Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH CASE III

DEMAM TYPHOID DAN DISENTRI BASILLER


BLOK TROPICAL MEDICINE

TUTORIAL C2

Rizka Safira Ayu 1610211003


Mawita S. 1610211014
Anisa Azhaar 1610211034
Qara Syifa 1610211039
Annisaur R. J. 1610211052
Rafliandi Nasruan M. 1610211072
Fadhilah A. 1610211103
Melati Aulia 1610211115
Dermawan Cappala 1610211141

FAKULTAS KEDOKTERAN UPN “VETERAN” JAKARTA


TAHUN AJARAN 2019/2020
OVERVIEW CASE THYPOID FEVER

Tn. Nardi 26 tahun

KU : demam sejak 8 hari yang lalu

 Demam ini bisa menunjukkan adanya infeksi dari mikroorganisme, misalnya bakteri ataupun
parasite. 8 hari yang lalu berarti menunjukkan bahwa demam masih bersifat akut

RPS :

 Demam yang dirasakan naik turun, naik pada sore dan malam hari serta cenderung turun
pada pagi hari
 demam ini bersifat demam septik, hal ini dapat dicuragai tipe demam pada penyakit thypoid
 Demam tersebut makin lama makin meninggi tanpa rasa menggigil
 Menunjukkan bahwa bukan disebabkan oleh parait, dapat melemahkan malaria
 Demam disertai sakit kepala
 Menunjukkan adanya gejala prodromal pada penyakit yang dialami oleh pasien
 Mengeluh mual muntah
 Akibat adanya respon inflamasi pada saluran cerna, dimana makrofag menyebabkan aktivasi
TNF alfa dan akan mempengaruhi CTZ, sehingga dapat terjadi mual muntah
 Nyeri di ulu hati dan kembung
 Sifat khas dari bakteri thypoid, Salmonella thyphi adalah meningkatkan asam lambung. Akibat
asam lambung yang meningkat berlebih, akan menyebabkan nyeri serta kembung pada region
epigastrium
 BAB mencret dengan frekuensi 3x sehari
 Akibat dari adanya proses bakterimia I menyebabkan motilitas usus meningkat, sehingga
manifestasi nya adalah BAB yang mencret

RSos

 Pasien adalah seorang pekerja pabrik yang kost dekat tempat kerjanya dimana disekitarnya
banyak tikus yang berkeliaran dan 1 minggu yang lalu daerah tersebut terkena banjir
 Factor resiko dari terjangkitnya penyakit pada pasien dimana lingkungan yang kumuh dapat
menyebabkan transmisi bakteri meningkat, dapat dicurigai juga leptospirosis
 Makan sehari-hari di warung sebelah kost nya
 Faktor resiko pasien dimana kebiasaan makan di tempat yang kotor menyebabkan tubuh lebih
mudah terserang oleh mikroorganisme
 Tidak disertai bintik-bintik merah di badan maupun tangan dan kaki
 Demam tidak menyebabkan eritorsit lisis, melemahkan DHF
 Riwayat batuk, pilek, sakit tenggorokan, sesak tidak ada
 Tidak ada keluhan pada saluran pernapasan pasien
 Keluhan penurunan kesadaran dan kejang tidak ada
 Demam tidak mengganggu system saraf, menguatkan leptospirosis karena komplikasinya dapat
terjadi meningitis
 Belum berobat ke dokter dan hanya minum obat penurun panas serta obat maag yang dibeli
di warung
 Pengobatan yang dilakukan tidak adekuat, sehingga keluhan tidak menghilang

HIPOTESIS

1. Thyphoid fever
Ditandai dari demam yang naik turun naik pada sore dan malam hari serta cenderung turun pada
pagi hari, BAB mencret, mual muntah nyeri ulu hati dan kembung
2. Leptospirosis
Ditandai dari lingkungan tempat tinggal yang banyak tikus, demam, mual muntah

PEMERIKSAAN FISIK

 KU : tampak sakit sedang


 Sesuai dengan keadaan yang dialami oleh pasien
 TV :
o Suhu : 38,3  meningkat, menandakan ada infeksi bakteri
 Kepala :
o Lidah coated tongue dengan tepi hiperemis dan tremor  ciri khas thyphoid fever
 Thorax : dbn
 Abdomen :
o NT (+) region epigastrium  menguatkan thyphoid
o Hepar teraba 2 jari bawah arcus costae  adanya hepatomegaly, menguatkan thypoid
o Lien teraba di Schuffner I  adanya splenomegaly, menguatkan thypoid
 Ekstremitas : dbn

