Anda di halaman 1dari 3

Kisah Inspiratif Raeni, Wisudawan Terbaik Anak Tukang

Becak

putri tukang becak yang menjadi wisudawan terbaik Universitas Negeri Semarang (Unnes)
tahun 2014, mendapat perhatian luas dari masyarakat dan media massa nasional. Gadis
kelahiran Kendal, 13 Januari 1993, itu berhasil menyelesaikan studinya di Jurusan Akuntansi
Fakultas Ekonomi Unnes dalam 7 semester, dengan Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) 3,96.
Nyaris sempurna.

Kawan-kawan Raeni dan para dosennya di Fakultas Ekonomi (FE) Unnes mengenalnya
sebagai pribadi yang cerdas, giat belajar, santun, dan taat beribadah. Ia juga dikenal aktif
berorganisasi. Kepada kawan-kawannya, Raeni tak pernah malu mengakui bahwa dirinya
adalah putri tukang becak. Bahkan saat mengikuti wisuda pada Selasa (10/6) lalu, Raeni tak
malu diantar ayahnya, Mugiyono, dengan menggunakan becak.

Kisah tentang Raeni awalnya dipublikasikan di situs resmi Universitas Negeri Malang,
unnes.ac.id. Informasi itu lalu diberitakan di sejumlah media cetak dan media sosial. Banyak
kalangan kemudian memberi apresiasi terhadap prestasi akademik Raeni.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menjanjikan bahwa pemerintah akan


memberikan beasiswa bagi Raeni untuk melanjutkan pendidikan strata dua (S2) di Inggris.

“Memenuhi rencana Raeni, pemerintah akan memberikan kesempatan pendidikan S2 di luar


negeri melalui Program Beasiswa Presiden,” kata SBY, saat menerima Raeni yang
didampingi orang tuanya, Mugiyono, di Lapangan Udara Halim Perdanakusuma, Jakarta,
Jumat (13/6).

Sebelumnya, Kepala Humas Unnes Sucipto Hadi Purnomo mengabarkan, sejumlah


perusahaan menyatakan minatnya untuk merekrut Raeni bekerja. Selain itu, sebuah
foundation juga menyatakan minatnya mensponsori gadis kelahiran Kendal ini kuliah S2 di
Inggris.
Redaksi sayangi.com hari ini menerima email dari salah seorang pengusaha yang minta
alamat atau kontak Raeni karena akan menawarkan beasiswa program studi S2 di Leicester
University, Inggris.

Raeni juga menerima undangan dari Net.Tv supaya menjadi narasumber pada acara Indonesia
Morning. Net.Tv ingin menghadirkannya sebagai sosok muda yang cerdas untuk memotivasi
anak-anak muda lain di Tanah Air.

Inspirasi Kaum Dhuafa

Prestasi akademik Raeni memang pantas mendapat apresiasi dari banyak kalangan. Terlebih
jika melihat latar belakang keluarganya yang sangat sederhana. Ayahnya, Mugiyono,
hanyalah seorang tukang becak yang setiap hari mangkal tak jauh dari rumahnya di
Kelurahan Langenharjo, Kendal.

Sebagai tukang becak, penghasilan Mugiyono bisa disebut tak menentu. Berkisar Rp10 ribu –
Rp 50 ribu. Karena itu, ia juga bekerja sebagai penjaga malam di sebuah sekolah dengan gaji
Rp450 ribu per bulan.

Pekerjaan mengayuh becak dilakoni Mugiyono setelah ia berhenti sebagai karyawan di


pabrik kayu lapis. Ia meminta berhenti jadi karyawan karena menginginkan uang pesangon
agar bisa membiayai anaknya masuk ke Universitas Negeri Semarang, agar bisa menjadi guru
sesuai dengan cita-citanya. .

Raeni membayar pengorbanan ayahnya dengan giat belajar, sehingga pada semester I ia
meraih indeks prestasi 4,00. Sempurna. Lantaran indeks prestasinya itu, Raeni langsung
menerima beasiswa Bidikmisi dari kampusnya pada Agustus 2011. Rektor Unnes bahkan
mengunjungi rumahnya yang sederhana saat memberikan beasiswa tersebut.

Raeni berkali-kali membuktikan keunggulan dan prestasinya. Pada beberapa semester ia


memperoleh indeks prestasi 4. Prestasi itu ia pertahankan hingga ditetapkan sebagai
wisudawan terbaik dengan Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) 3,96.

Seperti dikutip situs unnes.ac.ic, Rektor Unnes Prof. Dr. Fathur Rokhman mengatakan,
prestasi Raeni membuktikan bahwa tidak ada halangan bagi anak dari keluarga kurang
mampu untuk bisa kuliah dan berprestasi. "Teladan penting dari diri Raeni adalah
kesungguhan. Kami sangat bangga dengan apa yang diraih Raeni,” katanya.

Menurut Fathur, sampai saat ini Unnes menyediakan 26 persen dari jumlah kursi yang
tersedia untuk mahasiswa dari keluarga tidak mampu. Dengan program ini, ia yakin dalam
waktu tak lama lagi akan terjadi kebangkitan kaum dhuafa. Semua itu bisa menjadi bukti
bahwa pendidikan dapat menjadi alat memotong mata rantai kemiskinan.

“Anak-anak dari keluarga miskin akan segera tampil menjadi kaum terpelajar baru. Mereka
akan tampil sebagai eksekutif, intelektual, pengusaha, bahkan pemimpin republik ini,” kata
Fathur.

Banyak sisi menarik yang bisa diungkap dari kisah Raeni. Kawan-kawannya memuji Raeni
sebagai gadis yang taat beribadah: rajin mengaji dan menyegerakan salat begitu mendengar
adzan.
Tinah, pemilik warung makan di sekitar kos Raeni juga punya cerita menarik. "Kalau makan
di sini tak pernah makan ikan atau daging. Makannya selalu tahu dan tempe. Tapi saya heran,
kok bisa secerdas itu," katanya.

Di berbagai media sosial, kisah Raeni juga menjadi topik perbincangan. Giri Lumakto,
misalnya, memposting sebuah tulisan yang menarik di Kompasiana, pada Rabu (11/6). Ia
membuka tulisannya tentang Raeni dengan kalimat seperti ini:

"Menggetarkan hati dan menggeliatkan air mata simpati setelah saya membaca artikel ini.
Sebuah artikel yang memotret betapa bangganya seorang wisudawan ber-IPK 3,96 diantar
ayahnya yang tukang becak menghadiri wisuda di Univeritas Negeri Semarang (UNNES).
Betapa perjuangan seorang ayah yang cuma tukang becak dibalas indah oleh anaknya.
Dengan rasa tidak sungkan diantar langsung dengan becak ayahnya, si putri diantar menuju
tempatnya wisuda. Dan dengan kejujuran dan keihlasan, sang ayah dengan raut wajah
bangga mengantar putrinya dengan becak. Betapa luhur budi bakti si putri pada ayahnya.
Dan betapa bangga si ayah pada putri yang sudah meluhurkan keluarga dengan
prestasinya."

Anda mungkin juga menyukai