Anda di halaman 1dari 40

Laporan Kasus

GASTROENTERITIS AKUT DENGAN


DEHIDRASI RINGAN SEDANG

Oleh:
dr. Fernanda Savitri Mega Pratistha, S.Ked

Pembimbing :
dr. I Nyoman Sartika, M.Kes., Sp.A

Pendamping :
dr. Ni Made Murtini, MARS
dr. I Nyoman Darsana, M.Biomed, Sp.S

DALAM RANGKA MENGIKUTI PROGRAM INTERNSIP DOKTER


INDONESIA
RS BHAYANGKARA POLDA BALI
2020

i
PERSETUJUAN
LAPORAN KASUS

Judul :
GASTROENTERITIS AKUT DAN DEHIDRASI RINGAN SEDANG

Penyusun :
dr. Fernanda Savitri Mega Pratistha, S.Ked

Telah disetujui oleh


Pembimbing

dr. I Nyoman Sartika, M.Kes., Sp.A

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena
dengan rakhmatnya maka laporan kasus yang dengan judul “Gastroenteritis Akut
dan Dehidrasi Ringan Sedang” ini dapat selesai pada waktunya. Laporan kasus ini
disusun sebagai salah satu syarat mengikuti Program Internsip Dokter Indonesia
Angkatan III Periode 2020-2021
Dalam Penyusunan Laporan ini, penulis mendapatkan banyak bimbingan,
informasi dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini,
penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada :
Ucapan terima kasih penulis tujukan kepada:
1. dr. Ni Made Murtini, MARS selaku Kepala Rumah Sakit Bhayangkara
Polda Bali Denpasar sekaligus pembimbing wahana;
2. dr. I Nyoman Darsana, M.Biomed, Sp.S selaku pendamping wahana di RS
Bhayangkara Polda Bali Denpasar.
3. dr. I Nyoman Sartika, M.Kes., Sp.A selaku pembimbing dalam
penyusunan laporan kasus
4. Teman-teman yang turut membantu penyelesaian makalah ini
5. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam penyusunan laporan
kasus ini.
Penulis menyadari laporan ini masih jauh dari sempurna dan banyak
kekurangan, sehingga saran dan kritik pembaca yang bersifat membangun sangat
penulis harapkan untuk kesempurnaan laporan responsi kasus ini. Semoga tulisan
ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Denpasar, November 2020

Penulis

iii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .....................................................................................i


DAFTAR ISI ...................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .....................................................................7
2.1 Definisi................................................................................................7
2.2 Fisiologi...............................................................................................7
2.3 Etiologi................................................................................................7
2.4 Faktor Risiko ......................................................................................10
2.5 Klasifikasi............................................................................................12
2.5.1 Berdasarkan derajat dehidrasi......................................................12
2.5.2 Berdasarkan lama waktu diare.....................................................13
2.6 Patofisiologi ........................................................................................13
2.7 Gejala Klinis........................................................................................15
2.8 Diagnosis.............................................................................................16
2.9 Penatalaksanaan...................................................................................18
2.10 Pencegahan........................................................................................21
2.11 Komplikasi.........................................................................................22
2.12 Prognosis...........................................................................................22
BAB III LAPORAN KASUS ..........................................................................23
3.1 Identitas Pasien....................................................................................23
3.2 Anamnesis ..........................................................................................23
3.3 Pemeriksaan Fisik ...............................................................................26
3.4 Pemeriksaan Penunjang ......................................................................28
3.5 Ringkasan ...........................................................................................29
3.6 Daftar Masalah....................................................................................30
3.7 Analisa Masalah..................................................................................30
3.8 Penatalaksanaan...................................................................................30
3.9 Follow Up............................................................................................31
BAB IV PEMBAHASAN ...............................................................................32

iv
BAB V SIMPULAN ........................................................................................36
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................38

v
BAB I
PENDAHULUAN

Gastroenteritis (GE) atau lebih sering disebut diare merupakan keadaan


buang air besar encer lebih dari 3 kali per hari. Buang air besar encer atau air ini
dapat/tanpa disertai lendir dan darah.1 Gastroenteritis (GE) atau diare masih
menjadi salah satu penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada anak di negara
berkembang termasuk di Indonesia dan merupakan salah satu penyebab kematian
dan kesakitan tinggi pada anak terutama usia di bawah 5 tahun. Di dunia sebanyak
6 juta anak meninggal tiap tahunnya karena diare dan sebagian besar kejadian
tersebut terjadi di negara berkembang. Sebagai gambaran 17% kematian anak di
dunia disebabkan oleh diare.2,3
Di seluruh dunia, episode diare pada anak-anak di bawah 5 tahun adalah
sekitar 1,7 miliar episode setiap tahun, yang menyebabkan 124 juta kunjungan
klinik, 9 juta rawat inap, dan 1,34 juta kematian, dengan lebih dari 98% kematian
ini terjadi di negara berkembang.3
Di Indonesia penyakit diare menjadi beban ekonomi yang tinggi di sector
kesehatan oleh karena rata-rata sekitar 30% dari jumlah tempat tidur yang ada di
rumah sakit ditempati oleh bayi dan anak dengan penyakit diare selain itu juga
dipelayanan kesehatan primer, diare masih menempati urutan kedua dalam urutan
10 penyakit terbanyak dipopulasi.3
Berdasarkan hasil Rikesdas (2013) period prevalen diare di Indoneisa pada
Riskesdas 2013 (3,5%) lebih kecil dari Riskesdas 2007 (9,0%). Penurunan period
prevalen yang tinggi ini dimungkinkan karena waktu pengambilan sampel yang
tidak sama antara 2007 dan 2013. Pada Riskesdas 2013 sampel diambil dalam
rentang waktu yang lebih singkat. Insiden diare untuk seluruh kelompok umur di
Indonesia adalah 3.5 persen. Insiden diare di Sumatera Utara adalah 3.3 persen
sementara period prevalence diare di Sumatera Utara adalah 6.7 persen.4
Kematian akibat gastroenteritis biasanya bukan karena adanya infeksi dari
bakteri atau virus tetapi karena terjadi dehidrasi, dimana pada diare yang hebat
anak akan mengalami buang air besar dalam bentuk cair beberapa kali dalam

6
sehari dan sering disertai dengan muntah, panas, bahkan kejang. Oleh karena itu,
tubuh akan kehilangan banyak air dan garam–garam sehingga dapat
mengakibatkan dehidrasi, asidosis, hipoglikemis, yang tidak jarang akan berakhir
dengan shock dan kematian. Pada bayi dan anak- anak kondisi ini lebih berbahaya
karena cadangan intrasel dalam tubuh mereka kecil dan cairan ekstra selnya lebih
mudah dilepaskan jika dibandingkan oleh orang dewasa.5

7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Defenisi
Gastroenteritis (GE) adalah peradangan mukosa lambung dan usus halus
yang ditandai dengan diare dan gejala pada saluran cerna berupa muntah, demam,
rasa tidak enak di perut dan menurunnya nafsu makan. 5 Diare merupakan suatu
kondisi berupa perubahan konsistensi feses menjadi lembek atau cair dan
meningkatnya frekuensi BAB yang lebih sering dari biasanya yakni ≥ 3 kali
dalam 24 jam. Diare terjadi karena kandungan air di dalam tinja melebihi normal
(10 mL/KgBB/hari).5

2.2. Fisiologi
Dalam lambung makanan dicerna menjadi “bubur” (chymus), kemudian
diteruskan ke usus halus untuk diuraikan lebih lanjut oleh enzim-enzim
pencernaan. Setelah zat-zat gizi diresorpsi oleh vili ke dalam darah, sisa chymus
yang terdiri dari 90% air dan sisa makanan yang sukar dicernakan, diteruskan ke
usus besar (colon). Bakteri-bakteri yang biasanya berada di sini (flora)
mencernakan lagi sisa-sisa (serat-serat) tersebut, sehingga sebagian besar
daripadanya dapat diserap pula selama perjalanan melalui usus besar. airnya juga
diresorbsi kembali, sehingga lambat laun isi usus menjadi lebih padat dan
dikeluarkan dari tubuh sebagai tinja.6

2.3. Etiologi
Infeksi penyebab gastroenteritis dapat berupa virus, bakteri, parasit dimana
infeksi terbanyak disebabkan oleh rotavirus (20-40%).7,8
a. Virus
 Rotavirus
Rotavirus adalah virus yang paling sering menyebabkan diare yang
parah pada anak-anak di Amerika Serikat. Rotavirus menginfeksi
enterosit yang matur pada ujung vili usus halus dan menyebabkan

