Anda di halaman 1dari 30

Laporan Kasus

ASMA BRONKIAL

Diajukan sebagai salah satu syarat dalam menjalani Kepaniteraan Klinik di


Bagian/ SMF Pulmonologi Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala/Rumah
Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh

disusun oleh:
Debby Sofiana
1807101030063

Pembimbing:
dr. Dewi Behtri Yanifitri, Sp.P (K)

SMF/ BAGIAN PULMONOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA/
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH dr. ZAINOEL ABIDIN
BANDA ACEH
2019
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT atas berkat rahmat dan hidayah-Nya penulis
dapat menyelesaikan penulisan laporan kasus yang berjudul “Asma Bronkial ”.
Shalawat dan salam ke junjungan Nabi Muhammad SAW yang telah membawa
perubahan besar diseluruh aspek kehidupan manusia salah satunya ilmu
pengetahuan.
Penyusunan laporan kasus ini disusun sebagai salah satu tugas dalam
menjalani Kepaniteraan Klinik pada Bagian/SMF Pulmonologi RSUD dr. Zainoel
Abidin Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala Banda Aceh.
Ucapan terima kasih dan penghormatan penulis sampaikan kepada dr.
Dewi Behtri Yanifitri, Sp. P (K) yang telah bersedia meluangkan waktu
membimbing penulis dalam penulisan laporan kasus ini. Penulis juga
mengucapkan terima kasih kepada para sahabat dan rekan-rekan yang telah
memberikan doronganmoril dan materil sehingga tugas ini dapat selesai.
Akhir kata penulis berharap semoga laporan kasus ini dapat menjadi
sumbangan pemikiran dan memberikan manfaat bagi semua pihak khususnya
bidang kedokteran dan berguna bagi para pembaca dalam mempelajari dan
mengembangkan ilmu. Semoga Allah SWT selalu memberikan rahmat dan
hidayah-Nya kepada kita semua, Amin.

Banda Aceh,28 Mei 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................i
DAFTAR ISI......................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................1
BAB II LAPORAN KASUS.............................................................................3
2.1 Identitas Pasien.........................................................................................3
2.2 Anamnesis................................................................................................3
2.3 Pemeriksaan Fisik.....................................................................................5
2.4 Pemeriksaan Penunjang............................................................................7
2.5 Diagnosis..................................................................................................9
2.6 Terapi........................................................................................................9
2.7 Planning................................................................................................. ..10
2.8 Prognosis............................................................................................... 10
2.9 Follow up harian........................................... ........................................ 10

BAB III TINJAUAN PUSTAKA.....................................................................17


3.1 Definisi.....................................................................................................17
3.2 Klasifikasi.................................................................................................17
3.3 Faktor Risiko............................................................................................18
3.4 Etiologi.....................................................................................................18
3.5 Patofisiologi..............................................................................................19
3.6 Gejala Klinis.............................................................................................20
3.7 Diagnosis.......................................................................................................20
3.8 Penatalaksanaan........................................................................................22
3.9 Komplikasi...................................................................................................28

BAB IV ANALISA KASUS..............................................................................31


BAB V KESIMPULAN.....................................................................................33
BAB V DAFTAR PUSTAKA............................................................................34

ii
BAB I
PENDAHULUAN

Asma bronkial adalah suatu kelainan inflamasi (peradangan) kronik


saluran nafas yang menyebabkan hiperaktivitas bronkus terhadap berbagai
rangsangan yang ditandai dengan gejala episodik berulang berupa mengi, batuk,
sesak nafas, dan rasa berat di dada terutama pada malam hari dan atau dini hari
yang umumnya bersifat reversibel baik dengan atau tanpa pengobatan.
Asma merupakan sepuluh besar penyebab kesakitan dan kematian di
Indonesia. Hal ini tercermin dari data studi survei kesehatan rumah tangga
(SKRT) di berbagai propinsi di Indonesia. Survey Kesehatan Rumah Tangga
(SKRT) tahun 1986 menunjukkan asma menduduki urutan ke-5 dari 10
penyebab kesakitan (morbiditas) bersama-sama dengan bronkitis kronik dan
emfisema. Pada SKRT 1992, asma, bronkitis kronik dan emfisema sebagai
penyebab kematian ke-4 di Indonesia atau sebesar 5,6 %. Tahun 1995,
prevalensi asma di seluruh Indonesia sebesar 13/1000, dibandingkan bronkitis
kronik 11/1000 dan obstruksi paru 2/1000. Studi pada anak usia SLTP di
Semarang dengan menggunakan kuesioner International Study of Asthma and
Allergies in Childhood (ISAAC), didapatkan prevalensi asma (gejala asma 12
bulan terakhir/recent asthma) 6,2% yang 64% diantaranya mempunyai gejala
klasik.2
Prevalensi asma, terutama di negara-negara maju, dalam tiga puluh
tahun terakhir terjadi peningkatan. Asma dapat timbul pada berbagai usia, dapat
terjadi pada laki-laki dan wanita. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa
prevalensi asma di Indonesia diperkirakan sekitar 3-8,02%. Prevalensi
morbiditas dan mortalitas asma akhir-akhir ini dilaporkan meningkat di seluruh
dunia. Penyakit asma terbanyak diderita oleh anak-anak. Kondisi ini berpotensi
menjadi masalah kesehatan di masa depan. Dampak buruk asma meliputi
penurunan kualitas hidup, produktivitas yang menurun, ketidakhadiran di
sekolah, peningkatan biaya kesehatan, risiko perawatan di rumah sakit dan
bahkan kematian. Asma menyebabkan mereka kehilangan 16 % hari sekolah di

