Anda di halaman 1dari 35

DEMAM

TYFOID
AIDA FITRIYANE HAMDANI-12100122582
DEFINISI

Penyakit demam yang disebabkan oleh infeksi Salmonella enterica


serovar typhi.
Demam tifoid adalah demam enterik yang ditandai dengan penyakit
sistemik disertai nyeri perut dan demam dengan pola "step-ladder".
Organisme penyebab demam enterik adalah Salmonella typhi. Serotipe
lain, Salmonella paratyphi (A, B, C), juga menyebabkan sindrom serupa
tetapi dengan penyakit yang kurang signifikan secara klinis.

Sumber : PAPDI VI: Bab 73 demam tifoid


Typhoid Fever - StatPearls - NCBI Bookshelf (nih.gov)
EPIDEMIOLOGI
WHO memperkirakan beban penyakit demam tifoid global mencapai 11-20
juta kasus setiap tahunnya, mengakibatkan sekitar 128.000–161.000
kematian per tahun.
Endemis pada Asia (terutama Asia Tenggara), Afrika, Amerika Selatan, India
→ negara berkembang
Risiko tifoid lebih tinggi pada populasi yang tidak memiliki akses ke air bersih
dan sanitasi yang memadai.
Proporsi penyebab demam enteric: S.typhi > S.paratyphi (10:1)
Diperkirakan setiap tahun terjadi ∼21,6 juta kasus demam tifoid dan 216.510
kematian di dunia.
Indonesia: banyak kasus pada kota-kota besar.

Sumber :
PAPDI VI: Bab 73 demam typhoid
KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 364/MENKES/SK/VI2006 TENTANG PEDOMAN PENGENDALIAN DEMAM TIFOID MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA,
FAKTOR RISIKO
Basil Salmonella menular ke manusia melalui makanan dan minuman. Jadi
makanan atau minuman yang dikomsumsi manusia telah tercemar oleh komponen
feses atau urin dari pengidap tifoid. Beberapa kondisi kehidupan manusia yang
sangat berperan, pada penularan adalah :
Higiene perorangan yang rendah, seperti budaya cuci tangan yang tidak
terbiasa. Hal ini jelas pada anak-anak, penyaji makanan serta pengasuh anak.
Higiene makanan dan minuman yang rendah
Faktor ini paling berperan pada penularan tifoid. Banyak sekali contoh untuk ini
diantaranya : makanan yang dicuci dengan air yang terkontaminasi (seperti sayur-
sayuran dan buah-buahan),sayuran yang dipupuk dengan tinja manusia, makanan
yang tercemar dengan debu, sampah, dihinggapi lalat, air minum yang tidak
dimasak, dan sebagainya.
Sanitasi lingkungan yang kumuh, dimana pengelolaan air limbah, kotoran
dan sampah yang tidak memenuhi syarat-syarat kesehatan
Penyediaan air bersih untuk warga yang tidak memadai
Jamban keluarga yang tidak memenuhi syarat
Pasien atau karier tifoid yang tidak diobati secara sempurna
Belum membudaya program imunisasi untuk tifoid
ETIOLOGI
Basil penyebab tifoid adalah Salmonella typhi dan paratyphi dari genus
Salmonella.
Basil ini adalah gram negatif, bergerak, tidak berkapsul, tidak
membentuk spora, tetapi memiliki fimbria, bersifat aerob dan anaerob
fakultatif.
Ukuran antara (2-4) x 0,6 um. Suhu optimum untuk tumbuh adalah 37C
dengan PH antara 6 - 8.
Basil ini dapat hidup sampai beberapa minggu di alam bebas seperti di
dalam air, es, sampah dan debu.
Reservoir satu-satunya adalah manusia yaitu seseorang yang sedang
sakit atau karier.
Rute transmisi: Fecal-oral (melalui makanan atau air yang
terkontaminasi, tidak cuci tangan sebelum makan)

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 364/MENKES/SK/VI2006 TENTANG PEDOMAN


