Anda di halaman 1dari 11

UPAYA MENGEMBANGKAN PENDIDIKAN KARAKTER ANAK

TERHADAP BUDAYA WAYANG KULIT DENGAN


BEREKSPANSI KE MEDIA DIGITAL

Disusun Oleh :

1. Amelia Christanti (A15.2020.01744)


2. Seravina Anggita Dewi (A15.2020.01726)
3. Falsa Ghevira Zahira Shoffa (A15.2020.01940)
4. Arelliza Mucharomy Agistie (A15.2020.01741)
5. Oktarina Widyayana (A15.2020.01747)

Kelas 9406

FAKULTAS ILMU KOMPUTER


ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS DIAN NUSWANTORO
SEMARANG
2022
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia salah satu negara kepulauan di dunia yang memiliki lebih dari
17.000 pulau dan sekitar 7000 pulau yang berpenghuni. Dengan banyaknya pulau
tersebut tentunya Masyarakat Indonesia juga memiliki beragam suku sebanyak
300 suku, layaknya Suku Jawa, Batak, Sunda, Cina, Dayak, Papua, dan lain
sebagainya. Banyaknya suku di Indonesia menyebabkan banyaknya pula
kebudayaan di setiap daerah yang memiliki ciri khas masing-masing. Ciri khas
tersebutlah yang semakin berkembangnya zaman dapat dikatakan sebagai
kebudayaan yang turun temurun. Oleh karena banyaknya perbedaan suku dan
bahasa Indonesia mendapatkan judulkan sebagai Negara Multi-Cultural.
Sebagai suatu kebanggaan, Indonesia memiliki kebudayaan yang telah
diakui oleh UNESCO pada 7 November 2003, yaitu Pertunjukan Wayang Kulit.
Pertunjukan wayang kulit diakui sebagai karya kebudayaan yang mengagumkan
dalam bidang cerita narasi dan warisan yang indah dan berharga (Masterpiece of
Oral and Intangible Heritage of Humanity). Pada laman situs resmi UNESCO,
menjabarkan bahwa wayang kulit terkenal karena wayangnya yang rumit dan
gaya musiknya yang kompleks serta bentuk cerita kuno ini berasal dari pulau
Jawa di Indonesia. UNESCO juga menjabarkan bahwa boneka tangan yang dibuat
secara detail dan berhati-hari ini bervariasi dalam ukuran, bentuk dan gaya, ada
dua jenis utama di antaranya, wayang kayu tiga dimensi (wayang klitik atau
golèk) dan wayang kulit datar (wayang kulit) yang dipaparkan pada depan layar
yang dinyalakan menggunakan sorotan lampu dari belakang. Jenis pemaparan ini
dicirikan oleh kostum, fitur wajah dan bagian tubuh yang diartikulasikan. Secara
umum wayang mengambil cerita dari naskah Mahabharata dan Ramayana, namun
tidak memiliki batasan dan hanya dengan standar tak dibatasi hanya dengan
standart tersebut.
Seiring dengan perkembangan teknologi yang begitu pesat, manusia telah
hidup di era digital. Hingga membuat manusia tidak bisa hidup tanpa teknologi
karena dapat dikatakah bahwa teknologi merupakan segala-galanya bagi manusia,
sehingga dampak positif dan negatif bagi manusia juga akan terjadi. Dampak
negatif yang sangat dirasakan dari adanya kecanggihan era digital saat ini yaitu
lunturnya kebudayaan di Indonesia. Salah satu kebudayaan yang telah luntur
karena era digital yaitu pertunjukan wayang kulit, karena saat ini mereka lebih
tertarik pada sesuatu yang berhubungan dengan digital atau smartphone. Makna
wayang itu sendiri dapat dikatakan sebagai gambaran kehidupan manusia akan
menjadi daya tarik karena penonton akan berkaca pada wayang. Namun sangat
disayangkan boneka wayang pun saat ini sudah kalah saing dengan boneka buatan
pabrik yang lebih menarik dan terkesan lebih mewah dibandingkandengan boneka
wayang.
Nilai karakter bangsa dimulai dengan pemikiran Ki. Hajar Dewantara, yaitu
olah hati yang melahirkan karakter jujur, olah pikir yang melahirkan karakter
cerdas, olah rasa yang melahirkan karakter peduli, dan olah raga yang melahirkan
karakter tangguh. Pendidikan karakter inilah yang dipandang sebagai media untuk
penanaman nilai keimanan yang menjadikan generasi muda tidak mudah
terpengaruh dengan perilaku yang amoral. Munculnya beberapa pengaruh asing
yang masuk ke Indonesia seperti gaya hidup yang menunjukan kebebasan dan
bersifat hedonistik dinilai menjadi ancaman tersendiri bagi generasi muda.
Sebenarnya pertunjukan wayang tidak hanya sekedar pertunjukan saja, sesuai
dengan naskah cerita dari Mahabharata dan Ramayana pastinya dalam
pertunjukan tersebut terdapat nilai kehidupan, nilai heroic kepahlawanan dan nilai
pendidikan, terutma pendidikan moral. Pendidikan karakter secara formal menjadi
muatan wajib dalam proses pembelajaran, berdampingan dengan penguatan
literasi, pengembangan keterampilan abad 21 (kritis, kreatif, kolaboratif,
komunikatif), dan pengembangan penilaian HOTS. Hal inilah yang kedepannya
dapat membantu manusia zaman sekarang untuk lebih baik lagi dan tidak terbawa
pengaruh asing.

