Anda di halaman 1dari 4

Lembar Kerja 1

Lembar Kerja 1
Mengidentifikasi Informasi
Mengidentifikasi Informasi
Teks Cerita Sejarah
Teks Cerita Sejarah

Nama :
Nama :
Kelas :
Kelas :
Nomor Presensi :
Nomor Presensi :
Petunjuk lembar kerja!
1. Bacalah dan cermatilah cerita sejarah berikut ini dengan saksama!
2. Tentukanlah informasi yang mencakup orientasi, rangkaian kejadian yang saling
berkaitan, komplikasi dan resolusi, dalam cerita sejarah dan sertakan bukti
pendukungnya dari teks berikut ini!
3. Tuliskan jawaban pada tabel yang sudah disediakan!

Pangeran Diponegoro (1785-1855)


Dilahirkan dari keluarga Kesultanan Yogyakarta, memiliki jiwa
kepemimpinan dan kepahlawanan. Hatinya yang bersih dan sebagai seorang
pangeran akhirnya menuntunnya menjadi seorang yang harus tampil di depan
guna membela kehormatan keluarga, kerajaan, rakyat dan bangsanya dari
penjajahan Belanda.
Namun resiko dari kebersihan hatinya, ia ditangkap oleh Belanda dengan
cara licik, rekayasa perundingan. Namun walaupun begitu, beliau tidak akan
pernah menyesal karena beliau wafat dengan hati yang tenang, tidak berhutang
pada bangsanya, rakyatnya, keluarganya, terutama pada dirinya sendiri.
Kejujuran, kesederhanaan, kerendahan hati, kebersihan hati,
kepemimpinan, kepahlawanan, itulah barangkali sedikit sifat yang tertangkap bila
menelusuri perjalanan perjuangan Pahlawan kita yang lahir di Yogyakarta tanggal
11 November 1785, ini.
Pangeran Diponegoro yang bernama asli Raden Mas Ontowiryo, ini
menunjukkan kesederhanaan atau kerendahan hatinya itu ketika menolak
keinginan ayahnya, Sultan Hamengku Buwono III untuk mengangkatnya menjadi
raja. Beliau menolak mengingat bunda yang melahirkannya bukanlah permaisuri.
Bagi orang-orang yang tamak akan kedudukan, penolakan itu pasti sangat
disayangkan. Sebab bagi orang tamak, jangankan diberi, bila perlu merampas pun
dilakukan. Melihat penolakan ini, sangat jelas sifat tamak tidak ada sedikitpun
pada Pangeran ini. Yang ada hanyalah hati yang bersih. Beliau tidak mau
menerima apa yang menurut beliau bukan haknya. Itulah sifat yang
dipertunjukkannya dalam penolakan terhadap tawaran ayahnya tersebut.
Namun sebaliknya, beliau juga akan memperjuangkan sampai mati apa
yang menurut beliau menjadi haknya. Sifatnya ini jelas terlihat jika
memperhatikan sikap beliau ketika melihat perlakuan Belanda di Yogyakarta
sekitar tahun 1920. Hatinya semakin tidak bisa menerima ketika melihat campur
tangan Belanda yang semakin besar dalam persoalan kerajaan Yogyakarta.
Berbagai peraturan tata tertib yang dibuat oleh Pemerintah Belanda menurutnya
sangat merendahkan martabat raja-raja Jawa. Sikap ini juga sangat jelas
memperlihatkan sifat kepemimpinan dan kepahlawanan beliau.
Sebagaimana diketahui bahwa Belanda pada setiap kesempatan selalu
menggunakan politik ‘memecah-belah’-nya. Di Yogyakarta sendiri pun, Pangeran
Diponegoro melihat, bahwa para bangsawan di sana sering di adu domba Belanda.
Ketika kedua bangsawan yang diadu-domba saling mencurigai, tanah-tanah
kerajaan pun semakin banyak diambil oleh Belanda untuk perkebunan pengusaha-
pengusaha dari negeri kincir angin itu.
Melihat keadaan demikian, Pangeran Diponegoro menunjukkan sikap
tidak senang dan memutuskan meninggalkan keraton untuk seterusnya menetap di
Tegalrejo. Melihat sikapnya yang demikian, Belanda malah menuduhnya
menyiapkan pemberontakan. Sehingga pada tanggal 20 Juni 1825, Belanda
melakukan penyerangan ke Tegalrejo. Dengan demikian Perang Diponegoro pun
telah dimulai.
Dalam perang di Tegalrejo ini, Pangeran dan pasukannya terpaksa
mundur, dan selajutnya mulai membangun pertahanan baru di Selarong. Perang
dilakukan secara bergerilya dimana pasukan sering berpindah-pindah untuk
menjaga agar pasukannya sulit dihancurkan pihak Belanda. Taktik perang gerilya
ini pada tahun-tahun pertama membuat pasukannya unggul dan banyak
menyulitkan pihak Belanda.
Namun setelah Belanda mengganti siasat dengan membangun benteng-
benteng di daerah yang sudah dikuasai, akhirnya pergerakan pasukan Diponegoro
pun tidak bisa lagi sebebas sebelumnya. Disamping itu, pihak Belanda pun selalu
membujuk tokoh-tokoh yang mengadakan perlawanan agar menghentikan perang.
Akhirnya, terhitung sejak tahun 1829 perlawanan dari rakyat pun semakin
berkurang.
Belanda yang sesekali masih mendapatkan perlawanan dari pasukan
Diponegoro, dengan berbagai cara terus berupaya untuk menangkap pangeran.
Bahkan sayembara pun dipergunaan. Hadiah 50.000 Gulden diberikan kepada
siapa saja yang bisa menangkap Diponegoro. Diponegoro sendiri tidak pernah
mau menyerah sekalipun kekuatannya semakin melemah.
Karena berbagai cara yang dilakukan oleh Belanda tidak pernah berhasil,
maka permainan licik dan kotor pun dilakukan. Diponegoro diundang ke
Magelang untuk berunding, dengan jaminan kalau tidak ada pun kesepakatan,
Diponegoro boleh kembali ke tempatnya dengan aman. Diponegoro yang jujur
dan berhati bersih, percaya atas niat baik yang diusulkan Belanda tersebut. Apa
lacur, undangan perundingan tersebut rupanya sudah menjadi rencana busuk
untuk menangkap pangeran ini. Dalam perundingan di Magelang tanggal 28
Maret 1830, beliau ditangkap dan dibuang ke Menado yang dikemudian hari
dipindahkan lagi ke Ujungpandang.
Setelah kurang lebih 25 tahun ditahan di Benteng Rotterdam,
Ujungpandang, akhirnya pada tanggal 8 Januari 1855 beliau meninggal.
Jenazahnya pun dimakamkan di sana. Beliau wafat sebagai pahlawan bangsa yang
tidak pernah mau menyerah pada kejaliman manusia.

ANALISIS CERITA SEJARAH


No. Struktur Informasi Bukti

1. Orientasi

Rangkaian
2.
Kejadian

3. Komplikasi
4. Resolusi

Anda mungkin juga menyukai