemudian yang lebih kecil adalah konka media, yang lebih
kecil lagi konka superior, sedangkan yang terkecil ialah konka suprema dan
konka suprema biasanya rudimenter.
Konka inferior merupakan tulang tersendiri yang melekat pada os
maksila dan labirin etmoid, sedangkan konka media, superior dan suprema
merupakan bagian dari labirin etmoid.Celah antara konka inferior dengan dasar
hidung dinamakan meatus inferior, berikutnya celah antara konkha media dan
inferior disebut meatus media dan sebelah atas konkha media disebut meatus
superior.Meatus medius merupakan salah satu celah yang penting dan
merupakan celah yang lebih luas dibandingkan dengan meatus superior.Disini
terdapat muara dari sinus maksilla, sinus frontal dan bahagian anterior sinus
etmoid. Dibalik bagian anterior konka media yang letaknya menggantung,
pada dinding lateral terdapat celah yang berbentuk bulat sabit yang dikenal
sebagai infundibulum. Ada suatu muara atau fisura yang berbentuk bulan sabit
menghubungkan meatus medius dengan infundibulum yang dinamakan hiatus
semilunaris.Dinding inferior dan medial infundibulum membentuk tonjolan
yang berbentuk seperti laci dan dikenal sebagai prosesus unsinatus.
Di bagian atap dan lateral dari rongga hidung terdapat sinus yang terdiri
atas sinus maksilla, etmoid, frontalis dan sphenoid. Dan sinus maksilla
merupakan sinus paranasal terbesar diantara lainnya, yang berbentuk pyramid

HIDUNG BUNTU| 5
iregular dengan dasarnya menghadap ke fossa nasalis dan puncaknya kearah
apex prosesus zigomatikus os maksilla.
Rongga hidung terbagi menjadi dua belahan yang dibatasi oleh
sekat(septum nasal). Dinding ini tersusun atas tulang keras dan tulang rawan;
bagian bawah tersusun atas tulang rawan, sedangkan bagian atas tersusun atas
tulang etmoidal dibagian paling atas dan tulang vomer dibawahnya.Setiap
belahan juga terbagi menjadi empat tonjolan-tonjolan konka.
Nares anterior adalah saluran-saluran di dalam rongga hidung.Saluran-
saluran itu bermuara ke dalam bagian yang dikenal sebagai vestibulum.
Rongga hidung juga berhubungan dengan mata melalui saluran naso-
kranial.Saluran ini merupakan jalur yang dilalui air mata ke hidung.
Saluran eustacius merupakan saluran yang menghubungkan rongga
hidung dengan rongga telinga.
Lubang hidung belakang menghubungkan rongga hidung dengan
bagian atas faring yang terletak dibelakangnya.

FARING
Faring merupakan suatu saluran yang bermula dari dasar tenggorokan
dan berakhir dibelakang laring di ruas vertebra servikal keenam.Saluran ini
merupakan milik bersama dari saluran pernapasan dan saluran
pencernaan.Faring berbentuk seperti corong, bagian atas lebih besar daripada
bagian bawah.Panjang faring sekitar 13cm pada orang dewasa.Dinding faring
tersusun oleh otot lurik yang bertindak secara otomatis. Otot yang penting
dibagian faring adalah otot sfingter yang bertanggung jawab dalam proses
menelan. Sfingter akan menutup kerongkongan ketika kita inspirasi dan akan
menutup tenggorokan ketika kita menelan makanan

HIDUNG BUNTU| 6
Faring dapat terbagi menjadi tiga bagian :

1. Nasofaring
Nasofaring merupakan faring yang terletak dibelakang hidung mulai
dari dasar tenggorokan hingga dasar anak tekak atau uvula.Bagian depan
menyambung terus dengan dengan lubang hidung belakang. Dibagian belakang
terdapat suat kumpulan jaringan limfa yang dikenal dengan jaringan
adenoid.Pada dinding samping faring terdapat dua lubang untuk saluran
eustachius yang menghubungkan nasofaring dengan telinga bagian tengah.

2. Orofaring
Orofaring merupakan faring yang terletak dibelakang rongga mulut,
yaitu dari uvula hingga epiglotis.Meskipun orofaring memungkinkan udara
beredar di dalamnya, struktur ini sebenarnya merupakan bagian dari sistem
pencernaan. Pada dinding sampingnya terdapat tonsil; setiap tonsil terletak
diantara selaput mulut depan dan belakang.

3. Laringo faring
Laringo faring terletak dibagian belakang orofaring diruas vertebra
servikal keenam.Laringo faring merupakan saluran terakhir dari saluran
pernapasan atas.

HIDUNG BUNTU| 7
LARING
Laring ini terdapat di antara faring dan trakea.Dindingnya terdiri dari 9
buah tulang rawan. Di dalamnya terdapat epiglotis dan pita suara .

2.1.2. JARINGAN PENYUSUN SALURAN PERNAPASAN ATAS.

Secara stuktur anatomis, saluran pernapasan merupakan gabungan dari


jaringan-jaringan yang memiliki bentuk berbeda namun berfungsi saling
menyokong satu-sama lain. Ada beberapa jenis jaringan yang menjadi struktur
pembentuk saluran pernapasan yaitu jaringan epitel, jaringan ikat, jaringan
tulang, jaringan saraf dan otot. Berikut adalah pembahasan mengenai jaringan-
jaringan tersebut

1. Jaringan Tulang Rawan


Tulang rawan dan tulang merupakan jaringan ikat khusus, dan seperti
halnya semua jaringan ikat, terdiri atas unsur sel, serabur, dan subtansi
dasar.Serabut dan subtansi dasar bersama-sama membentuk subtansi intersel
atau matriks. Seperti jaringan ikat lain, rawan berkembang dari jaringan
mesenkim yang diturunkan dari mesoderem embrional.

Tulang rawan memiliki beberapa sifat yaitu (i) matriks ekstra selnya
padat, (ii) sel-selnya disebut kondrosit, terdapat di dalam rongga-rongga yang
disebut lakuna, (iii) bersifat avaskuler, tidak mempunyai serabut saraf, dan
pembuluh limfe. Pada kehidupan pasca natal, jaringan rawan hanya ditemukan
pada dua jenis tempat dan tidak bertumbuh lagi yaitu tulang rawan ekstrakletal
misalnya pada tulang rawan periode prenatal umumnya bersifat sementara saja
dan akan diganti oleh tulang, namun pembentukannya merupakan tahapan
menentukan dalam perkembangan tulang panjang.
 FUNGSI
1. Menyokong jaringan lunak
2. Mempermudah gerakan tulang. Hal ini dapat berlangsung sebab
permukaan rawan halus sehingga memberikan suatu daerah pergeseran
yang baik bagi persendian.

HIDUNG BUNTU| 8
3. Untuk pertumbuhan tulang panjang sebelum dan setelah lahir. Sebagai
kerangka pada embrio dan pada individu dewasa

 KOMPOSISI
Tulang rawan terdiri atas dua komponen utama yaitu komponen
seluler dan komponen non-seluler atau bahan intrasel (matriks
rawan).Komponen-komponen seluler berupa kondrosit yang terdapat di
dalam suatu rongga yang disebut lacuna.Kondrosit mensintesa dan
mempertahankan matriks rawan.Matriks mengandung serabut yang terdiri
atas serabut kolagen dan serabut elastin serta air dengan perbandingan
yang cukup tinggi (sampai 70%) membentuk dasar sifat penyokong dari
tulang rawan. Variasi dalam kadar dan jenis serabut kolagen dan elastik
menentukan jenis tulang rawan.

 NUTRISI
Tulang rawan tidak mengandung pembuluh darah, pembuluh
limfa dan pembuluh saraf.Karena tidak mengandung pembuluh darah,
maka makanannya harus mencapai sel-sel melalui diffusi dari kapiler
dalam jaringan penyambung di dekatnya atau melalui cairan sinovial dari
cavum sendi.

 HISTOGENESIS
Tulang rawan berasal dari sel-sel mesenkim Perubahan pertama
yang dapat diamati adalah sel-sel mesenkim menjadi bulat dengan cara
manarik juluran sitoplasmanya dan dengan cepat berfloriferasi
membentuk kumpulan sel-sel yang rapat. Sel-sel yang didapat dari hasil
differensiasi langsung sel-sel mesenkim ini disebut kondroblas,
mempunyai sitoplasma basofilik yang banyak mengandung
ribosom.Sintesis dan pengumpulan matriks menyebabkan kondroblas
terpisah satu sama lain. Differensiasi tulang rawan terjadi dari bagian
tengah ke luar.Oleh sebab itu sel-sel yang terdapat di tengah memiliki ciri-
ciri kondrosit, sedangkan bagian tepi merupakan kondroblas yang khas.

HIDUNG BUNTU| 9
 JENIS-JENIS TULANG RAWAN

Berdasarkan perbedaan jenis dan jumlah serabut yang terdapat


di dalam matriknya, dikenal tiga macam rawan, yaitu :

a. Rawan hialin: (matriksnya mengandung serabut kolagen dalam


jumlah moderat).
Tulang rawan hialin merupakan jenis yang paling umum
dijumpai. Di dalam keadan segar berwarna putih kebiru-biruan dan
tembus cahaya. Pada embrio berfungsi sebagai rangka sementara
sampai ia digantikan secara berangsur-angsur oleh tulang. Diantara
diafisis yang sedang tumbuh “discus efiseal” rawan hialin
bertanggungjawab untuk pertumbuhan longituginal dari
tulang.Serabut-serabut kolagen tersebar diseluruh jaringan dalam
bentuk anyaman halus dan rapat.Sel-sel rawan disebut kondrosit dan
yang mudah disebut kondroblas dalam sitoplasma kondrosit, terdapat
butir-butir lemak dan glikogen. Tulang rawan hialin terdapat dalam
lempengan tertentu membentuk kelompok sel isogen atau cell nest
.Pada bagian perifer terdapat perikondrium longgar dan pada bagian
dalam terdapat perikondrium padat.Kondrosit terdapat dalam lacuna.
Dinding lacuna disebut kapsul yang tidak lain adalah matriks rawan
yang sangat muda. Matriks di sekitar kapsula disebut matriks rawan
teritorium yang banyak mengandung kondromukoid. Kondromukoid
tidak lain sebagai kompleks protein karbohidrat. Matriks rawan
sisanya disebut daerah interteritorium.Pada rawan hialin, endapan
kalsium terjadi pada kehidupan yang sangat dini.
Empat puluh persen berat kering tulang rawan terdiri
atas kolagen yang terdapat di dalam zat amorf
intersel.Glikosaminoglikan merupakan komponen utama matriks
rawan.Terdiri atas dua golongan utama yaitu asam hialuronat.Suatu
polisakarida tidak bercabang yang panjang dan proteoglikan yang
terdiri atas suatu inti protein dari inti ini tersebar banyak
mukopolisakarida fosfat (Kondrotin 4- sulfat), kondrotin 6 – sulfat

HIDUNG BUNTU| 10
dan keratin sulfat) pendek dan tidak bercabang.Tulang rawan hialin
dapat dijumpai pada dinding saluran pernapasan, ujung-ujung ventral
dari rusuk dan persendian ada tulang.
b. Rawan elastic: ( matriksnya mengandung serabut kolagen dan
sejumlah besar serabut elastic)
Pada dasarnya tulang rawan elastik identik dengan
tulang rawan hialin kecuali bahwa disamping serabut kologen, ia
mengandung banyak jala-jala serabut elastik halus. Dalam keadaan
segar berwarna kekuning-kuningan disebabkan oleh adanya elastin di
dalam serabut elastik tersebut. Seperti pada tulang rawan hialin,
tulang rawan elastik memiliki perikondrium dan pertumbuhannya
terutama berlangsung secara oposisi dan jarang terjadi proses
kalsifikasi (pengendapan garam-garam kapur) seperti sering terjadi
pada rawan hialin. Rawan elastik dapat dijumpai pada daun teliga,
dinding kanalis auditorius eksternal, tuba auditorius (saluran
eustachius), epiglottis dan beberapa tulang rawan larinks.
c. Rawan serabut atau fibrosa (Fibrokartilago) : (mengandung
matriks yang umumnya dibentuk oleh suatu jalinan jala-jala serabut
kolagen kasar)
Tulang rawan serabut adalah suatu jaringan dengan sifat-sifat
pertengahan diantara sifat jaringan penyambung padat dan tulang
rawan hialin.Ia ditemukan di dalam discus intervertebralis, pada
perlekatan ligamen tertentu ke tulang dan di dalam simfisis pubis.
Fibrokartilago selalu berhubungan dengan jaring penyambung padat
dan daerah perbatasan diantara kedua jaringan ini tidak jelas, tetapi
memperlihatkan suatu peralihan secara berangsur-
angsur.Fibrokartilago tidak memiliki perikondrium, serabut kolagen
banyak sekali sehingga matriks rawan menjadi sangat sedikit,
mengandung kondrosit yang mirip dengan kondrosit tulang rawan
hialin baik tunggal maupun dalam kelompok isogen kecil.Jumlah sel
rawan sedikit dan jauh lebih kecil dibandingkan dengan sel rawan
biasa.Umumnya terdapat di tempat-tempat yang sering mengalami
tarikan, dan susunan serabutnya sejajar dengan arah tarikan tersebut.

HIDUNG BUNTU| 11
2. JARINGAN EPITEL
Jaringan epitel adalah salah satu empat jaringan dasar (lainnya: jaringan
penyambung, jaringan otot, jaringan saraf). Dahulu istilah epitel digunakan
untuk menyebut selaput jernih yang berada di atas permukaan tonjolan
anyaman penyambung di merah bibir (Epitel: Epi di atas; Thele bibir). Istilah
ini kini digunakan untuk semua jaringan yang melapisi sesuatu struktur dan
saluran.

 SIFAT UMUM
Jaringan epitel terdiri dari sel dengan batas yang jelas dan terletak rapat
satu sama lain. oleh karena itu, jaringan epitel dapat dikatakan sebagai
jaringan yang seluler.
Tidak ada pembuluh darah dalam jaringan kapiler.Zat makanan
diberikan ke jaringan secara difusi dari pembuluh darah kapiler yang
terletak di jaringan di bawahnya.

 EMBRIOLOGI
Jaringan epitel dapat berasal dari:
Ektoderm. Misalnya epitel pada kulit
Entoderm. Misalnya epitel pada saluran pencernaan
Mesoderm. Misalnya epitel pada saluran kemih

 FUNGSI
Epitel memiliki berbagai fungsi tergantung dari posisi jaringan.
Fungsinya antara lain:
1. Sebagai pelindung
2. Sebagai alat sekresi
3. Sebagai alat penerima impuls
4. Sebagai alat penyaring atau filtrasi
5. Sebagai alat absorpsi
6. Sebagai alat respirasi

HIDUNG BUNTU| 12
Dalam rangka fungsinya sebagai pelindung, biasanya epitel
sendiri pun diberi pelindung yaitu lapisan tanduk (korneum), silia, dan
lapisan lendir.

3. JARINGAN EPITELIUM PENUTUP


Jaringan epitelium penutup berperan melapisi permukaan tubuh dan
jaringan lainnya.Jaringan ini terdapat pada permukaan tubuh, permukaan
organ, melapisi rongga, atau merupakan lapisan sebelah dalam dari saluran
yang ada dalam tubuh, misalnya dalam saluran pencernaan dan pembuluh
darah.

4. JARINGAN EPITELIUM KELENJAR


Jaringa epitelium kelenjar disusun oleh sel-sel khusus yang mampu
menghasilkan sekret atau getah cair.getah cair ini berbeda dengan darah atau
cairan antarsel. Berdasarkan cara kelenjar mensekresikan cairannya, kelenjar
dibedakan menjadi dua, yaitu kelenjar endokrin dan kelenjar eksokrin.

 KLASIFIKASI
1. EPITEL SELAPIS PIPIH
Epitel selapis pipih terdiri dari satu lapis saja dan sel berbentuk
pipih.Dilihat dari permukaan, sel-sel ini terlihat seperti lantai ubin namu
dengan batas yang tidak teratur.Epitelium ini umumnya berfungsi sebagai
jalan pertukaran zat dari luar ke dalam tubuh dan sebaliknya. Contoh:
epitel pada pembuluh darah kapiler dan dinding alveolus.