1.2. Tujuan
Tujuan dalam penyusunan makalah ini, sebagai berikut :
1. Mengetahui konsep kebudayaan wayang
2. Mengetahui konsep pengembangan pertunjukan wayang melalui media digital
3. Mengetahui tradisi budaya pertunjukan wayang kulit
4. Mengetahui budaya wayang melalui media digital
5. Mengetahui wayang sebagai sarana pembelajaran dalam pemeliharaan sebuah
karakter
6. Mengetahui kelebihan wayang dalam pengembangan suatu karakter
7. Mengetahui solusi terhadap masalah kebudayaan wayang
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Konsep Kebudayaan Wayang


Wayang merupakan bagian dari warisan masa lampau Indonesia. Wayang
dijadikan kebudayaan lokal yang dianggap berasal dari Jawa dan memiliki
kandungan cerita yang berakar dari berbagai segi kehidupan. Wayang pada
konsepnya merupakan aktualisasi kehidupan masyarakat Jawa secara abstrak,
namun tetap mengandung ajaran moral yang patut diteladani (Akhyanto et al,
1988).
Pada dasarnya wayang dibedakan menjadi berbagai macam, tergantung
bentuknya. Ada wayang purwa, klitik, beber, golek, dsb. Menurut UNESCO,
wayang termasuk ke dalam kategori warisan budaya takbenda kemanusiaan yang
ditetapkan sejak 2003. Indonesia memiliki wayang yang tergolong rumit dipadukan
dengan gaya musik yang sesuai dengan cerita yang dipertunjukkan. Cerita tersebut
ditandai dapat memberikan pelajaran, simbol, nilai-nilai moral bangsa Indonesia.
Wayang telah ditetapkan sebagai hari wayang nasional setiap tanggal 7 November
berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 30 Tahun 2018 yang telah ditandatangani
Presiden pada 11 Desember 2018 sebagai elemen warisan budaya nonbenda yang
wajib untuk dilestarikan dan dijunjung tinggi keberadaannya (Komarudin, 2021).
Wayang purwa atau disebut juga wayang kulit merupakan jenis wayang yang
terbuat dari kulit sapi atau kerbau. Untuk membuatnya, kulit harus dikeringkan
kemudian dibentuk menjadi tokoh wayang. Sementara itu, wayang klitik
merupakan wayang yang terbuat dari kayu sama seperti wayang golek, tapi
bedanya wayang klitik bersifat lebih ringan dan tipis dibanding wayang golek.
Wayang golek merupakan salah satu jenis wayang yang terkenal di daerah Jawa
dimana berbentuk 3 dimensi dan memiliki cerita kehidupan Jawa yang
mengandung ajaran moral yang dapat diteladani. Sedangkan wayang beber terbuat
dari lembaran kain berisi lukisan atau gambar untuk mendukung penceritaan
pertunjukan wayang tersebut (Sinau, 2021).

