Anda di halaman 1dari 39

PRESENTASI KASUS DEPARTEMEN MATA

ULKUS KORNEA DENGAN HIPOPION


PADA OKULI SINISTRA

Disusun oleh :

Aldo Valentino Thomas

Pembimbing :

dr. Karliana Taswin, Sp.M

KEPANITERAAN KLINIK MATA


PERIODE 25 MEI – 6 JUNI 2020
SILOAM HOSPITAL LIPPO VILLAGE – RUMAH SAKIT
UMUM SILOAM
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PELITA
HARAPAN
TANGERANG
DAFTAR ISI

COVER……………………………………………………………………… 1
DAFTAR ISI................................................................................................... 2
BAB I – LAPORAN KASUS......................................................................... 4
1.1 IDENTITAS PASIEN............................................................................... 4
1.2 ANAMNESIS............................................................................................ 4
1.2.1 Keluhan Utama.................................................................................... 4
1.2.2 Keluhan Tambahan………………………………………………… 4
1.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang............................................................... 4
1.2.3 Riwayat Penyakit Dahulu................................................................... 5
1.2.4 Riwayat Penyakit Keluarga................................................................ 5
1.2.5 Riwayat Penyakit Sosial Ekonomi..................................................... 5
1.2.6 Riwayat Penyakit Pengobatan dan Alergi........................................ 5
1.3 PEMERIKSAAN FISIK.......................................................................... 5
1.4 DIAGNOSIS KERJA............................................................................... 18
1.5 DIAGNOSIS BANDING.......................................................................... 18
1.6 PEMERIKSAAN PENUNJANG............................................................. 18
1.7 TATA LAKSANA..................................................................................... 18
1.8 PROGNOSIS............................................................................................. 18
BAB II – TINJAUAN PUSTAKA................................................................. 19
2.1 Anatomi..................................................................................................... 19
2.1.1 Konjungtiva......................................................................................... 19
2.1.2 Sklera................................................................................................... 20
2.1.3 Kornea................................................................................................. 22
2.2 Definisi....................................................................................................... 22
2.3 Epidemiologi.............................................................................................. 23
2.4 Etiologi dan Faktor Resiko Ulkus Kornea............................................. 23
2.5 Patofisiologi............................................................................................... 27
2.6 Manifestasi Klinis..................................................................................... 28
2.7 Diagnosis.................................................................................................... 28
2.8 Tatalaksana............................................................................................... 29
2
2.9 Komplikasi................................................................................................. 32
2.10 Prognosis ................................................................................................. 32

BAB III – Analisa Kasus................................................................................ 33


DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 36

3
BAB I
LAPORAN KASUS

1.1 IDENTITAS PASIEN


Nama : Tn. K
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tanggal Lahir : 5 Juli 1964
Usia : 56 Tahun
Alamat : Kelapa Dua, Tangerang
No. Rekam Medis :-
Pekerjaan : Pensiun
Tanggal Masuk RS : 29 May 2020
Tanggal Pemeriksaan : 29 May 2020
Anamnesis : Autoanamnesis dengan pasien

1.2 ANAMNESIS

1.2.1 Keluhan Utama


Mata kiri buram sejak 1 minggu yang lalu secara mendadak.
1.2.2 Keluhan Tambahan
Nyeri mata kiri, mata kiri merah, keluar kotoran, berair.
1.2.3 Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan adanya mata kiri terasa buram secara mendadak
sejak 1 minggu yang lalu. Mata kiri pasien yang terasa buram disertai nyeri pada
mata kiri, di daerah sekitar bola mata pasien. Selain itu, pasien juga mengeluhkan
bahwa mata kirinya merah, keluar kotoran, dan berair.
Pasien mengaku bahwa sebelum keluhan muncul, pasien sempat kelilipan
serangga saat mengendarai sepeda motor. Pasien sudah mencoba menggunakan
obat tetes mata Cenfresh, namun keluhan pasien tidak kunjung membaik, tetapi
semakin memburuk. Setelah itu, pasien memutuskan untuk berobat ke dokter,
kemudan dirujuk ke dokter spesialis mata untuk penanganan lebih lanjut.
4
1.2.4 Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien menyangkal adanya keluhan serupa sebelumnya. Pasien juga menyangkal
adanya riwayat penyakit mata lainnya sebelumnya. Pengobatan tertentu untuk
mata, operasi mata, maupun penggunaan kacamata atau lensa kontak juga
disangkal oleh pasien.
1.2.5 Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada anggota keluarga atau orang tua pasien yang mengalami keluhan
serupa. Tidak terdapat riwayat diabetes melitus, hipertensi, kolesterol, maupun
alergi.
1.2.6 Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien mengaku bahwa pasien sering berkendara sepeda motor. Pasien sudah tidak
bekerja. Sehari-harinya pasien hanya berada di rumah.
1.2.7 Riwayat Pengobatan dan Alergi
Pasien tidak mengonsumsi obat-obatan rutin. Pasien tidak memiliki alergi.

1.3. PEMERIKSAAN FISIK

Dilakukan tanggal 29 Mei 2020 pukul 14.00 WIB di Poli Mata RSUS.

Tanda - Tanda Vital


 Keadaan umum : Tampak sakit ringan
 Kesadaran : Compos mentis
 Tekanan darah : 130/80 mmHg
 Nadi : 86x/menit
 Laju nafas : 20x/menit
 Suhu : 36.7oC
 SpO2 : 100%