2. EPITEL SELAPIS KUBUS


Epitel selapis kubus terdiri dari satu lapis sel dan sel berbentuk
seperti kubus.Dari permukaan sel-sel itu terlihat seperti sarang lebah atau
berbentuk poligonal. Contoh: epitel pada permukaan ovarium, kelenjar dan
kelenjar tiroid.

HIDUNG BUNTU| 13
3. EPITEL SELAPIS SILINDRIS
Epitel selapis silindris terdiri dari satu lapis sel dan selnya
berbentuk silindirs (torak).Terlihat seperti epitelium kubus, namun
potongan tegak lurus terlihat lebih tinggi.Sel epitel silindris ini ada yang
memiliki silia pada permukaannya, seperti yang terdapat pada oviduk.
Contoh: epitel pada lambung dan usus.

4. EPITEL BATANG BERSILIA


Epitel ini berbentuk seperti epitel silindris berlapis.memiliki
bulu-bulu getar/silia.terletak di dinding rongga hidung. berfungsi sebagai
penghasil mucus (lendir) untuk menangkap benda asing yang masuk,
dengan getaran silia menghalau benda asing yang masuk.melekat pada
mucus.

5. EPITEL BERLAPIS SEMU


Epitelium ini sebenarnya terdiri atas atas selapis sel epitelium,
tetapi tinggi dari sel epitelium tersebut memiliki tinggi yyang tidak sama,
sehinggga terlihat seperti beberapa lapis sel. Sel epitelium berlapis semu
terdapat pada trakea.

6. EPITEL BERLAPIS
Sesuai dengan namanya, epitelium berlapis disusun tersusun
atas dua atau lebih lapisan sel. Sel pada lapisan paling dasar disebut
sebagai sel basal dan terletak di atas membran basal.Di atas sel basal
terdapat beberapa lapis sel yang berbentuk gepeng, kubus ataupun batang.
Ataupun berbentuk lain yang disebuut epitelium transisional.

7. EPITEL BERLAPIS GEPENG


Epitel berlapis gepeng sebenarnya tidak semuanya berbentuk
gepeng.Yang berbentuk gepeng hanya pada sel sebelah atas.Sel pada
lapisan terbawah dapat berbentuk silindris. Contoh: epitel pada vagina.

HIDUNG BUNTU| 14
8. EPITEL BERLAPIS KUBIS
Epitel berlapis kubis jarang ditemukan pada tubuh. Contoh:
epitel pada saluran keluar kelenjar. berfungsi dalam sekresi dan arbsorbsi.

9. EPITEL BERLAPIS SILINDRIS


Epitel berlapis silindris jarang ditemukan.Paling banyak terdiri
dari dua lapisan saja. Berfungsi sebagai tempat sekresi, arbsorbsi, sebagai
pelindung gerakan zat melewati permukaan dan sebagai saluran ekskresi
kelenjar ludah dan kelenjar susu. Contoh: epitel pada konjungtiva palpebra.

10. EPITEL TRANSISIONAL


Pada epitel ini, strukturnya mirip epitel berlapis gepeng.Pada
lapisan atas terdapat lapisan sel yang berbentuk payung (sel payung). Sel
payung dalam keadaan regang akan memipih, misalnya dalam keadaan
saluran terisi penuh. Contoh: epitel pada ureter.

5. MUKOSA
Mukosa adalah lapisan kulit dalam, yang tertutup pada epitelium, dan
terlibat dalam proses absorpsi dan proses sekresi. Membran ini melapisi
berbagai rongga tubuh yang memiliki kontak dengan lingkungan luar, dan
organ internal.Pada beberapa bagian tubuh, membran mukosa menyatu dengan
kulit, misalnya pada lubang hidung, bibir, telinga, daerah kemaluan, dan pada
anus.Cairan lengket dan tebal yang disekresikan oleh membran dan kelenjar
mukosa disebut mukus.Istilah membran mukus merujuk pada daerah-daerah
ditemukannya mukus dalam tubuh, dan tidak semua membran mukosa
menyekresikan mukus.

6. JARINGAN DARAH

Komponen: eritrosit, leukosit, trombosit, plasma darah. Fungsi:


mengangkut sari makanan, hasil metabolisme, imunitas & pembekuan darah.

HIDUNG BUNTU| 15
1. Sel darah
Dibagi menjadi sel darah merah (eritrosit) berfungsi untuk
mengangkut oksigen dan sel darah putih (lekosit) berfungsi untuk melawan
benda-benda asing yang masuk ke dalam tubuh.

2. Keping-keping darah (trombosit)


Berfungsi dalam proses pembekuan darah.

3. Plasma darah
Komponen terbesar adalah air, berperan mengangkut sari
makanan, hormon, zat sisa hasil metabolisms, antibodi dan lain-lain.

7. JARINGAN LIMFE
Asal jaringan limfe adalah bagian dari darah yang keluar dari pembuluh
darah, komponen terbesarnya adalah air dimana terlarut zat-zat antara lain
glukosa, garam-garam, asam lemak.Komponen selulernya adalah limfosit.

Jaringan limfe menyebar ke seluruh tubuh melalui pembuluh


limfe.Fungsi jaringan limfe selain untuk kekebalan tubuh (adanya limfosit)
juga untuk mengangkut cairan jaringan, protein, lemak, garam mineral dan zat-
zat lain dari jaringan ke sistem pembuluh darah.

Komponen: limfosit, granulosit; berada dlm cairan limfe (t’diri air,


glukosa, lemak & garam). Beredar dlm pembuluh limfe,& dpt keluar dr
pembuluh limfe membasahi rongga2 jaringan antar sel. Fungsi: mengangkut
lemak, protein & cairan jaringan.

2.1.3.STRUKTUR SALURAN PERNAFASAN ATAS

1. HIDUNG

a) VASKULARISASI HIDUNG
Secara garis besar perdarahan hidung berasal dari tiga sumber utama, yaitu:

HIDUNG BUNTU| 16
1. Arteri Etmoidalis anterior
2. Arteri Etmoidalis posterior cabang dari arteri oftalmika
3. Arteri Sfenopalatina, cabang terminal arteri maksilaris interna yang berasal
dari arteri karotis eksterna.
Bagian bawah rongga hidung mendapat pendarahan dari cabang arteri
maksilaris interna, diantaranya ialah ujung arteri palatina mayor dan arteri
sfenopalatina yang keluar dari foramen sfenopalatina bersama nervus
sfenopalatina dan memasuki rongga hidung dibelakang ujung posterior konka
media.Bagian depan hidung mendapat pendarahan dari cabang-cabang arteri
fasialis.

Pada bagian depan septum terdapat anastomosis dari cabang-cabang


arteri sfenopalatina, arteri etmoid anterior, arteri labialis superior dan arteri
palatina mayor, yang disebut pleksus kieesselbach (little’s area). Pleksus
Kiesselbach letaknya superfisialis dan mudah cedera oleh truma, sehingga
sering menjadi sumber epistaksis (epistaksis anterior).
Vena-vena hidung mempunyai nama yang sama dan berjalan
berdampingan dengan arterinya. Vena divestibulum dan struktur luar hidung
bermuara ke vena oftalmika yang berhubungan dengan sinus kavernesus.

b) INNERVASI RONGGA HIDUNG


Bagian depan dan atas rongga hidung mendapat persarafan sensoris
dari nervus etmoidalis anterior, yang merupakan cabang dari nervus
nasosiliaris, yang berasal dari nervus oftalmikus. Saraf sensoris untuk hidung
terutama berasal dari cabang oftalmikus dan cabang maksilaris nervus
trigeminus.Cabang pertama nervus trigeminus yaitu nervus oftalmikus
memberikan cabang nervus nasosiliaris yang kemudian bercabang lagi menjadi
nervus etmoidalis anterior dan etmoidalis posterior dan nervus
infratroklearis.Nervus etmoidalis anterior berjalan melewati lamina kribrosa
bagian anterior dan memasuki hidung bersama arteri etmoidalis anterior
melalui foramen etmoidalis anterior, dan disini terbagi lagi menjadi cabang
nasalis internus medial dan lateral.Rongga hidung lainnya, sebagian besar

HIDUNG BUNTU| 17
mendapat persarafan sensoris dari nervus maksila melalui ganglion
sfenopalatinum.Ganglion sfenopalatina, selain memberi persarafan sensoris,
juga memberikan persarafan vasomotor atau otonom untuk mukosa
hidung.Ganglion ini menerima serabut serabut sensorid dari nervus
maksila.Serabut parasimpatis dari nervus petrosus profundus.Ganglion
sfenopalatinum terletak dibelakang dan sedikit diatas ujung posterior konkha
media.
Nervus Olfaktorius turun melalui lamina kribosa dari permukaan
bawah bulbus olfaktorius dan kemudian berakhir pada sel-sel reseptor
penghidu pada mukosa olfaktorius di daerah sepertiga atas hidung.

c) STRUKTUR HISTOLOGI RONGGA HIDUNG


Rongga hidung dilapisi oleh mukosa yang secara histologik dan
fungsional dibagi atas mukosa pernafasan (respiratori) dan mukosa penghidu
(olfaktori).Mukosa pernafasan biasanya berwarna merah muda, sedangkan
pada daerah mukosa penghidu berwarna coklat kekuningan.
Mukosa pernapasan terdapat pada sebagian besar rongga hidung dan
permukaannya dilapisi oleh epitel torak berlapis semu yang mempunyai silia
dan diantaranya terdapat sel – sel goblet.Pada bagian yang lebih terkena aliran
udara mukosanya lebih tebal dan kadang – kadang terjadi metaplasia menjadi
sel epital skuamosa.Dalam keadaan normal mukosa berwarna merah muda dan
selalu basah karena diliputi oleh palut lendir (mucous blanket) pada
permukaannya.Palut lendir ini dihasilkan oleh kelenjar mukosa dan sel goblet.
Lamina propria dan kelenjar mukosa tipis pada daerah dimana aliran
udara lambat atau lemah.Jumlah kelenjar penghasil secret dan sel goblet, yaitu
sumber dari mucus, sebanding dengan ketebalan lamina propria.
Silia memiliki struktur mirip rambut, panjangnya sekitar mikron,
terletak pada permukaan epitel dan bergerak serempak secara cepat ke arah
aliran lapisan, kemudian membengkok dan kembali tegak secara lambat.Silia
yang terdapat pada permukaan epitel mempunyai fungsi yang penting. Dengan
gerakan silia yang teratur, palut lendir di dalam kavum nasi akan didorong ke
arah nasofaring. Dengan demikian mukosa mempunyai daya untuk
membersihkan dirinya sendiri dan juga untuk mengeluarkan benda asing yang

HIDUNG BUNTU| 18
masuk ke dalam rongga hidung. Gangguan pada fungsi silia akan
menyebabkan banyak sekret terkumpul dan menimbulkan keluhan hidung
tersumbat. Gangguan gerakan silia dapat disebabkan oleh pengeringan udara
yang berlebihan, radang, sekret kental dan obat – obatan.
Mukosa penghidu terdapat pada atap rongga hidung, konka superior
dan sepertiga bagian atas septum.Mukosa dilapisi oleh epitel torak berlapis
semu dan tidak bersilia (pseudostratified columnar non ciliated
epithelium).Epitelnya dibentuk oleh tiga macam sel, yaitu sel penunjang, sel
basal dan sel reseptor penghidu.Epitel organ pernafasan yang biasa berupa
toraks bersilia, bertingkat palsu, berbeda-beda pada berbagai bagian hidung,
bergantung pada tekanan dan kecepatan aliran udara, demikian pula suhu, dan
derajat kelembaban udara.Mukoa pada ujung anterior konka dan septum
sedikit melampaui internum masih dilapisi oleh epitel berlapis torak tanpa silia,
lanjutan dari epitel kulit vestibulum.Sepanjang jalur utama arus inspirasi epitel
menjadi toraks bersilia pendek dan agak ireguler.Sel-sel meatus media dan
inferior yang terutama menangani arus ekspirasi memiliki silia yang panjang
dan tersusun rapi.

2. LARING
Terdapat Epiglotis dan pita suara.Larynx merupakan tabung ireguler
yang menghubungkan pharynx ke trakea. Dalam lamina propria terdapat
sejumlah rawan larynx,struktur yang paling rumit pada jalan pemapasan.
Rawan-rawan yang lebih besar (tiroid,krikoid, dan sebagian besar aritenoid)
adalah rawan hialin,dan pada orang tua sebagian dapat mengalami kalsifikasi.
Rawan yang lebih kecil (epiglotis,cuneiformis,cornikulatum,dan ujung
aritenoid) adalah rawan elastin.Ligamentum menguhungkan rawan-rawan
tersebut satu sama lain,dan sebagian besar bersambung dengan otot-otot
instriksik larynx,dimana mereka sendiri tidak bersambungan karena mereka
adalah otot lurik.Selain berperanan sebagai penyongkong (mempertahankan
agar jalan udara tetap terbuka) rawan-rawan ini berperanan sebagai katup
untuk mencegah makan atau cairan yang ditelan masuk trakea.Mereka juga
berperanan dalam pembentukkan irama fonasi. Epiglotis,yang menonjol dari
pinggir larynx,meluas ke pharynx dan karena itu mempunyai permukaan yang

HIDUNG BUNTU| 19
mengahadap ke lidah dan larynx. Seluruh permukaan yang menghadap ke lidah
dan bagian apikal permukaan yang menghadap ke larynx diliputi oleh epitel
berlapis gepeng. Ke arah basis epiglotis pada permukaan yang berhadap
larynx,epitel mengalami perubahan menjadi epitel bertingkat toraks
bersilia,kelenjar campur mukosa dan serosa terutama terdapat dibawah epitel
toraks,bebas menyebar ke dalam,yang menimbulkan bercak pada rawan elastin
yang berdekatan.

Dibawah epiglotis,mukosa membentuk 2 pasang lipatan yang meluas kedalam


lumen larynx. Pasangan yang diatas.

Laring disusun oleh beberapa tulang rawan, yaitu :

1. Tulang rawan hiroid – tulang rawan ini berpasangan dan merupakan tulang
rawan terbesar di laring
2. Tulang rawan krikoid – tulang rawan ini menyerupai cincin mohor .
3. Epiglotis – tulang rawan ini berbentuk daun , dengan pangkal tertanam di
dalam lekukan tulang rawan tiroid, sedangkan bagian tepinya bebas .
4. Tulang rawan aritenoid – tulang rawan ini berukuran kecil , berpasangan ,
berbentuk pyramid , dan terdapat di permukaan laring .
5. Tulang rawan hioid – tulang rawan ini berbentuk tapal kuda dan terletak di
bagian atas laring , di bawah mandibula .

Di dalam laring juga terdapat pita suara yang terdiri atas dua jenis yaitu ,

1. Pita suara sejati – pita suara ini merupakan pita suara yang tersusun atas
jaringa tersebut yang elastis
2. Pita suara palsu – pita suara ini meriupakan lipatan dari membrane mukosa
yang melapisi permukaan dalam laring dan pita ini tidak berperan dalam
pengeluaran suara .

Ketegangan pita suara sejati did al;am laring menentukan sifat suara
yang di hasilkan . Jika pita suara tegang dan pendek , nada suara yang di

HIDUNG BUNTU| 20
hasilkan tinggi . Jika pita suara panjang dan kendur , nada suara yang di
hasilkan rendah .

Berbagai struktur lain membantu pembentukan suara oleh laring ini .


Struktur tersebut termasuk bentuk hidung , mulut , faring dan sinus udara .

1. BERBICARA
Berbicara dapat di lakukan karena suara yang di keluarkan oleh laring
di pecah , di ubah , dan di atur sehingga menjadi suatu perkataan . Tindakan ini
di jalankan oleh bibir , lidah ,dan rahang .

