Anda di halaman 1dari 42

LAPORAN KASUS

DEHIDRASI SEDANG EC VOMITUS + FARINGITIS AKUT

Pendamping :
dr. Dera Meileni

Oleh:
dr. Vincha Rahma Luqman

DOKTER INTERNSHIP
PERIODE SEPTEMBER 2020 – DESEMBER 2020
PUSKESMAS SATELIT
KOTA BANDAR LAMPUNG
HALAMAN PENGESAHAN

LAPORAN KASUS
DEHIDRASI SEDANG EC VOMITUS + FARINGITIS AKUT

Disusun oleh :

dr. Vincha Rahma Luqman

Bandar Lampung, November 2020

Mengetahui,

Dokter Pendamping Kepala Puskesmas Rawat Inap Satelit

Puskesmas Rawat Inap Satelit

dr. Dera Meileni Adi Waluyo Soerjo, SKM, MHP

197405272003122002 196212181985031003

2
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas berkat dan rahmat- Nya sehingga
dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul “Dehidrasi Sedang ec Vomitus + Faringitis
Akut” untuk memenuhi tugas Internsip di Puskesmas Satelit Lampung.

Terima kasih juga penulis ucapkan kepada dr. Dera Meileni selaku pembimbing
puskesmas yang telah membimbing dalam mengerjakan laporan kasus ini sehingga dapat
diselesaikan tepat waktu. Laporan kasus ini menguraikan tentang Dehidrasi Sedang ec Vomitus
+ Faringitis Akut mencakup definisi hingga prognosis penyakit sehingga dapat membantu
menatalaksana dengan tepat dan cepat karna sering ditemukan dalam praktek sehari-hari dokter.

Dengan laporan kasus ini diharapkan dapat menambah pengetahuan bagi  penulis dan
pembaca terutama mengenai masalah dehidrasi yang disebabkan karena muntah. Penulis
menyadari bahwa laporan kasus ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu  penulis harapkan
saran dan kritik yang membangun untuk perbaikan yang akan datang.

Bandar Lampung,
November 2020

Penulis

3
DAFTAR ISI

LEMBAR JUDUL ............................................................................................................. 1

LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................................... 2

KATA PENGANTAR ....................................................................................................... 3

DAFTAR ISI ...................................................................................................................... 4

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang........................................................................................... 6


1.2 Tujuan Umum…………………………………………………………. 6
1.3 Tujuam Khusus…………………………………………………………. 6

BAB II LAPORAN KASUS


2.1 Identitas Pasien........................................................................................... 8
2.2 Riwayat Pejalanan Penyakit....................................................................... 8
2.3 Pemeriksaan Fisik...................................................................................... 9
2.4 Diagnosis.................................................................................................... 11
2.5 Penatalaksanaan......................................................................................... 12
2.6 Prognosis.................................................................................................... 12

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi .....................................................................................................13


3.2 Epidemiologi ............................................................................................13
3.3 Etiologi .....................................................................................................13
3.4 Faktor Resiko ...........................................................................................14
3.5 Gejala Klinis ............................................................................................17
3.6 Klasifikasi ……………………………………………………………..17

4
3.7 Patofisiologi ............................................................................................18
3.8 Diagnosis..................................................................................................19
3.9 Tatalaksana..............................................................................................20

BAB IV ANALISA KASUS

4.1 Diskusi......................................................................................................... 27

BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan................................................................................................. 31
5.2 Saran .......................................................................................................... 32

DAFTAR PUSTAKA ..............................................................................................……. 33

5
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Muntah atau vomitus pada anak merupakan gejala yang sering ditemukan dan
seringkali merupakan gejala awal dari berbagai macam penyakit infeksi, misalnya
faringitis, otitis media, pneumonia, infeksi saluran kencing, bila disertai adanya
gejala panas badan. Muntah dapat juga merupakan gejala awal dari berbagai macam
kelainan seperti peningkatan tekanan intrakranial. Muntah secara klinis merupakan
hal penting sebab muntah yang berkepanjangan atau persisten akan mengakibatkan
gangguan metabolisme. Muntah akut merupakan gejala yang sering terjadi pada
kasus abdomen akut dan infeksi intra maupun ekstra gastrointestinal. Berlainan
dengan muntah akut, muntah kronis atau berulang sering merupakan faktor
yang penting dari gambaran klinik suatu penyakit. Karena penyakit yang mendasari
muntah kronik atau berulang sering tidak jelas, maka muntah kronik atau berulang
sering disebut unexplained chronic vomiting.

Muntah atau vomitus pada anak merupakan keadaan yang cukup merisaukan orang
tua dan mendorong mereka sesegera mungkin mencari pertolongan untuk
mengatasinya. Secara medis muntah dapat merupakan manifestasi berbagai
penyakit yang berbahaya, baik gastrointestinal maupun di luar gastrointestinal, juga
dapat menimbulkan berbagai akibat yang serius seperti perdarahan lambung,
dehidrasi, gangguan ingesti makanan, gangguan keseimbangan elektrolit seperti
hipokalemia, hiponatremia, alkalosis dan hipokloremia, gagal tumbuh kembang dan
bila muntah terus berulang dapat menimbulkan komplikasi Mallory-Weiss tear of

6
the gastro-esophageal epithelial junction  dan robekan esophagus (sindroma
Boerhave).

Dehidrasi merupakan salah satu komplikasi yang disebabkan karena muntah atau vomitus.
Dehidrasi adalah istilah yang digunakan ketika tubuh kehilangan terlalu banyak air. Tubuh
membutuhkan sejumlah air untuk bekerja normal. Tubuh kita terdiri dari sekitar dua pertiga
air. Cairan tubuh yang hilang setiap hari melalui paru-paru kita sebagai uap air, melalui kulit
sebagai keringat, dan melalui air mata, urin, dan feses. Kehilangan air biasanya diganti
dengan minum cairan dan makan makanan yang mengandung air. Ketika seseorang muntah
yang berlebihan, tubuh tidak dapat menahan kehilangan cairan dan terjadilah dehidrasi.
Dehidrasi berat adalah keadaan darurat medis dan dapat mengancam jiwa.

1.2 Tujuan Laporan Kasus


1.2.1 Tujuan Umum
Dokter internsip mampu menjelaskan konsep dan pelayanan kesehatan pada pasien
Dehidrasi ec Vomitus.

1.2.2 Tujuan Khusus


Tujuan khusus pada penulisan makalah ini yaitu :
a. Mengetahui etiologi dan faktor resiko Dehidrasi
b. Mengetahui gejala klinis dan klasifikasi Dehidrasi ec Vomitus
c. Mengetahui patofisiologi dan mendiagnosis Dehidrasi ec Vomitus
d. Mengetahui Penatalaksanaan serta komplikasi Dehidrasi
e. Mengetahui prognosis hasil terapi padaa Dehidrasi

7
BAB II

LAPORAN KASUS

2.1 IDENTITAS PASIEN


Nama : Tn. VRA
Umur : 3 Tahun
Alamat : Jl. Pagar Alam Kompleks Perumahan Labuhan Ratu
Agama : Islam
Pekerjaan : Tidak Bekerja
Status : Belum Menikah
Suku Bangsa : Lampung
Tanggal Masuk : 02 Oktober 2020
Kartu Peserta : 0000030

2.2 Riwayat Perjalanan Penyakit


Anamnesis : Autoanamnesis dan Alloanamnesis dengan ibu pasien (2
Oktober 2020)
Keluhan Utama : Lemas
Keluhan Tambahan : Muntah sejak 1 hari yang lalu

Riwayat Penyakit Sekarang :


Pasien datang ke Puskesmas Satelit dengan keluhan lemas disertai muntah sejak 1 hari yang
lalu. Awalnya, 4 hari sebelumnya pasien mengeluhkan batuk. Batuk tidak berdahak
tanpa disertai pilek dan demam. Pasien menyangkal adanya sesak. Nafsu makan

8
pasien awalnya masih baik, pasien minum air sebanyak 8 kali sehari dan makan
makanan keluarga 3 kali sehari. Buang air kecil warna kuning sebanyak ± ½ gelas
belimbing, dengan frekuensi 5 kali sehari. Buang air besar pasien normal 2 kali
sehari dengan konsistensi cukup padat, warna coklat, tidak ada lendir maupun
darah. Oleh orang tua, pasien belum diberikan obat apapun.