PEMERIKSAAN PENUNJANG

 Darah :
o Leukosit turun  menandakan adanya infeksi bakteri
 Hitung jenis : dbn
 LED, GDS, SGOT SGPT, Ureum Kreatinin : dbn
 Urinalisa : dbn
 Px. Serologi :
o Widal (-)
o Tubex TF (+)  menguatkan thypoid
o IgM anti leptospira (-)  melemahkan leptospirosis

DIAGNOSIS

Thypoid Fever

CLINICAL SCIENCE

DEMAM TIFOID

DEFINISI

Demam tifoid adalah penyakit yang disebabkan oleh kuman berbentuk basil, yaitu
Salmonella typhi yang ditularkan melalui makanan atau minuman yang tercemar feses
manusia (Kemenkes, 2006)
Demam tifoid disebut juga dengan Typus abdominalis atau typhoid fever. Demam tifoid
adalah penyakit demam akut yang disebabkan oleh infeksi bakteri Salmonella enterica
khususnya turunannya, Salmonella typhi (Alba, et al., 2016).

EPIDEMIOLOGI

Menurut World Health Organization (WHO) tahun 2003 terdapat sekitar 17 juta kasus
demam tifoid diseluruh dunia dengan insidensi 600.000 kasus kematian tiap tahun. Di negara
berkembang, kasus demam tifoid dilaporkan sebagai penyakit endemis dimana 95%
merupakan kasus rawat jalan sehingga insidensi yang sebenarnya adalah 15-25 kali lebih
besar dari laporan rawat inap di rumah sakit (WHO, 2003).
Menurut Keputusan Menteri Kerehatan Republik Indonesia nomor 364 tahun 2006, hasil
telaahan kasus di rumah sakit besar di Indonesia menunjukkan adanya kecenderungan
peningkatan jumlah kasus tifoid dari tahun ke tahun dengan rata-rata kesakitan 500/100.000
penduduk dan kematian diperkirakan sekitar 0,6–5%. Berdasarkan hasil Riset Kesehatan
Dasar (Riskesdas) tahun 2007, prevalensi demam tifoid di Indonesia mencapai 1,7%.
Distribusi prevalensi tertinggi adalah pada usia 5–14 tahun (1,9%), usia 1–4 tahun (1,6%),
usia 15–24 tahun (1,5%) dan usia <1 tahun (0,8%).
ETIOLOGI DAN FAKTOR RISIKO

 Faktor Agent

Demam tifoid disebabkan oleh bakteri Salmonella thypi atau paratyphi. Bakteri ini
berbentuk batang, gram negatif, tidak membentuk spora, motil, berkapsul dan mempunyai
flagella peritrik (bergerak dengan rambut getar). Bakteri ini dapat hidup sampai beberapa
minggu di alam bebas seperti di dalam air, es, sampah dan debu. Bakteri ini dapat mati
dengan pemanasan (suhu 600C) selama 15 – 20 menit, pasteurisasi, pendidihan dan
khlorinisasi.Jumlah kuman yang dapat menimbulkan infeksi adalah sebanyak 10 5 – 109
kuman yang tertelan melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi. Semakin besar
jumlah Salmonella thypi yang tertelan, maka semakin pendek masa inkubasi penyakit
demam tifoid.
 Taksonomi
Domain:Bacteria
Phylum: Proteobacteria
Class: Gammaproteobacteria
Order: Enterobacteriales
Family: Enterobacteriaceae
Genus: Salmonella
Species: Salmonella enetrica
Serotipe: typhi

 Salmonella typhi mempunyai 3 macam antigen, yaitu :

1. Antigen O (Antigen somatik), yaitu terletak pada lapisan luar dari tubuh kuman.
Bagian ini mempunyai struktur kimia lipopolisakarida atau disebut juga
endotoksin. Antigen ini tahan terhadap panas dan alkohol tetapi tidak tahan
terhadap formaldehid.
2. Antigen H (Antigen Flagella), yang terletak pada flagella, fimbriae atau pili dari
kuman. Antigen ini mempunyai struktur kimia suatu protein dan tahan terhadap
formaldehid tetapi tidak tahan terhadap panas dan alkohol.
3. Antigen Vi yang terletak pada kapsul (envelope) dari kuman yang dapat
melindungi kuman terhadap fagositosis.
Ketiga macam antigen tersebut di atas di dalam tubuh penderita akan menimbulkan
pula pembentukan 3 macam antibodi yang lazim disebut aglutinin.