8
atrofi epitelium vilus, hal ini dikompensasi dengan repopulasi dari
epitelium oleh immature secretor cell, dengan hiperplasia sekunder
dari kripta. Sudah dikemukakan bahwa terjadi kerusakan selular yang
merupakan akibat sekunder dari iskemi vilus. Mekanisme yang
menginduksi terjadinya diare akibat virus ini belum sepenuhnya
dimengerti, tetapi ada yang mengatakan bahwa diare muncul dimediasi
oleh penyerapan epitelium vilus yang relatif menurun berhubungan
dengan kapasitas sekretori dari sel kripta. Terdapat juga hilangnya
permeabilitas usus terhadap makromolekul seperti laktosa, akibat
penurunan disakaridase pada usus. Sistem saraf enterik juga
distimulasi oleh virus ini, menyebabkan induksi sekresi air dan
elektrolit. Hal ini menyebabkan terjadinya diare.
b. Bakteri
 Salmonella
Infeksi salmonella kebanyakan melalui makanan atau minuman
yang tercemar kuman salmonella. Sekitar 40000 kasus salmonella
gastroenteritis dilaporkan setiap tahun. Salmonella mencapai usus
melalui proses pencernaan. Asam lambung bersifat letal terhadap
organisme ini tapi sejumlah besar bakteri dapat menghadapinya
dengan mekanisme pertahanan. Pasien dengan gastrektomi atau sedang
mengkonsumsi bahan yang menghambat pengeluaran asam lambung
lebih cenderung mengalami infeksi salmonella. Salmonella dapat
menembus lapisan epitel sampai ke lamina propria dan mencetuskan
respon leukosit. Beberapa spesies seperti Salmonella choleraesuis dan
Salmonella typhi dapat mencapai sirkulasi melalui sistem limfatik.
Salmonella menyebabkan diare melalui beberapa mekanisme.
Beberapa toksin telah diidentifikasi dan prostaglandin yang
menstimulasi sekresi aktif cairan dan elektrolit mungkin dihasilkan
 Shigella
Shigella tertentu melekat pada tempat perlekatan pada permukaan
sel mukosa usus. Organisme ini menembus sel dan berproliferasi.

9
Multiplikasi intraepitel merusak sel dan mengakibatkan ulserasi
mukosa usus. Invasi epitelium menyebabkan respon inflamasi. Pada
dasar lesi ulserasi, erosi pembuluh darah mungkin menyebabkan
perdarahan. Spesies Shigella yang lain menghasilkan exotoksin yang
dapat menyebabkan diare.
 E. Coli
E. coli terdapat sebagai komensal dalam usus manusia mulai dari
lahir sampai meninggal. Walaupun umumnya tidak berbahaya , tetapi
beberapa jenis dapat menyebabkan gastroenteritis. E. coli yang dapat
menyebabkan diare dibagi dalam tiga golongan, yaitu:
- Enteropathogenic (EPEC) : tipe klasik
- Enterotoxigenic (ETEC)
- Enteroinvasive (EIEC)
c. Parasit
 Giardia lamblia
Giardia adalah protozoa yang memiliki flagel, ditransmisikan
melalui jalur fekal-oral melalui makanan atau air yang terkontaminasi
feses. Setelah ditelan dalam bentuk kista eksitasi melepaskan
organisme di bagian atas usus halus. Giardia kemudian melekat pada
permukaan membran brush border enterosit. Bakteri ini menyebabkan
lesi sehingga terjadi defisiensi laktosa dan malabsorbsi.
 Cryptosporidium
Organisme ini ditransmisikan melalui berbagai cara yang
mencakup fekal-oral, tangan ke mulut, dan orang ke orang melalui
makanan, air, atau hewan peliharaan yang terkontaminasi terutama
kucing.
 Entamoeba histolytica
Protozoa ini ditransmisikan melalui jalur fekal-oral. Infeksi
protozoa ini dimulai dengan tertelannya dalam bentuk kista. Eksitasi
terjadi pada kolon kemudian dilepaskan dalam bentuk trofozoid yang

10
selanjutnya menginvasi mukosa mengakibatkan peradangan dan
ulserasi mukosa.
Tabel 2.1 Gejala Khas Diare Akut oleh Berbagai Penyebab

2.4 Faktor Resiko


 Faktor Lingkungan
Faktor ini berkaitan dengan kebersihan lingkungan sekitar anak. Ruang
lingkup lingkungan yang dimaksud seperti perumahan, pembuangan
kotoran dan sampah, penyediaan air bersih, dan pembuangan limbah.
Pengelolaan kebersihan lingkungan ini penting untuk memutuskan
rantai transmisi fekal oral. Faktor lingkungan antar sesama juga
menjadi perhatian agar tidak menularkan satu dengan lainnya.9
 Faktor Sosiodemografi
Faktor sosiodemografi yang berpengaruh terhadap kejadian diare
adalah pendidikan, pekerjaan orang tua, dan usia anak. Jenjang
pendidikan penting untuk memudahkan seseorang menerima informasi
khususnya terkait penyakit diare. Terdapat hubungan yang signifikan
dengan tingkat korelasi kuat antara tingkat pendidikan ibu dengan

11
perilaku pencegahan diare pada anak. Semakin tinggi tingkat
pendidikan maka perilaku pencegahan terhadap penyakit diare akan
semakin baik.9
Pendapatan, status sosial, pendidikan, status sosial ekonomi,
risiko cedera, atau masalah kesehatan dalam suatu kelompok populasi
dapat mencerminkan karakteristik pekerjaan seseorang. Kejadian diare
lebih sering muncul pada bayi dan balita yang status ekonomi
keluarganya rendah. Tingkat pendapatan yang baik memungkinkan
fasilitas kesehatan yang dimiliki mereka akan baik pula, seperti
penyediaan air bersih yang terjamin, penyediaan jamban sendiri, dan
jika mempunyai ternak akan diberikan kandang yang baik dan terjaga
kebersihannya. Faktor sosiodemografi lain yang dapat memengaruhi
kejadian diare adalah umur. Semakin muda usia anak, semakin tinggi
kecenderungan terserang diare. Daya tahan tubuh yang
rendahmembuat tingginya angka kejadian diare.9
 Faktor Perilaku
Pemberian air susu ibu (ASI) eksklusif dan kebiasaan mencuci tangan
merupakan faktor perilaku yang berpengaruh dalam penyebaran
kuman enterik dan menurunkan risiko terjadinya diare. Terdapat
hubungan antara pemberian ASI eksklusif dengan diare pada bayi
dibawah 3 tahun. Bayi yang tidak mendapat ASI eksklusif sebagian
besar (52.9%) menderita diare, sedangkan bayi dengan ASI eksklusif
hanya 32.31% yang menderita diare. Selain ASI, terdapat pula
personal higiene, yaitu upaya seseorang dalam memelihara kebersihan
dan kesehatan dirinya untuk memeroleh kesehatan fisik dan psikologis.
Kebiasaan tidak mencuci tangan dengan sabun setelah BAB
merupakan kebiasaan yang dapat membahayakan anak, terutama
ketika sang ibu memasak makanan dan menyuapi anaknya, maka
makanan tersebut dapat terkontaminasi oleh kuman sehingga dapat
menyebabkan diare. Perilaku yang dapat mengurangi risiko terjadinya
diare adalah mencuci sayur dan buah sebelum dikonsumsi, karena

12
salah satu penyebaran diare adalah melalui penyajian makanan yang
tidak matang atau mentah.9

2.5 Klasifikasi
2.5.1 Klasifikasi Diare pada Anak Berdasarkan Derajat Dehidrasi
Tabel 2.2 Penilaian Derajat Dehidrasi Berdasarkan MTBS

Dehidrasi Berat Terdapat dua atau lebih dari tanda-tanda berikut :


Letargi atau tidak sadar; mata cekung; tidak bisa minum atau
malas minum; cubitan kulit perut kembalinya sangat lambat.

Dehidrasi Terdapat dua atau lebih dari tanda-tanda berikut :


Ringan/Sedang Gelisah, rewel atau mudah marah; mata cekung; haus, minum
dengan lahap; cubitan kulit perut kembalinya lambat.