2 Status Oftalmologis

5
Okuli Dextra (OD) Okuli Sinistra (OS)

Gambar

6/6, ph(+) Visus 1/300

Tidak dilakukan Koreksi Tidak dilakukan

+3,00 Adisi +3,00

Add +3,00 Kacamata Add +3,00

Bulbus Okuli

Gerak bola mata

6
Tidak ada Nistagmus Tidak ada

Ortoforia Kedudukan bola mata Ortoforia

Tidak ada Eksoftalmus Tidak ada

Tidak ada Enoftalmus Tidak ada

Tidak ada Eksotropia Tidak ada

Tidak ada Esotropia Tidak ada

Suprasilia

Tidak ada Madarosis Tidak ada

Tidak ada Sikatriks Tidak ada

Palpebra Superior

Tidak ada Edema Tidak ada

Tidak ada Hiperemis Tidak ada

Tidak ada Entropion Tidak ada

Tidak ada Ektropion Tidak ada

Tidak ada Trikiasis Tidak ada

Tidak ada Benjolan/Massa Tidak ada

7
Tidak ada Ptosis Tidak ada

Tidak ada Pseudoptosis Tidak ada

Tidak ada Lagophthalmos Tidak ada

Tidak ada Blepharospasme Tidak ada

Palpebra Inferior

Tidak ada Edema Tidak ada

Tidak ada Hiperemis Tidak ada

Tidak ada Entropion Tidak ada

Tidak ada Ektropion Tidak ada

Tidak ada Trikiasis Tidak ada

Tidak ada Benjolan/Masa Tidak ada

Tidak ada Ptosis Tidak ada

Tidak ada Pseudoptosis Tidak ada

Tidak ada Lagophthalmos Tidak ada

Tidak ada Blepharospasme Tidak ada

Area Lakrimal dan Punctum Lakrimal

8
Tidak ada Lakrimasi Tidak ada

Tidak ada Epifora Tidak ada

Tidak ada Sekret Tidak ada

Tidak ada Edema Tidak ada

Tidak ada Hiperemis Tidak ada

Tidak ada Benjolan Tidak ada

Tidak ada Fistula Tidak ada

Margo Palpebralis Superior et Sillia

Tidak ada Edema Tidak ada

Tidak ada Hiperemis Tidak ada

Tidak ada Ulkus Tidak ada

Tidak ada Chalazion Tidak ada

Tidak ada Hordeolum Tidak ada

Tidak ada Trikiasis Tidak ada

Tidak ada Sikatriks Tidak ada

9
Margo Palpebralis Inferior et sillia

Tidak ada Edema Tidak ada

Tidak ada Hiperemis Tidak ada

Tidak ada Ulkus Tidak ada

Tidak ada Chalazion Tidak ada

Tidak ada Hordeolum Tidak ada

Tidak ada Trikiasis Tidak ada

Tidak ada Sikatriks Tidak ada

Konjungtiva Tarsalis Superior & Inferior

Tidak ada Lithiasis Tidak ada

Tidak ada Hordeolum Tidak ada

Tidak ada Chalazion Tidak ada

Tidak ada Papil Tidak ada

Tidak ada Folikel Tidak ada

Tidak ada Simblefaron Tidak ada

Tidak ada Hiperemis Tidak ada

10
Tidak ada Anemis Tidak ada

Tidak ada Sikatriks Tidak ada

Tidak ada Membran/Pseudomembran Tidak ada

Konjungtiva Bulbi

Tidak ada Sekret Tidak ada

Tidak ada Kemosis Tidak ada

Tidak ada Papil Tidak ada

Tidak ada Folikel Tidak ada

Tidak ada Perdarahan subkonjungtiva Tidak ada

Tidak ada Injeksi Silier

Tidak ada Injeksi Konjungtiva terutama bagian inferior

Tidak ada Pterigium Tidak ada

Tidak ada Pinguekula Tidak ada

Tidak ada Sikatriks Tidak ada

Tidak ada Massa/Benjolan Tidak ada

11
Sklera

Putih Warna Merah

Tidak ada Nodul Tidak ada

Tidak ada Stafiloma Tidak ada

Tidak ada Ruptur Tidak ada

Kornea

Jernih Kejernihan Keruh

Arkus senilis

Tidak ada Edema

Tidak ada Korpus alienum Tidak ada

Tidak ada Infiltrat Tidak ada

Tidak ada Ulkus Ada, di parasentral, arah jam 5,


ukuran 2,3 x 1 mm, batas tegas

Tidak ada Ulkus Ada di parasentral, arah jam 8

Tidak dilakukan Tes Fluoresin

Tes Sensibilitas

12
Tidak ada Nebula Tidak ada

13
Tidak ada Makula Tidak ada

Tidak ada Leukoma Tidak ada

COA

Dalam Kedalaman Sulit dievaluasi

Tidak ada Hipopion

Tidak ada Hifema Tidak ada

Tidak ada Flare Tidak ada

Tidak ada IOL Tidak ada

Iris

Cokelat Warna Cokelat

Ada Kripta Sulit dievaluasi

Tidak ada Atrofi Tidak ada

Tidak ada Sinekia Anterior Tidak ada

Tidak ada Sinekia Posterior Tidak ada

Baik Gambaran radier Sulit dievaluasi

Tidak ada Eksudat

14
Tidak ada Rubeosis Iris Sulit dievaluasi

Tidak ada Iris tremulans Tidak ada

Tidak ada Iris bombe Tidak ada

Tidak ada Iridodialisis Tidak ada

Pupil

Bulat Bentuk Bulat

Isokor 3mm Ukuran Isokor 3mm

Positif Refleks Cahaya Langsung Positif

Positif Refleks Cahaya tidak Positif


langsung

Negatif Relative Afferent Negatif


Pupillary Defect

Tidak ada Seklusio pupil Tidak ada

Tidak ada Oklusio pupil Tidak ada

Tidak ada Leukokoria Tidak ada

Lensa

Jernih Kejernihan Jernih

10

15
Negatif Shadow Test Negatif

Negatif Refleks Kaca Negatif

Vitreous

Jernih Kejernihan Jernih

Tidak ada Flare Tidak ada

Tidak ada Pus/Eksudat Tidak ada

Tidak ada Darah Tidak ada

Tidak ada Fibrosis Tidak ada

Fundus

Positif Refleks Fundus Tidak dapat dinilai

Jernih Media Tidak dapat dinilai

0,3 Cup Disc Ratio Tidak dapat dinilai

2:3 Rasio Arteri:vena Tidak dapat dinilai

Tenang Makula Lutea Tidak dapat dinilai

Tenang Retina Sentral Tidak dapat dinilai

Tenang Retina Perifer Tidak dapat dinilai

11

16
TIO

Sama dengan pemeriksa Palpasi Sama dengan Pemeriksa

Tidak Dilakukan Tonometri Schiotz Tidak dilakukan

Konfrontasi

Sama dengan pemeriksa Campus Sama dengan pemeriksa

Ishihara Tidak dilakukan

RESUME

Anamnesis:

 Laki-laki berusia 56 tahun.