2. BERBISISK
Berbisik di jalankan oleh mulut dan lidah yang mengguanakan udara
yang di dapat di dalam mulut . Laring tidak berperan
Epiglotis, merupakan kartilago yang berbentuk daun dan menonjol
keatas dibelakang dasar lidah.Epiglottis ini melekat pada bagian belakang
Vertebra cartilago thyroideum.
Plica aryepiglottica, berjalan kebelakang dari bagian samping epiglottis
menuju cartilago arytenoidea, membentuk batas jalan masuk laring

HIDUNG BUNTU| 21
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 SKENARIO
HIDUNG BUNTU

Seorang laki-laki usia 33 tahun datang ke dokter keluarga dengan keluhan sakit
saat menelan sejak 1 minggu yang lalu. Keluhan lain yang dirasakan adalah batuk
berdahak dan diikuti oleh perubahan suara. Sebelumnya pasien mengeluh pilek yang
tidak sembuh dan terasa ada lendir yang mengalir ke belakang tenggorok sudah sejak 4
bulan yang lalu.Lubang hidung sebelah kanan juga terasa tersumbat sejak 3 bulan yang
lalu yang makin lama makin tersumbat.Dan diketahui penderita dengan riwayat seorang
perokok berat.
Pada pemeriksaan rinoskopi anterior cavum nasi kanan tampak massa
berwarna putih mengkilat bertangkai pada sepertiga posterior tapi tidak memenuhi kavum
nasi dan sekret mukopurulen. Cavum nasi kiri sempit dan tampak sekret mukopurulen di
meatus medius.Pada septum tampak tonjolan yang tajam pada sepertiga tengah yang
kontak dengan konka media sinistra. Pada dinding posterior faring terdapat PND (Post
Nasal Drip) yang mengalir di depan muara tuba Eustachius bilateral. Pada pemeriksaan
orofaring ditemukan tonsil membesar bilateral, hiperemis, kripti melebar dan terdapat
detritus.Dinding posterior faring hiperemis dengan permukaan yang granuler.
Kemudian oleh dokter diberikan terapi dengan antibiotika secara empiris,
dekongestan, mukolitik dan analgetik dan menganjurkan pasien untuk kontrol segera
setelah obat habis. Dokter menerangkan juga apabila tidak ada perbaikan maka pasien
akan dirujuk ke rumah sakit untuk pemeriksaan dan penatalaksanaan selanjutnya.
Bagaimana saudara menerangkan apa yang dialami oleh pasien tersebut, dan bagaimana
nasehat untuk pasien tersebut agar jangan menderita penyakit yang sama ?

HIDUNG BUNTU| 22
3.2 TERMINOLOGI
1. RINOSKOPI ANTERIOR Adalah pemeriksaan yang dilakukan
menggunakan speculum hidung yang dimasukkan kedalam cavum nasi,
struktur cavum nasi dilihat dengan menundukkan dan menegakan posisi
pasien.
2. PND (Post Nasal Drip) adalah akumulasi lender dibelakang hidung
3. SEKRET adalah mukosa yang mengandung mucus dan purulen
4. DENTRITUS adalah kumpulan epitel, leukosit, bakteri yang terlepas seperti
bercak-bercak kemerahan pada faring.
5. MUKOLITIK adalah obat yang mengurangi kekentalan darah.
6. DEKONGESTAN adalah obat yang menyusutkan selaput hidung agar lebih
mudah bernafas
7. EMPIRIS adalah pengobatan awal yang dilakukan secepat mungkin yang
akan memperkecil resiko dan infeksi.
8. MEATUS MEDIUS terletak diantara konka media dan dinding lateral rongga
hidung.
9. GRANULER adalah permukaan yang kasar (pasir)
10. ANALGETIK adalah obat pengurang rasa nyeri.
11. KRIPTE adalah yang terisi dentritus

3.3 PERMASALAHAN& JAWABAN

1. APA YANG MENYEBABKAN DIA SAKIT SAAT MENELAN?


JAWAB:Sakit tenggorokan yang dialami pasien disebabkan adanya peradangan pada
saluran pernapasan bagian atas terutama faring dan laring serta peradangan dan
pembengkakkan pada tonsil yang dapat menimbulkan rasa sakit pada tenggorokan
terutama ketika menelan, dimana peradangan ini dapat disebabkan oleh bakteri seperti
staphylococcus , streptococcus grup A dan lain-lain, selain itu peradangan ini juga
dapat disebabkan oleh infeksi virus dan fungi.

HIDUNG BUNTU| 23
2. APA HUBUNGAN MENELAN DENGAN BATUK BERDAHAK DAN SUARA
BERUBAH?
JAWAB:Invasi virus atau bakteri yang masuk melalui hidung akan menyebabkan
terjadinya reaksi inflamasi serta peningkatan sekresi mukus oleh sel goblet. Hal ini
menyebabkan menumpuknya mukus sehingga udara yang masuk akan terjadi
turbulensi pada saat melewati mukus sehingga terjadi perubahan suara (disfoni).

3. APA YANG MENYEBABKAN PILEK YANG TIDAK SEMBUH-SEMBUH?


JAWAB: Karena nikotin yang menyebabkan silianya menjadi kaku sehingga mucus
tdk bisa dikeluarkan atau digerakkan oleh silia sehingga mucus tersbut tertumpuk
disitu yang mengakibatkan pileknya tidak sembuh-sembuh.
4. APA HUBUNGAN PASIEN MEROKOK DENGAN GEJALA?
JAWAB: Dengan menghisap hawa panas dari rokok nanti bisa mngakibatkan organ
disekitar pernafasaan atas yang mengakibatkan iritasi dan lama kelamaan
mengakibatkan gejala-gejala seperti di scenario.

5. BAGAIMANA PATOFISIOLOGI GEJALA DAN TANDA SKENARIO


DIATAS?

1. PATOFISIOLOGI GANGGUAN MENELAN


Gangguan pada proses menelan dapat digolongkan tergantung dari fase
menelan yang dipengaruhinya.
Fase Oral
Gagguan pada fase Oral mempengaruhi persiapan dalam mulut dan fase
pendorongan oral biasanya disebabkan oleh gangguan pengendalian lidah.Pasien
mungkin memiliki kesulitan dalam mengunyah makanan padat dan permulaan
menelan.Ketika meminum cairan, psien mungki kesulitan dalam menampung cairan
dalam rongga mulut sebelum menelan.Sebagai akibatnya, cairan tumpah terlalu cepat
kadalam faring yang belum siap, seringkali menyebabkan aspirasi.
Logemann's Manual for the Videofluorographic Study of Swallowing mencantumkan
tanda dan gejala gangguan menelan fase oral sebagai berikut:
 Tidak mampu menampung makanna di bagian depan mulut karena tidak
rapatnya pengatupan bibir

HIDUNG BUNTU| 24
 Tidak dapat mengumpulkan bolus atau residu di bagian dasar mulut karena
berkurangnya pergerakan atau koordinasi lidah
 Tidak dapat menampung bolus karena berkurangnya pembentukan oleh lidah
dan koordinasinya
 Tidak mampu mengatupkan gigi untukmengurangi pergerakan madibula
 Bahan makanan jatuh ke sulcus anterior atau terkumpul pada sulcus anterior
karena berkurangnya tonus otot bibir.
 Posisi penampungan abnormal atau material jatuh ke dasar mulut karena
dorongan lidah atau pengurangan pengendalian lidah
 Penundaan onset oral untuk menelan oleh karena apraxia menelan atau
berkurangnya sensibilitas mulut
 Pencarian gerakan atau ketidakmampuan unutkmengatur gerakan lidah karena
apraxia untuk menelan
 Lidah bergerak kedepan untuk mulai menelan karena lidah kaku.
 Sisa-sisa makanan pada lidah karena berkurangnya gerakan dan kekuatan
lidah
 Gangguan kontraksi (peristalsis) lidah karena diskoordinasi lidah
 Kontak lidah-palatum yang tidaksempurna karena berkurangnya
pengangkatan lidah
 Tidak mampu meremas material karena berkurangnya pergerakan lidah keatas
 Melekatnya makanan pada palatum durum karena berkurangnya elevasi dan
kekuatan lidah
 Bergulirnya lidah berulang pada Parkinson disease
 Bolus tak terkendali atau mengalirnya cairan secara prematur atau melekat
pada faring karena berkurangnya kontrol lidah atau penutupan linguavelar
 Piecemeal deglutition
 Waktu transit oral tertunda

Fase Faringeal
Jika pembersihan faringeal terganggu cukup parah, pasienmungkin tidak akan
mampu menelan makanan dan minuman yang cukup untuk mempertahankan hidup.
Pada orang tanpa dysphasia, sejumlah kecil makanan biasanya tertahan pada
valleculae atau sinus pyriform setelah menelan.Dalam kasus kelemahan atau

HIDUNG BUNTU| 25
kurangnya koordinasi dari otot-otot faringeal, atau pembukaan yang buruk dari
sphincter esofageal atas, pasien mungkin menahan sejumlah besar makanan pada
faring dan mengalami aspirasi aliran berlebih setelah menelan.
Logemann's Manual for the Videofluorographic Study of Swallowing mencantumkan
tanda dan gejala gangguan menelan fase faringeal sebagai berikut:
 Penundaan menelan faringeal
 Penetrasi Nasal pada saat menelan karena berkurangnya penutupan
velofaringeal
 Pseudoepiglottis (setelah total laryngectomy) – lipata mukosa pada dasar lidah
 Osteofit Cervical
 Perlengketan pada dinding faringeal setelah menelan karena pengurangan
kontraksi bilateral faringeal
 Sisa makanan pada Vallecular karena berkurangnya pergerakan posterior dari
dasar lidah
 Perlengketan pada depresi di dinding faring karena jaringan parut atau lipatan
faringeal
 Sisa makanan pada puncak jalan napas Karena berkurangnya elevasi laring
 penetrasi dan aspirasi laringeal karena berkurangnya penutupan jalan napas
 Aspirasi pada saat menelan karena berkurangnya penutupan laring
 Stasis atau residu pada sinus pyriformis karena berkurangnya tekanan
laringeal anterior
Fase Esophageal
Gangguan fungsi esophageal dapat menyebabkan retensi makanan dan
minuman didalam esofagus setelah menelan.Retensi ini dapat disebabka oleh
obstruksi mekanis, gangguan motilitas, atau gangguan pembukaan Sphincter
esophageal bawah.
Logemann's Manual for the Videofluorographic Study of Swallowing mencantumkan
tanda dan gejala gangguan menelan pada fase esophageal sebgai berikut:
 Aliran balik Esophageal-ke-faringeal karena kelainan esophageal
 Tracheoesophageal fistula
 Zenker diverticulum
 Reflux

HIDUNG BUNTU| 26
2. PATOFISIOLOGI BATUK BERDAHAK
Mekanisme batuk berdahak Infeksi atau iritasi pada saluran napas akan
menyebabkan hipersekresi mucus pada salurannapas besar, terjadi hipertropi kelenjar
submukosa pada trachea dan bronchi. Hal ini jugaditandai dengan adanya
peningkatan sekresi sel goblet di saluran napas kecil, bronchi, bronchiole
menyebabkan produksi mucus berlebihan sehingga akan memproduksi sputumyang
berlebihan. Kondisi ini kemudian mengaktifkan rangsang batuk dengan tujuan untuk
mengeluarka benda asing yang telah mengiritasi saluran napas.DemamSubstansi
penyebab demam disebut pirogen. Pirogen eksogen berasal dari luar tubuh, baik dari
produk proses infeksi maupun non-infeksi. Lipopolisakarida pada dinding
bakterigram negative atau peptidoglikan dan techoid acid pada bakteri gram positif,
merupakan pirogen eksogen.Substansi ini merangsang makrofag, monosit, limfosit
dan endotel untuk melepaskan TNFα dan INFα yang bertindak sebagai
pirogenendogen. Sitokin-sitokin8,12,14 proinflamasi ini akan berikatan dengan
reseptornya di hipotalamus dan fosfolipaseA-2. hal ini menyebabkan pelepasan asam
arakidonat dari membrane fosfolipid atas pengaruh enzim siklooksigenase-2 (COX
2). Asam arakidonat elanjutnyadiubah menjadiProstaglandin E2. Prostaglandin E2,
baik secara langsung atau tidak langsung melaluiAMP siklik akan mengubah setting
thermostat (pengatur suhu tubuh) di hipotalamus padanilai yang lebih tinggi.
3. PATOFISIOLOGI HIDUNG TERSUMBAT

Hidung tersumbat terjadi salah satunya akibat adanya pembengkakan pada


konka atau bagian dari saluran udara hidung yang letaknya dibagian dalam batang
hidung mengalami pembengkakan sehingga menyumbat aliran udara yang masuk
melalui rongga yang kecil tersebut.

6. APA MAKSUD DIBERI OBAT ANTIBIOTIK, DEKONGESTAN,


MUKOLITIK DAN ANALGETIK?
PEMBAGIAN JENIS-JENIS ANTIBIOTIKA
Klasifikasi antibiotika dan kemoterapetika yang sering dianjurkan dan
digunakan adalah berdasarkan bagaimana kerja antibiotika tersebut terhadap kuman,
yakni antibiotika yang bersifat primer bakteriostatik dan antibiotika yang bersifat
primer bakterisid.Yang termasuk bakteriostatik di sini misalnya sulfonamida,
tetrasiklin, kloramfenikol, eritromisin, trimetropim, linkomisin, klindamisin, asam

HIDUNG BUNTU| 27
paraaminosalisilat, dan lain-lain.Obat-obat bakteriostatik bekerja dengan mencegah
pertumbuhan kuman, tidak membunuhnya, sehingga pembasmian kuman sangat
tergantung pada daya tahan tubuh.Sedangkan antibiotika yang bakterisid, yang secara
aktif membasmi kuman meliputi misalnya penisilin, sefalosporin, aminoglikosida
(dosis besar), kotrimoksazol, rifampisin, isoniazid dan lain-lain.
Pembagian lain juga sering dikemukakan berdasarkan makanisme atau
tempat kerja antibiotika tersebut padakuman, yakni :
1. Antibiotika yang bekerja menghambat sintesis dinding sel kuman,
termasuk di sini adalah basitrasin, sefalosporin, sikloserin, penisilin,
ristosetin dan lain-lain.
2. Antibiotika yang merubah permeabilitas membran sel atau mekanisme
transport aktif sel. Yang termasuk di sini adalah amfoterisin, kolistin,
imidazol, nistatin dan polimiksin.
3. Antibiotika yang bekerja dengan menghambat sintesis protein, yakni
kloramfenikol, eritromisin (makrolida), linkomisin, tetrasiklin dan
aminogliosida.
4. Antibiotika yang bekerja melalui penghambatan sintesis asam nukleat,
yakni asam nalidiksat, novobiosin, pirimetamin, rifampisin, sulfanomida
dan trimetoprim.

Secara garis besar, jenis-jenis antibiotika dan kemoterapetika yang ada paling
tidak akan mencakup jenis-jenis berikut ini :

GOLONGAN PENISILIN.
Golongan penisilin bersifat bakterisid dan bekerja dengan mengganggu
sintesis dinding sel. Antibiotika pinisilin mempunyai ciri khas secara kimiawi
adanya nukleus asam amino-penisilinat, yang terdiri dari cincin tiazolidin dan
cincin betalaktam.Spektrum kuman terutama untuk kuman koki Gram
positif.Beberapa golongan penisilin ini juga aktif terhadap kuman Gram
negatif. Golongan penisilin masih dapat terbagi menjadi beberapa kelompok,
yakni:
 Penisilin yang rusak oleh enzim penisilinase, tetapi spektrum anti kuman
terhadap Gram positif paling kuat. Termasuk di sini adalah Penisilin G

HIDUNG BUNTU| 28
(benzil penisilin) dan derivatnya yakni penisilin prokain dan penisilin
benzatin, dan penisilin V (fenoksimetil penisilin). Penisilin G dan penisilin
prokain rusak oleh asam lambung sehingga tidak bisa diberikan secara
oral, sedangkan penisilin V dapat diberikan secara oral. Spektrum
antimikroba di mana penisilin golongan ini masih merupakan pilihan
utama meliputi infeksi-infeksi streptokokus beta hemolitikus grup A,
pneumokokus, meningokokus, gonokokus, Streptococcus viridans,
Staphyloccocus, pyoneges (yang tidak memproduksi penisilinase),
Bacillus anthracis, Clostridia, Corynebacterium diphteriae, Treponema
pallidum, Leptospirae dan Actinomycetes sp.
 Penisilin yang tidak rusak oleh enzime penisilinase, termasuk di sini
adalah kloksasilin, flukloksasilin, dikloksasilin, oksasilin, nafsilin dan
metisilin, sehingga hanya digunakan untuk kuman-kuman yang
memproduksi enzim penisilinase.
 Penisilin dengan spektrum luas terhadap kuman Gram positif dan Gram
negatif, tetapi rusak oleh enzim penisilinase. Termasuk di sini adalah
ampisilin dan amoksisilin. Kombinasi obat ini dengan bahan-bahan
penghambat enzim penisiline, seperti asam klavulanat atau sulbaktam,
dapat memperluas spektrum terhadap kuman-kuman penghasil enzim
penisilinase.
 Penisilin antipseudomonas (antipseudomonal penisilin). Penisilin ini
termasuk karbenisilin, tikarsilin, meklosilin dan piperasilin diindikasikan
khusus untuk kuman-kuman Pseudomonas aeruginosa.

