Anda di halaman 1dari 43

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN

DENGAN DEMAM TYPOID

A. KONSEP DASAR PENYAKIT


1. Definisi Demam Typoid
Demam tifoid merupakan penyakit infeksi menular yang terjadi pada anak maupun
dewasa. Anak merupakan yang paling rentan terkena demam tifoid, yang biasanya banyak
terjadi pada anak usia 5-19 tahun. Penyakit ini berhubungan erat dengan higiene
perorangan dan sanitasi lingkungan. Kematian demam tifoid pada anak lebih rendah bila
di banding dengan dewasa (Dewi, 2011).
Demam tifoid adalah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran cerna,
dengan gejala demam kurang lebih 1 minggu, gangguan pada pencernaan, dan gangguan
kesadaran. Pertimbangkan demam tifoid pada anak yang demam dan memiliki salah satu
tanda seperti diare, muntah, nyeri perut, dan sakit kepala. Hal ini terutama bila demam
telah berlangsung selama 7 hari atau lebih (Sodikin, 2011).

2. Epidemologi
Demam tifoid sendiri akan sangat berbahaya jika tidak segara di tangani secara baik
dan benar, bahkan menyebabkan kematian. Menurut data WHO (World Health
Organisation) memperkirakan angka insidensi di seluruh dunia sekitar 17 juta jiwa per
tahun, angka kematian akibat demam tifoid mencapai 600.000 dan 70% nya terjadi di
Asia. Di Indonesia sendiri, penyakit tifoid bersifat endemik, menurut WHO angka
penderita demam tifoid di Indonesia mencapai 81% per 100.000 (Depkes RI, 2013).

3. Etiologi
Penyebab penyakit ini adalah bakteri Salmonella typhi. Infeksi umumnya diperoleh
dari makanan atau air yang terkontaminasi bakteri dari tinja yang terinfeksi (Valman,
2006). Etiologi penyakit demam typhoid menurut Rampengan (2008) disebabkan oleh
infeksi kuman Salmonella typhos atau Eberthella typhosa yang merupakan kuman gram
negative, motil dan tidak menghasilkan spora. Kuman ini dapat hidup baik sekali pada
suhu tubuh manusia maupun suhu yang sedikit lebih rendah, serta mati pada suhu 70 0C
1
ataupun oleh antiseptik. Sampai saat ini, diketahui bahwa kuman ini hanya menyerang
manusia. Bakteri ini berbentuk batang, gram negative, tidak membentuk spora, motil,
berkapsul dan mempunyai flagella (bergerak dengan rambut getar). Bakteri ini dapat
hidup sampai beberapa minggu di alam bebas seperti didalam air, es, sampah dan debu.
Bakteri ini dapat mati dengan pemanasan (suhu 600C) selama 15 – 20 menit, pasteurisasi,
pendidihan dan khlorinisasi. Salmonella typhi mempunyai 3 macam antigen, yaitu :
a. Antigen O (Antigen somatik), yaitu terletak pada lapisan luar dari tubuhkuman.
Bagian ini mempunyai struktur kimia lipopolisakarida atau disebut juga
endotoksin. Antigen ini tahan terhadap panas dan alkohol tetapi tidak tahan
terhadap formaldehid.
b. Antigen H (Antigen Flagella), yang terletak pada flagella, fimbriae atau pili dari
kuman. Antigen ini mempunyai struktur kimia suatu protein dan tahan terhadap
formaldehid tetapi tidak tahan terhadap panas dan alkohol.
c. Antigen Vi yang terletak pada kapsul (envelope) dari kuman yang dapat
melindungi kuman terhadap fagositosis.
Ketiga jenis antigen tersebut di dalam tubuh manusia akan menimbulkan
pembentukan tiga macam antibodi yang lazim disebut agglutinin. Salmonellatyphosa juga
memperoleh plasmid faktor-R yang berkaitan dengan resistensi terhadap multiple
antibiotic. Ada 3 spesies utama, yaitu:
a. Salmonella typhosa (satu serotipe).
b. Salmonella choleraesius (satu serotipe).
c. Salmonella enteretidis (lebih dari 1500 serotipe).

4. Patofisiologi
Penyakit typhoid disebabkan oleh kuman salmonella typhi, salmonella paratyphi A,
Salmonella paratyphi B, Salmonella paratyphi C, yang masuk ke dalam tubuh manusia
melalui mulut dengan makanan dan air yang tercemar. Selanjutnya akan ke dinding usus
halus melalui aliran limfe ke kelenjar mesentrium menggandakan atau multiplikasi
(bacterium). Biasanya pasien belum tampak adanya gejala klinik (asimptomatik) seperti
mual, muntah, tidak enak badan, pusing karena segera diserbu sel sistem retikulo
endosetual. Tetapi kuman masih hidup, selanjutnya melalui duktus toraksikus masuk ke
2
dalam peredaran darah mengalami bakterimia sehingga tubuh merangsang untuk
mengeluarkan sel piogon akibatnya terjadi lekositopenia. Dari sel piogon inilah yang
mempengaruhi pusat termogulator di hipotalamus sehingga timbul gejala demam dan
apabila demam tinggi tidak segera diatasi maka dapat terjadi gangguan kesadaran dalam
berbagai tingkat. Setelah dari peredaran darah, kuman menuju ke organ-oragan tubuh
(hati, limfa, empedu) sehingga timbul peradangan yang menyebabkan membesarnya
organ tersebut dan nyeri tekan, terutama pada folikel limfosid berangsur-angsur
mengalami perbaikan dan apabila tidak dihancurkan akan menyebar ke seluruh organ
sehingga timbul komplikasi dan dapat memperburuk kondisi pasien
Penularan salmonella thypi dapat ditularkan melalui berbagai cara, yang dikenal
dengan 5F yaitu food (makanan), fingers (jari tangan atau kaki), fomitus (muntah), Fly
(lalat) dan melalui feses (tinja). Feses dan muntah pada penderita demam tifoid dapat
menularkan salmonella thypi kepada orang lain. Bakteri yang masuk ke dalam lambung,
sebagian akan dimusnahkan oleh asam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus
bagian distal dan mencapai jaringan limpoid. Di dalam jaringan limpoid ini kuman
berkembang biak, lalu masuk ke aliran darah dan mencapai sel-sel retikuloendotelial. Sel-
sel retikuloendotelial ini kemudian melepaskan kuman ke dalam sirkulasi darah dan
menimbulkan bakterimia, kuman selanjutnya masuk limpa, usus halus dan kandung
empedu.

5. Manifestasi Klinis
Menurut ngastiyah (2010), demam thypoid pada anak biasanya lebih ringan
daripada orang dewasa. Masa tunas 10-20 hari, yang tersingkat 4 hari jika infeksi terjadi
melalui makanan, sedangkan jika melalui minuman yang terlama 30 hari. Selama masa
inkubasi mungkin ditemukan gejala prodromal, perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri,
nyeri kepala, pusing dan tidak bersemangat, kemudian menyusul gejala klinis yang
biasanya ditemukan, yaitu:

a. Demam
Pada kasus yang khas, demam berlangsung 3 minggu bersifat febris
remitten dan suhu tidak tinggi sekali. Minggu pertama, suhu tubuh berangsur-
3
angsur naik setiap hari, menurun pada pagi hari dan meningkat lagi pada sore
dan malam hari. Dalam minggu ketiga suhu berangsur turun dan normal
kembali.
b. Gangguan pada saluran pencernaan
Pada mulut terdapat nafas berbau tidak sedap, bibir kering dan pecah-
pecah (ragaden). Lidah tertutup selaput putih kotor (coated tongue), ujung dan
tepinyakemerahan. Pada abdomen dapat ditemukan keadaan perut kembung.
Hati dan limpa membesar disertai nyeri dan peradangan.
c. Gangguan kesadaran
Umumnya kesadaran pasien menurun, yaitu apatis sampai samnolen.
Jarang terjadi supor, koma atau gelisah (kecuali penyakit berat dan terlambat
mendapatkan pengobatan). Gejala lain yang juga dapat ditemukan pada
punggung dan anggota gerak dapat ditemukan reseol, yaitu bitnik-bintik
kemerahan karena emboli hasil dalam kapiler kulit, yang ditemukan pada
minggu pertama demam,kadang-kadang ditemukan pula trakikardi dan
epistaksis.
d. Relaps
Relaps (kambuh) ialah berulangnya gejala penyakit demam thypoid, akan
tetap berlangsung ringan dan lebih singkat. Terjadi pada minggu kedua setelah
suhu badan normal kembali, terjadinya sukar diterangkan. Menurut teori relaps
terjadi karena terdapatnya basil dalam organ-organ yang tidak dapat
dimusnahkan baik oleh obat maupun oleh zat anti.
Soedarto (2010) mengemukakan bahwa manifestasi klinis klasik yang umum
ditemui pada penderita demam typhoid biasanya disebut febris remitter atau demam yang
bertahap naiknya dan berubah-ubah sesuai dengan keadaan lingkungan dengan perincian:
a. Masa inkubasi, dapat berlangsung 7-21 hari, walaupun pada umumnya adalah
10-12 hari. Pada awal penyakit keluhan dan gejala penyakit tidaklah khas,
seperti gejala influenza, berupa : anoreksia, rasa malas, sakit kepala bagian
depan, nyeri otot, lidah kotor, dan nyeri perut.
b. Minggu pertama, Setelah melewati masa inkubasi 10-14 hari, gejala penyakit itu
pada awalnya sama dengan penyakit infeksi akut yang lain, seperti demam tinggi
4
yang berpanjangan yaitu setinggi 39ºC hingga 40ºC, sakit kepala, pusing, pegal-
pegal, anoreksia, mual , muntah, batuk, dengan nadi antara 80-100 kali permenit,
denyut lemah, pernapasan semakin cepat dengan gambaran bronkitis kataral,
perut kembung dan merasa tidak enak, sedangkan diare dan sembelit dapat
terjadi bergantian. Pada akhir minggu pertama,diare lebih sering terjadi. Khas
lidah pada penderita adalah kotor di tengah, tepi dan ujung merah serta bergetar
atau tremor. Epistaksis dapat dialami oleh penderita sedangkan tenggorokan
terasa kering dan beradang. Jika penderita 12 ke dokter pada periode tersebut,
akan menemukan demam dengan gejala-gejala di atas yang bisa saja terjadi pada
penyakit-penyakit lain juga. Ruam kulit (rash) umumnya terjadi pada hari
ketujuh dan terbatas pada abdomen disalah satu sisi dan tidak merata, bercak-
bercak ros (roseola) berlangsung 3-5 hari, kemudian hilang dengan sempurna
(Brusch, 2011). Roseola terjadi terutama pada penderita golongan kulit putih
yaitu berupa makula merah tua ukuran 1-5 mm, berkelompok, timbul paling
sering pada kulit perut, lengan atas atau dada bagian bawah, kelihatan memucat
bila ditekan (Soedarmo etal, 2010).
c. Minggu kedua, Jika pada minggu pertama, suhu tubuh berangsur-angsur
meningkat setiap hari, yang biasanya menurun pada pagi hari kemudian
meningkat pada sore atau malam hari. Karena itu, pada minggu kedua suhu
tubuh penderita terus-menerus dalam keadaan tinggi atau demam (Kemenkes,
2006). Terjadi perlambatan relatif nadi penderita. Gejala toksemia semakin berat
yang ditandai dengan keadaan penderita yang mengalami delirium. Gangguan
pendengaran umumnya terjadi. Lidah tampak kering,merah mengkilat. Nadi
semakin cepat sedangkan tekanan darah menurun, sedangkan diare menjadi lebih
sering yang kadang-kadang berwarna gelap akibat terjadi perdarahan.
Pembesaran hati dan limpa. Perut kembung dan sering berbunyi. Gangguan
kesadaran. Mengantuk terus menerus, mulai kacau jika berkomunikasi dan lain-
lain (Supriyono, 2011).
d. Minggu ketiga, Pada minggu ketiga, demam semakin memberat dan terjadi
anoreksia dengan pengurangan berat badan yang signifikan. Konjungtiva
terinfeksi, dan pasien mengalami takipnu dengan suara crakcles di basis paru.
5
Jarang terjadi distensi abdominal. Beberapa individu mungkin akan jatuh pada
fase toksik yang ditandai dengan apatis, bingung, dan bahkan psikosis. Nekrosis
pada Peyer’s patch mungkin dapat menyebabkan perforasi saluran cerna dan
peritonitis (Brusch, 2011).
e. Minggu keempat, Pada minggu ke empat demam turun perlahan secara lisis,
kecuali jika focus infeksi terjasi seperti kolesistitis, abses jaringan lunak maka
demam akan menetap (Soedarmo et al, 2010). Pada mereka yang mendapatkan
infeksi ringan dengan demikian juga hanya menghasilkan kekebalan yang
lemah,kekambuhan dapat terjadi dan berlangsung dalam waktu yang pendek.
Kekambuhan dapat lebih ringan dari serangan primer tetapi dapat menimbulkan
gejala lebih berat daripada infeksi primer tersebut. Sepuluh persen dari demam
tifoid yang tidak diobati akan mengakibatkan timbulnya relaps (Supriyono,
2011).

6. Penatalaksanaan
Prinsip penatalaksanaan demam tifoid masih menganut trilogy penatalaksanaan
yang meliputi (Kemenkes):
a. Istirahat dan Perawatan
Bertujuan untuk mencegah komplikasi dan mempercepat penyembuhan.
Tirah baring dengan perawatan dilakukan sepenuhnya di tempat seperti makan,
minum, mandi, dan BAB/BAK. Posisi pasien diawasi untuk mencegah dukubitus
dan pnemonia orthostatik serta higiene perorangan tetap perlu diperhatikan dan
dijaga.
b. Diet dan Terapi Penunjang
Mempertahankan asupan kalori dan cairan yang adekuat, yaitu berupa:
1) Memberikan diet bebas yang rendah serat pada penderita tanpa gejala
meteorismus, dan diet bubur saring pada penderita dengan meteorismus.
Hal ini dilakukan untuk menghindari komplikasiperdarahan saluran cerna
dan perforasi usus. Gizi penderita juga diperhatikan agar meningkatkan
keadaan umum dan mempercepat proses penyembuhan.
2) Cairan yang adekuat untuk mencegah dehidrasi akibat muntah dan diare.
6
3) Primperan (metoclopramide) diberikan untuk mengurangi gejala mual
muntah dengan dosis 3 x 5 ml setiap sebelum makan dan dapat dihentikan
kapan saja penderita sudah tidak mengalami mual lagi.
c. Pemberian Antimikroba Pada demam tifoid, obat pilihan yang digunakan dibagi
menjadi lini pertama dan lini kedua. Kloramfenikol, kotrimosazol, dan
amoksisilin/ampisilin adalah obat demam tifoid lini pertama. Lini kedua adalah
kuinolon (tidak dianjurkan untuk anak dibawah 18 tahun), sefiksim, dan seftriakson.
Antibiotik Dosis Kelebihan dan keuntungan
Kloramfenikol Anak: 1) Merupakan obat yang paling lama
50-100 digunakan dan dikenal paling efektif
mg/KgBB/hari terhadap demam tifoid.
maksimal 2 gr, 2) Murah, dapat diberikan peroral dan
diberikan sensitivitas masih tinggi.
selama 10-14 3) Tidak diberikan bila leukosit
hari <2000/mm3.
4) Pemberian IV/PO
Seftriakson Anak: 1) Cepat menurunkan suhu, lama
80 pemberian tunggal dan dosis tunggal
mg/KgBB/hari serta cukup aman untuk anak.
dosis tunggal 2) Pemberian IV
selama 5 hari
Ampisilin dan Anak: 1) Sering dikombinasi dengan
Amoksisilin 100 kloramfenikol untuk pasien kritis.
mg/KgBB/hari 2) Tidak mahal.
dosis runggal 3) pemberian PO/IV.
selama 10 hari.
Cefixime Anak: 1) Aman untuk anak.
15-20 2) pemberian peroral.
mg/KgBB/hari 3) Efektif.
selama 10 hari
dibagi menjadi 2
dosis
Tiamfenikol Anak: 1) Dapat digunakan untuk anak-anak.
7
50 2) Sensitif pada beberapa daerah
mg/KgBB/hari
selama 5-7 hari
bebas panas

d. Gangguan suhu tubuh.


