Disusun Oleh :
Dinar Putri Salsabila
P1337420121047
Reguler 2
Disusun oleh :
Dinar Putri Salsabila
P1337420121047
Disetujui,
Pembi
mbing klinik/CI
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat
dan karunia-Nyalah penulis dapat menyelesaikan laporan praktik kerja lapangan yang
berjudul “Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Kebutuhan Nutrisi
Akibat Patologis Sistem Pencernaan dan Metabolic Endrokrin”. Dalam laporan ini
dibahas mengenai materi tentang masalah gangguan kebutuhan nutrisi akibat
patologis sistem pencernaan. Adapun maksud dan tujuan dari penulisan laporan ini
adalah untuk memenuhi penugasan praktik kerja lapangan.
Selama penulisan laporan ini banyak sekali hambatan yang penulis alami,
namun berkat bantuan, dorongan serta bimbingan dari berbagai pihak, akhirnya
laporan ini dapat terselesaikan dengan baik.
Penulis beranggapan bahwa laporan ini merupakan karya terbaik yang dapat
penulis persembahkan. Tetapi penulis menyadari bahwa tidak tertutup kemungkinan
didalamnya terdapat kekurangan-kekurangan. Oleh karena itu kritik dan saran yang
membangun sangat penulis harapkan. Akhir kata, semoga laporan ini dapat
bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi para pembaca pada umumnya.
Penulis,
1. Latar Belakang
Demam tifoid adalah infeksi sistemik yang disebabkan oleh Salmonella Typhi,
biasanya melalui konsumsi makanan atau air yang terkontaminasi. Penyakit akut
ditandai oleh demam berkepanjangan, sakit kepala, mual, kehilangan nafsu makan,
dan sembelit atau kadang-kadang diare. Gejala seringkali tidak spesifik dan secara
klinis tidak dapat dibedakan dari penyakit demam lainnya (WHO, 2018). Dari data
WHO di dapatkan perkiraan jumlah kasus demam tifoid mencapai angka antara 11
dan 21 juta kasusdan 128.000 hingga 161.000 kematian terkait demam tifoid terjadi
setiap tahun di seluruh dunia. Penyakit serupa tetapi seringkali kurang parah, demam
Tifoid harus mendapat perhatian serius dari berbagai pihak, karena penyakit
semakin kompleks dengan meningkatnya kasus-kasus karier (carrier) atau relaps dan
dilaporkan sebesar 81,7 per 100.000 penduduk, dengan sebaran menurut kelompok
180,3/100.000 (5-15 tahun), dan 51,2/100.000 (≥16 tahun). Hasil kajian kasus di
jumlah kasus tifoid dari tahun ke tahun dengan rata-rata kesakitan 500/100.000
atas 38º Celsius. Suhu tubuh adalah suhu visera, hati, otak, yang dapat diukur lewat
oral, rektal, dan aksila. (Manajemen Terpadu Balita Sakit). (Ismoedijanto, 2016).
Demam adalah suatu keadaan dimana suhu tubuh diatas normal, yaitu diatas 38ºC.
demam dianggap sebagai suatu kondisi sakit yang umum. Hampir setiap orang pasti
Demam tifoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik bersifat akut pada
usus halus yang disebabkan oleh Salmonella enterica serotype typhi (Salmonella
typhi). Demam tifoid ditandai dengan gejala demam satu minggu atau lebih disertai
gangguan pada saluran pencernaan dengan atau tanpa gangguan kesadaran. (Purnia
Pramitasari, 2017). Sumber penularan utama demam tifoid adalah penderita itu
sendiri dan carrier, yang mana mereka dapat mengeluarkan berjuta-juta kuman
S.typhi dalam tinja, dan tinja inilah yang menjadi sumber penularan. Debu yang
kuman penyakit yang dapat mecemari makanan yang dijual di pinggir jalan. Debu
tersebut dapat mengandung tinja atau urin dari penderita atau karier demam tifoid.
Bila makanan dan minuman tersebut dikonsumsi oleh orang sehat terutama anakanak
sekolah yang sering jajan sembarangn maka rawan tertular penyakit infeksi demam
tifoid. Infeksi demam tifoid juga dapat tertular melalui makanan dan minuman yang
dengan muntah.
dengan muntah.
dengan muntah.
dengan muntah.