 Keluhan utama berupa mata kiri terdapat penurunan penglihatan sejak ±1 minggu
lalu setelah kelilipan serangga
 Keluhan tambahan berupa nyeri sekitar bola mata, mata merah, keluar kotoran dan
mata berair (+)
 Riwayat penggunaan tetes air mata buatan

Status generalis:

 Keadaan umum tampak sakit ringan, kesadaran compos mentis.

Status oftalmologis:

Sklera
17
Putih Warna Merah

Konjungtiva Bulbi

- Injeksi Konjungtiva +

- Injeksi Silier +

Kornea

Jernih Kejernihan Keruh

- Edema +

- Ulkus Ada di parasentral arah jam


5, ukuran 2x1 mm, batas
tegas

- Ulkus Ada di parasentral, arah


jam 8

COA
Dalam Kedalaman Sulit dievaluasi
- Hipopion +
Iris

- Eksudat +

1.4 DIAGNOSIS KERJA

1. Ulkus Kornea dengan Hipopion OS

2. Presbiopia ODS

18
1.5 DIAGNOSIS BANDING

1. Uveitis Anterior

2. Endopthalmitis

1.6 PEMERIKSAAN PENUNJANG


 Telah dilakukan : tes fluoresin OS, hasil : positif, di parasentral ukuran 2,3x1 mm, batas tegas.
 Disarankan : kultur ulkus.

1.7 TATA LAKSANA


 Artificial tear (unpreserved) ed 6 x 1 tetes OS
 Antibiotik fluoroquinolone ed 6 x 1 tetes OS
 Midriatikum ed 1 x 1 tetes OS
 Edukasi untuk setiap tidur, kelopak mata diplester dengan micropore sehingga kelopak mata
menutup sepenuhnya.
 Kontrol 1 minggu.

1.8 PROGNOSIS
 Quo ad vitam : bonam
 Quo ad functionam : dubia ad malam
 Quo ad sanationam : dubia ad malam

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi

2.1.1 Konjungtiva

Konjungtiva merupakan lapisan tipis dan transparan yang melapisi bagian posterior dari
19
kelopak mata (palpebral conjungtiva) dan bagian anterior dari sklera (bulbar
konjungtiva). Konjungtiva palpebral menempel pada tarsus, pada batas superior inferior
konjungtiva palpebral akan menyambung menjadi konjungtiva bulbar pada bagian
posterior. Konjungtiva bulbar merupakan lapisan yang terhubung dengan septum orbital
dan memiliki banyak lipatan. Hal ini yang menyebabkan mata dapat bergerak dan
memperbesar permukaan konjungtiva sekretori.
Konjungtiva diperdarahi oleh dua cabang arteri yang berasal dari arteri silier dan arteri
palpebral. Konjungtiva palpebral diperdarahi oleh arteri palpebral cabang periferal dan
marginal, sedangkan konjungtiva bulbar diperdarahi oleh arteri konjungtival posterior
dan arteri konjungtival anterior. Konjungtiva dipersarafi oleh nervus kelima cabang
pertama (ophthalmik) dan memiliki serabut rasa sakit yang sedikit.1

Gambar 1 – Anatomi Konjungtiva

2.1.2 Sklera

Sklera merupakan lapisan protektif serabut kolagen yang terdapat pada bagian terluar mata.
Sklera padat dan berwarna putih, pada bagian anterior menyambung menjadi kornea dan
pada bagian posterior menjadi selubung nervus optik. Pada bagian posterior terdapat
lapisan lamina cribosa dimana akson nervus optik lewat. Bagian lapisan luar anterior

20
sklera terdiri dari lapisan episklera yang terdiri dari berbagai pembuluh darah untuk
menutrisi sklera.
Pada sklera terdapat insersi otot rektus, dimana pada bagian tersebut lapisan sklera
menipis menjadi 0,3 mm. Sklera diperdarahi oleh arteri silier anterior, dan dipersarafi
oleh nervus siliari.1

Gambar 2 – Anatomi Sklera

2.1.3 Kornea

Kornea memiliki diameter horizontal 11-12 mm dan berkurang menjadi 9-11 mm secara
vertikal karena adanya limbus. Pada limbus terdapat arteri sirkulus limbus yang berperan
memberikan nutrisi kepada kornea bagian perifer. Inflamasi pada kornea dan struktur
mata di dalamnya ditandai dengan pelebaran pembuluh darah ini. Kornea merupakan
21
sebuah lapisan jaringan transparan avaskular yang memiliki 5 lapisan (anterior-posterior).
Dari luar ke dalam lapisan tersebut terdiri dari epitelium, lapisan bowman, stroma,
membrane descement, dan endothelium. Epitelium yang merupakan terusan dari
konjungtiva bulbar terdiri dari 6 lapisan sel. Pada lapisan epitel terdapat mikrovili yang
memiliki peran dalam stabilitas lapisan air mata. Lapisan superfisial akan mengalami
apoptosis dan dilepas ke lapisan air mata. Lapisan epitel yang terdiferensiasi akan
membentuk tautan antarsel yang berperan dalam nutrisi, kejernihan dan proteksi kornea.
Lapisan dibawah epitelium adalah lapisan bowman, lapisan aseluler yang terdiri dari bagian
modifikasi stroma. Terdiri dari lamellae fibril kolagen yang diproduksi oleh proteoglikan
dan keratosit. Membran bowman resisten terhadap infeksi dan cedera namun ketika
mengalami kerusakan, maka tidak akan mampu beregenerasi.
Membran Descemet bagian dari lamina basal. Membran descemet sangat resisten terhadap
bahan kimis, trauma, infeksi, proses patologik serta degradasi enzim. Membran descemet
ini mampu melakukan regenerasi. Lapisan terakhir dari kornea adalah endotelium,
memiliki 1 lapisan sel yang berguna untuk menjaga deturgescene stroma korneal.
Perbaikan lapisan endotelium hanya berupa pembesaran dan pergeseran sel yang sudah
ada dengan sel divisi yang rendah, sehingga kegagalan dari fungsi endotelial akan
menyebabkan edema korneal.