Pasien tifus abdominalis menderita demam lama, pada kasus yang khas
demam dapat sampai 3 minggu. Keadaan tersebut dapat menyebabkan kondisi
tubuh lemah, dan mengakibatkan kekurangan cairan, karena perspirasi yang
meningkat. Pasien dapat menjadi gelisah, selaput lendir mulut dan bibir menjadi
kering dan peca-pecah. Penyebab demam, karena adanya infeksi basil
Salmonella typhosa, maka untuk menurunkan suhu tersebut hanya dengan
memberikan obatnya secara adekuat, istirahat mutlak sampai suhu turun
diteruskan 2 minggu lagi, kemudian mobilisasi bertahap. Jika pasien diberikan
makanan melalui sonde, obat dapat diberikan bersama makanan tetapi berikan
pada permulaan memasukkan makanan, jangan dicampur pada semua
makanannya atau diberikan belakangan karena jika pasien muntah obat akan
keluar sehingga kebutuhan obat tidak adekuat. Ruangan diatur agar cukup
Ventilisi. Untuk membantu, menurunkan suhu tubuh yang biasanya pada sore
hari dan malam hari lebih tinggi jika suhu tinggi sekali cara menurunkan lihat
pada pembahasan tentang hiperpireksia. Di samping kompres berikan pasien
banyak minum boleh sirup, teh manis, atau air kaldu sesuai kesukaan anak.
Anak jangan ditutupi dengan selimut yang tebal agar penguapan suhu
lebih lancar. Jika menggunakan kipas angin untuk membantu menurunkan suhu
usahakan agar kipas angin tidak langsung kearah tubuh pasien.

7. Komplikasi
Komplikasi lebih sering terjadi pada keadaan toksemia berat dan kelemahan umum,
bila perawatan pasien kurang sempurna . Komplikasi demam tifoid dapat dibagi di dalam
komplikasi intestinal (dalam saluran cerna) danekstraintestinal (luar saluran cerna).
Komplikasi intestinal berupa perdarahan usus, perforasi usus, ileus paralitik. Komplikasi

8
ekstraintestinal bisa mengenai banyak organ di tubuh. Komplikasi kardiovaskular berupa
kegagalan sirkulasi perifer (renjatan/sepsis), miokarditis, trombosis dan tromboflebitis.
Komplikasi darah berupa anemia hemolitik, trombositopenia dan atau koagulasi
intravaskular diseminata dan sindrom uremia hemolitik. Komplikasi paru berupa
pneumonia, empiema dan pleuritis. Komplikasi hepar dan kandung kemih berupa hepatitis
dan kolelitiasis. Komplikasi ginjal berupa glomerulonefritis, pielonefritis dan perinefritis.
Komplikasi tulang berupa osteomielitis, periostitis, spondilitis dan artritis. Komplikasi
neuropsikiatrik berupa delirium, mengingismus, meningitis, polineuritis perifer, sindrim
Guillain-Barre, psikosis dan sindrom katatonia.

8. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan rutin
Walaupun pada pemeriksaan darah perifer lengkap sering di temukan
leukopenia dapat pula terjadi kadar leukosit normal atau leukositosis dapat terjadi
walaupun tanpa disertai infeksi sekunder. Selain itu dapat pula ditemukan anemia
ringan dan trombositopenia. Pada pemeriksaan hitung jenis leukosit demam typhoid
dapat meningkat. Pada kebanyakan kasus demam typoid, jumlah leukosit pada sediaan
darah tepi berada pada batas-batas normal bahkan kadang-kadang terdapat leukosit
walapun tidak ada komplikasi atau infeksi sekunder. Oleh karena itu pemeriksaan
jumlah leukosit tidak berguna untuk diagnose demam typoid
SGOT dan SGPT seringkali meningkat, tetapi akan kembali normal setelah
sembuh. Kenaikan SGOT dan SGPT tidak memerlukan penanganan khusus.
b. Kultur darah
Kultur darah bisa positif pada minggu pertama, kultur urine bisa positif pada
akhir minggu kedua, kultur feses bisa positif dari minggu kedua hingga minggu ketiga.
Hasil biakan darah yang pasif memastikan demam typhoid, akan tetapi hasil negative
tidak menginginkan demam typhoid, karena mungkin disebabkan beberapa faktor
sebagai berikut:
1) Teknik pemeriksaan laboratorium
Hasil pemeriksaan satu laboratorium berbeda dengan laboratorium yang
lain, hal ini disebabkan oleh perbedaan teknik dan media biakan yang
9
digunakan. Waktu pengambilan darah yang baik adalah pada saat demam tinggi
yaitu pada saat bacteremia berlangsung.
2) Saat pemeriksaan selama perjalanan penyakit
Biakan darah terhadap salmonella typhi terutama positif pada minggu
pertama dan berkurang pada minggu-minggu berikutnya. Pada waktu kambuh
biakan darah dapat positif kembali.
3) Riwayat vaksinasi di masa lampau
Vaksinasi terhadap demam typoid di masa lampau dapat menimbulkan
antibody dalam darah klien, antibody ini dapat menekan bacteremia sehingga
biakan darah negative.
4) Pengobatan dengan obat anti mikroba
Bila pasien sebelum pembiakan darah sudah mendapatkan obat anti
mikroba, pertumbuhan bakteri dalam darah media biakan terhambat dan hasil
biakan mungkin negative.
c. Uji widal
Uji widal dilakukan untuk deteksi antibody terhadap kuman salmonellatyphi.
Pada uji widal terjadi suhu reaksi aglutinasi antara antigen kuman salmonella typhi
dengan antibody disebut aglutinin. Antigen yang digunakan pada uji widal adalah
untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum penderita tersangka typhoid yaitu
1) Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari tubuh
bakteri).
2) Aglutinin H, yang dibuat karenan rangsangan antigen H (berasal dari flagel
bakteri).
3) Aglutinin Vi, yang dibuat karena rangsangan antigen Vi (berasal dari simpai
bakteri).
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang digunakan.
Semakin tinggi liternya semakin besar kemungkinan terinfeksi kuman ini. Ada
beberapa faktor yang mempengaruhi uji widal yaitu:
1) Faktor yang berhubungan dengan klien
a) Keadaan umum: gizi buruk dapat menghambat pembentukan antibody.

10
b) Saat pemeriksaan selaa perjalanan penyakit: agglutinin baru dijumpai
dalam darah setelah klien sakit 1 minggu dan mencapai puncaknya pada
minggu ke-5 atau ke-6.
c) Penyakit-penyakit tertentu: ada beberapa penyakit yang dapat menyertai
demam typoid yang tidak dapat menimbulkan antibody seperti
agamaglobulinemia, leukemia dan karsinoma lanjut.
d) Pengobatan dini dengan antibiotika: pengobatan dini dengan obat anti
mikroba dapat menghambat pembentukan antibody.
e) Obat-obatan imunosupresif atau kortikosteroid: obat-obat tersebut dapat
menghambat terjadinya pembentukan antibody karena supresi sistem
retikuloendotelial.
f) Vaksinasi dengan kotipa atau tipa: seseorang yang divaksinasi dengan
kotipa atau tipa, titer agglutinin O dan H dapat meningkat. Aglutinin O
biasanya menghilag setelah 6 bulan sampai 1 tahun, sedangkan titer
agglutinin H menurun perlahan-lahan selama 1 atau 2 tahun. Oleh sebab
itu titer agglutinin H pada orang yang pernah divaksinasi kurang
mempunyai nilai diagnostic.
g) Infeksi pasien dengan klinis atau subklinis oleh salmonella sebelumnya:
keadaan ini dapat mendukung hasil uji widal yang positif, walapun dengan
hasil titer yang rendah.
h) Reaksi anamnesa: keadaan dimana terjadi peningkatan titer agglutinin
terhadap salmonella typhi karena penyakit infeksi dengan demam yang
bukan typoid pada seseorang yang pernah tertular salmonella dimasa lalu.
2) Faktor-faktor teknis
a) Aglutinasi silang: beberapa spesies salmonella dapat mengandung antigen
O dan H yang sama, sehingga reaksi aglutinasi pada satu spesies dapat
menimbulkan reaksi aglutinasi pada spesies yang lain.
b) Konsentrasi sespensi antigen: konsentrasu ini akan mempengaruhi hasil uji
widal.