 Faktor Host
Manusia adalah sebagai reservoir bagi kuman Salmonella thypi. Terjadinya penularan
Salmonella thypi sebagian besar melalui makanan/minuman yang tercemar oleh kuman
yang berasal dari penderita atau carrier yang biasanya keluar bersama dengan tinja atau
urine. Dapat juga terjadi trasmisi transplasental dari seorang ibu hamil yang berada dalam
bakterimia kepada bayinya.
 Faktor Lingkungan

Demam tifoid merupakan penyakit infeksi yang dijumpai secara luas di daerah tropis
terutama di daerah dengan kualitas sumber air yang tidak memadai dengan standar
hygiene dan sanitasi yang rendah. Beberapa hal yang mempercepat terjadinya penyebaran
demam tifoid adalah urbanisasi, kepadatan penduduk, sumber air minum dan standart
hygiene industri pengolahan makanan yang masih rendah.

GEJALA KLINIS

Masa inkubasi dapat berlangsung antara 7-21 hari (literatur lain menyebutkan 5-21 hari),
walaupun pada umumnya adalah 10-12 hari (beberapa sumber menyebutkan 10-14 hari).
1. Demam

Pada awal sakit, kebanyakan penderita mengeluh gejala demam yang samar-samar saja,
selanjutnya diikuti dengan suhu tubuh yang sering naik turun, di mana pada pagi hari
suhunya akan lebih rendah yang kemudian akan meningkat hingga sore dan malam hari
(demam intermitten). Pada minggu ke 2, intensitas demam makin tinggi dan terus
menerus (demam kontinyu). Bila pasien membaik, pada minggu ke 3 suhu akan berangsur
turun dan dapat normal kembali pada akhir minggu ke 3. Pada anak, khususnya balita,
demam tinggi dapat menimbulkan kejang (Kemenkes, 2006).
2. Gangguan saluran pencernaan

Sering ditemukan bau mulut yang tidak sedap, bibir kering dan terkadang pecah-pecah,
lidah terlihat kotor dan ditutupi selaput putih (coated tongue). Ujung dan tepi lidah
terlihat kemerahan, dan bisa terdapat tremor pada lidah. Pada umumnya penderita sering
mengeluhkan nyeri perut terutama region epigastrium (nyeri ulu hati), mual dan muntah,
meteorismus (kembung), konstipasi, diare.
3. Gejala Lain

Dapat ditemukan hepatosplenomegali, bradikardi relatif (peningkatan suhu tubuh yang

tidak diikuti peningkatan frekuensi nadi), rosespot di region abdomen atas, penurunan
kesadaran, nyeri kepala bagian frontal, batuk, lemah, tidak nafsu makan, nyeri otot, pegal- pegal,
insomnia.

DIAGNOSIS

 Anamnesis

Terdapat keluhan yang sesuai dengan manifestasi klinis demam tifoid

 Pemeriksaan Fisik

 Pemeriksaan Lab

a. Darah

 Pada penderita demam tifoid didapatkan anemia normokromi normositik yang terjadi akibat
perdarahan usus atau supresi sumsum tulang.
 Kadang-kadang didapatkan trombositopeni

 Pada hitung jenis didapatkan aneosinofilia dan limfositosis relatif. Leukopeni


polimorfonuklear dengan limfositosis yang relatif pada hari kesepuluh dari demam,
menunjukkan arah diagnosis demam tifoid menjadi jelas.
 SGOT dan SGPT juga dapat meningkat karena adanya pengaruh endotoksin, mekanisme
imun, dan obat-obatan.
 Enzim lipase dana amylase dapat meningkat karena basil Salmonllea dapat menginvasi
pancreas dan menimbulkan pankreatitis.
b. Uji Serologis Widal