22
Gambar 3 – Lapisan Kornea

Kornea memiliki fungsi untuk membelokkan sinar yang masuk ke dalam mata. Kornea
sebagai lapisan paling depan memiliki refraksi kuat yaitu sebesar 42,25 D. Kejernihan
korea dijaga oleh keseimbangan antara sistem pompa endotel, tekanan intraokular dan
evaporasi permukaan mata. Epitel yang intak akan menjaga agar cairan tidak masuk ke
dalam stroma sehingga kornea tetah terdehidrasi dengan kadar cairan 78%.
Kornea dinutrisi oleh aliran darah dari limbus, aqueous dan air mata, dipersarafi oleh nervus
trigeminal cabang ophthalmik. Densitas ujung saraf sensori merupakan yang paling tinggi
kerapatannya dibandingkan jaringan tubuh lain, terutama pada bagian sentral kornea.
Terkelupasnya lapisan epitel kornea akan menimbulkan rasa nyeri hebat pada mata
karena terpaparnya ujung saraf sensorik ini. Kornea dapat berbentuk transparan karena
stuktur yang uniform, avaskulat dan deturgescene..1,2

2.2 Definisi

Ulkus kornea adalah hilangnya sebagian permukaan kornea akibat kematian jaringan
kornea, yang ditandai dengan adanya infiltratif supuratif disertai defek kornea bergaung, dan
kontinuitas jaringan kornea yang dapat terjadi dari epitel sampai stroma.3

2.3 Epidemiologi

Keratitis yang disebabkan oleh ulcer kornea, menjadi penyebab utama orang datang ke

IGD (+/- 1 juta kunjungan per tahun) di Amerika Serikat. Ulkus kornea dapat mengenai seluruh

golongan usia, namun lebih sering pada orang - orang yang mengenakan lensa kontak. Pada

penelitian di Carlifornia, ditemukan angka tertinggi kejadian ulcer kornea karena bakteri pada

wanita berusia 25 - 34 tahun. Sedangkan infeksi okular akibat herpes diestimasikan sekitar 5 - 20
kasus per 1000 populasi per tahun di negara berkembang dan HSV-1 merupakan 95% penyebab
dari kasus tersebut. Hanya 1,3 - 12% kasus terjadi secara bilateral, biasanya pada pasien usia
muda. Keratitis fungal jarang terjadi, tetapi lebih sering pada laki - laki muda yang berkerja di
luar ruangan. Pada negara topis dan subtropis, keratitis fungal dapat mencapai 50% dari seluruh
kasus keratitis infeksi, Keratitis ulseratif perifer dapat menggambarkan adanya gangguan
23
autoimun dengan insiden +/- 3 per 1 juta per tahun.4

2.4 Etiologi dan Faktor Resiko Ulkus Kornea

Pada dasarnya, keratitis dapat disebabkan oleh faktor eksogen, okular, maupun endogen.
Faktor eksogen dapat diakibatkan infeksi, maupun benda asing yang terinfeksi. Faktor okular
berupa penyakit konjungtiva yang menyebar ke epitel, penyakit sklera yang menyebar ke stroma,
maupun penyakit uveal yang menyebar ke endotel. Sedangkan faktor endogen biasanya
merupakan reaksi hipersensitivitas.1 Ulkus kornea dapat diakibatkan oleh infeksi (oleh bakteri,
virus, jamur, maupun protozoa), reaksi autoimun, defisiensi vitamin A, maupun eksposur dengan
lingkungan sekitar.1,5

Ulkus kornea yang disebabkan oleh avitaminosis A terletak di sentral, bilateral, berwarna
abu-abu, dan indolen (tidak sembuh), terdapat kornea yang nekrotik dan tipis (keratomalasia),
sering terjadi perforasi, dengan keratinisasi epitel konjungtiva (Bitot’s spot). Avitaminosis A
dapat disebabkan kurangnya asupan vitamin A, maupun gangguan absorpsi pada saluran
pencernaan. Biasanya terjadi pada bayi yang mengalami kesulitan makan, orang dewasa dengan
diet yang menyebabkan kurang vitamin A, maupun orang-orang dengan obstruksi bilier.1

Ulkus kornea juga dapat diakibatkan oleh eksposur (keratitis eksposur), karena ektropion,
floppy lid syndrome, absen bagian palpebra akibat trauma, kesulitan menutup palpebra, dan
akibat Bell’s palsy. Faktor resiko ulkus adalah eksposur terhadap trauma minor, yang biasa
terjadi di 1/3 inferior kornea. Keratitis eksposur biasanya steril, tetapi dapat terinfeksi secara
sekunder.1

Ulkus kornea disebabkan oleh bakteri kokus Gram positif (Staphylococcus aureus, S.
albus, Streptococcus hemolyticus, S. pneumoniae), kokus Gram-negatif (Neisseria gonorrhoea,
N. meningitidis), basil Gram-positif (Nocardia asteroides, Corynebacterium diphtheriae), basil
Gram- negatif (Pseudomonas aeruginosa, Proteus, Klebsiella, Moraxella, Hemophilus,
Escherichia coli), Mikobakteria (Mycobacterium tuberculosis, M. leprae). Tiga patogen yang
dapat menginvasi epitel normal adalah N. gonorrhoeae, N. meningitidis, dan C. diphtheriae.
Faktor resiko ulkus kornea bakteri adalah kerusakan epitel akibat trauma (benda asing, trikiasis),

24
defisiensi vitamin A (keratomalasia), malnutrisi protein, edema kornea, keratitis neuroparalitik
(Herpes Zoster, leprosy), dan eksposur kornea karena proptosis.5

Gambar 4 - Ulkus kornea bakteri1

Ulkus kornea viral dapat diakibatkan oleh Herpes Simplex Virus (HSV). Faktor resiko
keratitis HSV berulang adalah demam, eksposur berlebih terhadap UV, trauma, onset menstruasi,
atau imunosupresi. Gejala keratitis HSV inisial adalah iritasi, fotofobia, lakrimasi, penurunan
visus.1