11
c) Strain salmonella yang digunakan untuk suspense antigen: ada penelitian
yang berpendapat bahwa daya aglutinasi sespensi antigen dari strain
salmonella setempat lebih baik dari suspense dari strain lain.
Uji widal dilakukan untuk mendeteksi adanya antibody terhadap kuman
Salmonella typhi. Uji widal dikatakan bernilai bila terdapat kenaikan titer widal 4 kali
lipat (pada pemeriksaan ulang 5-7 hari) atau titer widal O > 1/320, titer H > 1/60
(dalam sekali pemeriksaan). Gall kultur dengan media carr empedu merupakan
diagnosa pastidemam typhoid bila hasilnya positif, namun demikian, bila hasil kultur
negatif belum menyingkirkan kemungkinan typhoid, karena beberapa alasan, yaitu
pengaruh pemberian antibiotika, sampel yang tidak mencukupi. maka diagnosis klinis
Demam Typhoid diklasifikasikan atas:
1) Possible Case dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik didapatkan gejala
demam, gangguan saluran cerna, gangguan pola buang air besar dan hepato atau
splenomegali. Sindrom demam tifoid belum lengkap. Diagnosis ini hanya dibuat
pada pelayanan kesehatan dasar.
2) Probable Case telah didapatkan gejala klinis lengkap atau hamper lengkap, serta
didukung oleh gambaran laboraorium yang menyokong demam tifoid (titer
widal O > 1/160 atau H > 1/160 satu kali pemeriksaan).
3) Definite Case Diagnosis pasti, ditemukan Salmonella Thypi pada pemeriksaan
biakan atau positif Salmonella Thypi pada pemeriksaan PCR atau terdapat
kenaikan titer widal 4 kali lipat (pada pemeriksaan ulang 5-7 hari) atau titer
widal O> 1/320, H >1/640 (pada pemeriksaan sekali) (Wijaya,2013).

12
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
Nama mahasiswa : Ni Made Wistita Dewi
NIM :17091110062
Ruang :-
Tanggal pengkajian: -
Tanggal praktek :-
Paraf :-
I. IDENTITAS PASIEN
No. Rekam Medis :-
Nama klien :-
Nama panggilan :-
Tempat/Tanggal Lahir :-
Umur :-
Jenis kelamin :-
13
Bahasa yang dimengerti :-
Orang tua/wali :-
Nama Ayah/Ibu/Wali :-
Pekerjaan Ayah/Ibu/Wali :-
Pendidikan :-
Alamat Ayah/Ibu/Wali :-

I. KELUHAN UTAMA
Keluhan utama typoid adalah panas atau demam yang tidak turun-turun, nyeri
perut, pusing, mual, diare serta penurunan kesadaran.

II. RIWAYAT KELUHAN SAAT INI


Peningkatan suhu tubuh karena masuknya kuman salmonella typhi ke dalam tubuh,
Mengapa pasien masuk Rumah Sakit dan apa keluhan utama pasien, sehingga dapat
ditegakkan prioritas masalah keperawatan yang dapat muncul.

III. RIWAYAT KESEHATAN MASA LALU


a. Prenatal
Apakah saat kehamilan ditrimester 1-3 ibu pasien pernah dirawat dirumah sakit,
apakah saat akan melahirkan ibu klien merasa sakit, Kehamilan yang keberapa,
tanggal lahir, gestasi (fulterm, prematur, post matur), abortus atau lahir hidup dan
obat-obat yang dimakan.
b. Perinatal dan postnatal
Lamanya proses persalinan, tempat melahirkan, obat-obatan, orang yang
menolong persalinan, penyulit persalinan, berat badan nomal 2,5 Kg – 4 Kg,
panjang badan normal 49 -52 cm, kondisi kesehatan baik, apgar score , ada atau
tidak ada kelainan kongenital.
c. Penyakit yang pernah diderita
Apakah selama hamil pernah sakit, Penyebabnya, gejala-gejalanya, perjalanan
penyakit, penyembuhan, kompliksi, insiden penyakit dalam keluarga atau
masyarakat, respon emosi terhadap rawat inap sebelumnya.
14
d. Hospitalisasi/tindakan operasi
Apakah pernah dirawat dirumah sakit, apakah pernah dilakukan tindakan operasi.
e. Injuri/kecelakaan
Apakah klien pernah mengalami kecelakaan.
f. Alergi
Apakah klien ada alergi terhadap obat dan makanan
g. Imunisasi dan tes laboratorium
Apakah sudah mendapatkan imunisasi Polio, hepatitis, BCG, DPT, campak, reaksi
yang terjadi adalah biasanya demam, pemberian serum-serum lain, gamma
globulin atau transfusi, pemberian tuberkulin test dan reaksinya.
h. Pengobatan
Nama obat yang didapat, dosis, jadwal, lamanya, alasan pemberian.

II. RIWAYAT PERTUMBUHAN


Dapat dikaji mengenai riwayat pertumbuhan yaitu berat badan sekarang, tinggi
badan, lingkar lengan dan pertumbuhan gigi.
Berat waktu lahir 2, 5 Kg – 4 Kg. Berat badan bertambah 150 – 200 gr/minggu, TB
bertambah 2,5 cm / bulan, kenaikan ini terjadi sampai 6 bulan. Gigi mulai tumbuh pada
usia 6-7 bulan, mulai duduk sendiri pada usia 8-9 bulan, dan bisa berdiri dan berjalan
pada usia 10-12 bulan.

III. RIWAYAT SOSIAL


a. Yang mengasuh
Siapakah yang mengasuh klien saat ini.
b. Hubungan dengan anggota keluarga
Bagaimana hubungan klien dengan keluarganya, apakah harmonis atau tidak.
c. Hubungan dengan teman sebaya
Apakah klien dirumahnya mempunyai teman dan bagaimana hubungan klien
dengan temannya.
15
d. Pembawaan secara umum
Bagaimana sifat pembawaan dari klien apakah temperamen, emosi, sering protes,
putus asa.

IV. RIWAYAT KELUARGA


a. Sosial ekonomi
Bagaimana perekonomian klien apakah perekonomiannya tinggi, menengah atau
rendah.
b. Lingkungan rumah
Apakah rumah klien berada dekat dengan pelayanan kesehatan atau tidak,
ventilasi yang cukup, apakah tersedia air bersih atau tidak.
c. Penyakit keluarga
Apakah dalam keluarga terdapat penyakit keturunan seperti DM, hipertensi,
penyakit jantung.
d. Genogram
Diisi minimal tiga generasi.

V. PENGKAJIAN TINGKAT PERKEMBANGAN SAAT INI (Gunaka format DDST)


Riwayat perkembangan meliputi perkembangan anak saat tengkurap,
membalikan badan, duduk tanpa bantuan, belajar berdiri dengan pegangan, bangun
sendiri untuk berdiri, motoric halus, motorik kasar, bahasa dan kognitif.
Pengkajian dengan menggunakan DDST (Denver Develoment Screaning
Test) dimana dapat ditemukan bila terjadi penyimpangan pada usia tertentu /
keterlambatan dalam pertumbuhan dan perkembangan. DDST dapat digunakan bagi
anak usia 0-6 tahun. Pertumbuhan dan perkembangan normal anak usia 3-4 tahun:
a. Personal Sosial
Apakah pasien bisa memakai T-Shirt sendiri, apakah bis menyebut nama teman,
apakah bisa cuci tangan, mengeringkan tangan.
b. Bahasa
Apakah sudah mengerti 2 kata, apakah sudah mengetahui 2 kegiatan, apakah
bisa menyebutkan 4 gambar.
16
c. Motorik Halus
Apakah sudah bisa menggoyangkan ibu jari, menara dari kubus, meniru garis
vertikal.
d. Motorik Kasar
Apakah sudah bisa berdiri 1 kaki 1 detik, loncat jauh, melempar bola keatas.