1
Asia, 34 % pada anak-anak di Eropa, dan 40 % pada anak-anak di Amerika
Serikat.1,2
Pada tahun 2002, di Amerika Serikat sekitar 14 juta dewasa dan 6 juta
anak-anak didiagnpenderitaa dengan asma (berdasarkan CDC). Setiap hari di
Amerika, terdapat 30.000 orang yang terkena serangan asma. Dari laporan pada
peringatan hari asma sedunia pada tanggal 4 Mei 2004 yang lalu, menyatakan
bahwa prevalensi asma diperkirakan akan terus megalami peningkatan dalam
beberapa tahun mendatang, dengan kenaikan setiap 180.000 penderita setiap
tahunnya.1,2
Keluhan utama penderita asma ialah sesak napas mendadak, disertai fase
inspirasi yang lebih pendek dibandingkan dengan fase ekspirasi, dan diikuti
bunyi mengi (wheezing), batuk yang disertai serangn napas yang kumat-
kumatan.3

2
BAB II
LAPORAN KASUS

2.1 Identitas Pasien


Nama : Ramlah Abdullah
Jenis Kelamin : Perempuan
No. CM : 0-02-67-39
Tanggal Lahir : 01 Juli 1961
Umur : 57 thn 11 bln
Suku : Aceh
Agama : Islam
Alamat : Batoh
Tanggal masuk RS : 29 juni 2019
Tanggal Pemeriksaan : 30 juni 2019

2.2 Anamnesis
a. Keluhan Utama :
Sesak napas

b. Keluhan Tambahan :
Batuk

c. Riwayat Penyakit Sekarang :


Pasien dating dengan keluhan sesak nafas sejak 1 hari SMRS. Sesak nafas
disertai suara mengi. Sesak nafas dikeluhkan pasien saat aktivitas ringan, sesak
nafas dipengaruhi oleh cuaca dan debu, pasien mengaku sesak timbul beberapa
jam setelah pasien bersih- bersih rumah.
Pasien juga mengeluhkan batuk, sejak 2 minggu yang lalu, batuk berdahak
berwarna kehijauan dan dahak mudah dikeluarkan. Riwayat batuk darah
disangkal, nyeri dada disangkal, penurunan berat badan dan nafsu makan menurun
disangkal, riwayat keringat malam disangakal. Demam dikeluhkan pasien sejak 2
hari yang lalu.

3
d. Riwayat Penyakit Dahulu :
Pasien menderita penyakit jantung sejak 18 tahun yang lalu.

e. Riwayat Pemakaian Obat :


Penggunaan OAT disangkal, penggunaan obat jantung sejak tahun 2001

f. Riwayat Penyakit Keluarga :


Tidak ada keluarga dengan keluhan yang sama

2.3 Pemeriksaan Fisik


a. Vital Sign
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan Darah : 110/60 mmHg
Denyut Nadi : 98 x/i
Frekuensi Napas : 28x/i
Suhu Tubuh (aksila) : 36,90c

d. Status Generalis
 Kulit
Lesi : tidak dijumpai
Parut/skar : tidak dijumpai
Sianosis : tidak dijumpai
Ikterus : tidak dijumpai
Pucat : tidak dijumpai
 Kepala
Bentuk : Normocephali
Wajah : simetris, edema wajah (-), parese nervus facialis (-/-)
Mata : konjungtiva palpebra inferior pucat (-/-), sklera ikterik
(-/-), pupil bulat isokor(3 mm/3 mm), (+/+)
Telinga : Normotia, sekret (-/-),