Satu hari sebelum masuk IGD pasien mengeluh muntah. Muntah terutama setiap
pasien batuk, berisi makanan dan minuman yang dikonsumsi. Pasien muntah 5 kali
sehari berwarna kuning dan berisi makanan, masing-masing sekitar 2 sendok makan.
Pasien terlihat haus namun pasien sudah tidak mau makan dan minum. Pasien masih
batuk tanpa disertai pilek dan demam. Oleh orang tua, pasien dibawa ke Puskesmas
Satelit Pukul 10.00 pagi. Saat tiba di Puskesmas Satelit, pasien tampak lemah dan
tampak haus, pasien muntah terakhir jam 09.00, pasien masih batuk namun tidak
didapatkan demam, buang air kecil terakhir jam 06.00 dan jumlahnya hanya sedikit,
pasien tampak rewel, buang air besar 1 kali pada pagi hari.

Riwayat Penyakit Dahulu


• Riwayat Penyakit Bawaan : Disangkal
• Riwayat Infeksi : Disangkal
• Riwayat Trauma : Disangkal
• Riwayat Alergi Makanan : Disangkal
• Riwayat Alergi Obat : Disangkal

Riwayat penyakit pada keluarga

Saat ini tidak didapatkan adanya anggota keluarga pasien di rumah yang mengalami
keluhan muntah seperti pasien. Selain itu, riwayat alergi terhadap obat maupun
makanan juga tidak didapatkan.

Riwayat Lingkungan

Pasien tinggal bersama dengan kedua orang tuanya, sebagai anak tunggal. Rumah
yang dihuni tidak terlalu luas, ukurannya delapan puluh meter persegi. Sumber air
yang digunakan untuk kebutuhan sehari-hari berasal dari PAM. Lingkungan di

9
sekitar rumah pasien tidak ada tetangga yang mempunyai penyakit yang sama
dengan pasien.

Pemeliharaan Kehamilan dan Antenatal


Ketika hamil, ibu pasien rajin melakukan pemeriksaan kehamilan di Bidan. Pada
usia kehamilan trimester pertama dan kedua ibu pasien melakukan kontrol sebanyak
satu kali dalam satu bulan. Pada usia kehamilan trimester ketiga ibu pasien
melakukan kontrol dua kali tiap bulan. Keluhan selama kehamilan berupa mual,
muntah pada awal usia kehamilan. Obat-obatan yang diminum selama masa
kehamilan meliputi vitamin, tablet penambah darah, dan sempat meminum anti
muntah. Kesan kehamilan dalam batas normal.

Riwayat Kelahiran

Pasien lahir dari ibu dengan umur kehamilan 39 minggu secara spontan ditolong
bidan dengan berat badan lahir 3100 gram dan panjang 50 cm, langsung menangis
kuat segera setelah lahir dan tidak ada kebiruan. Kesan riwayat kelahiran tidak ada
kelainan.

Riwayat Imunisasi
Pasien sudah mendapatkan imunisasi Hepatitis 0 beberapa jam setelah lahir di klinik
bidan dan sebelum pasien pulang, pasien mendapatkan imunisasi polio 1. Saat
berusia satu bulan, pasien diberikan imunisasi BCG. Saat usia 2 bulan pasien
mendapatkan imunisasi DPT-Hib 1, Polio 2, Hepatitis B 1. Usia 3 bulan pasien
mendapatkan imunisasi DPT-Hib 2, Polio 2, dan Hepatitis B 2. Serta pada usia 4
bulan pasien juga mendapatkan imunisasi DPT-Hib 3, Hepatitis B 3, dan Polio 4.
Kesan: imunisasi sesuai usia menurut Kemenkes 2017.

Riwayat Perkembangan

Saat pasien berusia satu bulan, pasien sudah dapat menatap wajah, bersuara,
bereaksi terhadap bel, mengangkat kepala, dan sudah dapat tersenyum spontan.
Pada usia 6 bulan pasien sudah mulai belajar untuk bangkit dari posisi terlentang.
Saat ini pasien usia 8 bulan sudah dapat melambaikan tangan dan berdiri dengan
10
pegangan serta menyebutkan papa/mama secara spesifik. Kesan : Perkembangan
sesuai usia.

Riwayat Makan dan Minum Anak

Pasien mendapatkan ASI sejak lahir hingga saat ini. Pasien minum ASI eksklusif
hingga usia 6 bulan. Pasien minum susu dengan intensitas sering dan jumlahnya
kurang lebih 80 ml tiap dua jam. Saat ini pasien makan makanan keluarga 3 kali
sehari. Kesan : kualitas dan kuantitas asupan gizi cukup

2.3 Pemeriksaan Fisik


STATUS PRESENT
- Keadaan umum : Tampak Sakit Sedang, Tampak haus dan gelisah, Gizi kesan baik
- Kesadaran : Compos Mentis
- TD :-
- Nadi : 120 x/menit, reguler, isi tegangan cukup
- Respirasi : 24 x/menit
- Suhu : 36º C

Status Gizi
Secara klinis : Gizi Baik
Secara Antropometri
BB: 15 kg; PB: 100 cm; Umur: 3 tahun
BB/U : SD-2<BB/U<SD2 (normoweight) 
TB/U :SD-2<BB/U<SD2 ( normoheight) 
BB/TB : SD1<BB/TB<SD2 (gizi baik)

STATUS GENERALIS
UUB : Sedikit Cekung
Mata : Cekung
Air Mata : Ada
Mukosa : Kering

11
Turgor Kulit : Kembali Lambat
BAK : +, kuning pekat

KEPALA
- Bentuk : Bulat, simetris
- Rambut : Hitam, lurus, tidak mudah dicabut, pertumbuhan merata
- Kulit : Turgor kembali lambat
- Mata : Mata cekung (+/+), konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik
(-/-), pupil isokor (2mm/2mm), reflek cahaya (+/+)
- Telinga : Bentuk normal, simetris, liang lapang, serumen (-/-)
- Hidung : Bentuk normal, septum deviasi (-), pernafasan cuping
hidung(-), sekret (-)
- Mulut : Bibir tidak kering, sianosis (-), lidah tidak kotor, faring tampak
hiperemis, tonsil T1-T1.
LEHER
- Bentuk : Simetris
- Trakhea : Di tengah, tidak ada deviasi
- KGB : Tidak membesar
- JVP : Tidak meningkat

THORAKS
Jantung
- Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak 
- Palpasi : Iktus kordis teraba sela iga IV garis midklavikula sinistra
- Perkusi : Batas jantung kesan tidak membesar
 Batas atas sela iga II garis parasternal sinistra
 Batas kanan sela iga IV garis parasternal dextra
 Batas kiri sela iga IV garis midklavikula kiri
- Auskultasi : BJ I-II reguler, gallop (-) mur-mur (-)

12
Paru
ANTERIOR
KIRI KANAN
Inspeksi Pergerakan pernafasan simetris Pergerakan pernafasan simetris
Palpasi Fremitus taktil Fremitus taktil
= kanan = kiri
Perkusi Sonor Sonor
Auskultasi Suara nafas Vesikuler Suara nafas vesikuler
Ronkhi (-) Ronkhi (-)
Wheezing (-) Wheezing (-)