Tanpa Tidak cukup tanda-tanda untuk diklasifikasikan sebagai


Dehidrasi dehidrasi berat atau ringan/sedang.

Tabel 2.3 Penentuan Derajat Dehidrasi Menurut WHO

Tanda Derajat Dehidrasi


&Gejala Tanpa Ringan/Sedang Berat
Anamnesis
Diare Biasanya 1-3x 3x atau lebih Terus menerus
banyak
Muntah Tidak ada atau Kadang-kadang Kering
sedikit
Rasa haus Tidak ada atau Haus Haus sekali atau
sedikit tidak mau minum
Kencing Normal Sedikit, pekat Tidak kencing (6
jam)
Nafsu makan/ Normal Nafsu makan Nafsu makan tidak
aktifitas berkurang, aktifitas ada, anak sangat
menurun lemas

13
Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi
KU Baik Mengantuk/ gelisah Gelisah/ tidak sadar
Mata Normal Cekung Sangat cekung
Air Mata Ada Tidak ada Tidak ada
Mulut/Lidah Basah Kering Sangat kering
Nafas Normal Lebih cepat kering Cepat dan dalam
b. Palpasi
Turgor Kembali cepat Kembali pelan Kembali sangat pelan
(>2 detik)
Nadi Normal Lebih cepat Sangat cepat/ tidak
teraba
Ubun-ubun Normal Cekung Sangat cekung
c. Kehilangan Sedikit 5-9% >10%
Berat Badan
2 atau lebih 2 atau lebih gejala : 2 atau lebih gejala :
Kesimpulan gejala: Tanpa Dehidrasi ringan Dehidrasi berat
dehidrasi sedang

2.5.2 Berdasarkan Lama Waktu Diare


a. Diare Akut
Diare akut didefinisikan sebagai onset mendadak dari 3
atau lebih tinja lembek per hari dan berlangsung tidak lebih dari 14
hari8
b. Diare kronis atau persisten
Diare kronis atau persisten didefinisikan sebagai episode
yang berlangsung lebih lama dari 14 hari.8

2.6 Patofisologi
2 mekanisme utama yang bertanggung jawab untuk gastroenteritis akut
adalah (1) kerusakan pada sikat usus dari usus, menyebabkan malabsorpsi isi usus
dan menyebabkan diare osmotik, dan (2) pelepasan toksin yang mengikat reseptor

14
dan penyebab enterosit tertentu. pelepasan ion klorida ke dalam lumen usus,
menyebabkan diare sekretorik.8
 Diare Sekretorik
Diare sekretorik disebabkan sekresi air dan elektrolit ke dalam usus
halus. Hal ini terjadi bila absropsi natrium oleh vili gagal sedangkan
sekresi klorida di sel epitel berlangsung terus atau meningkat. Hasil akhir
adalah sekresi cairan yang mengakibatkan kehilangan air dan elektrolit
dari tubuh sebagai tinja cair. Hal ini menyebabkan terjadinya dehidrasi.
Pada diare yang terjadi karena infeksi, perubahan yang terjadi akibat
adanya rangsangan pada mukosa usus oleh toksin bakteri seperti
Escherichia coli dan Vibrio cholera atau virus (rotavirus). Diare sekretorik
disebabkan sekresi air dan elektrolit ke dalam usus halus. Hal ini terjadi
bila absorpsi natrium oleh vili gagal sedangkan sekresi klorida di sel epitel
berlangsung terus atau meningkat.7,8
Terdapat dua bahan yang menstimulasi sekresi lumen yaitu
enterotoksin bakteri dan bahan kimia yang dapat menstimulasi seperti
laksansia. Toksin penyebab diare ini terutama bekerja dengan cara
meningkatkan konsentrasi intrasel cAMP, cGMP, dan Ca dependen yang
selanjutnya akan meningkatkan protein kinase. Pengaktifan protein kinase
akan menyebabkan fosforilasi membran protein sehingga mengakibatkan
perubahan saluran ion, akan menyebabkan Cl di kripta keluar. Di sisi lain
terjadi peningkatan pompa natrium dan natrium masuk ke dalam lumen
usus bersama Cl.10
Pada diare terjadi kehilangan air dan elektrolit tubuh melalui tinja.
Kehilangan bertambah bila ada muntah. Kehilangan ini menyebabkan
dehidrasi (karena kehilangan air dan natrium klorida), asidosis (karena
kehilangan bikarbonat), dan kekurangan kalium. Dehidrasi adalah keadaan
yang paling berbahaya karena dapat menyebabkan hipovolemi, kolaps
kardiovaskular, dan kematian.

15
 Diare Osmotik
Mukosa usus halus adalah epitel berpori, yang dapat dilewati air dan
elektrolit dengan cepat untuk mempertahankan tekanan osmotik antara isi
usus dengan cairan ekstraseluler. Diare akibat gangguan absorpsi yaitu
volume cairan yang berada di kolon lebih besar daripada kapasitas
absorpsi. Diare terjadi akibat kelainan di usus halus, mengakibatkan
absorpsi menurun atau sekresi bertambah. Dalam keadaan ini, diare dapat
terjadi apabila suatu bahan yang secara osmotik aktif dan sulit diserap.
Jika bahan semacam itu berupa larutan isotonik, air dan bahan yang larut
didalamnya akan lewat tanpa diabsorpsi sehingga terjadi diare.7,8 Mukosa
usus halus adalah epitel berpori yang dapat dilewati air dan elektrolit
dengan cepat untuk mempertahankan tekanan osmotik antara isi usus
dengan cairan ekstraseluler.8
Proses yang sama mungkin terjadi bila bahan terlarut adalah laktosa
(pada anak dengan defisiensi laktase) atau glukosa (pada anak dengan
malabsorpsi glukosa), kedua keadaan kadang-kadang merupakan
komplikasi dari infeksi usus. Bila substansi yang diabsorpsi dengan buruk
misalnya berupa larutan hipertonik, air (dan beberapa elektrolit) akan
berpindah dari ekstraseluler ke dalam lumen usus hingga osmolaritas dari
isi usus sama dengan ekstraseluler dan darah. Hal ini menaikkan volume
tinja, dan menyebabkan dehidrasi karena kehilangan cairan.8

2.7 Gejala Klinis


Gejala klinis gastroenteritis dapat bervariasi. Berdasarkan salah satu hasil
penelitian yang dilakukan, mual (93%), muntah (81%), diare (89%) dan nyeri
abdomen (76%) merupakan gejala yang paling sering dilaporkan11:
 Diare
Tentukan durasi diare, frekuensi dan jumlah tinja, waktu sejak episode
terakhir diare, dan kualitas tinja. Tinja yang sering berair lebih konsisten
dengan gastroenteritis virus, sementara tinja dengan darah atau lendir
merupakan indikasi adanya patogen bakteri. Demikian pula, durasi diare

16
yang lama (> 14 hari) lebih konsisten dengan penyebab diare parasit atau
noninfeksi.
 Muntah
Tentukan durasi muntah, jumlah dan kualitas muntahan (misalnya,
kandungan makanan, darah, empedu), dan waktu sejak episode terakhir
muntah. Bila gejala muntah mendominasi, orang harus
mempertimbangkan penyakit lain seperti penyakit refluks gastroesofagus
(GERD), ketoasidosis diabetes, stenosis pilorus, perut akut, atau infeksi
saluran kemih
 Urinasi
Tentukan apakah terjadi peningkatan atau penurunan frekuensi buang
air kecil yang diukur dengan jumlah popok basah, waktu sejak buang air
kecil, warna dan konsentrasi urine, dan adanya disuria. Keluaran urin
mungkin sulit ditentukan dengan tinja berair yang sering.
 Nyeri Abdomen
Tentukan lokasi, kualitas, penyebaran, tingkat keparahan, dan waktu
nyeri, berdasarkan laporan dari orang tua dan / atau anak. Secara umum,
rasa sakit yang mendahului muntah dan diare lebih mungkin terjadi karena
patologi abdomen selain gastroenteritis.
Selain itu gastroenteritis juga dapat timbul dengan gejala sistemik
seperti demam, letargi, dan nyeri abdomen13.