4. Manfaat Studi Kasus
5. Manfaat teoritis
keperawatan demam tifoid dengan muntah dan untuk menambah wawasan penulis
demam tifoid dengan muntah. Menambah wawasan dan ilmu pengetahuan tentang
asuhan keperawatan demam tifoid dengan mual.
6. Manfaat teoritis
a. Bagi Peneliti
tifoid dengan diare dan untuk menambah wawasan peneliti khususnya dalam
enterica serovar typhi (S typhi). Salmonella enterica serovar paratyphi A, B, dan C juga
dapat menyebabkan infeksi yang disebut demam paratifoid. Demam tifoid dan paratifoid
termasuk ke dalam demam enterik. Demam typhoid ialah penyakit infeksi akut yang
biasanya mengenai saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari satu
minggu, gangguan pada pencernaan (Moser-Van Der Geest, Schibli, & Huber, 2019).
Tipe demam thypoid pada anak, akan terjadi demam naik turun. Demam tinggi biasanya
terjadi pada sore dan malam hari kemudian turun pada pagi hari.
Penyakit sistemik yang bersifat akut atau dapat disebut demam tifoid,
mempunyai gejala dengan spektrum klinis yang bervariasi dari ringan berupa demam,
lemas serta batuk yang ringan sampai dengan gejala berat seperti gangguan
Penyebab penyakit ini adalah kuman Salmonella typhi, Salmonella para typhi
A, dan Salmonella para typhi B. Wujudnya berupa basil gram negatif, bergerak dengan
rambut getar, tidak berspora, dan mempunyai tiga macam antigen (antigen O, H, dan VI).
Dalam serum penderita terdapat zat (aglutinin) terhadap ketiga macam antigen tersebut.
Salmonella typhi merupakan basil gram (-) dan bergerak dengan rambut getar. Transmisi
Salmonella typhi kedalam tubuh manusia dapat melalui hal –hal berikut:
2. Transmisi dari tangan ke mulut, di mana tangan yang tidak higenis yang mempuyai
3. Transmisi kotoran, di mana kotoran individu yang mempunyai basil Salmonella typhi
kesungai atau sumber air yang digunakan sebagai air minum yang kemudian langsung
paratyphi. Bakteri Salmonella typhi merupakan bakteri basil gram negatif ananerob
fakultatif. Bakteri Salmonella akan masuk kedalam tubuh melalui oral bersama dengan
makanan atau minuman yang terkontaminasi. Sebagian bakteri akan dimusnahkan dalam
lambung oleh asam lambung. Sebagian bakteri Salmonella yang lolos akan segera
menuju ke usus halus tepatnya di ileum dan jejunum untuk berkembang biak. Bila sistem
imun humoral mukosa (IgA) tidak lagi baik dalam merespon, maka bakteri akan
menginvasi kedalam sel epitel usus halus (terutama sel M) dan ke lamina propia. Di
lamina propia bakteri akan difagositosis oleh makrofag. Bakteri yang lolos dapat
berkembang biak didalam makrofag dan masuk ke sirkulasi darah (bakterimia I).
Bakterimia I dianggap sebagai masa inkubasi yang dapat terjadi selama 7-14 hari Bakteri
Salmonella juga dapat menginvasi bagian usus yang bernama plak payer. Setelah
menginvasi plak payer, bakteri dapat melakukan translokasi ke dalam folikel limfoid
intestin dan aliran limfe mesenterika dan beberapa bakteri melewati sistem
retikuloendotelial di hati dan limpa. Pada fase ini bakteri juga melewati organ hati dan
limpa. Di hati dan limpa, bakteri meninggalkan makrofag yang selanjutnya berkembang
biak di sinusoid hati. Setelah dari hati, bakteri akan masuk ke sirkulasi darah untuk kedua
memfagositosis bakteri, maka terjadi pelepasan mediator inflamasi salah satunya adalah
sitokin. Pelepasan sitokin ini yang menyebabkan munculnya demam, malaise, myalgia,
sakit kepala, dan gejala toksemia. Plak payer dapat mengalami hyperplasia pada minggu
pertama dan dapat terus berlanjut hingga terjadi nekrosis di minggu kedua. Lama
kelamaan dapat timbul ulserasi yang pada akhirnya dapat terbentuk ulkus diminggu
ketiga. Terbentuknya ulkus ini dapat menyebabkan perdarahan dan perforasi. Hal ini
merupakan salah satu komplikasi yang cukup berbahaya dari demam tifoid.