ABDOMEN
- Inspeksi : Supel, dinding perut setinggi dinding dada
- Perkusi : Timpani
- Palpasi : Nyeri tekan (-), organomegali (-)
- Auskultasi : Bising usus (+) normal

EKSTREMITAS
- Superior : Oedem (-/-), sianosis (-/-), akral dingin -/-
- Inferior : Oedem (-/-), sianosis (-/-), akral dingin -/-

2.4. PEMERIKSAAN PENUNJANG

LABORATORIUM (02/10/2020)

Darah Rutin

Hb : 11g/dL

Leukosit : 10.300 /UL

Trombosit : 239.000/UL

Hematokrit ; 30,8%

Widal : Negatif

IgG/IgM Dengue : Negatif

13
Urin Rutin : Makros tampak kuning tua, Mikros dbn

Feses Rutin : Telur cacing (-), eritrosit (-), parasite (-)

2. 5 Diagnosis kerja
Dehidrasi Sedang ec Vomitus Akut (E86)
Faringitis Akut (J02)

2.6 Penatalaksanaan
 Promotif : Menjelaskan tentang penyakit dehidrasi karena muntah
dan penyakit faringitis akut.
 Preventif :
 Memberikan cairan yang cukup pada pasien dengan gejala
kehilangan cairan yang banyak
 Mengobati penyebab utama dehidrasi
 Kontrol ke dokter bila keluhan muntah berulang
 Kuratif :Terapi Medikamentosa
 Resusitasi IVFD RL 75 ml/jam selama 3 jam (25 tpm)
 Rumatan IVFD RL 50 ml/jam (16 tpm)
 Ondansentron Inj 2x1 ampul/8 jam
 GG 100 mg 3x1/2 tablet
 Amoxicilin 500 mg 3x1 tablet
Terapi non medikamentosa :
- Mencukupi Kebutuhan cairan dan nutrisi gizi seimbang sesuai
dengan kebutuhan kalori sehari-hari
- Istirahat cukup dan follow up keluhan
 Rehabilitatif : -

2.6. Prognosis
Quo ad Vitam : ad bonam

14
Quo ad Functionam : ad bonam
Quo ad Sanationam : ad bonam

15
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Dehidrasi

3.1.1 Pengertian Dehidrasi

Dehidrasi adalah gangguan dalam keseimbangan cairan atau air pada tubuh. Hal
ini terjadi karena pengeluaran air lebih banyak daripada pemasukan (misalnya
minum). Gangguan kehilangan cairan tubuh ini disertai dengan gangguan
keseimbangan elektrolit tubuh. Dehidrasi merupakan kondisi kekurangan cairan
tubuh karena jumlah cairan yang keluar lebih banyak daripada jumlah cairan yang
masuk. Dehidrasi menyebabkan penurunan kemampuan konsentrasi, kecepatan
reaksi, meningkatkan suhu tubuh dan menghambat laju produksi energi.

3.1.2. Derajat Dehidrasi

Menurut Lekasana (2015) derajat dehidrasi berdasarkan persentase kehilangan air


dari berat badan:
1) Dehidrasi Ringan : kehilangan air 5% dari berat badan

2) Dehidrasi Sedang : kehilangan air 10% dari berat badan

3) Dehidrasi Berat : kehilangan air 15% dari berat badan

16
Tabel. 1. Presentase Kehilangan Berat Badan Karena Air (Santoso dkk, 2011)

3.1.3. Patogenesis Dehidrasi

Air dalam tubuh mengikuti keseimbangan dinamis berdasarkan tekanan osmotik


dan tonisitas. Normalnya terjadi keseimbangan cairan antara yang masuk dan
dikeluarkan tubuh. Asupan air yang tinggi akan menurunkan osmolitas plasma
dan peningkatan volume arteri efektif sehingga menyebabkan regulasi osmotik
dan regulasi vilume teraktivitasi.

Kekurangan cairan atau air minum dapat meningkatkan konsentrasi ionik pada
kompertemen ekstrakuler dan terjadi pengerutan sel sehingga menyebabkan
sensor otak untuk mengontrol minum dan mengontrol ekskresi urin. Pada stadium
permulaan water depletion, ion natrium dan chlor ikut menghilang dengan cairan
tubuh, tetapi kemudian terjadi reabsorpsi ion melalui tubulus ginjal yang
berlebihan, sehingga ekstraseluler mengandung natrium dan chlor berlebihan dan
terjadi hipertoni. Hal ini menyebabkan air akan keluar dari sel sehingga terjadi
dehidrasi intraseluler dan inilah yang menimbulkan rasa haus. Selain itu timbul
perangsangan terhadap hipofisis yang kemudian melepaskan hormon antidiuretik
sehingga terjadinya oligura. Hal ini menimbulkan rasa haus , air liur kering, badan
terasa lemas dan berhalusinasi.

17
3.1.4. Faktor yang mempengaruhi terjadinya dehidrasi

Kejadian dehidrasi merupakan gangguan keseimbangan cairan atau air yang


disebabkan oleh lebih banyaknya pengeluaran air ketimbang pemasukan (minum),
kejadian tersebut dipengaruhi oleh beberapa hal antara lain.

a. Lingkungan yang terlalu panas


Lingkungan kerja yang terlalu panas akan mengakibatkan proses metabolisme pada
pekerja berjalan lebih cepat karena pekerja akan mudah berkeringat sehingaa apabila
hal ini tidak di perhatikan akan mengakibatkan dehidrasi pada pekerja.

b. Diare
Diare merupakan gangguan kesehatan yang akan mempengaruhi pengeluaran
cairan pada tubuh sehingaa hal ini juga akan mempengaruhi keadaan dehidrasi
pada pekerja.

c. Muntah
Muntah adalah keluarnya isi lambung sampai ke mulut. Isi muntahan dapat
berupa cairan bercampur makanan atau cairan lambung saja.

d. Penggunaan obat deuretik yang mengakibatkan ginjal mengeluarakan sejumlah


besar air dan garam melalui urin

e. Kurangnya asupan air / cairan

Kurangnya asupan yang di minum akan berpengaruh dengan kondisi cairan di


dalam tubuh karena cairan dalam tubuh melakukan metabolisme sehingga dengan
adanya proses metabolisme harus diimbangi dengan pembaharuan cairan yang
ada di dalam tubuh dengan minum.

18
3.1.5. Patofisiologi Dehidrasi

Gambar 1. Patofisiologi Dehidrasi

3.1.6. Tanda dan Gejala Dehidrasi


Menurut Sodikin (2011) tanda dan gejala dehidrasi adalah berat badan menurun,
ubun-ubun dan mata cekung pada bayi, tonus otot berkurang, turgor kulit jelek
(elastisitas kulit menurun), membran mukosa kering. Gejala klinis menyesuaikan
dengan derajat atau banyaknya kehilangan cairan yang hilang.

19
Tabel. 2. Derajat dehidrasi berdasarkan tanda klinis (WHO 2011)

3.1.7. Pengukuran Dehidrasi


Dalam penelitian yang akan dilaksanakan pengukuran dehidrasi akan
menggunakan warna urin untuk mengetahui tingkat dehidrasi pekerja,semakin
pekat warna urin semakin tinggi tingkat dehidrasinya warna urin untuk mengukur
tingkat dehidrasi dapat dilihat pada gambar dibawah ini.

Gambar. 2 Indikator Warna Urin

20
Dari gambar diatas dapat di nilai indikator nomor 1,2, dan 3 tidak terjadi
dehidrasi. indikator 4,5, dan 6 terjadi dehidrasi sedang. Indikator warna 7 dan 8
merupakan dehidrasi berat. Dalam melihat sampel warna urin yang harus
diperhatikan adalah sampel urin yang digunakan bukan urin pagi, mide stream
urin, gunakan sinar lampu warna putih/ neon, dan bisa dilihat di bawah sinar
matahari.