2.8 Diagnosis
Anamnesis
Perlu ditanyakan deskripsi diare (frekuensi, lama diare berlangsung,
warna, konsistensi tinja, adanya lendir/darah dalam tinja), adanya mutah,
tanda dehidrasi (rasa haus, anak rewel/lemah, BAK terakhir), demam,
kejang, jumlah cairan masuk, riwayat makan dan minum, penderita
sekitar, pengobatan yang diterima, dan gejala invaginasi (tangisan keras
dan bayi pucat).12

17
Pasien datang ke dokter karena buang air besar (BAB) lembek atau
cair, dapat bercampur darah atau lendir, dengan frekuensi 3 kali atau lebih
dalam waktu 24 jam. Dapat disertai rasa tidak nyaman di perut (nyeri atau
kembung), mual dan muntah serta tenesmus. Setiap kali diare, BAB dapat
menghasilkan volume yang besar (asal dari usus kecil) atau volume yang
kecil (asal dari usus besar). Bila diare disertai demam maka diduga erat
terjadi infeksi.11,12
a. Bila terjadinya diare didahului oleh makan atau minum dari sumber
yang kurang higienenya, GE dapat disebabkan oleh infeksi. Riwayat
bepergian ke daerah dengan wabah diare, riwayat intoleransi laktosa
(terutama pada bayi), konsumsi makanan iritatif, minum jamu, diet
cola, atau makan obat-obatan seperti laksatif, magnesium
hidrochlorida, magnesium citrate, obat jantung quinidine, obat gout
(colchicides), diuretika (furosemid, tiazid), toksin (arsenik,
organofosfat), insektisida, kafein, metil xantine, agen endokrin
(preparat pengantian tiroid), misoprostol, mesalamin, antikolinesterase
dan obat-obat diet perlu diketahui.13
b. Selain itu, kondisi imunokompromais (HIV/AIDS) dan demam tifoid
perlu diidentifikasi.13
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan terpenting adalah menentukan tingkat/derajat dehidrasi
akibat diare. Tanda-tanda dehidrasi yang perlu diperhatikan adalah turgor
kulit perut menurun, akral dingin, penurunan tekanan darah, peningkatan
denyut nadi, tangan keriput, mata cekung tidak, penurunan kesadaran (syok
hipovolemik), nyeri tekan abdomen, kualitas bising usus hiperperistaltik.
Pada anak kecil cekung ubun-ubun kepala. Pada tanda vital lain dapat
ditemukan suhu tubuh yang tinggi (hiperpireksi), nadi dan pernapasan
cepat.12
Point penting dari pemeriksaan fisik pasien dengan gastroenteritis
adalah sebagai berikut.12
 Periksa keadaan umum, kesadaran, tanda vital dan berat badan;

18
 Selidiki tanda-tanda dehidrasi: rewel/gelisah, letargis/kesadaran
berkurang, mata cekung, cubitan kulit perut kembali lambat (turgor
abdomen), haus/minum lahap, malas/tidak dapat minum, ubun-
ubun cekung, air mata berkurang/tidak ada, keadaan mukosa mulut;
 Tanda-tanda ketidakseimbangan asam basa dan elektrolit: kembung
akibat hypokalemia, kejang akibat gangguan natrium, napas cepat
dan dalam akibat asidosis metabolik.
Pemeriksaan status lokalis
a. Pada anak-anak terlihat BAB dengan konsistensi cair pada bagian
dalam dari celana atau pampers12
b. Colok dubur dianjurkan dilakukan pada semua kasus diare dengan
feses berdarah, terutama pada usia >50 tahun. Selain itu, perlu
dilakukan identifikasi penyakit komorbid.
Pemeriksaan Penunjang Lainnya
 Pemeriksaan tinja, namun tidak rutin dilakukan kecuali ada tanda-
tanda intoleransi laktosa dan kecurigaan amubiasis. Dapat
dilakukan secara makroskopis, mikroskopis, maupun kimiawi.12
 Dehidrasi berat: elektrolit serum, analisis gas darah, nitrogen urea,
kadar gula darah

2.9 Penatalaksanaan
Terapi pada pasien dengan gastroenteritis dapat diberikan dengan: Lima
Langkah Tuntaskan Diare/ LINTAS DIARE:14
1. Rehidrasi dengan menggunakan oralit baru
Oralit baru ini adalah oralit dengan osmolaritas yang rendah. Keamanan
oralit ini sama dengan oralit yang selama ini digunakan, namun efektivitasnya
lebih baik daripada oralit formula lama. Oralit baru dengan osmolaritas rendah ini
juga menurunkan kebutuhan suplementasi intravena dan mampu mengurangi
pengeluaran tinja hingga 20% serta mengurangi kejadian muntah hingga 30%.
Selain itu, oralit baru ini juga telah direkomendasikan oleh WHO dan UNICEF
untuk diare akut non-kolera pada anak.14

19
Ketentuan pemberian oralit formula baru:
a. Beri ibu 2 bungkus oralit formula baru
b. Larutkan 1 bungkus oralit formula baru dalam 200ml air matang
c. Berikan larutan oralit pada anak setiap kali BAB, dengan ketentuan
sebagai berikut:
Untuk anak berumur < 2 tahun: berikan 50-100 ml tiap kali BAB.
Untuk anak 2 tahun atau lebih: berikan 100-200 ml tiap BAB.
Jika dalam waktu 24 jam persediaan larutan oralit masih tersisa,
maka sisa larutan harus dibuang.14
2. Zinc diberikan selama 10 hari berturut-turut
Zinc mengurangi lama dan beratnya diare. Zinc juga dapat mengembalikan
nafsu makan anak. Zinc termasuk mironutrien yang mutlak dibutuhkan untuk
memelihara kehidupan yang optimal. Meski dalam jumlah yang sangat kecil, dari
segi fisiologis, zinc berperan untuk pertumbuhan dan pembelahan sel, anti
oksidan, perkembangan seksual, kekebalan seluler, adaptasi gelap, pengecapan,
serta nafsu makan. Zinc juga berperan dalam sistem kekebalan tubuh dan
merupakan mediator potensial pertahanan tubuh terhadap infeksi. Dasar pemikiran
penggunaan zinc dalam pengobatan diare akut didasarkan pada efeknya terhadap
fungsi imun atau terhadap struktur dan fungsi saluran cerna dan terhadap proses
perbaikan epitel saluran cerna selama diare. Pemberian zinc pada diare dapat
meningkatkan aborpsi air dan elektrolit oleh usus halus, meningkatkan kecepatan
regenerasi epitel usus, meningkatkan jumlah brush border apical, dan
meningkatkan respon imun yang mempercepat pembersihan patogen dari usus.14
Dosis zinc untuk anak-anak:
 Anak di bawah umur 6 bulan : 10 mg (1/2 tablet) per hari
 Anak di atas umur 6 bulan : 20 mg (1 tablet) per hari
Zinc diberikan selama 10-14 hari berturut-turut meskipun anak telah sembuh dari
diare. Untuk bayi, tablet zinc dapat dilarutkan dengan air matang, ASI, atau oralit.
Untuk anak-anak yang lebih besar, zinc dapat dikunyah atau dilarutkan dalam air
matang atau oralit.14

20
3. ASI dan makanan tetap diteruskan
ASI dan makanan tetep diteruskan sesuai umur anak dengan menu yang
sama pada waktu anak sehat untuk mencegah kehilangan berat badan serta
pengganti nutrisi yang hilang. Pada diare berdarah nafsu makan akan berkurang.
Adanya perbaikan nafsu makan menandakan fase kesembuhan.14
4. Antibiotik selektif
Antibiotik jangan diberikan kecuali ada indikasi misalnya diare berdarah
atau kolera. Pemberian antibiotik yang tidak rasional justru akan memperpanjang
lamanya diare karena akan mengganggu keseimbangan flora usus dan Clostridium
difficile yang akan tumbuh dan menyebabkan diare sulit disembuhkan. Selain itu,
pemberian antibiotik yang tidak rasional akan mempercepat resistensi kuman
terhadap antibiotik, serta menambah biaya pengobatan yang tidak perlu. Pada
penelitian multipel ditemukan bahwa telah terjadi peningkatan resistensi terhadap
antibiotik yang sering dipakai seperti ampisilin, tetrasiklin, kloramfenikol, dan
trimetoprim sulfametoksazole dalam 15 tahun ini. Resistensi terhadap antibiotik
terjadi melalui mekanisme berikut: inaktivasi obat melalui degradasi enzimatik
oleh bakteri, perubahan struktur bakteri yang menjadi target antibiotik dan
perubahan permeabilitas membrane terhadap antibiotik.14
5. Nasihat kepada orang tua
Kembali segera jika demam, tinja berdarah,berulang, makan atau minum
sedikit, sangat haus, diare makin sering, atau belum membaik dalam 3 hari.14
Infeksi usus pada umumnya self limited, tetapi terapi non spesifik dapat
membantu penyembuhan pada sebagian pasien dan terapi spesifik, dapat
memperpendek lamanya sakit dan memberantas organisme penyebabnya. Dalam
merawat penderita dengan diare dan dehidrasi terdapat beberapa pertimbangan
terapi yaitu terapi cairan dan elektrolit, terapi diit, terapi non spesifik dengan
antidiare, terapi spesifik dengan antimikroba.
Penderita diare dehidrasi berat harus dirawat di puskesmas atau Rumah
Sakit. Pengobatan yang terbaik adalah dengan terapi rehidrasi parenteral. Pasien
yang masih dapat minum meskipun hanya sedikit harus diberi oralit sampai cairan
infus terpasang. Disamping itu, semua anak harus diberi oralit selama pemberian