PENGENDALIAN DEMAM TIFOID MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,
ETIOLOGI
S. Typhi dan S. Paratyphi A, B, dan C adalah patogen yang
terbatas pada manusia. Bersumber dari feses orang terinfeksi yang
mengkontaminasi sehingga dapat terkonsumsi (fecal-oral).
PATOGENESIS + PATOFISIOLOGI
KLASIFIKASI KASUS
Sesuai dengan kemampuan mendiagnosis dan tingkat perjalanan tifoid saat diperiksa, maka diagnosis klinis
tifoid diklasifikasikan menjadi:

Kasus Konfirmasi --> Demam ≥ 38 C selama min. 3 hari. Hasil kultur (+)
Kasus Suspek --> Demam ≥ 38 C selama min. 3 hari dan tinggal di daerah endemik
atau memiliki riwayat bepergian ke daerah endemik. Demam selama ≥3 hari dalam
28 hari kontak dengan pasien kasus terkonfirmasi demam tifoid atau paratifoid.
Kasus Probable --> Demam ≥ 38C selama ≥ 3 hari, dengan serodiagnosis positif atau
uji deteksi antigen (+) namun tidak dilakukan uji isolasi S. Typhi.
MANIFESTASI KLINIS
Masa inkubasi demam tifoid berlangsung antara 10- 14 hari. Gejala-gejala klinis yang timbul sangat
bervariasi dari ringan sampai dengan berat, dari asimtomatik hingga gambaran penyakit yang khas disertai
komplikasi hingga kematian.
Pada minggu pertama gejala klinis penyakit ini ditemukan keluhan dan gejala serupa dengan penyakit
infeksi akut lain yaitu demam, nyeri kepala, pusing, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau
diare, perasaan tidak enak di perut, batuk, dan epistaksis.
Pada pemeriksaan fisik hanya didapatkan suhu badan meningkat. Sifat demam adalah meningkat perlahan-
lahan terutama pada sore hingga malam hari. Dalam minggu kedua gejala-gejala menjadi lebih jelas
berupa demam, bradikardia relatif (bradikardia relatif adalah peningkatan suhu 1 derajat Celcius tidak
diikuti peningkatan denyut nadi 8 kali per menit), lidah yang berselaput (kotor di tengah, tepi dan ujung
merah serta tremor), hepatomegali, splenomegali, meteorismus, gangguan mental berupa somnolen,
sopor, koma, delirium, atau psikosis. Roseolae jarang ditemukan pada orang Indonesia.
MANIFESTASI KLINIS
1. Fase invasif (Minggu ke-1) :
Demam ringan dengan pola remittent, suhu
turun naik, umumnya panas badan pada malam
hari lebih tinggi dari pagi hari, dan intensitas
makin tinggi dari hari ke hari (step-ladder
pattern), disertai gejala lain (tidak spesifik)
seperti malaise, anoreksia, mialgia, nyeri kepala,
nyeri abdomen, mual, muntah, batuk, lemas,
diare.
MANIFESTASI KLINIS
2. Akhir minggu ke-1 hingga minggu ke-2:
Demam kontinu, bradikardia relatif, pulsasi lemah, lidah
tifoid, keluhan diare dapat berubah menjadi konstipasi ,
hepatomegali, splenomegali, distensi abdomen, serta
muncul rose spot. → keluhan yang terjadi di minggu
pertama bisa jadi lebih parah di minggu ke 2.