3.1.8. Penanganan Dehidrasi karena Muntah


Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2008) penanganan dehidrasi
dengan muntah yang berlebih yaitu dengan cara sebagai berikut:

1) Dehidrasi ringan dan sedang


Jumlah oralit yang diberikan dalam 3 jam pertama 75ml x berat badan anak,
jika berat badan tidak diketahui dapat menggunakan usia. Usia <1 tahun
300ml, 1-4 tahun 600ml, >5 tahun 1200ml, untuk bayi <6 bulan yang tidak
mendapat asi berikan juga 100-200ml air masak selama masa ini, untuk usia >6
bulan tunda pemberian makan selama 3 jam kecuali asi.

2) Dehidrasi berat
Beri cairan intravena segera ringer laktat atau NaCl 0,9%. Usia <1 tahun
30ml/BB 1 jam pertama kemudian 50ml/BB per 5 jam, >1 tahun 30ml/BB 30
menit pertama, kemudian 50ml/BB 2 ½ jam.nilai kembali tiap 15-30 menit.

3.2 Muntah/Vomitus
3.2.1. Definisi Muntah
Muntah adalah pengeluaran isi lambung secara paksa melalui mulut disertai
kontraksi lambung dan abdomen. Pada anak biasanya sulit untuk mendiskripsikan
mual, mereka lebih sering mengeluhkan sakit perut atau keluhan umum lainnya.
Muntah merupakan suatu cara dimana traktur gastrointestinal membersihkan
dirinya sendiri dari isinya ketika hamper semua bagian atas traktus

21
gastrointestinal teriritasi secara luas, sangat mengembang atau bahkan sangat
teransang. Kejadian ini biasanya disertai dengan menurunnya tonus otot lambung,
kontraksi, sekresi, meningkatknya aliran darah ke mukosa intestinal, hipersalivasi,
keringat dingin, detak jantung meningkat dan perubahan irama pernafasan.
Refluks duodenogastrik dapat terjadi selama periode nausea yang disertai
peristaltic retrograde dari duodenum. Muntah timbul bila persarafan atau otak
menerima satu atau lebih pencetus seperti keracunan makanan, infeksi pada
gastrointestinal, efek samping obat, atau perjalanan. Mual biasanya dapat timbul
sebelum muntah.

3.2.2. Etiologi Muntah


Pembahasan etiologi muntah pada usia 2 bulan - 5 tahun adalah sebagai berikut:
a. Tumor Otak
Pikirkan terutama jika ditemukan sakit kepala yang progresif, muntah-
muntah, ataksia dan tanpa nyeri perut.
b. Ketoasidosis Diabetikum
Dehidrasi sedang hingga berat, riwayat polidipsi, poliuri dan polifagi
c. Korpus Alienum
Dihubungkan dengan kejadian tersedak berulang, batuk terjadi tiba-tiba
atau air liur yang menetes
d. Gatroenteritis
Sangat sering terjadi, sering adanya riwayat kontak dengan orang yang
sakit, biasanya diikuti oleh diare dan demam
e. Trauma Kepala
Muntah sering atau progresif menandakan konkusi atau perdarahan
intrakranial
f. Hernia Inkarserasi
Onset dari menangis, anoreksia dan pembengkakan skrotum yang terjadi
tiba-tiba
g. Intussusepsi

22
Puncaknya terjadi pada bulan ke 6-18 kehidupan, pasien jarang mengalami
diare atau demam dibandingkan dengan anak yang mengidap
gastroenteritis
h. Posttusive
Seringkali, anak-anak akan muntah setelah batuk berulang atau batuk yang
dipaksakan
i. Pielonefritis
Demam tinggi, tampak sakit, dysuria atau polakisuria. Pasien mungkin
mempunyai riwayat infeksi traktus urinarius sebelumnya

3.2.3. Patofisiologi Muntah

Muntah terjadi setelah adanya rangsangan yang diberikan kepada pusat muntah
(VC) atau pada zona pemicu kemoreseptor (CTZ) yang berada di system saraf
pusat. Pusat-pusat koordinasi muntah ini dapat diaktifkan oleh berbagai cara.
Muntah yang terjadi karena stress fisiologis, berlangsung karena adanya sinyal
yang dikirimkan melalui lapisan otak luar dan sistem limbik ke VC.

Muntah yang berhubungan dengan gerakan terjadi jika VC distimulasi melalui


sistem pengaturan otot (vestibular atau vestibulocerebellar system) dari labirin
yang terdapat pada telinga bagian dalam. Sinyal kimia dari aliran darah dan cairan
cerebrospinal (jaringan saraf otak sampai tulang ekor) dideteksi oleh CTZ. Ujung
saraf dan saraf-saraf yang ada di dalam saluran pencernaan akan menstimuli
muntah jika terjadi iritasi saluran pencernaan, kembung dan tertundanya proses
pengosongan lambung. Ketika VC distimulasi, maka motor dari cascade akan
bereaksi menyebabkan muntah.

Kontraksi non peristaltic di dalam usus halus meningkat, kandung empedu


berkontraksi dan sebagian isi dari usus dua belas jari masuk kedalam lambung.
Kondisi ini diikuti dengan melambatnya gerakan peristaltik yang akan mendorong
masuknya isi usus halus dan sekresi pankreas kedalam lambung dan menekan

23
aktivitas lambung. Sementara itu, otot-otot pernapasan akan berkontraksi untuk
melawan celah suara yang tertutup, sehingga terjadi pembesaran kerongkongan.

Pada saat otot perut (abdominal) berkontraksi, isi lambung akan didorong masuk
kedalam kerongkongan. Relaksasi dari otot-otot perut memungkinkan isi
kerongkongan masuk kembali kedalam lambung. Siklus muntah berlangsung
cepat sampai semua isi lambung yang masuk ke kerongkongan dikeluarkan
semua. Pada kondisi muntah juga terjadi peningkatan produksi air ludah,
peningkatan kecepatan pernapasan dan detak jantung serta pelebaran pupil mata.

Distensi yang berlebihan duodenum menyebabkan suatu rangsangan khusus yang


kemudian ditransmisikan oleh saraf afferen vagus dan saraf simpatis ke pusat
muntah bilateral di medulla oblongata, kemudian impuls diteruskan oleh reaksi
motorik otomatis untuk kemudian impuls-impuls muntah ditransmisikan dari
pusat muntah melalui saraf cranialis V, VII, IX, X dan XII ke traktus
gastrointestinal bagian atas dan saraf spinalis ke diafragma dan abdomen.

Dalam muntah kita juga mengenal istilah anti peristaltik, yaitu pendahuluan
terhadap muntah. Adapun mekanisme dari anti peristaltik adalah iritasi
gastrointestinal atau distensi yang berlebihan menyebabkan antiperistaltik pada
ileum dan gelombang antiperistaltik bergerak mundur naik ke usus halus dalam
waktu 2-3 menit, yang kemudian akan mendorong isi usus kembali ke duodenum
dan lambung yang memerlukan waktu 3-5 menit. Bagian atas gastrointestinal
terutama duodenum akan meregang sehingga menyebabkan kontraksi intrinsik
duodenum dan lambung yang berlanjut dengan relaksasi spincter esofagus bagian
atas sehingga muntahan akan bergerak ke esophagus dengan melibatkan otot-otot
abdomen.