4
Hidung : nafas cuping hidung (+/+), sekret (-/-)
 Mulut
Bibir : sianosis (-), pucat (-)
Lidah : kotor (-), makroglosia (-)
Tonsil : T1/T1, hiperemis (-)
Faring : hiperemis (-)
 Leher
Trakea : Terletak ditengah
KGB : pembesaran KGB tidak dijumpai
Kelenjar tiroid : tidak teraba pembesaran
TRM : kaku kuduk (-)
 Paru
Inspeksi : simetris saat statis dan dinamis
Palpasi : SF kanan = SF kiri, nyeri tekan (-/-)
Perkusi : Sonor/ Sonor
Auskultasi : suara napas dasar vesikular (/), suara napas tambahan
rhonki (-/-) dan wheezing (+/+)
 Jantung
Inspeksi : Pulsasi ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis teraba ICS V midklavikula sinistra
Auskultasi : BJ I > BJ II, reguler, bising (-)
 Abdomen
Inspeksi : simetris, distensi (-), pelebaran vena (-)
Palpasi : soepel (+), nyeri tekan (-), defans muskular (-), undulasi
(-), hepar, renal dan lien tidak teraba pembesaran,
shifting dullnes (-)
Auskultasi : peristaltik 3x/menit, kesan normal

 Genitalia dan Anus


Genitalia : Tidak dinilai
 Ekstremitas
Penilaian Superior Inferior

5
Kanan Kiri Kanan Kiri
Pucat Negatif Negatif Negatif Negatif
CRT <2” <2” <2” <2”
Sianosis Negatif Negatif Negatif Negatif
Edema Negatif Negatif Positif Positif
Tonus otot Normal Normal Normal Normal
Atrofi Negatif Negatif Negatif Negatif
ROM Normal Normal Normal Normal

2.4 Pemeriksaan Penunjang


Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
Darah Rutin 05/04/2019
Hemoglobin 11,9 12,0-15,0
Hematokrit 35 37-47
Eritrosit 4,2 4,2-5,4
Leukosit 7,7 4,5-10,5
Trombosit 241 150-450
MCV 85 80-100
MCH 29 27-31
MCHC 34 32-36
RDW 13,2 11,5-14,5
MPV 11,7 7,2-11,1
PDW 14,9
Hitung jenis 5/1/0/62/21/11 0-6/0-2/2-6/50-
E/B/NB/NS/L/M 70/20-40/2-8
Ureum 20 13-43
Kreatinin 0,43 0,51-0,95
Natrium (Na) 142 132-146
Kalium (K) 4,4 3,7-5,4
Klorida (Cl) 104 98-106
DIABETES
GDS 159

2.5 Diagnosa
Asma serangan sedang pada asma intermitten
Pneumonia

2.6 Terapi
- O2 2L / i Nasal kanul
- IVFD RL 10 gtt/i
- Diet MB RG

6
- Nebule ventolin 1 resp/ 8 jam
- Fluimucyl 3xC1
- Paracetamol 3x1

2.7 Planning
- Foto thorax PA
- EKG
- Balance Cairan
- Sputum Mo gram K/R

2.8 Prognosis
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad sanactionam : dubia ad bonam

2.9 Follow up harian


1. 30 Juni 2019

S/ Sesak nafas berkurang, batuk Th/


sesekali - O2 3L/i Nasal kanul
O/ Kes : compos mentis - IVFD RL 10 gtt/i
TD : 110/60 mmHg - Diet MB RG
HR : 90 x/i - Nebule ventolin 1 resp/ 8 jam
RR : 24 x/i - Nebule Pulmicort 1 resp/ 12 jam
T : 36,8 0c - Fluimucyl 3xC1
- Paracetamol 3x1
PF
- Inspeksi : simetris saat statis dan

7
dinamis
- Palpasi : SF kanan = SF kiri P/
- Perkusi : Sonor/ Sonor - Foto thorax ulang
- Auskultasi : suara napas dasar - Sputum Mo gram
vesikular (/), suara napas - EKG
tambahan - Balance Cairan
(-/-) dan wheezing (+/+)

A/
1. Asma serangan sedang pada
asma intermiten
2. Pneumonia

2. 1 Juli 2019
S/ Sesak nafas berkurang, Th/
O/ Kes : compos mentis - IVFD RL 10 gtt/i
TD : 110/60 mmHg - Diet MB RG
HR : 86 x/i - Nebule ventolin 1 resp/ 8 jam
RR : 22 x/i - Nebule Pulmicort 1 resp/ 12 jam
T : 36,9 0c - Fluimucyl 3xC1

PF
- Inspeksi : simetris saat statis dan P/
dinamis - Lanjut terapi
- Palpasi : SF kanan = SF kiri
- Perkusi : Sonor/ Sonor
- Auskultasi : suara napas dasar
vesikular (/), suara napas
tambahan
rhonki (-/-) dan wheezing (+/+)

8
A/
1. Asma serangan sedang
pada asma intermiten
2. Pneumonia

9
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi
Asma adalah penyakit gangguan inflamasi kronis saluran pernapasan
yang dihubungkan dengan hiperresponsif, keterbatasan aliran udara yang
reversibel dan gejala pernapasan. Inflamasi kronik menyebabkan peningkatan
respon saluran nafas yang menimbulkan gejala episodik berulang, mengi, sesak
nafas, rasa berat di dada serta batuk terutama malam hari dan atau dini hari.
Gejala ini umumnya berhubungan dengan pengurangan arus udara yang luas
tapi bervariasi yang biasanya reversibel baik secara spontan maupun dengan
pengobatan.