Gejala dapat muncul setelah masa inkubasi 7 – 14 hari. Gejala klinis bervariasi
mulai dari ringan sampai berat. Pada minggu pertama gejala serupa dengan penyakit
infeksi akut lain seperti demam, nyeri kepala, pusing, mialgia, anoreksia, mual, muntah,
obstipasi atau diare, rasa tidak nyaman di perut, batuk, dan epistaksis. Demam meningkat
perlahan terutama sore hingga malam. Gejala pada minggu kedua lebih jelas berupa
bradikardia relatif, lidah berselaput (kotor di bagian tengah dan tepi, kemerahan pada
mental (somnolen, sopor, koma, delirium, psikosis) dan demam akan semakin tinggi (39
– 40 derajat Celsius). Rose spot (ruam makulopapular, salmon-colored, dan pucat) dapat
muncul terutama di bagian dada pada akhir minggu pertama dan hilang setelah 2 – 5 hari.
Masa inkubasi demam tifoid sekitar 7 sampai 14 hari (dengan rentang 3 sampai 60 hari).
2.5 Klinikal Pathyway
2.6 Pemeriksaan Laboratorium
umumnya tidak spesifik untuk mendiagnosis demam tifoid. Leukopenia sering ditemukan
pada kasus demam tifoid, tetapi jumlah leukosit jarang kurang dari 2.500/mm3. Kondisi
leukopenia dapat menetap 1 sampai 2 minggu setelah infeksi. Pada kondisi tertentu,
Uji widal dilakukan untuk deteksi antibodi terhadap bakteri Salmonella typhi.
Uji widal ini memiliki sensitivitas dan sensitivitas rendah. Pemeriksaan ini dilakukan
dengan melihat aglutinasi dalam serum penderita aglunitin yang dideteksi yaitu aglutinin
O, aglutinin H dan aglutinin Vi. Namun interpretasinya hanya dari aglutinin O dan H
saja. pemeriksaan widal sebaiknya mulai dilakukan pada minggu pertama demam. Hal ini
dikarenakan aglutinin baru meningkat pada minggu pertama dan akan semakin tinggi
hingga minggu keempat. Pembentukan aglutinin dimulai dari aglutinin O dan diikuti
dengan aglutinin H. Pada penderita demam tifoid yang telah bebas demam, aglutinin O
akan tetap ditemukan hingga 4-6 bulan sedangkan aglutinin H 9-12 bulan.
Pemeriksaan kultur Salmonella typhi dari darah dan feses pada minggu pertama infeksi
memiliki tingkat sensitivitas sebesar 85-90% dan kemudian menurun sekitar 20-30%
seiring berjalannya waktu. Selain dari darah dan feses, pemeriksaan kultur juga dapat
dilakukan dengan menggunakan sampel urin dan cairan aspirasi sumsum tulang belakang.
Pemeriksaan kultur dari sampel urin umumnya kurang sensitif (25 – 30%). Sedangkan
pemeriksaan kultur dari sampel cairan aspirasi sumsum tulang belakang memiliki
sensitivitas 90% sampai pasien mendapatkan terapi antibiotik selama 5 hari. Namun,
tindakan aspirasi sumsum tulang belakang dapat menyebakan nyeri, sehingga harus
dipertimbangkan manfaat dan risikonya bila ingin melakukan pemeriksaan ini. Sampai
saat ini baku emas diagnosis demam tifoid adalah pemeriksaan kultur. Pemilihan
spesimen untuk kultur sebagai penunjang diagnosis pada demam minggu pertama dan
awal minggu kedua adalah darah, karena masih terjadi bakteremia. Hasil kultur darah
positif sekitar 40%-60%. Sedangkan pada minggu kedua dan ketiga spesimen sebaiknya
diambil dari kultur tinja (sensitivitas <50%) dan urin (sensitivitas 20-30%). Sampel
biakan sumsum tulang lebih sensitif, sensitivitas pada minggu pertama 90% namun
Penatalaksanaan penyakit typhoid sampai saat ini di bagi menjadi tiga bagian yaitu:
makan, minum, mandi, buang air kecil dan besar akan membantu mempercepat
tempat makan.