2.2. Konsep Pengembangan Pertunjukan Wayang Melalui Media Digital


Menurut Brandes arkeolog Belanda yang juga ahli sejarah Jawa, wayang
merupakan murni asli Jawa. Wayang menyajikan hasil‐hasil kebudayaan Indonesia
purba, seperti gamelan, sistem moneter, bentuk‐bentuk metrik, batik, astronomi,
cara menanam padi sawah basah, dan administrasi pemerintahan. Secara garis besar
wayang kulit merupakan sebuah pertunjukan yang mempertontonkan bayangan
dibalik layar atau sebuah lukisan yang bergerigi. Wayang dipertontonkan oleh
seorang dalang atau saman pada permukaan kelir atau tabir yang terbuat dari kain
putih, orang tersebut mahir dalam memainkan gerakan dan juga mahir dalam
bercerita. Arkeolog Dyah W. Dewi dalam “Kesenian Wayang Pada Masa Jawa
Kuno dan Persebarannya di Asia” menyebut pertunjukan wayang mempunyai arti
khusus. “Sehubungan dengan diselenggarakannya suatu upacara untuk
memperingati suatu kejadian,” dalam Pertemuan Arkeologi V.
Kehebatan budaya wayang ini meninggalkan kisah sejarah yang hebat dan
magis. Pasalnya diawal persebarannya wayang digunakan sebagai media
penyebaran dakwah agama Islam, yang lalu diikuti oleh banyak agama lainnya.
Namun seiringnya perkembangan zaman, banyak masyarakat yang kian hari kian
melupakan ajaran atau peninggalan budaya wayang. Semakin jarangnya
pertunjukan wayang, tak ayal membuat generasi-generasi terbaru di Indonesia juga
kurang mengenal mengenai sejarah perwayangan. Seniman pun hari ini berjuang
untuk membentuk komunitas-komunitas dengan audiens serta patron lokal, dengan
membangkitkan serta menginterpretasikan kembali bentuk-bentuk kultural kuno
dan residual dari wayang serta kesenian lainnya. Bentuk-bentuk wayang yang
terancam punah, seperti wayang beber, tiba-tiba mendapat perhatian lebih yang tak
hanya mencakup khalayak kolektor barang antik. Bentuk-bentuk kesenian ini
merupakan sumber kultural yang vital untuk “resistensi terhadap kekuatan yang
sudah melekat” (Nancy, 1986).
Pengembangan pertunjukan wayang ini memang sudah seharusnya
dilanjutkan, terlebih hal ini juga bisa dijadikan dalam hal meningkatkan pendidikan
karakter pada anak. Banyak cerita-cerita mengesankan dan dapat dipetik dari
uniknya cerita wayang, dari segi isi, cerita pewayangan selalu mengajarkan budi
pekerti yang luhur, saling mencintai, menghormati, menghargai, dan terkadang
diselipkan kritik sosial dan peran lucu lewat adegan goro-goro. Tak hanya dari segi
cerita, banyak pemaknaan dan pelajaran yang dapat diambil dari keseluruhan
konsep budaya wayang ini. Selain itu, dapat dipastikan apabila budaya wayang ini
dapat berekspansi ke dunia digital, tentunya akan bisa mengjangkau pasar lebih
luas lagi. Kiat-kiat dalam melaksanakan hal ini bisa melalui pembuatan video
berisikan pertunjukan wayang yang nantinya bisa disebarluaskan ke berbagai
platform media digital. Sejak kemerdekaan, Indonesia memiliki sejumlah sekolah
tinggi dengan jurusan pedalangan. Melalui lembaga inilah, kemungkinan baru
terhadap pengembangan wayang kulit bergulir. Pementasan wayang kulit beberapa
kali keluar pakem. Seperti lakon cerita, tokoh, dan hal teknis pemakaian layar
digital serta teknologi terbaru. Hal lainnya yang perlu digaris bawahi yaitu,
pengembangan pertunjukan wayang melalui media digital dapat memberikan angin
segar pada budaya Indonesia. Dikenalnya kebudayaan-kebudayaan kita bisa
memberikan efek positif ke berbagai sektor lainnya. Selain itu, dengan harapan
yang nyata, pertunjukan wayang melalui media digital akan membuat masyarakat
lebih mencintai, menghargai, dan melestarikan budaya yang dimiliki.