Gambar 5 - Ulkus kornea HSV1

Ulkus kornea juga dapat diakibatkan oleh protozoa seperti Achanthamoeba. Gejala inisal
keratitis Achanthamoeba berupa nyeri, kemerahan, fotofobia. Karakteristiknya adalah ulkus
kornea indolen, cincin stroma, infiltrate perineural, dan perubahan pada epitel kornea.1
25
Ulkus kornea marginal dapat disebabkan oleh basil Morax-Axenfeld, Stafilokokus, H.
aegyptius. Sering dikaitkan dengan blefarokonjungtivitis kronis. Faktor resiko berupa usia tua,
dengan faktor resiko ulkus marginal dalam berupa polyarteritis nodosa, SLE karena kompleks
antigen-antibodi.1 Dapat terjadi ulkus Mooren dengan faktor resiko usia tua dan penyakit
autoimun, maupun keratitis ulserativa periferal akibat penyakit autoimun.1

Gambar 6 - Ulkus Mooren1

Ulkus hipopion adalah ulkus kornea dengan hipopion (pus steril di COA), akibat
iridosiklitis. Biasanya hipopion steril (leukositosis) karena toksin, bukan invasi langsung bakteri.
Terdapat dua faktor etiologi utama, yaitu virulensi organisme pyogen (Pneumokokus,
Pseudomonas pyocyanea, Stafilokokus, Streptokokus, Gonokokus, Moraxella, fungus), dan
resistansi host (usia tua, alkoholik, imunodefisien). Faktor predisiposisi ulkus hipopion adalah
chronic dacryocystitis, trauma minor, masuknya benda asing, usia tua, alkoholik, Dapat
diakibatkan oleh penyakit infeksius akut (rubeola, varisela, demam Scarlet), biasanya pada anak-
anak.5

Ulkus serpens adalah tipe ulkus hipopion tersering, biasanya terjadi pada orang dewasa,
akibat bakteri pneumokokus. Ulkus serpens memiliki kecenderungan membentuk pola
serpiginosa pada kornea.1
26
Gambar 7 - Ulkus hipopion serpens5

Ulkus hipopion mikotik jarang terjadi, diakibatkan oleh Candida albicans, Aspergillus
fumigatus, Fusarium, Cephalosporium, Streptothrix actinomycosis. Aspergilus dan Fusarium
sering terjadi pada daerah agrikultur. Candida albicans mempengaruhi orang imunokompromi.
Biasanya ulkus terjadi akibat trauma okular akibat bahan agrikultural yang mengandung fungi.1

Gambar 8 - Ulkus hipopion mikotik5

2.5 Patofisiologi
27
Kornea merupakan bagian dari media refraks yang harus dilalui cahaya agar dpaat terjadi
pembentukan bayangan pada retina. Kornea bersifat jernih akibat tidak adanya pembuluh darah
dan kornea mempunyai jaringan kolagen yang rapat sedemikian rupa. Biasan cahaya terutama
terjadi di permukaan anterior dari kornea. Sehingga perubahan dalam bentuk dan kejernihan
kornea dapat mengganggu proses refraksi dan mengakibatkan gangguan penglihatan.6
Karena avaskularisasi dari kornea, maka pertahanan saat terjadi peradangan tidak segera
datang berbeda dengan jaringan lain yang mengandung banyak vaskularisasi. Maka badan
kornea, wandering cell dan sel-sel lain yang terdapat dalam stroma kornea, segera bekerja
sebagai makrofag, baru kemudian disusul dengan dilatasi pembuluh darah yang terdapat
dilimbus dan tampak sebagai injeksi perikornea. Sesudahnya baru terjadi infiltrasi dari sel-sel
mononuclear, sel plasma, leukosit polimorfonuklear (PMN), yang mengakibatkan timbulnya
infiltrat, yang tampak sebagai bercak berwarna kelabu, keruh dengan batas-batas tak jelas dan
permukaan tidak licin, kemudian dapat terjadi kerusakan epitel dan timbullah ulkus kornea.7
Kornea mempunyai banyak serabut saraf maka kebanyakan lesi pada kornea baik
superfisial maupun profunda dapat menimbulkan rasa sakit dan fotofobia. Rasa sakit juga
diperberat dengan adanaya gesekan palpebra (terutama palbebra superior) pada kornea dan
menetap sampai sembuh. Kontraksi bersifat progresif, regresi iris, yang meradang dapat
menimbulkan fotofobia, sedangkan iritasi yang terjadi pada ujung saraf kornea merupakan
fenomena reflek yang berhubungan dengan timbulnya dilatasi pada pembuluh iris.1
Penyakit ini bersifat progresif, regresif atau membentuk jaringan parut. Infiltrat sel
leukosit dan limfosit dapat dilihat pada proses progresif. Ulkus ini menyebar kedua arah yaitu
melebar dan mendalam. Jika ulkus yang timbul kecil dan superficial maka akan lebih cepat
sembuh dan daerah infiltrasi ini menjadi bersih kembali, tetapi jika lesi sampai ke membran
Bowman dan sebagian stroma maka akan terbentuk jaringan ikat baru yang akan menyebabkan
terjadinya sikatrik.1

2.6 Manifestasi Klinis

Gejala yang paling sering dikeluhkan adalah mata merah disertai penurunan tajm
penglihatan berupa buram berkabut, dapat ditemukan rasa nyeri hebat serta sensitivitas yang
berlebihan terhadap cahaya / fotofobia, serta berair. Umumnya tidak ditemukan sekret pada mata

28
kecuali pada ulkus bakteri yang purulen. Tanda lain yang muncul adalah injeksi konjungtiva dan
sklera, jika terdapat defek lesi yang terwarnai positif dengan fluoresein,infiltrat kornea, dengan atau
tanpa hipopion di bilik depan mata, serta blefarospasme dimana kedua kelopak mata sulit untuk
membuka.5

2.7 Diagnosis
Diagnosis pada ulkus kornea dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik,
dan pemeriksaan penunjang. Ketepatan pada diagnosis, penyebab infeksi dan besarnya kerusakan
juga akan membantu memberikan tatalaksana yang sesuai. Berikut jenis pemeriksaan yang dapat
dilakukan untuk membantu penegakan diagnosis:8,9,10

● Anamnesis
Anamnesis merupakan langkah awal dalam diagnosa ulkus kornea, namun dengan anamnesis,
yang didapatkan dari pasien hanya gejala subjektif seperti mata nyeri, penglihatan kabur,
kemerahan, kelopak terasa berat, silau jika melihat cahaya dan gejala lain. Pasien dapat
ditanya mengenai riwayat trauma, kemasukan benda asing, pemakaian lensa kontak, riwayat
penyakit lain seperti vaskulitis atau penyakit autoimun, dan riwayat penggunaan obat seperti
kortikosteroid jangka panjang.8,9

● Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan pada pasien dengan ulkus kornea meliputi:9

- Visus
Pada mata yang mengalami infeksi, akan ada penurunan visus karena adanya defek pada
kornea sehingga menghalangi refleksi cahaya yang masuk ke dalam media refraksi.
- Slit lamp
Pada pemeriksaan slit lamp, seringkali akan ditemukan kekeruhan pada kornea yang
mengakibatkan kesulitan dalam penilaian iris, pupil, dan lensa. Injeksi konjungtiva atau
injeksi perikornea akan menyebabkan penampakan hiperemis pada kornea.
● Pemeriksaan penunjang
Untuk menegakkan diagnosis ulkus kornea, pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan
29
meliputi:9,10
- Uji fluoresein / Uji seidel
Pada pasien dengan ulkus kornea, akan ditemukan hasil uji fluoresein positif, yaitu
permukaan kornea akan terlihat warna hijau dengan sinar biru setelah meletakkan kertas
fluoresein pada mata yang berarti ada kerusakan epitel kornea. Hal ini terjadi akibat pada
setiap defek kornea, maka bagian tersebut akan bersifat basa dan memberikan warna
hijau pada kornea.
- Pewarnaan gram dan KOH
Pemeriksaan tersebut dapat dilakukan untuk mengindentifikasi jamur sebagai penyebab,
seperti pada keratomikosis
- Kultur
Kultur terkadang dibutuhkan untuk mengisolasi organisme kausatif seperti pada infeksi
Stafilokokkus aureus. Bakteri lain yang dapat menyebabkan ulkus kornea meliputi
Streptokokkus alfa hemolitik, Streptokokkus betahemolitik, Streptokokkus anaerobik,
Stafilokokkus epidermidis, Moraxella likuefasiens, Pseudomonas aeruginosa, Nocardia
asteroides, Alcaligenes sp., Proteus sp., dan Enterobakter hafniae.

2.8 Tata Laksana

Pengobatan pada ulkus kornea bertujuan menghalangi hidupnya bakteri dengan


antibiotika, dan mengurangi reaksi radang dengan steroid. Sampai saat ini pengobatan dengan
steroid masih kontroversi. Secara umum ulkus diobati dengan prinsip sebagai berikut :11
1. Pengendalian infeksi

○ Infeksi dikendalikan oleh penggunaan antibiotik lokal secara intensif.


Antibiotik tetes spektrum luas, salep, diberikan sebanyak 4-6 kali sehari.
Injeksi subkonjungtiva dapat juga diberikan satu kali atau dua kali sehari.
Kultur harus dilakukan sebelum aplikasi antibiotik.
2. Menjaga Kebersihan

○ Disarankan untuk menjaga kebersihan dengan irigasi menggunakan saline


hangat atau lotion sodabicarb. Hal ini dapat membersihkan jaringan nekrotik,
toksin, sekresi dan organisme patogen.
30
3. Panas/ Heat

○ Panas mencegah stasis dan mendorong perbaikan ulkus.

4. Istirahat

○ 1% atropin dalam bentuk tetes atau salep dapat diberikan 2-3 kali sehari. Hal
ini dapat memparalisis otot silier dan memberikan kenyamanan pada mata
dengan mencegah ciliary spasm. Dapat terjadi iritis dalam setiap kasus ulkus
kornea karena penetrasi endotoksin melintasi endotelium di ruang anterior.
Hal ini juga dapat mencegah sebagian besar komplikasi iritis.
5. Perlindungan

○ perban melindungi mata dari debu, angin, dan agen eksternal yang berbahaya
dan membatas pergerakan bola mata
○ Kacamata gelap dapat digunakan jika ada kaitannya dengan conjungtival
discharge untuk menghindari retensi sekresi, yang pada gilirannya
mendukung pertumbuhan bakteri karena kehangatan dan stasis.
Terapi kortikosteroid pada peradangan kornea masih kontroversi. Kortikosteroid tidak
diberikan dalam kasus ulkus kornea karena dapat menghambat penyembuhan dengan fibrosis dan
juga memperlambat epitelisasi. Namun, jika reaksinya sangat parah, steroid dapat diberikan
dengan hati-hati untuk jangka waktu singkat di bawah antibiotik. Begitu inflamasi dikontrol
steroid dihentikan karena penggunaannya yang lama dapat menyebabkan perforasi.11
Ulkus kornea karena bakteri adalah kondisi serius yang memerlukan penanganan segera
dengan identifikasi dan pemberantasan organisme penyebab. Organisme penyebab dapat
diidentifikasi dengan sediaan apus, kultur dan uji sensitivitas kerokan diambil dari dasar ulkus.
Namun, pengobatan tidak dapat ditunda sampai ada hasil yang tersedia. Pengobatan harus
dimulai segera dengan antibiotik spektrum luas yang tersedia. Bakteri gram positif biasanya
merespons terhadap kloramfenikol, sefazolin, siprofloksasin, penisilin, dan lainnya. Bakteri gram
negatif biasanya merespons gentamisin, tobramycin, norfloxacin, dan lainnya.5