2. Epidemiologi
Asma bronkial merupakan salah satu penyakit alergi dan masih menjadi
masalah kesehatan baik di negara maju maupun di negara berkembang.
Prevalensi dan angka rawat inap penyakit asma bronkial di negara maju dari
tahun ke tahun cenderung meningkat. Perbedaan prevalensi, angka kesakitan
dan kematian asma bronkial berdasarkan letak geografi telah disebutkan dalam
berbagai penelitian. Selama sepuluh tahun terakhir banyak penelitian
epidemiologi tentang asma bronkial dan penyakit alergi berdasarkan kuisioner
telah dilaksanakan di berbagai belahan dunia. Semua penelitian ini walaupun
memakai berbagai metode dan kuisioner namun mendapatkan hasil yang
konsisten untuk prevalensi asma bronkial sebesar 5-15% pada populasi umum
dengan prevalensi lebih banyak pada wanita dibandingkan laki-laki. Di
Indonesia belum ada data epidemiologi yang pasti namun diperkirakan berkisar
3-8%.
Dua pertiga penderita asma bronkial merupakan asma bronkial alergi
(atopi) dan 50% pasien asma bronkial berat merupakan asma bronkial atopi.
Asma bronkial atopi ditandai dengan timbulnya antibodi terhadap satu atau
lebih alergen seperti debu, tungau rumah, bulu binatang dan jamur. Atopi
ditandai oleh peningkatan produksi IgE sebagai respon terhadap alergen.

10
Prevalensi asma bronkial non atopi tidak melebihi angka 10%. Asma bronkial
merupakan interaksi yang kompleks antara faktor genetik dan lingkungan. Data
pada penelitian saudara kembar monozigot dan dizigot, didapatkan
kemungkinan kejadian asma bronkial diturunkan sebesar 60-70%.

3. Patofisiologi

Sesuatu yang dapat memicu serangan asma ini sangat bervariasi antara
satu individu dengan individu yang lain. Beberapa hal diantaranya adalah
alergen, polusi udara, infeksi saluran nafas, kecapaian, perubahan cuaca,
makanan, obat atau ekspresi emosi yang berlebihan, rinitis, sinusitis bakterial,
poliposis, menstruasi, refluks gastroesofageal dan kehamilan.
Alergen akan memicu terjadinya bronkokonstriksi akibat dari pelepasan
IgE dependent dari sel mast saluran pernafasan dari mediator, termasuk
diantaranya histamin, prostaglandin, leukotrin, sehingga akan terjadi kontraksi
otot polos. Keterbatasan aliran udara yang bersifat akut ini kemungkinan juga
terjadi oleh karena saluran pernafasan pada pasien asma sangat hiper responsif
terhadap bermacam-macam jenis serangan. Akibatnya keterbatasan aliran udara
timbul oleh karena adanya pembengkakan dinding saluran nafas dengan atau
tanpa kontraksi otot polos. Peningkatan permeabilitas dan kebocoran
mikrovaskular berperan terhadap penebalan dan pembengkakan pada sisi luar
otot polos saluran pernafasan.

Gambar 1 bronkiolus normal dan bronkiolus pada asma bronkial

11
Penyempitan saluran pernafasan yang bersifat progresif yang disebabkan
oleh inflamasi saluran pernafasan dan atau peningkatan tonos otot polos
bronkioler merupakan gejala serangan asma akut dan berperan terhadap
peningkatan resistensi aliran, hiper inflasi pulmoner, dan ketidakseimbangan
ventilasi dan perfusi.
Pada penderita asma bronkial karena saluran napasnya sangat peka
(hipersensitif) terhadap adanya partikel udara, sebelum sempat partikel tersebut
dikeluarkan dari tubuh, maka jalan napas (bronkus) memberi reaksi yang sangat
berlebihan (hiperreaktif), maka terjadilah keadaan dimana
 Otot polos yang menghubungkan cincin tulang rawan akan
berkontraksi/memendek/mengkerut
 Produksi kelenjar lendir yang berlebihan
 Bila ada infeksi akan terjadi reaksi sembab/pembengkakan dalam saluran
napas
Hasil akhir dari semua itu adalah penyempitan rongga saluran napas.
Akibatnya menjadi sesak napas, batuk keras bila paru mulai berusaha untuk
membersihkan diri, keluar dahak yang kental bersama batuk, terdengar suara
napas yang berbunyi yang timbul apabila udara dipaksakan melalui saluran napas
yang sempit. Suara napas tersebut dapat sampai terdengar keras terutama saat
mengeluarkan napas.