2.3. Tradisi Budaya Pertunjukan Wayang Kulit


Wayang sebagai media komunikasi tradisional adalah media komunikasi
yang menggunakan seni pertunjukan tradisional, yang lahir dan berkembang di
tengah masyarakat pedesaan (Kementrian Komunikasi dan Informatika, 2011:2).
Lakon wayang tradisional diimprovisasi secara oral dalam pertunjukan dan oleh
karena itu selalu berkaitan dengan konteks, namun kita bisa menyaksikan
“tradisionalitas substantif” tingkat tinggi, didefinisikan oleh Shils sebagai “apresiasi
atas pencapaian serta kearifan dari masa silam dan atas institusi-institusi yang
dibenihi oleh tradisi, dan juga atas keinginan untuk mempertimbangkan pola-pola
yang diwariskan dari masa lampau sebagai panduan-panduan hidup yang syah”
(Shils, 1981: 21).
Wayang dinilai sebagai pusaka yaitu sebuah koleksi wayang untuk satu
pertunjukan umumnya dikumpulkan dari generasi ke generasi, bukan hasil
pekerjaan satu tukang semata. Istilah “wayang” sendiri berasal dari kata “ma
Hyang”, yang berarti menuju spiritualitas Sang Kuasa. Tapi ada juga yang
mengatakan “wayang” berasal dari teknik pertunjukan yang mengandalkan
bayangan (bayang/wayang) di layar. Wayang kulit, terbuat dari kulit kerbau,
diyakini sebagai embrio dari berbagai jenis wayang yang ada saat ini. Ia dimainkan
seorang dalang; diiringi musik gamelan yang dimainkan sekelompok nayaga
(pemain gamelan) dan tembang yang dinyanyikan para pesinden. Setiap bagian
dalam pementasan wayang mempunyai simbol dan makna filosofis yang kuat.
Ketika prototipe wayang ini disorot dengan sinar lampu blencong, maka
bayangannya akan tampak di depan kelir dengan bayangan abstrak. Secara lazim
dikatakan oleh para penonton sebagai pertunjukan bayang-bayang atau Wayang
yang mengandung nilai yang amat menakjubkan. Bila lepaskan pikiran dari
pengetahuan yang dikuasai atau dimiliki, kita akan luluh dan terhanyut dalam
permainan bayangan yang lakukan oleh dalang. Apalagi setelah diramu dengan
untaian cerita Mahabharata dan Ramayana atau cerita lain serta diolah dengan rasa
estetika yang mendalam tentu sangat menarik ditonton. Begitu antusiasnya para
penggemar pertunjukan wayang kulit menyebabkan perkembangannya menjadi
pesat di masyarakat. Walaupun saat ini wayang banyak mendapat saingan dari
media modern lainnya, seperti film, televisi, dan internet, namun masih mampu
bersaing untuk merebut penggemar. Hal ini berarti wayang sudah hidup berakar di
masyarakat dari sejak lama. Pertunjukan wayang ini tidak pernah kering dari
dahulu sampai saat ini terutama mengenai ramuan adegannya. Hal itu menyebabkan
sepanjang masa selalu menjadi inspirasi bagi insan yang sedang dilanda kekeringan
nilai moral dan estetika. Hal ini sangat beralasan, karena ketika seseorang
mengalami kebuntuan dalam berkiprah banyak di antara mereka menaungkan diri
pada sebuah pertunjukan wayang kulit untuk mendengarkan wejangan nilai-nilai
filsafat yang sangat bermanfaat dalam kehidupan ini.