GOLONGAN SEFALOSPORIN.
Golongan ini hampir sama dengan penisilin oleh karena mempunyai
cincin beta laktam. Secara umum aktif terhadap kuman Gram positif dan Gram
negatif, tetapi spektrum anti kuman dari masing-masing antibiotika sangat
beragam, terbagi menjadi 3 kelompok, yakni:
1. Generasi pertama yang paling aktif terhadap kuman Gram positif secara in
vitro. Termasuk di sini misalnya sefalotin, sefaleksin, sefazolin,
sefradin.Generasi pertama kurang aktif terhadap kuman Gram negatif.

HIDUNG BUNTU| 29
2. Generasi kedua agak kurang aktif terhadap kuman Gram positif tetapi
lebih aktif terhadap kuman Gram negatif, termasuk di sini misalnya
sefamandol dan sefaklor.
3. Generasi ketiga lebih aktif lagi terhadap kuman Gram negatif, termasuk
Enterobacteriaceae dan kadang-kadang peudomonas. Termasuk di sini
adalah sefoksitin (termasuk suatu antibiotika sefamisin), sefotaksim dan
moksalatam.

GOLONGAN AMFENIKOL
Golongan ini mencakup senyawa induk kloramfenikol maupun derivat-
derivatnya yakni kloramfenikol palmitat, natrium suksinat dan
tiamfenikol.Antibiotika ini aktif terhadap kuman Gram positif dan Gram
negatif maupun ricketsia, klamidia, spirokaeta dan mikoplasma.Karena
toksisitasnya terhadap sumsum tulang, terutama anemia aplastika, maka
kloramfenikol hanya dipakai untuk infeksi S. typhi dan H. influenzae.

GOLONGAN TETRASIKLIN
Merupakan antibiotika spektrum luas bersifat bakteriostatik untuk
kuman Gram positif dan Gram negatif, tetapi indikasi pemakaiannya sudah
sangat terbatas oleh karena masalah resistensi, namun demikian antibiotika ini
masih merupakan pilihan utama untuk infeksi-infeksi yang disebabkan oleh
klamidia, riketsia, dan mikoplasma. Mungkin juga efektif terhadap N.
meningitidis, N. gonorhoeae dan H. influenzae., termasuk di sini adalah
tetrasiklin, klortetrasiklin, oksitetrasiklin, doksisiklin, minosiklin, metasiklin
dan demeklosiklin.

GOLONGAN AMINOGLIKOSIDA
Merupakan golongan antibiotika yang bersifat bakterisid dan terutama
aktif untuk kuman Gram negatif.Beberapa mungkin aktif terhadap Gram
positif.Streptomisin dan kanamisin juga aktif terhadap kuman TBC.Termasuk
di sini adalah amikasin, gentamisin, kanamisin, streptomisin, neomisin,
metilmisin dan tobramisin, antibiotika ini punya sifat khas toksisitas berupa
nefrotoksik, ototoksik dan neurotoksik.

HIDUNG BUNTU| 30
GOLONGAN MAKROLIDA
Golongan makrolida hampir sama dengan penisilin dalam hal spektrum
antikuman, sehingga merupakan alternatif untuk pasien-pasien yang alergi
penisilin. Bekerja dengan menghambat sintesis protein kuman.Aktif secara
invitro terhadap kuman-kuman Gram positif, Gram negatif, mikoplasma,
klamidia, riketsia dan aktinomisetes. Selain sebagai alternatif penisilin,
eritromisin juga merupakan pilihan utama untuk infeksi pneumonia atipik
(disebabkan oleh Mycoplasma pneumoniae) dan penyakit Legionnaires
(disebabkan Legionella pneumophilla) termasuk dalam golongan makrolida
selain eritromisin juga roksitromisin, spiramisin, josamisin, rosaramisin,
oleandomisin dan trioleandomisin.

GOLONGAN LINKOSAMID.
Termasuk di sini adalah linkomisin dan klindamisin, aktif terhadap
kuman Gram positif termasuk stafilokokus yang resisten terhadap
penisilin.Juga aktif terhadap kuman anaerob, misalnya bakteroides.Sering
dipakai sebagai alternatif penisilin antistafilokokus pada infeksi tulang dan
sendi serta infeksi-infeksi abdominal.Sayangnya, pemakaiannya sering diikuti
dengan superinfeksi C. difficile, dalam bentuk kolitis pseudomembranosa yang
fatal.

GOLONGAN POLIPEPTIDA.
Antibiotika golongan ini meliputi polimiksin A, B, C, D dan E.
Merupakan kelompok antibiotika yang terdiri dari rangkaian polipeptida dan
secara selektif aktif terhadap kuman Gram negatif, misalnya psedudomonas
maupun kuman-kuman koliform yang lain. Toksisitas polimiksin membatasi
pemakaiannya, terutama dalam bentuk neurotoksisitas dan nefrotoksisitas.
Mungkin dapat berperan lebih penting kembali dengan meningkatnya infeksi
pseudomonas dan enterobakteri yang resisten terhadap obat-obat lain.

HIDUNG BUNTU| 31
GOLONGAN ANTIMIKOBAKTERIUM
Golongan antibiotika dan kemoterapetika ini aktif terhadap kuman
mikobakterium.Termasuk di sini adalah obat-obat anti TBC dan lepra,
misalnya rifampisin, streptomisin, INH, dapson, etambutol dan lain-lain.

GOLONGAN SULFONAMIDA dan TRIMETROPIM


Kepentingan sulfonamida dalam kemoterapi infeksi banyak menurun
karena masalah resistensi.Tetapi beberapa mungkin masih aktif terhadap
bentuk-bentuk infeksi tertentu misalnya sulfisoksazol untuk infeksi dan infeksi
saluran kencing.Kombinasi sulfamektoksazol dan trimetoprim untuk infeksi
saluran kencing, salmonelosis, kuman bronkitis, prostatitis.Spektrum kuman
mencakup kuman-kuman Gram positif dan Gram negatif.

GOLONGAN KUINOLON
Merupakan kemoterapetika sintetis yang akhir-akhir ini mulai populer
dengan spektrum antikuman yang luas terutama untuk kuman-kuman Gram
negatif dan Gram positif, enterobakteriaceae dan pseudomonas.Terutama
dipakai untuk infeksi-infeksi nosokomial.Termasuk di sini adalah asam
nalidiksat, norfloksasin, ofloksasin, pefloksasin dan lain-lain.

GOLONGAN LAIN-LAIN
Masih banyak jenis-jenis antibiotika dan kemoterapetika lain yang tidak
tercakup dalam kelompok yang disebutkan di atas. Misalnya saja vankomisin,
spektinomisin, basitrasin, metronidazol, dan lain-lain. Informasi mengenai
pemakaian dan sifat masing-masing dapat dicari dari sumber pustaka baku.
Vankomisin terutama aktif untuk Gram positif, terutama untuk S. areus, S.
epidermidis, S. pneumoniae.Juga merupakan pilihan untuk infeksi stafilokokus
yang resisten terhadap metisilin. Tetapi karena toksisitasnya, maka vankomisin
hanya dianjurkan kalau antibiotika lain tidak lagi efektif.

HIDUNG BUNTU| 32
 Dekongestan

Dekongestan merupakan agen simpatomimetik yang bertindak pada


reseptor dalam mukosa nasal yang menyebabkan pembuluh darah
mengecil.Selain itu juga dapat mengurangi pembengkakan mukosa hidung dan
melegakan pernafasan.Dekongestan apabila dikombinasikan dengan
antihistamin sangat efektif melegakan tanda-tanda rinitis terutama bila hidung
sumbat.
1. Dekongestan sistemik
Dekongestan sistemik adalah seperti efedrin, fenilpropanolamin dan
pseudoefedrin.Dekongestan sistemik diberikan secara oral (melalui
mulut).Meskipun efeknya tidak secepat topikal tapi kelebihannya tidak
mengiritasi hidung.Jenis dekongestan sistemik dapat menyebabkan
tekanan darah tinggi terutamanya efedrin dan fenilpropanolamin
apabila melebihi dosis terapeutik sebanyak 2-3 kali. Jika anda ada
tekanan darah tinggi, hindarkan dari penggunaan dekongestan tersebut (
Dipiro, J. T., 1999).
2. Dekongestan topikal
Digunakan untuk rinitis akut yang merupakan radang selaput lendir
hidung.Bentuk sediaan dekongestan topikal berupa balsam, inhaler,
tetes hidung atau semprot hidung.Dekongestan topikal (semprot
hidung) yang biasa digunakan yaitu oxymetazolin, xylometazolin yang
merupakan derivat imidazolin.Karena efeknya dapat menyebabkan
depresi.Susunan saraf pusat bila banyak terabsorbsi terutama pada bayi
dan anak-anak, maka sediaan ini tidak boleh untuk bayi dan anak-
anak.Agen ini tidak boleh digunakan lebih dari 3-5 hari berturut-
turut.Kerana dapat menyebabkan rinitis medicamentosa. Oleh itu,
pengguna dinasihatkan supaya menggunakan dosis yang sesuai dan bila
diperlukan saja contohnya semasa akan tidur ( Dipiro, J. T., 1999).

HIDUNG BUNTU| 33
 Mukolitik
Sesuai dengan namanya, mukolitik adalah obat batuk berdahak yang
bekerja dengan cara membuat hancur formasi dahak sehingga dahak tidak lagi
memiliki sifat-sifat alaminya. Mukolitik bekerja dengan cara menghancurkan
benang-benang mukoprotein dan mukopolisakarida dari dahak. Sebagai hasil
akhir, dahak tidak lagi bersifat kental dan dengan begitu tidak dapat bertahan
atau “nyangkut” di tenggorokan lagi seperti sebelumnya.Membuat saluran
nafas bebas dari dahak.Yang termasuk ke dalam golongan obat ini adalah
bromheksin, ambroxol, asetilsistein.
 Analgetik
Obat analgetik atau bahasa simpelnya adalah obat penghilang atau
setidaknya mengurangi rasa nyeri pada tubuh.Dalam perkembangan ilmu
Farmakologi (enaknya ditambahin kata ilmu walaupun sebenarnya istilah
farmakologi sudah mencakup ilmu) obat analgetik ini terbagi pada dua
kategori besar yakni Obat Analgetik Narkotik dan Obat Analgetik Non-
Narkotik.

1. Obat Analgetik Narkotik


Obat Analgetik Narkotik merupakan kelompok obat yang
memiliki sifat opium atau morfin. Meskipun memperlihatkan
berbagai efek farmakodinamik yang lain, golongan obat ini
terutama digunakan untuk meredakan atau menghilangkan rasa
nyeri yang hebat. Meskipun terbilang ampuh, jenis obat ini
umumnya dapat menimbulkan ketergantungan pada
pemakai.Obat Analgetik Narkotik ini biasanya khusus
digunakan untuk mengahalau rasa nyeri hebat, seperti pada
kasus patah tulang dan penyakit kanker kronis.

2. Obat Analgetik Non-Narkotik


Obat Analgesik Non-Nakotik dalam Ilmu Farmakologi juga
sering dikenal dengan istilah Analgetik/Analgetika/Analgesik
Perifer.Penggunaan Obat Analgetik Non-Narkotik atau Obat
Analgesik Perifer ini cenderung mampu menghilangkan atau

HIDUNG BUNTU| 34
meringankan rasa sakit tanpa berpengaruh pada sistem susunan
saraf pusat atau bahkan hingga efek menurunkan tingkat
kesadaran.Obat Analgetik Non-Narkotik / Obat Analgesik
Perifer ini juga tidak mengakibatkan efek ketagihan pada
pengguna (berbeda halnya dengan penggunanaan Obat
Analgetika jenis Analgetik Narkotik).

7. KAPAN PASIEN DIRUJUK MENURUT KITA?


Pasien dirujuk ketika pasien tidak menunjukan keadaan yang membaik setelah berobat
atau bahkan menimbulkan komplikasi, maka pasien harus dirujuk.

3.4 DIAGNOSIS BANDING


3.4.1. POLIP HIDUNG

Polip hidung ialah masa lunak yang mengandung banyak cairan di dalam
rongga hidung, berwarna putih keabu-abuan, yang terjadi akibat inflamasi
mukosa. Polip dapat timbul pada penderita laki-laki maupun perempuan dari usia
anak-anak sampai usia lanjut. bila ada poip pada anak di bawah usia 2 tahun ,
harus di disingkirkan kemungkinanan meningngokel atau meningoensefalokel .
dulu diduga predisposisi timbulnya polip nasi ialah adanya rhinitis alergi atau
penyakit atopi, tetapi banyak penelitian yang mengemukakan berbagai teori dan
para ahli sampai saat ini menyatakan bahwa etiologi polip nasi masih belum
diketahui dengan pasti.

HIDUNG BUNTU| 35
- PATOFISIOLOGI
Pembentukanpolip sering diasosiasikan dengan inflamasi kronik,
disfungsi saraf otonom serta predisposisi genetic.Menurut teori bemstein,
terjadi perubahan mukosa hidung akibat peradangan atau aliran udara yang
berturbulensi, terutama didaerah sempit di komplek ostiomeatal. Terjadi
prolapse submukosa yang diikuti oleh reepitelisasi dan pembentukan
kelenjar baru. Juga terjadi peningkatan penyerapan natrium oleh permukaan
sel epitel yang erakibat retensi air sehingga terbentuk polip.
Teori lain mengatakan karena ketidakseimbangan saraf vasomotor
terjadi peningkatan permeabilitas kapiler dan gangguan regulasi vascular
yang mengakibatkan dilepasnya sitokin-sitokind ari sel mast yang akan
menyebabkan edema dan lama kelamaan menjadi polip.
Bila proses terus berlanjut, mukosa yang sembab makin membesar
menjadi polip dan kemudian akan turun ke rongga hidung dengan
membentuk tangkai.
Secara makroskopis polip merupakan massa bertangkaid engan
permukaan licin berbentuk bulat atua lonjong, berwarn aputih keabu-abuan,
agak bening, lobular, dapat tunggal atau multiple dan tidak sensitive atau
tidak terasa sakit. Warna polip yang pucat tersebut disebabkan karena
mengandung banyak cairan dan sedikitnya aliran darah ke polip. Bila terjadi
iritasi kronis atau proses peradangan warna polip dapat berubah menjadi
kemerah-merahan dan polip yang sudah menahun warnanya dapat menjadi
kekuning-kuningan terlalu banyak megnandung jaringan ikat.
Tempat asal tumbuhnya polip terutama dari kompleks ostiomeatal di
meatus medius dan sinus ethmoid.Bila ada fasilitas pemeriksaan dengan
endoskop, mungkin tempat asal tangkai polip dapat dilihat.
Ada polip yang tumbuh kea rah belakang dan membesar di
nasofaring disebut polip koana.Polip ini kebanyakan berasal dari sinus
maksila dan disebut juga polip antrokoana.Ada juga sebagian kecil pollip
koana yang berasal dari sinus ethmoid.