Perawatan untuk pasien HSV adalah antivirus topikal dan steroid topikal. Di Amerika
Serikat, antivirus topikal yang paling umum adalah trifluridine sedangkan di Eropa asiklovir
31
topikal adalah lini pertama. Pilihan lain termasuk ganciclovir yang juga mengobati keratitis VZV
dan CMV. Asiklovir oral atau valasiklovir merupakan opsi tambahan. Valgansiklovir oral adalah
pengobatan pilihan untuk keratitis stroma CMV, tetapi pasien memerlukan pemantauan ketat saat
menggunakan obat ini karena efek samping yang signifikan seperti anemia aplastik.12
Ulkus yang penyebabnya jamur cenderung memiliki hasil yang lebih buruk daripada
bakteri karena ada jauh lebih sedikit pilihan pengobatan. Saat ini, pengobatan utama adalah
natamycin, polena topikal, pertama kali diperkenalkan pada 1960-an. Amfoterisin B 0,3% hingga
0,5% merupakan alternatif.12
Pengobatan Acanthamoeba keratitis dan ulkus kornea umumnya menggunakan
debridemen epitel dan 3 hingga 4 bulan terapi antiamoebic. Terapi antiamoebik dimulai dengan
chlorhexidine dan poligexametilen biguanide yang, jika dikombinasikan, efektif melawan
trofozoit dan kista. Dalam kasus yang parah, agen tambahan seperti diamidin, flukonazol,
itrakonazol, neomisin, dan obat yang mengandung iodin dapat ditambahkan.13,14
Pengobatan keratitis ulserativa perifer yang terkait dengan penyakit vaskular autoimun
dan kolagen harus diobati dengan imunosupresan sistemik dan agen sitotoksik dan memerlukan
manajemen bersama oleh ahli reumatologi dan dokter mata. Pasien-pasien ini perlu pemantauan
yang cermat dan sering melakukan pemeriksaan darah saat menggunakan obat-obat penekan
kekebalan ini.13,14
Seorang dokter spesialis mata harus melihat semua pasien dengan ulkus kornea dalam
waktu 12 hingga 24 jam. Konsultasi oftalmologis harus dipertimbangkan untuk kultur ulkus
untuk memandu pemilihan antibiotik untuk dugaan ulkus bakteri.13,14
Pengobatan dihentikan bila sudah terjadi epitelisasi dan mata terlihat tenang, kecuali bila
penyebabnya pseudomonas yang memerlukan pengobatan tambahan 1-2 minggu. Pada tukak
kornea dilakukan pembedahan atau keratoplasti apabila dengan pengobatan tidak sembuh atau
terjadinya jaringan parut yang mengganggu penglihatan.15

2.9 Komplikasi
Ulkus kornea dapat berkomplikasi dengan terjadinya perforasi kornea. Hal ini
dikarenakan lapisan kornea semakin tipis dibanding dengan normal sehingga dapat
mencetuskan terjadinya
peningkatan tekanan intraokuler. Jaringan parut kornea dapat berkembang yang pada akhirnya
32
menyebabkan penurunan penglihatan, glaukoma dan katarak. Terjadinya neovaskularisasi dan
endoftalmitis, penipisan kornea yang akan menjadi perforasi, uveitis, sinekia anterior, sinekia
posterior, glaukoma dan katarak bisa menjadi komplikasi.16

2.10 Prognosis
Prognosis dari ulkus kornea tergantung dari cepat lambatnya pasien mendapat pengobatan, jenis
mikroorganisme penyebab, ukuran, lokasi ulkus, dan adanya penyulit maupun komplikasi. Ulkus
kornea biasanya mengalami perbaikan tiap hari dan sembuh dengan terapi yang sesuai. Jika
penyembuhan tidak terjadi atau ulkus bertambah berat, diagnosis dan terapi alternatif harus
dipertimbangkan.16

ANALISA KASUS

Pasien laki-laki berusia 56 tahun datang dengan keluhan mata kiri terasa buram sejak
1 minggu yang lalu, yang terjadi secara mendadak. Keluhan disertai dengan nyeri pada bola
mata kiri, serta kemerahan pada mata kiri. Berdasarkan keluhan ini dapat dipikirkan diagnosis
kearah mata merah visus turun yang disertai dengan nyeri. Berdasarkan keluhan utama pasien,
33
kelainan dapat terjadi pada kornea atau segmen anterior mata. Kemungkinan diagnosis pada
pasien ini adalah keratitis, uveitis, dan endoftalmitis.
Berdasarkan anamnesis, didapatkan keluhan keluarnya cairan dan kotoran dari mata
kiri, serta riwayat trauma. Dipikirkan kemungkinan trauma akibat kelilipan serangga saat
mengendarai sepeda motor, menyebabkan port d enty mikoorganisme, pasien juga
mengeluhkan adanya cairan dan kotoran yang keluar dari mata kiri menandakan infeksi pada
mata kiri tersebut. Sehingga, dipikirkan infeksi pada mata kiri pasien disebabkan karena
riwayat trauma yang tidak dibersihkan secara benar sehingga mengakibatkan infeksi meluas.
Pasien juga mengeluhkan nyeri sehingga kecurigaan nyeri tidak disebabkan dari
konjungtiva karena konjungtiva memiliki serabut rasa sakit yang sedikit, sehingga keluhan
nyeri dapat berasal dari kornea atau infeksi pada segmen anterior. Hal ini dikarenakan pada
kornea terdapat ujung serabut saraf sensori yang paling tinggi kerapatannya pada kornea,
sehingga kelainan pada kornea akan menyebabkan nyeri. Tampak juga ulkus pada kornea,
disertai abrasi dan laserasi.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan bahwa visus mata kiri pasien menurun menjadi
1/300 tanpa koreksi, pasien tidak mengalami gangguan pada pergerakan bola mata. Ini berarti
bahwa infeksi pada mata kiri pasien belum mengenai otot ekstraokuli sehingga pergerakan
bola mata masih normal. Kornea pasien juga mengalami kekeruhan dan edema, serta
didapatkan ulkus pada parasentral arah jam 5 ukuran 2x1 mm berbatas tegas, dan ulkus kornea
arah jam 8 berbentuk cekungan, yang menandakan adanya proses inflamasi dan kegagalan
fungsi endothelial serta infeksi karena telah terbentuk ulkus. Selain itu, terdapat Dellen pada
Ulkus kornea pada pasien disertai dengan hipopion. Hipopion ditemukan pada aspek
inferior bilik anterior. Ulkus ini dapat berasal dari benda asing yang masuk ke mata pasien,
mengingat pasien memiliki riwayat trauma mata akibat serangga sebelumnya. Ulkus dan
abrasi serta laserasi pada kornea pasien bisa menyebabkan masuknya benda asing ke dalam
mata pasien, walaupun benda asing tidak terlihat dalam pemeriksaan fisik. Benda asing
tersebut dapat masuk ke dalam mata pasien maupun tidak, dengan resiko infeksi. Infeksi dapat
menyebar ke uvea anterior (iris, badan siliar), sehingga menyebabkan iritis maupun
iridosiklitis. Hipopion merupakan kumpulan sel leukosit pada bilik anterior, yang berada di
bagian bawah biliki anterior. Adapun hipopion terbentuk karena adanya keterlibatan uvea
anterior (akibat iritis maupun iridosiklitis), terjadi pada pasien.