2.4. Budaya Wayang Melalui Media Digital


Munculnya era revolusi industri 4.0 sangat berpengaruh terhadap
perkembangan dan pembaharuan peradaban yang secara global ditandai dengan
munculnya teknologi-teknologi dan sistem informasi yang demikian canggihnya.
Sehingga dalam perkembangan yang begitu canggih ini dapat dikatakan serba
digital. Istilah digital ini merujuk pada penggunaan jaringan internet khususnya
yang terdapat dalam teknologi informasi. Perkembangan era digital yang sangat
pesat ini, sangat membantu masyarakat dunia memberikan kemudahan layanan dan
cakupan tanpa batas. Seiring pesatnya perkembangan teknologi, membuat
pengguna internet di dunia pun ikut melambung tinggi (Yudimahasiswa, 2019).
Dalam aspek yang begitu luas, teknologi informasi digital mempengaruhi seluruh
komponen kebudayaan, dapat disadari pertunjukan wayang kulit mendapatkan
sentuhan baru era digital ini. Hal ini sangat disadari bagi para seniman dalang untuk
ikut serta berpartisipasi membawa kesenian wayang kulit ke dalamnya. Munculnya
gagasan ini justru memiliki dampak yang secara positif merujuk kepada
kebertahanan nilai-nilai kebudayaan, sehingga pertunjukannya masih tetap eksis
dan mengikuti perkembangan jaman.
Dengan adanya pertunjukan wayang kulit yang sarat akan tuntunan
sekaligus menghibur penonton yang mengakses media digital melalui teknologi
komputer ataupun smartphone yang dimilikinya. Dengan harapan, masuknya
pertunjukan wayang kulit dalam dunia digital serta dikemas dalam wujud sajian
yang lebih efektif dan efesien, penikmat tidak mengalami kebosanan, serta ajaran-
ajaran agama yang dikemas melalui contents pertunjukan wayang kulit dapat
diserap, ditangkap, serta dipahami dengan mudah oleh penonton. Kehadiran dunia
digital dalam kehidupan banyak memiliki kekuatan positif bagi kemudahan
aktivitas masyarakat yang tengah padat dalam penyesuaian pembagian kerjanya.
Hal ini sangat membantu khususnya masyarakat yang ingin mencari tuntunan yang
sesuai dengan kepercayaannya yang dianutnya, sehingga proses mendapatkan
informasi mengenai ajaran-ajaran keagamaan serta ajaran mengenai hakikat
kehidupan dapat diperoleh dari berbagai sumber yang sudah disediakan dalam
smartphone atau komputer yang dimilki oleh masing-masing individu. Salah satu
media yang poluler bagi kalangan masyarakat atas maupun bawah adalah video
yang bersumber dari media ‘youtube’. Berbagai video-video yang bermanfaat bagi
kebutuhan manusia dapat ditemukan dalam aplikasi ini. Dengan merepresentasikan
dua tokoh ataupun lebih yang membicarakan fenomena kemasyarakatan, begitu
juga dengan topik keagamaan yang sangat menarik untuk diperbincangkan. Ini
menandakan keberadaan media youtube sangat mempermudah akses individu
dalam menyaksikan pertunjukan wayang kulit dengan inovasi-inovasi yang baru,
serta mendapatkan pengetahuan-pengetahuan yang sangat bermanfaat untuk
kehidupannya. Oleh karena itu, peranan wayang kulit masih pada fungsinya yang
dominan yaitu sebagai tontonan dan tuntunan kepada masyarakat.

2.5. Wayang Sebagai Sarana Pembelajaran Dalam Pemeliharaan Sebuah


Karakter
Dari beberapa tokoh kemudian dijadikan sarana pembelajaran berupa kartun
yang dapat dijadikan pembelajaran bagi masyarakat indonesia khususnya generasi
muda untuk mengembangkan sebuah karakter pemilihan film kartun didasari oleh
beberapa alasan,dan film kartun adalah sebuah animasi yang mempunyai media
yang lengkap dimulai dari gambar ,pergerakan dan suara, sehingga pesan yang
ingin disampaikan sangat mudah ditangkap oleh para masyarakat.
Wayang memiliki bentuk yang beraneka ragam, hal ini guna menggambarkan tokoh
tertentu sesuai dengan sifat, karakter dan pencitraan. Dimana contohnya tokoh
ksatria seperti Puntadewa dan Arjuna digambarkan dengan sikap kesatria, memiliki
sifat rendah hati dan budi pekerti yang baik. Sementara wayang yang diberikan
gambaran sebagai paras buruk memiliki sifat mudah emosi, sombong dan angkuh.
Hal ini dapat menjadi media untuk pembelajaran yang efektif bagi penontonnya,
terutama di kalangan anak-anak untuk dapat memahami dan membedakan watak,
sikap dan perilaku manusia terkait yang baik dan yang buruk
Dalam fungsinya sebagai media pembelajaran dan pendidikan, wayang tidak
harus ditampilkan dalam sebuah pagelaran untuk suatu materi pembelajaran,
Namun juga dapat dimasukkan unsur-unsur yang terkandung dalam cerita
pewayangan. Sebagai contoh, terkait pembelajaran budi pekerti dapat diteladani
wayang tokoh Bima. Bima memiliki sifat setia, penuh semangat, satria, dan
religius. Hal tersebut memiliki sifat-sifat yang dapat diteladani oleh penontonnya
(Purwadi, 2006).