3. Stadium lanjut/evolusi (Minggu 3)


Apabila pasien membaik maka suhu tubuh berangsur
menurun. Pada fase ini harus hati-hati dengan
kemungkinan terjadinya komplikasi seperti perforasi usus,
miokarditis dan syok.
Tanda komplikasi (perforasi) seperti distensi abdomen
dengan penurunan bising usus, diare dengan feses
berwarna kehijauan hingga kekuningan
DIAGNOSIS
Anamnesis → manifestasi
Pemeriksaan Lab
Pemeriksaan rutin
Leukositosis
Anemia ringan dan trombositopenia
LED meningkat
SGOT dan SGPT meningkat
Uji widal
Kultur salmonela shigella
Serologi IgM/IgG salmonella
DIAGNOSIS
(1)ANAMNESIS
Gejala yang paling menonjol adalah prolonged fever (38,8-40,5 C) hingga 4 minggu jika
tidak ditangani. S.paratyphi A dapat mengakibatkan gejala penyakit yang lebih ringan
daripada S.typhi, dengan predominan gejala gastrointestinal. Pada minggu pertama,
gejala yang ditemukan adalah sakit kepala, menggigil, batuk, berkeringat, mialgia,
malaise, dan artralgia. Gejala gastrointestinal yang ditemukan yaitu: anorexia, nyeri
abdomen, mual, muntah, diare, konstipasi.
(2)PEMERIKSAAN FISIK
Pada pemeriksaan fisik hanya didapatkan suhu badan meningkat. Sifat demam adalah
meningkat perlahan dan terutama pada sore hingga malam hari. Dalam minggu kedua
gejala-gejala menjadi jelas berupa demam, bradikardia relatif (peningkatan suhu 1 C,
tidak diikuti peningkatan denyut nadi 8x/menit), lidah yang berselaput (kotor ditengah,
tepi dan ujung merah), tremor, hepatomegali, splenomegali, rose spots,, gangguan
mental berupa somnolen, stupor, koma, delirium atau psikosis.
DIAGNOSIS (PEMERIKSAAN
PENUNJANG
1.Darah perifer lengkap beserta hitung jenis leukosis
Dapat menunjukkan: leukopenia / leukositosis /
jumlah leukosit normal, limfositosis relatif,
monositosis, trombositopenia (biasanya ringan),
anemia.
2.Serologi
a. IgM antigen O9 Salmonella thypi (Tubex-TF)®
b. Enzyme Immunoassay test (Typhidot®)
c. Tes Widal (tidak direkomendasi)
DIAGNOSIS
(3) PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan darah rutin → Dapat ditemukan gambaran leukopenia, leukosit normal,
leukositosis ringan, trombositopenia ringan, serta penurunan Hb.

Widal test →
dilakukan setelah demam berlangsung 7 hari.
Interpretasi hasil positif bila titer aglutinin O minimal 1/320 atau terdapat kenaikan titer
hingga 4 kali lipat pada pemeriksaan ulang dengan interval 5 – 7 hari.
Hasil pemeriksaan Widal positif palsu sering terjadi oleh karena reaksi silang dengan
non-typhoidal Salmonella, enterobacteriaceae, daerah endemis infeksi dengue dan
malaria, riwayat imunisasi tifoid dan preparat antigen komersial yang bervariasi dan
standaridisasi kurang baik. Oleh karena itu, pemeriksaan Widal tidak direkomendasi jika
hanya dari 1 kali pemeriksaan serum akut karena terjadinya positif palsu tinggi yang
dapat mengakibatkan over-diagnosis dan over-treatment
DIAGNOSIS
(3) PEMERIKSAAN PENUNJANG
Kultur Salmonella typhi (gold standard)
Dapat dilakukan pada spesimen:
a.Darah : Pada minggu pertama sampai akhir minggu ke-2 sakit,
saat demam tinggi
b.Feses : Pada minggu kedua sakit
c.Urin : Pada minggu kedua atau ketiga sakit
d.Cairan empedu : Pada stadium lanjut penyakit, untuk
mendeteksi carrier typhoid
--> .Pemeriksaan penunjang lain sesuai indikasi klinis, misalnya:
SGOT/SGPT, kadar lipase dan amilase

KULTUR S. TYPHI
DIAGNOSIS
(3) PEMERIKSAAN PENUNJANG (cont.)
TUBEX test → Uji diagnostik cepat (beberapa menit) dan
mudah untuk dikerjakan, sering digunakan dalam keadaan
klinis. Uji ini digunakan untuk mendeteksi antibodi IgM
terhadap antigen O9 lipopolisakarida S.typhi pada serum
pasien. Deteksi terhadap anti O9 dapat dilakukan pada hari
ke 4-5 untuk infeksi primer dan hari ke 2-3 untuk infeksi
sekunder. Nilai sensitivitas 100% dan nilai spesifitas 90%