21
cairan intravena (5 ml/kgBB/jam), apabila dapat minum dengan baik, biasanya
dalam 3-4 jam (untuk bayi) atau 1-2 jam (untuk anak yang lebih besar).
Pemberian tersebut dilakukan untuk memberi tambahan basa dan kalium yang
mungkin tidak dapat disuplai dengan cukup dengan pemberian cairan intravena.
Untuk rehidrasi parenteral digunakan cairan Ringer Laktat dengan dosis 100
ml/kgBB. Cara pemberiannya untuk < 1 tahun 1 jam pertama 30 ml/kgBB,
diLanjutkan 5 jam berikutnya 70 ml/kgBB. Diatas 1 tahun ½ jam pertama 30
ml/kgBB dilanjutkan 2½ jam berikutnya 70 ml/kgBBb. Lakukan evaluasi tiap
jam. Bila hidrasi tidak membaik, tetesan I.V. dapat dipercepat. Setelah 6 jam pada
bayi atau 3 jam pada anak lebih besar, lakukan evaluasi, pilih pengobatan
selanjutnya yang sesuai yaitu pengobatan diare dengan dehidrasi ringan sedang
atau pengobatan diare tanpa dehidrasi.14

2.10 Pencegahan
Upaya pencegahan yang dapat dilakukan untuk penyakit gastroenteritis
dapat dilakukan melalui berbagai cara salah satunya adalah dengan pemberian
vaksin rotavirus, dimana rotavirus itu sendiri sangat sering menyebabkan penyakit
ini. Selain itu hal lain yang dapat kita lakukan ialah dengan meningkatkan
kebersihan diri dengan menggunakan air bersih ataupun melaksanakan kebiasaan
mencuci tangan dan juga memperhatikan kebersihan makanan karena makanan
merupakan salah satu sumber penularan virus yang menyebabkan gastroenteritis15.
Pemberian zinc elemental 10mg/kali untuk bayi di bawah usia 6 bulan dan
20 mg/ kali untuk anak usia sama atau di atas 6 bulan selama 10-14 hari dapat
mengurangi frekuensi buang air besar dan volume tinja, disamping dapat
mengurangi kekambuhan untuk 3 bulan medatang14.
Probiotik, meskipun banyak dilaporkan dapat mengurangi volume faces
dan frekuensi diare, tetapi penggunaannya belum direkomendasikan baik oleh
WHO15.

22
2.11 Komplikasi
Komplikasi utama dari gastroenteritis adalah dehidrasi dan gangguan
fungsi kardiovaskular akibat hypovolemia berat. Kejang dapat terjadi dengan
adanya demam tinggi terutama pada infeksi Shigella. Abses intestine dapat terjadi
pada infeksi Shigella dan Salmonella, terutama pada demam tifoid, yang dapat
memicu terjadinya perforasi usus, suatu komplikasi yang dapat mengancam jiwa.
Muntah hebat akibat gastroenteritis dapat menyebabkan rupture esophagus atau
aspirasi. Kematian akibat diare mencerminkan adanya masalah gangguan system
homeostasis cairan dan elektrolit, yang memicu terjadinya dehidrasi,
ketidakseimbangan elektrolit dan istabilitas vascular, serta syok16.

2.12 Prognosis
Prognosis sangat tergantung pada kondisi pasien saat datang, ada/tidaknya
komplikasi, dan pengobatannya, sehingga umumnya prognosis adalah dubia ad
bonam. Bila kondisi saat datang dengan dehidrasi berat, prognosis dapat menjadi
dubia ad malam.17

23
BAB III
LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Penderita


Nama : AMARW
Tanggal lahir : 9 Oktober 2015
Umur : 5 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Dalung Permai Bumi Mekar Sari Blok B3 Gg IV
Agama : Hindu
No. RM : 05.93.12
Tanggal MRS : 21 Oktober 2020
Tanggal pemeriksaan : 21 Oktober 2020

3.2 Anamnesis
Heteroanamnesis (Ibu Pasien)
Keluhan utama
BAB cair
Riwayat penyakit sekarang
Pasien perempuan usia 5 tahun diantar oleh keluarga dengan keluhan
BAB cair sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Awalnya keluhan
muncul pertama kali pagi hari saat pasien bangun tidur dan belum makan
pagi. BAB cair sebanyak lebih dari 8 kali dalam sehari, dengan konsistensi
seperti air disertai ampas, berwarna kuning-kecokelatan dan dikatakan lebih
berbau dari biasanya. BAB dikatakan berlendir namun adanya darah
disangkal. BAB berbau asam disangkal. BAB cair dikatakan memberat
setelah pasien makan dan minum.
Keluhan BAB cair dikatakan diikuti dengan nyeri perut dan rasa mual
namun tidak sampai muntah, mual dirasakan saat pasien makan atau minum.
Keluhan BAB cair sebelumnya didahului demam. Keluhan demam
dikatakan sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit (19 Oktober 2020).

24
Demam muncul pertama kali saat malam hari dengan suhu terukur 37.8 0C.
Demam dikatakan naik turun, dengan suhu tertinggi 38.5 0C dan terendah
37.20C. Demam dikatakan membaik dengan pemberian obat penurun panas
namun 1 jam setelah pemberian obat demam kembali naik. Demam muncul
setiap hari berturut-turut hingga pasien datang ke rumah sakit dan tidak ada
periode bebas demam tanpa obat penurun panas.
Keluhan lain yaitu lemas sejak hari sebelum dirawat di rumah sakit.
Pasien dikatakan sangat gelisah dan rewel. Pasien dikatakan sering meminta
minum. Ibu pasien juga mengatakan bibir pasien tampak kering, dan
wajahnya tampak pucat. Keluhan dikatakan memberat setelah pasien BAB
cair beberapa kali.. Riwayat mengonsumsi makanan baru disangkal.
Keluhan nyeri saat kencing tidak ada dan buang air kecil dikatakan normal.

Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien sebelumnya beberapa kali pernah mengalami keluhan serupa,
disertai demam dan keluhan muntah. Pernah juga dirawat inap akibat diare
sebelumnya sebanyak 2 kali. Dikatakan membaik setelah berobat ke rumah
sakit. Pasien juga memiliki riwayat intoleransi terhadap laktosa.
Riwayat Penyakit dalam Keluarga
Tidak ada anggota keluarga yang pernah mengalami keluhan diare
yang sama seperti pasien. Riwayat alergi terhadap makanan maupun obat
pada anggota keluarga disangkal.

Riwayat Lingkungan dan Sosial


Pasien merupakan anak ke dua dari dua bersaudara. Pasien tinggal
bersama dengan kedua orang tuanya. Pasien tidur bersama kedua orang
tuanya dalam satu kamar. Rumah pasien dikatakan bersih. Rumah pasien
memiliki ventilasi udara yang didapatkan dari pintu masuk dan jendela.
Pintu masuk dan jendela sering dibuka pada pagi hari. Pasien sehari-hari
mengkonsumsi makanan yang dimasak ibu pasien.

25
Riwayat Pengobatan
Untuk keluhannya saat ini, pasien sudah sempat berobat dan
mendapatkan obat Cefixime, Ondancentron, Protexin (Probiotik), Praxion
(Paracetamol)

Riwayat Persalinan
Pasien lahir secara section caesaria oleh dokter spesialis kebidanan,
cukup bulan, dan segera menangis. Berat badan lahir 3900 gram, panjang
badan 52 cm, lingkar kepala saat lahir dikatakan lupa. Pasien lahir tanpa
kelainan bawaan.