2.7.2 Diet
penyakit dengan ini karena makanan yang kurang bersih dan bergizi akan
menurunkan keadaan uamum dan gizi penderita akan semakin turun dan proses
penyembuhan akan menjadi lama. Pada pasien dengan demam typhoid diberikan
makanan yang halus – halus seperti bubur saring, kemudian ditingkatkan menjadi
bubur kasar dan akhirnya di beri nasi, yang perubahan diet tersebut disesuaikan
Beberapa penelitian menunjukan bahwa pemberian makanan padat dini yaitu nasi
dengan lauk pauk rendah selulosa dapat diberikan dengan aman. Disarankan untuk
mengonsumsi diet lunak rendah serat. Asupan serat maksimal yang dianjurkan
adalah 8 gram/ hari. Serta menghindari susu, daging berserat kasar, lemak terlalu
a. Klorampenikol
pengobatan typhoid fever. Diberikan peroral atau intravena, diberikan sampai hari
bebas demam. Penggunaannya kepada anak- anak usia 6-13 tahun tanpa komplikasi
masih efektif dalam mengobati typhoid fever ini. Perbaikan klinis biasanya akan
nampak dalam waktu 72 jam, dan suhu akan kembali normal dalam waktu 3-6 hari,
dengan lama pengobatan antara 7-14 hari. Dosis yang biasa diberikan adalah 50-
b. Tiampenikol
Klorampenikol. Akan tetapi kemungkinan terjadi anemia aplastik lebih rendah dari
yang analog dengan kloramfenikol, yang masih digunakan di Indonesia dan masih
Definisi :
Faktor Risiko :
2. Trauma/perdarahan
3. Luka bakar
4. Aferesis
5. Asites
6. Obstruksi intestinal
7. Peradangan pancreas
9. Disfungsi intestinal
3. Perdarahan
4. Luka bakar
b. Risiko Defisit Nutrisi (D.0056)
Definisi :
Berisiko mengalami asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolisme.
Faktor Risiko:
1. Stroke
2. Parkinson
3. Mobius syndrome
4. Cerebral palsy
5. Cleft lip
6. Cleft palate
8. Kerusakan neuromuscular
9. Luka bakar
10. Kanker
11. Infeksi
12. AIDS
13. Penyakit Crohn’s
14. Enterokolitis
c. Konstipasi (D.0049)
Definisi:
Penurunan defekasi normal yang disertai pengeluaran feses sulit dan tidak tuntas serta
Penyebab:
Fisiologis
3. Ketidakcukupan diet
Psikologis
1. Konfusi
2. Depresi
3. Gangguan emosional
Situasional
2. Ketidakadekuatan toileting
4. Penyalahgunaan laksatif
8. Perubahan lingkungan
Subjektif
Objektif
1. Feses keras
Subjektif
1. Distensi abdomen
2. Kelemahan umum
2. Spina bifida
3. Stroke
4. Sklerosis multipel
5. Penyakit parkinson
6. Demensia
7. Hiperparatiroidisme
8. Hipoparatiroidisme
9. Ketidakseimbangan elektrolit
10. Hemoroid
11. Obesitas
13. Kehamilan
20. Rektokel
21. Tumor
d. Hipertermia (D.0130)
Definisi:
Penyebab :
1. Dehidrasi.
6. Respon trauma.
7. Aktivitas berlebihan.
8. Penggunaan inkubator.
Objektif :