12
Gambar 2 Patofisiologi Asma
Obstruksi aliran udara merupakan gangguan fisiologis terpenting pada
asma akut. Gangguan ini akan menghambat aliran udara selama inspirasi dan
ekspirasi dan dapat dinilai dengan tes fungsi paru yang sederhana seperti Peak
Expiratory Flow Rate (PEFR) dan FEV1 (Forced Expiration Volume). Ketika
terjadi obstruksi aliran udara saat ekspirasi yang relatif cukup berat akan
menyebabkan pertukaran aliran udara yang kecil untuk mencegah kembalinya
tekanan alveolar terhadap tekanan atmosfer maka akan terjadi hiper inflasi
dinamik. Besarnya hiper inflasi dapat dinilai dengan derajat penurunan kapasitas
cadangan fungsional dan volume cadangan. Fenomena ini dapat pula terlihat
pada foto toraks yang memperlihatkan gambaran volume paru yang membesar
dan diafragma yang mendatar.
Hiperinflasi dinamik terutama berhubungan dengan peningkatan
aktivitas otot pernafasan, mungkin sangat berpengaruh terhadap tampilan
kardiovaskular. Hiper inflasi paru akan meningkatkan after load pada ventrikel
kanan oleh karena peningkatan efek kompresi langsung terhadap pembuluh
darah paru.
Obstruksi saluran napas pada asma merupakan kombinasi spasme otot
bronkus, sumbatan mukus, edema, dan inflamasi dinding bronkus. Obstruksi

13
bertambah berat selama ekspirasi karena secara fisiologis saluran napas
menyempit pada fase tersebut. Hal ini mengakibatkan udara distal tempat
terjadinya obstruksi terjebak tidak bisa diekspirasi. Selanjutnya terjadi
peningkatan volume residu, kapasitas residu fungsional dan pasien akan
bernapas pada volume yang tinggi mendekati kapasitas paru total. Keadaan
hiperinflasi ini bertujuan agar saluran napas tetap terbuka dan pertukaran gas
berjalan lancar. Untuk mempertahankan hiperinflasi ini diperlukan otot-otot
bantu napas. Penyempitan saluran napas dapat terjadi baik pada saluran napas
yang besar, sedang, maupun kecil. Gejala mengi menandakan ada penyempitan
di saluran napas besar, sedangkan pada saluran napas yang kecil gejala batuk
dan sesak lebih dominan dibanding mengi.]

4. Klasifikasi
Secara etiologis, asma bronchial terbagi dalam 3 tipe
1. Asma bronchial tipe non atopi (intrinsic)
Asma intrinsik adalah asma yang tidak responsif terhadap
pemicu yang berasal dari allergen. Asma ini disebabkan oleh stres,
infeksi saluran nafas dan kodisi lingkungan yang buruk seperti
kelembaban, suhu, polusi udara, zat-zat iritan kimia atau obat-obatan
serta aktivitas olahraga yang berlebihan. Pada golongan ini keluhan
ini tidak ada hubungannya dengan paparan (exposure) terhadap
allergen dengan sifat-sifat:
a. Serangan timbul setelah dewasa
b. Pada keluarga tidak ada yang menderita asma
c. Penyakit infeksi sering menimbulkan serangan
d. Ada hubungan dengan pekerjaan atau beban fisik
e. Rangsangan/stimuli psikis mempunyai peran untuk menimbulkan
serangan reaksi asma
f. Perubahan-perubahan cuaca atau lingkungan yang non-spesifik
merupakan keadaan yang peka bagi penderita.
2. Asma bronchial tipe atopi (ekstrinsic)

14
Asma ekstrinsik adalah bentuk asma paling umum yang
disebabkan karena reaksi alergi penderita terhadap allergen dan tidak
membawa pengaruh apa-apa terhadap orang yang sehat. Pada
golongan ini, keluhan ada hubungannya dengan paparan (exposure)
terhadap allergen lingkungan yang spesifik. Kepekaan ini biasanya
dapat ditimbulkan dengan uji kulit atau uji provokasi bronchial. Pada
tipe mempunyai sifat-sifat:
a. Timbul sejak kanak-kanak
b. Keluarga ada yang menderita asma
c. Adanya eksim saat bayi
d. Sering menderita rhinitis
e. Di Inggris jelas penyebabnya House Dust Mite, di USA tepung sari
bunga rumput.
3. Asma bronchial tipe campuran (mixed)
Pada golongan ini, keluhan diperberat baik oleh faktor-faktor intrinsic
maupun ekstrinsik.