HIDUNG BUNTU| 36
 Mikroskopis
Secara mikroskopis tampak epitel pada polip serupa dengan
mukosa hidung normal yaitu epitel bertingkat semu bersilia dengan
submukosa yan gsembab. Sel-selnya terdiri dari limfosit, sel plasma,
eusinofil, neutrophil,d an makroag. Mukosa mengandung sel-sel
goblet, pembuluh darah,s araf, dan kelenjar yang sedikit. Polip yang
sudah lama dapat mengalami metaplasia epitel karena sering terkena
aliran udara, menjadi epitel transisional, kubik atau gepeng berlapis
tanpa kreatinisasi.Berdasarkan jenis sel dan peradagngannya polip
dikelompokknan menjadi 2 tipe yaitu, eosinophil dan neutrofilik.
- DIAGNOSIS
 Anamnesis
Keluhan utama penderita polip nasi adalah hidung terasa
tersumbat dari ringan sampai berat, rinore mulai yang jernih sampai
purulent, hiposmia atau anosmia.Mungkin disertai bersin-bersin, rasa
nyeri pada hidung disertai sakit kepala di daerah frontal.Bila disertai
infeksi sekunder mungkin didapati dan rinore purulent.Gejala
sekunder yang dapat timbul adalah bernafas melalui mulut, suara
sengau, halitosis, gangguan tidur, dan penurunan kualitas hidup.
Dapat menyebabkan gejala pada saluran nafas bawah berupa
batuk kronik dan mengi, terutama pad apenderita polip nasi dengan
asma.Selain itu, harus ditanyakan riwayat rhinitis alergi, asma,
intoleransi terhadap aspirind an alergi obat lainnya serta alergi
makanan.
 Pemeriksaan fisik
Polip nasi yang masif dapat menyebabkan deformitas hidung
luar sehingga hidung tampak mekar karena pelebaran batang
hidung.Pada pemeriksaan rinoskopi anterior terlihat sebagai masa
yagn berwarna pucat yang berasal dari meatus medius dan mudah
digerakkan.Pembagian stadium polip menurut Mackay dan Lund
stadium pertama polip masih terbatas di meatus medius.Stadium 2,

HIDUNG BUNTU| 37
polip sudah keluar dari meatus medius.Tampak di rongga hidung tapi
belum memenuhi rongga hidung.Stadium 3, polip yang massif.
 Naso endoskopi
Adanya fasilitas endoskop (teleskop) akan sangat membantu
kasus polip yang baru. Polip stadium 1 dan 2 kadang-kadang tidak
terlihat dalam pemeriksaan rinoskopi anterior tetapi tampak denga
pemeriksaan naso endoskopi.
Pada kasus polip koana jug asering dapat dilihat tangkai polip
yang berasal dari ostium accesorius sinus maksila.
 Pemeriksaan radiologi
Foto polos sinus paranasal (posisi waters AP dan lateral) dapat
memperlihatkan penebalan mukosa dan adanya batas udara cairan di
dalam sinus, tetapi kurang bermakna pad akasus polip. Pemeriksaan
tomografi computer (CT scan) sangat bermanfaat untuk melihat
dengan jelas keadaan di hidung dan sinus paranasal apakah ada proses
radang, kelainan anatomi, polip atau sumbatan pada kompleks
ostiomatal.TK terutama diindikasikan dalam kasus polip yang gagal
diobati dengan terapi medikamentosa, jika ada komplikasi dari
sinusitis dan pada perencanaan tindakan bedah terutama bedah
endoskopi.

3.4.2. SINUSITIS

Sinusitis adalah radang mukosa sinus paranasal sesuai anatomi sinusyang


terkena, dapat dibagi menjadi sinusitis maksila, sinusitis etmoid,sinusitisfrontal,
dan sinusitis sphenoid. Sinusitis adalah radang sinus yang ada disekitar hidung,
dapat berupasinusitis maksilaris atau frontalis sinusitis dapat berlangsung akut
maupunkronik.Dapat mengenai anak yang sudah besar.Pada sinusitis
paranasalsudah berkembang pada anak umur 6-11 tahun.

- ETIOLOGI

Berbagai faktor infeksius dan nonifeksius dapat memberikan


kontribusi dalamterjadinya obstruksi akut ostia sinus atau gangguan
pengeluaran cairan oleh siliayang akhirnya menyebabkan sinusitis.
HIDUNG BUNTU| 38
Penyebab nonifeksius antara lain adalahrinitis alergika, barotrauma, atau
iritan kimia. Penyakit seperti tumor nasal atautumor sinus (squamous cell
carcinoma), dan juga penyakit granulomatus(Wegener’s granulomatosis
ataurhinoskleroma) juga dapat menyebabkanobstruksi ostia sinus,
sedangkan konsisi yang menyebabkan perubahankandungan sekret mukus
(fibrosis kistik) dapat menyebabkan sinusitis denganmengganggu
pengeluaran mukus.
Beberapa faktor etiologi dan predisposisi antara lain ISPA akibat
virus, bermacamrhinitis terutama rhinitis alergi, rhinitis hormonal pada
wanita hamil, polip hidung,kelainan anatomi seperti deviasi septum atau
hipertrofi konka, sumbatan komplekOstio-maetal (KOM), infeksi tonsil,
infeksi gigi, kelainan imunologik, diskinesiasilia seperti pada sindroma
Kartagener, dan diluar negri adalah penyakit fibrostikkistik.Pada anak-anak,
hipertrofi adenoid merupakan faktor penting penyebab sinusitissehingga
perlu diadakan adenoidektomi untuk menghilangkan sumbatan
danmenyembuhkan rinosinusitisnya.Hipertrofi adenoid dapat didiagnosa
dengan fotopolos leher posisi lateral.Faktor lain yang berpengaruh adalah
lingkungan berpolusi, udara dingin dankering serta kebiasaan merokok.
Sinusitis Dentogen terjadi karena penjalaraninfeksi dari gigi geraham
atas.Kuman penyebab:
- Streptococcus pneumonia

- Hamophilus influenza

- Steptococcus viridians

- Staphylococcus aureus

- Branchamella catarhatis

 SINUSITIS AKUT

Penyebabnya dapat virus, bakteri, atau jamur. Menurut


Gluckman, kumanpenyebab sinusitis akut tersering adalah
Streptococcus pneumoniae danHaemophilus influenzae yang
ditemukan pada 70% kasus.Dapat disebabkan rinitis akut; infeksi
faring, seperti faringitis, adenoiditis, tonsilitisakut; infeksi gigi molar

HIDUNG BUNTU| 39
M1, M2, M3 atas, serta premolar P1, P2; berenang danmenyelam;
trauma; dan barotrauma.Faktor predisposisi obstruksi mekanik,
seperti deviasi septum, benda asing dihidung, tumor, atau polip. Juga
rinitis alergi, rinitis kronik, polusi lingkungan, udaradingin dan
kering

 SINUSITIS KRONIK

Polusi bahan kimia, alergi, dan defisiensi imunologik


menyebabkan silia rusak,sehingga terjadi perubahan mukosa hidung.
Perubahan ini mempermudahterjadinya infeksi.Terdapat edema
konka yang mengganggu drainase sekret, sehingga silia rusak, dan
seterusnya. Jika pengobatan pada sinusitis akut tidakadekuat, maka
akan terjadi infeksi kronik.

- PATOFISIOLOGI

Timbulnya Pembengkakan di kompleks osteomeatal, selaput


permukaan yangberhadapan akan segera menyempit hingga bertemu,
sehingga silia tidak dapatbergerak untuk mengeluarkan sekret. Gangguan
penyerapan dan aliran udara didalam sinus, menyebabkan juga silia menjadi
kurang aktif dan lendir yangdiproduksi oleh selaput permukaan sinus akan
menjadi lebih kental dan menjadimudah untuk bakteri timbul dan
berkembang biak.Bila sumbatan terus-menerus berlangsung akan terjadi
kurangnya oksigen danhambatan lendir, hal ini menyebabkan tumbuhnya
bakteri anaerob, selanjutnyaterjadi perubahan jaringan.Pembengkakan
menjadi lebih hipertrofi hinggapembentukan polip atau kista .

- GEJALA KLINIS
 SINUSITIS MAKSILA AKUT

Gejala : Demam, pusing, ingus kental di hidung, hidung


tersumbat, nyeri pada pipiterutama sore hari, ingus mengalir ke
nasofaring, kental kadang-kadang berbaudan bercampur darah.

 SINUSITIS ETMOID AKUT

HIDUNG BUNTU| 40
Gejala : ingus kental di hidung dan nasofaring, nyeri di antara
dua mata, danpusing.

 SINUSITIS FRONTAL AKUT

Gejala : demam,sakit kepala yang hebat pada siang hari,tetapi


berkurang setelahsore hari, ingus kental dan penciuman berkurang.

 SINUSITIS SPHENOID AKUT

Gejala : nyeri di bola mata, sakit kepala, ingus di nasofaring

 SINUSITIS KRONIS

Gejala: pilek yang sering kambuh, ingus kental dan kadang-


kadang berbau,selaluterdapat ingus di tenggorok, terdapat gejala di
organ lain misalnya rematik,nefritis, bronchitis , bronkiektasis ,
batuk kering, dan sering demam.Keluhan sinusitis kronis tidak khas
sehingga sulit didiagnosa. Gejalanya sakitkepala kronik, post nasal
drip, batuk kronik, gangguan tenggorokan, gangguantelinga akibat
sumbatan kronik muara tuba Eustachius, gangguan ke paru
sepertibronchitis (sino-bronkitis), bronkiektasis dan yang penting
adalah serangan asmayang meningkat dan sulit diobati. Pada anak,
mukopus yang tertelan dapatmenyebabkan gastroenteritis.

 SINUSITIS AKUT

Penderita mula-mula mengeluh hidung tersumbat (pilek-


pilek), sumbatanbertambah berat dan disertai nyeri atau rasa tekanan
pada muka dan inguspurulent , yang sering kali turun ke tenggorokan
(post nasal drip). Dapat disertaigejala sistemik seperti demam dan
lesu.Keluhan nyeri atau rasa tekanan didaerah sinus yang terkena
merupakan ciri khas sinusitis akut, serta kadang-kadang nyeri juga
terasa di tempat lain (referred pain).Nyeri pipi menandakansinusitis
maksila, nyeri diantara atau di belakang ke dua bola mata
menandakansinusitis etmoid, nyeri di dahi atau seluruh kepala
menandakan sinusitis frontal.Pada sinusitis sfenoid, nyeri dirasakan

HIDUNG BUNTU| 41
di vertex, oksipital, belakang bola matadan daerah mastoid.Pada
sinusitis maksila kadang-kadang dan nyeri alih ke gigidan telinga.

Gejala lain adalah sakit kepala, hipoosmia atau anosmia,


halitosis , post-nasaldrip yang menyebabkan batuk dan sesak pada
anak. Pada pemeriksaan,penderita tampak mengeluarkan air mata,
lidah kotor, dan sukar menutup mulut.Suhu badan tinggi. Vestibulum
hidung tampak merah dan terdapat ekskoriasis.Selaput lender hidung
tampak bengkak dan sering terlihat nanah cair dari meatusmedius
mengalir kebelakang diatas konka inferior dan terus ke dalam
ruangbelakang hidung.Gambaran tadi merupakan petunjuk bagi
dokter untuk membuatdiagnosa sinusitis akut. Diagnosa dipastikan
dengan beberapa pemeriksaan:

- Biakan hapusan hidung

- Radiologi sinus paranasalis

- Jumlah leukosit dan laju endap darah.

- PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Rinoskopi anterior
Tampak mukosa konka hiperemis, kavum nasi sempit, dan
edema.Pada sinusitis maksila, sinusitis frontal dan sinusitis ethmoid
anterior tampak mukopus ataunanah di meatus medius, sedangkan
pada sinusitis ethmoid posterior dansinusitis sfenoid nanah tampak
keluar dari meatus superior.
2. Rinoskopi posterior
3. Tampak mukopus di nasofaring (post nasal drip).
4. Dentogen
Caries gigi (PM1,PM2,M1)
5. Transiluminasi (diaphanoscopia)
Sinus yang sakit akan menjadi suram atau gelap. Pemeriksaan
transiluminasibermakna bila salah satu sisi sinus yang sakit, sehingga
tampak lebih suramdibanding sisi yang normal.
6. Foto sinus paranasalis

HIDUNG BUNTU| 42
Pemeriksaan radiologik yang dibuat ialah Posisi Water’s,
Posteroanterior danLateral.Akan tampak perselubungan atau
penebalan mukosa atau batas cairanudara (air fluid level) pada sinus
yang sakit. Posisi Water’s adalah untukmemproyeksikan tulang
petrosus supaya terletak di bawah antrum maksila, yaknidengan cara
menengadahkan kepala pasien sedemikian rupa sehingga
dagumenyentuh permukaan meja. Posisi ini terutama untuk melihat
adanya kelainan disinus maksila, frontal dan etmoid. Posisi
Posteroanterior untuk menilai sinusfrontal dan posisi lateral untuk
menilai sinus frontal, sphenoid dan etmoid.
7. Pemeriksaan CT–Scan
Pemeriksaan CT-Scan merupakan cara terbaik untuk memperlihatkan
sifatdan sumber masalah pada sinusitis dengan komplikasi. CT-Scan
padasinusitis akan tampak : penebalan mukosa, air fluid level,
perselubunganhomogen atau tidak homogen pada satu atau lebih sinus
paranasal,penebalan dinding sinus dengan sklerotik (pada kasus-kasus
kronik). Hal-halyang mungkin ditemukan pada pemeriksaan CT-Scan:
 Kista retensi yang luas, bentuknya konveks (bundar), licin,
homogen,pada pemeriksaan CT-Scan tidak mengalami ehans.
Kadang sukar membedakannya dengan polip yang terinfeksi,
bila kista ini makin lamamakin besar dapat menyebabkan
gambaran air-fluid level.
 Polip yang mengisi ruang sinus.
 Polip antrokoanal.
 Massa pada cavum nasi yang menyumbat sinus,Mukokel,
penekanan, atrofi dan erosi tulang yang berangsur-angsur oleh
massa jaringan lunak mukokel yang membesar dan gambaran
padaCT Scan sebagai perluasan yang berdensitas rendah dan
kadang-kadangpengapuran perifer.
8. Pemeriksaan di setiap sinus
 Sinusitis maksila akut
Pemeriksaan rongga hidung akan tampak ingus kental yang
kadang-kadang dapat terlihat berasal dari meatus medius

HIDUNG BUNTU| 43
mukosa hidung. Mukosahidung tampak membengkak (edema)
dan merah (hiperemis).Padapemeriksaan tenggorok, terdapat
ingus kental di nasofaring.Pada pemeriksaan di kamar gelap,
dengan memasukkan lampu kedalammulut dan ditekankan ke
langit-langit, akan tampak pada sinus maksilayang normal
gambar bulan sabit di bawah mata. Pada kelainan sinusmaksila
gambar bulan sabit itu kurang terang atau tidak
tampak.Untukdiagnosis diperlukan foto rontgen.Akan terlihat
perselubungan di sinusmaksila, dapat sebelah (unilateral), dapat
juga kedua belah (bilateral).
 Sinusitis etmoid akut
Pemeriksaan rongga hidung, terdapat ingus kental, mukosa
hidung edema dan hiperemis. Foto rontgen, akan terdapat
perselubungan di sinusetmoid.
 Sinusitis frontal akut
Pemeriksaan rongga hidung, ingus di meatus medius. Pada
pemeriksaandi kamar gelap, dengan meletakkan lampu di sudut
mata bagian dalam,akan tampak bentuk sinus frontal di dahi
yang terang pada orang normal,dan kurang terang atau gelap
pada sinusitis akut atau kronis.Pemeriksaan radiologik, tampak
pada foto roentgen daerah sinus frontalberselubung.
 Sinusitis sfenoid akut
Pemeriksaan rongga hidung, tampak ingus atau krusta serta foto
rontgen

HIDUNG BUNTU| 44
3.4.3. LARINGITIS

Laringitis akut adalah radang akut laring yang disebabkan oleh virus dan
bakteriyang berlangsung kurang dari 3 minggu dan pada umumnya disebabkan
oleh infeksi virus influenza(tipe A dan B), parainfluenza (tipe 1,2,3),
rhinovirusdan adenovirus. Penyebab lain adalah Haemofilus influenzae,
Branhamella catarrhalis, Streptococcus pyogenes, Staphylococcus aureus
danStreptococcus pneumoniae.Biasanya laringitis akut merupakan suatu fase
infeksi virus pada saluran nafas atas yangdapat sembuh sendiri, factor prediposisi
dapat berupa rhinitis kronik, penyalahgunaanalcohol, tembakau serta pemakaian
suara yang berlebihan.