34
Terdapat 2 tipe ulkus kornea dengan hipopion (ulkus hipopion), yakni ulkus
serpiginosa dan ulkus hipopion mikotik. Pada pasien ini, tidak terdapat riwayat pekerjaan atau
tempat tinggal di area agrikultur, yang berhubungan dengan tumbuhan, maupun keadaan
imunokompromi, sehingga kemungkinan bukan ulkus hipopion mikotik. Ulkus hipopion
mikotik jarang terjadi, dengan fungi tipe Aspergilus dan Fusarium sering terjadi pada daerah
agrikultur, dan Candida albicans mempengaruhi orang imunokompromi. Biasanya ulkus
terjadi akibat trauma okular akibat bahan agrikultural yang mengandung fungi. Perlu
dilakukan pemeriksaan slit lamp, untuk melihat ada atau tidaknya lesi satelit, yang merupakan
ciri khas ulkus hipopion mikotik.
Faktor resiko terjadinya ulkus hipopion terdapat pada pasien ini, di antaranya trauma
okular dan masuknya benda asing ke mata, sehingga terjadi abrasi pada kornea, dan ulkus
kornea. Infeksi dapat terjadi pada pasien ini, selain itu, terdapat faktor resiko usia tua pada
pasien. Sedangkan tipe ulkus kornea lain, ulkus serpens adalah tipe ulkus hipopion tersering,
biasanya terjadi pada orang dewasa, diakibatkan oleh bakteri terutama pneumokokus. Pada
pasien ini, kemungkinan merupakan ulkus serpens, yang diakibatkan oleh infeksi bakteri.
Pada pasien, tidak dilakukan pemeriksaan fluoresin. Akan tetapi, bila pemeriksaan
fluoresin dilakukan, diharapkan hasil positif, yang menandakan adanya kerusakan epitel
kornea. Sedangkan pewarnaan KOH hasilnya diharapkan negatif karena kecurigaan agen
infeksi bukan disebabkan oleh jamur. Saran pemeriksaan penunjang lain pada pasien ini adalah
kultur sehingga dapat memberikan terapi definitif.
Diagnosis banding lainnya dapat berupa endoftalmitis yang menyebabkan inflamasi
pada bagian aqueous humor dan vitreous humor, namun pasien tidak mengalami demam,
muntah, tekanan intraokular yang meningkat, ataupun visus turun menjadi 0. Diagnosis uveitis
anterior dapat disingkirkan, karena tidak terdapat gambaran cell and flare pada pemeriksaan
mata. Selain itu, pada uveitis, biasanya disertai fotofobia, pupil ireguler, dan floaters,
sedangkan pada pasien ini tidak terdapat keluhan tersebut.
Tata laksana ulkus kornea dengan hipopion adalah pengobatan berdasarkan agen
penyebab infeksi tersebut, sebelum mengetahui agen penyebab maka dapat diberikan
pengobatan empirik terlebih dahulu. Pengobatan empirik berupa antibiotika topikal (broad-
spectrum), yang diberikan diberikan 4-6 kali sehari, dilanjutkan kultur. Selain itu, dilakukan
dilakukan parasentesis untuk mengatasi hipopion. Selain itu, tunda pemberian kortikosteroid,

35
kontrol setiap satu minggu. Kortikosteroid diberikan setelah pemberian antibiotik dengan
prednisolone asetat 1% setiap 4-6 jam. Dapat diberikan atropin topikal 1% maupun
asetazolamid terutama jika TIO meningkat. Atropin tetes atau salep mencegah spasme siliar,
dan mencegah komplikasi iritis.

36
DAFTAR PUSTAKA

1. Vaughan, & Asbury. (2018). General Ophthalmology (R. P. Eva & J. J. Augsburger (eds.);
19th ed.). Mc Graw Hill Education.
2. Sitorus, R. S., Sitompul, R., Widyawati, S., & Bani, A. P. (Eds.). (n.d.). BUKU AJAR
OFTAMOLOGI (1st ed.). Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
3. Coaster, JD. Fundamental of Clinical Ophthalmology Cornea. 1st ed. London: BMJ; 2002. p.
41-64
4. Cope J, Collier S, Srinivasan K, Abliz E, Myers A, Millin C et al. Contact Lens–Related
Corneal Infections — United States, 2005–2015. MMWR Morbidity and Mortality Weekly
Report. 2016;65(32):817-820.
5. Jogi R. Basic Ophthalmology 4th ed. Jaypee Brothers: 2009

6. Wijaya. N. Kornea dalam Ilmu Penyakit Mata, cetakan ke-4, 1989

7. American Academy of Opthalmology. External Disease and Cornea. Section 11. San
Fransisco: MD Association, 2005-2006
8. Basic and Clinical Science Course. External Disease and Cornea, part 1, Section 8, American
Academy of Ophthalmology, USA 2008-2009 P.38-9
9. Roy F. Ocular syndromes and systemic diseases. 5th ed. Coralville, Iowa: MedRounds
Publications; 2014.
10. Ilyas S. Mata Merah dengan penglihatan Turun Mendadak. In: Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata.
5th ed. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2017. P.167-8
11. Srinivasan M. The Steroids for Corneal Ulcers Trial. Archives of Ophthalmology.
2012;130(2):151
12. Austin A, Lietman T, Rose-Nussbaumer J. Update on the Management of Infectious
Keratitis. Ophthalmology. 2017 Nov;124(11):1678-1689.
13. Farahani M, Patel R, Dwarakanathan S. Infectious corneal ulcers. Dis Mon. 2017
Feb;63(2):33-37.
14. Marchenko NR, Kasparova EA. [Treatment of Acanthamoeba keratitis]. Vestn Oftalmol.
2016;132(5):110-116.
37
15. Ladas JG, Mondino BJ. Systemic disorders associated with peripheral corneal ulceration.
Curr Opin Ophthalmol. 2000 Dec;11(6):468-71.
16. Byrd L, Martin N. Corneal Ulcer. StatPearls Publishing; 2020

38
39

Anda mungkin juga menyukai