Riwayat Imunisasi
Orang tua pasien mengatakan pasien sudah dilakukan pemberian
imunisasi lengkap di dokter, yaitu imunisasi BCG sebanyak 1 kali, Polio
sebanyak 4 kali, Hepatitis B sebanyak 3 kali, Hib sebanyak 4 kali, DPT
sebanyak 4 kali, campak sebanyak 2 kali dan rotavirus sebanyak 2 kali

Riwayat Nutrisi
1. ASI : sejak lahir – usia 2 tahun frekuensi on demand
2. Susu formula : sejak usia 2 tahun
3. Nasi tim : sejak usia 6 bulan frekuensi 2-3 kali/hari
4. Makanan dewasa : sejak usia 1 tahun frekuensi 2-3 kali/hari

Riwayat Tumbuh Kembang


Perkembangan motorik kasar
Pasien dapat menegakkan kepala usia 3 bulan, membalikkan badan 5 bulan,
duduk 6 bulan, merangkak 8 bulan, berdiri 10 bulan, berjalan 12 bulan, dan
belajar berbicara 13 bulan.

26
Perkembangan motorik halus
Sampai usia 2 tahun pasien sudah bisa menyusun menara dari 4 kubus dan 6
kubus.
Perkembangan bahasa
Sampai usia 2 tahun pasien sudah bisa menunjuk 2 gambar, berbicara
dengan kombinasi kata, menyebut 1 gambar, dan menunjuk bagian badan.

3.3 Pemeriksaan Fisik (21 Oktober 2020)


Status Present
Keadaan umum : tampak sakit ringan
Kesadaran : compos mentis (E4V5M6)
Nadi : 160 kali/ menit, reguler, isi cukup
Laju Pernafasan : 22 kali/ menit, reguler
Suhu aksila : 37 C
Saturasi : 99% pada udara ruangan
Status Generalis
Kepala : normocephali
Mata : konjungtiva pucat -/-, sclera ikterik -/-, reflek pupil +/+
isokor, edema -/-, mata cowong +/+
THT :
Telinga : sekret -/-
Hidung : sekret (-/-), deviasi septum (-), konka hiperemis (-),
konka pucat(-), nafas cuping hidung (-)
Tenggorok : faring hiperemi (-), Tonsil T1/T1 hiperemi (-)
Lidah : sianosis (-), benjolan (-), lidah kotor (-)
Bibir : sianosis (-), mukosa bibir kering (-)
Leher : pembesaran KGB (-)
Thoraks : simetris (+), retraksi (-)
Jantung :
Inspeksi : iktus cordis tidak tampak
Palpasi : iktus cordis teraba di MCL S ICS V

27
Perkusi : batas kiri : MCL sinistra ICS V
batas kanan : PSL dextra ICS V
Auskultasi : S1S2 normal, regular, murmur (-)
Paru-paru :
Inspeksi : bentuk normal, simetris
Palpasi : gerakan simetris, vokal fremitus N/N
Perkusi : sonor/sonor
Auskultasi : bronkovesikuler +/+, ronkhi -/-, wheezing -/-
Abdomen :
Inspeksi : distensi (-)
Auskultasi : bising usus (+) meningkat
Palpasi : hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan (-), massa (-)
Perkusi : timpani, ascites (-)
Kulit : sianosis (-), ikterus (-), turgor kembali normal
Genitaliaeksterna : perempuan
Ekstremitas : hangat + + , edema - - CRT < 2 detik
+ + - -
Anus : hiperemi (-)
Status Antropometri
Berat badan : 17 kg
Tinggi badan : 115 cm
BB/U : 0 – (-2) SD (Normal)
TB/U : 0 - +2 SD (Normal)
BB/TB : (-1) – (2) SD (Normal)

3.4 Pemeriksaan Penunjang


Tabel 3.1 Pemeriksaan Darah Lengkap (21 Oktober 2020)
Parameter Hasil Unit Reference Keterangan
Value
WBC 8.5 10*9/L 5.0 - 10.0 Normal
LYM 1.2 10*9/L 0.9-5 Normal
LY% 14.3 % 15-50 Rendah

28
GRA 6.9 10*9/L 1.2-8 Normal
GRA% 80.7% % 35-80 Normal
PLT 208 10*9/L 150-400 Normal
RBC 4.79 10*12/L 4-5.3 Tinggi
HGB 13.1 g/dL 12.5 - 16.0 Normal
Parameter Hasil Unit Reference Keterangan
Value
HCT 35.3 % 35.0- 45.0 Normal
MCV 73.7 fL 82.0 – 92.0 Rendah
MCH 27.5 Pg 27 - 31 Rendah
MCHC 37.3 g/dL 32 - 36 Rendah

Tabel 3.2 Pemeriksaan Feses Lengkap (21 Oktober 2020)


Makroskopis Hasil Nilai Rujukan
Warna Kuning Kecoklatan Coklat
Konsistensi Cair Lembek
Darah Negatif Negatif
Lendir Positif Negatif

Mikroskopik Hasil Nilai Rujukan


Leukosit 8-10/lpb 0 – 1/lpb
Eritrosit 10-15/lbp 0 – 1/lpb
Serat Negatif
Parasit Entamoeba Coli (+) Negatif
Bakteri Positif
Telur Cacing Tidak ditemukan Negatif
Jamur Negatif
Sisa Makanan Negatif
Lemak Positif Negatif
Karbohidrat Negatif
Protein Negatif

3.5 Ringkasan

29
Pasien anak AMARW, 5 tahun datang ke IGD RS Bhayangkara dengan
keluhan BAB Cair sejak + 2 hari sebelum masuk rumah sakit. BAB cair
sebanyak + 8 kali dalam sehari, dengan konsistensi seperti air disertai
ampas, berwarna kuning kecoklatan dan dikatakan lebih berbau dari
biasanya, tetapi berbau seperti asam disangkal. BAB dikatakan berlendir
namun adanya darah disangkal. Bab cair memberat setiap makan dan
minum. Keluhan lainnya yaitu mual namun tidak sampai muntah, dan
keluhan bab cair sebelumnya didahului demam. Demam terukur berkisar
37.2 sampai 38.5, dan tidak ada periode bebas demam tanpa penurun panas.
Keluhan lainnya didapatkan pasien lemas, dan rewel. Dikatakan pasien
masih mau minum.
Pada pemeriksaan tanda vital, didapatkan nadi 160x/menit, suhu 37
derajat celcius, dan pemeriksaan fisik didapatkan mata cowong +/+ dan
mukosa bibir kering (+) turgor kulit kembali cepat.
Pada hasil pemeriksaan penunjang darah lengkap didapatkan dalam batas
normal dan pada pemeriksaan feses lengkap makroskopis didapatkan adanya
lendir (+), berbau khas, dan pada mikroskopis didapatkan adanya leukosit 8-
10lbp, eritrosit 10-15 lbp, lemak (+) dan positif parasit entamoeba coli dan
bakteri.

3.6 Daftar Masalah


1. Gastroenteritis Akut
2. Dehidrasi Ringan Sedang

3.7 Analisa Masalah


1. Gastroenteritis Akut
- BAB Cair sebanyak + 8 kali sehari sejak 2 hari sebelum masuk rumah
sakit, diikuti rasa mual dan sebelumnya terdapat demam
- Pasien berusia 5 tahun
- Memiliki riwayat sering mengalami diare sebelumnya

30
2. Dehidrasi Ringan sedang
 Dari klinis didapatkan pasien rewel dan kehausan
 Dari tanda vital didapatkan Nadi meningkat yaitu 160 kali/menit
 Dari pemeriksaan fisik didapatkan mukosa bibir kering dan mata cowong
+/+

3.8 Penatalaksanaan
- MRS
- IVFD RL 40 tpm (makrodrip) jika sudah BAK menjadi 20 tpm
(makrodrip)
- Cefotaxime 3x600mg IV
- Ondancentron 3x4 mg IV
- Paracetamol fls 3x175ml IV selang seling dengan Paracetamol PO
- Sirup Praxion (Paracetamol) 3x1 sendok the PO
- Sirup Protexin (Probiotik) 2x1 sendoh the PO
- Zinc 1x20 mg PO selama 10 hari
- Monitoring Keluhan dan tanda vital, tanda dehidrasi dan kesadaran,
balance cairan
3.9 KIE
- Menjelaskan kepada orang tua tentang keadaan pasien, penyakit yang
dialami, komplikasi dari penyakitnya.
- Menjelaskan kepada orang tua pasien bahwa asupan nutrisi, cairan dan
obat - obatan tetap perlu di lanjutkan, serta menjelaskan cara pemberian
cairan dan obat.
- Menjelaskan kepada orang tua pasien untuk turut serta memantau
kondisi pasien dan memberitahu kapan harus membawa kembali anak
ke petugas kesehatan apabila kembali diare maupun gejala penyakit
yang lainnya.
- Menjelaskan kepada orang tua pasien langkah-langkah pencegahan
demam dan sakit pada anak seperti menjaga kebersihan lingkungan dan

31
pribadi. Selain itu menjelaskan kepada orang tua pasien mengenai
pentingnya Peilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) utamanya mencuci
tangan dengan sabun, terutama sesudah buang air besar, sesudah
membuang tinja anak, sebelum menyiapkan makanan, sebelum
menyuapi makanan anak dan sebelum makan.