- ETIOLOGI

Inflamasi laring sering terjadi sebagai akibat terlalu banyak


menggunakan suara, pemajanan terhadap debu, bahan kimiawi, asap, dan
polutan lainnya, atau sebagai bagian dari infeksi saluran nafas atas.
Kemungkinan juga disebabkan oleh infeksi yang terisolasi yang hanya
mengenai pita suara.

Sebagian besar kasus laringitis sementara dipicu oleh infeksi virus


atau regangan vokal dan tidak serius.Tapi suara serak kadang-kadang
merupakan tanda yang lebih serius dari kondisi medis yang
mendasari.Sebagian besar kasus laringitis berakhir kurang dari beberapa
minggu dan disebabkan cuaca dingin.
HIDUNG BUNTU| 45
Penyebab yang paling sering adalah infeksi virus pada saluran
pernafasan bagian atas (misalnya common cold).Laringitis juga bisa
menyertai bronkitis, pneumonia, influenza, pertusis, campak dan difteri.

1. Laringitis Akut

Pada laringitis akut biasanya penyebabnya oleh infeksi


virus.Infeksi bakteri seperti difteri juga dapat menjadi penyebabnya,
tapi hal ini jarang terjadi.Laringitis akut dapat juga terjadi saat anda
menderita suatu penyakit atau setelah anda sembuh dari suatu
penyakit, seperti selesma, flu atau radang paru-paru (pneumonia).

a. Laringitis akut ini dapat terjadi dari kelanjutan infeksi saluran


nafas seperti influenza atau common cold. infeksi virus
influenza (tipe A dan B), parainfluenza (tipe 1,2,3), rhinovirus
dan adenovirus. Penyebab lain adalah Haemofilus influenzae,
Branhamella catarrhalis, Streptococcus pyogenes,
Staphylococcus aureus dan Streptococcus pneumoniae.

b. Penyakit ini dapat terjadi karena perubahan musim / cuaca

c. Pemakaian suara yang berlebihan

d. Trauma

e. Bahan kimia

f. Merokok dan minum-minum alkohol

g. Alergi

2. Laringitis Kronik

Kasus yang sering terjadi pada laringitis kronis termasuk juga


iritasi yang terus menerus terjadi karena penggunaan alkohol yang
berlebihan, banyak merokok atau asam dari perut yang mengalir
kembali ke dalam kerongkongan dan tenggorokan, suatu kondisi yang
disebut gastroesophageal reflux disease (GERD).

Laringitis kronis adalah inflamasi dari membran mukosa


laring yang berlokasi di saluran nafas atas, bila terjadi kurang dari 3
HIDUNG BUNTU| 46
minggu dinamakan akut dan disebut kronis bila terjadi lebih dari 3
minggu.

Beberapa pasien mungkin telah mengalami serangan


laringitis akut berulang, terpapar debu atau asap iritatif atau
menggunakan suara tidak tepat dalam konteks neuromuskular.
Merokok dapat menyebabkan edema dan eritema laring.

Laringitis Kronis Spesifik

Yang termasuk dalam laringitis kronis spesifik ialah laringitis


tuberkulosis dan laringitis luetika.

a. Laringitis tuberkulosis

Penyakit ini hampir selalu akibat tuberkulosis


paru.Biasanya pasca pengobatan, tuberkulosis paru sembun
tetapi laringitis tuberkulosis menetap.Hal ini terjadi karena
struktur mukosa laring yang melekat pada kartilago serta
vaskularisasinya yang tidak sebaik paru sehingga bila infeksi
sudah mengenai kartilago maka tatalaksananya dapat
berlangsung lama.

Secara klinis manifestasi laringitis tuberkulosis terdiri dari


4 stadium yaitu :

1) Stadium infiltrasi, mukosa laring posterior membengkak


dan hiperemis, dapat mengenai pita suara. Terbentuk
tuberkel pada submukosa sehingga tampak bintik
berwarna kebiruan. Tuberkel membesar dan beberapa
tuberkel berdekatan bersatu sehingga mukosa diatasnya
meregang sehingga suatu saat akan pecah dan terbentuk
ulkus
2) Stadium ulserasi, ulkus yang timbul pada akhir stadium
infiltrasi membesar. Ulkus diangkat, dasarnya ditutupi
perkijuan dan dirasakan sangat nyeri.

HIDUNG BUNTU| 47
3) Stadium perikondritis, ulkus makin dalam sehingga
mengenai kartuilago laring terutama kartilago aritenoid
dan epiglotis sehingga terjadi kerusakan tulang rawan.
4) Stadium pembentukan tumor, terbentuk fibrotuberkulosis
pada dinding posterior, pita suara dan subglotik.

b. Laringitis luetika

Radang menahun ini jarang dijumpai Dalam 4 stadium


lues yang paling berhubungan dengan laringitis kronis ialah lues
stadium tersier dimana terjadi pembentukan gumma yang
kadang menyerupai keganasan laring. Apabila guma pecah akan
timbul ulkus yang khas yaitu ulkus sangat dalam, bertepi dengan
dasar keras, merah tua dengan eksudat kekuningan. Ulkus ini
tidak nyeri tetapi menjalar cepat

Tabel. Perbedaan Laringitis Akut dan Kronik

Laringitisakut Laringitis kronis


- Rhinovirus - Infeksi bakteri
- Parainfluenza virus - Infeksi tuberkulosis
- Adenovirus - Sifilis
- Virus mumps - Leprae
- Varisella zooster virus - Virus
- Penggunaan asma inhaler - Jamur
- Penggunaan suara berlebih - Actinomycosis
dalam pekerjaan : Menyanyi, - Penggunaan suara berlebih
Berbicara dimuka umum - Alergi
Mengajar Alergi - Faktor lingkungan seperti
- Streptococcus grup A asap, debu
- Moraxella catarrhalis - Penyakit sistemik : wegener
- Gastroesophageal refluks granulomatosis, amiloidosis
- Alkohol
- Gatroesophageal refluks

HIDUNG BUNTU| 48
- PATOFISIOLOGI

Hampir semua penyebab inflamasi ini adalah virus.Invasi bakteri


mungkin sekunder.Laringitis biasanya disertai rinitis atau
nasofaringitis.Awitan infeksi mungkin berkaitan dengan pemajanan
terhadap perubahan suhu mendadak, defisiensi diet, malnutrisi, dan tidak
ada immunitas.Laringitis umum terjadi pada musim dingin dan mudah
ditularkan. Ini terjadi seiring dengan menurunnya daya tahan tubuh dari host
serta prevalensi virus yang meningkat. Laringitis ini biasanya didahului oleh
faringitis dan infeksi saluran nafas bagian atas lainnya. Hal ini akan
mengakibatkan iritasi mukosa saluran nafas atas dan merangsang kelenjar
mucus untuk memproduksi mucus secara berlebihan sehingga menyumbat
saluran nafas. Kondisi tersebut akan merangsang terjadinya batuk hebat
yang bisa menyebabkan iritasi pada laring. Dan memacu terjadinya
inflamasi pada laring tersebut. Inflamasi ini akan menyebabkan nyeri akibat
pengeluaran mediator kimia darah yang jika berlebihan akan merangsang
peningkatan suhu tubuh.

- MANIFESTASI KLINIS
1) Gejala lokal seperti suara parau dimana digambarkan pasien sebagai
suara yang kasar atau suara yang susah keluar atau suara dengan nada
lebih rendah dari suara yang biasa / normal dimana terjadi gangguan
getaran serta ketegangan dalam pendekatan kedua pita suara kiri dan

HIDUNG BUNTU| 49
kanan sehingga menimbulkan suara menjadi parau bahkan sampai tidak
bersuara sama sekali (afoni).
2) Sesak nafas dan stridor
3) Nyeri tenggorokan seperti nyeri ketika menalan atau berbicara.
4) Gejala radang umum seperti demam, malaise
5) Batuk kering yang lama kelamaan disertai dengan dahak kental
6) Gejala commmon cold seperti bersin-bersin, nyeri tenggorok hingga
sulit menelan, sumbatan hidung (nasal congestion), nyeri kepala, batuk
dan demam dengan temperatur yang tidak mengalami peningkatan dari
38 derajat celsius.
7) Gejala influenza seperti bersin-bersin, nyeri tenggorok hingga sulit
menelan, sumbatan hidung (nasal congestion), nyeri kepala, batuk,
peningkatan suhu yang sangat berarti yakni lebih dari 38 derajat celsius,
dan adanya rasa lemah, lemas yang disertai dengan nyeri diseluruh
tubuh .
8) Pada pemeriksaan fisik akan tampak mukosa laring yang hiperemis,
membengkak terutama dibagian atas dan bawah pita suara dan juga
didapatkan tanda radang akut dihidung atau sinus paranasal atau paru
9) Obstruksi jalan nafas apabila ada udem laring diikuti udem subglotis
yang terjadi dalam beberapa jam dan biasanya sering terjadi pada anak
berupa anak menjadi gelisah, air hunger, sesak semakin bertambah
berat, pemeriksaan fisik akan ditemukan retraksi suprasternal dan
epigastrium yang dapat menyebabkan keadaan darurat medik yang
dapat mengancam jiwa anak.

a. Laringitis Akut

Demam, malaise, gelaja rinigaringitis, suara parau sampai


afoni, nyeri ketika menelan atau berbicara, rasa kering ditenggorokan,
batuk kering yang kelamaan disertau dahak kental, gejala sumbatan
laring sampai sianosis.

Pada pemeriksaan, tampak mukosa laring hiperemis,


membengkak, terutama di atas dan bahwa pita suara.Biasanya tidak
terbatas di laring, juga ada tanda radang akut dihitung sinus peranasak,
atau paru.
HIDUNG BUNTU| 50
b. Laringitis Kronik

Suara parau yang menetap, rasa tersangkut di tenggorok


sehingga sering mendehem tanpa sekret.Pada pemeriksaan tampak
mukosa laring hiperemis.Tidak rata, dan menebal.Bila tumor dapat
dilakukan biopsi.

c. Laringitis tuberkulosis

Terdapat gejala demam, keringat malam, penurunan berat


badan, rasa kering, panas, dan tertekan di daerah laring, suara parau
beriminggu-minggu dan pada stadium lanjut dapat afoni, bentuk
produktif, gemoptisis, nyeri menelan yang lebih hebat bila gejala-
gejala proses aktif pada paru. Dapat timbul sumbatan jalan napas
karena edema: tumberkuloma, atau paralysis pita suara.

Sesuai dengan stadium dari penyakit, pada laringoskop akan terlihat:

1. Stadium infiltrasi

Mukosa laring membengkak, hiperemis (bagian posterior), dan


pucar.Terbentuk tuberkel di daerah submukosa, tampak sebagai bintik-
bintik kebiruan.Tuberkel membesar, menyatu sehingga mukosa di
atasnya meregang. Bila pecah akan timbul ulkus.

2. Stadium ulserasi
Ulkus membesar, dangkal, dasarnya ditutupi perkijuan dan terasa.

3. Stadium perikondritis
Ulkus makin dalam mengenai kartilago laring, kartilagi aritenoid, dan
epiglottis/ terbentuk nanah yang berbau sampai terbentuk
sekuester.Keadaan umum pasien sangat buruk, dapat fibrotuberkulosis
pada dinding posterior, pita suara, dan subglotik.

- G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1) Foto rontgen leher AP : bisa tampak pembengkakan jaringan
subglotis (Steeple sign). Tanda ini ditemukan pada 50% kasus.
2) Pemeriksaan laboratorium : gambaran darah dapat normal. Jika
disertai infeksi sekunder, leukosit dapat meningkat.
HIDUNG BUNTU| 51
3) Pada pemeriksaan laringoskopi indirek akan ditemukan mukosa
laring yang sangat sembab, hiperemis dan tanpa membran serta
tampak pembengkakan subglotis yaitu pembengkakan jaringan
ikat pada konus elastikus yang akan tampak dibawah pita suara.
4) Laringitis Akut
5) Pemeriksaan apusan dari laring untuk kultur dan uji resistensi
pada kasus yang lama atau sering residif.

Laringitis tuberkulosis

Pemeriksaan laboratorium hasil tahan asam dari sputum atau bilasan


lambung, foto toraks menunjukkan tanda proses spesifik baru,
laringoskopi langsung/tak langsung, dan pemeriksaan PA.

3.4.4 FARINGITIS
Faringitis (bahasa Latin: pharyngitis) adalah suatu penyakit peradangan
yang menyerang tenggorokan atau hulu kerongkongan (pharynx). Penyakit ini
sering juga disebut dengan radang tenggorok.

PENYEBAB
Faringitis bisa disebabkan oleh virus maupun bakteri. Kebanyakan disebabkan
oleh virus, termasuk virus penyebab common cold, flu, adenovirus, mononukleosis
atau HIV. Bakteri yang menyebabkan faringitis adalah streptokokus grup A,

HIDUNG BUNTU| 52
korinebakterium, arkanobakterium,Neisseria gonorrhoeae atau Chlamydia
pneumoniae.
GEJALA
Baik pada infeksi virus maupun bakteri, gejalanya sama yaitu nyeri
tenggorokan dan nyeri menelan. Selaput lendir yang melapisi faring mengalami
peradangan berat atau ringan dan tertutup oleh selaput yang berwarna keputihan atau
mengeluarkan nanah.
Gejala lainnya adalah:
- Demam
- Pembesaran kelenjar getah bening di leher
- Peningkatan jumlah sel darah putih.
Gejala tersebut bisa ditemukan pada infeksi karena virus maupun bakteri, tetapi lebih
merupakan gejala khas untuk infeksi karena bakteri.

JENIS FARINGITIS

Faringitis Virus Faringitis Bakteri

Biasanya tidak ditemukan nanah di


Sering ditemukan nanah di tenggorokan
tenggorokan

Demam ringan atau tanpa demam Demam ringan sampai sedang

Jumlah sel darah putih normal atau agak Jumlah sel darah putih meningkat ringan sampai
meningkat sedang

Kelenjar getah bening normal atau Pembengkakan ringan sampai sedang pada
sedikit membesar kelenjar getah bening

Tes apus tenggorokan memberikan hasil Tes apus tenggorokan memberikan hasil positif
negatif untuk strep throat

Pada biakan di laboratorium tidak


Bakteri tumbuh pada biakan di laboratorium
tumbuh bakteri

HIDUNG BUNTU| 53
DIAGNOSA
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik. Jika
diduga suatu strep throat, bisa dilakukan pemeriksaan terhadap apus tenggorokan.

PENGOBATAN
Untuk mengurangi nyeri tenggorokan diberikan obat pereda nyeri (analgetik),
obat hisap atau berkumur dengan larutan garam hangat. Aspirin tidak boleh diberikan
kepada anak-anak dan remaja yang berusia dibawah 18 tahun karena bisa
menyebabkan sindroma Reye.

Jika diduga penyebabnya adalah bakteri, diberikan antibiotik. Untuk mengatasi infeksi
dan mencegah komplikasi (misalnya demam rematik), jika penyebabnya streptokokus,
diberikan tablet penicillin. Jika penderita memiliki alergi terhadap penicillin bisa
diganti dengan erythromycin atau antibiotik lainnya.

3.4.5. TONSILITIS

Tonsilitis adalah peradangan pada tonsil yang disebabkan oleh bakteri atau
kuman streptococcus beta hemolitikus grup A, streptococcus viridans dan pyogenes
dan dapat disebabkan oleh virus. Faktor predisposisi adanya rangsangan kronik
(misalnya karena merokok atau makanan), pengaruh cuaca, pengobatan radang akut
yang tidak adekuat tidak higienis, mulut yang tidak bersih.

Patofisiologinya pada tonsilitis akut : penularannya terjadi melalui droplet


dimana kuman menginfiltrasi lapisan epitel, kemudian bila epitel ini terkikis, maka
jaringan limfoid superkistal bereaksi, di mana terjadi pembendungan radang dengan
infiltasi leikosit PMN.