Reaksi antara antigen (suspense salmonella yang telah dimatikan) dengan agglutinin yang
merupakan antibody spesifik terhadap komponen hasil Salmonella di dalam darah manusia (sakit,
karier, atau bahkan pasca vaksinasi). Prinsip test adalah terjadinya reaksi aglutinasi antara antigen
dan agglutinin yang dideteksi yakni aglutinin O dan H. Aglutinin O mulai dibentuk pada akhir
minggu pertama demam sampai puncaknya minggu ke 3 sampai ke 5. Agglutinin ini dapat
bertahan sampai lama 6-12 bulan. Agglutinin H mencapai puncak lebih lambat, pada minggu ke 4-
6, dan menetap dalam waktu lebih lama yakni hingga 2 tahun kemudian.
Interpretasi:

 Diagnosis demam tifoid dianggap diagnosis pasti adalah bila didapatkan kenaikan titer 4 kali
lipat pada pemeriksaan ulang dengan interval 5-7 hari. (Kemenkes, 2006)
 Titer O yang tinggi ( > 160) menunjukkan adanya infeksi akut (kemenkes: 1/320)
 Titer H yang tinggi ( > 160) menunjukkan telah mendapat imunisasi atau pernah menderita infeksi
 Titer antibodi yang tinggi terhadap antigen Vi terjadi pada carrier.

c. Pemeriksaan Bakteriologis

Biakkan darah 5 sampai 10 mL darah penderita diambil secara aseptic, lalu dipindahkan ke dalam
botol biakan darah yang berisi 50-100 mL kaldu empedu (perbandingan 1:9) sesudah dieramkan
selama 24-48 jam pada 37oC, lalu dipindahkan ke agar darah dan Mac Conkey. Kuman terebut
tumbuh tanpa meragikan glukosa dan menunjukkan gerak positif.
 Biakkan bekuan darah

Bekuan darah biakkan pada botol berisi 15 mL kaldu empedu (mengandung 0,5% garam-
garam empedu). Biakkan ini lebih sering memberikan hasil positif
 Biakkan tinja

Positif selama masa sakit. Diperlukan biakkan berulang untuk mendapatkan hasil positif.
Biakkan tinja lebih berguna pada penderita yang sedang diobati dengan kloramfenikol,
terutama untuk mendeteksi karier.
 Biakkan cairan empedu

Penting untuk mendeteksi adanya karier dan pada stadium lanjut penyakit. Empedu diisap
melalui tabung duodenum.
 Biakkan air kemih

Kurang berguna dibandingkan dengan biakkan darah dan tinja. Biakkan air kemih positif pada
minggu sakit ke 2 dan 3. Air kemih yang diambil secara steril diputar dan endapannya
dibiakkan pada perbenihan selektif.
 Biakkan Salmonella typhi

Spesimen untuk biakkan dapat diambil dari darah, sumsum tulang, feses, urin. Specimen darah
diambil pada minggu 1 sakit demam tinggi. Specimen feses dan urin pada minggu ke 2 dan
minggu-minggu selanjutnya. Pembiakkan memerlukan waktu kurang lebih 5-7 hari.
d. PCR

Metode lain untuk identifikasi Salmonella typhi yang akurat adalah mendeteksi DNA kuman
dengan teknik hibridasi asam nukleat atau amplifikasi DNA dengan cara polymerase chain
reaction (PCR).
TubexTF

Uji tubex merupakan uji aglutinasi kompetitif semi kuantitatif kolometrik yang pada intinya
mendeteksi adanya antibodi anti-S typhi O9 pada serum pasien, dengan cara menghambat ikatan
antara IgM anti-O9 yang terkonjugasi pada partikel latex yang berwarna dengan lipopolisakarida
S.typhi yang terkonjugasi pada partikel magnetik latex. Deteksi anti‐O9 dapat dilakukan pada hari
ke-4 hingga ke-5 (infeksi primer) dan hari ke-2 hingga ke-3 (infeksi sekunder)

Skor Nilai Interpretasi


<2 Negatif Tidak menunjukkan infeksi tifoid aktif
Pengukuran tidak dapat disimpulkan. Ulangi pengujian, apabila masih
3 Borderline
meragukan lakukan pengulangan beberapa hari kemudian