Berdasarkan derajatnya, asma dapat dibagi menjadi:


1. Intermiten
a. Gejala klinis < 1 kali/minggu
b. Gejala malam < 2 kali/bulan
c. Tanpa gejala di luar serangan
d. Serangan berlangsung singkat
e. Volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) > 80% nilai
prediksi atau arus puncak ekspirasi (APE) > 80% nilai terbaik
f. Variabilitas APE < 20%
2. Persisten ringan
a. Gejala klinis > 1 kali/minggu tetapi < 1 kali/hari
b. Gejala malam > 2 kali/bulan
c. Tanpa gejala di luar serangan
d. Serangan dapat menggangu aktivitas tidur dan tidur

15
e. Volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) > 80% nilai
prediksi atau arus puncak ekspirasi (APE) > 80% nilai terbaik
f. Variabilitas APE 20%-30%
3. Persisten sedang
a. Gejala setiap hari
b. Gejala malam > 2 kali/minggu
c. Sering dapat menggangu aktivitas dan tidur
d. Volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) 60%-80% nilai
prediksi atau arus puncak ekspirasi (APE) 60%-80% nilai terbaik
e. Variabilitas APE > 30%
4. Persisten berat
a. Gejala terus menerus
b. Gejala malam sering
c. Sering kambuh
d. Aktivitas fisik terbatas
e. Volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) < 60% nilai
prediksi atau arus puncak ekspirasi (APE) < 60% nilai terbaik
f. Variabilitas APE > 30%
5. Gambaran Klinis
Keluhan dan gejala tergantung dari berat ringannya pada waktu
serangan. Pada serangan asma bronkial yang ringan dan tanpa adanya
komplikasi, keluhan dan gejala tak ada yang khas.
Keluhan yang timbul :
 Nafas berbunyi
 Sesak nafas
 Batuk
Tanda-tanda fisik :
 Cemas/gelisah/panik/berkeringat
 Tekanan darah meningkat
 Nadi meningkat
 Pulsus paradoksus : penurunan tekanan darah sistolik lebih dari 10 mmHg
pada waktu inspirasi

16
 Frekuensi pernafasan meningkat
 Sianosis
 Otot-otot bantu pernafasan hipertrofi
Paru :
 Didapatkan ekspirium yang memanjang
 Wheezing

6. Diagnosis
Diagnosis dari asma umunya tidak sulit, diagnosis asma
didasari oleh gejala yang episodik, gejala berupa batuk, sesak nafas,
mengi, rasa berat di dada dan variabiliti yang berkaitan dengan cuaca.
Anamnesis yang baik cukup untuk menegakkan diagnosis, ditambah
dengan pemeriksaan jasmani dan pengukuran faal paru terutama
reversibiliti kelainan faal paru, akan lebih meningkatkan nilai
diagnostik.
a. Anamnesis
 Riwayat perjalanan penyakit, faktor-faktor yang mempengaruhi terhadap
asma, riwayat keluarga dan riwayat adanya alergi.
b. Pemeriksan fisik
 Pemeriksaan fisik pada pasien asma tergantung dari derajat obstruksi
saluran nafas. Tekanan darah biasanya meningkat, frekuensi pernafasan
dan denyut nadi juga meningkat, ekspirasi memanjang disertai ronki
kering, mengi (wheezing) dapat dijumpai pada pasien asma.
c. Pemeriksaan laboratorium
Darah (terutama eosinofil, Ig E), sputum (eosinofil, spiral Cursshman,
kristal Charcot Leyden).
d. Pemeriksaan penunjang
1. Spirometri
Spirometri adalah alat yang dipergunakan untuk mengukur faal ventilasi
paru. Reversibilitas penyempitan saluran nafas yang merupakan ciri kahs asma
dapat dinilai dengan peningkatan volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1)

17
dan atau kapasiti vital paksa (FVC) sebanyak 20%atau lebih sesudah pemberian
bronkodilator.
2. Uji provokasi bronkus
Uji provokasi bronkus membantu menegakkan diagnosis asma. Pada
penderita dengan gejala asma dan faal paru normal sebaiknya dilakukan uji
provokasi bronkus. Pemeriksaan uji provokais bronkus merupakan cara untuk
membuktikan secara objektif hiperreaktivitas saluran nafas pada orang yang
diduga asma. Uji provokasi bronkus terdiri dari tiga jenis yaitu Uji provokasi
dengan beban kerja (exercise), hiperventilasi udara dan alergen non-spesifik
seperti metakolin dan histamin.
3. Foto toraks
Pemeriksaan foto toraks dilakukan untuk menyingkirkan penyakit lain
yang memberikan gejala serupa seperti gagal jantung kiri, obstruksi saluran
nafas, pneumothoraks, pneumomediastinum. Pada serangan asma yang ringan,
gambaran radiologik paru biasanya tidak memperlihatkan adanya kelainan.