VI. PENGKAJIAN POLA KESEHATAN KLIEN SAAT INI


a. Pemeliharaan dan persepsi terhadap kesehatan
Sebelum sakit : Biasanya saat sakit klien dibawa ke dokter atau puskesmas
atau bidan.
Saat pengkajian : Biasanya saat sakit klien dibawa ke dokter atau puskesmas
atau bidan.

b. Nutrisi
Sebelum sakit : Frekuensi makan berapa kali sehari, jumlah makanan berapa
porsi, habis atau tidak, apa makanan yang dikonsumsi,
adakah makanan yang menyebabkan klien alergi makanan,
apakah nafsu makan baik atau buruk, adakah makanan
pantangan, BB berapa kg, TB berapa cm.
Saat pengkajian : Frekuensi makan berapa kali sehari, jumlah makanan berapa
porsi, habis atau tidak, apa makanan yang dikonsumsi,
adakah makanan yang menyebabkan klien alergi makanan,
apakah nafsu makan baik atau buruk, adakah makanan
pantangan, BB berapa kg, TB berapa cm.
c. Cairan
Sebelum sakit : Kebiasaan minum berapa gelas perhari, apa minuman yang
dikonsumsi.
Saat pengkajian : Kebiasaan minum berapa gelas perhari, apa minuman yang
dikonsumsi, klien terpasang saluran infus dengan cairan apa.
d. Aktivitas
17
Sebelum sakit : Apa saja aktivitas yang biasa dilakukan klien selama satu
hari.
Saat pengkajian : Apa saja aktivitas yang biasa dilakukan klien selama satu hari
saat dirumah sakit. Apakah klien lemas atau sudah mulai bisa
beraktivitas seperti sebelum sakit
e. Tidur dan istirahat
Sebelum sakit : Klien biasa tidur berapa jam dalam sehari. Kualitas tidur
pasien terpenuhi atau tidak. Adakah keluhan ketika bangun
tidur.
Saat pengkajian : Klien biasa tidur berapa jam dalam sehari. Kualitas tidur klien
terpenuhi atau tidak. Adakah keluhan ketika bangun tidur.

f. Eliminasi
Sebelum sakit : BAB dan BAK: berapa kali sehari, apa warna dari feses dan
urine, apakah feses dan urine berbau, apakah konsistensinya
padat atau cair atau keras, bagaimana perasaan saat BAK
sakit atau tidak.
Saat pengkajian : BAB dan BAK: berapa kali sehari, apa warna dari feses dan
urine, apakah feses dan urine berbau, apakah konsistensinya
padat atau cair atau keras, bagaimana perasaan saat BAK
sakit atau tidak.
g. Pola hubungan
Sebelum sakit : Bagaimana hubungan klien dengan keluarga maupun tetangga
dirumahnya.
Saat pengkajian : Bagaimana hubungan klien dengan keluarga, tenaga
kesehatan dan teman disamping tempat tidurnya.
h. Koping atau temperamen dan disiplin yang diterapkan
Sebelum sakit : Apakah klien senang bermain, bercanda atau bersosialisasi
dengan orang lain.
Saat pengkajian : Apakah klien senang bermain, bercanda atau bersosialisasi
dengan orang lain.
18
i. Kognitif dan persepsi
Penglihatan : Apakah menggunakan kacamata pada aktivitas sehari- hari. Bisa
melihat jarak jauh dan dekat dengan jelas atau tidak.
Pendengaran : Apakah klien masih dapat mendengar dengan jelas, dan tidak
mengeluh masalah pendengarannya. Apakah klien bisa
mendengar suara pelan seperti bisikan dan suara yang keras.
Penciuman : Apakah klien masih dapat mencium bau-bauan dan tidak ada
masalah dengan indera penciumannya. Klien bisa mencium bau
busuk dan harum atau tidak.
Pengecapan : Apakah klien masih dapat membedakan rasa pahit, manis, asam
dan asin.
Perabaan : Apakah klien bisa merasakan sensasi ketika disentuh ataupun
dicubit.
j. Konsep diri
Citra tubuh : Apakah klien sudah mulai memperhatikan tubuhnya.
Identitas : Apakah klien sudah mengetahui identitas dirinya.
Harga diri : Apakah klien sudah mengetahui tentang harga dirinya. Klien
percaya diri atau masih malu.
Peran : Apakah klien sudah mengetahui mengenai peran dirinya.
Bagaimana peran klien dalam kehidupan sehari-hari.
Ideal Diri : Bagaimana ideal diri klien. Klien ingin cepat sembuh.
k. Seksual dan menstruasi
Sebelum sakit : Apakah klien sudah mengetahui jenis kelaminnya. Adakah
kebutuhan seksual-reproduksi klien.
Saat pengkajian : Apakah klien sudah mengetahui jenis kelaminnya. Adakah
kebutuhan seksual-reproduksi klien.
l. Nilai
Sebelum sakit : Apakah agama pasien dan apakah sebelum sakit pasien rajin
sembahyang.
Saat pengkajian : Apakah agama pasien dan apakah saat sakit pasien masih bisa
sembahyang.
19
VII. PEMERIKSAAN FISIK
a. Keadaan umum : Biasanya badan lemah
Tanda-tanda vital : Peningkatan suhu,perubahan nadi, respirasi d.
Kesadaran : Dapat mengalami penurunan kesadaran.
b. Kulit
Inspeksi : Bagaimana warna kulit klien, mukosa mulut pucat atau tidak.
Adakah edema dan bagaimana elastisitas kulit dan kebersihan
kuku.
Palpasi : Adakah nyeri tekan. Berapa capilary refill time normalnya < 3
detik
c. Kepala
Inspeksi : Bentuk kepala mesocepal, simetris kanan kiri atau tidak, terdapat
benjolan pada kepala atau tidak, kulit kepala bersih atau kotor,
rambut tebal atau tipis dan lurus atau kriting, distribusi rambut
merata atau tidak dan berminyak atau tidak.
Palpasi : Adakah nyeri tekan.
d. Mata
Inspeksi : Apakah memakai alat bantu penglihatan, terdapat kantung mata
atau tidak. Kelopak mata : simetris kanan dan kiri atau tidak,
adakah lesi, apakah penyebaran rambut alis merata. Konjungtiva
dan sclera : konjunctiva anemis atau tidak, sclera ikterik atau
tidak. Kornea : jernih atau keruh. Pupil dan iris : ukuran pupil
isokor kanan kiri atau tidak.
Palpasi : Adakah nyeri tekan pada kedua mata pasien.
e. Telinga
Inspeksi : Kebersihan telinga bersih, bentuk tidak ada kelainan, tidak
terdapat peradangan.
f. Hidung
Inspeksi : Bentuk hidung klien kecil atau besar, warna kulit sama dengan
warna bagian wajah lain atau tidak. Adakah deviasi atau
20
pembengkakan tulang hidung, lubang hidung simetris kanan kiri
atau tidak. Apakah terdapat secret dan pelebaran nares.
Palpasi : Adakah nyeri tekan pada batang dan jaringan lunak hidung.