Menunjukkan infeksi tifoid aktif

4-5 Positif
>6 Positif Indikasi kuat infeksi tifoid

TATA LAKSANA

 Non Farmakologi

 Tirah baring

 Nutrisi Cairan dan Diet

Penderita harus mendapat cairan yang cukup, baik secara oral maupun parenteral. Dosis cairan
parenteral sesuai dengan kebuuhan harian (tetesan rumatan) yang mengandung elektrolit dan
kalori yang optimal. Pada pasien tifoid, sebaiknya makan makanan rendah selulose (rendah serat)
untuk mengurangi motilitas usus sehingga dapat mencegah terjadinya perdarahan dan perforasi.
Bila keadaan pasien baik, diet dapat dimulai dengan diet padat atau tim (diet padat dini). Tapi bila
pasien dengan klinis berat, sebaiknya dimulai dengan bubur atau diet cair. Penderita dengan
kesadaran menurun diberi diet secara enteral melalui pipa lambung. Diet parenteral di
pertimbangkan bila ada tanda komplikasi perdarahan atau perforasi.
 Kontrol dan monitor dalam perawatan

 Farmakologi
a. Terapi simptomatik

Dapat diberikan antiemetic (Domperidon 3x10 mg atau Ondansetron 2x4 mg atau Metoclopramide 3x5 mg) bila
pasien mual muntah, dan antipiretik (paracetamol 500 mg 3-4x1)
b. Antimikroba

 Antimikroba lini pertama untuk tifoid adalah:

1. Kloramfenikol

2. Ampisilin atau amoxicillin (aman untuk ibu hamil)

3. Trimetroprim-Sulfametoksazol

 Bila pemberian salah satu antimikroba lini pertama dinilai tidak efektif, dapat diganti dengan
antimikroba lain atau antimikroba lini kedua yaitu:
1. Seftriakson (dapat untuk dewasa dan anak)

2. Cefixim (Efektif untuk anak)

3. Quinolone (tidak dianjurkan untuk anak <18 tahun, karena dinilai


mengganggu pertumbuhan tulang)
 Bila penderita dengan klinis berat sampai toksik atau syok septik, antimikroba yang efektif
adalah pemberian parenteral dan ganda (2 macam antibiotik)
 Bila penderita dengan riwayat pernah mendapat tifoid serta memiliki predisposisi untuk carier,
maka pengobatan pertama adalah golongan quinolone
OVERVIEW CASE DISENTRI

KU : BAB cair dengan frekuensi 8-10 x/hari sejak 3 hari SMRS

 Menandakan adanya peningkatan motilits usus, bisa disebabkan oleh mikroorganisme seperti bakteri
pathogen yang menyerang saluran pencernaan. 3 hari berarti masih akut

RPS :

 BAB cair tersebut disertai darah dan lender


 Curiga disentri
 Mual muntah
 Sifat bakteri pathogen tersebut dapat mengaktifkan respon inflamasi yang akan merangsang CTZ, sehingga
dapat terjadi mual muntah
 Nyeri perut terutama bagian bawah dan perasaan tidak puas saat BAB
 Ciri khas gejala disentri
 BAB cair seperti air cucian beras disangkal
 Bukan kolera
 Batuk pilek sebelum diare disangkal
 Tidak ada keluhan yang menyerang system pernapasan

Rsos

 Terbiasa makan tanpa menggunakan sendok garpu, terkadang lupa mencuci tangan sebelum makan
 Kebiasaan yang tidak higenis adalah faktor resiko terjadinya keluhan pada pasien
 Jarang minum susu atau makan daging
 Kurangnya makan makanan kaya nutrisi seperti ini dapat menyebabkan bakteri pathogen dapat bertahan
hidup lebih lama
 Tinggal di sebuah rumah petak ukuran 4x5 m2 bersama 5 orang anggota keluarganya
 Lingkungan padat dapat meningkatkan penyakit menular, hal ini adalah faktor resiko terjadinya penyakit
 Seorang anaknya menderita penyakit yang sama
 Akibat dari lingkungan yang padat sehingga anaknya mudah tertular

HIPOTESIS

1. Disentri
Ditandai dari BAB cair disertai darah dan lender, nyeri perut terutama bagian bawah dan perasaan tidak puas
saat BAB, terbiasa makan tanpa menggunakan sendok garpu
2. Diare dengan dehidrasi
 Ditandai dari BAB cair dengan frekuensi 8-10 x/hari, Mual muntah

