Anda di halaman 1dari 9

STUDI LITE TUR”•›

BAKTERI SALMONELLA TYPHI DAN DEMAM TIFOID

ABSTRAK

Salmonella typhi (S. typhi) adalah salah satu bakteri Gram Negatif yang menyebabkan demam tifoid.
Demam tifoid sangat endemik di Indonesia. Hal ini terjadi terns menerus di seluruh daerah dengan angka
morbitas 157/100.000 penduduk di daerah semi perkotaan. Dalam makalah ini akan membahas tentang S.
typhi dan Demam Thypoid, biologi molekular, patogenisitas, diagnosa dan pengobatan.

Kata kunci: S. typhi, Demam Tifoid, biologi molekuler, patogenitas, diagnosa, pengobatan

ABSTRACT
Salmonella typhi (S. typhi) is one of Gram negatif bacteria cause typhoid fever. Typhoid fever highly
endemic in Indonesia. It occurs perennialy all over the country with the annual morbity of 157/100.000
population in semi urban area. In this paper will be discuss about of S. typhi and Thypoid Fever,
molecular biologyy, patogenicity, diagnose and treatment.

Key words: fi. typhi, Typhoid Fever, molecular biology, patogenicity, diagnose, treatment.

Pendahuluan ada hubungan antara perbedaan wilayah dengan


Salmonella typhi (S. typhi) merupakan tingkat keparahan penyakit' "
kuman patogen penyebab demam tifoid, yaitu suatu Indonesia merupakan salah satu negara
penyakit infeksi sistemik dengan gambaran demam berkembang di kawasan Asia Tenggara dengan
yang berlangsung lama, adanya bakteremia disertai konsekuensi pertumbuhan dan perkembangan
inflamasi yang dapat merusak usus dan organ- ekonomi yang cepat, menimbulkan dampak
organ hati '2 Demam tifoid merupakan terjadinya urbanisasi dan migrasi pekerja antar
penyekit menular yang tersebar di seluruh dunia, negara yang berdekatan seperti Malaysia, Thailand
dan sampai sekarang masih menjadi masalah dan Filipina. Mobilisasi antar pekerja ini
kesehatan terbesar di negara sedang berkembang memungkinkan terjadinya perpindahan atau
dan tropis seperti Asia Tenggara, Afrika dan penyebaran galur(S. typhi) antar negara
6
Amerika Latin ’’ '’. Insiden penyakit ini masih endemis”.
sangat tinggi dan diperkirakan sejumlah 21 juta
kasus dengan lebih dari 700 kasus berakhir Morfologi dan Struktur Bakteri
dengan kematian'’’ S. typhi merupakan kuman batang Gram
Di Indonesia, insiden demam tifoid negatif, yang tidak memiliki spora, bergerak
diperkirakan sekitar 300-810 kasus per 100.000 dengan flagel peritrik, bersifat intraseluler
penduduk per tahun, berarti jumlah kasus fakultatif dan anerob fakultatif"’. Ukurannya
berkisar antara 600.000-1.500.000 pertahun. Hal berkisar antara 0,7- 1,5 X 2-5 pm, memiliki
ini berhubungan dengan tingkat higienis antigen somatik(O), antigen flagel (H) dengan 2
individu, sanitasi lingkungan dan penyebaran fase dan antigen kapsul(Vi).
kuman dari karier atau penderita tifoid. Pada
daerah endemis
yang sanitasi dan kesehatannya terpelihara baik,
demam tifoid muncul sebagai kasus sporadic ’•’
•''°
Berdasarkan hasil survei kesehatan rumah tangga
(SKRT) 1986 demam tifoid menyebabkan
kematian 3% dari seluruh kematian di Indonesia.
Rata-rata kasus kematian dan komplikasi demam
tifoid selalu berubah antar wilayah endemis yang
berbeda’’". S. typhi dapat menyebabkan penyakit Gambar 1.
yang parah di suatu wilayah tetapi hanya Bakteri Salmonella typhi pada pewarnaan Gram
menimbulkan gejala penyakit yang ringan pada
wilayah yang lain, berarti