2.6. Kelebihan Wayang Dalam Pengembangan Suatu Karakter


1. wayang bersifat acceptable (menerima)
Artinya, wayang merupakan salah satu bagian dari budaya bangsa
indonesia sehingga bisa diterima oleh semua golongan,baik itu orang dewasa
maupun remaja,sehingga budaya indonesia dapat dilestarikan dan dapat
dijadikan sarana pembelajaran .
2. wayang bersifat timeless (tanpa batas waktu)
Cerita dalam kebudayaan wayang ditandai mempunyai kemiripan. Hal
ini menyebabkan wayang dapat difungsikan secara turun temurun oleh pelajar
dari satu generasi ke generasi selanjutnya sebagai media pembelajaran karakter.
3. Wayang tidak perlu mengeluarkan banyak biaya seperti sarana pembelajar
lainnya serta praktis dan efektif .
Bercerita tentang wayang tidak membutuhkan fasilitas yang lengkap
yang dibutuhkan hanyalah kemampuan para masyarakat dalam memperagakan
cerita tersebut sehingga sangat mudah dimengerti bagi para penonton. Wayang
adalah harta budaya indonesia yang patut dijaga. Penggunaannya sebagai sarana
pembelajaran untuk membangun suatu karakter manusia yang menjadi
komponen pendukung dalam pembentukan pendidikan karakter sehingga salah
satu cara bagaimana tetap menjaga kelestarian wayang .