3.10 Follow Up
22/ 10/ 2020
S Pasien masih mengeluh ada BAB Cair namun frekuensi berkurang
dari sebelumnya + sebanyak 3 kali, demam (-) mual (+)
O Keadaan Umum : baik
Tax : 36.7 derajat Celcius
RR : 22x/menit
Nadi : 120x/menit
Mata cowong : -/-
Mukosa bibir basah
Turgor kulit kembali cepat
A Gastroenteritis Akut dehidrasi ringan sedang (perbaikan)
P - IVFD Ringer Laktat 20 tpm makrodrip
- Cefotaxime 3x600mg IV
- Ondansentron 3x4mg IV
- Paracetamol Flash 3x175mg jika suhu >38.5 derajat celcius
selang seling dengan Paracetamol PO
- Sirup Praxion 3x 1 sendok teh PO
- Sirup Protexin (Probiotik) 2x1 sendok teh PO
- Zinc 1x20 mg PO

23/10/2020
S keluahan BAB cair (-), demam (-), mual (-) dan muntah (-)
O Keadaan Umum : Baik

32
Tax : 36 derajat celcius
Nadi : 86x/menit
RR : 20x/menit
SpO2 : 98%

A Gastroenteritis Akut dehidrasi ringan sedang (perbaikan)


P - IVFD Ringer Laktat 20 tpm makrodrip
- Cefotaxime 3x600mg IV
- Ondansentron 3x4mg IV
- Paracetamol Flash 3x175mg jika suhu >38.5 derajat celcius
- Sirup Praxion 3x 1 cth selang seling dengan PCT flash
- Sirup Protexin (Probiotik) 2x1 cth
- Zinc 1x20mg PO
- BPL

33
BAB IV
PEMBAHASAN

Gastroenteritis adalah peradangan pada mukosa lambung dan usus halus


yang ditandai dengan diare disertai gejala pada saluran cerna berupa muntah, rasa
tidak enak di perut dan menurunnya nafsu makan. Diare merupakan suatu kondisi
yang ditandai dengan meningkatnya frekuensi BAB ≥ 3 kali dalam 24 jam diserta
perubahan konsistensi feses menjadi cair. Berdasarkan onsetnya, diare dapat
dibagi menjadi dua, yaitu diare dengan onset kurang dari 14 hari yang biasanya
disebut diare akut, serta diare dengan onset lebih dari 14 hari yaitu diare persisten
dan kronik. Gejala gastroenteritis dapat bervariasi, dimana gejala yang paling
sering dilaporkan adalah mual, muntah, diare, dan nyeri abdomen. Selain itu
gastroenteritis juga dapat timbul disertai dengan gejala sistemik seperti demam,
letargi, dan nyeri abdomen. Dehidrasi merupakan komplikasi tersering pada diare,
dan berdasarkan derajatnya, WHO mengkategorikan menjadi tanpa dehidrasi,
dehidrasi ringan-sedang dan dehidrasi berat. Kondisi tanpa dehidrasi apabila tidak
ada gejala atau tanda seperti yang disebutkan diatas. Dehidrasi ringan sedang
harus mencakup 2 atau lebih dari gejala berikut: mata cowong, mukosa bibir
kering, turgor kulit kembali lambat, pasien sangat gelisah, dan merasa sangat haus
atau selalu ingin minum. Sementara dehidrasi berat, yaitu harus mencakup 2 atau
lebih dari gejala berikut: mata sangat cowong, mukosa bibir sangat kering, turgor
kembali sangat lambat (≥ 2 detik), pasien tampak letargi atau bahkan penurunan
kesadaran, dan tidak ingin minum.
Pada pasien perempuan berusia 5 tahun dikatakan mengalami BAB cair
sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit, dengan frekuensi +8 kali dalam sehari,
dengan konsistensi seperti air disertai ampas, warna kuning-kecokelatan, dan lebih
berbau dari biasanya. berlendir, tidak berdarah, maupun bau asam pada BAB
pasien. Keluhan BAB cair diikuti dengan nyeri perut dan rasa mual namun tidak
sampai muntah. Pasien juga dikatakan demam sejak 2 hari sebelum masuk rumah
sakit, demam naik turun dengan rentang suhu 37.2-38.5°C, tidak ada periode
bebas demam selama 2 hari tersebut. Selama anamnesis, pasien juga didapatkan

34
gelisah dan rewel, selalu merasa haus, bibir kering, dan tampak pucat. Dari
anamnesis tersebut, hal ini sesuai dengan gambaran diare (gastroenteritis) akut.
Pada feses dikatakan berlendir namun tidak ada darah dan lebih berbau dari
biasanya. Pada infeksi parasit yaitu amoebiasis dan giardiasis umumnya pasien
mengeluh diare yang disertai dengan lendir, bahkan bersifat invasif yang dapat
mengakitbatkan adanya darah pada feses. Apabila pasien mengalami intoleransi
laktosa, umumnya diare ditandai dengan feses yang berbau asam dan perut
kembung. Dari anamnesis juga didapatkan tidak ada riwayat penyakit lain seperti
infeksi saluran napas, saluran kencing, hal ini dapat menyingkirkan diagnosis
diare ekstraintestinal. Dimana, diare ekstraintestinal tersebut memiliki
karakteristik khas, yaitu muncul beberapa saat setelah munculnya penyakit utama
(contohnya infeksi saluran napas maupun saluran kencing), dan apabila penyakit
utama hilang maka diare tersebut akan ikut terhenti.
Pemeriksaan fisik pada pasien ini bertujuan untuk memperkirakan derajat
dehidrasi dan mencari tanda-tanda penyakit penyerta. Saat hari pertama masuk
rumah sakit, didapatkan mata pasien sedikit cowong dan mukosa bibir kering.
Demikian pula bising usus pasien meningkat, namun tidak ada distensi. Namun,
setelah mendapatkan cairan dan obat-obatan selama di rumah sakit, keluhan
tersebut dikatakan membaik. Sehingga pada saat dilakukan pemeriksaan fisik
kembali, tidak ditemukan kondisi mata cowong. Mukosa bibir pasien juga tidak
tampak kering. Pada pemeriksaan abdomen tidak ditemukan adanya distensi
namun didapatkan bising usus meningkat dan turgor kulit pasien kembali normal.
Dari hasil pemeriksaan fisik abdomen saat awal masuk rumah sakit, menunjang
diagnosis diare (gastroenteritis). Bising usus meningkat membuat air dalam feses
tidak terserap sempurna dan feses keluar lebih cepat dari biasanya, sehingga
terjadilah BAB dengan konsistensi cair dan frekuensi yang meningkat dari
biasanya. Juga berdasarkan pemeriksaan fisik yang lain (seperti pemeriksaan
mata, mukosa bibir, dan turgor kulit) pasien saat awal masuk rumah sakit sesuai
dengan kondisi dehidrasi ringan sedang menurut kategori WHO.
Selain anamnesis dan pemeriksaan fisik, diperlukan juga pemeriksaan
penunjang untuk menegakkan diagnosis dan penentuan penatalaksanaan pada