*STIKes Istara Nusantara, Jl. Inspeksi Saluran Kalimalang Blok C-4, Jakarta-Timur (nitatafshiilaa@yahoo.com)
42
Jurnal Kesehatan Masyarakat, September 2011-Maret 2011, Vol. 6, No.1

Kuman ini tahan terhadap selenit dan


natrium deoksikolat yang dapat membunuh bakteri Gejala Ktinis
enterik lain, menghasilkan endotoksin, protein 1) Anamnesis
invasin dan MRHA (Mannosa Resistant Demam naik secara bertangga pada
Haemaglutinin). S. typhi mampu bertahan hidup minggu pertama lalu demam menetap (kontinyu)
selama beberapa bulan sampai setahun jika melekat atau remiten pada minggu kedua. Demam terutama
dalam, tinja, mentega, susu, keju dan air beku ' . sore / malam hari, sakit kepala, nyeri otot,
S. typhi adalah parasit intraseluler fakultatif, anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau diare.
yang dapat hidup dalam makrofag dan Demam merupakan keluhan dan gejala klinis
menyebabkan gejala-gejala gastrointestinal terpenting yang timbul pada semua penderita
hanya pada akhir perjalanan penyakit, biasanya demam tifoid. Demam dapat muncul secara tiba-
sesudah demam yang lama, bakteremia dan tiba, dalam 1-2 hari menjadi parah dengan gejala
akhimya lokalisasi infeksi dalamjaringan limfoid yang menyerupai septisemia oleh karena
submukosa usus kecilz'. Streptococcus atau Pneumococcus daripada S.
typhi. Menggigil tidak biasa didapatkan pada
Patogenitas demam tifoid tetapi pada penderita yang hidup di
Kuman menembus mukosa epitel usus, daerah endemis malaria, menggigil lebih
berkembang biak di lamina propina kemudian mungkin disebabkan oleh malaria. Namun
masuk ke dalam kelenjar getah bening demikian demam tifoid dan malaria dapat timbul
mesenterium. Setelah itu memasuki peredaran bersamaan pada satu penderita. Sakit kepala
darah sehingga terjadi bakteremia pertama yang hebat yang menyertai demam tinggi dapat
asimomatis, lalu kuman masuk ke organ-organ menyerupai gejala meningitis, di sisi lain S.
terutama hepar dan sumsum tulang yang Jp/tijuga dapat menembus sawar darah otak dan
dilanjutkan dengan pelepasan kuman dan menyebabkan meningitis. Manifestasi gejala
endotoksin ke peredaran darah sehingga mental kadang mendominasi gambaran klinis,
menyebabkan bakteremia kedua. Kuman yang yaitu konfusi, stupor, psikotik atau koma. Nyeri
berada di hepar akan masuk kembali ke dalam perut kadang tak dapat dibedakan dengan
usus kecil, sehingga terjadi infeksi seperti apendisitis. Pada tahap lanjut dapat muncul
semula dan sebagian kuman dikeluarkan gambaran peritonitis akibat perforasi usus.
bersama tinja 2’‘. 2) Pemeriksaan Fisis
Penyebaran penyakit ini terjadi Febris, kesadaran berkabut, bradikardia relatif
sepanjang tahun dan tidak tergantung pada (peningkatan suhu 1°C tidak diikuti peningkatan
iklim, tetapi lebih banyak dijumpai di negara- denyut nadi 8x/menit), lidah yang berselaput
negara sedang berkembang di daerah tropis, ha1 (kotor di tengah, tepi dan ujung merah, serta
ini disebabkan karena penyediaan air bersih, tremor), hepatomegali, splenomegali, nyeri
sanitasi lingkungan dan kebersihan individu abdomen, roseolae(jarang pada orang
yang masih kurang baik oleh karena itu Indonesia).
pencegahan penyakit demam tifoid mencakup 3) Laboratorium
sanitasi dasar dan kebersihan pribadi, yang Ditemukan lekopeni, lekositosis, atau
meliputi pengolahan air bersih, penyaluran air dan lekosit normal, aneosino filia, limfopenia,
pengendalian limbah, penyediaan fasilitas cuci peningkatan Led, anemia ringan,
tangan, pembangunan dan pemakaian WC, trombositopenia, gangguan fungsi hati. Kultur
merebus air untuk keperluan minum dan darah (biakan empedu) positif . Dalam keadaan
pengawasan terhadap penyedia makanan22. normal darah bersifat steril dan tidak dikenal
adanya flora normal dalam darah. Ditemukannya
bakteri dalam darah disebut bakteremia. Pasien
dengan gejala klinis demam tiga hari atau lebih
dan konfirmasi hasil biakan darah positif S. typhi
paratyphi dapat
•, dijadikan sebagai diagnosa pasti demam tifoid' 3
Uji Widal adalah suatu reaksi aglutinasi
antara antigen dan antibodi (aglutinin).
, Aglutinin
in yang spesifik terhadap Salmonella terdapat
dalam serum demam tifoid, juga pada orang
yang pernah ketularan Salmonella dan pada
orang yang pemah divaksinasi terhadap demam
Gambar 2. tifoid'z". Peningkatan titer uji Widal >4 kali lipat
Gambar 2. Patogenesis demam typhoid setelah satu minggu memastikan diagnosis.
(Sumber: Taussig MJ, 1984)” Kultur darah negatif tidak menyingkirkan
diagnosis. Uji Widal
tunggal dengan