Patofisiloginya pada tonsilitis kronik : terjadi karena proses radang berulang,


maka epitel mukosa dan jaringan limfoid terkikis sehingga pada proses penyembuhan
jaringan limfoid diganti oleh jaringan parut. Jaringan ini akan mengerut sehingga
ruang antara kelompok melebar (kriptus) yang akan diisi oleh detritus, proses ini
meluas hingga meluas menembus kapsul dan akhirnya timbul perlengketan dengan
jaringan sekitar fossa tonsilaris. Jadi, tonsil meradang dan membengkak, terdapat
bercak abu-abu/kekuningan pada permukaan dan berkumpul membentuk membran.
HIDUNG BUNTU| 54
ukuran besarnya tonsil dinyatakan dengan : · T0 : bila sudah dioperasi
· T1 : ukuran yang normal ada
· T2 : pembesaran tonsil tidak sampai garis tengah
· T3 : pembesaran mencapai garis tengah
· T4 : pembesaran melewati garis tengah

Klasifikasi tonsilitis (etiologi, gejala, diagnosis, penatalaksanaan)

1. TONSIL AKUT
ETIOLOGI
yaitu streptococcus beta hemolitikus grup A, srteptococcus viridans dan piogenes
dan pneumococcus. Tonsilitis ini seringkali terjadi mendadak pada anak-anak dengan
peningkatan suhu 1 sampai 4 derajat celcius.

PATOFISIOLOGI
Berupa penularan terjadi melalui droplet. Manifestasi kliniknya yaitu : suhu tubuh
naik hingga 40 derajat celcius, nyeri tenggorok, nyeri sewaktu menelan, napas yang
berbau, suara menjadi serak, demam dengan suhu tubuh yang meningkat, lesu/lemas,
nyeri dipersendian, tidak nafsu makan, nyeri ditelinga, tonsil membengkak, kripti
tidak melebar, hiperemis dan detritus, serta kelenjar submandibula bengkak dan nyeri
tekan.

HIDUNG BUNTU| 55
DIAGNOSA
Tes laboratorium (untuk menentukan apakah bakteri yang ada dalam tubuh
pasien merupakan streptococcus hemolitikus grup A, karena bakteri ini juga disertai
dengan demam reumatik. Pemeriksaan penunjang (kultur dan uji resistensi), terapi
(dengan menggunakan antibiotik spektrum luas dan sulfonamide, antipiretik dan obat
kumur yang mengandung desinfektan.

PENATALAKSANAAN
untuk perwatan sendiri, jika penyebabnya virus sebaiknya biarkan virus itu
hilang dengan sendirinya. Selama 1 atau 2 minggu sebaiknya penderita banyak
istirahat, minum yang hangat dan mengkonsumsi cairan menyejukkan. Antibiotik
digunakan jika penyebabnya bakteri, misalnya dengan mengkonsumsi antibiotik oral
yang dikonsumsi setidaknya selama 10 hari. Tindakan operasi biasanya pada anak-
anak. Tonsilectomy biasanya pada orang yang mengalami tonsilitis 5 kali atau lebih
dalam 2 tahun, pada orang dewasa jika mengalami tonsilitis selama 7 kali atau lebih
dalam setahun, amandel yang membengkak dan menyebabkan sulit bernapas, adanya
abses juga merupakan indikasi operasi.

HIDUNG BUNTU| 56
2. TONSILITIS MEMBRANOSA
 Tonsilitis difteri
Etiologinya adalah Corynebacterium diptheriae.
Patofisiologinya bakteri masuk melalui mukosa, lalu melekat serta berkembang biak
pada permukaan mukosa saluran pernapasan atas dan mulai memproduksi toksin yang
merembes ke limfe. Lalu selanjutnya menyebar ke seluruh tubuh melalui pembuluh
darah dan limfe.

Manifestasi klinik/ gejala klinik biasanya pada anak-anak usia 2-5 tahun, suhu tubuh
yang naik, nyeri tenggorok, nyeri kepala, nadi lambat, tidak nafsu makan, badan lemah
dan lesu, tonsil membengkak ditutupi bercak putih kotor melekat meluas menyatu
membentuk membran semu, membran melekat erat pada dasar dan bila diangkat akan
timbul perdarahan. Jika menutupi laring akan menimbulkan sesak dan stridor infasil.
Bila menghebat akan terjadi sesak napas. Bila infeksi terbendung kelenjar limfe leher
akan membengkak menyerupai leher sapi. Gejala eksotoksin akan menimbulkan
kerusakan pada jantung berupa miokarditis sampai decompensasi cordis.

Diagnosisnya harus berdasarkan pemeriksaan klinis karena penundaan pengobaan


akan membahayakan jiwa pasien. Pemeriksaan preparat langsung diidentifikasi secara
fluorescent antibody, teknik yang memerlukan seorang ahli. Diagnosis pasti dengan
isolasi C. diptheriae dengan pembiakan pada media Loffler, dilanjutkan tes
toksinogenesitas secara invitro dan invivo. PCR juga bisa dilakukan.

Pemeriksaan dengan tes laboratorium (preparat kuman), tes Schick (tes kerentanan
terhadap difteri).

Penatalaksanaan : Anti difteri serum dosisnya 20.000-100.000 unit, antitoksin


(serum antidiptheria/ADS), antimikrobial (penisilin prokain 50.000-100.000
KI/BB/hari selama 7-10 hari, bila alergi beri eritromisin 40 mg/kg BB/ hari,
kortikosteroid khusus pada pasien tonsilitis dengan obstruksi saluran napas.

HIDUNG BUNTU| 57
 Tonsilitis Septik : penyebabnya adalah S. hemolitikus yang terdapat dala susu
sapi.
 Angina Plaut Vincent : etiologinya adalah berkurangnya higienis mulut, def.
vit C serta kuman Spirilium dan basil fusiform.

Gejalanya yaitu ; suhu 39 derajat celcius, nyeri kepala, badan lemah, gangguan
pencernaan, hipersalivasi, nyeri di mulut, gigi dan gusi berdarah.

Diagnosis : pemeriksaan mulut, terdapat mukosa dan faring yang hiperemis, membran
putih keabuan di atas tonsil, uvula, dinding faring, gusi dan procc. alveolaris, mulut
berbau dan kelenjar submandibula membesar.

Penatalaksanaannya : memperbaiki higienis gigi dan mulut, antibiotik spektrum luas


selama 1 minggu, pemberian vit. C dan B kompleks.

3. TONSILITIS KRONIK
Etiologinya sama dengan tonsilitis akut (streptococcus beta hemolitikus grup A,
srteptococcus viridans dan piogenes dan pneumococcus), namun terkadang bakteri
berubah menjadi bakteri golongan gram negatif. Faktor predisposisinya adalah mulut
yang tidak higienis, pengobatan radang akut yang tidak adekuat.

Manifestasi klinik/gejala klinik adanya keluhan di tenggorokan seperti ada


penghalang, tenggorokan terasa kering, pernapasan berbau. Saat pemeriksaan
ditemukan tonsil membesar dengan permukaan tidak rata, kriptus melebar dan terisi
detritus.

Diagnosis : dilakukan terapi mulut (terapi lokal) ditujukan pada higienis mulut dengan
berkumur/obat hirup. Dilakukan juga kultur dan uji resistensi kuman dari sediaan
hapus tonsil. Pada pemeriksaan fisik menggunakan instrumen lampu untuk melihat
kondisi tenggorokan termasuk kondisi tonsil, meraba leher untuk memeriksan kelenjar
getah bening apakah ada pembengkakakn atau tidak, usap tenggorokan, pemeriksaan
jumlah sel darah lengkap.

HIDUNG BUNTU| 58
Penatalaksanaan : menjaga higienis mulut, menggunakan obat kumur, obat hisap dan
dilakukan tonsilektomi.

Indikasi tonsilektomi : adanya sumbatan (hiperplasia tonsil dengan sumbatan jalan


napas, gangguan menelan dan berbicara, sleep apnea, cor pulmonale), infeksi (infeksi
telinga tengan berulang, rhinitis dan sinusitis yang kronis, peritonsiler abses dan abses
kelenjar limfe berulang, tonsilits kronis dengan gejala nyeri tenggorok yang menetap
dan napas berbau), indikasi lainnya yaitu tonsilitis terjadi sebanyak 7 kali atau lebih,
tonsilits terjadi sebanyak 5 kali atau lebih dalam kurun waktu 2 tahun, tonsilitis terjadi
sebanyak 3 kali atau lebih dalam kurun waktu 3 tahun, tonsilitis tidak memberikan
respon terhadap pemberian antibiotik.

Menurut The American Academy of Otolaryngology Head and Neck Surgery


Clinical Indicators Compendium tahun 1995 menetapkan indikasi tonsilektomi :
HIDUNG BUNTU| 59
1. Serangan tonsilitis lebih dari 3 kali pertahun walaupun telah mendapatkan
terapi yang adekuat.
2. Tonsil hipertropi yang menimbulkan maloklusi gigi dan menyebabkan
gangguan pertumbuhan orofasial.
3. Sumbatan jalan napas yang berupa hipertropi tonsil dengan sumbatan jalan
napas, sleep apnea, gangguan menelan, gangguan berbicara dan cor pulmonale.
4. Rinitis dan sinusitis yang kronis, peritonsilar/peritonsilitis, abses peritonsil
yang tidak berhasil hilang dengan pengobatan.
5. Napau berbau yang tidak berhasil dengan pengobatan.
6. Tonsilitis berulang yang disebabkan oleh bakteri S. Beta Hemolitikus grup A.
7. Hipertropi tonsil yang dicurigai adanya keganasan.
8. Otitis media efusi/ otitis media supuratif.

Komplikasi dan pencegahan tonsilitis


Komplikasi tonsilitis : abses peritonsil,OMA (Otitis Media Akut), Mastoiditis akut,
Laringitis, Sinusitis, Rhinitis, Miokarditis, Artritis.

PENCEGAHAN

Diusahakan untuk banyak minum air terutama seperti sari buah misalnya pada
waktu demam, jangan minum es/es krim dan makanan serta minuman yang dingin,
jangan banyak makan gorengan dan makanan awetan/ yang berpengawet misalnya
yang diasinkan atau manisan, berkumur dengan air garam hangat setiap hari, menaruh
kompres hangat pada leher setiap hari, diberikan terapi antibiotik apabila ada infeksi
bakteri dan untuk mencegah komplikasi. Cuci tangan sesering mungkin untuk
mencegah penyebaran mikro-organisme yang dapat menimbulkan tonsilitis,
menghindari kontak dengan penderita infeksi radang tenggorokan, setidaknya hingga
24 jam setelah penderita infeksi tenggorokan, hindari banyak bicara dan istirahat yang
cukup.

HIDUNG BUNTU| 60
3.5 PEMERIKSAAN PENUNJANG

Cara Pemeriksaan Hidung dan Sinus Paranasal

 Pemeriksaan dari luar : inspeksi, palpasi, & perkusi.


 Rinoskopia anterior.
 Rinoskopia posterior.
 Transiluminasi (diaphanoscopia).
 X-photo rontgen.
 Pungsi percobaan.
 Biopsi.

1. Pemeriksaan Hidung & Sinus Paranasalis dari Luar

Ada 3 keadaan yang penting kita perhatikan saat melakukan inspeksi hidung &
sinus paranasalis, yaitu :

 Kerangka dorsum nasi (batang hidung).


 Adanya luka, warna, udem & ulkus nasolabial.
 Bibir atas.

Ada 4 bentuk kerangka dorsum nasi (batang hidung) yang dapat kita temukan pada
inspeksi hidung & sinus paranasalis, yaitu :

 Lorgnet pada abses septum nasi.


 Saddle nose pada lues.
 Miring pada fraktur.
 Lebar pada polip nasi.
 Kulit pada ujung hidung yang terlihat mengkilap, menandakan adanya udem di
tempat tersebut.

Adanya maserasi pada bibir atas dapat kita temukan saat melakukan inspeksi
hidung & sinus paranalis.Maserasi disebabkan oleh sekresi yang berasal dari
sinusitis dan adenoiditis.

Ada 4 struktur yang penting kita perhatikan saat melakukan palpasi hidung &
sinus paranasalis, yaitu :
HIDUNG BUNTU| 61
 Dorsum nasi (batang hidung).
 Ala nasi.
 Regio frontalis sinus frontalis.
 Fossa kanina.
 Krepitasi dan deformitas dorsum nasi (batang hidung) dapat kita temukan pada
palpasi hidung. Deformitas dorsum nasi merupakan tanda terjadinya fraktur os
nasalis.

Ala nasi penderita terasa sangat sakit pada saat kita melakukan palpasi.Tanda
ini dapat kita temukan pada furunkel vestibulum nasi.

Ada 2 cara kita melakukan palpasi pada regio frontalis sinus frontalis, yaitu :

Kita menekan lantai sinus frontalis ke arah mediosuperior dengan


tenaga optimal dan simetris (besar tekanan sama antara sinus frontalis kiri dan
kanan). Palpasi kita bernilai bila kedua sinus frontalis tersebut memiliki reaksi
yang berbeda.Sinus frontalis yang lebih sakit berarti sinus tersebut patologis.
Kita menekan dinding anterior sinus frontalis ke arah medial dengan tenaga
optimal dan simetris.Hindari menekan foramen supraorbitalis.Foramen
supraorbitalis mengandung nervus supraorbitalis sehingga juga menimbulkan
reaksi sakit pada penekanan. Penilaiannya sama dengan cara pertama diatas.
Palpasi fossa kanina kita peruntukkan buat interpretasi keadaan sinus
maksilaris. Syarat dan penilaiannya sama seperti palpasi regio frontalis sinus
frontalis. Hindari menekan foramen infraorbitalis karena terdapat nervus
infraorbitalis.

Perkusi pada regio frontalis sinus frontalis dan fossa kanina kita
lakukan apabila palpasi pada keduanya menimbulkan reaksi hebat. Syarat-
syarat perkusi sama dengan syarat-syarat palpasi.

2. Rinoskopia Anterior

Ada 5 alat yang biasa kita gunakan pada rinoskopia anterior, yaitu :

 Cermin rinoskopi posterior.


 Pipa penghisap.
HIDUNG BUNTU| 62
 Aplikator.
 Pinset (angulair) dan bayonet (lucae).
 Spekulum hidung Hartmann.
 Spekulum hidung Hartmann bentuknya unik. Cara kita memakainya juga unik
meliputi cara memegang, memasukkan dan mengeluarkan.

Cara kita memegang spekulum hidung Hartmann sebaiknya


menggunakan tangan kiri dalam posisi horisontal. Tangkainya yang kita
pegang berada di lateral sedangkan mulutnya di medial. Mulut spekulum inilah
yang kita masukkan ke dalam kavum nasi (lubang hidung) pasien.

Cara kita memasukkan spekulum hidung Hartmann yaitu mulutnya


yang tertutup kita masukkan ke dalam kavum nasi (lubang hidung)
pasien.Setelah itu kita membukanya pelan-pelan di dalam kavum nasi (lubang
hidung) pasien.

Cara kita mengeluarkan spekulum hidung Hartmann yaitu masih dalam


kavum nasi (lubang hidung), kita menutup mulut spekulum kira-kira
90%.Jangan menutup mulut spekulum 100% karena bulu hidung pasien dapat
terjepit dan tercabut keluar.

Ada 5 tahapan pemeriksaan hidung pada rinoskopia anterior yang akan


kita lakukan, yaitu :

 Pemeriksaan vestibulum nasi.


 Pemeriksaan kavum nasi bagian bawah.
 Fenomena palatum mole.
 Pemeriksaan kavum nasi bagian atas.
 Pemeriksaan septum nasi.
 Pemeriksaan Vestibulum Nasi pada Rinoskopia Anterior

Sebelum menggunakan spekulum hidung pada pemeriksaan vestibulum


nasi, kita melakukan pemeriksaan pendahuluan lebih dahulu. Ada 3 hal yang
penting kita perhatikan pada pemeriksaan pendahuluan ini, yaitu :

 Posisi septum nasi.


HIDUNG BUNTU| 63
 Pinggir lubang hidung. Ada-tidaknya krusta dan adanya warna merah.
 Bibir atas. Adanya maserasi terutama pada anak-anak.
 Cara kita memeriksa posisi septum nasi adalah mendorong ujung hidung
pasien dengan menggunakan ibu jari.