Muntah merupakan proses yang rumit dan melibatkan organ, reseptor dan
neurotransmiter. Rangsangan pada pusat muntah dimediasi oleh neurotransmiter

24
seperti serotonin, dopamin, opioate, cholin, dan histamin. Reseptor serotonin
memiliki kadar yang sangat tinggi pada perifer dan sistem saraf pusat, khususnya
pada CTZ. Lebih dari 80% total 5-HT tubuh terdapat pada mukosa
gastrointestinal.

Berikut merupakan stimulasi terhadap pusat muntah:


a. Stimulasi pada reseptor suprameduler
1). Muntah psikogenik
2). Peningkatan tekanan intracranial (efusi subdural atau hematoma, edema
otak, atau tumor, hidrosefalus, meningoesensefalitis, sindroma reye)
3). Valvulus (migraine, hipertensi)
4). Kejang
5). Penyakit vestibuler ‘motion sickness”
b. Simulasi pada “Chemoreceptor Trigger Zone”
1). Obat-obatan: opiate, ipecac, digoksin, antikonvulsan
2). Toksin
3). Produk metabolism:
 Asidemia, ketonemia, (diabetic ketoasidosis, lactic asidosis,
fenilketonuria, renal tubular asidosis)
 Aminoasidemia (tirosinemia, hipervalinemia, lisinurua)
 Asidemia organis
 Hiperamonemia
c. Stimulasi pada reseptor perifer gastrointestinalis atau obstruksi traktus
gastrointestinal atau keduanya
1). Faringeal: reflex menelan (secret sinusitis, “self induced rumination”)
2). Esofageal
 Fungsional : refluks, akalasia, dismotilitas esophageal
 Struktural : Striktura, cincin, atresia, dll
3). Gastrik
 Ulkus peptikum, infeksi, dismotilitas/gastroparesis
 Obstruksi (benzoar, stenosis piloris, penyakit granulomatosus kronik)

25
3.2.4. Penatalaksanaan Muntah
Terapi Farmakologis muntah pada bayi dan anak adalah sebagai berikut:
a. Antagonis Dopamin
Tidak diperlukan pada muntah akut disebabkan infeksi gastrointestinal karena
biasanya merupakan self limited. Obat-obatan antiemetic biasanya diperlukan
pada muntah pasca operasi, mabuk perjalanan, muntah yang disebabkan oleh
obat-obatan sitotoksik dan penyakit refluks gastrointestinal. Contohnya,
Metoklopramid dengan dosis 0,1 mg/kg/kali PO 3-4 kali /hari. Obat ini sudah
jarang digunakan karena memiliki efek ekstrapiramidal seperti reaksi dystonia
dan diskinetik serta krisis okulonergik. Domperidone adalah obat pilihan yang
paling banyak digunakan karena lebih aman. Domperidone merupakan
derivate benzimidazolin yang secara in vitro merupakan antagonis dopamine.
Domperidone mencegah refluks esophagus berdasarkan efek peningkatan
tonus sfingter esophagus bagian bawah.
b. Antagonis terhadap histamine (AH)
Diphenhydramine dan Dimenhydrinate (Dramamine) termasuk dalam
golongan etanolamin. Golongan etanolamin memiliki efek antiemetic paling
kuat di antara anti histamine (AH1) lainnya. Kedua obat ini bermanfaat untuk
mengatasi mabuk perjalanan (motion sickness) atau kelainan vestibuler.
Dosisnya oral: 1-1,5 mg/kgBB/hari dibagi dalam 4-6 dosis.
c. Prokloperazine dan Klorpromerazin
Merupakan derivate fenotiazine. Dapat mengurangi atau mencegah muntah
yang disebabkan oleh ransangan pada CTZ. Mempunyai efek kombinasi
antikolinergik atau antihistamin untuk mengatasi muntah akibat obat-obatan,
radiasi dan gastroenteritis. Hanya boleh digunakan untuk anak diatas 2 tahun
dengan dosis 0,4-0,6 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3-4 dosis.
d. Antikolinergik
Skopolamine dapat juga memberikan perbaikan pada muntah karena faktor
vestibular atau stimulus oleh mediator proemetik. Dosis yang digunakan

26
adalah 0,6 mikogram/kgBB/hari dibagi dalam 4 dosis dengan dosis maksimal
0,3 mg per dosis.
e. 5-HT3 antagonis serotonin
Ondansentron adalah golongan antagonis 5-HT3 reseptor serotonin selektif
yang digunakan terutama sebagai antiemetik untuk mengobati mual dan
muntah. Ondansentron yang diberikan peroral dapat diserap secara baik di
gastrointestinal dan mencapai kadar puncak pada plasma 1-2 jam setelah
pemberian. Ondansentron aman dan efektif untuk mencegah mual dan muntah
pada pasien kemoterapi dan radiasi yang merangsang terjadinya muntah serta
pada pasien post operasi. Ondansentron bekerja pada saraf sentral maupun
perifer.

Ondansentron menurunkan aktivitas nervus vagus, yang mana menghambat


pusat muntah di medulla oblongata dan juga memblok reseptor serotonin di
CTZ. Efikasi ondansentron pada pasien anak dengan diare sering dilakukan
penelitian pada 20 tahun terakhir karena ondansentron cenderung aman dan
belum pernah dilaporkan adanya efek samping akibat penggunaan
ondansentron.

Ondansetron ialah suatu antagonis 5-HT3 yang sangat selektif dapat menekan
mual dan muntah karena agen sitostatik. Mekanisme kerjanya dengan
mengantagonis reseptor 5-HT3 yang terdapat pada chemoreceptor trigger
zone di area postrema otak dan pada aferen vagal saluran cerna. Serotonin 5-
HT3 merupakan zat yang dilepaskan jika terdapat toksin dalam saluran cerna,
berikatan dengan reseptornya akan merangsang saraf vagus menyampaikan ke
CTZ dan pusat muntah.

Terapi Ondansentron oral, sebagai dosis tunggal, dapat diberikan pada anak
usia 6 bulan hingga 5 tahun yang datang ke Unit Gawat Darurat (UGD)
dengan dehidrasi ringan-sedang akibat muntah atau yang gagal dengan terapi
rehidrasi oral. Efek samping tersering ondansentron adalah diare, sehingga

27
ondansentron tidak direkomendasikan pada anak dengan diare yang profus.
Dosis regimen ini sesuai dengan berat badan, yaitu 0,15 mg/kgBB/kali.

Terapi rehidrasi oral dimulai 15 hingga 30 menit setelah terapi oral


ondansentron. Obat Ondansentron, juga memiliki risiko untuk gangguan irama
jantung. Pada pemberian dosis tunggal 32 mg intra vena, penggunaan
ondansentron harus lebih hati-hati dan perlu dilakukan monitoring dengan
memantau EKG. Kondisi yang disarankan lebih hati-hati dalam memantau
ondansentron antara lain pasien dengan bakat gangguan irama jantung, yaitu
pasien dengan congenital long QT syndrome, gangguan mineral misalnya
hipokalemia, hipomagnesia, gagal jantung, bradikardia dan penggunaan
bersama obat-obatan yang mengakibatkan pemanjangan interval QT.