.
Typhidot test → Dapat mendeteksi antibodi IgM dan IgG
yang terdapat pada protein membran luar Salmonella Typhi.
Hasil positif didapatkan 2-3 hari setelah infeksi dan dapat
mengidentifikasi secara spesifik IgM dan IgG terhadap
antigen S.typhi seberat 50kD, yang terdapat pada strip
nitroselulosa. IgG dapat bertahan hingga 2 tahun pasca
infeksi.

TYPHIDOT TEST
DIFFERENTIAL DIAGNOSIS

Dengue Fever
Malaria
Amebiasis
Leptospirosis
Q fever
Tuberculosis
DIFFERENTIAL DIAGNOSIS
TUJUAN TATALAKSANA
1.Optimalisasi pengobatan dan mempercepat
penyembuhan
2.Observasi terhadap perjalanan penyakit
3.Minimalisasi komplikasi
4.Isolasi untuk menjamin pencegahan terhadap
pencemaran dan/atau kontaminasi
TATALAKSANA
1.Terapi Suportif
Istirahat tirah baring (bed rest) dan mengatur mobilisasi
Menjaga kecukupan asupan cairan (oral atau parenteral)
Diet : Pemberian makan padat dini dengan menghindari sementara sayuran
yang berserat (rendah serat), gizi seimbang, konsistensi lunak, cukup kalori
dan protein
Konsumsi obat rutin dan tuntas
Kontrol dan monitor tanda vital

2.Terapi Simtomatik
Menurunkan demam
Mengurangi gejala gastrointestinal
TATALAKSANA
3. Terapi Definitif → Antibiotik

Alternatif lain:
Tiamfenikol 4 x 500 mg (komplikasi hematologi lebih rendah)
Kotrimoksazol 2 x 960 mg selama 2 minggu
Ampislin dan amoksisilin 50-150 mg/kgBB selama 2 minggu

PAPDI 2019
TATALAKSANA
Alternatif lain:

Seftriakson (Sefalosporin Gen III)


Sefotaksim 2- 3 x 1 gram
Sefoperazon 2 x 1 gram

Flurokuinolon → demam umumnya berkurang pada hari ke-3 atau menjelang


hari ke-4
Norfloksasin 2 x 400 mg/hari selama 14 hari
Siprofloksasin 2 x 500 mg/hari selama 6 hari
Ofloksasin 2 x 400 mg/hari selama 7 hari
Pefloksasin 400 mg/hari selama 7 hari
Fleroksasin 400 mg/hari selama 7 hari
TATALAKSANA
TATALAKSANA
TERAPI ANTIBIOTIK
Terapi Antibiotik
Tujuan → mencegah komplikasi keparahan dari demam tifoid

Drug-susceptible Typhoid Fever

Lini Pertama : Fluoroquinolone (paling efektif) dengan tingkat


penyembuhan ~98%, relaps, dan fecal carriage <2%
Quionolon susceptible strains : Short-course ofloxacin
Decreased Ciprofloxacin strains : Ceftriaxone, azitromisin,
dan ciprofloksasin dosis tinggi
TERAPI ANTIBIOTIK
Drug-susceptible Typhoid Fever
Multidrug resistance
→ Azitromisin

Demam tifoid tanpa komplikasi


Dapat dirawat di rumah dengan diberikan antibiotik oral
dan antipiretik
TERAPI ANTIBIOTIK
Pasien dengan mual muntah, diare, dan/atau distensi abdomen
→ Perlu dirawat di RS dan diberikan terapi suportif seperti
Sefalosporin Gen III via parenteral atau Fluoroquinolon berdasar
susceptibility profile
→ terapi diberikan selama 10 hari atau 5 hari setelah demam
mereda

Karier kronis Salmonella


→ Terapi selama 4-6 minggu
→ Antibiotik : Amoksisilin oral, TMP-SMX, ciprofloxacin, atau
norfloksasin