43
Jumal Kesehatan Masyarakat, September 2011-Maret 2011, Vol. 6, No.1

titer antibodi O 1/320 atau H 1/640 disertai


gambaran klinis khas menyokong diagnosis. 44
Hepatitis Tifosabila memenuhi 3 atau lebih Criteria
Khosla (1990) : hepatomegali, ikterik, kelainan
laboratorium (antara lain : bilirubin >30,6
umo1/1, peningkatan SGOT/SGPT, penurunan
indeks PT), ke la in an his to p ato 1o g i. Ti foi
d K ar i e r. Ditemukannya kuman Salmonella
typhi dalam biakan feses atau urin pada
seseorang tanpa tanda klinis infeksi atau pada
seseorang setelah 1 tahun pasca-demam tifoid.

Terapi dengan antibiotika


Kloramfenikol masih merupakan jenis
antibiotika yang digunakan dalam pengobatan
demam tifoid (53,55%) dan merupakan
antibiotika pilihan utama yang diberikan untuk
demam tifoid.
Berdasarkan efektivitasnya terhadap
Salmonella typhi disamping obat tersebut relatif
murah. Namun pada penelitian yang lain
menunjukkan bahwa angka relaps pada pengobatan
demam tifoid dengan menggunakan kloramfenikol
lebih tinggi bila dibandingkan dengan
penggunaan kotrimoksazol. Selain itu pada lima
tahun terakhir ini para klinisi di beberapa negara
mengamati adanya kasus demam tifoid anak
yang berat bahkan fatal yang disebabkan oleh
strain Salmonella typhi yang resisten terhadap
kloramfenikol. Angka kematian di Indonesia
mencapai 12 % akibat strain Salmonella typhi
ini2'. Penelitian yang dilakukan oleh Musnelina
et al. (2004) di RS Fatmawati menunjukkan
adanya pemberian obat golongan sefalosporin
generasi ketiga yang digunakan untuk
pengobatan demam tifoid pada anak yakni
seftriakson (26,92%) dan sefiksim (2,19%). Namun
dari 2 jenis obat ini, seftriakson menjadi pilihan
alternatif pengobatan demam tifoid anak yang
banyak digunakan di Bagian Kesehatan Anak
Rumah Sakit
Fatmawati sepanjang periode Januari 2001
- Desember 2002. Seftriakson dianggap sebagai
obat yang poten dan efektif untuk pengobatan
demam tifoid jangka pendek. Sifat yang
menguntungkan dari obat ini adalah secara
selektif dapat merusak struktur kuman dan tidak
mengganggu se1 tubuh manusia, mempunyai
spektrum luas, penetrasi jaringan cukup baik,
dan resistensi kuman masih terbatas".