35
pasien ini. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan yaitu pemeriksaan darah
lengkap, pemeriksaan feses lengkap, dan jika diperlukan maka dapat dilakukan
kultur feses. Pada pasien ini, telah dilakukan pemeriksaan darah lengkap pada
tanggal 21 Oktober 2020 hasilnya didapatkan masih dalam batas normal.
Pasien juga dilakukan pemeriksaan feses lengkap. Hasilnya, pada
pemeriksaan makroskopik feses lengkap didapatkan kelainan berupa konsistensi
cair dan warna kuning kecoklatan terdapat lendir positif pada feses pasien,
sementara pada hasil pemeriksaan mikroskopik feses didapatkan leukosit 8 – 10
LBP, eritrosit 10 – 15 LBP, lemak dan bakteri positif dan didapatkan Entamoeba
Coli. Dari hasil pemeriksaan feses tersebut menggambarkan terdapat adanya
inflamasi pada saluran cerna pasien, dimana hal ini dapat disebabkan oleh adanya
infeksi. Sehingga, dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang, dapat
ditegakkan diagnosis pasien yaitu Gastroenteritis Akut dengan Dehidrasi Ringan-
Sedang.
Penatalaksanaan pasien dengan diare dilakukan dengan LINTAS DIARE
(lima langkah tuntaskan diare). Lintas diare terdiri atas rehidrasi dengan oralit,
pemberian zinc selama 10 hari berturut-turut, ASI dan makanan tetap diteruskan,
pemberian antibiotik yang selektif dan bila ada indikasi, serta pemberian nasihat
atau KIE pada orang tua. Pada pasien ini, dilakukan usaha rehidrasi oral sesuai
dengan kebutuhan cairan pasien. Sisa kebutuhan cairannya diberikan melalui
intravena Ringer Laktat 40 tpm/makrodrip kemudian saat pasien sudah BAK
dilanjutkan dengan 20 tpm mikrodrip. Sebagai terapi rehidrasi tambahan, pasien
diberikan oralit hipoosmolar 200 ml tiap BAB cair atau muntah, yang diberikan
secara intra oral. Pasien juga diberikan terapi simptomatis antiemetik yaitu
ondansentron 0.2 mg/kg/hari dengan dosis 4 mg tiap 8 jam secara intravena dan
antipiretik yaitu parasetamol 10-15 mg/kg/kali dengan dosis 175mg IV bila
temperatur aksila ≥ 38.5°C dan dapat diulang tiap 4-6 jam. Pasien juga diberikan
antibiotika cefotaxime dengan dosis 3x600mg IV dan Protexin (probiotik) sirup
2x1 cth. Pasien juga diberikan zinc dengan dosis 20 mg setiap 24 jam per oral
selama 10 hari. Tujuan dari diberikannya zinc adalah untuk mengurangi lama dan
beratnya diare. Selain itu pemberian zinc juga dapat mengembalikan nafsu makan

36
yang berkurang akibat diare. Pemberian zinc pada diare dapat meningkatkan
aborpsi air dan elektrolit oleh usus halus, meningkatkan kecepatan regenerasi
epitel usus, meningkatkan jumlah brush border apical, dan meningkatkan respon
imun yang mempercepat pembersihan patogen dari usus. Selain itu, keluarga
pasien, terutama orang tua juga diedukasi mengenai keluhan pada pasien dan
pemberian susu/air dan makanan harus dilanjutkan selama diare dan ditingkatkan
setelah diare sembuh. Edukasi mengenai kebersihan diri sendiri dan lingkungan
juga diberikan kepada keluarga untuk menghindari terjadinya penularan penyakit
diare tersebut. Antibiotika tidak diberikan pada pasien ini oleh karena tidak ada
indikasi diare disebabkan oleh infeksi bakteri. Antibiotik pada diare hanya
diberikan apabila secara klinis pasien sesuai dengan infeksi bakteri, atau setelah
dilakukan kultur feses terbukti ada biakan bakteri.

37
BAB V
SIMPULAN

Gastroenteritis adalah peradangan pada mukosa lambung dan usus halus


yang ditandai dengan diare disertai gejala pada saluran cerna berupa muntah, rasa
tidak enak di perut dan menurunnya nafsu makan. Diare merupakan suatu kondisi
yang ditandai dengan meningkatnya frekuensi BAB ≥ 3 kali dalam 24 jam diserta
perubahan konsistensi feses menjadi cair. Gastroenteritis dapat disebabkan oleh
virus, bakteri maupun parasit dan disebarkan melalui makanan atau minuman
yang terkontaminasi serta sanitasi yang buruk. Manifestasi diare pada anak
bervariasi tergantung onset dan agen penyebab diare. Dehidrasi merupakan
ancaman paling berat dari diare pada anak bahkan dapat menyebabkan kematian
pada anak.
Diagnosis gastroenteritis akut dengan dehidrasi ringan sedang pada pasien
ini ditegakkan dengan heteroanamnesis didapatkan hasil bahwa pasien mengalami
BAB cair dengan frekuensi 8 kali dalam sehari sejak 2 hari sebelum masuk rumah
sakit disertai keluhan muntah dan demam. BAB cair pada pasien ini juga
menyebabkan pasien kehilangan cairan yang menyebabkan pasien jatuh dalam
keadaan dehidrasi ringan sedang dengan gejala saat pasien pertama masuk rumah
sakit pasien tampak haus dan lebih sering minum, nafsu makan pasien berkurang,
pasien tampak lemas, mata pasien sedikit cowong serta mukosa bibir pasien
kering.
Penatalaksaan pasien dengan diare bertujuan untuk mengurangi lama diare
pasien dan juga untuk mencegah pasien untuk jatuh dalam kondisi dehidrasi yang
lebih parah. Penatalaksanaan diare dilakukan dengan LINTAS DIARE (Lima
Langkah Tuntaskan Diare). Selain itu keluarga pasien juga diedukasi mengenai
keluhan pada pasien dan pemberian susu/air dan makanan harus dilanjutkan
selama diare dan ditingkatkan setelah diare sembuh. Edukasi mengenai kebersihan
diri sendiri dan lingkungan juga diberikan kepada keluarga untuk menghindari
terjadinya penularan penyakit diare tersebut.

38
DAFTAR PUSTAKA

1. Simadibrata, M., Daldiyono. Diare Akut. Dalam Sudoyo, A. W., et al. 2009.
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi V. Jakarta: Interna Publishing.
2. Kemenkes RI ‘Buletin Jendela Data dan Informasi Kesehatan Situasi Diare di
Indonesia’, Jurnal Buletin Jendela Data & Informasi Kesehatan. 2011;2:1–
44.
3. Kementerian Kesehatan RI. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2016. Jakarta:
Kementerian Kesehatan RI. 2017.
4. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan RI.
2013. Riset Kesehatan Dasar RIKESDAS 2013.
5. Precilla, R. P. 2016. Pediatric Gastroenteritis. Medscape. [Online] Available
at: http://emedicine.medscape.com/article/964131
6. Guyton, A. C. (2012). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC.
7. Walker A, Durie PR, Hamilton JR, Walker-Smith JA, Watkins JB. Pediatric
Gastrointestinal Disease. Edisi Ke-Tiga.Canada:BC Decker. 2008:28-36.
8. Juffrie M, Soenarto SY, Oswari H, dkk. Buku Ajar Gastroenterologi-
Hepatologi. Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2010:87-120.
9. Utami, N., dan Luthfiana, N. Faktor-faktor yang Memengaruhi Kejadian
Diare pada Anak. Majority. Lampung. 2016;5(4).
10. Craven L, Editor. Pediatric Gastrointestinal Disease. Edisi Ke-Dua Jilid 1.
Missouri: Mosby. 2009:251-260.
11. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Pedoman Pelayanan Medis. Jakarta. 2009:58.
12. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2014
tentang Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Primer
13. Venita, M. K. Diare. Dalam Tanto, C., et al.2014. Kapita Selekta Kedokteran
Essential Medicine. Jakarta: Media Aesulapius.
14. Departemen Kesehatan RI. Buku Saku Petugas Kesehatan LINTAS Diare.
Jakarta: Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan
Lingkungan. 2011.

39
15. Soenarto, Sri Suparyati.Vaksin Rotavirus untuk Pencegahan Diare. Buletin
Jendela Data dan Informasi Kesehatan. 2011; 2(2).
16. Guandallini, S. 2017. Diarrhea. Medscape. [Online]. Available at:
http://emedicine.medscape.com/article/928598
17. Pujiarto, P. S. 2014. Gastroenteritis Akut (GEA) pada Anak. InHealth Gazette
Edisi Desember 2014-Maret 2015.

40

Anda mungkin juga menyukai