g. Mulut
Inspeksi : Apakah bibir simetris atas bawah, bibir kering atau lembab,
mukosa pucat atau kering atau lembab. Berapa jumlah gigi
klien. Apakah terdapat bau mulut, pembesaran tonsil dan
permukaan lidah kotor atau bersih.
Palpasi : Adakah nyeri tekan pada kedua dinding mulut.
h. Leher
Inspeksi : Apakah ada pembengkakan kelenjar tiroid, jika digerakkan
fleksi ekstensi terdapat terdapat nyeri atau tidak dan adakah
nyeri telan.
Palpasi : Adakah nyeri tekan, benjolan dan pembesaran kelenjar tiroid.
i. Dada
Inspeksi : Apakah bentuk dada simetris kanan dan kiri, barel, fanel atau
pigeon chest. Ekspansi dada simetris atau tidak.
Palpasi : Apakah vokal fremitus fibrasinya lebih terasa di sebelah kanan.
Apakah terdapat nyeri tekan bagian dada depan maupun
belakang.
Perkusi : Apakah terdengar suara sonor pada kedua lapang paru.
Auskultasi : Apakah terdengar suara dasar vesikular, ronchi, wheezing atau
crackles
j. Payudara
Inspeksi : Apakah bentuk payudara simetris kanan dan kiri, bagaimana
warna kulit disekitar payudara.
Palpasi : Apakah ada benjolan atau tidak.
k. Paru-paru
Inspeksi : Apakah bentuk dada simetris kanan dan kiri, barel, fanel atau
pigeon chest. Ekspansi dada simetris atau tidak.
21
Palpasi : Apakah vokal fremitus fibrasinya lebih terasa di sebelah kanan.
Apakah terdapat nyeri tekan bagian dada depan maupun
belakang.
Perkusi : Apakah terdengar suara sonor pada kedua lapang paru.
Auskultasi : Apakah terdengar suara dasar vesikular, ronchi, wheezing atau
crackles
l. Jantung
Inspeksi : Apakah bentuk dada simetris kanan kiri. Adakah jaringan parut
dan lesi. Apakah terlihat ictus cordis pada rongga thoraks dan
apakah iramanya teratur.
Perkusi : Apakah terdengar bunyi pekak. Dilakukan untuk mengetahui
batas jantung
Palpasi : Adakah nyeri tekan.
Auskultasi : Bunyi jantung 1 = bunyi jantung 2. Apakah terdapat bunyi mur-
mur.
m. Abdomen
Inspeksi : Apakah perut buncit, warna kulit sama dengan warna kulit di
sekitarnya, bersih atau kotor dan terdapat jaringan parut atau
tidak, warna ikterik/tidak. Apakah umbilikus mengalami
inflamasi, posisi umbilicus tepat ditengah garis tubuh/tidak.
Auskultasi : Berapa frekuensi bising usus, normalnya 8-12 kali permenit
Perkusi : Apakah terdengar bunyi timpani.
Palpasi : Apakah terdapat nyeri tekan.
n. Genetalia
Inspeksi : Apakah terpasang kateter, terdapat luka/tidak dan terdapat
radang pada area genetalia atau tidak.
Palpasi : Adakah nyeri tekan
o. Anus dan rectum
Inspeksi : Adakah kelainan pada daerah genitalia, apakah genetalia dan
anus bersih.
p. Musculoskeletal
22
Inspeksi : Bagaimana kekuatan otot klien, ekstremitas tangan dan kaki
klien.
q. Neurologi
Saraf olfaktorius : Apakah klien dapat mencium aroma dengan baik.
Saraf optikus : Apakah klien mampu melihat dengan baik.
Saraf okulomotorius : Apakah klien mampu menggerakkan bola mata.
Saraf troklearis : Apakah klien mampu menggerakkan bola mata
dengan mengikuti jari.
Saraf trigeminus : Apakah reflek berkedip pasien baik.
Saraf abdusen : Apakah klien dapat menggerakkan bola mata ke
kanan dan ke keiri.
Saraf fasialis : Apakah pergerakan otot wajah dan kepala baik.
Saraf vestibulokoklearis : Apakah pendengaran klien baik.
Saraf glosofaringngeal : Apakah pergerakan otot-otot mulu baik.
Saraf vagus : Apakah reflek muntah klien baik.
Saraf aksesoris : Apakah klien dapat menggerakkan kepala dan
bahu.
saraf hipoglosus : Apakah klien dapat menjulurkan lidahnya.
VIII. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK PENUNJANG
No Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Normal Interpretasi
1. Hemoglobin 14.3 g/dL 13.0-18.0 g/dL Normal
2. Hematokrit 39% 40-52% Menurun
3. Leukosit 21.170/mm3 3.800-10.600/mm3 Meningkat
4. Trombosit 222.000/mm3 150.000-440.000/mm3 Normal
5. Eritrosit 4,49 juta/mm3 3.5-6.5 juta/mm3 Normal
6 Ureum 33 mg/dL 15-50 mg/dL Normal
7. Kreatinin 0.7 mg/dL 0.7-1.2 mg/dL Normal
8. WBC 6,2 k/ul 4,0-12,0 k/ul Normal
9. Lym 2,3 k/ul 2,0-8,0 k/ul Normal
10. MID 0,3 k/ul 1,6-5,0 k/ul Normal
11. Gra 3,6 k/ul 0,1-1,0 k/ul Normal
12. Lym % 37,8 % 50,0-80,0 k/ul Normal

IX. INFORMASI LAIN (mencangkup rangkuman kesehatan klien dari Gizi, fisioterapis,
terapi medis lain, dll)
23
No Nama Obat Dosis Rute Indikasi
1. Infus RL 20tpm IV Untuk mengganti caitan tubuh
2. Paracetamol 250mg Oral Untuk menurunkan panas.
3. CTM 3x1mg Oral Untuk mengobati pilek, bersin-bersin, mata
berair, gatal pada mata, hidung.
4. Ceftriaxon 2x3mg IV Ntuk mengobati infeksi bakteri

X. ANALISA DATA
TGL/JAM DATA FOKUS INTERPRETASI MASALAH
MASALAH
Kamis 25 Data Subyektif: Minuman dan Hypertermi
april 2019 a. Ibu klien makanan yang berhubungan dengan
09.00 WITA mengatakan terkontaminasi efek langsung dari
anaknya Mulut sirkulasi endotoksin
panas. Saluran pencernaan pada hipotalamus,
Typus abdominalis proses infeksi
Data Obyektif: Usus
a. Suhu tubuh Limfoid plague
klien: 38,50C. penyeri di ileum
b. Klien terlihat terminalis
lemah dan Pendarahan dan
gelisah. perforasi intestinal
Kuman masuk
aliran limfe
mesentrial
Menuju hati dan
limfa
Kuman
berkembang biak
Jaringan tubuh
(limfa)
Peradangan
Pelepasan zat
24
pyrogen
Pusat termogulasi
tubuh
Hipertermia
Kamis, 25 Data Subyektif: Minuman dan Nyeri akut berhubungan
April 2019 Q: Ibu klien makanan yang dengan agen cedera
09.00 WITA mengatakan terkontaminasi biologis
anaknya nyeri Mulut
pada perut. Saluran pencernaan
U: Skala nyeri 5 Typus abdominalis
E: Klien tampak Usus
menangis dan Limfoid plague
memegang penyeri di ileum
bagian perut. terminalis
S: Ibu klien Pendarahan dan
mengatakan perforasi intestinal
anaknya Kuman masuk
belum pernah aliran limfe
menangis mesentrial
kesakitan Menuju hati dan
seperti ini. limfa
T: Klien tampak Kuman
menunjukkan berkembang biak
sikap yang Hipertropi
menahan Penekanan pada
sakit, dimana saraf dihati
klien terus Nyeri ulu hati
menerus Nyeri akut
memegang
perutnya.
T: Memberikan

25
obat anti
nyeri, agar
klien tampak
lebih tenang.

Data Obyektif:
a. Klien tampak
meringis dan
gelisah
Kamis, 25 Data Subyektif: Minuman dan Kekurangan volume
April 2019 a. Ibu klien makanan yang cairan berhubungan
09.00 WITA mengatakan terkontaminasi dengan kehilangan caira
anaknya susah Mulut aktif
minum. Saluran pencernaan
Typus abdominalis
Data Obyektif: Peningkatan asam
a. Bibir klien lambung
terlihat pecah- Perasaan tidak enak
pecah. pada perut, mual,
b. Mukosa klien muntah (anorexia)
terlihat kering Kekurangan
dan pucat. volume cairan
c. Klien terlihat
lemas
Kamis, 25 Data Subyektif: Minuman dan Ketidakseimbangan
April 2019 a. Ibu klien makanan yang nutrisi kurang dari
09.00 WITA mengatakan terkontaminasi kebutuhan tubuh
anaknya susah Mulut berhubungan
makan. Saluran pencernaan denganketidakmampuan
b. Ibu klien Typus abdominalis untuk mengabsorbsi
mengatakan Peningkatan asam nutrient
anaknya mual lambung
26
muntah. Perasaan tidak enak
pada perut, mual,
Data Obyektif: muntah (anorexia)
a. Klien tampak Ketidakseimbangan
lemas. nutrisi: kurang dari
b. Klien terlihat kebutuhan tubuh.
tidak memiliki
nafsu makan.
c. Klien
mengalami
penurunan
berat badan.