7. Diagnosis Banding
 Bronkitis kronis
Bronkitis kronik ditandai dengan batuk kronik yang mengeluarkan
sputum 3 bulan dalam setahun untuk sediknya 2 tahun. Gejala utama
batuk yang disetai sputum dan perokok berat. Gejala dimulai dengan
batuk pagi, lama kelamaan disertai mengi dan menurunkan kemampuan
jasmani.
 Emfisema paru
Sesak nafas merupakan gejala utama emfisema, sedangkan batuk dan
mengi jarang menyertainya.
 Gagal Jantung kiri
Dulu gagal jantung kiri dikenal dengan asma kardial dan timbul pada
malam hari disebut paroxysmal noctrunal dispnea. Pasien tiba-tiba
terbangun pad malam hari karena sesak, tetapi sesak menghilang atau
berkurang bila duduk. Pada pemeriksaan fisik ditemukan kardiomegali
dan edema paru.

18
 Emboli paru
Hal-hal yang dapat menimbulkan emboli paru adalah gagal jantung.
Disamping gejala sesak nafas, pasien batuk dengan disertai darah
(haemoptoe).

8. Penatalaksanaan
Tujuan utama penatalaksanaan asma adalah meningkatkan dan
mempertahankan kualitas hidup agar penderita asma dapat hidup normal tanpa
hambatan dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Tujuan penatalaksanaan asma:
a. Menghilangkan dan mengendalikan gejala asma
b. Mencegah eksaserbasi akut
c. Meningkatkan dan mempertahankan faal paru seoptimal mungkin
d. Mengupayakan aktivitas normal
e. Menghindari efek samping obat
f. Mencegah terjadinya keterbatasan aliran udara (airflow limitation)
g. Mencegah kematian karena asma
Penatalaksanan asma bronkial terdiri dari pengobatan non medikamentosa
dan pengobatan medikamentosa :
1. Pengobatan non medikamentosa
Pengobatan non medikamentosa terdiri dari :
- Penyuluhan
- Menghindari faktor pencetus
- Pengendalian emosi
- Pemakaian oksigen
2. Pengobatan medikamentosa
Pada prinsipnya pengobatan asma dibagi menjadi dua golongan yaitu
antiinflamasi merupakan pengobatan rutin yang bertujuan mengontrol penyakit
serta mencegah serangan dikenal dengan pengontrol, dan bronkodilator yang
merupakan pengobatan saat serangan untuk mencegah eksaserbasi/serangan
dikenal dengan pelega.

19
1. Antiinflamasi (pengontrol)
- Kortikosteroid
Kortikosteroid adalah agen anti inflamasi yang paling potensial dan
merupakan anti inflamasi yang secara konsisten efektif sampai saat ini. Efeknya
secara umum adalah untuk mengurangi inflamasi akut maupun kronik,
menurunkan gejala asma, memperbaiki aliran udara, mengurangi
hiperresponsivitas saluran napas, mencegah eksaserbasi asma, dan mengurangi
remodelling saluran napas. Kortikosteroid terdiri dari kortikosteroid inhalasi dan
sistemik.
- Kromolin
Mekanisme yang pasti kromolin belum sepenuhnya dipahami, tetapi
diketahui merupakan antiinflamasi non steroid, menghambat penglepasan
mediator dari sel mast.
- Metilsantin
Teofilin adalah bronkodilator yang juga mempunyai efek
ekstrapulmoner seperti antiinflamasi.
- Agonis beta-2 kerja lama
Termasuk di dalam agonis beta-2 kerja lama inhalasi adalah salmeterol
dan formoterol yang mempunyai waktu kerja lama (>12 jam). Pada pemberian
jangka lama mempunyai efek anti inflamasi walau pun kecil.
- Leukotriene modifiers
Obat ini merupakan antiasma yang relatif baru dan pemberiannya
melalui oral. Selain bersifat bronkodilator juga mempunyai efek anti inflamasi.

20
Tabel 1. Obat-obat antiinflamasi pada asma bronkial 10

2. Bronkodilator (pelega)

21
- Agonis beta 2 kerja singkat
Termasuk golongan ini adalah salbutamol, terbutalin, fenoterol, dan
prokaterol yang telah beredar di Indonesia. Pemberian dapat secara inhalasi atau
oral, pemberian secara inhalasi mempunyai onset yang lebih cepat dan efek
samping yang minimal.
- Metilxantin
Termasuk dalam bronkodilator walau efek bronkodilatasinya lebih
lemah dibanding agonis beta 2.
- Antikolinergik
Pemberian secara inhalasi. Mekanisme kerjanya memblok efek
penglepasan asetilkolin dari saraf kolinergik pada jalan nafas. Menimbulkan
bronkodilatasi dengan menurunkan tonus vagal intrinsik, selain itu juga
menghambat reflek bronkokonstriksi yang disebabkan iritan.
Tabel 2. obat-obat bronkodilator pada Asma bronkial10

22
9. Komplikasi
Berbagai komplikasi yang mungkin timbul adalah :
1. Status asmatikus
2. Atelektasis
3. Hipoksemia
4. Pneumothoraks
5. Emfisema
10. Prognosis
Mortalitas akibat asma sedikit nilainya. Gambaran yang paling akhir
menunjukkan kurang dari 5000 kematian setiap tahun dari populasi beresiko
yang berjumlah kira-kira 10 juta. Sebelum dipakai kortikosteroid, secara umum
angka kematian penderita asma wanita dua kali lipat penderita asma pria. Juga
suatu kenyataan bahwa angka kematian pada serangan asma dengan usia lebih
tua lebih banyak, kalau serangan asma diketahui dan di mulai sejak kanak-kanak
dan mendapat pengawasan yang cukup kira-kira setelah 20 tahun, hanya 1%
yang tidak sembuh dan di dalam pengawasan tersebut kalau sering mengalami
serangan commond cold 29% akan mengalami serangan ulangan.