PEMERIKSAAN FISIK

 KU : tampak sakit sedang


 Sesuai dengan keadaan yang dialami oleh pasien
 TV :
o TD : 90/60 mmHg  menurun, menandakan adanya kompensasi tubuh
o Suhu : 38,8  meningkat, menandakan ada infeksi bakteri
o RR : 24x/menit  meningkat, menandakan adanya kompensasi tubuh
 Kepala :
o Konjungtiva agak anemis, mata agak cekung, mukosa mulut dan lidah agak kering  ciri-ciri
dehidrasi sedang
 Leher, Thoraks, Pulmo : dbn
 Abdomen :
o NT (+) a/r umbilikalis et inguinal sinistra  menguatkan disentri
o Bising usus meningkat  menguatkan terjadinya dehidrasi akibat kerja usus yang berlebihan
o Hepar dan lien tidak teraba  tidak ada pembesaran
o Turgor kulit kembali agak lambat  ciri dari dehidrasi sedang
 Ekstremitas : dbn

PEMERIKSAAN PENUNJANG

 Darah
o Hb, Ht : dbn
o Leukosit meningkat  menandakan adanya infeksi bakteri
o Trombosit, diff count : dbn
 Elektrolit
o Na, Cl, K, HCO3 dbn  tidak ada gangguan elektrolit
 Feses
o Warna : kuning bercampur darah dan lender  menguatkan disentri
o Bau : indol skatol
o Konsistensi cair, Lendir (+), Darah (+), Eritrosit (+), Leukosit >5/LPB  menguatkan disentri
o Telur cacing (-), Trofozoit Entamoeba (-)  diare bukan berasal dari parasite ataupun Entamoeba
 Px. Mikrobiologi
o Bakteri Gram (-) dengan rodge shape (+)  ciri bakteri Shigella, menguatkan disentri

DIAGNOSIS

Diare akut disentri dengan dehidrasi sednag e.c. shigelosis

CLINICAL SCIENCE
DISENTRI BASILER

DEFINISI

Disentri basiler (shigellosis) : infeksi akut usus yang disebabkan oleh bakteri gram negative

Shigella spp.

ETIOLOGI

Shigella spp.

 Taksonomi

 Kingdom : bacteria

 Phylum : Proteobacteria

 Class : Gamma proteobacteria

 Orde : Enterobacteriales\

 Family : Enterobacteriaceae

 Genus : Shigella

 Spesies : S. flexneri > S. sonnei > S. boydii = S. dysenteriae; tetapi di Indonesia S.


dysenteriae cenderung lebih prevalen.

 Meragi laktosa (-) tapi dapat meragi karbohidrat lain (kec. subspesies dysenteriae tidak
meragi mannitol)
 TSI: K/A, gas (-), H2S (-)

 Urease (-)
 IMVIC: - + - -

 Struktur Antigen

 Antigen O → juga dimiliki kuman enteric lain

 Berdasar komponen utama antigen O :

 Serogrup A : Shigella dysenteriae

 Serogrup B : Shigella flexneri

 Serogrup C : Shigella boydii

 Serogrup D : Shigella sonnei

 Tiap serogrup dibagi dalam serotipe berdasarkan komponen minor antigen O. (sd = 10
serotipe, sf = 6 serotipe, sb = 12 serotipe, ss = 1 serotipe)
 (-) flagel, (-) antigen H → mirip E.coli

 daya Tahan

 Kurang tahan terhadap agen fisik dan kimia dibanding salmonella

 Tahan dlm es selama 2 bln

 Toleran terhadap suhu rendah dengan kelembapan cukup

 Mati pada suhu 55oC

 Transmisi

 Usus manusia merupakan reservoir/sumber utama Shigella

 Transmisi fekal oral, kontak orang dengan penderita, melalui makanan dan minuman
yang tercemar, lalat (4 F – feces, finger, food, flies)

PATOGENESIS

 Shigella dpt menginvasi dan bermultiplikasi di segala sel epitel, target alaminya adalah
enterosit. S. dysenteriae tipe 1 adalah spesies pertama yg memproduksi toksin shiga poten.
Dapat menimbulkan 3 bentuk diare:
 Disentri klasik (tinja lembek + darah + mukus/pus)
 Waterry diarrhea

 Kombinasi keduanya

 Masa inkubasi 1-3 hari (bisa sampai 1 minggu)