3.1.5. Komplikasi Muntah


a. Komplikasi Metabolik

Dehidrasi, alkalosis metabolik, gangguan elektrolit dan asam basa,


deplesi kalium, natrium. Dehidrasi terjadi sebagai akibat dari hilangnya
cairan lewat muntah atau masukan yang kurang oleh karena selalu
muntah. Alkalosis sebagai akibat dari hilangnya asam lambung, hal ini
diperberat oleh masuknya ion hidrogen ke dalam sel karena defisiensi
kalium dan berkurangnya natrium ekstraseluler. Kalium dapat hilang
bersama bahan muntahan dan keluar lewat ginjal bersama-sama
bikarbonat. Natrium dapat hilang lewat muntah dan urine. Pada keadaan
alkalosis yang berat, pH urine dapat 7 atau 8, kadar natrium dan
kalium urine tinggi walaupun terjadi deplesi Natrium dan Kalium.
b. Gagal Tumbuh Kembang

Muntah berulang dan cukup hebat menyebabkan gangguan gizi karena


intake menjadi sangat berkurang dan bila hal ini terjadi cukup lama,
maka akan terjadi kegagalan tumbuh kembang.
c. Aspirasi Isi Lambung

28
Aspirasi bahan muntahan dapat menyebabkan asfiksia. Episode aspirasi
ringan berulang menyebabkan timbulnya infeksi saluran nafas
berulang. Hal ini terjadi sebagai konsekuensi GERD.
d. Mallory Weiss Syndrome

Merupakan laserasi linier pada mukosa perbatasan esofagus dan


lambung. Biasanya terjadi pada muntah hebat berlangsung lama. Pada
pemeriksaan endoskopi ditemukan kemerahan pada mukosa esofagus
bagian bawah daerah LES. Dalam waktu singkat akan sembuh. Bila
anemia terjadi karena perdarahan hebat perlu dilakukan transfusi darah
e. Peptic Esophagitis
Akibat refluks berkepanjangan pada muntah kronik menyebabkan iritasi
mukosa esophagus oleh asam lambung.

3.2.6. Prognosis Muntah

Prognosis pasien dengan gejala muntah tergantung pada derajat dehidrasi


dan penatalaksanaan dehidrasi, etiologi penyakit yang menyebabkan
muntah, serta komplikasi yang terjadi dari muntah itu sendiri.

3.3 Faringitis Akut

3.3.1. Definisi Faringitis Akut

Faringitis adalah inflamasi atau infeksi dari membran mukosa faring atau dapat
juga tonsilopalatina. Faringitis akut biasanya merupakan bagian dari infeksi akut
orofaring yaitu tonsilo faringitis akut atau bagian dari influenza (rinofaringitis).
Faringitis akut adalah infeksi pada faring yang disebabkan oleh virus atau bakteri,
yang ditandai oleh adanya nyeri tenggorokan, faring eksudat dan hiperemis,
demam, pembesaran kelenjar getah bening leher dan malaise.

29
3.3.2. Epidemiologi Faringitis Akut

Setiap tahunnya ± 40 juta orang mengunjungi pusat pelayanankesehatan karena


faringitis. Anak-anak dan orang dewasa umumnya mengalami 3−5 kali infeksi
virus pada saluran pernafasan atas termasuk faringitis.

Frekuensi munculnya faringitis lebih sering pada populasi anak-anak. Kira-kira


15−30% kasus faringitis pada anak-anak usia sekolah dan 10% kasus faringitis
pada orang dewasa. Biasanya terjadi pada musim dingin yaitu akibat dari
infeksiStreptococcusß hemolyticus group A. Faringitis jarang terjadi pada anak-
anak kurang dari tiga tahun.

3.3.3. Etiologi Faringitis Akut

Faringitis bisa disebabkan oleh virus maupun bakteri.

-Virus yaitu Rhinovirus, Adenovirus, Parainfluenza, Coxsackievirus, Epstein –


Barr virus, Herpes virus.

-Bakteri yaitu, Streptococcusß hemolyticus group A, Chlamydia,


Corynebacterium diphtheriae, Hemophilus influenzae, Neisseria gonorrhoeae.

-Jamur yaitu Candida jarang terjadi kecuali pada penderita imunokompromis yaitu
mereka dengan HIV dan AIDS, Iritasi makanan yang merangsang sering
merupakan faktor pencetus atau yang memperberat.

3.3.4. Patofisiologi Faringitis Akut

Pada faringitis yang disebabkan infeksi, bakteri ataupun virus dapat secara langsung
menginvasi mukosa faring dan akan menyebabkan respon inflamasi lokal. Kuman
akan menginfiltrasi lapisan epitel, lalu akan mengikis epitel sehingga jaringan
limfoid superfisial bereaksi dan akan terjadi pembendungan radang dengan infiltrasi
leukosit polimorfonuklear.

30
Pada stadium awal terdapat hiperemis, kemudian edema dan sekresi yang
meningkat. Pada awalnya eksudat bersifat serosa tapi menjadi menebal dan
kemudian cenderung menjadi kering dan dapat melekat pada dinding faring.
Dengan keadaan hiperemis, pembuluh darah dinding faring akan melebar. Bentuk
sumbatan yang berwarna kuning, putih atau abu-abu akan didapatkan di dalam
folikel atau jaringan limfoid. Tampak bahwa folikel limfoid dan bercak-bercak pada
dinding faring posterior atau yang terletak lebih ke lateral akan menjadi meradang
dan membengkak. Virus-virus seperti Rhinovirus dan Corona virus dapat
menyebabkan iritasi sekunder pada mukosa faring akibat sekresi nasal.

Infeksi streptococcal memiliki karakteristik khusus yaitu invasi lokal dan pelepasan
extracelullar toxins dan protease yang dapat menyebabkan kerusakan jaringan yang
hebat karena fragmen M protein dari Streptococcusß hemolyticus group Amemiliki
struktur yang sama dengan sarkolema pada miokard dan dihubungkan dengan
demam reumatik dan kerusakan katub jantung. Selain itu juga dapat menyebabkan
glomerulonefritis akut karena fungsi glomerulus terganggu akibat terbentuknya
kompleks antigen-antibodi..

31
3.3.5. Tanda dan Gejala Faringitis Akut

Tanda dan gejala yang ditimbulkan faringitis tergantung pada mikroorganisme


yang menginfeksi. Secara garis besar faringitis menunjukkan tanda dan gejala
umum seperti lemas, anorexia, demam, suara serak, kaku dan sakit pada otot
leher.Gejala khas berdasarkan jenisnya, yaitu:

a.Faringitis viral (umumnya oleh rhinovirus): diawali dengan gejala rhinitis dan
beberapa harikemudian timbul faringitis. Gejala lain demam disertai rinorea dan
mual.

b.Faringitis bakterial: nyeri kepala hebat, muntah, kadang disertai demam dengan
suhu yang tinggi, jarang disertai batuk.

c.Faringitis fungal: terutama nyeri tenggorok dan nyeri menelan.

32
d.Faringitis kronik hiperplastik: mula-mula tenggorok kering, gatal dan akhirnya
batuk yang berdahak.

e.Faringitis atrofi: umumnya tenggorokan kering dan tebal serta mulut berbau.

f.Faringitis tuberkulosis: nyeri hebat pada faring dan tidak berespon


denganpengobatan bakterial non spesifik.

g.Bila dicurigai faringitis gonorea atau faringitis luetika, ditanyakan riwayat


hubungan seksual.