XI. DIAGNOSA KEPERAWATAN BERDASARKAN PRIORITAS


No Tanggal Diagnosa Keperawatan Tanggal TTD
muncul teratasi
1. Hipertermi berhubungan dengan efek
langsung dari sirkulasi endotoksin pada
hipotalamus, proses infeksi ditandai
dengan ibu pasien mengatakan anaknya
panas, suhu 380C.
2. Nyeri akut berhubungan dengan agen
cedera biologis ditandai dengan Q: ibu
klien mengatakan anaknya nyeri pada
perut, U: skala nyeri 5, E: klien tampak
menangis dan memegang bagian perut,
S: ibu klien mengatakan anaknya belum
pernah menangis kesakitan seperti ini,
T: klien tampak menunjukkan sikap
yang menahan sakit, dimana klien terus
menerus memegang perutnya, T:
memberikan obat anti nyeri, agar klien
27
tampak lebih tenang, pasien tampak
meringis dan gelisah.
3. Kekurangan volume cairan
berhubungan dengan kehilangan caira
aktif ditandai dengan ibu klien
mengatakan anaknya susah minum,
bibir klien terlihat pecah-pecah, mukosa
klien terlihat kering dan pucat, klien
terlihat lemas.
4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan
denganketidakmampuan untuk
mengabsorbsi nutrient ditandai dengan
ibu klien mengatakan anaknya susah
makan, ibu klien mengatakan anaknya
mual muntah, klien tampak lemas, klien
terlihat tidak memiliki nafsu makan,
klien mengalami penurunan berat
badan.

28
XII. RENCANA KEPERAWATAN
No Hari/tgl Diagnosa Tujuan & Kriteria Intervensi Rasional Nama/
Keperawatan Hasil TTD
1. Kamis, Hipertermi Setelah dilakukan NIC Fever Tratment
25 april berhubungan tindakan a. Monitor suhu a. Suhu 38-40
2019 dengan efek keperawatan sesering mungkin. menunjukkan
langsung dari selama 3 & 24 jam adanya proses
sirkulasi diharapkan infeksius akut,
endotoksin pada hipertermia pola demam
hipotalamus, teratasi dengan dapat membantu
proses infeksi kriteria hasil: dalam diagnosis
ditandai dengan NOC dan mengtahui
ibu pasien Thermoregulation penyakit dengan
mengatakan a. Suhu tubuh nilai suhu,
anaknya panas, dalam rentang membantu dalam
suhu 380C. normal. menetapkan
b. Nadi dan RR intervensi
dalam rentang tindakan.
normal. b. Monitor tekanan b. Dengan adanya
c. Tidak ada darah, nadi dan RR. panas berlebihan
perubahan mengakibatkan
warna kulit dan hemodinamika
29
tidak ada didalam tubuh
pusing. terganggu.
c. Monitor intake dan c. Mengetahui
output. secara pasti
makan yang
masuk dan
keluar.
d. Monitor WBC, HB d. Mengetahui
dan Hct. penyebab
demam.
e. Berikan kompres e. Membantu
hangat. menurunkan
demam dengan
efek vasodilatasi
air hangat melalui
proses evaporase.
f. Anjurkan pasien f. Untuk
untuk mengompres merangsang
pada lipat paha dan penurunan panas
aksila. melalui efek kerja
konduksi.
g. Berikan antipiretik. g. Obat antipiretik

30
bekerja sebagai
pengatur kembali
pusat pengatur
panas.
h. Kolaborasi h. Pemberian cairan
pemberian cairan sangat penting
intravena. bagi pasien
dengan suhu
tubuh tinggi.

2. Kamis, Nyeri akut Setelah dilakukan NIC Pain


25 april berhubungan tindakan Management a. Mengetahui
2019 dengan agen keperawatan selama a. Observasi reaksi keadaan tidak
cedera biologis 1x24 jam diharapkan nonverbal dari menyenangkan
ditandai dengan nyeri pasien ketidaknyamanan. yang tidak
Q: ibu klien berkurang dengan semapat dan
mengatakan kriteria hasil: sempat
anaknya nyeri NOC Pain Level digmbarkan oleh
pada perut, U: a. Mampu klien.
skala nyeri 5, E: mengontrol b. Pasien dapat
klien tampak nyeri. b. Monitor penerimaan melakukan
menangis dan b. Melaporkan pasien tentang tindakan mandiri
memegang bahwa nyeri manajemen nyeri. dengan benar.
31
bagian perut, S: berkurang c. Untuk
ibu klien dengan c. Kaji secara mengetahui
mengatakan menggunakan menyeluruh tentang daerah nyeri,
anaknya belum manajemen nyeri termasuk kualitas, kapan
pernah nyeri. lokasi, durasi, nyeri dirasakan,
menangis c. Mampu frekuensi, intensitas faktor pencetus,
kesakitan seperti mengenali dan faktor berat ringannya
ini, T: klien nyeri. penyebab. nyeri yang
tampak d. Menyatakan dirasakan.
menunjukkan rasa nyaman d. Adanya
sikap yang setelah nyeri d. Gunakan teknik hubungan saling
menahan sakit, berkurang. komunikasi percaya dapat
dimana klien terapeutik untuk membuat pasien
terus menerus mengetahui lebih terbuka saat
memegang pengalaman nyeri menyampaikan
perutnya, T: pasien. rasa nyeri yang
memberikan dialami.
obat anti nyeri, e. Nyeri sangat
agar klien e. Bantu pasien dan dalam dialami
tampak lebih keluarga untuk pasien akan
tenang, pasien mencari dan membuat depresi
tampak meringis menemukan akan

32
dan gelisah. dukungan. penyakitnya,
dorongan dari
keluarga dan
orang terdekat
dapat
menguatkan
pasien menjalani
proses
pengobatan.
f. Mencegah pasien
f. Kontrol lingkungan mengalami stress
yang dapat yang dapat
mempengaruhi nyeri meningkatkan
seperti suhu tingkatan nyeri
ruangan, yang dialami.
pencahayaan dan
kebisingan. g. Memberikan
g. Ajarkan tentang pengetahuan
teknik non kepada pasien
farmakologi. untuk menangani
rasa nyeri secara
mandiri.

33
h. Zat aktif yang
h. Kolaborasi dalam terdapat pada
pemberian analgetik obat analgetik
untuk mengurangi dapat
nyeri. menghambat
mediator kimia
dengan
menghasilkan
endorphin yang
berfungsi
menghambat
mediator nyeri di
tangkap oleh
reseptor nyeri di
sistem saraf pusat
sehingga
transmisi
rangsangan nyeri
terhambat
3. Kamis, Kekurangan Setelah dilakukan NIC Fluid
25 april volume cairan tindakan Management
2019 berhubungan keperawatan selama a. Monitor status a. Bertujuan untuk
dengan 1x24 jam diharapkan hidrasi mengevaluasi
34
kehilangan caira kekurangan volume (kelembaban status cairan
aktif ditandai cairan pasien teratasi membrane klien.
dengan ibu klien dengan kriteria hasil: mukosa, nadi
mengatakan NOC Fluid Balance adekuat, tekanan
anaknya susah a. Mempertahanka darah ortostatik).
minum, bibir n urine output b. Monitor vital sign b. untuk mengetahui
klien terlihat sesuai dengan keadaan umum
pecah-pecah, usia dan BB, BJ klien.
mukosa klien urine normal. c. Monitor masukan c. Untuk
terlihat kering b. Tekanan darah, makanan atau mengetahui
dan pucat, klien nadi, suhu cairan dan hitung pengeluaran dan
terlihat lemas. tubuh dalam intake kalori pemasukan cairan
batas normal. harian. klien.
c. Tidak ada d. Beri cairan d. Mencegah
tanda-tanda intravena yang kekurangan
dehidrasi, terdiri dari cairan dan
elastisitas turgor glukosa, elektrolit memperbaiki
kulit baik, dan vitamin. keseimbangan
membrane asam basa.
mukosa lembab, e. Anjurkan klien e. Pemberian cairan
tidak ada rasa untuk sesuai dengan
haus yang mengkonsumsi toleransi klien.

35
berlebihan. cairan peroral
dengan perlahan.
f. Kolaborasi f. Pemberian cairan
pemberian cairan sangat penting
IV bagi pasien
dengan suhu
tubuh tinggi.