 Dosis infeksi : 1000 bakteri (yang diperlukan utk menyebabkan sakit) – mikrobio UI; <200
(IPD UI)
 Faktor patogenitas:

 Invasi

Menembus epitel mukosa usus ileum terminal dan kolon, kuman bermultiplikasi di
terminal ileum dan migrasi ke kolon, kemudian timbul reaksi peradangan. Apabila
berlanjut akan terjadi kematian sel. Epitel mukosa terkelupas dan menimbulkan
tukak/ulkus
*kuman Shigella yang tidak invasif > tidak menimbulkan sakit

 Enterotoksin

EPIDEMIOLOGI

 Umur : 60% < 5 th (200 juta kasus dengan 650.000 kematian); dapat terjadi pada semua usia

 Prevalen di daerah: Afrika, Asia, dan Amerika latin

 Penyebab diare tersering di negara berkembang & maju

 Habitat alami: terbatas pada saluran cerna manusia dan primata lain, sejumlah spesies
menimbulkan disentri basiler
 Shigella dysenteriae tipe 1 – kondisi berat – disentri basiler, angka kematian tinggi

 Faktor risiko :

 Kebersihan perseorangan, komunitas

 Negara berkembang >>>

 Sanitasi <<<

 Pemukiman padat

 Penggunaan antibiotik tidak rasional dapat menimbulkan resiko shigellosis resisten


GEJALA KLINIS

 Demam, nyeri abdomen bawah dengan kram, tenesmus

 Nyeri tekan abdomen, bising usus meningkat (kecuali megakolon)

 Penyembuhan spontan: 2-7 hari (dewasa & sehat), lebih lama pada anak, usia lanjut,
malnutrisi, dan imunokompromise
 Diare dengan feses konsistensi lembek bercampur lendir dan darah, frekuensi BAB
cenderung tinggi (8-10x/lebih per hari)
 Keparahan tergantung spesies yang menginfeksi, umur, status nutrisi dan imunologi

Fase

1. Fase masa inkubasi

2. Waterry diarrhea

3. Dysentery

4. Fase post infeksi

Gejala

 Gejala mulai 24-72 jam setelah kuman tertelan (masa inkubasi)

 Demam, malaise, diare (watery) terjadi secara cepat, diikuti diare dengan lendir dan darah,
tenesmus, kram perut, nyeri saat akan defekasi (akibat inflamasi dan ulserasi pada kolon dan
proktitis)
 Muntah dan tanda dehidrasi berat tidak selalu ditemukan, indikasi lambung dan usus halus
tidak terlibat
 Tanda dehidrasi ringan/sedang: insensible water loss, demam, penurunan asupan makan,
minum, diare
 Kebanyakan gejala dapat membaik dalam 1 minggu, dengan terapi tepat dalam beberapa hari,

 lebih cepat

Secara patofisiologis pada disentri basiler dapat terjadi diare inflamatorik, osmotik, dan
sekretorik.
1. Toksin dan invasi mikroorganisme akan memicu reaksi peradangan (diare inflamatorik).

2. Toksin Shigella (shiga toxin) juga dapat berikatan dengan reseptornya di usus halus dan
menghambat absorpsi glukosa, asam amino, dan elektrolit (diare osmotik).
3. Selanjutnya, osmosis cairan dapat menyebabkan distensi usus, bersamaan dengan invasi
mikroorganisme merangsang sistem saraf enterik untuk menghasilkan lebih banyak peptide
vasoaktif intestinal dan meningkatkan sekresi Cl- (diare sekretorik).

DIAGNOSIS

Versi IPD UI

 Kultur feses atau apus rektal untuk isolasi organisme sebagai diagnosis spesifik

 Kemungkinan dpt mengisolasi kuman pd feses lebih tinggi dibanding dari apus rektal

 Onset penyakit cepat, demam tinggi, leukosit banyak (>50 per LP) → menyokong ke
shigellosis sedangkan trofozoit eritrofagositik, sel PMN → menyokong ke infeksi
entamoeba hystolitica
Versi Mikrobio UI

Dx Lab

 Bahan paling baik : usap dubur atau diambil dari tukak (saat px sigmoidoskopi)