Mehanisme Resistensi
Bakteri yang resisten terhadap
antibiotika, terdapat dua jenis, yaitu bakteri yang
secara alamiah resisten terhadap antibiotika dan
bakteri yang berubah sifatnya dari peka menjadi
resisten.
Perubahan sifat bakteri tersebut dapat te adi
karena mutasi kromosom dan atau perolehan
materi genetik
’•’‘
dari1uar'
Mekanisme resistensi yang khusus
terjadi terhadap antibiotika lini pertama adalah
sebagai berikut: Mekanisme resistensi terhadap
ampisilin, dapat terjadi karena bakteri
menghasilkan inaktivator berupa enzim §
laktamase, perubahan target antibiotika
sehingga kekurangan Penicillins Binding
Protein (PBP), kegagalan dalam mengaktifkan
enzim autolisis dan bakteri tidak memiliki
peptidoglikan. Resistensi terhadap
kloramfenikol, dapat terjadi melalui perubahan
target (ribosom) dari antibiotika, dihasilkannya
inaktivator bernpa enzim kloramfenikol asetil
transferase dan mekanisme yang membatasi
antibiotika masuk secara terus menerus melalui
membran luar serta akan memompa keluar
antibiotika dari sitoplasma. Selanjutnya
resistensi terhadap tetrasiklin dapat terjadi karena
mekanisme yang membatasi antibiotika masuk
ke dalam target, melalui perubahan
permeabilitas terhadap tetrasiklin dan
perubahan target (ribosom) antibiotika,
dihasilkannya inaktivasi berupa enzim yang
menghambat kerja antibiotika, pengaturan gen
represor dan melalui aktifefluks.

€iambar 3.
Mekanisme molekuler resistensi antibiotika
(Sumber:
http://textbookofbacteriology.net/HorizontalTransfer.gif)

Mekanisme resistensi terhadap trimetroprim-


sulfametoksazol, dapat terjadi karena kuman
mampu mengembangkan jalur metabolisme
lama yang dihambat antibiotika dan peningkatan
sintesis metabolit yang bersifat antagonis
kompetitif, melalui peningkatan sintesis PABA
Para amino benzoic acid) yang digunakan
untuk melawan efek sulfonamida dan perubahan
yang terjadi pada enzim reduktase asam
dehidrofolat sehingga dapat menjalankan fungsi
metabolismenya.
Semua mekanisme resistensi yang telah
diuraikan di atas dapat dikelompokkan
menjadi:1)
Jumal Kesehatan Masyarakat, September 2011-Maret 2011, Vol. 6, No.1

mekanisme yang diperantarai oleh plasmid berupa diantara posisi 156-1747 kb, terdapat transfer
lateral aktif efluks, enzim inaktivator yang dihasilkan dari gen-gen non homolog pada pasangan gen
bakteri, pengaturan gen represor, dan 2) mekanisme identik yang ada pada S. typhi dan S.
typhimurium. yang diperantarai oleh kromosom yaitu perubahan
target antibiotika, peningkatan sintesis metabolit
yang bersifat antagonis serta pengembangan
jalur mekanisme lama yang dihambat
antibiotika’ '’”. Beberapa gen yang menyandikan
sifat resistensi ekspresinya dikendalikan oleh
sistem regulator yang spesifik, seperti represor dan
aktivator transkripsi”. Gen-gen resisten dapat
dipindahkan melalui transformasi, transduksi
atau konjugasi. Pada umumnya gen resisten
dalam satu spesies atau antar spesies Gram
negatif dipindahkan melalui
konjugasi"’". Elemen konjugasi ada dua macam Gambar 4.
yaitu plasmid konjugatif dan transposon Rekombinasi homolog di antara operon rrn
7 (Sumber: Liu dkk, 1995)“
konjugatif .