Spekulum hidung kita gunakan pada pemeriksaan vestibulum nasi


berguna untuk melihat keadaan sisi medial, lateral, superior dan inferior
vestibulum nasi. Sisi medial vestibulum nasi dapat kita periksa dengan cara
mendorong spekulum ke arah medial. Untuk melihat sisi lateral vestibulum
nasi, kita mendorong spekulum ke arah lateral. Sisi superior vestibulum nasi
dapat terlihat lebih baik setelah kita mendorong spekulum ke arah
superior.Kita mendorong spekulum ke arah inferior untuk melihat lebih jelas
sisi inferior vestibulum nasi.

Saat melakukan pemeriksaan vestibulum nasi menggunakan spekulum


hidung, kita perhatikan ada tidaknya sekret, krusta, bisul-bisul, atau raghaden.

Pemeriksaan Kavum Nasi Bagian Bawah pada Rinoskopia Anterior

Cara kita memeriksa kavum nasi (lubang hidung) bagian bawah yaitu
dengan mengarahkan cahaya lampu kepala ke dalam kavum nasi (lubang
hidung) yang searah dengan konka nasi media.

Ada 4 hal yang perlu kita perhatikan pada pemeriksaan kavum nasi
(lubang hidung) bagian bawah, yaitu :

 Warna mukosa dan konka nasi inferior.


 Besar lumen lubang hidung.
 Lantai lubang hidung.
 Deviasi septi yang berbentuk krista dan spina.
 Fenomena Palatum Mole Pada Rinoskopia Anterior

Cara kita memeriksa ada tidaknya fenomena palatum mole yaitu


dengan mengarahkan cahaya lampu kepala ke dalam dinding belakang
nasofaring secara tegak lurus. Normalnya kita akan melihat cahaya lampu yang
terang benderang. Kemudian pasien kita minta untuk mengucapkan “iii”.
HIDUNG BUNTU| 64
Selain perubahan dinding belakang nasofaring menjadi lebih gelap
akibat gerakan palatum mole, bayangan gelap dapat juga disebabkan cahaya
lampu kepala tidak tegak lurus masuk ke dalam dinding belakang nasofaring.

Setelah pasien mengucapkan “iii”, palatum mole akan kembali


bergerak ke bawah sehingga benda gelap akan menghilang dan dinding
belakang nasofaring akan terang kembali.

Fenomena palatum mole positif bilamana palatum mole bergerak saat


pasien mengucapkan “iii” dimana akan tampak adanya benda gelap yang
bergerak ke atas dan dinding belakang nasofaring berubah menjadi lebih gelap.
Sebaliknya, fenomena palatum mole negatif apabila palatum mole tidak
bergerak sehingga tidak tampak adanya benda gelap yang bergerak ke atas dan
dinding belakang nasofaring tetap terang benderang.

Fenomena palatum mole negatif dapat kita temukan pada 4 kelainan, yaitu :

 Paralisis palatum mole pada post difteri.


 Spasme palatum mole pada abses peritonsil.
 hipertrofi adenoid
 Tumor nasofaring : karsinoma nasofaring, abses retrofaring, dan adenoid.
 Pemeriksaan Kavum Nasi Bagian Atas pada Rinoskopia Anterior

Cara kita memeriksa kavum nasi (lubang hidung) bagian atas yaitu
dengan mengarahkan cahaya lampu kepala ke dalam kavum nasi (lubang
hidung) bagian atas pasien.

Ada 4 hal yang penting kita perhatikan pada pemeriksaan kavum nasi
(lubang hidung) bagian atas, yaitu :

 Kaput konka nasi media.


 Meatus nasi medius : pus dan polip.
 Septum nasi bagian atas : mukosa dan deviasi septi.
 Fissura olfaktorius.
 Deviasi septi pada septum nasi bagian atas bisa kita temukan sampai
menekan konka nasi media pasien.
HIDUNG BUNTU| 65
Pemeriksaan Septum Nasi pada Rinoskopia Anterior

Kita dapat menemukan septum nadi berbentuk krista, spina dan huruf S.

3. Rinoskopia Posterior

Prinsip kita dalam melakukan rinoskopia posterior adalah menyinari koane dan
dinding nasofaring dengan cahaya yang dipantulkan oleh cermin yang kita tempatkan
dalam nasofaring.

Syarat-syarat melakukan rinoskopia posterior, yaitu :

Penempatan cermin.Harus ada ruangan yang cukup luas dalam


nasofaring untuk menempatkan cermin yang kita masukkan melalui mulut
pasien.Lidah pasien tetap berada dalam mulutnya.Kita juga menekan lidah
pasien ke bawah dengan bantuan spatula (spatel).Penempatan cahaya.Harus
ada jarak yang cukup lebar antara uvula dan faring milik pasien sehingga
cahaya lampu yang terpantul melalui cermin dapat masuk dan menerangi
nasofaring.
Cara bernapas.

Hendaknya pasien tetap bernapas melalui hidung.Ada 4 alat dan bahan


yang kita gunakan pada rinoskopia posterior, yaitu :

Cermin kecil.Spatula.Lampu spritus.Solusio tetrakain (- efedrin 1%).


Teknik-teknik yang kita gunakan pada rinoskopia posterior, yaitu :

Cermin kecil kita pegang dengan tangan kanan.Sebelum memasukkan


dan menempatkannya ke dalam nasofaring pasien, kita terlebih dahulu
memanaskan punggung cermin pada lampu spritus yang telah kita nyalakan.
Minta pasien membuka mulutnya lebar-lebar.Lidahnya ditarik ke dalam mulut,
jangan digerakkan dan dikeraskan.Bernapas melalui hidung.Spatula kita
pegang dengan tangan kiri. Ujung spatula kita tempatkan pada punggung lidah
pasien di depan uvula. Punggung lidah kita tekan ke bawah di paramedian
kanan lidah sehingga terbuka ruangan yang cukup luas untuk
menempatkancermin kecil dalam nasofaring pasien.
HIDUNG BUNTU| 66
Masukkan cermin kedalam faring dan kita tempatkan antara faring dan
palatum mole kanan pasien.Cermin lalu kita sinari dengan menggunakan
cahaya lampu kepala.Khusus pasien yang sensitif, sebelum kita masukkan
spatula, kita berikan lebih dahulu tetrakain 1% 3-4 kali dan tunggu ± 5 menit.
Ada 4 tahap pemeriksaan yang akan kita lalui saat melakukan rinoskopia
posterior, yaitu :

Tahap 1 : Pemeriksaan Tuba Kanan

Posisi awal cermin berada di paramedian yang akan memperlihatkan


kepada kita keadaan kauda konka nasi media kanan pasien. Tangkai cermin
kita putar kemudian ke medial dan akan tampak margo posterior septum nasi.
Selanjutnya tangkai cermin kita putar ke kanan, berturut-turut akan tampak
konka nasi terutama kauda konka nasi inferior (terbesar), kauda konka nasi
superior, meatus nasi medius, ostium dan dinding tuba.

Tahap 2 : Pemeriksaan Tuba Kiri

Tangkai cermin kita putar ke medial, akan tampak kembali margo


posterior septum nasi pasien. Tangkai cermin terus kita putar ke kiri, akan
tampak kauda konka nasi media kanan dan tuba kanan.

Tahap 3 : Pemeriksaan Atap Nasofaring

Kembali kita putar tangkai cermin ke medial. Tampak kembali margo


posterior septum nasi pasien. Setelah itu kita memeriksa atap nasofaring
dengan cara memasukkan tangkai cermin sedikit lebih dalam atau cermin agak
lebih kita rendahkan.

Tahap 4 : Pemeriksaan Kauda Konka Nasi Inferior

Kita memeriksa kauda konka nasi inferior dengan cara cermin sedikit
ditinggikan atau tangkai cermin sedikit direndahkan. Kauda konka nasi inferior
biasanya tidak kelihatan kecuali mengalami hipertrofi yang akan tampak
seperti murbei (berdungkul-dungkul).

HIDUNG BUNTU| 67
Ada 2 kelainan yang penting kita perhatikan pada rinoskopia posterior, yaitu :

Peradangan.Misalnya pus pada meatus nasi medius & meatus nasi superior,
adenoiditis, dan ulkus pada dinding nasofaring (tanda TBC).Tumor.Misalnya poliposis
dan karsinoma.Ada 3 sumber masalah pada rinoskopia posterior, yaitu :

Pihak pemeriksa: tekanan, posisi, dan fiksasi spatula. Pihak pasien : cara
bernapas dan refleks muntah. Alat-alat : bahan spatula dan suhu & posisi cermin.
Tekanan spatula yang kita berikan terhadap punggung lidah pasien haruslah seoptimal
mungkin. Tekanan yang terlalu kuat akan menimbulkan sensasi nyeri pada diri pasien.
Sebaliknya tekanan yang terlalu lemah menyebabkan faring tidak terlihat jelas oleh
pemeriksa.

Posisi spatula hendaknya kita pertahankan pada tempat semula.Gerakan kepala


pasien berpotensi menggeser posisi spatula.Posisi spatula yang terlalu jauh ke pangkal
lidah apalagi sampai menyentuh dinding faring dapat menimbulkan refleks muntah.

Cara fiksasi spatula memiliki keunikan tersendiri.Ibu jari pemeriksa berada


dibawah spatula.Jari II dan III berada diatas spatula.Jari IV kita tempatkan diatas dagu
sedangkan jari V dibawah dagu pasien.

Kesulitan yang menjadi tantangan buat kita dari pemeriksaan rinoskopia


posterior ini terletak pada koordinasi yang kita jaga antara tangan kanan yang
memegang cermin kecil, tangan kiri yang memegang spatula, kepala dan posisi cahaya
dari lampu kepala yang akan menyinari cermin dalam faring, dan kejelian mata kita
melihat bayangan pada cermin kecil dalam faring.

Cara bernapas yang tidak seperti biasa menjadi kendala tersendiri bagi
pasien.Mereka harus bernapas melalui hidung dengan posisi mulut yang terbuka.Ada
beberapa pasien yang memiliki refleks yang kuat terhadap perlakuan yang kita
buat.Kita bisa memberikannya tetrakain dan efedrin untuk mencegahnya.

Bahan spatula yang terbuat dari logam dapat menimbulkan refleks pada
beberapa pasien karena rasa logam yang agak mengganggu di lidah.

HIDUNG BUNTU| 68
Suhu cermin jangan terlalu panas dan terlalu dingin.Cermin yang terlalu panas
menimbulkan rasa nyeri sedangkan cermin yang terlalu dingin menimbulkan
kekaburan pada cermin yang mengganggu penglihatan kita.

Posisi cermin jangan terlalu jauh masuk ke dalam apalagi sampai menyentuh
faring pasien.Refleks muntah dapat timbul akibat kecerobohan kita ini.

4. Transiluminasi (Diaphanoscopia)

Entah mengapa cara pemeriksaan sinus paranasalis – terutama sinus frontalis


dan sinus maksilaris – ini belum pernah saya saksikan sendiri. Penuturan dari teman-
teman dan para pembimbing juga belum pernah saya dengar.

Syarat melakukan pemeriksaan transiluminasi (diaphanoscopia) adalah adanya


ruangan yang gelap.Alat yang kita gunakan berupa lampu listrik bertegangan 6 volt
dan bertangkai panjang (Heyman).

Pemeriksaan transiluminasi (diaphanoscopia) kita gunakan untuk mengamati


sinus frontalis dan sinus maksilaris.Cara pemeriksaan kedua sinus tersebut tentu saja
berbeda.

Cara melakukan pemeriksaan transiluminasi (diaphanoscopia) pada sinus


frontalis yaitu kita menyinari dan menekan lantai sinus frontalis ke mediosuperior.
Cahaya yang memancar ke depan kita tutup dengan tangan kiri. Hasilnya sinus
frontalis normal bilamana dinding depan sinus frontalis tampak terang.

Ada 2 cara melakukan pemeriksaan transiluminasi (diaphanoscopia) pada sinus


maksilaris, yaitu :

Cara I. Mulut pasien kita minta dibuka lebar-lebar. Lampu kita tekan pada margo
inferior orbita ke arah inferior. Cahaya yang memancar ke depan kita tutup
dengan tangan kiri. Hasilnya sinus maksilaris normal bilamana palatum durum
homolateral berwarna terang.

Cara II. Mulut pasien kita minta dibuka.Kita masukkan lampu yang telah diselubungi
dengan tabung gelas ke dalam mulut pasien.Mulut pasien kemudian kita

HIDUNG BUNTU| 69
tutup.Cahaya yang memancar dari mulut dan bibir atas pasien, kita tutup
dengan tangan kiri. Hasilnya dinding depan dibawah orbita tampak bayangan
terang berbentuk bulan sabit.Penilaian pemeriksaan transiluminasi
(diaphanoscopia) berdasarkan adanya perbedaan sinus kiri dan sinus
kanan.Jika kedua sinus tampak terang, menandakan keduanya normal.Namun
khusus pasien wanita, hal itu bisa menandakan adanya cairan karena tipisnya
tulang mereka.Jika kedua sinus tampak gelap, menandakan keduanya
normal.Khusus pasien pria, kedua sinus yang gelap bisa akibat pengaruh
tebalnya tulang mereka.

5. X-Photo Rontgen

Untuk melihat sinus maksilaris, kita usulkan memakai posisi Water pada X-
photo rontgen.Hasil foto X dengan sinus gelap menunjukkan patologis.Perhatikan
batas sinus atau tulang, apakah masih utuh ataukah tidak.

6. Pungsi Percobaan

Pungsi percobaan hanya untuk pemeriksaan sinus maksilaris dengan


menggunakan troicart.Kita melakukannya melalui meatus nasi inferior.Hasilnya jika
keluar nanah atau sekret mukoid maka kita melanjutkannya dengan tindakan irigasi
sinus maksilaris.

7. Biopsi

Jaringan biopsi kita ambil dari sinus maksilaris melalui lubang pungsi
dimeatus nasi inferior atau menggunakan Caldwell-Luc.

3.6 DIAGNOSIS PASTI


Dilihat dari gejal amaka pada skenario ini kami mengambil keputusan bahwa
diagnosis pasti dari skenario ini adalah POLIP HIDUNG.

3.7 PENATALAKSANAAN
Tujuan utama pengobatan dalam kasus polip nasi adalah menghilangkan
keluhan-keluhan, mencegah komplikasi dan mencegah rekurensi polip.

HIDUNG BUNTU| 70
Pemberian kortikosteroid untuk menghilangkan polip nasi disebut juga
polipektomi medikamentosa.Dapat diberikan topical atau sistemik.Polip tipe eosinofilik
memberikan respon yang lebih baik terhadap pengobatan kortikosteroid intranasal
dibandingkan polip tipe neutrofilik.
Kasus polip yang tidak membaikd engan terapi medikamentosa atau polip yang
sangat massif dipertimbangakan untuk terapi bedah.Dapat dilakukan ekstraksi polip
(polipektomi) menggunkana senar polip atau cunam dengan analgesi local.Etmoidektomi
intranasal atau etmoidektomi ekstranasal untuk polip ethmoid, operasi Caldwell-Luc
untuk sinus maksila.Yang terbaik ialah bila tersedia fasilitas endoskop maka dapat
dilakukan tindakan BSEF (Bedah Sinus Endoskopi Fungsional)

HIDUNG BUNTU| 71
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Polip hidung ialah masa lunak yang mengandung banyak cairan di dalam rongga
hidung, berwarna putih keabu-abuan, yang terjadi akibat inflamasi mukosa. Keluhan utama
penderita polip nasi adalah hidung terasa tersumbat dari ringan sampai berat, rinore mulai
yang jernih sampai purulent, hiposmia atau anosmia.Mungkin disertai bersin-bersin, rasa
nyeri pada hidung disertai sakit kepala di daerah frontal. Polip nasi yang masif dapat
menyebabkan deformitas hidung luar sehingga hidung tampak mekar karena pelebaran batang
hidung.Pada pemeriksaan rinoskopi anterior terlihat sebagai masa yagn berwarna pucat yang
berasal dari meatus medius dan mudah digerakkan. Untuk pemeriksaan penunjang dapat
dilakukan Naso Endoskopi dan pemeriksaan radiologi. Tujuan utama pengobatan dalam kasus
polip nasi adalah menghilangkan keluhan-keluhan, mencegah komplikasi dan mencegah
rekurensi polip.

HIDUNG BUNTU| 72

Anda mungkin juga menyukai