 Bahan lain : tinja segar

*jarak waktu antara penanaman dan pengambilan bahan harus singkat, karena Shigella hidupnya singkat dan peka
terhadap asam di tinja
Px endoskopi (sigmoidoskopi)

 Ulserasi dan eksudasi, membentuk pseudomembran

 Luas lesi biasanya jumlah dan fekuensi diare

*tidak semua infeksi shigella menyebabkan disentri, ditentukan oleh jenis dan virulensi strain.
Infeksi oleh S. Sonnei biasanya tidak disentri; S. Dysenteriae type 1 cenderung disentri

DIAGNOSIS BANDING

 Diagnosis banding adalah semua diare berdarah, terutama akibat infeksi E. hystolytica dan
Salmonella spp.

 Negara berkembang: Diare akibat infeksi Salmonella enteritidis, Campylobacter jejuni,


Clostridium difficale, E. hystolitica. Dipastikan dengan pemeriksaan bakteriologis dan
parasitologis feses.
 Negara maju: diare infeksi lebih jarang terjadi, lebih sering karena inflammatory bowel
disease. Dapat dibedakan dari lama sakit yang kronik dan berulang, serta pemeriksaan lanjut
(endoskopi).

KOMPLIKASI

 Dehidrasi, akibat frekuensi BAB yang tinggi

 Anemia, akibat perdarahan saluran cerna

 Proktitis, apabila berat dapat mengakibatkan prolaps rektum terutama pada anak-anak

 Megakolon toksik, akibat kerusakan lapisan mukosa yang dalam hingga mencapai pleksus
mienterikus.
 Bakteremia pada host imunokompromise dan malnutrisi

 Sindrom Hemolitik uremik, disebabkan shiga toxin yang berikatan dengan reseptor Gb3 di
endotel glomerulus, menyebabkan keadaan trombotik. Trias: anemia (proses yg mendasari
non imun, uji coomb negatif), trombositopenia, dan gagal ginjal akut (akibat trombosis
kapiler glomerulus)
 Artritis reaktif

TATA LAKSANA

 Pasien yang dicurigai disentri diberikan antibiotik empiris sambil menunggu hasil kultur dan
uji sensitifitasnya (tes kepekaan kuman).
 Jika setelah diberi antibiotik empriris, gejala tidak membaik dalam 48 jam kemungkinan
kuman resisten/infeksi oleh organisme lain. Perlu mengganti terapi.
Negara berkembang : Kloramfenikol, tetrasiklin sudah banyak resisten

Negara maju : Trimetroprim-sulfametoksazol (kotrimoksazol), ampisilin sudah banyak resisten

Terapi definitif: antibiotik


 1st line

 Ciprofloksasin 500 mg 2x sehari, selama 3 hari p.o

 KI : anak, ibu hamil, resistensi terhadap sulfonamid, streptomisin, kloramfenikol,


tetrasiklin, ampisilin, sulfametoksazol
 2nd line

 Ceftriakson 50-100 mg/kgBB, 1x1 hari, i.m untuk 2-5 hari

 Azitromisin single dose 1 gr p.o

 Obat lain

 Kotrimoksazol 960 mg 2x sehari, selama 3-5 hari

 Ampisillin 500 mg 4x sehari, selama 5 hari

Terapi simtomatik

 Antipiretik – demam

 Analgesik – nyeri

 Zinc supplement – 10-14 hari untuk anak hingga 5 tahun sebagai bagian tatalaksana diare

 Pada disentri tidak dianjurkan menggunakan obat yang mengurangi motilitas usus seperti
opiat (loperamid HCL)
Rehidrasi dan nutrisi

 Oral rehidration solution (ORS) – cukup efisien, karena transport natrium ke glukosa atau
larutan lain sebgaian besar tdk terpengaruh
 Nutrisi harus diberikan sesegera mungkin setelah rehidrasi awal selesai

 Pemberian makan secara klinis menguntungkan

PENCEGAHAN

 Kebersihan lingkungan

 Perbaiki sistem sanitasi

 Penyediaan air bersih, klorinasi air minum


 Cuci tangan setelah defekasi atau membersihkan feses anak sebelum mengolah dan
meyajikan makanan
 Vaksinasi belum ada

 Pencarian dan pengobatan karier

 Karier tidak boleh bekerja sebagai food handler


I. PATOFISIOLOGI

Anda mungkin juga menyukai