Biologi Molekuler Akibat yang ditimbulkan adalah delesi


(kehilangan
S. typhi mempunyai ukuran genom sekitar gen) atau insersi (penambahan gen/loop). Loop
pada 4780 kb, berbentuk sirkular dengan kandungan G daerah spesifik ini dinamakan pathogenicity island,
(guanin) dan C (sitosin) 50-54% ". Studi molekuler yang berperan di dalam patogenisitas.
Berdasarkan mengenai gen-gen di dalam genom S. typhi belum ha1 tersebut, dapat disimpulkan bahwa
susunan gen diketahui sampai sekarang, oleh karena itu untuk di dalam genom S. typhimurium
berbeda dengan S. mengetahui gen-gen S. typhi dihubungkan typhi, walaupun gen S. typhi
dipetakan dari gen S. berdasarkan informasi genom dari bakteri yang typhimurium.
sudah ada sebelumnya. Liu et al. (1995) melakukan
pemetaan genom S. typhi berdasarkan pustaka gen Kesimpulan
dari S. typhimurium, hasil yang diperoleh terdeteksi Untuk mengetahui lebih lanjut tentang
75 gen dan 7 operon rm dan lokasi gen-gen tersebut bakteri S. typhi yang menyebabkan demam
tifoid, sudah dapat dipetakan di dalam genom S. typhi perlu diketahui peristiwa genetik yang mendasari
(Gambar 3). Perbedaan S. typhi dengan S. keragaman dari bakteri S. typhi dan keberadaan
gen typhimurium antara lain perbedaan lokasi dari tujuh resistensi lebih lanjut dapat diketahui melalui
operon rm (rrnA, rrnB, rrnC, rrnD, rrnE, rrnG dan penelitian tahap lanjut dengan menggunakan
rrnH), terdapat inversi segmen sebesar 500 kb metoda biologi molekuler yang khusus.

Daftar Pustaka
1. Girgis, N.I., Butler, T., Frenk, R. resisten Salmonella typhi terhadap
Azithromycin versus Ciprofloxacin for antibiotika. Majalah Kesehatan Masyarakat
treatment of uncomplicated typhoid fever in Indonesia. 5:261-263, 1998.
a randomized Zhu, Q., Lim, C.K., Chan, Y.N. Detection
trial in Egypt that included patients with 5. of Salmonella typhi by Polymerase Chain
multidrug resistance. Antimicrob. Agents and Reaction. Journal of Applied Bacteriology.
Chemother. 43:1441-1444, 1999. 80:244-251. 1996.
2. Buku kuliah ilmu penyakit dalam: Demam Hermans, P.W., Saha, S.K., Leeuwen, V.
Tifoid. Balai Penerbit Fakultas Ilmu 6. Moleculer typing of Salmonella typhi
Kedokteran Universitas Indonesia. 32-38, strains from Dhaka (Bangladesh) and
1987. development of DNA probes identifyng
3. Johnson, A.G. Microbiology and plasmid-encoded multidrug-resistant isolates.
Immunology 2“edition. Harvard Publishing Journal of Clinical Microbiology. 34:1135-
Company, Malvern, Pennsylvania. 63-66. 1141. 1995.
1993. Thong, K.L., Cheong, Y.M., Puthucheary,
4. Tri Atmodjo, P dan Triningsih, E.M. Besarnya 7. S. Epidemiology analysis of sporadic
kasus demam tifoid di Indonesia dan pola Salmonella
45
Jurnal Kesehatan Masyarakat, September 2011-Maret 2011, Vol. 6, No.1