2.7. Solusi Terhadap Masalah Kebudayaan Wayang


Pelestarian budaya yang dilakukan dengan cara membuat suatu pusat
informasi mengenai kebudayaan yang dapat difungsionalisasi kedalam banyak
bentuk. Tujuannya adalah untuk edukasi ataupun untuk kepentingan pengembangan
kebudayaan itu sendiri dan potensi kepariwisataan daerah. Dengan demikian para
Generasi Muda dapat mengetahui tentang kebudayaanya sendiri. Selain dilestarikan
dalam dua bentuk diatas, wayang kulit juga dapat dilestarikan dengan cara
mengenal budaya wayang kulit itu sendiri. Dengan hal ini setidaknya kita dapat
mengantisipasi pencurian kebudayaan yang dilakukan oleh negara-negara lain.
Penyakit masyarakat kita adalah mereka terkadang tidak bangga terhadap produk
atau kebudayaannya sendiri. Wayang kulit sebagai peninggalan budaya sangat
rentan untuk musnah apabila tidak ada upaya yang sungguh-sungguh untuk
melestarikannya Perhatian pemerintah kepada pelaku seni juga dapat diberikan
dalam bentuk menyediakan tempat untuk menyelengarakan pementasan wayang
kulit. Sebagaimana diuraikan dimuka bahwa pementasan wayang kulit hanya
dilakukan apabila ada yang mengundang sehingga pementasannya tidak bisa
dilakukan secara rutin. Adanya tempat untuk pementasan wayang kulit
memungkinkan pementasan dapat dilakukan secara terjadwal sehingga para dalang
dapat bergantian melakukan pementasan. Peran pemerintah dalam memajukan
budaya wayang kulit dapat dilakukan dengan membantu promosi terhadap kegiatan
pementasan wayang kulit, juga perlu dilakukan, promosi tersebut dilakukan ke
sekolah-sekolah. Sekolah dapat membuat sebuah kegiatan ekstrakulikuler yang
mewajibkan siswanya untuk melihat pertunjukan wayang kulit dan membuat
laporan atas tugas tersebut. Cara memperhatikan kesejahtaraan juga dapat ditempuh
dengan cara mengangkat setiap Dalang yang mengisi pementasan wayang kulit
secara rutin di Stasiun radio atau televisi pemerintah sebagai pegawai Pemerintah
Daerah Wayang kulit berdasarkan pengertian tersebut termasuk ekspresi budaya
tradisional yang dimiliki olen negara Indonesia sedangkan kelompok masyarakat
yang telah memelihara, mengembangkan, memanfaatkan, atau melestarikannya
disebut sebagai insan budaya.
BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Wayang merupakan bagian dari warisan masa lampau Indonesia. Wayang
dijadikan kebudayaan lokal yang dianggap berasal dari Jawa dan memiliki
kandungan cerita yang berakar dari berbagai segi kehidupan. Menurut UNESCO,
wayang termasuk ke dalam kategori warisan budaya takbenda kemanusiaan yang
ditetapkan sejak 2003. Pengembangan pertunjukan wayang ini memang sudah
seharusnya dilanjutkan, terlebih hal ini juga bisa dijadikan dalam hal meningkatkan
pendidikan karakter pada anak. Banyak cerita-cerita mengesankan dan dapat dipetik
dari uniknya cerita wayang, dari segi isi, cerita pewayangan selalu mengajarkan
budi pekerti yang luhur, saling mencintai, menghormati, menghargai, dan terkadang
diselipkan kritik sosial dan peran lucu lewat adegan goro-goro.
Kelebihan wayang dalam pengembangan suatu karakter yaitu wayang
bersifat acceptable, wayang bersifat timeless, dan wayang tidak perlu
mengeluarkan banyak biaya seperti sarana pembelajar lainnya serta praktis dan
efektif. Dengan adanya pertunjukan wayang kulit yang sarat akan tuntunan
sekaligus menghibur penonton yang mengakses dunia digital melalui teknologi
komputer ataupun smartphone yang dimilikinya. Dengan harapan, masuknya
pertunjukan wayang kulit dalam dunia digital serta dikemas dalam wujud sajian
yang lebih efektif dan efesien, penikmat tidak mengalami kebosanan, serta ajaran-
ajaran agama yang dikemas melalui contents pertunjukan wayang kulit dapat
diserap, ditangkap, serta dipahami dengan mudah oleh penonton.

3.2. Saran
Adapun saran yang dapat penulis sampaikan melalui makalah ini adalah
para generasi muda dapat mengetahui tentang kebudayaan wayang dan dapat
melestarikannya dengan cara mengenal budaya wayang bagi generasi yang akan
datang. Pelestarian budaya daerah yang memerlukan perhatian dari pemerintah
yang lebih serius untuk memilih budaya asing yang kurang sesuai dengan budaya
Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA

Akhyanto, Nudhir, A., Suwardi (1988). Perspektif wayang dalam pertumbuhan


kebudayaan nasional.

Purwadi.2006. Jurnal kebudayaan Jawa : Pendidikan Budi Pekerti dalam Seni


Pewayangan). Yogyakarta : Narasi.

Cohen, M. I. (2014). Wayang Kulit Tradisional Dan Pasca-Tradisional Di Jawa Masa


Kini. Jurnal Kajian Seni, 1(1), 1-18.

Sutana, I. G., & Palguna, I. K. E. (2020). Kearifan Lokal Wayang Kulit Bali Sebagai
Media Tuntunan dan Tontonan Pada Era Digital. Maha Widya Duta: Jurnal
Penerangan Agama, Pariwisata Budaya, dan Ilmu Komunikasi, 4(1), 70-80.

Komarudin. (2021). Mengenal wayang yang jadi warisan budaya Indonesia. Dilansir
dari https://www.liputan6.com/lifestyle/read/4712780/mengenal-wayang-yang-jadi-
warisan-budaya-indonesia

Sinau. (2021). Mengenal jenis-jenis wayang berdasarkan bahan pembuatannya. Dilansir


dari https://www.kompas.tv/article/233009/mengenal-jenis-jenis-wayang-berdasarkan-
bahan-pembuatannya

http://www.proceeding.unindra.ac.id/index.php/repository/article/view/4110/582

https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-5813725/riwayat-wayang-kulit-menurut-para-
ahli-apakah-benar-dari-indonesia

Anda mungkin juga menyukai