4. Kamis, Ketidakseimban Setelah dilakukan NIC Nutrition


25 april gan nutrisi tindakan Management
2019 kurang dari keperawatan selama a. Monitor jumlah a. Untuk
kebutuhan tubuh 3x24 jam diharapkan nutrisi dan mempertahankan
berhubungan ketidakseimbangan kandungan kalori. keseimbangan
denganketidakm nutria klien nutrisi.
ampuan untuk terpenuhi dengan b. Kaji adanya alergi b. Mengetahui
mengabsorbsi kriteria hasil: makanan. intake masukan
nutrient ditandai NOC Nutritional pasien dan
dengan ibu klien Status menentukan
mengatakan a. Adanya intervensi yang
anaknya susah peningkatan berat sesuai
36
makan, ibu klien badan sesuai c. Berikan informasi c. Pengetahuan
mengatakan dengan tujuan. tentang kebutuhan yang cukup dapat
anaknya mual b. Berat badan ideal nutrisi. meningkatkan
muntah, klien sesuai dengan motivasi pasien.
tampak lemas, tinggi badan. d. Berikan makanan d. Nutrisi yang
klien terlihat c. Mampu yang terpilih adekuat dapat
tidak memiliki mengidentifikasi (sudah meningkatkan
nafsu makan, kebutuhan nutrisi. dikonsultasikan status kesehatan.
klien mengalami d. Tidak ada tanda- dengan ahli gizi).
penurunan berat tanda malnutrisi. e. Anjurkan pasien e. Dapat
badan. e. Menunjukkan untuk meningkatkan
peningkatan meningkatkan intake yang
fungsi protein dan adekuat.
pengecapan dari vitamin C.
menelan. f. Ajarkan pasien f. Mempertahankan
f. Tidak terjadi bagaimana nutrisi pasien
penurunan berat membuat catatan yang adekuat.
badan yang makanan harian.
berarti. g. Kolaborasi dengan g. Meningkatkan
ahli gizi untuk keseimbangan
menentukan nutrisi yang
jumlah kalori dan adekuat.

37
nutrisi yang
dibutuhkan pasien.

38
XIII. IMPLEMENTASI
Implementasi merupakan tahapan setelah perencanaan keperawatan. Pada tahap ini
perawat menjalankan stategi yang telah direncanakan pada langkah sebelumnya
a. Hipertermi berhubungan dengan efek langsung dari sirkulasi endotoksin pada
hipotalamus, proses infeksi ditandai dengan ibu pasien mengatakan anaknya
panas, suhu 380C.
1. Memonitor suhu sesering mungkin.
2. Memonitor tekanan darah, nadi dan RR.
3. Memonitor intake dan output.
4. Memonitor WBC, HB dan Hct.
5. Memberikan kompres hangat.
6. Menganjurkan pasien untuk mengompres pada lipat paha dan aksila.
7. Memberikan antipiretik.
8. Berkolaborasi pemberian cairan intravena.
b. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis ditandai dengan Q: ibu klien
mengatakan anaknya nyeri pada perut, U: skala nyeri 5, E: klien tampak menangis
dan memegang bagian perut, S: ibu klien mengatakan anaknya belum pernah
menangis kesakitan seperti ini, T: klien tampak menunjukkan sikap yang menahan
sakit, dimana klien terus menerus memegang perutnya, T: memberikan obat anti
nyeri, agar klien tampak lebih tenang, pasien tampak meringis dan gelisah.
1. Mengobservasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan.
2. Memonitor penerimaan pasien tentang manajemen nyeri.
3. Mengkaji secara menyeluruh tentang nyeri termasuk lokasi, durasi,
frekuensi, intensitas dan faktor penyebab.
4. Menggunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui
pengalaman nyeri pasien.
5. Membantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan.
6. Mengkontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu
ruangan, pencahayaan dan kebisingan.
7. Mengajarkan tentang teknik non farmakologi.
8. Berkolaborasi dalam pemberian analgetik untuk mengurangi nyeri.
39
c. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan caira aktif ditandai
dengan ibu klien mengatakan anaknya susah minum, bibir klien terlihat pecah-
pecah, mukosa klien terlihat kering dan pucat, klien terlihat lemas.
1. Memonitor status hidrasi (kelembaban membrane mukosa, nadi adekuat,
tekanan darah ortostatik).
2. Memonitor vital sign
3. Memonitor masukan makanan atau cairan dan hitung intake kalori harian.
4. Memberi cairan intravena yang terdiri dari glukosa, elektrolit dan vitamin.
5. Menganjurkan klien untuk mengkonsumsi cairan peroral dengan perlahan.
6. Berkolaborasi pemberian cairan IV.
d. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
denganketidakmampuan untuk mengabsorbsi nutrient ditandai dengan ibu klien
mengatakan anaknya susah makan, ibu klien mengatakan anaknya mual muntah,
klien tampak lemas, klien terlihat tidak memiliki nafsu makan, klien mengalami
penurunan berat badan.
1. Memonitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori.
2. Mengkaji adanya alergi makanan.
3. Memberikan informasi tentang kebutuhan nutrisi.
4. Memberikan makanan yang terpilih (sudah dikonsultasikan dengan ahli
gizi).
5. Menganjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan vitamin C.
6. Mengajarkan pasien bagaimana membuat catatan makanan harian.
7. Berkolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi
yang dibutuhkan pasien.

XIV. EVALUASI
Setelah dilakukan implementasi sesuai dengan batas waktu yang ditetapkan dan
situasi kondisi klien, maka diharapkan klien :
a. Hipertermi berhubungan dengan efek langsung dari sirkulasi endotoksin pada
hipotalamus, proses infeksi ditandai dengan ibu pasien mengatakan anaknya
panas, suhu 380C.
40
1. Suhu tubuh dalam rentang normal.
2. Nadi dan RR dalam rentang normal.
3. Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak ada pusing.
b. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis ditandai dengan Q: ibu klien
mengatakan anaknya nyeri pada perut, U: skala nyeri 5, E: klien tampak menangis
dan memegang bagian perut, S: ibu klien mengatakan anaknya belum pernah
menangis kesakitan seperti ini, T: klien tampak menunjukkan sikap yang
menahan sakit, dimana klien terus menerus memegang perutnya, T: memberikan
obat anti nyeri, agar klien tampak lebih tenang, pasien tampak meringis dan
gelisah.
1. Mampu mengontrol nyeri.
2. Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen
nyeri.
3. Mampu mengenali nyeri.
4. Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang.
c. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan caira aktif ditandai
dengan ibu klien mengatakan anaknya susah minum, bibir klien terlihat pecah-
pecah, mukosa klien terlihat kering dan pucat, klien terlihat lemas.
1. Mempertahankan urine output sesuai dengan usia dan BB, BJ urine
normal.
2. Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam batas normal.
3. Tidak ada tanda-tanda dehidrasi, elastisitas turgor kulit baik, membrane
mukosa lembab, tidak ada rasa haus yang berlebihan.
d. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
denganketidakmampuan untuk mengabsorbsi nutrient ditandai dengan ibu klien
mengatakan anaknya susah makan, ibu klien mengatakan anaknya mual muntah,
klien tampak lemas, klien terlihat tidak memiliki nafsu makan, klien mengalami
penurunan berat badan.
1. Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan.
2. Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan.
3. Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi.
41
4. Tidak ada tanda-tanda malnutrisi.
5. Menunjukkan peningkatan fungsi pengecapan dari menelan.
6. Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti

DAFTAR PUSTAKA

NANDA NIC-NOC, Panduan Penyusunaan Asuhan Keperawatan, Edisi Revisi 2015, Medi
Action Publishing, Jogjakarta, 2015

42
Nando, Vincent. 2014. Laporan Pendahuluan Demam Typoid. Diakses pada https://www.scribd.
com/document/359745864/LAPORAN-PENDAHULUAN-demam-tifoid-docx tanggal
25 April 2019.

Sumarmo S Poorwo, dkk. 2012. Buku Ajar Infeksi & Pediatri Tropis. Jakarta: IDAI.

Wardah, Yulia. 2015. Laporan Pendahuluan Demam Typoid Pada Anak. Diakses pada https
://www.academia.edu/11653058/LP_Typhoid tanggal 25 april 2019.

43

Anda mungkin juga menyukai