typhi isolates and those from outbreaks by for antibiotic resistance. American Society for
Pulsed-Field Gel Electrophpresis. Journal Microbiology (http://www.quad.net.com/
of Clinical Microbiology 32:1135-1141. archieve/TIPS-15ASM)
1994. 17. Mirza, S., Kariuki, S., Mamun, K.Z. Analysis
Margawati, R. Carries of Salmonella at less of plasmid of multidrug resistant
than five years old children and mothers Salmonella enterica serovar typhi from
knowledge and practice on food processing Asia. Journal of Clinical Microbiology.
at Kelurahan Kayumanis, East Jakarta. 38:1449-1452, 2000.
Majalah
Kedokteran Indonesia. 47:378-380, 1997. 18. Sanderson, K.E and Liu, S.L. Chromosomal
9 Pang T. Genetic dynamic of Salmonella rearrangement in Salmonella spp. Department
typhi diversity in clonality. Trends in of Medical Biochemistry. University of
Microbiology. 6:339-342, 1998. Calgary. Alberta. Canada. Proceeding of 3"
10. Rao, R.S., Amamath, S.K., Sujatha, S. An APSTS, Bali. 1998.
outbreaks of typhoid due to multidrug 19. Musnelina, L., Afdhal, A.F., Gani, A., Anda,
resistant P. Pola pemberian antibiotika pengobatan
Salmonella typhi in Pondicherry. Transaction demam tifoid anak di RS Fatmawati Jakarta
of the royal society of Tropical Medicine tahun 2001-2002. Makara Kesehatan 1(8):27-
l l. and Hygiene. 86:204-205. 1992. 31, 2004.
Sakaguchi, S., Sakaguchi, T and Arai, T. 20. Hadisaputro S. Beberapa Faktor Yang
Genetic similarity of R plasmids from Memberi Pengaruh Terhadap Kejadian
Salmonella strains in various countries. The Perdarahan dan atau Perforasi Usus Pada
Southest Asian Journal of Tropical demam tifoid. Jakarta: Direktorat
12. Medicine Public Health. 26:33-36. 1995 Pembinaan Penelitian pada Masyarakat,
Sudarmono, P. Kebijakan pemakaian Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,
antibiotika dalam kaitannya dengan resistensi 1990.
kuman. Majalah Kedokteran Indonesia. 21. Shulman, T.S., Phair, J.P dan Sommers,
13. l:22- 32. 1996. H.M. Dasar biologis dan klinis penyakit
Salyers, A.A and Whitt, D.D. Pathogenesis infeksi, Edisi ke-4 (te emahan),
a molecular approach. ASM. Press. Yogyakarta, Gadjah Mada University Press.
14. Washington DC. 1-418, 1994. pp 300-305.
Punjabi, N.H. Interaksi pejamu dengan 22. Ivano . Typhoid fever: Current and future
Salmonella typhi. Medika XII. 10:795-797, control approaches. Medical Journal of
l5. 1996. Indonesia, S 5-1, pp.81-2, 1998.
Iswari, R., Asmono, N., Santoso, U.S., S. World Health Organization. Essential safety
23.
Lina. Pola kepekaan kuman Salmonella requirement for street vended foods.
terhadap obat kloram feni k o l, amp is i lin (Revised ed). Food Safety Unit, Division of
dan kotrimoksazol selama kurun waktu Food and Nutrition, World Health
1979- 1983. Majalah Kedokteran Organization, 2003.
16. Indonesia. 36:13- 24. Juwono,R. Demam Tifoid. Dalam: Noer,
19, 1998. H.M.S (editor). Buku ajar ilmu penyakit
Sliwa, J. Human gut potential breeding dalam. Jilid I, Edisis Ketiga, Balai FKUI,
ground Jakarta, pp. 453-442.1996.

Anda mungkin juga menyukai