3.3.6. Penegakkan Diagnosis Faringitis Akut

Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik

Faringitis disebabkan karena bakteri

• Demam atau menggigil

• Nyeri menelan dan Batuk

• Tidak mau makan/ menelan & Anoreksia

• Onset mendadak dari nyeri tenggorokan

• Faring posterior merah dan bengkak

• Terdapat folikel bereksudat dan purulen di dinding faring

• Pembesaran kelenjar getah bening leher bagian anterior

Faringitis disebabkan karena virus

• Onset radang tenggorokannya lambat & progresif

• Malaise ringan

• Batuk disertai Suara serak

33
• Nyeri menelan

• Demam

• Faring posterior merah dan bengkak

• Kongesti nasal

Gambar 4. Temuan Faring Pada Faringitis

3.3.7. Pemeriksaan Penunjang Faringitis Akut


o Baku emas: Pemeriksaan kultur apusan tenggorok
o Rapid antigen detection test  mendeteksi antigen Streptokokus grup A

o Tes antibodi terhadap streptococcus (ASTO)

3.3.8. Tatalaksana Faringitis Akut

Tatalaksana umum & simptomatis

 Istirahat cukup
 Pemberian nutrisi dan cairan yang cukup
 Pemberian obat kumur dan obat hisap pada anak yang lebih besar untuk
mengurangi nyeri tenggorok

34
Pemberian antipiretik
Dewasa
← Parasetamol 250 atau 500 mg
← Ibuprofen 200 mg 1 – 2 tablet 4 x sehari
Anak-anak
← Parasetamol diberikan 3 kali sehari dengan dosis 10 – 15 mg/ kgBB/ x beri

Terapi anti viral


← Faringitis yang disebabkan oleh virus dapat sembuh sendiri tanpa pengobatan
← Dengan terapi simptomatis

Terapi antibiotik jika diduga ada infeksi


Golongan penisilin
← Penisilin V oral 15 - 30 mg/ kgBB/ hari dibagi 2 – 3 dosis selama 10 hari
← Amoksisilin 50mg/ kgBB/ hari dibagi 2 selama 6 hari
← Eritromisin 40 mg/ kgBB/ hari
← Azitromisin dosis tunggal 10 mg/ kgBB/ hari selama 3 hari
Tidak dianjurkan antibiotik golongan sefalosporin generasi I dan II karena resiko
resistensi lebih besar

35
BAB IV
ANALISA KASUS

4.1 DISKUSI
Pasien anak perempuan berusia 3 tahun, yang dibawa oleh orang tuanya ke Puskesmas Satelit
dengan keluhan muntah sejak 1 hari sebelumnya sebanyak 5 kali. Berdasarkan anamnesis, pasien
tersebut mengalami vomitus, dimana pasien mengeluarkan isi lambung secara paksa melalui
mulut disertai kontraksi lambung dan abdomen. Pada pasien muntah, perlu ditanyakan hal-hal
sebagai berikut:lama muntah, frekuensi, volume, warna, konsistensi, ada/tidak sisa makanan, dan
faktor yang memicu terjadinya muntah. Bila disertai diare, perlu juga ditanyakan hal yang
serupa. Makanan dan minuman apa yang diberikan selama muntah, apakah masih dapat
mengkonsumsi makan dan minum selama muntah. Buang air kecil pada pasien biasa, berkurang,
jarang atau tidak buang air kecil sama sekali dalam 6-8 jam terakhir. Adakah demam atau
penyakit lain yang menyertai atau mendahului sebelum terjadinya muntah seperti batuk, pilek,
otitis media, dan lain-lain. Pada pasien ini ditemukan bahwa sejak 1 hari sebelum ke puskesmas,
pasien muntah 5 kali berwarna kuning dan berisi makanan, jumlah 2 sendok makan. Pasien juga
mengeluhkan adanya batuk tanpa disertai pilek dan demam sejak 3 hari sebelum masuk ke IGD
Puskesmas Satelit. Pasien buang air kecil terakhir 4 jam sebelum masuk IGD sebanyak ¼ gelas
belimbing. Pasien makan makanan keluarga selama 3x/hari dan minum air putih sebanyak 8
gelas/hari, namun sejak pagi sebagian besar makanan dan minuman dimuntahkan.Pasien belum
pernah mengalami keluhan serupa sebelumnya. Tidak ditemukan keluhan serupa pada keluarga
maupun lingkungan sekitar pasien.

Etiologi dari muntah sendiri dibagi berdasarkan usia. Pada usia 2 bulan-5 tahun terdapat
beberapa penyebab muntah, yaitu massa intracranial, korpus alienum, gastroenteritis, trauma
kepala, hernia inkarserasi, intussusepsi, pottusive, pielonefritis. Selain itu faktor risiko lain yang
dapat menyebabkan terjadinya vomitus adalah adanya gag reflex, infeksi, riwayat kelainan

36
respiratori (faringitis, sinusitis, pneumonia, otitis, common cold), penyakit hepatobilier (hepatits,
cholecystitis, pancreatitis), cara pemberian minum yang salah, dan intoleransi makanan. Pada
pasien ini ditemukan faktor risiko berupa faringitis yang dapat menyebabkan terjadinya vomitus.
Pasien ini juga didapatkan muntah setiap makan dan minum maka kemungkinan penyebab
muntah adanya ulkus atau psikogenik.

Pada pemeriksaan fisik, pasien muntah perlu diperiksa: berat badan, suhu tubuh, frekuensi
denyut jantung , tekanan darah dan pernafasan. Selanjutnya perlu dicari tanda-tanda dehidrasi.
Pada pemeriksaan fisik, keadaan umum pasien tampak sakit sedang, lemah, compos mentis,
tampak haus, gizi kesan baik sedangkan pada vital sign dalam batas normal. Penilaian berat atau
derajat dehidrasi dapat ditentukan dengan cara objektif yaitu dengan membandingkan berat
badan sebelum dan selama muntah. Secara objektif, tidak ditemukan penurunan berat badan pada
pasien ini.

Pasien menunjukan tanda utama dehidrasi yaitu tampak gelisah, pasien sudah tidak mau makan
dan minum, turgor kulit kulit menurun. Sedangkan tanda tambahan yang ditemukan berupa
ubun-ubun besar cekung, kelopak mata cekung, air mata berkurang, mukosa mulut, bibir dan
lidah masih basah serta akral hangat. Berdasaarkan kriteria WHO, pasien termasuk dalam
dehidrasi derajat sedang. Seperti yang sudah dijelaskan diatas, salah satu penyebab vomitus
adalah adanya kelainan respiratori berupa faringits, sinusitis, pneumonia dan lain-lain. Pada
anamnesis pasien didapatkan batuk sejak 4 hari sebelum masuk IGD dan pada pemeriksaan
status lokalis faring pasien menunjukan hiperemis.

Selain anamnesis dan pemeriksaan fisik, dilakukan pula pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan
laboratorium lengkap pada vomitus umumnya tidak diperlukan, namun pada pasien ditemukan
penyebab muntah yaitu faringitis, sehinga dilakukan pemeriksaan darah rutin. Pada pasien
didapatkan leukosit sedikit meningkat yaitu 10,300/dL. Pada pasien dengan keluhan muntah
biasanya didapatkan adanya ketidakseimbangan elektrolit berupa hipoklorida karena komponen
yang paling banyak dikeluarkan saat muntah adalah klorida (Cl-1). Pada pasien ini tidak
dilakukan pemeriksaan elektrolit.

37
Pada pasien dengan dehidrasi deisertai kecurigaan infeksi perlu dilakukan pemeriksaan widal,
IgG dan IgM dengue. Pemeriksaan widal, IgG dan IgM dengue menunjukan hasil negatif pada
pasien. Pemeriksaan ini dapat menyingkirkan sementara kecurigaan adanya thypoid maupun
dengue. Pemeriksaan makroskopik tinja perlu dilakukan pada penderita dengan vomitus yang
dicurigai penyebabnya gastroenteritis atau infeksi parasit. Pasien dengan vomitus yang
disebabkan karena gastroenteritis atau infeksi parasit biasanya ditemukan hasil biakan parasit.
Pada pasien tidak dilakukan pemeriksaan feses. Pemeriksaan urin rutin juga perlu dilakukan pada
pasien dengan vomitus yang masih belum diketahui etiologi pastinya. Pemeriksaan urin rutin ini
juga dapat memperlihatkan apakah terdapat infeksi saluran kemih atau adanya kelainan
metabolik yang dapat menyebabkan vomitus. Pada pasien ini didapatkan hasil normal, tidak
menunjukan adanya infeksi saluran kemih dan kelainan metabolik.

Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang tersebut tersebut
pasien didiagnosis dengan dehidrasi sedang ec vomitus disertai faringitis akut. Pasien ini
ditatakaksana dengan rawat inap di Puskesmas Satelit untuk monitoring dengan indikasi yaitu:
terdapat tanda-tanda dehidrasi sedang, intake sulit, dan menentukan etiologi yang pasti pada
pasien serta mengobati tanda-tanda infeksi.

Tatalaksana yang diberikan pada pasien yaitu dengan rehidrasi parenteral cairan ringer laktat
sebanyak 75ml//jam selama 3 jam. Perhitungan kebutuhan cairan didapatkan dari derajat
dehidrasi sedang yaitu dengan rumus 8 x BB pasien (15 kg). Terapi rumatan pada pasien
menggunakan rumus 4:2:1 berdasarkan rumus holiday segar. Pasien dengan BB 15 kg
mendapatkan cairan rumatan sebesar 50ml/jam (4x10kg+2x5kg). Berdasarkan guidline WHO
tahun 2015, cairan terbaik dan banyak tersedia yang direkomendasikan adalah ringer laktat.
Cairan ini mampu mengganti kehilangan chloride dan mengandung cukup laktat (yang
dimetabolisme menjadi bikarbonat) untuk mengoreksi adanya asidosis. Cairan ini dapat
digunakan pada segala usia yanga mengalami vomitus dengan etiologi yang bervariasi. Cairan
ringer asetat maupun ringer laktat merupakan cairan kristaloid berbasis asam yang mampu
mengkoreksi asidosis, yang memiliki perbedaan lokasi metabolisme terutama di otot.

38
Prinsip terapi pada pasien dengan vomitus adalah dengan mengatasi keadaan hipovolemi dan
gangguan elektrolit. Serta terapi vomitus ditujukan untuk penyebab spesifik muntah yang dapat
diidentifikasi. Terapi yang dapat digunakan adalah antagonis dopamine, antagonis histamin,
derivat fenotiazine, antikolinergik dan 5-HT3 antagonis serotonis. Pada pasien penyebab vomitus
masih tidak diketahui secara pasti. Serta saat penegakan diagnosis vomitus pasien ini disebabkan
karena faringitis yang merupakan self limited disease dan tidak memerlukan pengobatan spesifik,
kecuali gejala memberat dan tidak ada perbaikan. Pada pasien diberikan ondansentron yang
merupakan 5-HT3 antagonis reseptor dengan dosis 0,15mg/kgBB IV setiap 8 jam. Mekanisme
kerja obat tersebut yaitu mengantagonisasi reseptor 5-HT yang terdapat pada CTZ di area
postrema otak dan mungkin juga pada aferen vagal saluran cerna.

Pemberian obat batuk berupa Glyceryl Guaiacolate 100 mg dengan 3x1 tablet per hari sebagai
ekspektoran untuk meringankan batuk produktif. Tatalaksana faringitis akut dengan
menggunakan antibiotik berupa amoksisilin 500 mg dengan dosis 3x1 tablet per hari sudah
sesuai dengan tinjauan pustaka yang ada. Edukasi kepada pasien berupa istirahat yang cukup
denan asupan cairan yang sesuai dengan kebutuhan tubuh per hari. Pencegahan dehidrasi
berulang penting diinformasikan kepada keluarga pasien. Pencegahan dapat berupa menghindari
faktor pencetus yang menyebabkan kehilangan cairan seperti muntah, diare dan berkeringat
berlebihan. Edukasi mengenai komplikasi dehidrasi yang dapat membahayakan kondisi pasien
perlu diingat oleh keluarga untuk cepat berobat bila keluhan serupa muncul. Follow up penyakit
perlu dilakukan oleh dokter untuk menilai perkembangan keadaan pasien.

39
BAB V
PENUTUP

5.1. Kesimpulan
Dehidrasi merupakan salah satu komplikasi yang disebabkan karena muntah atau vomitus.
Dehidrasi adalah istilah yang digunakan ketika tubuh kehilangan terlalu banyak air. Ketika
seseorang muntah yang berlebihan, tubuh tidak dapat menahan kehilangan cairan dan
terjadilah dehidrasi. Dehidrasi berat adalah keadaan darurat medis dan dapat mengancam
jiwa. Di Provinsi Lampung pada tahun 2019, Kota Bandar Lampung memiliki penderita
dehidrasi sebanyak 5000 kasus. Di Puskesmas Rawat Inap Satelit sendiri kasus dehidrasi
karena muntah pada anak berkisar <1% kasus dalam 3 bulan terakhir. Berdasarkan hasil
anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang tersebut tersebut pasien
didiagnosis dengan dehidrasi sedang ec vomitus disertai faringitis akut. Pasien ini
ditatakaksana dengan rawat inap di Puskesmas Satelit untuk monitoring dengan indikasi
yaitu: terdapat tanda-tanda dehidrasi sedang, intake sulit, dan menentukan etiologi yang
pasti pada pasien serta mengobati tanda-tanda infeksi. Tatalaksana yang diberikan pada
pasien yaitu dengan rehidrasi parenteral cairan ringer laktat sebanyak 75ml//jam selama 3
jam, ondansentron 0,15mg/kgBB IV setiap 8 jam, Glyceryl Guaiacolate 100 mg dengan 3x1
tablet per hari, amoksisilin 500 mg dengan dosis 3x1 tablet per hari. Edukasi kepada pasien
berupa istirahat yang cukup denan asupan cairan yang sesuai dengan kebutuhan tubuh per
hari. Pencegahan dehidrasi berulang penting diinformasikan kepada keluarga pasien.
Pencegahan dapat berupa menghindari faktor pencetus yang menyebabkan kehilangan cairan
seperti muntah, diare dan berkeringat berlebihan.

40
5.2. Saran
a. Bagi Penderita Dehidrasi
Pasien diharapkan dapat mengerti mengenai pengertian hingga penatalaksanaan yang
tepat pada penyakitnya.
b. Bagi Keluarga
Keluarga diharapkan dapat membantu untuk mengawasi dan memberi dukungan kepada
pasien.
c. Bagi Tenaga Kesehatan
Tenaga kesehatan diharapkan dapat memberikan pelayanan terpadu yaitu degan
mendiagnosis hingga memberikan pengobatan dan edukasi yang tepat kepada pasien
dengan dehidrasi ec vomitus disertai faringitis akut.

41
DAFTAR PUSTAKA

1. Charles A. Pohl, Leonard G.Gomella, series editor. Pediatrics on call. Lange


medical book/McGraw-Hill. 2016:435
2. Cortés DO, Bonor AR, Vincent JL. 2014. Isotonic crystalloid solutions: a
structured review of the literature. Br. J. Anest
3. Hassan R, Alatas H (2017). Ilmu Kesehatan Anak, Buku Kuliah 2. Jakarta: FK
UI. Guyton and Hall, 1996. Textbook of medical physiology. 9th Ed. W. B
Saunders Company. Philadelphia.

4. Lindley, Keith J, Andrews, Paul L. Pathogenesis and treatment of cyclical


vomiting. Journal of Pediatric Gastroenterology and Nutrition [serial online]
2015 September. Philadelphia.. Available from URL : www.jpgn.org.usponegoro
hardiyono et al, 2014, Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak: edisi I, Ikatan
Dokter Anak Indonesia.
5. Scruggs, Karen and Johnson, Michael. 2014. Persistent vomiting in pediatric
treatment guidelines. Current Clinical Strategies. USA; p : 129-133
6. Subagyo B, Santosa N (2019).  Buku Ajar Gastroenterologi-Hepatologi Jilid I .
Jakarta: IDAI.

7. Zander R. 2019. Fluid Management Second expanded edition. Bibliomed  – 


Medizinische Verlagsgesellschaft mbH, Melsungen.

42

Anda mungkin juga menyukai