Abnormalitas anatomis
→ Pemberian Antibiotik dan pembedahan
KOMPLIKASI

A.Komplikasi Intestinal
B.Komplikasi Ekstra-Intestinal
KOMPLIKASI INTESTINAL
a. Perdarahan Usus Sekitar 25% penderita demam tifoid dapat mengalami
perdarahan minor yang tidak membutuhkan tranfusi darah. Perdarahan hebat
dapat terjadi hingga penderita mengalami syok. Secara klinis perdarahan akut
darurat bedah ditegakkan bila terdapat perdarahan sebanyak 5 ml/kgBB/jam.

b. Perforasi Usus Terjadi pada sekitar 3% dari penderita yang dirawat. Biasanya
timbul pada minggu ketiga namun dapat pula terjadi pada minggu pertama.
Penderita demam tifoid dengan perforasi mengeluh nyeri perut yang hebat
terutama di daerah kuadran kanan bawah yang kemudian meyebar ke seluruh
perut. Tanda perforasi lainnya adalah nadi cepat, tekanan darah turun dan
bahkan sampai syok
KOMPLIKASI EKSTRAINTESTINAL
1. Komplikasi kardiovaskuler: kegagalan sirkulasi perifer (syok, sepsis),
miokarditis, trombosis dan tromboflebitis.
2. Komplikasi darah: anemia hemolitik, trombositopenia, koaguolasi intravaskuler
diseminata, dan sindrom uremia hemolitik.
3. Komplikasi paru: pneumoni, empiema, dan pleuritis.
4. Komplikasi hepar dan kandung kemih: hepatitis dan kolelitiasis.
5. Komplikasi ginjal: glomerulonefritis, pielonefritis, dan perinefritis.
6. Komplikasi tulang: osteomielitis, periostitis, spondilitis, dan artritis.
7. Komplikasi neuropsikiatrik: delirium, meningismus, meningitis, polineuritis
perifer, psikosis, dan sindrom katatonia
PROGNOSIS
Angka kematian Demam Tifoid sebesar 10%-20% pada kasus yang tidak
diobati dan 2% pada kasus yang diobati
Kematian akibat Demam Tifoid sebagian besar berhubungan dengan
malnutrisi, usia balita, dan usia lansia
Prognosis pada usia lansia lebih buruk dan bila terjadi komplikasi cenderung
semakin memburuk
Relaps terjadi pada 25% kasus
Sekitar 10% pasien mengalami mild relapse dalam 2-3 minggu, ~10%
pasien yang tidak ditangani terdapat S. typhi pada fese hingga 3 bulan, dan
1%-4% menjadi chronic asymtomatic carriage
Chronic carriage → wanita, infants, dan individu dengan biliary abnormalities
atau concurrent bladder infection
PREVENTION
1. Langkah-langkah Strategis Pencegahan Karier, Relaps dan Resistensi
Tifoid
2. Perbaikan Sanitasi Lingkungan
3. Peningkatan Higiene Makanan Dan Minuman
4. Peningkatan Higiene Perorangan
5. Pencegahan Dengan Imunisasi
6. Surveilans
.7 Definisi Kasus
8. Sistim Pencatatan dan Pelaporan
9. Penanggulangan KLB
PREVENTION
Sanitasi Lingkungan
-Penyediaan air bersih
-Penggunaan toilet bersih yang memenuhi syarat-syarat kesehatan
-Pengelolaan air limbah, kotoran, dan sampah yang tidak mencemari
lingkungan

Higienitas
-Mencuci tangan terutama sebelum makan
-Mencuci buah dan sayuran hingga bersih
-Memasak makanan hingga matang
-Memastikan dapur selalu bersih dan terhindar dari serangga atau
binatang lainnya
-Minum air matang

Vaksinasi
Vaksin tifoid dapat diberikan kepada anak dari usia 2 tahun hingga
dewasa yang berisiko tinggi terkena tifoid.

Anda mungkin juga menyukai