23
Pada penderita yang mengalami serangan intermiten (kumat-kumatan)
angka kematiannya 2%, sedangkan angka kematian pada penderita yang dengan
serangan terus menerus angka kematiannya 9%.

24
BAB IV
ANALISA KASUS

Pada pasien ini ditegakkan diagnosis asma bronkial dengan


derajat intermitten sedang karena adanya keluhan sesak napas yang
dipicu oleh adanya debu. Serangan dirasakan kurang dari 1 kali
seminggu Sesak mengganggu aktivitas dan tidur pasien. Pasien
merasa paling nyaman dalam posisi duduk. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan adanya ekspirasi memanjang dan whezing pada kedua
lapangan paru. Sementara pada pemeriksaan penunjang rontgen
thoraks didapatkan corakan lapangan paru yang normal.
Asma bronkial dicirikan sebagai suatu penyakit kesulitan
bernapas, batuk, dada sesak dan adanya wheezing episodik. Gejala
asma dapat terjadi secara spontan ataupun diperberat dengan pemicu
yang berbeda antar pasien. Frekuensi asma mungkin memburuk di
malam hari oleh karena tonus bronkomotor dan reaktifitas bronkus
mencapai titik terendah antara jam 3-4 pagi, meningkatkan gejala
bronkokontriksi.
Terapi pengobatan asma meliputi beberapa hal diantaranya
yaitu menjaga saturasi oksigen arteri tetap adekuat dengan oksigenasi,
membebaskan obstruksi jalan napas dengan pemberian bronkodilator
inhalasi kerja cepat (2-agonis dan antikolinergik) dan mengurangi
inflamasi saluran napas serta mencegah kekambuhan dengan
pemberian kortikosteroid sistemik yang lebih awal.

25
BAB V
KESIMPULAN

Asma adalah penyakit gangguan inflamasi kronis saluran pernapasan yang


dihubungkan dengan hiperresponsif, keterbatasan aliran udara yang reversibel
dan gejala pernapasan. Inflamasi kronik menyebabkan peningkatan respon
saluran nafas yang menimbulkan gejala episodik berulang, mengi, sesak nafas,
rasa berat di dada serta batuk terutama malam hari dan atau dini hari. Tujuan
utama penatalaksanaan asma adalah meningkatkan dan mempertahankan
kualitas hidup agar penderita asma dapat hidup normal tanpa hambatan dalam
melakukan aktivitas sehari-hari.

26
DAFTAR PUSTAKA

1. Riyanto BS, Hisyam B. Buku Ajar Ilmu penyakit Dalam. Jakarta :


Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, 2007. 981
2. Surjanto E. Derajat Asma dan Kontrol Asma. Jurnal Respirologi Indonesia
2008;28. 88-95.
3. Marleen FS, Yunus F. Asma pada Usia Lanjut. Jurnal Respirologi Indonesia 2008;28.
165-73.
4. Anggia D. Profil Penderita Asma Bronkial yang Dirawat Inap di Bagian Paru RSUD
Arifin Achmad Pekanbaru Periode Januari-Desember 2005. Pekanbaru: FK UNRI,
2006.
5. Widjaja A. Patogenesis Asma. Makalah Ilmiah Respirologi 2003. Surakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Sebelas Maret, 2003.27.
6. Ward JPT. Ward J, Leach RM, Wiener CM. at a glance Sistem Respirasi. Jakarta:
Erlangga. 54-57
7. Manurung P, Yunus F, Wiyono WH, Jusuf A, Murti B. Hubungan Antara Eosinofil
Sputum dengan Hiperreaktivitas Bronkus pada Asma Persisten Sedang. Jurnal
Respirologi Indonesia 2006;1.45
8. Mangunnegoro dkk. Asma Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia.
Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2004.3-79.
9. Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R, wardani WI, Setiowulan W. Kapita Selekta
kedokteran. Edisi III. Jakarta: Media Aesculapius FKUI, 2001. 477-82.
10.Sundaru H. Asma Bronkial. Dalam Ilmu Penyakit Dalam. Edisi III. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI. 2001.21-27.
11.Danususanto H. Ilmu Penyakit Paru. Jakarta: Hipokrates, 2000. 196-224.

27

Anda mungkin juga menyukai