1. Kulit merah.
2. Kejang.
3. Takikardi.
4. Takipnea.
1. Proses infeksi
2. Hipertiroid
3. Stroke
4. Dehidrasi
5. Trauma.
6. Prematuritas.
e. Nyeri Akut (D.0077)
Definisi:
Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual
atau fungsional, dengan onset mendadak atau lamat dan berintensitas ringan hingga berat
Penyebab:
Objektif
1. Tampak meringis
3. Gelisah
5. Menarik diri
7. Diaforesis
1. Kondisi pembedahan
2. Cedera traumatis
3. Infeksi
5. Glaukoma
II. FOKUS INTERVENSI
Catat intake-output
dan hitung balans
cairan 24 jam
Berikan asupan
cairan, sesuai
kebutuhan
Berikan cairan
intravena, jika perlu
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian
diuretik, jika perlu
2. Risiko Defisit Dapat teratasi dengan Manajemen Muntah
Nutrisi (D.0056) kriteria hasil : (I.03118)
Kontrol lingkungan
penyebab muntah
(mis: bau tidak sedap,
suara, dan stimulasi
visual yang tidak
menyenangkan)
Kurangi atau
hilangkan keadaan
penyebab muntah
(mis: kecemasan,
ketakutan)
Atur posisi untuk
mencegah aspirasi
Pertahankan
kepatenan jalan napas
Bersihkan mulut dan
hidung
Berikan dukungan
fisik saat muntah
(mis: membantu
membungkuk atau
menundukkan kepala)
Berikan kenyamanan
selama muntah (mis:
kompres dingin di
dahi, atau sediakan
pakaian kering dan
bersih)
Berikan cairan yang
tidak mengandung
karbonasi minimal 30
menit setelah muntah
Edukasi
Anjurkan membawa
kantong plastik untuk
menampung muntah
Anjurkan
memperbanyak
istirahat
Ajarkan penggunaan
Teknik non
farmakologis untuk
mengelola muntah
relaksasi
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian
obat antiemetik, jika
perlu
Jelaskan jenis
makanan yang
membantu
meningkatkan
keteraturan peristaltik
usus
Anjurkan mencatat
warna, frekuensi,
konsistensi, volume
feses
Anjurkan
meningkatkan
aktivitas fisik, sesuai
toleransi
Anjurkan
pengurangan asupan
makanan yang
meningkatkan
pembentukan gas
Anjurkan
mengkonsumsi
makanan yang
mengandung tinggi
serat
Anjurkan
meningkatkan asupan
cairan, jika tidak ada
kontraindikasi
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian
obat supositoria anal,
jika perlu.
4. Hipertermia Manajemen Hipertermi
(D.0130) Kriteria hasil untuk
membuktikan bahwa (I.15506)
termoregulasi membaik Observasi
adalah:
Sediakan lingkungan
yang dingin
Longgarkan atau
lepaskan pakaian
Basahi dan kipasi
permukaan tubuh
Berikan cairan oral
Ganti linen setiap hari
atau lebih sering jika
mengalami
hyperhidrosis
(keringat berlebih)
Lakukan pendinginan
eksternal (kompres
hangat pada dahi,
leher, dada, abdomen,
aksila)
Hindari pemberian
antipiretik atau aspirin
Berikan oksigen, jika
perlu
Edukasi
Kolaborasi pemberian
cairan dan elektrolit
intravena, jika perlu
5. Nyeri Akut (D.0077)
Kriteria hasil untuk Pemberian Analgesik
membuktikan bahwa (I.08243)
tingkat nyeri menurun
adalah: Observasi
Diskusikan jenis
analgesik yang
disukai untuk
mencapai analgesia
optimal, jika perlu
Pertimbangkan
penggunaan infus
kontinu, atau bolus
opioid untuk
mempertahankan
kadar dalam serum
Tetapkan target
efektifitas analgesik
untuk
mengoptimalkan
respons pasien
Dokumentasikan
respons terhadap efek
analgesik dan efek
yang tidak diinginkan
Edukasi
Kolaborasi pemberian
dosis dan jenis
analgesik, sesuai
indikasi
BAB 3
KESIMPULAN DAN SARAN
3.1 Kesimpulan
oleh bakteri Salmonella typhi. . Dengan gejala demam selama 1-2 minggu yang
ditandai dengan demam tinggi nyeri pada bagian perut, dan mual muntah dan bisa
mengawasi kebutuhan cairan dan elektrolit, hipertermi, dan status nutrisi pada
3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
Pegues DA, Miller SI. Salmonellosis. In: Kasper DL, et al. Harrison principles of internal
Paul UK, Bandyopadhyay A. (2017). Typhoid fever: A review. Int J Adv Med.
Sultana S, Maruf AA, Sultana R, Jahan S.(2016). Laboratory diagnosis of enteric fever: A
Diri, K., Kebiasaan, D. A. N., & Di, J. (2016).Analisis Risiko Kejadian Demam Typhoid
PPNI 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil